Anda di halaman 1dari 144

BAB I

KONSEP DASAR MEDIK

A. Pengertian

Septum deviasi adalah abnormalitas dari septumnasi atau kelainan

bentuk septum dimana septum nasi tidak terletak lurus ditengah rongga

hidung (Mansjoer, 2010).

Septum nasi idealnya berada tepat pada garis tengah, memisahkan

sisi kiri dan kanan hidung dengan ukuran yang sama. Septum deviasi

terjadi ketika septum bergeser dari garis tengah (Iskandar, 2011).

Septum deviasi nasi adalah kelainan bentuk septum nasi akibat

trauma dan pertumbuhan tulang rawan yang tidak seimbang. Bentuk

septum nasi yang normal adalah lurus dan berada di tengah rongga hidung

kecuali septum nasi orang dewasa yang tidak lurus sempurna (Nagel,

2012).

Gambar 1.1 Perbedaan Septum Deviasi Dan Septum Normal


B. Proses Terjadinya Masalah

1. Faktor Presipitasi

Menurut Indah & Ayu (2013) penyebab yang pasti dari septum deviasi

belum diketahui

2. Faktor Predisposisi

Menurut Broek (2010), septum deviasi disebabkan oleh beberapa hal,

yaitu:

a. Trauma

Septum dapat mennjadi bengkok secara langsung atau bertahap.

Septum akan langsung bengkok apabila hidung terkena benturan

yang sangat keras. Pada kasus pembengkokan yang bertahap adalah

pada orang yang aktif berolahraga.

b. Ketidakseimbangan pertumbuhan

Tulang rawan septum nasi terus tumbuh, meskipun batas superior

dan inferior telah menetap. Dengan demikian terjadilah deviasi

pada septum nasi tersebut.

c. Kelainan bawaan

Kelainan bawaan juga menjadi salah satu penyebab septum deviasi.

Hal ini dapat disebabkan oleh gangguan perkembangan janin atau

bati mengalami cedera saat melewati jalan lagi.


Bentuk deformitos septum menurut Nagel (2012) ialah :

a. Berbentuk huruf C atau S

b. Dislokasi yaitu bagian bawah kartilago septum keluar dari krista

maksila dan masuk ke dalam rongga hidung

c. Penonjolan tulang atau tulang rawan septum, bila memanjang dari

depan kebelakang disebut krista, dan bila sangat runcing dan pipih

disebut spina

d. Bila deviasi atau krista septum bertemu dan melekat dengan konka

dihadapannya disebut sinekia.

3. Psiko patologi/patofisiologi

Bentuk septum yang tidak normal akibat trauma atau ketidak

seimbangan pertumbuhan dapat menyebabkan bentuk deformitas dari

septum. Septum deviasi biasnya berbentuk hurup C, S, dislokasi yaitu

bagian bawah kartilago septum keluar dari Krista maksila dan masuk

kedalam rongga hidung menyebabkan Penonjolan tulang rawan

septum, bila memanjang dari depan kebelakang disebut Krista dan bila

sangat runcing dan pipih disebut spisna. Bila deviasi atau Krista

septum bertemu dan melekat dengan konka dihadapannya disebut

sineksia (perlekatan), bentuk ini akan menambah beratnya obstruksi.


Deviasi septum dapat menyumbat ostium sinus, sehingga merupakan

factor predisposisi terjadinya sinusitis (Soetjipto, 2010).

4. Manifestasi Klinik

Menurut Setiaputri (2018), manifestasi klinis post operasi adalah:

a. Nyeri pada daerah operasi

b. Kesulitan membau/hiposmia

c. Peningkatan suhu

d. Perdarahan

e. Nyeri tenggorokan

5. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Iskandar (2011), pemeriksaan diagnostik pada septum deviasi

adalah:

a. Rinoskopi Anterior

Septum deviasi dapat mudah terlihat pada pemeriksaan rinoskopi

anterior. Penting untuk pertama-tama melihat vestibulum nasi

tanpa speculum, karena ujung speculum dapat menutupi deviasi

bagian kaudal. Pemeriksaan seksama juga dilakukan terhadap

dinding lateral hidung untuk menentukan besarnya konka. Piramid

hidung, palatum dan gigi juga diperiksa karena struktur-struktur ini

sering terjadi gangguan yang berhubungan dengan deformitas

septum.
b. Nasoendoskopi

Nasoendoskopi dilakukan bila memungkinkan untuk menilai

deviasi septum bagian posterior atau untuk melihat robekan

mukosa.

c. Radiologi Sinus Paranasal

Bila dicurigai terdapat komplikasi sinus paranasal, dilakukan

pemeriksaan radiologi sinus paranasal

6. Komplikasi

Komplikasi septum diviasi menurut Nizar (2010) adalah:

a. Bila tidak dilakukan tindakan operasi pada keluhan yang berat

dapat menyebabkan sinusitis.

b. Pendarahan

c. Infeksi lokal

d. Kolaps hidung

e. Aspirasi

f. Hidung pelana akibat turunnya puncak hidung oleh karena bagian

atas tulang rawan septum terlalu banyak diangkat

g. Perporasi septum

h. Obstruksi menetap akibat obstruksi saluran pernafasan septum nasi

yang tidak lengkap.


7. Penatalaksanaan Medis

Menurut Indah & Ayu (2013), penatalaksanaan untuk septum

deviasi dengan keluhan ringan maka dilakukan tindakan koreksi

septum. Ada dua jenis tindakan operatif yang dapat dilakukan

penderita dengan keluhan nyata, yaitu:

a. Reseksi Mukosa

Pada operasi ini mukoperikondrium dan mukoperiostium

kedua sisi dilepaskan dari tulang rawan dan tulang septum. Bagian-

bagian tertentu dari septum kemudian diangkat, sehingga

mukoperikondrium dan mukoperiostium sisi kiri dan kanan akan

langsung bertemu digaris tengah.

b. Septoplasty atau reposisi septum

Bedah koreksi septum submukosa hidung dengan analgesia

lokal atau anesthesia umum. Operasi ini merupakan bagian dari

suatu bedah plastik rekonstruksi kosmetik hidung. Pada waktu

operasi, tulang rawan dan tulang yang berlebih dikeluarkan (Broek,

2010).

Menurut Nagel & Robert (2012), terapi pilihan untuk septum

deviasi adalah septoplasty. Bagian kartilago hidung yang menekuk

dibuang dan septum yang tersisa digantung pada garis tengah.

Sebagian tulang dan kartilago yang dibuang lalu ditanamkan

kembali. Bila bagian tulang septum yang dikeluarkan cukup besar,

punggung hidung dapat kolaps sehingga terbentuk “hidung pelana”.


Septoplasty merupakan prosedur operasi yang dilakukan untuk

koreksi kelainan septum. Septoplasty dengan menggunakan lampu

kepala mempunyai keterbatasan visualisasi terutama kelainan

septum di posterior. Teknik operasi ini dapat memberikan

pendekatan yang langsung ke target pada septum yang mengalami

kelainan anatomi, minimal invasive dengan melakukan diseksi

terbatas pada jabir mukosa dan hanya mengangkat sebagian kecil

kartilagi dan atau tulang yang mengalami deformitas saja. Insisi

dapat dibuat satu atau lebih dan boleh dilakukan pada salah satu

sisi mukosa septum mana saja (Prepageran, 2010).

Gambar 1.2 Septoplasty

Prosedur septoplaty menurut Prepageran (2010) adalah:

a. Dengan menggunakan pisau #15, dibuat sebuah insisi disepanjang

ujung hidung (kaudal) sisi yang mengalami deviasi


b. Apabila deviasi terjadi dipangkal septum, maka tulang dan tulang

rawan terlibat. Karena itu, diseksi tumpul tidak dapat dilakukan

dengan metode freer konfensional. Akan diperlukan diseksi tajam

dan pemakaian osteotom

c. Setelah mukoperikondrium diangkat secara medial dan lateral disisi

yang terkena, dilaukan pengirisan konfeks agar septum menjadi

lurus

d. Apabila terdapat deviasi proksimal, maka diperlukan pengangkatan

mukoperikondrium lebih lanjut. Dilakukan pemotongan atau

pengirisan terhadap deviasi penyebab untuk mengangkat tekukan

e. Karena tulang rawan memiliki “daya ingat”, maka tanam tulang

rawan atau belat teflon harus dijahit ditempat strategis jika

mukoperikondrium tidak utuh

f. Apabila terdapat deformitas hidung, maka harus dibuat suatu insisi

antara tulang rawan hidung lateral dan septum

g. Insisi ditutup dengan benang yang dapat diserap menggunakan

jarum pemotong kecil. Belat teflon dapat dipasang dengan nilon

dengan menggunakan jarum pemotong

h. Apabila belat tidak digunakan, maka hidung dapat ditampon.

Sebaliknya, yang dilakukan adalah pembalutan kassa


C. Diagnosis Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien deviasi septum menurut

NANDA (2018-2020) dalam Herdman (2018) adalah:

1. Nyeri akut beruhubungan dengan agens cedera fisik

2. Resiko tinggi terjadinya pendarahan ditandai dengan

adanya luka operasi

3. Resiko infeksi ditandai dengan faktor risiko prosedur

invasif

4. Defisiensi pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang

kondisi, prognosis dan program pengobatan


D. Intervensi Keperawatan

Intervensi Menurut Docterman & Bullchek (2013)

1. Nyeri akut berhubungan dengan

agens cedera fisik

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …

x… jam diharapkan nyeri akut dapat teratasi

Kriteria hasil :

a. Pasien tidak gelisah

b. Skala nyeri berkurang

c. TTV :

TD : 120/80-140/90mmHg

N : 70-80x/menit

Tabel 1.1 Intervensi dan Rasioanl


Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik
Intervensi Rasional
1. Observasi nyeri 1. Menilai nyeri yang dirasakan
2. Observasi TTV klien
3. Ajarkan teknik relaksasi nafas 2. Nyeri dapat mempengaruhi
dalam TTV
4. Berikan obat analgesik sesuai 3. Relaksasi nafas dalam dapat
instruksi dokter melancarkan sirkulasi
pernafasan, sehingga dapat
menurunkan nyeri
4. Pemberian obat dapat
mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan

2. Resiko tinggi terjadinya

pendarahan ditandai dengan adanya luka operasi

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …

x… jam diharapkan tidak terjadi perdarahan

Kriteria hasil :

a. Pendarahan dan pembengkakan dapat

diminimalkan

b. Pasien mengatakan tidak ada darah yang

merembes lewat tampon

c. Rembesan darah tidak terjadi

Tabel 1.2 Intervensi dan Rasional

Resiko tinggi terjadinya pendarahan ditandai dengan adanya luka operasi


Intervensi Rasional
1. Kaji tanda-tanda vital pasien 1. Penurunan tekanan darah dan
2. Berikan kompres dingin diatas tachicardi mengindikasikan
area incise yang sakit adanya pendarahan
3. Monitor adanya darah yang 2. Menyebabkan vasokontriksi
merembes secara terus menerus pembuluh darah sehingga
melalui tampon. mengurangi pendarahan dan
4. Edukasi pasien dan keluarga pembengkakan
cara meminimalisir tekanan 3. Membantu dalam menentukan
pada daerah insisi (luka post intervensi yang tepat
operasi) 4. Supaya tidak terjadi pendarahan
5. Kaloborasi dengan dokter dalam yang hebat
dalam memberikan therapy 5. Untuk mengatasi/ mengontrol
vasokonstriktor sesuai indikasi pendarahan

3. Risiko infeksi ditandai dengan

faktor risiko prosedur invasive

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …

x… jam diharapkan tidak terjadi infeksi

Kriteria hasil :

a. Tanda dan gejala infeksi tidak ditemukan

b. Suhu tubuh normal

c. Pasien mengerti tentang tanda dan gejala

infeksi

Tabel 1.3 Intervensi dan Rasional

Risiko infeksi ditandai dengan faktor risiko prosedur invasif


Intervensi Rasional
1. Observasi kulit dan jaringan 1. Mengetahui kondisi disekitar
lokasi pembedahan apakah ada
disekitar lokasi pembedahan
tanda-tanda infeksi atau tidak
2. Lakukan perawatan luka 2. Meminimalkan terjadinya
infeksi
3. Ajarkan pasien dan keluarga
3. Menambah pengetahuan pasien
mengenai tanda dan gejala dan keluarga
infeksi 4. Terapi farmakologis
4. Kolaborasi pemberian obat
antimikroba

4. Defisiensi pengetahuan

(kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis dan program

pengobatan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …

x… jam diharapkan pengetahuan meningkat

Kriteria hasil :

a. Pasien mengatakan pemahaman mengenai

proses penyakit

b. Pasien turut berpartisivasi dalam program

pengobatan

Tabel 1.4 Intervensi dan Rasional

Defisiensi pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis


dan program pengobatan
Intervensi Rasional
1. Kaji ulang tingkat pengetahuan 1. Menjadi petunjuk bagi perawat
pasien dalam memberikan penjelasan
2. Jelaskan tentang proses 2. Memberikan pengetahuan
penyakit dan pengobatan yang berdasarkan tingkat kebutuhan
diberikan secara sederhana dan pasien
mudah dimengerti 3. Agar tercipta hubungan saling
3. Bina hubungan saling percaya percaya diantara pasien dengan
dengan pasien perawat
4. Beri kesempatan kepada pasien 4. Mengetahui kebutuhan kongitif
untuk bertanya mengenai hal- pasien tentang penyakitnya
hal yang tidak dimengerti 5. Menentukan intensitas
5. Anjurkan pasien untuk pengetahuan yang dimiliki
mengulangi penjelasan yang pasien.
sudah diberikan

BAB II

RESUME KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Nama Mahasiswa : Ayu Gilang Rahmawaty
Tempat Praktik : Ruang Anggrek 1 IRNA 1 RSUD Dr. Sardjito

Yogyakarta
Sumber Data : Pasien, Keluarga, Rekam Medik, Perawat/Tenaga

Kesehatan Lain
Metode Pengkajian : Observasi, Wawancara Studi Dokumentasi,

Pemeriksaan Fisik
Waktu Praktik : 9 Mei – 11 Mei 2019

1. Data Dasar

a. Identitas Pasien

Nama : An. “B”

Umur : 16 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Alamat : Sragen, Jawa Tengah

Pekerjaan : Pelajar

Diagnosa Medis : Septum Deviasi Post Operasi

Septoplasty Hari Ke-1

Tanggal Masuk : 7 Mei 2019

Tanggal Pengkajian : 9 Mei 2019

b. Penanggung Jawab

Nama : Ny. “R”

Umur : 55 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Buruh Tani

Alamat : Sragen

Hubungan Dengan Pasien : Ibu Kandung

c. Riwayat Kesehatan

1) Faktor Presipitasi

Polip ±1 tahun yang lalu.

