Anda di halaman 1dari 37

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU

TERHADAP TOILET TRAINING


PADA ANAK USIA TODDLER
DI PUSKESMAS KECAMATAN DELITUA

Karya Tulis Ilmiah

Di Ajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan

Program Studi Keperawatan Program Diploma Tiga

Deli Husada Delitua

Oleh :

VERONIKA SIANTURI

NPM 17.16.059

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

PROGRAM DIPLOMA TIGA

TA. 2019/2020

LEMBAR PENGESAHAN
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DALAM MELATIH
TOIET TRAINING PADA ANAK USIA TODDLER
DI PUSKESMAS DELI TUA
KECAMATAN DELI TUA
TAHUN 2020

Yang Diseminarkan Oleh :

VERONIKA SIANTURI
NPM : 17.16.059

Telah Diuji dan Diseminarkan Dihadapan Tim Program Studi


Keperawatan Program Diploma InstitutDELI HUSADA Delitua

Penguji I

NS, META ROSAULINA HUTAGALUNG M.Kep


NPP. 19880426.201411.2.002

Penguji II Penguji III

RIAN FEDRIKO GINTING S.KM CITRA ANGGRAINI S.KEP, NS


NPP.19940305.201208.01.001 NPP.19910505.201207.2.002
DAFTAR ISI

1.1 LATAR BELAKANG........................................................................1

1.2 RUMUSAN MASALAH....................................................................4

1.3 TUJUAN PENELITIAN....................................................................5

1.4 MANFAAT PENELTIAN.................................................................5

BAB II..........................................................................................................................7

TINJAUAN PUSTAKA............................................................................................7

2.1 Pengetahuan........................................................................................7

2.1.1 Definisi Pengetahuan..........................................................................7

2.1.2 Tingkat pengetahuan...........................................................................7

2.1.3 Definisi sikap.......................................................................................9

2.2 Definisi ibu...........................................................................................9

2.2.1 Peran Ibu............................................................................................10

2.3 Definisi Toilet Training....................................................................11

2.3.1 Pengaruh Kesiapan Dalam Pencapaian Toilet Training...............11

2.3.2 Tindakan Ibu Yang Berkatian Dengan Toilet Training................13

2.3.3 Cara Memulai Toilet Training.........................................................13

2.3.4 Hal-Hal Yang Di Perhatikan Dalam Latihan Toilet Training......16

2.3.5 Dampak Masalah Toilet Training...................................................17

2.3.6 Faktor Pendukung Toilet Training..................................................18

2.4 Konsep Toddler.................................................................................19

2.4.1 Tumbuh Kembang Anak Usia Toddler...........................................20

2.5 Kerangka Teori.................................................................................23

2.6 Kerangka Konsep.............................................................................24

2.7 Hipotesis Penelitian..........................................................................24


BAB III......................................................................................................................26

METODE PENELITIAN........................................................................................26

3.1 Jenis Penelitian.................................................................................26

3.2 Lokasi dan Waktu penelitian...........................................................26

3.2.1 Lokasi penelitian..............................................................................26

3.2.2 Waktu penelitian...............................................................................26

3.3 Populasi dan Sampel........................................................................26

3.3.1 Populasi..............................................................................................26

3.3.2 Sampel................................................................................................27

3.4 Pertimbangan Etik...........................................................................27

3.5 Instrumen penelitian........................................................................27

3.6 Pengolahan Data...............................................................................28

3.7 Metode Pengumpulan Data.............................................................29

3.8 Variabel Dan Definisi Operasional.................................................29

3.9 Analisis Data.....................................................................................31

3.10 Alur Penelitian..................................................................................33


BAB I
PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG


Pengetahuan ibu sangat berperan penting terhadap perilaku anak dan

membentuk tumbuh kembang yang optimal, karena perhatian dan pengamatan

anak tidak terlepas dari sikap dan perilaku orangtua. Suatu usaha untuk melatih

anak agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air

besar adalah salah satu aspek perkembangan yang umum dalam periode

toddler adalah pengajaran ke toilet (Keyle & Carman,2015)

Berdasarkan data yang diperoleh jumlah anak usia toddler di kelurahan

Sewu Kecamatan Jebres ada 192 anak, studi pendahuluan yang dilakukan

peneliti terhadap 12 anak usia 1-3 yang diantaranya masih memiliki kebiasaan

yang salah dalam buang air. Dari hasil studi pendahuluan ada 3 anak yang

masih menggunakan popok, 4 anak buang air besar dicelana, dan 5 anak buang

air kecil disembarang tempat atau diluar rumah. 8 dari 12 ibu-ibu menunjukkan

perilaku yang kurang tepat ketika menghadapi anak yang buang air dicelana,

10 dari 12 ibu-ibu mempersilahkan anaknya untuk buang air disembarang

tempat atau diluar rumah, 5 dari 12 ibu-ibu tidak mengetahui tentang latihan

toilet training, dan 10 dari 12 ibu-ibu mengatakan anak akan siap dengan

sendirinya untuk latihan toilet saat sudah mulai sekolah.kondisi ini mungkin

disebabkan dari pengetahuan ibu yang kurang tentang pentingnya menerapkan

pelaksanaan toilet training yang merupakan salah satu aspek perkembangan

pada periode toddler (Terri & Carman 2014).


Berdasarkan hasil prasurvey pada tanggal 25 februari 2015 di Sumatera

Utara terdapat 110 ibu yang memiliki anak usia toddler (1-3 tahun ), yaitu

merupakan usia yang tepat pada ibu untuk melakukan toilet training pada anak.

