Anda di halaman 1dari 26

I.

KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Anatomi Fisiologi

Secara normal, manusia memiliki dua ginjal ( ginjal kanan dan kiri ) setiap ginjal
memiliki panjang 12 cm, lebar 7 cm, dan tebal maksimum 2,5 cm, dan terletak pada
bagian belakang abdomen, posterior terhadap peritoneum, pada cekungan yang
berjalan disepanjang sisi corpus vertebrae. Lemak perinefrik adalah lemak yang
melapisi ginjal. Ginjal kanan terletak agak lebih rendah dari pada ginjal kiri karena
adanya hepar pada sisi kanan. Sebuah glandula adrenalis terletak pada bagian atas
setiap ginjal.

Struktur ginjal meliputi, kapsula fibrosa pada bagian luar, korteks adalah bagian
ginjal yang pucat dan berbercak-bercak oleh glomerulus, medula yaitu bagian ginjal
yang berwarna gelap dan bergaris terdiri dari sejumlah papilla renalis yang menonjol
kedalam pelvis, dan pembesaran pada ujung atas ureter. Setiap ginjal dibentuk oleh
sekitar satu juta nefron. Nefron adalah unit struktural dan fungsional ginjal. Setiap
nefron terdiri dari tubulus renalis, glomerulus, dan pembuluh darah yang
menyertainya.
Setiap tubulus renalis adalah tabung panjang yang bengkok, dilapisi oleh selapis
sel kuboid. Tubulus renalis dimulai sebagai kapsula bowman, mangkuk berlapis
ganda yang menutupi glomerulus, terpuntir sendiri membentuk tubulus kontortus
proksimal, berjalan dari korteks ke medula dan kembali lagi, membentuk ansa henle,
terpuntir sendiri kembali membentuk tubulus kontortus distal. Dan berakhir dengan
memasuki duktus koligentes. Setiap duktus koligentes berjalan melalui medula ginjal,
bergabung dengan duktus koligentes dari nefron lain. Dan mereka membuka bersama
pada permukaan papila renalis didalam pelvis ureter.
Fungsi Ginjal
1. Pengaturan cairan tubuh dan mengontrol keseimbangan asam basa.
2. Ekskresi produk akhir metabolisme.
3. Memproduksi Hormon.
Selain fungsinya sebagai pengendali keseimbangan air dan kimia tubuh, ginjal
menghasilkan renin dan eritropitin. Renin diproduksi oleh sel-sel tertentu dalam
dinding arteriol yang dilalui darah menuju glomerulus. Renin disekresi bila tekanan
darah sangat menurun sehingga jumlah darah yang melewati ginjal tidak cukup.
Hormon ini meningkatkan tekanan darah. Hormon lain yang disekresi ginjal asalah
eritropoetin. Eritropoeitin disekresi oleh ginjal sebagai respon terhadap penurunan
tekanan oksigen normal. Hormon ini merangsang pembentukan eritrosit dalam
sumsum tulang dan meningkatkan jumlah darah yang tersedia untuk pengangkutan
oksigen. Fungsi ginjal yang lain memproduksi vitamin D yang aktif secara biologis

B. Definisi Penyakit
 Definisi Cronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis
didefinisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau
tanpa penurunan glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010).
 CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana
ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan
samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan
metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia
atau azotemia (Smeltzer, 2010)
 CKD atau gagal ginjal kronis (GGK) adalah kegagalan fungsi ginjal untuk
mempertahankan metabolism serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat
destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa
metabolit ( toksik uremik) di dalam darah (Arif Muttaqin,2011)
Jadi dapat diambil kesimpulan Cronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal
kronis merupakan kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa
penurunan glomerulus filtration rate (GFR) dimana ginjal mengalami penurunan
fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan
tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan
elektrolit,dan mengakibatkan destruksi struktur ginjal yang progresif dengan
manifestasi penumpukan sisa metabolit ( toksik uremik) di dalam darah