2) Faktor Presdisposisi
Pasien mengatakan pernah jatuh saat SD, jatuh dari sepeda dan

hidung terbentur stang sepeda.

2. Data Fokus

a. Alasan Masuk Rumah Sakit

Pasien datang ke poli THT diantar oleh keluarga atas

rujukan dari RSU Sarila Husada Sragen pada hari Selasa, 7 Mei

2019 dengan keluhan hidung tersumbat dan memberat pada 5

bulan terakhir.

b. Keluhan Utama

Pasien mengatakan sulit bernapas karena hidung ditampon,

pasien bernapas melalui mulut. Pasien mengeluh nyeri dengan

skala 4 (0-10) dengan intensitas hilang timbul, seperti disayat-sayat

pada bagian hidung dan merambat ke dahi.

P: Post operasi septoplasty

Q: Disayat-sayat

R: Hidung merambat ke dahi

S: 4 (0-10)

T: Hilang timbul
Pasien juga mengeluh lemas, tidak nafsu makan karena

tenggorokan sakit saat menelan dan berbicara.

c. Pemeriksaan Fisik

1) Status kesehatan umum:

Keadaan umum : Lemah

2) Tanda-tanda vital:

a) TD : 125/72 mmHg

b) N : 96 x/menit

c) RR : 22 x/menit

d) S : 37,3°C

3) Status gizi

Berat Badan : Sebelum sakit : 42 Kg

: Setelah sakit : 42 Kg

Tinggi Badan : 170 cm

BB(kg)
IMT :
TB(m)2

42
: = 14,5 kg/cm (underweight)
1,72

Kategori indeks massa tubuh menurut Perkeeni (2011):

IMT < 18,5 : Berat badan kurang (underweight)

IMT 18,5–22,9 : Berat badan normal

IMT 23,0-29,9 : Berat badan berlebih (overweight)

IMT 25,0-29,0 : Obesitas derajat I

IMT >30 : Obesitas derajat II


4) Pemeriksaan fisik

a. Kepala

(1) Muka

Muka tampak lesu, warna kulit sawo matang

(2) Mata

Konjungtiva anemis

(3) Hidung

Terpasang tampon pada kedua rongga hidung

(4) Mulut

Bibir pecah-pecah, membran mukosa kering

b. Dada :

(1) Paru-paru

I : pergerakan dada simetris

P : tidak ada nyeri tekan, tidak ada krepitasi

P : sonor

A : vesikuler, tidak ada suara napas tambahan

(2) Jantung

I : ictus cordis tidak tampak

P : tidak ada nyeri tekan

P : redup

A : S1, S2 murni tanpa bising

c. Abdomen :
I : tidak ada lesi, tidak ada massa

P : timpani

P : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan

A : bising usus 12x/menit

d. Ekstremitas

(1) Ekstremitas Atas

Terpasang infus RL 20 Tpm sejak tanggal 8 Mei 2019,

aliran lancar, balutan bersih.

(2) Ekstermitas Bawah

Tidak ada lesi, ekstermitas bawah simetris kanan dan

kiri, kuku bersih, kekuatan otot 5, tidak ada kelainan

bentuk tulang.

(3) Kekuatan Otot


5 5
5 5

Tabel 2.1 Kekuatan Otot


Skal Kenormalan kekuatan
Ciri-ciri
a (100%)
0 0 Paralisis
Tidak ada gerakan,
1 10
teraba/terlihat adanya kontraksi
Gerakan otot penuh menentang
2 25
gravitasi dengan sokongan
Gerakan normal menentang
3 50
gravitasi
Gerakan normal penuh
4 75 menentang gravitasi dengan
sedikit penahanan
Gerakan normal penuh
5 100 menentang gravitasi dengan
penahanan penuh
(4) Pola aktivitas dan bantuan

Tabel 2.2 Pola Aktivitas dan Bantuan


Kemampuan
0 1 2 3 4
Keperawatan Diri
Makan/minum 
Mandi 
Toileting 
Berpakaian 
Mobilitas di tempat tidur 
Berpindah 
Ambulasi/ROM 

Keterangan:

1 : Mandiri 3 : Dibantu orang lain dan alat

2 : Alat bantu 4 : Tergantung total

3 : Dibantu orang lain

5) Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil Radiologi atau MSCT SPN (Tanggal 5 April 2019)

Kesan:

- Mengarah gambaran glioma pontin di pons aspek

dextra, yang menyempitkan ringan ventrikel quartus

- Deviasi septum nasi ke arah sinistra

- Rhinitis

- Tak tampak limphadenopati cervicalis

- Tak tampak destruksi tulang

b. Hasil Thorax AP Anak (Tanggal 29 April 2019)

Kesan:

- Pulmo tak tampak kelainan

- Besar cor normal

c. Hasil Laboratorium (Tanggal 29 April 2019)

Tabel 2.3 Pemeriksaan Laboratorium


Nama Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Kesan
Rujukan
FAAL HATI
Albumin 5.31 g/dL 3.97 – 4.94 H
HEMOSTATIS
PPT 16.6 detik 12.3 – 15.3 H
Kontrol PPT 13.4 -
INR 1.23 0.90 – 1.10 H
APTT 40.9 detik 27.9 – 37.0 H
Kontrol APPT 30.4 -
DARAH LENGKAP
MCV 79.5 fL 80.0 – 94.0 L
MCH 26.5 pg 26.0 – 32.0
Eosinofil % 0.8 % 1.0 – 3.0 L
MPV 7.0 fl 7.2 – 10.4 L
d. Terapi Pengobatan

Tabel 2.4 Terapi Pengobatan


Nama obat Dosis Rute Indikasi Kontra indikasi Efek samping
Ceftriaxon 1 gr/ IV 1. Infeksi 1. Alergi 1. Bengkak
12 jam saluran 2. Neonatus 2. Nyeri
pernapasan hiperbilirubin 3. Mual dan
bawah muntah
2. Otitis 4. Sakit perut
3. Infeksi 5. Sakit kepala
saluran 6. Lidah sakit
kemih dan bengkak
4. Gonore 7. Berkeringat
5. Infeksi 8. Vagina gatal
sistemik dan
6. Infeksi mengeluarkan
intra- cairan
abdominal
7. Meningitis
Ranitidine 50 mg/ IV 1. Tukak 1. Lansia 1. Gelisah
12 jam lambung 2. Ibu hamil dan 2. Gatal, ruam
2. GERD menyusui 3. Gangguan
3. Gatritis 3. Kanker pernapasan
4. Maag lambung 4. Muntah
4. Penyakit 5. Kulit dan
ginjal mata
5. Diabetes menguning
Ketorolac 30 mg/ IV 1. Nyeri 1. Hipersensitivit 1. Nyeri dada
12 jam ringan dan as 2. BAB hitam
berat 2. Gangguan dan berdarah
ginjal berat 3. Batuk darah
4. Bengkak
5. Mual
6. Demam
Asam 500 IV 1. Mengurangi 1. Hipersensitivit 1. Mual dan
Tranexamad mg/ 8 perdarahan as muntah
jam 2. Perdarahan 2. Diare
sub arachnoid 3. Anoreksia
3. Cidera kepala 4. Eksantema
4. Hematuri 5. Sakit kepala
5. Kejang
6. Gangguan
ginjal

3. Analisis Data

a) Pengelompokan Data

Tabel 2.5 Pengelompokan Data


Data Subjektif Data Objektif
1. Pasien mengeluh nyeri: 1. TTV
P: Post operasi TD : 125/72 mmHg
septoplasty N : 96 X/Menit
Q: Disayat-sayat RR : 22 X/Menit
R: Hidung merambat ke S : 37,3 °C
dahi 2. Terpasang infus pada lengan kiri
S: 4 (0-10) 3. Terpasang tampon pada kedua
T: Hilang timbul rongga hidung
2. Pasien juga mengeluh 4. Pasien tampak meringis menahan
lemas, tidak nafsu makan nyeri
3. Keluarga pasien 5. Pasien tampak gelisah
mengatakan pasien 6. Pasien tampak menangis
belum makan sejak 7. Pasien post operasi septoplasty
selesai operasi 8. Pasien terbaring ditempat tidur
4. Pasien mengatakan 9. Skor humpty dumpty 13 (>12
tenggorokan sakit saat resiko tinggi)
menelan dan berbicara 10. Pasien bicara pelan
5. Keluarga pasien 11. Pasien tampak kesakitan saat
mengatakan pasien menelan
belum mandi 12. Kulit pasien terasa lengket
6. Pasien mengatakan tidak 13. Pasien tampak lesu
mau mandi karena dingin 14. Keluarga tampak membantu pasien
7. Keluarga pasien ke kamar mandi
mengatakan pasien ke 15. Aktivitas mandi pasien dibantu
kamar mandi dibantu keluarga
8. Pasien mengatakan 16. Pasien dibantu keluarga untuk
pernah jatuh saat SD kekamar BAK
17. Pasien berjalan sempoyongan
18. Pasien tampak lemas
19. Pasien dalam program pengobatan
post operasi
20. Trauma pemasangan ET saat
operasi

b) Analisis Data

Tabel 2.6 Analisa Data


No Data Etiologi Problem
1. Ds:
- Pasien mengeluh nyeri:
P: Post operasi septoplasty
Q: Disayat-sayat
R: Hidung merambat ke dahi
S: 4 (0-10)
T: Hilang timbul Agens Cedera Fisik
(Post Operasi Nyeri Akut
Do:
Septoplasty)
- Pasien tampak meringis
menahan nyeri
- Pasien tampak gelisah
- Pasien tampak menangis
- N: 96 x/menit

2. Ds: -
Do:
- S: 37,3°C
- Terpasang infus pada lengan Prosedur Invasif Resiko Infeksi
kiri
- Terpasang tampon pada
kedua rongga hidung
3. Ds: -
Do:
- Pasien post operasi
septoplasty Trauma Resiko Perdarahan
- TD: 125/72 mmHg
- Pasien dalam program
pengobatan post operasi
4. Ds:
- Pasien mengatakan pernah
jatuh saat SD
Do:
- Pasien terbaring ditempat
Periode Pemulihan
tidur Resiko Jatuh
Pasca Operasi
- Pasien tampak lemah
- Aktivitas pasien dibantu
keluarga
- Skor humpty dumpty 13
(>12 resiko tinggi)

No Data Etiologi Problem


5. Ds: Trauma Gangguan Menelan
- Pasien mengatakan
tenggorokan sakit saat
menelan dan berbicara
- Keluarga pasien mengatakan
pasien belum makan sejak
selesai operasi

Do:

- Pasien bicara pelan


- Pasien tampak kesakitan saat
menelan
- Trauma pemasangan ET saat
operasi
6. Ds: Kelemahan Defisit Perawatan
- Keluarga pasien mengatakan Diri: Mandi
pasien belum mandi
- Pasien mengatakan tidak mau
mandi karena dingin

Do:
- Kulit pasien terasa lengket
- Pasien tampak lesu
- Aktivitas mandi pasien dibantu
keluarga

7. Ds:
- Keluarga pasien mengatakan
pasien ke kamar mandi dibantu
Do: Defisit Perawatan
Kelemahan
- Keluarga tampak membantu Diri: Eliminasi
pasien ke kamar mandi
- Pasien berjalan sempoyongan
- Pasien tampak lemas

B. Diagnosis Keperawatan

Berikut diagnosa keperawatan yang muncul, disusun sesuai dengan

prioritas diagnosa :

1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (post operasi

Septoplasty), ditandai dengan:

Data subjektif:

a. Pasien mengeluh nyeri:

P: Post operasi septoplasty

Q: Disayat-sayat

R: Hidung merambat ke dahi

S: 4 (0-10)
T: Hilang timbul

Data objektif:

a. Pasien tampak meringis menahan nyeri

b. Pasien tampak gelisah

c. Pasien tampak menangis

d. N: 96 x/menit

2. Resiko infeksi dengan kondisi terkait prosedur invasive, ditandai

dengan:

Data subjektif: -

Data objektif:

a. S: 37,3°C

b. Terpasang infus pada lengan kiri

c. Terpasang tampon pada kedua rongga hidung

3. Resiko perdarahan dengan kondisi terkait trauma, ditandai dengan:

Data subjektif: -

Data objektif:

a. Pasien post operasi septoplasty

b. TD: 125/72 mmHg

c. Pasien dalam program pengobatan post operasi

4. Resiko jatuh dengan kondisi terkait periode pemulihan pasca operasi,

ditandai dengan:

Data subjektif:

a. Pasien mengatakan pernah jatuh saat SD


Data objektif:

a. Pasien terbaring ditempat tidur

b. Pasien tampak lemas

c. Aktivitas pasien dibantu keluarga

d. Skor humpty dumpty 13 (>12 resiko tinggi)

5. Gangguan menelan berhubungan dengan trauma, ditandai dengan:

Data subjektif:

a. Pasien mengatakan tenggorokan sakit saat menelan dan berbicara

b. Keluarga pasien mengatakan pasien belum makan sejak selesai

operasi

Data objektif:

a. Pasien bicara pelan

b. Pasien tampak kesakitan saat menelan

c. Keluarga pasien mengatakan pasien belum makan sejak selesai

operasi

d. Trauma pemasangan ET saat operasi

6. Defisit perawatan diri: mandi berhubungan dengan kelemahan,

ditandai dengan:

Data subjektif:

a. Keluarga pasien mengatakan pasien belum mandi

b. Pasien mengatakan tidak mau mandi karena dingin

Data objektif:

a. Kulit pasien terasa lengket


b. Pasien tampak lesu

c. Aktivitas pasien dibantu keluarga

7. Defisit perawatan diri: eliminasi berhubungan dengan kelemahan,

ditandai dengan:

Data subjektif:

a. Keluarga pasien mengatakan pasien ke kamar mandi dibantu

Data objektif:

a. Keluarga tampak membantu pasien ke kamar mandi

b. Pasien berjalan sempoyongan

c. Pasien tampak lemas


C. Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi

Tabel 2.7 Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi Diagnosa Keperawatan Nyeri Akut
Perencanaan
No Diagnosis Keperawatan Implementasi Evaluasi
Tujuan Intervensi Rasional
1. Nyeri akut berhubungan Setelah Manajemen Kamis, 9 Mei 2019 Kamis, 9 Mei 2019
dengan agens cedera fisik dilakukan Nyeri 07.45 WIB 07.50 WIB
(post operasi Septoplasty), tindakan 1. Lakukan 1. Mengetahui 1. Melakukan S:
ditandai dengan: keperawatan pengkajian lokasi, pengkajian - Pasien
Ds: selama 3x24 nyeri secara karakteristik, ulang nyeri mengatakan
a. Pasien mengatakan jam, diharapkan komprehensi durasi, secara nyeri
nyeri masalah f frekuensi, komprehensif P: Post operasi
P: Post operasi keperawatan kualitas nyeri septoplasty
septoplasty nyeri akut dapat 2. Mengurangi Q: Disayat-
Q: Disayat-sayat teratasi dengan 2. Beri posisi nyeri, Gilang sayat
R: Hidung merambat kriteria hasil: nyaman membuat R: Hidung
ke dahi Kontrol Nyeri rileks merambat ke
S: 4 (0-10) 1. Pasien 3. Mengurangi dahi
T: Hilang timbul mampu 3. Ajarkan nyeri saat S: 4 (0-10)
Do: mengenali teknik non nyeri datang T: Hilang
a. Pasien tampak kapan nyeri farmakologi timbul
meringis menahan terjadi relaksasi
nyeri 2. Skala nyeri napas 4. Ketorolac O:
b. Pasien tampak gelisah berkurang 4. Kelola adalah obat - Pasien tampah
c. Pasien tampak dari skala 4 pemberian analgetik meringis
menangis menjadi obat untuk menahan nyeri
d. N: 96 x/menit skala 1 Ketorolac 30 mengurangi - Pasien tampak
mg melalui nyeri gelisah
IV sesuai - N: 98x/menit
indikasi
dokter
Gilang
Diagnosis Perencanaan
No Implementasi Evaluasi
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
3. Pasien 08.00 WIB 08.10 WIB
tenang 2. Mengajarkan S:
4. Nadi dalam teknik - Pasien
batas normal relaksasi mengatakan
(60- napas dalam mengerti
100x/menit) O:
5. Pasien - Pasien tampak
mampu Gilang kooperatif
mengontrol - Pasien tampak
nyeri dengan ikut melakukan
teknik non apa yang
farmakologi dicontohkan

Gilang
08.15 WIB 08.30
3. Memberikan S: -
obat O:
Ketorolac - Injeksi obat
melalui IV Ketorolac
30mg/12jam/IV
masuk
Gilang - Tidak ada tanda
alergi (gatal,
panas)
Gilang
Diagnosis Perencanaan
No Implementasi Evaluasi
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
16.00 WIB
S:
- Pasien
mengatakan
masih nyeri
P: Post operasi
septoplasty
Q: Disayat-sayat
R: Hidung
merambat ke
dahi
S: 4 (0-10)
T: Hilang timbul

O:
- Pasien tampak
meringis
menahan nyeri
1. Pasien
tampak
menangis
A: Masalah
keperawatan nyeri
akut belum teratasi.
Dengan kriteria
yang belum teratasi:
Diagnosis Perencanaan Implementasi Evaluasi
No
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Pasien mampu
mengenali kapan
nyeri terjadi
2. Skala nyeri
berkurang dari
skala 4 menjadi
skala 1
3. Pasien tenang
4. Pasien mampu
mengontrol nyeri
dengan teknik
non farmakologi
Yang teratasi:
1. Nadi dalam batas
normal (60-
100x/menit)
P:
- Lanjutkan
intervensi:
1. Lakukan
pengkajian
nyeri secara
komprehensif
2. Beri posisi
nyaman
3. Ajarkan
teknik
relaksasi
napas
Diagnosis Perencanaan
No Implementasi Evaluasi
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
4. Kelola
pemberian obat
Ketorolac 30 mg
melalui IV
sesuai indikasi
dokter

Gilang
Tabel 2.8 Catatan Perkembangan Diagnosa Nyeri Akut
SOAP IMPLEMENTASI EVALUASI
Jumat, 10 Mei 2019
07.45 WIB 07.50 WIB 07.55 WIB
S: 1. Mengkaji nyeri secara S:
- Pasien mengatakan nyeri masih komprehensif - Pasien mengatakan nyeri masih
terasa terasa
P: Post operasi septoplasty P: Post operasi septoplasty
Q: Disayat-sayat Gilang Q: Disayat-sayat
R: Hidung merambat ke dahi R: Hidung merambat ke dahi
S: 4 (0-10) S: 4 (0-10)
T: Hilang timbul T: Hilang timbul

O: O:

- Pasien tampak meringis menahan - Pasien tampak meringis menahan


nyeri nyeri
- Pasien tampak gelisah
A:
Masalah keperawatan nyeri akut Gilang
berhubungan dengan agens cidera fisik
belum teratasi 08.00 WIB 08.15 WIB
Dengan kriteria hasil yang belum 2. Memberikan obat Ketorolac S: -
teratasi: melalui IV O:
1. Pasien mampu mengenali kapan - Injeksi obat Ketorolac 30 mg/12
nyeri terjadi jam/IV masuk
2. Skala nyeri berkurang dari skala 4
menjadi skala 1 Gilang
3. Pasien tenang

SOAP IMPLEMENTASI EVALUASI


Jumat, 10 Mei 2019
4. Pasien mampu mengontrol nyeri - Tidak ada respon alergi pada
dengan teknik non farmakologi pasien (gatal, panas)
Yang teratasi:
1. Nadi dalam batas normal (60-
100x/menit) Gilang

P: Lanjutkan intervensi: 09.00 WIB 09.10 WIB


1. Lakukan pengkajian nyeri 3. Memberi posisi nyaman S:
secara komprehensif - Pasien mengatakan nyaman dengan
2. Beri posisi nyaman posisi setengah duduk
3. Ajarkan teknik non Gilang O:
farmakologi relaksasi napas - Pasien tampak rileks
4. Kelola pemberian obat
Ketorolac 30 mg melalui IV
sesuai indikasi dokter Gilang

09.15 WIB 09.30 WIB


4. Mengajarkan teknik relaksasi S:
napas dalam - Pasien mengatakan sudah mengerti
dan akan mempraktikkan saat nyeri
datang
Gilang O:
- Pasien tampak kooperatif
- Pasien mampu mengulangi apa
yang dicontohkan

Gilang

SOAP IMPLEMENTASI EVALUASI


Jumat, 10 Mei 2019
16.00 WIB
S:
- Pasien mengatakan nyeri berkurang
P: Post operasi septoplasty

Q: Disayat-sayat

R: Hidung merambat ke dahi

S: 2 (0-10)

T: Hilang timbul

O:
- Pasien tampak rileks
- Nadi 86x/menit
A: Masalah nyeri akut teratasi
sebagian
Dengan kriteria hasil:
Yang teratasi:
1. Pasien mampu mengenali kapan
nyeri terjadi
2. Pasien tenang
3. Pasien mampu mengontrol nyeri
dengan teknik non farmakologi
Yang belum teratasi:
1. Skala nyeri berkurang dari skala
4 menjadi skala 1
2. Nadi dalam batas normal (60-
100x/menit)
SOAP IMPLEMENTASI EVALUASI
Jumat, 10 Mei 2019
P: Lanjutkan intervensi:
1. Lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif
2. Kelola pemberian obat
Ketorolac 30 mg melalui IV
sesuai indikasi dokter

Gilang
Tabel 2.9 Catatan Perkembangan Diagnosa Nyeri Akut
SOAP IMPLEMENTASI EVALUASI
Sabtu, 11 Mei 2019
07.45 WIB 07.50 WIB 07.55 WIB
S: 1. Mengkaji nyeri secara S:
- Pasien mengatakan nyeri masih komprehensif - Pasien mengatakan nyeri
terasa berkurang
P: Post operasi septoplasty P: Post operasi septoplasty
Q: Disayat-sayat Gilang Q: Disayat-sayat
R: Hidung merambat ke dahi R: Hidung merambat ke dahi
S: 1 (0-10) S: 1 (0-10)
T: Hilang timbul T: Hilang timbul

O: O:

- Pasien tampak meringis menahan - Pasien tampak tenang


nyeri
- Pasien tampak gelisah
A:
Gilang
Masalah keperawatan nyeri akut
berhubungan dengan agens cidera fisik 08.00 WIB 08.15 WIB
teratasi sebagian 2. Memberikan obat Ketorolac
Dengan kriteria hasil: melalui IV
Yang teratasi: S: -
1. Pasien mampu mengenali kapan
nyeri terjadi Gilang O:
2. Pasien tenang
3. Pasien mampu mengontrol nyeri - Injeksi obat Ketorolac 30 mg/12
dengan teknik non farmakologi jam/IV masuk

SOAP IMPLEMENTASI EVALUASI


Sabtu, 11 Mei 2019
Yang belum teratasi: - Tidak ada respon alergi (gatal,
1. Skala nyeri berkurang dari skala panas)
4 menjadi skala 1
2. Nadi dalam batas normal (60-
100x/menit)
P: Lanjutkan intervensi: Gilang
1. Lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif 14.00 WIB
2. Kelola pemberian obat S:
Ketorolac 30 mg melalui IV - Pasien mengatakan nyeri
sesuai indikasi dokter berkurang
P: Post operasi septoplasty
Q: Disayat-sayat
Gilang R: Hidung merambat ke dahi
S: 1 (0-10)
T: Hilang timbul

O:
- Pasien tampak tenang
- Pasien mampu mengontrol dengan
teknik relaksasi napas dalam
- Nadi 84x/menit
A: Masalah nyeri akut teratasi
Dengan kriteria hasil yang teratasi:
1. Pasien mampu mengenali kapan
nyeri terjadi
2. Skala nyeri berkurang dari skala
4 menjadi skala 1
3. Pasien tenang
SOAP IMPLEMENTASI EVALUASI
Sabtu, 11 Mei 2019
4. Nadi dalam batas normal (60-
100x/menit)
5. Pasien mampu mengontrol nyeri
dengan teknik non farmakologi
P: Monitor nyeri berulang

Gilang
Tabel 2.10 Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi Diagnosa Keperawatan Resiko Infeksi
Diagnosis Perencanaan
No Implementasi Evaluasi
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
2. Resiko infeksi dengan Setelah dilakukan Perlindungan Kamis, 9 Mei 2019 Kamis, 9 Mei 2019
kondisi terkait tindakan keperawatan Infeksi 07.45 WIB 07.50 WIB
prosedur invasive, selama 3x24 jam, 1. Monitor 1. Mengetahui 1. Memonitor S: -
ditandai dengan: diharapkan masalah adanya tanda-tanda tanda-tanda O:
Ds: - keperawatan resiko tanda-tanda infeksi infeksi dan - Terdapat tampon
Do: infeksi tidak terjadi infeksi dan suhu tubuh pada kedua rongga
a. S: 37,3°C dengan kriteria hasil: suhu tubuh 2. Menjaga hidung
b. Terpasang infus Kontrol Infeksi 2. Bantu luka agar - Terdapat tusukan
pada lengan kiri 1. Tidak ada tanda- perawatan tetap bersih Gilang infus pada lengan kiri
c. Terpasang tanda infeksi luka - Tidak ada tanda-
tampon pada a. Kalor: Tidak 3. Agar tanda infeksi
kedua rongga ada 3. Ganti linen lingkungan - Suhu: 36,8°C
hidung kemerahan tetap bersih
b. Dolor: Tidak
ada rasa Gilang
nyeri Kontrol Infeksi 4. Cuci tangan
c. Rubor: Tidak 4. Edukasi dapat 07.50 WIB 08.00 WIB
ada pasien dan mencegah 2. Memberikan S:
kemerahan keluarga terjadinya edukasi pada - Pasien dan keluarga
d. Tumor: tentang infeksi pasien dan mengatakan masih
Tidak ada cara cuci keluarga bingung tentang cara
bengkak tangan tentang cara cuci tangan
e. Fungsiolaesa yang benar cuci tangan O:
: Tidak ada dan tanda- - Pasien dan keluarga
kelainan tanda tampak bingung
fungsi pada infeksi
area hidung Gilang
Diagnosis Perencanaan Implementasi Evaluasi
No
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
dan tusukan infus 5. Kelola 5. Ceftriaxone - Pasien dan keluarga
(lengan kiri) pemberian adalah obat tampak mengikuti cara
2. Suhu tubuh dalam Ceftriaxone antibiotic cuci tangan
batas normal (36,5 1 gr melalui untuk
– 37,5̊C) IV sesuai mencegah
3. Pasien mengenali indikasi infeksi Gilang
tanda-tanda infeksi dokter
08.00 WIB 08.15 WIB
3. Memberikan S: -
obat O:
Ceftriaxone - Injeksi Ceftriaxone 1
melalui IV gr/12 jam/IV masuk

Gilang
Gilang

16.00 WIB
S: -
O:
- Tanda infeksi dolor
(rasa nyeri)
- Balutan tampak
bersih
- Suhu: 36,4̊C
A:
- Masalah
keperawatan resiko
infeksi belum teratasi :
Diagnosis Perencanaan Implementasi Evaluasi
No
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Tidak ada tanda-
tanda infeksi
- Kalor: Tidak
ada
kemerahan
- Dolor: Tidak
ada rasa nyeri
- Rubor: Tidak
ada
kemerahan
- Tumor: Tidak
ada bengkak
- Fungsiolaesa:
Tidak ada
kelainan
fungsi pada
area hidung
dan tusukan
infus (lengan
kiri)
2. Pasien
mengenali
tanda-tanda
infeksi
3. Pasien
mengenali
tanda-tanda
infeksi

Diagnosis Perencanaan Implementasi Evaluasi


No
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
Yang tercapai:
1. Suhu tubuh
dalam batas
normal (36,5 –
37,5̊C)
P: Lanjutkan
intervensi:
1. Monitor adanya
tanda-tanda
infeksi dan suhu
tubuh
2. Bantu perawatan
luka
3. Ganti sprei
4. Edukasi pasien
dan keluarga
tentang cara cuci
tangan yang benar
5. Kelola pemberian
Ceftriaxone 1 gr
melalui IV sesuai
indikasi dokter