Berdasarkan wawancara bebas terhadap ibu yang memiliki anak usia toddler

(1-3 tahun ) dari 96 ibu yang memiliki anak usia 1-3 tahun terdapat 18 ibu

diantaranya kurang mengetahui tentang toilet training, hal ini terlihat saat anak

hendak buang air besar ibu tidak mengarahkan anak untuk melepas pakaiannya

sendiri dan menuju kamar kecil, kemudian ibu memarahi anak saat anak buang

air kecil dan buang air besar dicelana, hal ini dapat menjadi psikologis anak

terganggu. 5 ibu memiliki pengetahuan yang baik tentang toilet training karena

membiasakan anak untuk menuju kamar kecil ketika ingin buang air besar dan

buang air kecil (Desi, 2018 ).

Berdasarkan data informasi dari profil Kesehatan Indonesia (2017 ) jumlah

balita di Indonesia tahuan 2016 tercatat ada sebanyak 30% dari 258.704.986

jiwa penduduk Indonesia. Menurut survey kesehatan rumah tangga (SKRT)

Nasiaonal diperkirakan jumlah balita yang susah untuk mengontrol buang air

besar dan buang air kecil (ngompol) diusia sampai pra sekolah mencapai 75

juta anak.fenomena ini terjadi dimasyarakat akibat dari konsep toilet training

yang tidak dianjarkan secara benar sehingga dapat menyebabkan anak tidak

dapat secara mandiri mengontrol buang air besar dan buang air kecil

(syamrotul, 2015).

Menurut survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Nasonal menunjukkan

hampir 60% orangtua tidak mengajarkan toilet training pada anak sejak dini

(Indatul & Nur,2017). Keberhasilan toilet training tidak hanya dipengaruhi


oleh kemampuan anak tetapi juga perilaku orangtua dalam mengajarkan toilet

training secara baik dan benar. Pengetahuan ibu mempengaruhi toilet training

pada anak.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada Bulan

Oktober orang ibu, 2 ibu mengatakan anaknya masih mengompol,dan sering

kali anak melaporkan ingin buang air besar dan buang air kecil tapi anak tidak

mengeluarkan apapun, 3 ibu lainnya mengatakan tahu cara melatih anak buang

air besar dan buang air kecil tapi tidak sempat mengajarkan anak buang air

besar dan buang air kecil di toilet karena kesibukan dan cenderung memakai

diepers karena praktis dan tidak repot. Sedangkan 1 ibu lainnya kurang

mengerti cara melatih anak buang air besar dan buang air kecil yang baik dan

benar.

Berdasarkan pendapat Hidayat yang dikutip dari hasil penelitian Andriani,

dkk (2014) latihan buang air besar dan buang air kecil pada anak sangat

membutuhkan persiapan baik secara fisik, psikologis maupun secara

intelektual. Melalui persiapan-persiapan tersebut anak diharapkan dapat

mengontrol kemampuan buang air besar dan buang air kecil secara mandiri.

Suksesnya toilet training tergantung pada kesiapan yang ada pada diri anak dan

keluarga terutama ibu, seperti kesiapan fisik yaitu kemampuan anak sudah kuat

dan mampu. Demikian juga dengan kesiapan psikologis yaitu setiap anak

membutuhkan suasana yang nyaman dan aman agar anak mampu mengontrol

dan konsentrasi dalam merangsang untuk buang air besar dan buang air kecil.

Hasil studi retrosprektif kasus kontrol yang dilakukan oleh Kiddo yang

mengutip hasil Andriani, dkk (2014) menunjukkan bahwa anak-anak yang


selalu diberikan hukuman oleh ibunya pada saat melakukan kesalahan dalam

toilet training anak dapat mengalami gejala inkontinensia.sedangkan pada anak

yang mendapatkan motivasi dari ibunya pada saat melakukan toilet training

dapat mengalami gejala inkontinensia lebih rendah.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada Bulan

November 2018 di Puskesmas Delitua Kecamatan Delitua terdapat 20 ibu yang

memiliki anak toodler yaitu dibawah 5 tahun. pada saat melakukan kegitan

penyuluhan 5 dari 20 ibu mengatakan bahwa anaknya sering buang air besar

dan buang air kecil disembarang tempat dan tidak suka buang air besar dan

buang air kecil di kamar mandi, 10 dari 20 ibu mengatakan tidak tahu cara

menerapakan toilet training pada anak dikarenakan tidak pernah bertanya pada

petugas kesehatan pada saat melakukan penyuluhan, dan 5 ibu lainnya

mengatakan tahu mengajari anak toilet training dan mengontrol anak saat ingin

buang air besar dan buang air kecil tetapi tidak sempat mengajarkan karena

sibuk bekerja.

Berdasarkan masalah diatas maka penulis tertarik untuk meneliti apakah

ada “Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Toilet Training Terhadap

Pelaksanaan Toilet Training Pada Anak Usia Toddler Di Puskesmas Deli tua”.

I.1 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang diatas anak seharusnya telah

dilakukan latihan toilet training sejak usia 1-3 tahun. Kebiasaan buang air yang

salah dan tidak pada tempatnya disebabkan oleh beberapa faktor dan salah satu

faktor yang mempengaruhi adalah pengetahuan orangtua atau ibu tentang toilet

training maka peneliti merumuskan masalah ‘Adakah hubungan tingkat


pengetahuan ibu tentang toilet training terhadap pelaksanaan toilet training

pada anak toddler dipuskesmas Deli tua Kecamatan Deli tua.