C. Epidemiologi

Distribusi Frekuensi GGK Berdasarkan Orang GGK lebih sering ditemukan pada
usia lanjut disebabakan penurunan laju filtrasi glomerulus. Setelah usia 30 tahun, nilai
LFG menurun dengan kecepatan sekitar 1 ml/menit/tahun. Pada proses penuaan,
jumlah nefron berkurang dan berkurangnya kemampuan untuk menggantikan sel-sel
yang mengalami kerusakan. Penurunan faal ginjal ini bisa sampai 50% pada usia
mencapai 60 tahun. Menurut Ginting F. (2010) di RSUP.H.Adam Malik Medan ,
penderita GGK terbanyak pada kelompok umur 45-59 tahun (43,1%). Menurut
Siregar (2010) di RSU St. Elisabeth Medan, penderita GGK terbanyak pada
kelompok umur >45 tahun (69,8%).
Penyakit gagal ginjal kronik juga merupakan masalah yang ditemukan pada anak.
Pada tahun 1997-1999 di Inggris pada anak yang berumur di bawah 18 tahun
7,4/1.000.000. penduduk menderita GGK pertahunnya. Di RSCM Jakarta antara
tahun 1991-1995 ditemukan GGK sebesar 4.9% dari 668 anak penderita penyakit
ginjal yang dirawat inap, dan 2.6% dari 865 penderita penyakit ginjal yang berobat
jalan.
Penyebab gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun
2010 menunjukkan glomerulonefritis menjadi etiologi dengan prosentase tertinggi
dengan 46,39%, disusul dengan diabetes melitus dengan 18,65%, obstruksi dan
infeksi dengan 12,85%, hipertensi dengan 8,46%, dan sebab lain dengan 13,65%
D. Etiologi

Umumnya penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit ginjal intrinsik difus
dan menahun. Hampir semua nefropati bilateral dan progresif akan berakhir dengan
penyakit ginjal kronik. Umumnya penyakit di luar ginjal, seperti nefropati obstruktif
dapat menyebabakan kelainan ginjal intrinsik dan berakhir dengan penyakit ginjal
kronik
Menurut data yang sampai saat ini dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry
(IRR) pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut:
glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal
polikistik (10%) (Roesli, 2011).
1. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis kronik merupakan penyakit parenkim ginjal progresif dan difus
yang seringkali berakhir dengan gagal ginjal kronik. Glomerulonefritis berhubungan
dengan penyakit-penyakit sistemik seperti lupus eritomatosus sistemik, poliartritis
nodosa, granulomatosus Wagener. Glomerulonefritis (glomerulopati) yang
berhubungan dengan diabetes mellitus (glomerulosklerosis) tidak jarang dijumpai dan
dapat berakhir dengan penyakit ginjal kronikGambaran klinis glomerulonefritis
mungkin tanpa keluhan dan ditemukan secara kebetulan dari pemeriksaan urin rutin
atau keluhan ringan atau keadaan darurat medic yang harus memerlukan terapi
pengganti ginjal seperti dialisis
2. Diabetes melitus
Menurut American Diabetes Association (2008) dalam Soegondo (2010) diabetes
melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-
duanya. Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit
ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan.
Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan
sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi
lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat badan yang menurun. Gejala
tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan, sampai kemudian orang tersebut
pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa darahnya
3. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik
≥ 90 mmHg (Mansjoer, 2012). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi
dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui
penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal
Penyakit ginjal hipertensif (arteriolar nephrosclerosis) merupakan salah satu
penyebab penyakit ginjal kronik. Insiden hipertensi esensial berat yang berakhir
dengan gagal ginjal kronik kurang dari 10%
4. Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material
yang semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan
kista kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain
oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau
penyakit. Ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang paling sering
didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit ginjal polikistik
dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar baru
bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun.
Glomerulonefritis, hipertensi esensial, dan pielonefritis merupakan penyebab
paling sering dari PGK, yaitu sekitar 60%. Penyakit ginjal kronik yang berhubungan
dengan penyakit ginjal polikistik dan nefropati obstruktif hanya 15- 20% (Sukandar,
2010).
Kira-kira 10-15% pasien-pasien penyakit ginjal kronik disebabkan penyakit ginjal
kongenital seperti sindrom Alport, penyakit Fabbry, sindrom nefrotik kongenital,
penyakit ginjal polikistik, dan amiloidosis (Sukandar, 2010). Pada orang dewasa
penyakit ginjal kronik yang berhubungan dengan infeksi saluran kemih dan ginjal
(pielonefritis) tipe uncomplicated jarang dijumpai, kecuali tuberkulosis, abses
multipel. Nekrosis papilla renalis yang tidak mendapat pengobatan yang adekuat .

