Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemetaan adalah pengelompokkan suatu kumpulan wilayah yang berkaitan

dengan beberapa letak geografis wilayah yang meliputi dataran tinggi,

pegunungan, sumber daya dan potensi penduduk yang memiliki pengaruh

terhadap sosial kultural yang memilki ciri khas khusus dalam penggunaan skala

yang tepat (Soekidjo,1994).

Daerah Jawa Tengah, tepatnya di daerah Kabupaten Kebumen telah menarik

perhatian para ahli geologi sejak dulu. Di daerah ini terdapat singkapan batuan

dan juga struktur yang lengkap. Para ahli tersebut menemukan singkapan batuan

yang diperkirakan berumur mulai dari Kapur Akhir sampai Holosen, yang terdiri

atas batuan malian, batuan beku, dan batuan sedimen. Pada umumnya batuan ini

terkekarkan, terlipat, dan tersesarkan sehingga daerah ini menarik untuk

dilakukan pemetaan geologi. Namun penelitian yang telah dilakukan masih

bersifat regional, sehingga pada beberapa tempat, keadaan geologinya belum

terlalu jelas atau tidak terperinci. Untuk itu perlu dilakukan pemetaan geologi

dengan skala yang lebih besar, sehingga didapatkan keadaan geologi yang lebih

rinci dan lengkap pada daerah yang di teliti.

1
1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari pemetaan ini adalah untuk mengetahui kondisi geologi daerah

pemetaan yang memperhatikan aspek geomorfologi, stratigrafi, struktur geologi, dan

evaluasi geologi baik sumber daya alam dan potensi bencana alam dari daerah

pemetaan dengan melakukan pemetaan geologi.

Tujuan dari pemetaan ini adalah untuk mendapatkan gambaran secara

menyeluruh mengenai keadaan geologi daerah pemetaan secara lebih rinci serta

sejarah geologi daerah Alian dan sekitarnya dan menyusun evaluasi geologi baik dari

segi potensi dan kendala pada daerah tersebut dalam bentuk laporan geologi.

1.3 Lokasi dan Kesampaian Daerah Pemetaan

Secara administratif daerah pemetaan terletak di daerah Karangsambung dan

sekitarnya, Kecamatan Sadang, Kabupaten Kebumen, Propinsi Jawa Tengah.

Secara geografis daerah pemetaan terletak pada 109°39’50,2” BT -

109°43’06,0” BT dan 07°31’21,4” LS - 07°34’03.2” LS dengan luas daerah

pemetaan adalah 30 km2 dan berukuran panjang dan lebar 5km x 6km.

Kesampaian daerah pemetaan dapat ditempuh selama ± 7 jam menggunakan

kereta jurusan Jakarta-Kebumen. Untuk menempuh daerah pemetaan secara

keseluruhan dapat ditempuh menggunakan sepeda motor atau berjalan kaki karena

akses jalan desa yang cukup rusak. Basecamp berada di daerah Mertokondo

(Gg.Sumbing) yang terletak di bagian barat daya daerah pemetaan

2
Gambar 1.1 lokasi pemetaan

1.4 Metode dan Tahap Persiapan

Pemetaan yang dilakukan berupa pemetaan geologi permukaan dengan

metode analisis deskriptif yaitu dengan mendapatkan data langsung dari daerah

pemetaan guna mendapatkan data-data geologi permukaan dalam pembuatan peta

lokasi pengamatan, peta geomorfologi, peta geologi, penampang geologi, dan

kolom stratigrafi.

Tahap persiapan meliputi pembuatan proposal, studi literatur dengan

mempersiapkan bahan-bahan literature atau laporan-laporan peneliti terdahulu,

perencanaan lintasan lokasi pengamatan dengan arah utara-selatan yang sesuai

dengan efisiensi waktu, analisa peta topografi mulai dari perbedaan ketinggian

hingga pengamatan adanya kelurusan kontur, pembuatan kenampakan tiga dimensi

daerah pemetaan menggunakan perangkat lunak komputer, persiapan perlengkapan

pemetaan geologi, pemilihan tempat tinggal penulis selama pemetaan, pembuatan

peta pola aliran dan peta geomorfologi daerah pemetaan. Hal ini dilakukan agar

3
penulis dapat mengetahui secara garis besar kondisi geologi daerah pemetaan baik

secara regional dan lokal.