I.2 TUJUAN PENELITIAN


a. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan ibu tentang toilet training di

Puskesmas Deli tua.

b. Mengidentifikasi pelaksanaan toilet training di Puskesmas Deli tua.

c. Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang toilet

training terhadap pelaksanaan toilet training secara mandiri.

I.3 MANFAAT PENELTIAN

I.3.1 Bagi Ibu


Diharapkan dari penelitian ini ibu atau orangtua memahami pentingnya

menerapkan toilet training pada anak dan ibu bisa meluangkan waktu

untuk melatih anak sejak dini agar anak mampu melakuakan toilet

training secara mandiri.

I.3.2 Bagi Pendidikan Keperawatan


Dapat memberikan motivasi pada ibu untuk mendidik anak dalam

melakukan toilet training sehingga anak mampu melakukan buang air

besar dan buang air kecil dengan baik dan benar sesuai usia anak.

I.3.3 Bagi Penulis


Dapat menambah pengetahuan,sikap,dan pelaksanaan toilet training

pada anak toodler.


I.3.4 Bagi Peneliti Keperawatan
Dapat menjadi informasi tambahan dan data dasar untuk penelitan

selanjutnya tentang hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan

pelaksanaan toilet training pada anak toddler.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengetahuan

II.1.1 Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil “Tahu” dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindaraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindaraan terjadi

melalui panca indra manusia, yaitu melalui indra penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang

sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang ( over behavior ).

(Notoadmojo,2016 ).

II.1.2 Tingkat pengetahuan

Pengetahuan yang mencakup didalam domain kognitif mempunyai 6

tingkat yaitu :

1. Tahu ( Know )

Mengingat suatu materi yang dipelajari sebelumnya termasuk

mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh

badan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Oleh

sebab itu “Tahu” ini merupakan tingkat pengetahuan paling

rendah.
8

2. Memahami ( Comprehension )

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar suatu objek yang diketahui dan dapat

menginterpresentasikan materi tersebut secara benar, orang yang

telah paham terhadap objek dan materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh menyimpulkan dan sebagainya terhadap

objek yang dipelajari.

3. Aplikasi ( Application )

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan suatu materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real ( sebenarnya ).

Aplikasi ini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum,

rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks dan situasi

yang lain.

4. Analisi ( Analyis )

Kemampuan untuk menjabar materi atau suatu objek keda

lam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur

organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu dengan yang

lain. Kemampuan analisi dapat dilihat dari penggunaan kata-

kata kerja, seperti menggambarkan, membedah, memisahkan,

mengelompokkan dan sebagainya.

5. Sintesis ( syntesis )
Menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan


9

yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada,

misalnya : dapat menyusun, merencanakan, meringankan,

menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau

rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi ( Evalution )
Evaluadsi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

penelitian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilain

ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri

(Notoadmojo 2016 ).

II.1.3 Definisi sikap


Sikap adalah reaksi dari suatu perangsang atau situasi yang dihadapi

individu atau salah satu aspek psikologis individu yang sangat penting, karena

sikap merupakan kecenderungan untuk berperilaku sehingga banyak mewarnai

perilaku seseorang. Sikap setiap seseorang bervariasi, baik kualitas maupun

jenisnya sehingga perilaku individu menjadi bervariasi ( Sutarjo Adi Susilo,

2014 ).

II.2 Definisi ibu


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ibu adalah seorang wanita yang

telah atau sudah melahirkan anak, maka anak harus menyayangi ibunya. Ibu

merupakan sebutan bagi wanita yang telah bersuami (Santoso, 2018). Di

Indonesia banyak ostilah yang di gunakan untuk menyebut dan memanggil

seorang perempuan dengan tradisi dan budaya daerah masing-masing. Akan

tetapi keragaman tersebut pada dasarnya memiliki kesamaan dalam mkasud


10

tujuannya yakni sebutan atau sapaan utnuk seorang perempuan yang telah

melahirkan anak.

Ibu selalu memberikan dorongan dan motivasi terhadap anak. Ibu selalu

memberi peringatan terhadap anaknya apabila melakukan kesalahan,

memberikan semangat apabila anak berbuat kebaikan, serta tidak

memperdulikan keletihan yang ibu rasakan selama itu membuat anaknya

bahagia (santoso, 2018).

II.2.1 Peran Ibu


Peran ibu di defenisikan sebagai kemapuan untuk mengasuh, mendidik,

dan menentukan nilai kepribadian anaknya. Peran ibu dalam keluarga sangat

penting bahkan dapat dikatakan bahwa kesuksesan dan kebahagiaan keluarga

sangat ditentukan oleh peran ibu. Bisa dikatakan jika seorang ibu yang baik

akan baik pula keluarganya, apabila ibu kurang baik akan hancur keluarganya.

Ibu merupakan peran dan posisi penting bagi proses tumbuh kembang anak,

terutama pada masa anak-anak (Tumbage 2017).

Pentingnya peran ibu rumah tangga tidak hanya pendidikan anak, tetapi

juga mengikuti peranannya terhadap kondisi kesejahteraan keluarga. Dalam

kehidupan keluarga di masyarakat, bapak dan ibu saling bahu membahu

mengelola rumah tangganya agar mapan dan sejahtera. Oleh karena itu, selain

tugas-tugas kodrat (mengandung dan menyusui) segala sesuatu yang

berhubungan dengan membentuk keluarga sejahtera harus elastis, terbuka dan

demokratis (Tumbage, 2017).


11

II.3 Definisi Toilet Training


Toliet training merupakan salah satu tugas utama orang tua dalam

peningkatan kemandirian tahap perkembangan pada anak usia ( 1-3 tahun ).