Gilang

Tabel 2.11 Catatan Perkembangan Diagnosa Resiko Infeksi


SOAP IMPLEMENTASI EVALUASI
Jumat, 10 Mei 2019
07.45 WIB 07.50 WIB 07.55 WIB
S: - 1. Membantu perawatan luka S: -
O: O:
- Tidak ada tanda-tanda infeksi - Luka tampak bersih
- Balutan tampak bersih Gilang
- Suhu: 37,2C
A: Gilang
- Masalah keperawatan resiko infeksi
belum teratasi 08.00 WIB 08.05 WIB
Dengan kriteria hasil: 2. Memonitor tanda-tanda infeksi S: -
Yang belum tercapai: dan suhu tubuh O:
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi - Tidak ada tanda-tanda infeksi
- Kalor: Tidak ada kemerahan - Suhu tubuh : 36,6̊C
- Dolor: Tidak ada rasa nyeri Gilang
- Rubor: Tidak ada kemerahan
- Tumor: Tidak ada bengkak Gilang
- Fungsiolaesa: Tidak ada
kelainan fungsi pada area 08.05 WIB 08.15 WIB
hidung dan tusukan infus 3. Mengganti linen S:
(lengan kiri) - Pasien mengatakan lebih enakan
2. Pasien mengenali tanda-tanda diganti dan dirapikan spreinya
infeksi Gilang O:
Yang sudah tercapai: - Sprei tampak bersih dan rapi
3. Suhu tubuh dalam batas normal - Pasien tampak nyaman
(36,5 – 37,5̊C)
Gilang
SOAP IMPLEMENTASI EVALUASI
Jumat, 10 Mei 2019
P: Lanjutkan intervensi: 08.15 08.30 WIB
1. Monitor adanya tanda-tanda 4. Mengelola pemberian obat S: -
infeksi dan suhu tubuh Ceftriaxone 1 gr O:
2. Bantu perawatan luka - Injeksi obat Ceftriaxone 1 gr/12
3. Ganti sprei jam/IV
4. Edukasi pasien dan keluarga Gilang
tentang cara cuci tangan yang
benar Gilang
5. Kelola pemberian Ceftriaxone 1
gr melalui IV sesuai indikasi 13.00 WIB 13.10 WIB
dokter 5. Memberi edukasi kepada pasien S:
dan keluarga tentang cuci tangan - Pasien dan keluarga mengatakan
dan tanda-tanda infeksi sudah mengerti dan menerapkan
Gilang cuci tangan yang benar serta
mengerti tanda-tanda infeksi
Gilang O:
- Pasien dan keluarga kooperatif
- Pasien dan keluarga mampu
mengulangi materi yang diberikan

Gilang
16.00 WIB
S: -
O:
- Luka tampak bersih
- Ada tanda-tanda infeksi yaitu dolor
(rasa nyeri)
- Suhu tubuh : 36,4̊C
SOAP IMPLEMENTASI EVALUASI
Jumat, 10 Mei 2019
A: Masalah resiko infeksi teratasi
sebagian
Dengan kriteria hasil:
Yang belum tercapai:
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi
- Kalor: Tidak ada kemerahan
- Dolor: Tidak ada rasa nyeri
- Rubor: Tidak ada kemerahan
- Tumor: Tidak ada bengkak
- Fungsiolaesa: Tidak ada
kelainan fungsi pada area
hidung dan tusukan infus
(lengan kiri)
Yang sudah tercapai:
1 Suhu tubuh dalam batas normal
(36,5 – 37,5̊C)
2 Pasien mengenali tanda-tanda
infeksi
P: Lanjutkan intervensi:
1. Monitor adanya tanda-tanda
infeksi dan suhu tubuh
2. Bantu perawatan luka
3. Kelola pemberian Ceftriaxone
1 gr melalui IV sesuai indikasi
dokter

Gilang

Tabel 2.12 Catatan Perkembangan Diagnosa Resiko Infeksi


SOAP IMPLEMENTASI EVALUASI
Sabtu, 11 Mei 2019
07.45 WIB 07.50 WIB 08.05 WIB
S: - 1. Membantu perawatan luka S:
O: - Pasien mengatakan lebih enakan
- Luka tampak bersih setelah diganti balutan
- Tidak ada tanda-tanda infeksi Gilang O:
- Suhu tubuh : 36,2̊C - Luka tampak bersih
A: Masalah resiko infeksi teratasi - Terdapat ingus
sebagian
Dengan kriteria hasil:
Yang belum tercapai: Gilang
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi
- Kalor: Tidak ada kemerahan 08.05 WIB 08.20 WIB
- Dolor: Tidak ada rasa nyeri 2. Mengelola pemberian obat S: -
- Rubor: Tidak ada kemerahan Ceftriaxone 1 gr O:
- Tumor: Tidak ada bengkak - Injeksi obat Ceftriaxone 1 gr/12
jam/IV
- Fungsiolaesa: Tidak ada
Gilang
kelainan fungsi pada area
hidung dan tusukan infus
Gilang
(lengan kiri)
Yang sudah tercapai:
08.20 WIB 08.30
2. Suhu tubuh dalam batas normal
3. Memonitor tanda-tanda infeksi S:
(36,5 – 37,5̊C)
dan suhu tubuh - Pasien dan keluarga mengatakan
3. Pasien mengenali tanda-tanda
mengetahui tanda-tanda infeksi
infeksi
O:
P: Lanjutkan intervensi:
Gilang - Tidak ada tanda-tanda infeksi
1. Monitor adanya tanda-tanda
infeksi dan suhu tubuh
SOAP IMPLEMENTASI EVALUASI
Sabtu, 11 Mei 2019
2. Bantu perawatan luka - Suhu tubuh 36,6̊C
3. Kelola pemberian Ceftriaxone 1
gr melalui IV sesuai indikasi
dokter Gilang
16.00 WIB
S:
Gilang - Pasien dan keluarga mengatakan
mengerti tanda-tanda infeksi
O:
- Luka tampak bersih
- Tidak ada tanda-tanda infeksi
- Suhu tubuh : 36,7̊C
A: Masalah resiko infeksi teratasi
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi
- Kalor: Tidak ada kemerahan
- Dolor: Tidak ada rasa nyeri
- Rubor: Tidak ada kemerahan
- Tumor: Tidak ada bengkak
- Fungsiolaesa: Tidak ada
kelainan fungsi pada area
hidung dan tusukan infus
(lengan kiri)
2. Suhu tubuh dalam batas normal
(36,5 – 37,5̊C)
3. Pasien mengenali tanda-tanda
infeksi

SOAP IMPLEMENTASI EVALUASI


Sabtu, 11 Mei 2019
P: Hentikan intervensi

Gilang
Tabel 2.13 Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi Diagnosa Keperawatan Resiko Perdarahan
Diagnosis Perencanaan
No Implementasi Evaluasi
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
3. Resiko perdarahan Setelah Pencegahan Kamis, 9 Mei 2019 Kamis, 9 Mei 2019
dengan kondisi terkait dilakukan Perdarahan 07.45 WIB 07.50 WIB
trauma, ditandai dengan: tindakan 1. Monitor 1. Mengetahui 1. Memonitor S: -
Ds: - keperawatan resiko lebih awal bila resiko O:
Do: selama 3x24 terjadinya terjadi terjadinya - Tidak ada
a. Pasien post operasi jam, diharapkan perdarahan perdarahan perdarahan rembesan pada
septoplasty masalah dan tekanan dan tekanan balutan
b. TD: 125/72 mmHg keperawatan darah darah - TD: 120/80
c. Pasien dalam resiko 2. Batasi 2. Aktivitas yang mmHg
program pengobatan perdarahan aktivitas berlebih dapat
tidak terjadi pasien menimbulkan Gilang
dengan kriteria perdarahan Gilang
hasil:
Keparahan Perawatan 08.00 WIB 08.15 WIB
Cedera Fisik Daerah Area 2. Memberikan S: -
1. Tidak Sayatan obat Asam O:
terjadi 3. Edukasi 3. Meningkatkan Tranexamad - Injeksi obat Asam
perdarahan pasien dan kewaspadaan melalui IV Tranexamad 500
2. Tekanan keluarga cara dan mg/8 jam/IV masuk
darah meminimalisi menindaklanjut
dalam r tekanan pada i lebih awal bila Gilang
batas daerah insisi terjadi suatu
normal (luka post masalah Gilang
(120/80 – operasi)
140/90
mmHg)

Diagnosis Perencanaan
No Implementasi Evaluasi
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
3. Tidak ada 4. Kelola 4. Asam 16.00 WIB 16.15 WIB
penurunan pemberian Tranexamad 3. Mengelola S: -
kesadaran obat Asam adalah obat untuk pemberian O:
Tranexamad mencegah obat Asam - Injeksi obat
500 mg perdarahan Tranexamad Asam
melalui IV 500 mg Tranexamad 500
sesuai mg/8 jam/IV
indikasi masuk
dokter Gilang
Gilang

16.20 WIB
S: -
O:
- Tidak ada
rembesan pada
balutan
- TD: 118/76
mmHg
A: Masalah
keperawatan
resiko
perdarahan
teratasi
sebagian.
Dengan kriteria
yang belum
tercapai:

Diagnosis Perencanaan
No Implementasi Evaluasi
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Tekanan darah
dalam batas
normal (120/80
– 140/90
mmHg)
Yang sudah tercapai
1 Tidak terjadi
perdarahan
2 Tidak ada
penurunan
kesadaran
P: Lanjutkan
intervensi:
1. Monitor resiko
terjadinya
perdarahan dan
tekanan darah
2. Batasi aktivitas
pasien
Edukasi
pasien dan
keluarga cara
meminimalisir
tekanan pada
daerah insisi
(luka post
operasi)
Diagnosis Perencanaan
No Implementasi Evaluasi
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
3. Kelola
pemberian obat
Asam
Tranexamad
500 mg melalui
IV sesuai
indikasi dokter
Gilang

Tabel 2.14 Catatan Perkembangan Diagnosa Resiko Perdarahan


SOAP IMPLEMENTASI EVALUASI
Jumat, 10 Mei 2019
07.45 WIB 07.50 WIB 07.55 WIB
S: - 1. Memonitor resiko terjadinya S: -
O: perdarahan dan tekanan darah O:
- Tidak ada rembesan pada balutan - Tidak ada tanda-tanda perdarahan
- TD: 125/78 mmHg - Tekanan darah : 118/76 mmHg
A: Masalah keperawatan resiko Gilang
perdarahan teratasi sebagian
Dengan kriteria yang belum tercapai Gilang
1. Tekanan darah dalam batas
normal (120/80 – 140/90 mmHg) 08.00 WIB 08.15 WIB
Yang sudah tercapai: 2. Mengelola pemberian obat Asam S: -
1 Tidak terjadi perdarahan Tranexamad 500 mg O:
2 Tidak ada penurunan kesadaran - Injeksi obat Asam Tranexamad 500
P: Lanjutkan intervensi mg/8 jam/IV masuk
1. Monitor resiko terjadinya Gilang
perdarahan dan tekanan darah
2. Batasi aktivitas pasien Gilang
3. Edukasi pasien dan keluarga
cara meminimalisir tekanan 08.15 WIB 08.25 WIB
pada daerah insisi (luka post 3. Membatasi aktivitas pasien S:
operasi) - Pasien mengatakan mengerti dan
4. Kelola pemberian obat Asam akan membatasi aktivitasnya
Tranexamad 500 mg melalui IV Gilang O:
sesuai indikasi dokter - Pasien tampak kooperatif

Gilang Gilang
SOAP IMPLEMENTASI EVALUASI
Jumat, 10 Mei 2019
13.00 WIB 13.10 WIB
4. Memberi edukasi pada pasien S:
dan keluarga tentang cara - Pasien dan keluarga mengatakan
meminimalisir tekanan pada mengerti dan akan mengikuti saran
daerah insisi yang diberikan
O:
- Pasien dan keluarga kooperatif
Gilang - Keluarga tampak antusias
Gilang

16.00 WIB 16.15 WIB


5. Memberikan obat Asam S: -
Tranexamad melalui IV O:
- Injeksi obat Asam Tranexamad 500
mg/8 jam/IV masuk
Gilang

Gilang

16.20 WIB
S: -
O:
- Tidak ada rembesan pada balutan
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
A: Masalah keperawatan resiko
perdarahan teratasi sebagian

SOAP IMPLEMENTASI EVALUASI


Jumat, 10 Mei 2019
Dengan kriteria yang belum tercapai
1. Tekanan darah dalam batas
normal (120/80 – 140/90
mmHg)
Yang sudah tercapai:
1. Tidak terjadi perdarahan
2. Tidak ada penurunan kesadaran
P: Lanjutkan intervensi:
1. Monitor resiko terjadinya
perdarahan dan tekanan darah
2. Kelola pemberian obat Asam
Tranexamad 500 mg melalui
IV sesuai indikasi dokter

Gilang

Tabel 2.15 Catatan Perkembangan Diagnosa Resiko Perdarahan


SOAP IMPLEMENTASI EVALUASI
Sabtu, 11 Mei 2019
07.45 WIB 07.50 WIB 08.00 WIB
S: - 1. Memonitor resiko perdarahan S: -
O: dan tekanan darah O:
- Tidak ada rembesan pada balutan - Tidak ada rembesan pada balutan
- Tekanan darah : 110/70 mmHg - Tekanan darah : 110/76 mmHg
A: Masalah keperawatan resiko Gilang
perdarahan teratasi sebagian
Dengan kriteria yang belum tercapai Gilang
1. Tekanan darah dalam batas
normal (120/80 – 140/90 mmHg) 08.00 WIB 08.15 WIB
Yang sudah tercapai: 2. Memberikan obat Asam S: -
1. Tidak terjadi perdarahan Tranexamad melalui IV O:
2. Tidak ada penurunan kesadaran - Injeksi obat Asam Tranexamad 500
P: Lanjutkan intervensi: mg/8 jam/IV
1. Monitor resiko terjadinya Gilang - Tidak ada reaksi alergi (gatal,
perdarahan dan tekanan darah panas)
2. Kelola pemberian obat Asam
Tranexamad 500 mg melalui IV
sesuai indikasi dokter 16.00 WIB Gilang
3. Memberikan obat Asam
Tranexamad melalui IV 16.15 WIB
Gilang S: -
O:
Gilang - Injeksi obat Asam Tranexamad 500
mg/8 jam/IV
- Tidak ada reaksi alergi