E. Patofisiologi

Pada ginjal kronik fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein yang
normalnya diekskresikan kedalam urin tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh, semakin banyak timbunan produk sampah, maka
gejala akan semakin berat. Penurunan jumlah glumerul yang normal menyebabkan
penurunan klirens substansi darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal. Dengan
menurunnya glumerulo filtrat rate (GFR) mengakibatkan penurunan klirens kreatinin
dan peningkatan kadar kreatinin serum. Hal ini menimbulkan gangguan metabolisme
protein dalam usus yang menyebabkan anoreaksia, nausea maupun volnitus yang
menimbulkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Peningkatan ureum
kreatinin sampai ke otak mampengaruhi fungsi kerja, meningkatkan ganggaun pada
saraf, terutama pada neurosesnsori. Selain itu Blood Ureum Nitrogen (BUN) biasanya
juga meningkat. Pada penyakit ginjal tahap akhir, urin tidak dapat dikonsentrasikan
atau diencerkan secara normal sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit.
Natrium dan cairan tertahan meningkatkan resiko gagal jantung kongresif. Penderita
dapat menjadi sesak nafas, akibat ketidakseimbangan suplai oksigen dengan
kebutuhan. Dengan tertahnnya natrium dan cairan bias terjadi edema dan ascites. Hal
ini menimbulkan resiko kelebihan volume cairan dalam tubuh, sehingga perlu
dimonitor balance cairannya. Semakin menurunnya fungsi renal terjadi asidosis
metabolik akibat ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan.terjadi
penurunan produksi eritropoentin yang mengakibatkan terjadinya anemia. Sehingga
pada penderita dapat timbul keluhan adanya kelemahan dan kulit terlihat pucat
menyebabkan tubuh tidak toleran terhadap aktifitas. Dengan menurunnya filtrasi
melalui glumerulus ginjal terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan
kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan ssekresi
parathohormon dari kelenjar paratiroid. Laju penurunan fungsi ginjal dan
perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang mendasar,
ekskresi protein dalam urin dan adanya hipertensi.

F. Manifestasi Klinis
a. Sistem Gastrointestinal
 Anoreksia
 Nausea
 Vomitus
 Stomatitis
 Gastritis
b. Sistem Integumen / Kulit
 Warna pucat
 Gatal-gatal
 Ekimosis bekas garukkan
c. Sistem Hematologik
 Anemia
 Gangguan fungsi trombosit dan leukosit
d. Sistem Saraf dan Otot
 Pegal ditungkai bawah
 Rasa kesemutan dan terbakar ditelapak kaki
 Lemah
 Tidak bisa tidur
 Tremor
e. Sistem Kardiovaskuler
 Hipertensi
 Nyeri dada dan sesak nafas
 Gangguan irama jantung
 Edema

G. Komplikasi

Menurut Smeltzer (2010), komplikasi potensial gagal ginjal kronik yang memerlukan
pendekatan kolaboratif dalam perawatan, mencakup :
a. Hiperkalemia : akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme
dan masukan diet berlebih.
b. Perikarditis : efusi perikardial , dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta mal fungsi sistem renin,
angiotensin, aldosteron.
d. Anemia : akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah,
perdarahan gastro intestinal.

H. Klasifikasi
Gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 4 stadium yang didasarkan pada
tingkat GFR yang tersisa :
1. Penurunan cadangan ginjal
Terjadi apabila GFR turun 50% dari normal, tetapi tidak ada akumulasi sisa
metabolic. Nefron yang sehat mengkompensasi nefron yang sudah rusak dan
penurunan kemampuan mengkonsentrasi urin, menyebabkan nocturia dan
poliuri. Pemeriksaan CCT 24 jam diperlukan untuk mendeteksi penurunan
fungsi.
2. Insufisiensi ginjal
Terjadi bila GFR menurun menjadi 20-35% dari normal. Nefron-nefron yang
tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban
yang diterima. Mulai terjadi akumulasi sisa metabolik dalam darah karena
nefron yang sehat tidak mampu lagi mengkompensasi. Penurunan respon
terhadap diuretic menyebabkan oliguri, oedema. Derajat insuffisiensi dibagi
menjadi ringan, sedang dan berat, tergantung dari GFR sehingga perlu
pengobatan medis.
3. Gagal ginjal
Terjadi bila GFR kurang dari 20% normal
4. Penyakit gagal ginjal stadium akhir
Bila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya sedikit nefron
fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi
tubulus. Akumulasi sisa metabolik dalam jumlah banyak seperti ureum dan
kreatinin dalam darah. Ginjal sudah tidak mampu mempertahankan
homeostatis dan pengobatannya dengan dialisa atau penggantian ginjal

I. Penatalaksanaan Medis

Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk mempertahankan fungsi


ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama mungkin serta mencegah atau
mengobati komplikasi (Smeltzer, 2001; Rubenstain dkk, 2010).