Studi literatur mengenai geologi di daerah Alian dan sekitarnya dilakukan

dari Peta Geologi Regional lembar Kebumen dengan skala 1:100.000, hasil pemetaan

geologi dari peneliti terdahulu berupa jurnal-jurnal yang telah diterbitkan mengenai

daerah pemetaan, dan penafsiran Peta Rupa Bumi Digital Indonesia lembar

Karangsambung dengan skala peta 1:25.000 dari BAKORSURTANAL Cibinong

tahun 2000 serta data-data lain yang menunjang.

1.5 Tinjauan Pustaka

Berdasarkan pembagian dari fisiografi Pulau Jawa, Van Bemmelen (1949),

daerah penelitian masuk ke dalam Zona Pegunungan Serayu Selatan. Pegunungan

Serayu Selatan merupakan kulminasi dari geoantiklin di Jawa. Pegunungan Serayu

Selatan mempunyai sumbu mengarah Barat-Timur. (Van Bemmelen, 1949 ).

Pegunungan ini mencangkup Kabupaten Cilacap Utara, Kabupaten Banyumas

Selatan, Kabupaten Banjarnegara Selatan, Kabupaten Kebumen, Kabupaten

Wonosobo Selatan, dan Kabupaten Purworejo.

Seperti Pegunungan Kulonprogo, Mandala Pegunungan Serayu Selatan

merupakan kulminasi dari geoantiklin di Jawa. Jika Pegunungan Kulonprogo

membentuk kubah terpancung dengan sumbu mengarah Utara-Selatan, Pegunungan

Serayu Selatan mempunyai sumbu mengarah Barat-Timur. (Van Bemmelen, 1949 )

4
Bagian barat dibentuk oleh Gunung Kabanaran (360 m) dan bisa

dideskripsikan mempunyai elevasi yang sama dengan Zona Depresi Bandung di

Jawa Barat ataupun sebagai elemen struktural baru di Jawa Tengah. Bagian ini

dipisahkan dari Zona Bogor oleh Depresi Majenang. (Van Bemmelen, 1949)

Bagian timur dibangun oleh antiklin Ajibarang (narrow anticline) yang

dipotong oleh aliran Sungai Serayu. Pada timur Banyumas, antiklin tersebut

berkembang menjadi antiklinorium dengan lebar mencapai 30 km pada daerah

Lukulo (selatan Banjarnegara-Midangan 1043 m) atau sering disebut tinggian

Kebumen (Kebumen High). Pada bagian paling ujung timur Mandala Pegunungan

Serayu Selatan dibentuk oleh kubah Pegunungan Kulonprogo (1022 m), yang

terletak diantara Purworejo dan Sungai Progo. (Van Bemmelen, 1949).

Cekungan Jawa Tengah Selatan secara fisiografi terdiri dari beberapa

tinggian dan rendahan yang pembentukannya dikontrol oleh proses endogenik

maupun proses eksogenik. Tinggian dan rendahan dari barat ke timur yaitu Tinggian

Gabon, Rendahan Citanduy, Tinggian Besuki, Depresi Majenang, Depresi Wangon,

Tinggian Majenang, Rendahan Kroya, Tinggian Karang Bolong, Rendahan

Kebumen, Tinggian Kebumen dan Tinggian Kulonprogo.

Proses endogenik yang paling berperan membentuk fisiografi daerah ini

merupakan dua sesar besar yaitu sesar geser sinistral yang memanjang dari Kebumen

sampai Muria dan sesar geser dekstral yang memanjang dari Cilacap sampai

Pamanukan. Kedua sesar besar tersebut bertemu pada Jawa Tengah bagian selatan

membentuk zona segitiga (triangle zone) yaitu suatu zona dimana gaya tektonik

terkunci sehingga mengakibatkan pengangkatan pada bagian pusat pertemuan dan

5
sebagai implikasinya terdapat zona isostasi rebond pada bagian utaranya dimana

gaya tektonik dilepaskan sehingga membentuk topografi yang relatif datar.