Dimana pada usia ini anak berada pada tahap awal ( anal tage ) yaitu

kepuasaan anak berfokus pada lubang anus. Toilet terdiri dari bowel control

( kontrol buang air besar ) dan bladder control ( kontrol buang air kecil ). Saat

yang tepat untuk memulai melatih anak melakukan toilet training adalah

setelah anak mulai bisa berjalan ( sekitar usia 1-5 tahun ). Anak mulai bisa

dilatih kontrol buang air besar setelah 18-24 bulan dan biasanya lebih cepat

dikuasai dari pada kontrol buang air kecil, tetapi pada umumnya anak bisa

melakukan kontrol buang air besar saat usia sekitar 3 tahun( Maidartati, 2018 ).

Toilet training atau latihan berkemih dan defekasi merupakan salah satu

tugas perkembangan anak pada usia toddler, dimana pada usia ini kemampuan

untuk mengontrol rasa ingin berkemih, mengontrol rasa ingin defekasi mulai

berkembang. Melalui toilet training anak akan belajar bagaimana mereka

mengendalikan keinginan untuk buang air kecil dan besar, selanjutnya mereka

menjadi terbiasa menggunakan toilet secara mandiri ( Indanah & Azizah ).

II.3.1 Pengaruh Kesiapan Dalam Pencapaian Toilet Training


Toilet training merupakan aspek penting dalam perkembangan anak pada

masa usia toddler dan dibutuhkan perhatian dari orang tua dalam berkemih dan

defekasi. Melatih anak untuk buang air kecil dan buang air besar bukan

pekerjaan sederhana, namun orang tua harus tetap termotivasi untuk

merangsang anaknya agar terbiasa buang air kecil dan buang air besar sesuai

waktu dan tempatnya. Mengenali keinginan untuk buang air kecil dan buang
12

air besar sangat penting untuk menentukan kesiapan mental anak. Anak harus

dimotivasi untuk menahan dorongan utnuk menyenangkan dirinya sendiri agar

toilet training dapat berhasil. Dalam melakukan latihan buang air kecil dan

buang air besar pada anak membutuhkan persiapan secara fisik, psikologis,

maupun secara intelektual, melalui persiapan tersebut diharapkan anak mampu

mengontrol buang air kecil dan buang air besar secara mandiri (Andriyani &

Viatika, 2016 ).

Kesiapan fisik menunjukkan pada usia 18-24 bulan anak mulai mampu

mengontrol sfingter anal dan uretra serta buang air kecil dan buang air besar

secara teratur. Kesiapan mental, anak akan mulai mampu mengungkapkan

secara vernal maupun nonverbal, keterampilan kognitif terus meningkat untuk

menirukan perilaku yang tepat. Kesiapan psikologis, anak mulai mampu

mengeskspresikan keinginannya dan merasa ingin tahu apa yang bisa

dilakukan oleh orang dewasa dan kesiapan parental, orang tua mempunyai

keinginan untuk meluangkan waktu untuk mengajarkan toilet training

(Indriasari & Putri, 2018 ).

Keberhasilan toilet training tidak hanya dari kemampuan fisik,

psikologis, dan emosi anak itu sendiri tetapi juga dipengaruhi oleh perilaku

orang tua atau ibu untuk mengajarkan toilet training secara baik dan benar,

sehingga anak dapat melakukan dengan baik dan benar hingga besar kelak

(Andriyani & Viatiaka, 2016 ).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesiapan anak seperti kesiapan

fisik, emosional dan verbal. Kesiapan fisik anak akan mulai menunjukkan
13

kontrol berkemih dan defekasi. Kesiapan emosional anak akan menunjukkan

rasa percaya diri atau rasa ketakutan, karena toilet training merupakan hal yang

baru yang akan ia pelajari. Kesiapan verbal anak harus mampu

mengkomunikasikan keinginan berkemih dan defekasi, mampu mengikuti

perintah sederhana serta mampu memahami beberapa kata yang digunakan

dalam toilet training ( Indrisari & Putri, 2018 ).

II.3.2 Tindakan Ibu Yang Berkatian Dengan Toilet Training


Ibu merupakan toko sentral yang akan berperan sebagai pendidik

pertama dan utama dalam keluarga sehingga ibu harus menyadari untuk

mengasuh anak secara baik dan sesuai dengan tahap perkembangan anak.

Dalam melakukan toilet training, pengetahuan ibu sangat diperlukan.

Pengetahuan yang kurang menyebabkan orang tua memiliki sikap negatif

dalam melatih toilet training seperti memarahi dan menyalahkan anak saat

buang air kecil atau buang air besar di celana, bahkan ada orang tua yang tidak

pernah memberikan tolet training pada anaknya ( Denada & Nazriati, 2015 ).

II.3.3 Cara Memulai Toilet Training


Cara latihan toilet training menurut ( Maidartati, 2018 ) pada anak usia

1-3 tahun merupakan suatu hal yang harus dilakukan pada orang tua anak,

mengingat dengan latihan itu diharapkan anak mempunyai kemampuan sendiri

dalam melaksanakan buang air kecil dan buang air besar tanpa merasakan

ketakutan atau kecemasan sehingga anak akan mengalami pertumbuhan dan

perkembangan sesuai tumbuh kembang anak. Banyak cara yg dilakukan oleh

orang tua dalam melatih anak untuk buang air besar dan buang air kecil,

diantaranya :
14

1. Teknik lisan, merupakan usaha untuk melatih anak dengan cara

memberikan instruksi pada anak dengan kata-kata sebelum atausesudah

buang air keciln dan buang air besar. Cara ini kadang-kadang

merupakan hal biasa dilakukan pada orang tua akan tetapi apabila kita

perhatikan bahwa teknik lisan ini mempunyai nilai yang cukup besar

dalam memberikan rangsangan untuk buang air kecil dan buang air

besar diaman dengan lisan ini persiapan psikologis pada anak akan

matang dan akhirnya anak mampu dengan baik dan melaksanakan

buang air kecil dan buang air besar.