Terapi konservatif tidak dapat mengobati GGK namun dapat memperlambat


progres dari penyakit ini karena yang dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal
baik dengan dialisis atau transplantasi ginjal. Lima sasaran dalam manajemen medis
GGK meliputi :

1. Untuk memelihara fungsi renal dan menunda dialisis dengan cara mengontrol
proses penyakit melalui kontrol tekanan darah (diet, kontrol berat badan dan
obat-obatan) dan mengurangi intake protein (pembatasan protein, menjaga
intake protein sehari-hari dengan nilai biologik tinggi < 50 gr), dan
katabolisme (menyediakan kalori nonprotein yang adekuat untuk mencegah
atau mengurangi katabolisme)
2. Mengurangi manifestasi ekstra renal seperti pruritus , neurologik, perubahan
hematologi, penyakit kardiovaskuler;
3. Meningkatkan kimiawi tubuh melalui dialisis, obat-obatan dan diet
4. Mempromosikan kualitas hidup pasien dan anggota keluarga Penatalaksanaan
konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan dialisi tetap atau
transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-10 ml/mnt.
Dialisis juga diiperlukan bila :
 Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
 Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
 Overload cairan (edema paru)
 Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran
 Efusi pericardial
 Sindrom uremia ( mual,muntah, anoreksia, neuropati) yang
memburuk.

J. Pemeriksaan Penunjang

1. Tes darah
 BUN dan kreatinin serum meningkat
 Kalium serum meningkat
 Natrium serum meningkat
 Kalsium serum menurun, fosfor serum meningkat, PH serum dan HCO3
menurun
 Hb, Ht, trombosit menurun
 Asam urat meningkat
2. Tes urin
 Urinalisis
 Elektrolit urin, osmolalitas dan berat jenis
 Urin 24 jam
3. EKG : perubahan-perubahan yang berhubungan dengan ketidakseimbangan
elektrolit dan gagal jantung.
4. Sinar-X dada dan abdomen  perubahan-perubahan yang berhubunagn denga
retensi cairan
5. Prosedur diagnostic
 Biopsi ginjal
 Pemindaian ginjal
 Ultrasound ginjal
 MRI(magnetic resonance imiging), computed axial tomography (CAT) scan
 Sistouretrogram berkemih
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
a. Identitas : Meliputi
identitas klien yaitu : nama lengkap, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, suku/bangsa, golongan
darah, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, No. RM, diagnose medis, dan
alamat. Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien, dan alamat.

b. Keluhan utama : Lemas, pusing, gatal, baal-baal, bengkak-bengkak, sesak,


kram, BAK tidak lancar, mual, muntah, tidak nafsu makan, susah tidur,
berdebar, mencret, susah BAB, penglihatan tidak jelas, sakit kepala, nyeri
dada, nyeri punggung, , kulit kering, pandangan gelap, nyeri otot, nyeri pada
penusukkan jarum, keringat dingin,
c. Riwayat Kesehatan Dahulu : Kaji adanya penyakit gagal ginjal akut, infeksi
saluran kemih, payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign
prostatic hyperplasia, dan prostektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu
saluran kemih, infeksi system prkemihan yang berulang, penyakit diabetes
mellitus, dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi
predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian
obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian
dokumentasikan
d. Riwayat Kesehatan Keluarga : Mengkaji ada atau tidak salah satu keluarga
yang mengalami penyakit yang sama. Bagaimana pola hidup yang biasa di
terapkan dalam keluarga, ada atau tidaknya riwayat infeksi system
perkemihan yang berulang dan riwayat alergi, penyakit hereditas dan penyakit
menular pada keluarga.