Asikin dkk (1992) membagi morfologi daerah Kebumen menjadi tiga satuan

geomorfologi, yaitu perbukitan berkerucut, perbukitan bergelombang daerah karst

dan dataran rendah.

1. Perbukitan kerucut

Daerah ini didominasi oleh perbukitan berbentuk kerucut terpancung dengan kerucut

kecil di puncaknya, baik tunggal maupun ganda. Morfologi kerucut kecil tersebut

dibentuk oleh batuan terobosan atau intrusi. Pada umumnya satuan ini ditempati oleh

litologi berupa breksi dari Formasi Gabon.

2. Perbukitan bergelombang daerah karst

Perbukitan ini berkembang pada daerah dengan litologi batugamping, dengan ciri

perbukitan-perbukitan berkerucut kecil dengan lembah yang curam.

3. Dataran rendah

Dataran ini meliputi Dataran Gombong di bagian timur dan Dataran Kroya di

bagian barat dengan litologi penyusun pasir lempungan.

Daerah Karangsambung tersendiri terbagi atas beberapa geomorfologi, yaitu :

1. Satuan Geomorfologi Dataran

Terletak di sekitar wilayah aliran Sungai Luk Ulo. Sungai ini merupakan

sungai utama yang mengalir dari utara ke selatan mengerosi batuan melange

tektonik,melange sedimenter, sedimen Tersier (F. Panosogan. F. Waturanda, F.

Halang ). Di sekitar daerah Karangsambung, morfologi pedataran ini terletak pada

inti antiklin sehingga tidak mengherankan apabila di daerah ini tersingkap batuan

6
melange yang berumur tua, terdiri atas konglomerat, lava bantal, rijang, lempung

merah, chert dan batugamping fusulina. Bongkah batuan tersebut tertanam dalam

masa dasar lempung bersisik (Scally clay).

2. Satuan Geomorfologi Perbukitan

Disusun oleh batuan melange tektonik, batuan beku, batuan sedimen Tersier

dan batuan volkanik Kuarter. Perbukitan yang disusun oleh melange tektonik dan

intrusi batuan beku umumnya membentuk morfologi perbukitan dimana puncak

perbukitannya terpotong-potong (tidak menerus/terpisah-pisah). Hal ini disebabkan

karena masing-masing tubuh bukit tersebut (kecuali intrusi) merupakan suatu blok

batuan yang satu sama lainnya saling terpisah yang tertanam dalam masa dasar

lempung bersisik (Scally clay). Morfologi perbukitan dimana batuan penyusunnya

terdiri atas batuan sedimen Tersier dan batuan volkanik Kuarter nampak bahwa

puncak perbukitannya menerus dan relatif teratur sesuai dengan sumbu lipatannya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan bentuk perbukitan antara

batuan melange dengan batuan sedimen Tersier/volkanik. Satuan morfologi ini

dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:

1. Di bagian selatan menunjukkan struktur sinklin pada puncak Gunung Paras.

2. Di bagian timur sebelah barat memperlihatkan kenampakan lembah yang

memanjang dan melingkar menyerupai tapal kuda membentuk amphiteatre.

3. Di bagian utara sampai selatan merupakan rangkaian pegunungan seperti

Gunung Paras,  Dliwang, Perahu, dan Waturondo.