Gilang
SOAP IMPLEMENTASI EVALUASI
Sabtu, 11 Mei 2019
16.20 WIB
S: -
O:
- Tidak ada rembesan pada balutan
- Tidak ada penurunan kesadaran
- Tekanan darah 120/80 mmHg
A: Masalah keperawatan resiko
perdarahan teratasi
Dengan kriteria yang sudah tercapai:
1 Tidak terjadi perdarahan
2 Tekanan darah dalam batas
normal (120/80 – 140/90
mmHg)
3 Tidak ada penurunan kesadaran
P: Hentikan intervensi

Gilang

Tabel 2.16 Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi Diagnosa Keperawatan Resiko Jatuh
Perencanaan Implementasi Evaluasi
No Diagnosis Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
4. Resiko jatuh dengan Setelah Manajemen Kamis, 9 Mei 2019 Kamis, 9 Mei 2019
kondisi terkait trauma, dilakukan Lingkungan: 07.45 WIB 07.50 WIB
ditandai dengan: tindakan Keselamatan 1. Mengkaji S: -
Ds: keperawatan 1. Kaji adanya 1. Mengetahui adanya faktor- O:
a. Pasien mengatakan selama 3x24 faktor- tata laksana faktor resiko - Skala humpty
pernah jatuh saat SD jam, diharapkan faktor selanjutnya jatuh pada dumpty 13 (>12
Do: masalah resiko jatuh pasien resiko tinggi)
a. Pasien terbaring keperawatan pada pasien - Pasien tampak
ditempat tidur resiko jatuh 2. Pasang side 2. Agar pasien terbaring ditempat
b. Aktivitas pasien tidak terjadi rail pada aman Gilang tidur
dibantu oleh keluarga dengan kriteria tempat tidur 3. Sebagai
c. Pasien tampak lemas hasil: 3. Pasang penanda
d. Skor humpty dumpty Kontrol Resiko lambang resiko jatuh Gilang
13 (>12 resiko tinggi) 1. Pasien tidak resiko jatuh
jatuh dari 4. Edukasi 4. Keluarga 07.50 WIB 07.55 WIB
tempat tidur keluarga dapat 2. Memasang side S: -
selama tentang menerapkan rail pada tempat O:
perawatan upaya upaya tidur - Terpasang side
2. Pasien tidak pencegahan pencegahan rail pada tempat
jatuh saat cidera cidera tidur
berpindah Gilang
atau 5. Libatkan 5. Peran
mobilisasi keluarga keluarga Gilang
3. Pasien untuk sangat
mampu mengawasi penting
mobilisasi aktivitas dalam proses
pasien penyembuha
n
Diagnosis Perencanaan Implementasi Evaluasi
No
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
tanpa 07.55 WIB 08.00 WIB
pengawasan 3. Memasang S: -
sticker resiko O:
jatuh - Terpasang sticker
resiko jatuh pada
gelang identitas
pasien
Gilang

16.00 WIB
S: -
O:
- Skala humpty
dumpty 13
- Terpasang side rail
- Pasien terbaring
ditempat tidur
A: Masalah
keperawatan resiko
jatuh teratasi
sebagian
Dengan kriteria
hasil yang belum
teratasi:
1. Pasien mampu
mobilisasi

Diagnosis Perencanaan Implementasi Evaluasi


No
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
tanpa
pengawasan
Yang tercapai:
1. Pasien tidak
jatuh dari
tempat tidur
selama
perawatan
2. Pasien tidak
jatuh saat
berpindah
3. P: Lanjutkan
intervensi
1. Kaji adanya
faktor-faktor
resiko jatuh
pada pasien
2. Pasang side rail
pada tempat
tidur
3. Edukasi
keluarga tentang
upaya
pencegahan
cidera

Perencanaan
No Diagnosis Keperawatan Implementasi Evaluasi
Tujuan Intervensi Rasional
4. Libatkan
keluarga untuk
mengawasi
aktivitas pasien
Gilang

Tabel 2.17 Catatan Perkembangan Diagnosa Resiko Jatuh


SOAP IMPLEMENTASI EVALUASI
Jumat, 10 Mei 2019
07.45 WIB 07.50 WIB 08.00 WIB
S: - 1. Mengkaji faktor-faktor resiko S: -
O: jatuh pasien O:
- Skala humpty dumpty 13 - Skala humpty dumpty 11 (7-11
- Terpasang side rail resiko rendah)
- Pasien terbaring ditempat tidur Gilang - Pasien terbaring ditempat tidur
A: Masalah keperawatan resiko jatuh
teratasi sebagian
Dengan kriteria hasil yang belum Gilang
tercapai: 08.00 WIB
1. Pasien mobilisasi tanpa 2. Memasang side rail 08.05 WIB
pengawasan S: -
Yang tercapai: O:
2. Pasien tidak jatuh dari tempat tidur Gilang - Side rail terpasang
selama perawatan
3. Pasien tidak jatuh saat berpindah
P: Lanjutkan intervensi: Gilang
1. Kaji adanya faktor-faktor resiko 08.05 WIB
jatuh pada pasien 3. Memberi edukasi pada keluarga 08.15 WIB
2. Pasang side rail pada tempat tentang upaya pencegahan S: Keluarga mengatakan mengerti
tidur cidera dan akan melakukan pencegahan
3. Edukasi keluarga tentang upaya cidera pada pasien
pencegahan cidera O:
Gilang - Keluarga tampak kooperatif

Gilang
SOAP IMPLEMENTASI EVALUASI
Jumat, 10 Mei 2019
4. Libatkan keluarga untuk 08.15 WIB 08.30 WIB
mengawasi aktivitas pasien 5. Melibatkan keluarga untuk S:
mengawasi aktivitas pasien - Keluarga mengatakan akan
mengawasi dan membantu segala
Gilang aktivitas pasien
Gilang O:
- Keluarga pasien tampak kooperatif
- Keluarga pasien tampak mengawasi
pasien

Gilang

16.00 WIB
S:
- Keluarga pasien mengatakan
mengawasi dan membantu segala
aktivitas pasien
O:
- Side rail terpasang
- Skor humpty dumpty 11
- Pasien tidak jatuh selama perawatan
- Pasien tidak jatuh saat mobilisasi
A: Masalah keperawatan resiko jatuh
teratasi
Dengan kriteria hasil yang tercapai:
1. Pasien tidak jatuh dari tempat
tidur selama perawatan

SOAP IMPLEMENTASI EVALUASI


Jumat, 10 Mei 2019
2. Pasien tidak jatuh saat
berpindah
3. Pasien mobilisasi tanpa
pengawasan
P: Monitoring aktivitas pasien

Gilang

Tabel 2.18 Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi Diagnosa Keperawatan Gangguan Menelan
Perencanaan
No Diagnosis Keperawatan Implementasi Evaluasi
Tujuan Intervensi Rasional
5. Gangguan menelan Setelah Pencegahan Kamis, 9 Mei 2019 Kamis, 9 Mei 2019
berhubungan dengan dilakukan Aspirasi 07.45 WIB 07.50 WIB
trauma, ditandai dengan tindakan 1. Monitor 1. Mengetahui 1. Memonitor S:
Ds: keperawatan status kondisi status - Pasien
a. Pasien mengatakan selama 3x24 pernapasan umum pernapasan mengatakan
tenggorokan sakit saat jam, diharapkan pasien tenggorokan sakit
menelan dan berbicara masalah 2. Pantau cara 2. Cara makan saat menelan dan
Do: keperawatan makan atau yang benar Gilang berbicara
a. Pasien bicara pelan gangguan bantu jika dapat O:
b. Pasien tampak menelan dapat diperlukan menambah - Pasien tampak
kesakitan saat teratasi, dengan kenyamanan kesakitan saat
menelan kriteria hasil: saat menelan
Status Menelan menelan - Pasien bicara
1. Pasien 3. Edukasi 3. Posisi pelan
tidak kepada semifowler
tersedak keluarga mencegah
2. Usaha untuk terjadinya Gilang
menelan menjaga aspirasi saat
pasien posisi menelan 07.50 WIB 08.00 WIB
meningkat pasien 2. Memantau S:
3. Pasien setelah cara makan - Pasien
nyaman pemberian dan membantu mengatakan sudah
saat makan pasien makan makannya karena
menelan sakit
O:

Gilang
Diagnosis Perencanaan
No Implementasi Evaluasi
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
4. Libatkan 4. Menambah - Pasien tampak
keluarga kenyamanan kesakitan saat
untuk dan makan
memberi menimbulkan - Pasien bicara
makanan keinginan pelan
dalam untuk
jumlah menelan
sedikit Gilang

16.00 WIB
S:
- Pasien
mengatakan masih
sakit untuk menelan
dan berbicara
O:
- Pasien tampak
bicara pelan
- RR: 22x/menit
A: Masalah
keperawatan
gangguan menelan
belum teratasi
Dengan kriteria
hasil:
Yang belum
teratasi:
1. Usaha
menelan
meningkat
Diagnosis Perencanaan
No Implementasi Evaluasi
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
2. Pasien nyaman
saat menelan
Yang teratasi:
1. Pasien tidak
tersedak
P: Lanjutkan
intervensi:
1. Monitor status
pernapasan
2. Pantau cara
makan atau
bantu jika
diperlukan
3. Edukasi kepada
keluarga untuk
menjaga posisi
pasien setelah
pemberian
makan
4. Libatkan
keluarga untuk
memberi
makanan dalam
jumlah sedikit

Gilang

Tabel 2.19 Catatan Perkembangan Diagnosa Gangguan Menelan


SOAP IMPLEMENTASI EVALUASI
Jumat, 10 Mei 2019
07.45 WIB 07.50 WIB 08.00 WIB
S: 1. Memonitor status pernapasan S: -
- Pasien mengatakan masih sakit untuk O:
menelan dan berbicara - RR: 20x/menit
O: Gilang
- Pasien tampak bicara pelan
- RR: 20x/menit Gilang
A: Masalah keperawatan gangguan
menelan belum teratasi 08.00 WIB 08.10 WIB
Dengan kriteria hasil: 2. Memantau cara makan atau S:
Yang belum teratasi: bantu pasien makan - Pasien mengatakan sudah
1. Usaha menelan pasien meningkat mendingan untuk bicara tapi untuk
2. Pasien nyaman saat menelan menelan masih sakit
Yang teratasi: Gilang O:
1. Pasien tidak tersedak - Pasien tampak kesakitan saat
P: Lanjutkan intervensi: menelan
1. Monitor status pernapasan
2. Pantau cara makan atau bantu
jika diperlukan Gilang
3. Edukasi kepada keluarga untuk
menjaga posisi pasien setelah 08.10 WIB 08.20 WIB
pemberian makan 3. Memberi edukasi kepada S:
keluarga untuk menjaga posisi - Keluarga mengatakan mengerti dan
pasien setelah makan akan menjaga posisi pasien untuk
setengah duduk saat dan setelah
makan
Gilang
SOAP IMPLEMENTASI EVALUASI
Jumat, 10 Mei 2019
4. Libatkan keluarga untuk memberi O:
makanan dalam jumlah sedikit - Keluarga tampak kooperatif
Gilang
Gilang
08.20 WIB 08.30 WIB
5. Melibatkan keluarga untuk S:
memberi makanan dalam - Keluarga mengatakan mengerti
jumlah sedikit - Keluarga mengatakan akan
memberi makanan dalam jumlah
sedikit
Gilang O:
- Keluarga tampak kooperatif
- Keluarga tampak antusias

Gilang

16.00 WIB
S:
- Pasien mengatakan sakit saat
menelan sudah berkurang
O:
- Pasien tampak tenang
- Pasien terbaring ditempat tidur
- RR: 20x/menit
- Usaha menelan pasien meningkat

SOAP IMPLEMENTASI EVALUASI


Jumat, 10 Mei 2019
A: Masalah keperawatan gangguan
menelan teratasi sebagian
Dengan kriteria hasil:
Yang belum teratasi:
1. Pasien nyaman saat menelan
Yang teratasi:
1 Pasien tidak tersedak
2 Usaha menelan pasien
meningkat
P: Lanjutkan intervensi:
1. Monitor status pernapasan
2. Pantau cara makan atau
bantu jika diperlukan

Gilang

Tabel 2.20 Catatan Perkembangan Diagnosa Gangguan Menelan


SOAP IMPLEMENTASI EVALUASI
Sabtu, 11 Mei 2019
07.45 WIB 07.50 WIB 08.00 WIB
S: 1. Memonitor status pernapasan S: -
- Pasien mengatakan sakit saat O:
menelan sudah berkurang - RR: 22x/menit
O: Gilang
- Pasien tampak tenang
- Pasien terbaring ditempat tidur Gilang
- RR: 20x/menit
A: Masalah keperawatan gangguan 08.00 WIB 08.10 WIB
menelan teratasi sebagian 2. Memantau cara makan dan S:
Dengan kriteria hasil: bantu pasien makan - Pasien mengatakan sudah tidak
Yang belum teratasi: sakit untuk menelan
1. Pasien nyaman saat menelan - Pasien mengatakan sudah enakan
Yang teratasi: Gilang O:
1 Pasien tidak tersedak - Pasien tampak tenang
2. Usaha menelan pasien meningkat - Pasien nyaman saat menelan

P: Lanjutkan intervensi:
1. Monitor status pernapasan Gilang
2. Pantau cara makan atau bantu
jika diperlukan 16.00 WIB
S:
- Pasien mengatakan sudah enakan
Gilang dan nyaman saat menelan
O:
- Pasien tampak rileks
- Pasien tidak tersedak saat makan
SOAP IMPLEMENTASI EVALUASI
Sabtu, 11 Mei 2019
- Usaha menelan pasien meningkat
A: Masalah keperawatan gangguan
menelan teratasi
Dengan kriteria hasil yang teratasi:
1. Usaha menelan pasien
meningkat
2. Pasien nyaman saat menelan
3. Pasien tidak tersedak
P: Hentikan intervensi