Pengkajian Pola Fungsi Gordon


1. Pola nutrisi dan metabolik.
Gejalanya adalah pasien tampak lemah, terdapat penurunan BB dalam kurun
waktu 6 bulan. Tandanya adalah anoreksia, mual, muntah, asupan nutrisi dan
air naik atau turun.
2. Pola eliminasi
Gejalanya adalah terjadi ketidak seimbangan antara output dan input.
Tandanya adalah penurunan BAK, pasien terjadi konstipasi, terjadi
peningkatan suhu dan tekanan darah atau tidak singkronnya antara tekanan
darah dan suhu

Pemeriksaa Fisik
1. Keadaan umum dan TTV
Keadaan umum : Klien lemah dan terlihat sakit berat Tingkat Kesadaran :
Menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat mempengaruhi system
saraf pusat
TTV : Sering didapatkan adanya perubahan RR meningkat, tekanan darah
terjadi perubahan dari hipertensi ringan sampai berat
2. Sistem Pernafasan : Klien bernafas dengan bau urine (fetor uremik), respon
uremia didapatkan adanya pernafasan kussmaul. Pola nafas cepat dan dalam
merupakan upaya untuk melakukan pembuangan karbon dioksida yang
menumpuk di sirkulasi
3. Sistem Hematologi : Didapatkan tanda dan gejala gagal jantung kongestif, TD
meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi, nyeri dada dan sesak nafas,
gangguan irama jantung, edema penurunan perfusiperifer sekunder dari
penurunan curah jantungakibat hiperkalemi, dan gangguan kondisi elektrikal
otot ventikel. Pada system hematologi sering didapatkan adanya anemia.
Anemia sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi
gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan
darah, biasanya dari saluran GI, kecenderungan mengalami perdarahan
sekunder dari trombositopenia.
4. System Neuromuskular : Didapatkan penurunan tingkat kesadaran, disfungsi
serebral, seperti perubahan proses berfikir dan disorientasi. Klien sering
didapatkan adanya kejang, adanya neuropati perifer, burning feet syndrome,
restless leg syndrome, kram otot, dan nyeri otot.
5. Sistem Kardiovaskuler : Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau
peningkatan aktivitas system rennin- angiostensin- aldosteron. Nyeri dada dan
sesak nafas akibat perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner
akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan
cairan dan hipertensi.
6. Sistem Endokrin : Gangguan seksual : libido, fertilisasi dan ereksi menurun
pada laki-laki akibat produksi testosterone dan spermatogenesis yang
menurun. Sebab lain juga dihubungkan dengan metabolic tertentu. Pada
wanita timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi sampaiamenorea.
Gangguan metabolisme glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Pada gagal ginjal yang lanjut (klirens kreatinin < 15 ml/menit) terjadi
penuruna klirens metabolic insulin menyebabkan waktu paruh hormon aktif
memanjang. Keadaan ini dapat menyebabkan kebutuhan obat penurunan
glukosa darah akan berkurang. Gangguan metabolic lemak, dan gangguan
metabolism vitamin D.
7. Sistem Perkemihan : Penurunan urine output < 400 ml/ hari sampai anuri,
terjadi penurunan libido berat
8. Sistem pencernaan : Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia, dan
diare sekunder dari bau mulut ammonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus
saluran cerna sehingga sering di dapatkan penurunan intake nutrisi dari
kebutuhan.
9. Sistem Muskuloskeletal : Di dapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala,
kram otot, nyeri kaki (memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/
berulangnya infeksi, pruritus, demam ( sepsis, dehidrasi ), petekie, area
ekimosis pada kulit, fraktur tulang, deposit fosfat kalsium pada kulit jaringan
lunak dan sendi, keterbatasan gerak sendi. Didapatkan adanya kelemahan fisik
secara umum sekunder dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari
hipertensi.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kongesti paru, penurunan
curah jantung . penurunan perifer yang mengakibatkan asidosis laktat
2. Nyeri akut
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluan urine, diet
berlebihan dan retensi cairan serta natrium
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membrane
mukosa mulut
5. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perlemahan
aliran darah keseluruh tubuh
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi, produk
sampah
7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritus, gangguan status
metabolic sekunder
C. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
1 Gangguan Setelah diberikan asuhan 1. Buka jalan nafas,
pertukaran gas keperawatan selama …x 24 gunakan tehnik
jam diharapakan agar tidak chinlift atau jaw
terjadi gangguan pertukaran thrust bila perlu
gas dengan kreteria hasil : 2. Posisikan pasien
untuk
1. Mendemonstrasikan
memaksimalkan
dan oksigenasi yang
ventilasi.
adekuat
3. Identiifikasi pasien
2. Mendemonstrasikan perlunya
batuk efektif dan pemasangan alat
suara nafas yang jalan nafas buatan.
bersih, tidak ada 4. Pasang mayo bila
sianosis atau dypneu perlu.
(mengeluarkan 5. Lakuakan
sputum, mampu fisioterapi dada bila
bernafas dengan perlu.
mudah, tidak ada 6. Keluarkan secret
pursed lips dengan batuk atau
sucation.
7. Auskultasi suara
nafas, catat adanya
suara tambahan
8. Lakukan suction
pada mayo
9. Berikan
broncodilator bila
perlu.