2. Teknik modeling merupakan usaha untuk melatih anak dalam

melakukan buang air besar dengan cara meniru untuk buang air besar

atau memberikan contoh. Cara ini juga dapat di lakukan dengan

memberikan contoh-contoh buang air besar dan buang air kecil atau

membiasakan buang air kecil dan besar secara benar. Dampak yang

jelek pada cara ini adalah apabila contoh yang diberikan salah sehingga

akan dapat diperlihatkan pada anak akhirnya anak juga mempunyai

kebiasaan yang salah.

3. DTT (Discreate Trial Training ), prinsip metode DTT menggunakan

stimulus untuk memicu respon. Stimulus diberikan pada siswa sesuai

dengan kondisi dan kebutuhannya untuk memicu munculnya respon

positif. Respon positif ini berupa perilaku mengikuti instruksi, berusaha

pergi ke toilet ketika akan BAK, upaya bantu diri dalam perilaku BAK

di toilet, dan upaya mengkomunikasikan keinginan BAK bak secara

verbal maupun nonverbal. Metode DTT banyak digunakan pada


15

pembelajaran untuk anak autistik. Metode ini merupakan metode yang

sangat penting untuk pembelajaran bagi anak autistik (Koerniandaru,

2016 ).

4. Teknik oral seperti memberikan pengetahuan dengan penyuluhan pada

ibu meliputi kesiapan balita, usia balita, dan metode yang tepat untuk

pelaksanaan toilet training serta melakukan pelatihan seperti

penggunaan pispot yang memberikan perasaan aman pada anak.

Apabila pispot tidak tersedia, anak dapat duduk atau jongkok diatas

toilet dengan bantuan. Perkuat toilet training dengan memotivasi anak

untuk duduk pada pispot atau closed duduk dan jongkok dalam jangka

waktu 5 sampai 10 menit.

5. Metode Bazelton, strategi ini di dasarkan pada pedoman “pasif” di

samping kematangan fisiologis anak, pelatihan harus ditunda sampai

anak menunjukkan minat dan kemampuan psikososial untuk memulai

pelatihan. Strategi ini di rancang untuk meminimalkan konflik dan

kecemasan anak serta menekan pentingnya fleksibilitas. Pelatihan

dilakukan dengan cara yang relatif lembut dan dengan keyakinan

bawha anak akan belajar pergi ke kamar mandi sendirian, pada waktu

yang tepat.

6. Metode penelitian eliminasi dini, metode ini kurang dikenal dalam

masyarakat. Metode ini dimulai selama minggu pertama kehidupan,

menggunakan strategi pengamatan tanda-tanda eliminasi yang berasal

dari bayi. Setelah tanda-tanda ini di kenali oleh ibu ( pengasuh ), bayi di

letakkan diatas pispot, sementara bayi di pegang oleh ibu/pengasuh.


16

Strategi ini saat ini digunakan oleh beberapa komunitas di Cina, India,

Afrika, Amerika Selatan, dan Tengah dan bafian Eropa.

7. Metode spock, metode ini muncul sebelum metode Bazelton. Metode

ini menggunakan strategi dengan tidak memaksa anak dalam

melakukan toilet training.

II.3.4 Hal-Hal Yang Di Perhatikan Dalam Latihan Toilet Training


Mengajari anak menggunakan toilet adalah sebuah proses yang

membutuhkan kesabaran, pengertian, kasih sayang dan persiapan. Mengajari

cara buang air paling mudah adalah ketika anak sudah merasa siap

melaksanakan tahapan ini dan dia mau bekerja sama. Memulai sebelum anak

siap hanya akan mengundang masalah dan sering menyebabkan kecelakaan

dalam pemakaian toilet. Mengompol dan buang air besar dicelana biasanya

merupakan akibat dari ketidakmampuan anak mengenali dorongan untuk pergi

ketoilet ata mengatur otot-otot pelepasan. Ini bukan usaha untuk melawan atau

tanda ketidak patuhan.tampaknya anak juga akan frustasi jika dia tidak dapat

melakukan seperti yang di harapkan ( Rahayuningsih & Rizky, 2013 ).

Belajar menggunakan toilet tidak bisa dilakukan sampai anak mampu

dan ingin. Anak harus belajar mengenali kebutuhan tersebut, belajar menahan

air besar atau kecil sampai dia berada di toilet, dan kemudian melepaskannya.

Kebanyakan anak tidak siap baik secara fisiologis maupun psikologis untuk

mencapai tahap tersebut paling tidak pertengahan tahun kedua. Sebagian besar

anak, tanpa memperhatikan waktu dimulainya usaha berlatih menggunakan

toilet, mampu melakukannya dengan benar pada usia dua setengah hingga tiga

tahun. Semakin awal melatihnya bukan berarti akan lebih cepat berhasil, tatapi
17

mengulur-ulur proses tersebut juga akan memberi kesempatan timbulnya

konflik ( Rahayuningsih & Rizky, 2013 ).

Perilaku ibu dalam penerapan toilet training adalah ketika anak sudah

mampu melakukan toilet training dengan benar ibu memberikan pujian,

makanan, atau benda yang di senangi oleh anak. Imbalan tersebut sebagai

konsekuensi dan penguatan atas perilaku postif anak dalam penerapan toilet

training (Koerniandaru, 2016 ).