Setelah dilakukan interpretasi proses pembalikan topografi, secara detail,

bentuk bentang alam dari Gunung Paras ke selatan sampai Gunung Waturondo,

7
direkonstruksi awalnya merupakan antikline pada lembahnya, dengan memposisikan

kelurusan puncaknya, dan Bukit Bujil sebagai pilarnya. Namun saat ini telah mejadi

puncak Gunung paras dengan struktur sinkilin dan antikilinnya,tersusun oleh batuan

Sedimentasi Breksi Volkanik. Selain itu juga, terdapat bukit- bukit seperti Bukit

Pesanggrahan, Bukit Bujil, dan Bukit Jati Bungkus.Satuan daerah perbukitan ini,

tampak bergelombang lemah dan terisolir pada pandang luas cekungan morfologi

amphiteatre. Batuan yang mengisi satuan ini, menunjukkan Breksi Volkanik yang

tersebar dari Gunung Paras sampai Gunung Waturondo dan sinklinnya yang terlihat

pada puncak Gunung Paras ke arah timur.

3. Satuan Geomorfologi Perbukitan-Pegunungan Kompleks Melange

Satuan morfologi ini memperlihatkan bukit-bukit memanjang dengan DAS

Sungai Gebong dan Sungi Cacaban yang membentuk rangkaian Gunung

Wangirsambeng, Gunung Sigedag dan Bukit Sipako. Puncak Gunung

wangirsambeng berupa bentukan panorama bukit memanjang dengan perbedaan

ketinggian antara 100-300 M di atas permukaan laut. Di daerah ini juga, nampak

bentang alam yang memperlihatkan bukit-bukit prismatic hasil proses tektonik.

4. Lajur Pegunungan Serayu Selatan

Bagian utara kawasan geologi Karangsambung merupakan bagian dari Lajur

Pegunungan Serayu Selatan. Pada umumnya daerah ini terdiri atas dataran rendah

hingga perbukitan menggelombang dan perbukitan tak teratur yang mencapai

ketinggian hingga 520 m. Tumbuhan penutup atau hutan sudah agak berkurang,

8
karena di beberapa tempat telah terjadi pembukaan hutan untuk berladang atau

dijadikan hutan produksi (jati dan pinus)

Secara umum fisiografi Pulau Jawa dikelompokan menjadi empat, yaitu:Jawa

Barat (Barat Cirebon),Jawa Tengah (antara Cirebon dan Semarang),Jawa Timur

(antara Semarang dan Surabaya),Tepi Jawa Timur dan Pulau Madura. Dan daerah

pemetaan terletak pada fisiografi Jawa Tengah.

Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Tengah menjadi beberapa

fisiografi besar, yaitu:Endapan Gunung Api Kwarter, Dataran Alluvial Jawa Tengah,

Zona Bogor, Pegunungan Serayu Utara, Zona Kendeng, Zona Depresi Jawa Tengah

,Zona Pegunungan Serayu Selatan.

Litologi batuan di Karangsambung bervariasi mulai dari batuan beku,

sedimen, dan metamorf dengan variasi umur batuan mulai puluhan hingga ratusan

juta tahun, merupakan singkapan batuan yang berasal dari benua maupun samudra,

dari dasar laut hingga laut dangkal berfosil-fosil, tersebar pada hamparan yang tidak

terlalu luas, dan dapat dijumpai di lapangan Karangsambung sebagai obyek studi

dalam kegiatan penelitian.Lingkungan proses pembentukan dari ragam dan jenis

batuan pada kawasan Karangsambung, adalah palung laut dalam, cekungan muka

daratan dan jalur penunjaman.

Secara umum dalam lembar geologi regional Kebumen, Asikin et.al (1992),

stratigrafi yang terdapat di daerah penelitian yaitu Formasi Panosogan, Formasi

Halang, Anggota Breksi Formasi Halang, Alluvium.

Berdasarkan pengamatan penulis, maka peneliti terdahulu belum meneliti

secara lebih detail di daerah Krakal dan sekitarnya berkaitan dengan pengamatan

9
aspek geomorfologi, stratigrafi, dan struktur geologi serta adanya kandungan

karbonat pada batuan beku di daerah tersebut. Sehingga, dengan diadakannya

pemetaan ini penulis bermaksud mengangkat topik ini menjadi laporan pemetaan.

10

Anda mungkin juga menyukai