2 Nyeri akut Setelah diberikan asuhan 1. Lakukan


keperawatan selama 3 x 24 pengkajian nyeri
jam diharapkan nyeri dapat secara
berkurang dengan kriteria komprehensif
hasil: termasuk likasi,
1. Mampu mengontrol karakteristik,
nyeri (tahu penyebab durasi, frekuensi,
nyeri, mampu kualitas, dan factor
menggunakan tehnik presipitasi
nonfarmakologi untuk 2. Observasi reaksi
mengurangi nyeri, nonverbal dari
mencari bantuan) ketidaknymanan
3. Gunakan teknik
2. Melaporkan bahwa komunikasi
nyeri berkurang terapiutik untuk
dengan menggunakan mengetahui
manajemen nyeri pengalaman nyeri
3. Mampu mengenali pasien
nyeri (skala, intensitas, 4. Kaji kultur yang
frekuensi, dan tanda mempengaruhi
nyeri) respon myeri
5. Evaluasi
4. Menyatakan rasa pengalaman nyeri
nyaman setelah nyeri masa lampau
berkurang 6. Evaluasi bersama
pasien dan tim
kesehatan lain
tentang
ketidakefektifan
control nyeri masa
lampau
7. Bantu pasien dan
keluarga untuk
mencari dan
menemukan
dukungan
8. Control lingkungan
yang dapat
mempengaruhi
nyeri seperti suhu
ruangan,
pencahayaan, dan
kebisingan
9. Kurangi factor
persipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan
penanganan
nyeri(farmakologi,
non farmakologi,
dan interpersonal)
3 Kelebihan Setelah di berikan asuhan 1. Pertahankan
volume cairan keperawatan selama ..24jam cactatan intike dan
diharapkan tidak terjadi output yang akurat
kebihan volume cairan 2. Pasang urine
Kreteria hasil kateter bila
1. Terbebas dari edema diperlukan
efusi, anasarka 3. Monitor habil HB
2. Bunyi nafas bersir, denan retensi
tidak ada dypsneu, cairan (BUN, Hmt,
ortopneu. osmolalitas urine)
3. Terbebas dari 4. Monitor status
distensi vena hemodanamika
jugularis, reflek terasuk CFP, MAP,
hepatojugular(+) PAP, dan PCWP.
4. Memelihara tekanan 5. Monitor vital sign
vena sentral, tekanan 6. Kaji lokasi dan luas
kaviler paru, output edema
jantung dan vital 7. Monito status
sign dalan batas nutrisi
normal 8. Klaborasi emberian
5. Terbebas dari deuretik sesuai
kelelahan, intruksi
kecemasan atau 9. Monitor masukan
kebingungan makan dan cairan
6. Menjelaskan dan hitung intike
indicator kelebihan kalori
cairan 10. Klaborasi dokter
jika tanda cairan
berlebihan muncul
memburuk
4 Ketidak Setelah diberikan asuhan 1. Kaji adanya alergi
seimbangan keperatan selama 3 x 24 jam makanan
nutrisi kurang di harapkan nutrisi 2. Kolaborasi dengan
dari kebutuhan seimbang dengan ahli gizi untuk
tubuh Kriteria Hasil : menentukan jumlah
1. Adanya peningkatan kalori dan nutrisi
berat badan sesuai yang dibutuhkan
dengan tujuan pasien
2. Berat badan ideal 3. Anjurkan pasien
sesuai dengan tinggi untuk
badan meningkatkan
3. Mampu intake Fe
mengidentifikasi 4. Anjurkan pasien
kebutuhan nutrisi untuk
4. Tidak ada tanda-tanda meningkatkan
mal nutrisi protein dan vitamin
5. Menunjukan C
peningkatan fungsi 5. Berikan substansi
pengecapan dari gula
menelan 6. Yakinkan diet yang
6. Tidak terjadi dimakan
penurunan berat mengandung tinggi
badan yang berarti serat untuk
mencegah
konstipasi
7. Berikan makanan
yang terpilih
(sudah
dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
8. Ajarkan pasien
bagaimana
membuat catatan
makanan harian
9. Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan kalori
berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
10. Kaji kemampuan
pasien untuk
mendapatkan
nutrisi yang
dibutuhkan