Gilang

Tabel 2.21 Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi Diagnosa Keperawatan Defisit Perawatan Diri: Mandi
N Perencanaan
Diagnosis Keperawatan Implementasi Evaluasi
o Tujuan Intervensi Rasional
6. Defisit perawatan diri: Setelah dilakukan Bantuan Perawatan Kamis, 9 Mei Kamis, 9 Mei
mandi berhubungan dengan tindakan Diri: 2019 2019
kelemahan, ditandai dengan: keperawatan Mandi/Kebersihan 1. Mengetahui 07.45 WIB 07.50 WIB
Ds: selama 3x24 jam, 1. Monitor warna tingkat 1. Memonitor S:
a. Keluarga pasien diharapkan masalah dan kebersihan kebersihan warna dan - Keluarga
mengatakan pasien keperawatan defisit kulit pasien kebersihan pasien
belum mandi perawatan diri: 2. Fasilitasi pasien 2. Meningkatkan kulit mengatakan
b. Pasien mengatakan mandi dapat dalam kebersihan pasien belum
tidak mau mandi karena teratasi, dengan memenuhi diri pasien mandi
dingin kriteria hasil: perawatan diri selama Gilang O:
Do: Perawatan Diri mandi perawatan - Pasien tampak
a. Kulit pasien terasa Mandi 3. Edukasi pasien 3. Pasien dan lesu
lengket 1. Mampu dan keluarga keluarga - Warna kulit
b. Pasien tampak lesu membersihkan tentang mengerti sawo matang
c. Aktivitas mandi pasien tubuh bagian perawatan diri tentang - Kebersihan
dibantu oleh keluarga atas (muka, mandi (cara pentingnya kulit kurang
lengan, dada, memandikan perawatan diri
perut) secara pasien) mandi dan
mandiri cara Gilang
2. Mampu 4. Libatkan memandikan
mengungkapk keluarga dalam yang benar 07.50 WIB 08.00 WIB
an kepuasan memenuhi 4. Keluarga 2. Memberi S:
tentang perawatan diri mampu edukasi pada - Keluarga
kebersihan mandi pasien membantu pasien dan mengatakan
tubuh pasien dalam keluarga mengerti tetapi
3. Pasien tampak perawatan diri tentang masih bingung
segar mandi
Diagnosis Perencanaan
No Implementasi Evaluasi
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
perawatan diri O:
mandi pada - Keluarga pasien
pasien tampak kooperatif

Gilang Gilang

16.00 WIB
S:
- Pasien
mengatakan masih
belum mau mandi
O:
- Pasien tampak
lesu
- Kulit pasien terasa
lengket
A: Masalah
keperawatan defisit
perawatan diri
mandi belum
.teratasi
Dengan kriteria
hasil yang belum
tercapai:
1. Mampu
membersihkan
tubuh bagian
atas (muka,
lengan, dada,
Diagnosis Perencanaan Implementasi Evaluasi
No
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
perut) secara
mandiri
2. Mampu
mengungkapkan
kepuasan
tentang
kebersihan
tubuh
3. Pasien tampak
segar
P: Lanjutkan
intervensi
1. Monitor warna
dan kebersihan
kulit
2. Fasilitasi
pasien dalam
memenuhi
perawatan diri
mandi
3. Edukasi pasien
dan keluarga
tentang
perawatan diri
mandi (cara
memandikan
pasien)

Perencanaan
No Diagnosis Keperawatan Implementasi Evaluasi
Tujuan Intervensi Rasional
4. Libatkan
keluarga
dalam
memenuhi
perawatan
diri mandi
pasien

Gilang

Tabel 2.22 Catatan Perkembangan Diagnosa Defisit Perawatan Diri: Mandi


SOAP IMPLEMENTASI EVALUASI
Jumat, 10 Mei 2019
07.45 WIB 07.50 WIB 08.10 WIB
S: 1. Memfasilitasi pasien dalam S:
- Pasien mengatakan masih belum mau memenuhi perawatan diri mandi - Pasien mengatakan lebih enakan
mandi setelah mandi
O: O:
- Pasien tampak lesu Gilang - Pasien tampak segar
- Kulit pasien terasa lengket
A: Masalah keperawatan defisit
perawatan diri mandi belum teratasi Gilang
Dengan kriteria hasil:
1. Mampu membersihkan tubuh 08.10 WIB 08.15 WIB
bagian atas (muka, lengan, dada, 2. Memonitor warna dan S:-
perut) secara mandiri kebersihan kulit O:
2. Mampu mengungkapkan - Kebersihan kulit baik
kepuasan tentang kebersihan - Warna kulit sawo matang
tubuh Gilang
3. Pasien tampak segar
P: Lanjutkan intervensi Gilang
1. Monitor warna dan kebersihan
kulit
2. Fasilitasi pasien dalam 08.10 WIB 08.25 WIB
memenuhi perawatan diri mandi 3 Memberi edukasi pada pasien dan S:
3. Edukasi pasien dan keluarga keluarga tentang memandikan pasien - Keluarga mengatakan sekarang
tentang perawatan diri mandi sudah paham prosedur memandikan
(cara memandikan pasien) pasien
Gilang

SOAP IMPLEMENTASI EVALUASI


Jumat, 10 Mei 2019
3. Libatkan keluarga dalam O:
memenuhi perawatan diri mandi - Keluarga tampak kooperatif
pasien - Keluarga mampu mengulangi apa
yang sudah disampaikan

Gilang
Gilang

08.25 WIB 08.35 WIB


4. Melibatkan keluarga dalam S:
memenuhi perawatan diri mandi - Keluarga mengatakan akan
pasien membantu memenuhi perawatan diri
mandi pasien
O:
Gilang - Keluarga tampak kooperatif
- Keluarga tampak antusias

Gilang

16.00 WIB
S:
- Pasien mengatakan sudah mandi
- Keluarga pasien mengatakan
pasien dapat membersihkan bagian
muka, dada, dan lengan secara
mandiri
O:
- Pasien tampak segar
SOAP IMPLEMENTASI EVALUASI
Jumat, 10 Mei 2019
- Pasien mampu membersihkan tubuh
bagian atas secara mandiri
A: Masalah keperawatan defisit
perawatan diri: mandi teratasi
Dengan kriteria hasil:
1. Mampu membersihkan tubuh
bagian atas (muka, lengan,
dada, perut) secara mandiri
2. Mampu mengungkapkan
kepuasan tentang kebersihan
tubuh
3. Pasien tampak segar
P: Hentikan intervensi

Gilang
Tabel 2.23 Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi Diagnosa Keperawatan Defisit Perawatan Diri: Eliminasi
Perencanaan
No Diagnosis Keperawatan Implementasi Evaluasi
Tujuan Intervensi Rasional
7. Defisit perawatan diri: eliminasi Setelah Terapi Latihan: Kamis, 9 Mei Kamis, 9 Mei
berhubungan dengan kelemahan, dilakukan Keseimbangan 2019 2019
ditandai dengan: tindakan 1. Monitor respon 1. Mengetahui 07.45 WIB 07.50
Ds: keperawatan pasien pada keseimbangan 1. Memonitor S:
a. Keluarga pasien mengatakan selama 3x24 latihan pasien respon - Pasien
pasien ke kamar mandi jam, keseimbangan pasien mengatakan
dibantu diharapkan Terapi Latihan pada masih lemas
Do: masalah Ambulasi latihan O:
a. Keluarga tampak membantu keperawatan 2. Bantu pasien 2. Belajar keseimban - Pasien tampak
pasien ke kamar mandi defisit untuk berdiri perlahan- gan lemas
b. Pasien berjalan perawatan dan ambulas i lahan untuk
sempoyongan diri: eliminasi dengan jarak mobilisasi
c. Pasien tampak lemas dapat teratasi, tertentu mandiri Gilang Gilang
dengan 3. Instruksikan 3. Pispot adalah
kriteria hasil: pasien alat bantu
Ambulasi menggunakan untuk BAK 08.15 WIB
1. Berjalan pispot jika 08.00 WIB S:
dengan tidak 2. Melibatkan - Keluarga
langkah memungkinkan keluarga mengatakan
yang untuk ke toilet 4. Peran untuk akan mengawasi
konsisten 4. Libatkan keluarga mengawasi semua aktivitas
keluarga untuk sangat ambulasi pasien
mengawasi penting dalam pasien O:
ambulasi proses - Keluarga
pasien penyembuhan tampak
pasien Gilang perhatian
Diagnosis Perencanaan Implementasi Evaluasi
No
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
2. Berjalan dengan pasien
secara
mandiri
dengan jarak Gilang
yang dekat
(20 meter) 16.00 WIB
S:
- Keluarga pasien
mengatakan pasien
tadi siang BAK
dibantu oleh
keluarga
O:
- Keluarga tampak
mengawasi segala
aktivitas pasien
A: Masalah
keperawatan defisit
perawatan diri
eliminasi pasien
belum teratasi
Dengan kriteria
hasil yang berlum
tercapai:
1. Berjalan dengan
langkah yang
konsisten
Diagnosis Perencanaan
No Implementasi Evaluasi
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
2. Berjalan mandiri
dengan jarak
dekat (20m)
P: Lanjutkan
intervensi:
1. Monitor respon
pasien pada
latihan
keseimbangan
2. Bantu pasien
untuk berdiri
dan ambulasi
dengan jarak
tertentu
3. Instruksikan
pasien
menggunakan
pispot jika
tidak
memungkinkan
untuk ke toilet
4. Libatkan
keluarga untuk
mengawasi
ambulasi
pasien

Gilang
Tabel 2.24 Catatan Perkembangan Diagnosa Defisit Perawatan Diri: Eliminasi
SOAP IMPLEMENTASI EVALUASI
Jumat, 10 Mei 2019
07.45 WIB 07.50 WIB 08.00 WIB
S: 1. Memonitor respon pasien pada S:
- Keluarga pasien sudah BAK dan latihan keseimbangan - Pasien mengatakan kuat untuk jalan
dibantu sendiri
O: O:
- Keluarga tampak mengawasi segala - Pasien tampak segar
aktivitas pasien Gilang
A: Masalah keperawatan defisit
perawatan diri eliminasi pasien belum Gilang
teratasi
Dengan kriteria hasil yang berlum 08.10 WIB
tercapai: 08.00 WIB S:
1. Berjalan dengan langkah yang 2. Membantu pasien untuk berdiri - Pasien mengatakan bisa berdiri
konsisten dan ambulasi dengan jarak sendiri dan berjalan sendiri
2. Berjalan mandiri dengan jarak tertentu O:
dekat (20m) - Pasien tampak ambulasi secara
P: Lanjutkan intervensi: mandiri
1. Monitor respon pasien pada Gilang
latihan keseimbangan Gilang
2. Bantu pasien untuk berdiri dan
ambulasi dengan jarak tertentu 08.10 WIB 08.20 WIB
3. Instruksikan pasien menggunakan 3. Menginstruksikan pasien S:
pispot jika tidak memungkinkan menggunakan pispot jika tidak - Pasien mengatakan tidak mau
untuk ke toilet memungkinkan untuk ke toilet menggunakan pispot dan ingin ke
toilet saja jika BAK

Gilang
SOAP IMPLEMENTASI EVALUASI
Jumat, 10 Mei 2019
4. Libatkan keluarga untuk O:
mengawasi ambulasi pasien - Pasien tampak tenang

Gilang
Gilang
08.20 WIB 08.30 WIB
5. Melibatkan keluarga untuk S:
mengawasi ambulasi pasien - Keluarga mengatakan akan
mengawasi segala aktivitas pasien
O:
Gilang - Keluarga tampak kooperatif
- Keluarga tampak mengerti

Gilang

16.00 WIB
S:
- Keluarga pasien mengatakan pasien
BAK secara mandiri, keluarga hanya
mengawasi
- Pasien mengatakan sudah BAK
secara mandiri
O:
- Pasien dapat berjalan secara
mandiri secara konsisten
SOAP IMPLEMENTASI EVALUASI
Jumat, 10 Mei 2019
- Pasien tadi siang tampak BAK
secara mandiri, keluarga hanya
menemani
A: Masalah keperawatan defisit
perawatan diri: eliminasi teratasi
Dengan kriteria hasil yang tercapai:
1. Berjalan dengan langkah yang
konsisten
2. Berjalan mandiri dengan jarak
dekat (20m)
P: Hentikan intervensi

Gilang
BAB III

PEMBAHASAN

Setelah dilakukan asuhan keperawatan melalui pendekatan proses

keperawatan selama tiga hari, mulai tanggal 9 Mei 2019 sampai 11 Mei 2019

didapatkan hasil pengkajian sampai dengan pendokumentasian.

Pada pembahasan kasus ini, penulis mengacu pada proses keperawatan

mulai dari pengkajian, penegakan diagnosa keperawatan, perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi keperawatan sekaligus pendokumentasiannya.

Pembahasan ini dilakukan dengan melihat adanya kesenjangan antara kasus yang

nyata dengan teori dan hambatan-hambatan dalam pelaksanaan Asuhan

Keperawatan pada pasien An. B dengan Septum Deviasi di Ruang Anggrek 1

IRNA 1 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Pembahasan ini bertujuan untuk

membandingkan, membahas, dan menganalisa antara teori dan kenyataan yang

terjadi pada pasien berdasarkan alasan ilmiah. Pembahasan untuk tiap-tiap tahap

proses keperawatan adalah sebagai berikut.

A. Proses Keperawatan

Menurut Setiadi (2011), pada dasarnya proses keperawatan adalah

suatu metode ilmiah yang sistematis dan terorganisir untuk memberikan

asuhan keperawatan kepada pasien.

Proses keperawatan adalah suatu metode yang sistematis dan

terorganisasi dalam pemberian asuhan keperawatan, yang difokuskan pada

reaksi dan respons unik individu pada suatu kelompok atau perorangan
terhadap gangguan kesehatan yang dialami, baik actual maupun potensial

(Deswani, 2011).

Proses keperawatan adalah suatu metode yang sistematis dan ilmiah

yang digunakan perawat untuk memenuhi kebutuhan pasien dalam mencapai

atau mempertahankan keadaan biologis, psikologis, sosial, dan spiritual yang

optimal, melalui tahap pengkajian, identifikasi diagnosis keperawatan,

penentuan rencana keperawatan, serta evaluasi tindakan keperawatan (Suarli

& Bahtiar, 2009).

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Pada

tahap ini semua data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan

kesehatan pasien. Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif

terkait dengan aspek bologis, psikologis, sosial maupun spiritual pasien.

Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan informasi dan membuat

data dasar pasien (Carpenito, 2009).

Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proseskeperawatan.

Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap

berikutnya. Kemampuan mengidentifikasi masalah keperawatan yang

terjadi pada tahap ini akan menentukan diagnosis keperawatan. Diagnosis

yang diangkat akan menentukan desain perencanaan yang ditetapkan.