II.3.5 Dampak Masalah Toilet Training


Dampak yang paling umum dalam kegagalan toilet training seperti

adanya perlakuan atau aturan yang ketat dari orang tua kepada anaknya yang

dapat mengganggu kepribadain anak yang cenderung bersifat retentive diaman

anak cenderung bersifat keras kepala. Hal ini dapat terjadi apabila orang tua

sering memarahi anak pada saat buang air kecil atau buang air besar saat

bepergian karena sukar mencari toilet. Bila orang tua santai dalam memberikan

aturan dalam toilet training maka anak akan dapat mengalami kepribadian

eksprensif dimana anak cenderung ceroboh, emosional dan seenaknya dalam

melakukan kegiatan sehari-hari ( Elsera, 2016 ).

Toilet training yang kurang berhasil juga mempengaruhi terjadinya

enuresis dan encopresis di masa mendatang. Kegagalan dalam toilet training

juga dapat terjadi karena adanya perlakuan atau aturan yang ketat dari orang

tua, sehingga anak mengalami distress psikologi (Indriasari & Putri, 2018).

Kegagalan dalam mengontrol proses berkemih dapat mengakibatkan

mengompol pada anak, keadaan demekian apabila berlangsung lama dan


18

panjang akan mengganggu tugas perkembangan anak. Selain itun dampak

jangka panjang dari tidak dilakukannya toilet training adalah Infeksi Saluran

Kemih (ISK). Anak-anak yang belum pernah dilatih dengan benar tentang

toilet training dapat mengakibatkan enuresis, ISK, disfungsi berkemih,

sembelit, encopersis dan penolakan untuk pergi ke toilet lebih sering

(Andriyani & Viatika, 2016 ).

II.3.6 Faktor Pendukung Toilet Training


Seorang anak mungkin akan kesulitan untuk memahami cara menggunakan

perkakas toilet pada awal toilet training. Oleh karena itu, apabila dilakukan

pengalihan dan penggunaan popok kepenggunaan toilet, terlebih dahulu

dilakukan dengan alat bantu berupa toilet mini menurut ( Murhadi & Almanar,

2019 ) :

1. Peragakan cara penggunaan toilet. Kemudian anak di biasakan duduk

ditoilet dengan menggunakan popok msaat akan BAB dan BAK.

Sehingga setelah tiba waktunya untuk menggunakan toilet, anak sudah

mengenal toilet dan cukup paham mengenai cara penggunaanya.

2. Sesuaikan ukuran toilet. Ukuran toilet yang biasanya ada di rumah dan

tempat-tempat lain adalah ukuran yang disesuaikan berdasarkan tinggi

dan berat badan orang dewasa. Maka ada kecenderungan bahwa toilet

berukuran jauh lebih besar dari yang dibutuhkan anak. Untuk mengatasi

hal ini dapat dilakukan dengan meletakkan penyangga, kusi toilet,

maupun mengganti dudukan toilet menjadi ukuran yang sesuai dengan

anak.
19

3. Gunakan kursi toilet. Kursi atau bangku toilet digunakan sebagai

panjatan anak menuju toilet yang tinggi dan sebagai pijatan saat duduk

di toilet. Hal ini menjaga keamanan anak jika sedang tidak di awasi dan

perasaan mengendalikan diri sendiri yang dimiliki seorang anak.

4. Jaga kebersihan. Untuk menjaga keseimbangannya saat BAB dan BAK,

ada kemungkinan seorang anak akan menggunakan tangannya sebagai

tumpuan pada toilet. Maka dalam hal ini, toilet harus dibersihkan

terlebih dahulu dengan menggunakan anti kuman. Selain itu anakn

harus di biasakan untuk mencucin tangan dan berdiridengan pijakan

bangku.

5. Jangan paksakan pelatihan pada anak jika anak belum siap atau masih

ketakutan menghadapi toilet. Hal ini akan berakibat pada tidak

optimalnya pelatihan toilet tersebut. Pada keadaan ini, gunakan toilet

mini sebagai alternatif pilihan.

II.4 Konsep Toddler


Masa toddler berada pada rentang masa kanak-kanak mulai berjalan

sendiri hingga dapat berjalan dan berlari dengan mudah, yaitu mendekati usia

12 bulan sampai 36 bulan. Toddler adalah usia anak 1-3 tahun yang secara

psikologis membutuhkan kasih sayang, rasa aman atau bebas dari ancaman,

dan rasa nyaman. Pada masa toddler perkembangan anak merupakan periode

penting, karena pada masa toddler terjadi suatu perkembangan dasar yang

berjalan cepat sehingga dapat mempengaruhi dan menentukan perkembangan

anak seterusnya. Masa toddler merupakan masa kritis sehingga memerlukan

rangsangan atau stimulasi agar potensi anak dapat berkembang, oleh karena itu
20

anak sangat memerlukan perhatian lebih dari orang tua (Azizah & Rahmawati,

2018).

Anak usia toodler (1-3 tahun) merujuk konsep periode kritis dan

plastisitas yang tinggi dalam proses tumbuh kemabang maka usia 1-3 tahun

sering disebut sebagai golden period (kesempatan emas) untuk meningkatkan

kemampuan setinggi-tingginya dan plastisitas yang tinggi ialah pertumbuhan

sel otak cepat dalam waktu yang singkat, peka terhadap stimulasi. Anak pada

usia ini harus mendapatkan perhatian yang serius dalam arti tidak hanya

mendapatkan nutrisi yang memadai saja tetapi memperhatikan juga intervensi

stimulasi dini untuk membantu anak meningkatkan potensi dengan

memperoleh pengalam yang sesuai dengan perkembangannya (Jurana, 2017).