5 Ketidakefektifan
perfusi jaringan
perifer
6 Intoleransi Setelah di berikan asuhan 1. Bantu klien untuk
aktivitas keperawatan selama ..24jam mengindentifikasi
diharapkan toleran aktivitas aktivitas yang
teratasi dengan kriteria hasil mampu dilakukan
2. Bantu untuk
1. Berpartisipasi dalam
memilih aktivitas
aktivitas fisik tanpa
disertai peningkatan konsisten yang
tekanan darah, nadi sesuai dengan
dan RR kemampuan fisik
2. Mampu melakukan psikologi dan
aktivitas sehari hari social
(ADLs) secara 3. Bantu untuk
mandiri mengidentifikasi
3. Tanda-tanda vital dan mendapatkan
normal sumber yang di
4. Energi psikomotor perlukan untuk
5. Level kelemahan aktivitas yang
6. Mampu berpindah diinginkan
dengan tau tanpa alat 4. Bantu untuk
7. Status mendapatkan alat
kardiopulmunari bantuan aktivitas
adekuat seperti kursi roda,
8. Sirkulasi status baik krek
9. Status respirasi: 5. Bantu untuk
pertukaran gas dan mengidentifikasi
ventilasi adekuat aktivitas yang
sesuai
6. Bantu klien untuk
membuat jadwal
latihan di luang
waktu
7. Bantu pasien/
keluarga untuk
mengindentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
8. Sediakan
penguatan positif
bagi yang aktif
beraktivitas
9. Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
10. Monitor respon
fisik, emol, social,
dan spiritual

7 Kerusakan
integritas kulit

D. Evaluasi
No Diagnosa Keperawatan Dapat teratasi sesuai rencana
1 Gangguan pertukaran gas 1. Mendemonstrasikan dan oksigenasi
yang adekuat
2. Mendemonstrasikan batuk efektif
dan suara nafas yang bersih, tidak
ada sianosis atau dypneu
(mengeluarkan sputum, mampu
bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips
2 Nyeri akut 1. Mampu mengontrol nyeri (tahu
penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri, mencari
bantuan)

2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang


dengan menggunakan manajemen
nyeri
3. Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi, dan tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman setelah
nyeri berkurang
3 Kelebihan volume cairan 1. Terbebas dari edema efusi, anasarka
2. Bunyi nafas bersir, tidak ada
dypsneu, ortopneu.
3. Terbebas dari distensi vena jugularis,
reflek hepatojugular(+)
4. Memelihara tekanan vena sentral,
tekanan kaviler paru, output jantung
dan vital sign dalan batas normal
5. Terbebas dari kelelahan, kecemasan
atau kebingungan
6. Menjelaskan indicator kelebihan
cairan

4 Ketidakseimbangan nutrisi 1. Adanya peningkatan berat badan


kurang dari kebutuhan tubuh sesuai dengan tujuan
2. Berat badan ideal sesuai dengan
tinggi badan
3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan
nutrisi
4. Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi
5. Menunjukan peningkatan fungsi
pengecapan dari menelan
6. Tidak terjadi penurunan berat badan
yang berarti
5 Ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer

6 Intoleransi aktivitas 1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik


tanpa disertai peningkatan tekanan
darah, nadi dan RR
2. Mampu melakukan aktivitas sehari
hari (ADLs) secara mandiri
3. Tanda-tanda vital normal
4. Energi psikomotor
5. Level kelemahan
6. Mampu berpindah dengan tau tanpa
alat
7. Status kardiopulmunari adekuat
8. Sirkulasi status baik
9. Status respirasi: pertukaran gas dan
ventilasi adekuat

7 Kerusakan integritas kulit


DAFTAR PUSTAKA

A.Huda Nurrarif & H. Kusuma, (2015), Asuhan Keperawatan Diagnosis Medis &
Nanda, NIC, NOC, revisi jilid 2, Mediaction publishing
Anonim. Dialisis Pada Diabetes Melitus..pdf diakses pada tanggal 14 Januari 2014
Anita dkk.

Anda mungkin juga menyukai