Selanjutnya, tindakan keperawatan dan evaluasi mengikuti perencanaan

yang dibuat. Oleh karena itu, pengkajian harus dilakukan dengan teliti
dan cermat sehingga seluruh kebutuhan perawatan pada pasien dapat

diidentifikasi (Rohmah & Walid, 2010).

Dalam melakukan pengkajian untuk mengumpulkan data penulis

menggunakan beberapa metode diantaranya adalah wawancara,

observasi, pemeriksaan fisik, study dokumentasi. Sedangkan penulis

memperoleh data dari pasien, keluarga pasien (ibu dan kakak), tim

kesehatan dan study dokumentasi (pada rekam medis pasien).

Pada tahap pengumpulan data, penulis tidak mengalami hambatan

yang begitu berarti karena keluarga dan pasien kelolaan kooperatif

sehingga memudahkan penulis dalam proses pengkajian untuk

mendapatkan data bio-psiko-sosio-spiritual secara menyeluruh.

Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 9 Mei 2019 pada An. B

dengan Septum Deviasi di Ruang Anggrek 1 IRNA 1 RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta didapatkan data yang sesuai teori dan adanya kesenjangan

dengan teori yang tidak ditemukan pada kasus.

a. Data yang ada pada teori dan ada pada kasus

1) Nyeri pada daerah operasi

Teori Specificity “suggest” menyatakan bahwa nyeri

adalah sensori spesifik yang muncul karena adanya injury,

informasi nyeri ini didapat melalui sistem saraf perifer dan

sentral melalui reseptor nyeri yang mengakibatkan perasaan atau

keadaan emosi yang tidak menyenangkan karena potensial

kerusakan jaringan atau jaringan rusak. Nyeri didefinisikan


sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan

ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya

(Burnner & Suddart, 2015).

Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 9 Mei 2019

didapatkan data, pasien mengatakan nyeri pada hidung menjalar

sampai ke dahi akibat dari operasi, nyeri seperti disayat-sayat,

dengan skala nyeri 4 yang dirasakan hilang timbul.

2) Nyeri tenggorokan

Nyeri tenggorokan adalah kondisi rasa nyeri, gatal atau

rasa perih yang dirasakan pada tenggorokan. Gejala sakit

tenggorokan paling sering dialami ketika menelan makanan atau

menelan air liur (Josep, 2018).

Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 9 Mei 2019,

didapatkan data pasien mengeluh sakit pada tenggorokan saat

menelan dan berbicara. Hal ini dapat terjadi karena trauma pasca

pemasangan ET (Endotracheal Tube) saat dilakukan operasi

septoplasty.

3) Kesulitan membau/hiposmia

Kesulitan membau atau hiposmia adalah hilangnya

sebagian kemampuan untuk mencium bau, kondisi ini

disebabkan karena penurunan fungsi saraf pada hidung dan

masalah medis lainnya (Safitri, 2018).


Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 9 Mei 2019, data

ini muncul pada kasus karena pasien terpasang tampon pada

rongga hidung dan dibalut kassa. Sehingga kemampuan untuk

mencium bau pada pasien berkurang.

b. Data yang ada dalam teori dan tidak ada pada kasus

1) Peningkatan suhu

Peningkatan suhu di sebabkan karena infeksi luka operasi.

Peningkatan suhu terjadi akibat adanya proses infeksi akibat

pertahanan tubuh tidak adekuat sehingga memicu hipotlamus

melepaskan hormone pirogen (Helen, 2005).

Data ini tidak muncul pada kasus karena saat dilakukan

pemeriksaan suhu di membrane telinga, suhu pasien 37,3°C dan

suhu pasien dalam rentang normal, tidak ada peningkatan suhu

yang terjadi. Hal ini sesuai dengan Bahren (2014) yang

menyatakan bahwa batasan nilai atau derajat demam suhu tubuh

diberbagai bagian tubuh sebagai berikut: Suhu aksila/anus

37,2°C, suhu oral/mulut 37,8°C, suhu di membrane telinga diatas

38,0°C. Sedangkan dikatakan demam tinggi apabila suhu tubuh

diatas 39,5°C dan hiperpireksia bila suhu diatas 41,1°C.

2) Perdarahan

Perdarahan adalah keluarnya darah dari pembuluh darah

akibat kerusakan atau robekan pembuluh darah disebabkan


perdarahan internal ataupun eksternal. Perdarahan mengalami

penurunan volume darah yang dapat menggaggu kesehatan tubuh

(Nurarif & Kusuma, 2015).

Menurut Majid (2011), salah satu komplikasi post operasi

adalah perdarahan dengan manifestasi klinis merasa haus, kulit

dingin-basah-pucat, suhu dan tekanan darah menurun, hasil

laboratorium didapat hemoglobin mengalami penurunan.

Pada saat dilakukan pengkajian tanggal 9 Mei 2019, tidak

ada data yang mendukung terjadinya perdarahan. Saat dilakukan

pemeriksaan tanda-tanda vital, didapat suhu tubuh pasien 37,3°C

dalam rentang normal dan tekanan darah 125/72 mmHg tidak

mengalami penurunan, tidak ada rembesan pada balutan luka.

Hal ini sesuai dengan Suyatno (2014) yang menyatakan bahwa

pada pasien yang dilakukan pembedahan akan mengeluarkan

darah. Akan tetapi tidak akan menjadi perdarahan berikutnya jika

teknik pembedahan yang teliti dan asepsis.

3) Data yang tidak ada dalam teori tetapi muncul pada kasus

1) Defisit perawatan diri

Defisit perawatan diri merupakan hambatan kemampuan

untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri

secara mandiri (Herdman, 2018). Pada kasus An. “B” post

operasi hari ke-1, dengan kelemahan pada tubuh dan tidak dapat
melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti makan,

mandi, hygiene, berpakaian atau berhias, toileting, instrumental.

Selain mengalami masalah defisit perawatan diri, An. “B”

juga mengalami masalah motivasi dalam menjaga kebersihan diri

mandi. Pasien mengatakan tidak mau mandi meskipun sudah

diberikan motivasi, pasien tidak mau mandi karena dingin dan

badan merasa lemas.

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut Tarwoto & Wartonah (2010), diagnose keperawatan

adalah pernyataan yang jelas mengenai status kesehatan atau masalah

kesehatan pasien baik bersifat aktual atau resiko dalam rangka

mengidentifikasi dan menentukan intervensi keperawatan untuk

mengurangi, menghilangkan atau mencegah masalah kesehatan pasien

yang ada pada tanggung jawabnya. Tujuan dari diagnosa keperawatan

adalah:

a. Memungkinkan perawat untuk menganalisis dan mensistensi data

yang telah dikelompokkan di bawah pola kesehatan

b. Mengidentifikasi masalah, kemampuan pasien utnuk dapat

mencegah atau memecahkan masalah

Menurut Rohmah & Walid (2010), rumusan diagnosa keperawatan

mengandung tiga komponen utama, yaitu:


P: Problem/masalah adalah menjelaskan status kesehatan dengan singkat

dan jelas

E: Etiologi/penyebab adalah ungkapan singkat tentang kemungkinan

penyebab resiko pada masalah aktual atau masalah resiko pasien,

meliputi faktor penunjang dan faktor risiko yang terdiri dari :

a. Patofisiologi

Semua proses penyakit yang dapat menimbulkan tanda/gejala

yang menjadi penyebab timbulnya masalah keperawatan.

b. Situasional

Situasi personal (berhubungan dengan pasien sebagai individu)

dan environment (berhubungan dengan lingkungan yang

berinteraksi dengan pasien).

c. Medication/treatment

Pengobatan atau tindakan yang diberikan yang memungkinkan

terjadinya efek yang tidak menyenangkan yang dapat

diantisipasi atau dicegah dengan tindakan keperawatan.

d. Maturasional

Tingkat kematangan atau kedewasaan pasien, dalam hal ini

berhubungan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan.

S: Symthom/tanda adalah definisi karakteristik tentang data subjektif atau

objektif sebagai pendukung diagnosis aktual.

Penentuan prioritas diagnosa diurutkan sesuai dengan keadaan dan

kebutuhan utama pasien. Menentukan prioritas diagnosa keperawatan


dapat dengan prioritas menurut Hierarki Maslow dan tingkat kegawatan

pasien. Prioritas diagnosa keperawatan dapat ditentukan berdasarkan

tingkat kegawatan, yaitu:

a. Keadaan yang mengancam jiwa

b. Keadaan yang tidak gawat dan tidak mengancam kehidupan

(mengancam kesehatan).

c. Persepsi tentang kesehatan dan keperawatan (mengancam perilaku)

(Rohmah dan Walid 2010).

Berdasarkan analisa data pada kasus, penulis menegakkan 7

diagnosa keperawatan pada pasien sesuai prioritas masalah berdasarkan

kebutuhan Hierarki Maslow dan tingkat kegawatan pasien:

a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (post operasi

Septoplasty)

Penulis menetapkan nyeri akut berhubungan dengan agens

cedera fisik sebagai prioritas utama sesuai dengan Hierarki Maslow

yaitu pemenuhan kebutuhan aman dan nyaman. Menurut Iskandar

(2016) setelah kebutuhan fisiologis terpenuhi, maka akan muncul

kebutuhan akan keamanan atau kebutuhan akan kepastian. Pada

pasien kelolaan, tidak ditemukan masalah pada kebutuhan

fisiologisnya.

b. Resiko infeksi dengan kondisi terkait prosedur invasive

Diagnosa ini diangkat penulis sebagai diagnose prioritas

kedua karena pasien post operasi dimana terdapat luka insisi dengan
balutan pada kedua rongga hidung yang beresiko tinggi infeksi dan

terdapat luka tusukan infus pada lengan sebelah kiri.

c. Resiko perdarahan dengan kondisi terkait trauma

Penulis menetapkan resiko perdarahan sebagai prioritas ke

tiga karena pasien post operasi dimana terdapat luka insisi dengan

balutan yang beresiko terjadi perdarahan yang dapat menyebabkan

kondisi kegawatan pada pasien yaitu penurunan kesadaran.

d. Resiko jatuh dengan kondisi terkait periode pemulihan pasca operasi

Penulis menetapkan resiko jatuh sebagai prioritas ke empat

sesuai dengan Rohmah (2010), dimana dalam penyusunan diagnose

harus berdasarkan pada Hierarki Maslow dan tingkat kegawatan

pasien. Pasien post operasi dimana keadaan umum lemah dan masih

dalam efek anestesi.

e. Gangguan menelan berhubungan dengan trauma

Penulis menetapkan gangguan menelan sebagai prioritas

diagnose ke lima sesuai dengan Rohmah (2010), dimana dalam

penyusunan diagnose harus berdasarkan pada Hierarki Maslow dan

tingkat kegawatan pasien. Masalah gangguan menelan yang terjadi

pada pasien An. B termasuk dalam gangguan rasa aman dan nyaman

karena merasakan sakit atau nyeri saat menelan makanan sehingga

asupan makanan menjadi berkurang dan badan menjadi lemas tetapi

tidak mengancam jiwa.

f. Defisit perawatan diri: mandi berhubungan dengan kelemahan


Penulis menetapkan defisit perawatan diri mandi sebagai

prioritas ke enam sesuai dengan Rohmah (2010), dimana dalam

penyusunan diagnose harus berdasarkan pada Hierarki Maslow dan

tingkat kegawatan pasien. Masalah defisit perawatan diri yang terjadi

pada pasien An. B termasuk dalam gangguan rasa aman dan nyaman,

tetapi tidak mengancam jiwa.

g. Defisit perawatan diri: eliminasi berhubungan dengan kelemahan

Penulis menetapkan defisit perawatan diri eliminasi sebagai

prioritas ke tujuh sesuai dengan Rohmah (2010), dimana dalam

penyusunan diagnose harus berdasarkan pada Hierarki Maslow dan

tingkat kegawatan pasien. Masalah defisit perawatan diri yang terjadi

pada pasien An. B termasuk dalam gangguan rasa aman dan nyaman,

tetapi tidak mengancam jiwa.

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien deviasi septum

menurut NANDA (2018-2020) dalam Herdman (2018) adalah:

1. Nyeri akut beruhubungan dengan agens cedera fisik

2. Resiko tinggi terjadinya pendarahan berhubungan

dengan adanya luka operasi

3. Risiko infeksi ditandai dengan faktor risiko prosedur

invasif

4. Devisiensi pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang

kondisi, prognosis dan program pengobatan


a. Diagnosa keperawatan

yang ada pada teori dan ada pada kasus

1) Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (post operasi

Septoplasty)

Nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang

tidak menyenangkan muncul akibat kerusakan jaringan actual atau

potensial yang digambarkan sebagai kerusakan jaringan aktual

atau potensial yang digambarkan sebagai kerusakan yang tiba-tiba

atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang

dapat diantisipasi atau diprediksi (Herdman, 2015).

Diagnosa ini diangkat oleh penulis karena pada saat

melakukan pengkajian tanggal 9 Mei 2019, penulis mendapatkan

data yang mendukung, yaitu:

a) Data subjektif

Pasien mengeluh nyeri:

P: Post operasi septoplasty

Q: Disayat-sayat

R: Hidung merambat ke dahi

S: 4 (0-10)

T: Hilang timbul
b) Data objektif

Pasien tampak meringis menahan nyeri, pasien tampak

menangis, pasien tampak gelisah, dan nadi pasien 96x/menit.

Dari data yang di dapatkan nyeri muncul pada An.”B”

karena post operasi hari pertama pada daerah hidung pasien

yang di lakukan pada hari Rabu yang lalu dan memungkinkan

hasil luka operasi tersebut belum pulih sempurna dan

menyebabkan rasa nyeri muncul saat pasien bergerak atau

mobilisasi.

2) Resiko perdarahan dengan kondisi terkait trauma

Resiko perdarahan adalah kondisi rentan mengalami

penurunan volume darah, yang dapat mengganggu kesehatan

dengan batasan karakteristik seperti trauma (Herdman, 2018).

Penulis menegakkan diagnose resiko perdarahan karena

pada saat pengkajian tanggal 9 Mei 2019, penulis menemukan data

pasien post operasi hari pertama dengan luka insisi pada kedua

rongga hidung. Hal tersebut sesuai dengan batasan karakteristik

Herdman (2018), sehingga diagnose resiko perdarahan dapat

ditegakkan.