II.4.1 Tumbuh Kembang Anak Usia Toddler


Tumbuh kembang sebenarnya mencakup dua peristiwa yang sifatnya

berbeda, tapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan

perkembangan. Pertumbuhan merupakan perubahan yang bersifat kuantitatif,

yaitu bertambahnya ukuran, dimensi pada tingkat sel organ maupun individu

anak. Anak tidak hanya bertumbuh besar secara fisik tetapi juga ukuran dan

struktur organ-organ tubuh & otak. Sedangkan perkembangan merupakan

perubahan yang bersifat kuantitatif dan kualitatif. Perkembangan ialah

bertambahnya kemampuan struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks,

dalam pola yang teratur dan dapat diprediksi. Perkembangan menyangkut

proses diferensiasi sel tubuh, organ, dan sistem organ yang berkembang

sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi fungsinya, termaksut juga

perkembangan kognitif, bahasa, motorik, emosi dan perkembangan perilaku


21

sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan (Saputra, Hasanah, & Sabrian,

2015).

Anak usia toddler antara 12-36 bulan adalah periode eksplorasi

lingkungan yang intensif. Perkembangan biologis selama masa toddler ditandai

dengan kemampuan motorik kasar dan motorik halus yang memungkinkan

anak menguasai berbagai aktivitas. Pertumbuhan anak usia toddler antara lain

tinggi badan, pertambahannya mencapai 1,25 cm/bulan (1,5 x panjang badan

lahir). Sedangkan berat badan pertambahannya mencapai 250-350 kg/bulan,

namun setelah usia anak 2 tahun, kenaikan berat badan tidak terkontrol, yaitu

sekitar 2,3 kg/tahun. Pada masa toddler pertumbuhan fisik anak relatif lambat

dibandingkan dengan masa bayi, tetapi perkembangan motoriknya berjalan

lebih cepat. Anak sering mengalami penurunan nafsu makan sehingga tampak

langsing atau kecil (Saputra, Hasanah, Sabrian, 2015).

Pada masa toddler keberhasilan menguasai tugas-tugas perkembangan

membutuhkan dasar yang kuat dan selama masa pertumbuhan dan

perkembangan anak memberlukan bimbingan dari orang lain. Tugas

perkembangan anak di usia toodler dihadapkan pada penguasaan beberapa

tugas penting khususnya meliputi deferensiasi diri dari orang lain terutama

ibunya, toleransi terhadap perpisahan dengan orang tua, kemampuan untuk

menunda pencapaian kepuasaan, mengontrol fungsi tubuh, penguasaan

perilaku yang dapat diterima secara sosial, komunikasi memiliki makna verbal,

dan kemampuan berinteraksi dengan orang lain dengan cara yang tidak terlalu

egosentris (Andriyani & Viatika, 2016).


22

Salah satu tugas mayor masa toddler adalah toilet training. Toilet

training merupakan aspek penting dalam perkembangan anak pada masa usia

toddler dan di butuhkan perhatian dari orang tua dalam berkemih dan defekasi.

Melatih anak untuk BAB dan BAK bukan pekerjaan sederhana, namun orang

tua harus tetap termotivasi untuk merangsang anaknya agar terbiasa BAB dan

BAK sesuai waktu dan tempatnya. Mengenali keinginan untuk buang air kecil

dan defekasi sanga penting untuk menentukan kesiapan mental anak. Anak

harus dimotivasi untuk menahan dorongan untuk menyenangkan dirinya

sendiri agar toilet training dapat berhasil (Andriyani & Viatika, 2016).
23

II.5 Kerangka Teori

Faktor yang
mempengaruhi toilet
training :

1. Pengetahuan orang
tua
2. Sikap orangtua
3. Kesiapan anak dan
orang tua

Praktek toilet
training ibu :
Kemampuan
1. Praktek lisan toilet training
2. Praktek anak usia 18-36
memberi bulan :
contoh
Faktor pendorong toilet 1. Kemampuan
3. Praktek
training : fisik
pengamatan
jadwal 2. Kemampuan
1. Ayah/ibu
4. Praktek psikologi
2. Kakak laki-
3. Kemampuan
laki/kakak menggunakan
alat bantu kognitif
perempuan

Faktor pendukung toilet


training :

1. Sarana toilet
2. Komunikasi
3. Lingkungan
Skema 2;1 Kerangka teori

Sumber: Andriyani Dkk 2016, Hasanah, Sabrian, 2015


24

II.6 Kerangka Konsep


Variabel independent Variabel dependent

Pengetahuan dan sikap Melatih toilet training


ibu

Skema 2;2 kerangka konsep

II.7 Hipotesis Penelitian


Hipotesa adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap

permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul

(Hidayat, 2014). Dari kajian tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut:

H1: Ada hubungan perilaku orangtua terhadap kemampuan toilet training

pada anak usia toddler (18-36 bulan) di PUSKESMAS DELI TUA,

KECAMATAN DELI TUA.


25

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan

menggunakan desain penelitian studi kolerasional yang merupakan penelitian

tentang hubungan antara dua variabel (Hidayat, 2014). Tujuan penelitian ini

adalah peneliti ingin mencari Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu dalam

melatih Toilet Training pada Anak Toddler di Puskesmas Deli tua Kecamatan

Deli tua.

3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi penelitian

Penelitian dilakukan di Puskesmas Deli tua Kecamatan Deli tua.

3.2.2 Waktu penelitian

Waktu penelitian ini adalah pada bulan November 2019 sampai

Maret 2020.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak

usia toddler (1-3 tahun) dengan total jumlah 20 orang di

Puskesmas Deli tua Kecamatan Deli tua.

3.3.2 Sampel
26

Sampel penelitian ini adalah Ibu yang mempunyai Anak toddler

di Puskesmas Deli tua Kecamatan Deli tua dengan jumlah

responden adalah 20 responden dan menggunakan teknik total

sampling.

3.4 Pertimbangan Etik

Adapun pertimbangan etik dalam penelitian ini adalah:

1. Penelitian mendapatkan rekomendasi dari direktur Institut Kesehatan

Delihusada Deli tua.

2. Penelitian meminta izin dari kepala Puskesmas Deli tua Kecamatan

Deli tua dalam melakukan penelitian.

3. Lembaran persetujuan penelitian diberikan responden yang diteliti,

dengan tujuan untuk memberikan kebebasan kepada responden

penelitian untuk menentukan sendiri keikutsertaan dalam penelitian

serta agar responden mengetahui maksud dan tujuan peneliti.

4. Kuesioner yang digunakan oleh peneliti diberitahukan kepada

responden yang akan diteliti, setelah responden menandatangani

lembaran persetujuan penelitian.

5. Penelitian juga harus menghasilkan tentang data responden dengan

tidak mencantumkan identitas responden yang lengkap lengkap

tetapi hanya mencantumkan inisial.

3.5 Instrumen penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner yang

disusun oleh penelitian berdasarkan sumber-sumber kepustakaan yang ada.

Kuesoiner terdiri dari 10 pertanyaan dengan menggunakan skala ordinal dan


27

nominal dengan responden yang diminta untuk memberikan tanda checklist (√)

pada kolom yang telah disediakan jawaban pertanyaan.

3.6 Pengolahan Data

Data yang telah dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah

sebagai berikut:

1. Proses Editing

Edit adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap

pengumpulan data atau setelah data terkumpul.

2. Coding Atau Mengkode Data

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numeric (angka)

terhadap data yang terdiri dari beberapa kategori.

3. Entri Data

Entri data adalah kegiatan memasukkan data dikumpulan

kedalam table data base komputer. Kemudian membuat frekuensi

sederhana atau bisa juga dengan membuat tabel kontingensi.

4. Melakukan Teknik Analisa

Dalam melakukan teknik analisa, terhadap data penelitian akan

menggunakan ilmu statistik terapan yang sesuai dengan tujuan

yang hendak dianalisa (Hidayat, 2014).

3.7 Metode Pengumpulan Data


28

Penelitian dilakukan dengan menggunakan data primer dengan alat

bantu kuesioner. Beberapa prosedur yang dilakukan dalam

pengumpulan data yaitu:

1. Penelitian menggunakan permohonan izin kepada Bapak Kepala

Puskesmas Deli tua Kecamatan Deli tua.

2. Setelah mendapat ijin dari Bapak Kepala Puskesmas, penelitian

melakukan data penelitian.

3. Penelitian memberikan penjelasan kepada calon responden tentang

tujuan peneliti yang dilakukan dan menyatakan kepada responden

apakah calon responden bersedia.

4. Calon responden yang bersedia diminta untuk menandatangani

lembaran persetujuan.

5. Responden diberi waktu untuk menjawab peranyaan yang diajukan

peneliti dalam kuesioner.


29

3.8 Kerangka Penelitian

Memberi Penjelasan Tentang Toilet Training

Informed Consent

Persetujuan Responden

Membagikan Lembar Kuesioner


Kepada Responden

Mengerjakan Kuesioner Selama


15 Menit

Kumpulkan Kuesioner

Skema 2;3 Kerangka Penelitian Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu

dalam Melatih Toilet Training pada Anak Toddler (18-36 bulan)

di Puskesmas Deli tua Kecamatan Deli tua.


30

3.9 Variabel Dan Definisi Operasional

Defenisi operasional yang berkaitan dengan variabel penelitian ini

dijelaskan pada tabel berikut ini:

No Variabel Defenisi Cara ukur Skala Hasil Ukur

Operasional Ukur
1 Variabel Pengetahuan Kuesioner Ordinal 1.Baik:>75%

Independen: adalah suatu 2.Cukup:56-

Pengetahuan pemahaman 75%

ibu ibu tentang 3.Kurang;<55%

toilet training
2. Sikap Sikap adalah Kuesioner Ordinal 1.Baik:>75%

reaksi dari 2.Cukup:>56-

suatu 75%

perangsang 3.Kurang:>55%

atau situasi

yang dihadapi

individu atau

salah satu

aspek

psikologis

individu yang

sangat penting

karena sikap

merupakan

kecenderungan
31

untuk

berperilaku

sehingga

banyak

mewarnai

perilaku

seseorang

3. Variabel Toilet training Kuesioner Nominal 1.selalu =4

Dependen: adalah proses 2.sering =3

melatih toilet ketika anak 3.jarang =2

training belajar untuk 4.tidak pernah

buang air kecil =1

dan buang air

besar ditoilet

selayaknya

orang dewasa.

3.10 Analisis Data

A. Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian.
32

B. Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang digunakan untuk
melihat hubungan antara variabel dependen dengan variabel
independen secara bersamaan dengan menggunakan analisa
statistik chi-square, dengan derajat kemaknaan (α) 0,05.
Saya mengharapkan adanya hubungan antara variabel
independen dan variabel dependen
xxxiii

Anda mungkin juga menyukai