3) Risiko infeksi ditandai dengan faktor risiko prosedur invasive

Resiko infeksi adalah keadaan ketika seorang individu

beresiko terserang oleh agens patogenik atau oportinistik (virus,

jamur, bakteri protozoa atau parasite lain) dari sumber eksternal,


sumber-sumber endogen atau eksogen (Carpenito, 2009). Resiko

infeksi merupakan keadaan mengalami invasi dan multiplikasi

organisme patogenik yang dapat mengganggu kesehatan

(Herdman, 2018).

Prosedur invasive adalah tindakan yang menyebabkan

disintegrasi (tidak utuhnya) jaringan atau organ (Stokowski et al,

2009). Pada saat dilakukan pengkajian, penulis memperoleh data

yang menunjang diagnose ini yaitu pasien post operasi yang mana

merupakan prosedur invasive. Hal tersebut sesuai dengan batasan

karakteristik Herdman (2018), sehingga diagnose resiko infeksi

dapat ditegakkan dengan data sebagai berikut:

a) Pasien terpasang tampon pada kedua rongga hidung sejak

tanggal 8 Mei 2019

b) Pasien terpasang infus RL 20 tpm sejak tanggal 8 Mei 2019

pada ekstermitas atas sinistra

Salah satu faktor terjadinya infeksi adalah pemasangan

infus. Pemasangan infus mengakibatkan gesekan dan peradangan

vena. Penempatan katup kanula terlalu dekat dengan vena akan

meningkatkan risiko flebitis mekanis akibat iritasi pada dinding

pembuluh darah dengan ujung kanula (Stokowski et al, 2009).


b. Diagnosa keperawatan

yang ada dalam teori dan tidak ada pada kasus

1) Defisisensi pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi,

prognosis dan program pengobatan

Devisiensi pengetahuan adalah ketiadaan atau defisiensi

informasi kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu (Herdman,

2018). Notoatmodjo (2009), berpendapat bahwa ada beberapa

faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu

pendidikan, informasi, lingkungan, pengalaman.

Diagnosa ini tidak diangkat penulis karena pada saat

pengkajian tidak ditemukan data yang menunjang tentang

kurangnya pengetahuan pada pasien dan keluarga dilihat dari

batasan karakteristik tidak adanya kurang pengetahuan, tidak

terjadi ketidakakuratan melakukan tes, tidak terjadi

ketidakmampuan mengikuti perintah, dan tidak terjadi perilaku

yang tidak tepat. Pasien dan keluarga mengatakan sudah mendapat

informasi dari dokter yang menangani penyakitnya.

Berdasarkan faktor diatas, faktor yang mempengaruhi

pengetahuan pasien adalah pendidikan dan informasi yang

didapatkan pasien. Penulis menyimpulkan tidak terjadi masalah

defisiensi pengetahuan pada pasien yang dikelola.


c. Diagnosa keperawatan

yang tidak ada dalam teori tetapi muncul pada kasus

1) Resiko jatuh dengan kondisi terkait periode pemulihan pasca

operasi

Resiko jatuh adalah keadaan rentan terhadap peningkatan

risiko jatuh yang dapat menyebabkan bahaya fisik dan gangguan

kesehatan (Herdman, 2018).

Diagnosa ini muncul pada kasus karena pasien mengalami

resiko jatuh. Hal ini dibuktikan pada saat dilakukan pengkajian

tanggal 9 Mei 2018 pasien post operasi hari ke -1, pasien tampak

lemas dengan skor humpty dumpty 13 yang mana >12 adalah

resiko tinggi.

2) Gangguan menelan berhubungan dengan trauma

Gangguan menelan adalah abnormal fungsi mekanisme

menelan yang dikaitkan dengan defisit struktur atau fungsi oral,

faring, atau esofagus (Herdman, 2018).

Diagnosa ini muncul pada kasus karena pasien mengalami

gangguan menelan. Hal ini dibuktikan pada saat dilakukan

pengkajian tanggal 9 Mei 2018 pasien post operasi hari ke -1

dengan trauma pemasangan ET (Endotracheal Tube), pasien

mengeluh sakit saat menelan dan berbicara, keluarga pasien

mengatakan pasien belum makan sejak selesai operasi.


3) Defisit perawatan diri: mandi berhubungan dengan kelemahan

Defisit perawatan diri mandi adalah hambatan kemampuan

untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas mandi secara

mandiri (Herdman, 2018).

Diagnosa ini muncul pada kasus karena pasien mengalami

resiko defisit perawatan diri mandi. Hal ini dibuktikan pada saat

dilakukan pengkajian tanggal 9 Mei 2018 pasien tampak lesu dan

badan terasa lengket.

Diagnosa ini diangkat penulis untuk membantu pemenuhan

personal hygiene. Menurut Tarwoto & Wartonah (2010),

perawatan diri juga bertujuan untuk meningkatkan derajat

kesehatan seseorang, memelihara kebersihan diri, memperbaiki

personal hygiene yang kurang, pencegahan penyakit,

meningkatkan percaya diri, dan menciptakan keindahan.

4) Defisit perawatan diri: eliminasi berhubungan dengan kelemahan

Hambatan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan

aktivitas eliminasi mandiri (Herdman, 2018).

Diagnosa ini muncul pada kasus karena pasien mengalami

resiko defisit perawatan diri eliminasi. Hal ini dibuktikan pada saat

dilakukan pengkajian tanggal 9 Mei 2018 pasien tampak lemah,

aktivitas pasien dibantu keluarga, pasien ke kamar mandi dibantu

keluarga.
Diagnosa ini diangkat penulis untuk membantu pemenuhan

eliminasi pasien. Menurut Tarwoto & Wartonah (2010), perawatan

diri juga bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan

seseorang, memelihara kebersihan diri, memperbaiki personal

hygiene yang kurang, pencegahan penyakit, meningkatkan percaya

diri.

3. Rencana Keperawatan

Perencanaan adalah pengembangan strategi untuk mencegah,

mengurangi, mengatasi masalah-masalah yang telah diidentifikasi dalam

diagnosis keperawatan. Desain perencanaan menggambarkan sejauh

mana perawat mampu menetapkan cara menyelesaikan masalah-masalah

dengan efektif dan efisien (Rohmah, 2010).

Menurut Asmadi (2010), langkah-langkah penentuan perencanaan

adalah sebagai berikut:

a. Me

nentukan prioritas masalah keperawatan

Kegiatan ini dimaksudkan untuk menentukan masalah yang

akan menjadi skala prioritas untuk diselesaikan atau diatasi terlebih

dahulu.

b. Me

netapkan tujuan dan kriteria hasil


Untuk menentukan tujuan dan kriteria hasil menurut Hierarki

Maslow harus memenuhi kriteria SMART, yaitu:

S : spesifik, berfokus pada pasien, singkat, jelas

M: measureable, dapat diukut

A: achievable, dapat dicapai, jelas, singkat

R: rasionable, ditemukan oleh perawat dan pasien

T: time, waktu relatif batasi

c. Me

rumuskan rencana tindakan keperawatan

Rencana tindakan digunakan sebagai acuan untuk mencapai

tujuan. Rencana tindakan harus mempunyai komponen waktu,

menggunakan kata kerja, fokus pada pertanyaan, dan tindakan harus

mencakup ONEK, yaitu:

O: observasi (mengobservasi, mengkaji, memonitor)

N: nursing treatment (tindakan mandiri perawat)

E: education (memberikan pendidikan kesehatan)

K: collaboration (kolaborasi dengan tim kesehatan)

Dalam laporan kasus ini, perencanaan keperawatan sesuai dengan

diagnose prioritas adalah sebagai berikut:

a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (post operasi

Septoplasty)
Dalam diagnosa ini dilakukan perawatan selama 3x24 jam,

diharapkan masalah keperawatan nyeri akut dapat teratasi, dengan

kriteria hasil:

NOC: Kontrol Nyeri

6. Pasien mampu mengenali kapan nyeri terjadi

7. Skala nyeri berkurang dari skala 4 menjadi skala 1

8. Pasien tenang

9. Nadi dalam batas normal (60-100x/menit)

10. Pasien mampu mengontrol nyeri dengan teknik non farmakologi

a) Intervensi yang ada dalam teori dan ada dalam kasus

(1) Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif

Pengkajian nyeri dilakukan untuk mengetahui skala,

durasi, dan intensitas nyeri guna untuk menentukan

intervensi selanjutnya (Doengoes, 2018). Gambaran

skala nyeri tidak hanya berguna untuk mengkaji

beratnya nyeri, tetapi juga dalam mengevaluasi

perubahan kondisi pasien.

(2) Ajarkan teknik non farmakologi relaksasi napas dalam

Teknik nafas dalam dapat meningkatkan dan

memperbaiki pengiriman oksigen ke seluruh tubuh,

selanjutnya tubuh akan menegluarkan hormon endorfin.


Hormon ini memberikan rasa nyaman dan dapat

merilekskan otot (Doengoes, 2018).

(3) Kelola pemberian analgetik sesuai indikasi dokter

Salah satu enzim siklooksigenase berperan sebagai

sintesis mediator nyeri adalah prostaglandin.

Mekanisme kerja analgesik adalah memblok

pemebntukan prostaglandin dengan menginhibisi enzim

siklooksigenase pada daerah yang terluka sehingga

mengurangi pembentukan mediator (Jitowiyono, 2018).

b) Intervensi yang ada dalam teori dan tidak ada dalam

kasus

Tidak ada.

c) Intervensi yang tidak ada dalam teori ada dalam kasus

(1) Beri posisi nyaman

Posisi yang nyaman dapat membuat pasien rileks dan

mengurangi nyeri.

b. Resiko infeksi dengan kondisi terkait prosedur invasive

Dalam diagnosa ini dilakukan perawatan selama 3x24 jam,

diharapkan masalah keperawatan resiko infeksi tidak terjadi, dengan

kriteria hasil:

NOC: Kontrol Infeksi

1) Tidak ada tanda-tanda infeksi


Kalor: Tidak ada kemerahan

Dolor: Tidak ada rasa nyeri

Rubor: Tidak ada kemerahan

Tumor: Tidak ada bengkak

Fungsiolaesa: Tidak ada kelainan fungsi pada area hidung dan

tusukan infus (lengan kiri)

2) Suhu tubuh dalam batas normal (36,5 – 37,5̊C)

3) Pasien mengenali tanda-tanda infeksi

a) Intervensi yang ada dalam teori dan ada dalam kasus

(1) Monitor adanya tanda-tanda infeksi dan suhu tubuh

Mengobservasi tanda-tanda infeksi untuk mengetahui

pasien terkena infeksi nosokomial atau sudah terinfeksi

karena turunnya angka leukosit dalam darah. Suhu tubuh

adalah salah satu indicator terjadinya infeksi, apabila suhu

tubuh meningkat maka dicurigai adanya infeksi.

(2) Bantu perawatan luka

Membuat luka agar bersih, meminimalkan terjadinya

infeksi, dan mempercepat proses penyembuhan.

(3) Edukasi pasien dan keluarga tentang cara cuci tangan yang

benar dan tanda-tanda infeksi

Mengajarkan pada keluarga tentang 6 langkah cuci tangan

dengan benar dapat meminilalkan terjadinya penyebaran

infeksi nosokomial yang ditularkan oleh keluarga kepada


pasien serta dapat mengetahui tanda-tanda infeksi dan

penatalaksanaannya.

(4) Kelola pemberian antibiotik sesuai indikasi dokter

Pemberian terapi antibiotik diberikan pada pasien sebagai

profilaktik atau mengobati infeksi pada pasien

b) Intervensi yang ada dalam teori dan tidak ada dalam kasus

Tidak ada.

c) Intervensi yang tidak ada dalam teori ada dalam kasus

(1) Ganti linen

Mengganti linen pasien direncakan oleh penulis sebagai

perencanaan dan dilakukan untuk mencegah infeksi

nosokomial.

c. Resiko perdarahan dengan kondisi terkait trauma

Dalam diagnosa ini dilakukan perawatan selama 3x24 jam,

diharapkan masalah keperawatan resiko perdarahan tidak terjadi,

dengan kriteria hasil:

Keparahan Cedera Fisik

1) Tidak terjadi perdarahan

2) Tekanan darah dalam batas normal (120/80 – 140/90 mmHg)

3) Tidak ada penurunan kesadaran


a) Intervensi yang ada dalam teori dan ada dalam kasus

(1) Monitor resiko terjadinya perdarahan dan tekanan darah

Mengobservasi tanda-tanda perdarahan guna untuk

memonitor adanya perdarahan yang harus segera dilaukan

tindak lanjut. Tekanan darah yang menurun menjadi

indikator dicurigai adanya perdarahan baik luar maupun

dalam.

(2) Edukasi pasien dan keluarga cara meminimalisir tekanan

pada daerah insisi (luka post operasi)

Menggunakan plester untuk menutup luka tidak terlalu

kencang agar tidak ada tekanan pada daerah insisi.

(3) Kelola pemberian obat Asam Tranexamad 500 mg melalui

IV sesuai indikasi dokter

Pemberian obat Asam Tranexamad bertujuan untuk

mencegah dan menghentikan perdarahan.

b) Intervensi yang ada dalam teori dan tidak ada dalam kasus

Tidak ada.

c) Intervensi yang tidak ada dalam teori ada dalam kasus

(1) Batasi aktivitas pasien

Aktivitas yang berlebihan akan membuat tekanan.

Membatasi aktivitas pasien dapat mencegah perdarahan

terjadi.
d. Resiko jatuh dengan kondisi terkait periode pemulihan pasca

operasi

Dalam diagnosa ini dilakukan perawatan selama 3x24 jam,

diharapkan masalah keperawatan resiko jatuh tidak terjadi, dengan

kriteria hasil:

NOC: Kontrol Resiko

4. Pasien tidak jatuh dari tempat tidur selama perawatan

5. Pasien tidak jatuh saat berpindah atau mobilisasi

6. Pasien mampu mobilisasi tanpa pengawasan

a) Intervensi yang ada dalam teori dan ada dalam kasus

Tidak ada, karena diagnose resiko jatuh dengan kondisi terkait

periode pemulihan pasca operasi tidak ada pada teori.

b) Intervensi yang ada dalam teori dan tidak ada dalam kasus

Tidak ada, karena diagnose resiko jatuh dengan kondisi terkait

periode pemulihan pasca operasi tidak ada pada teori.

c) Intervensi yang tidak ada dalam teori ada dalam kasus

(1) Kaji adanya faktor-faktor resiko jatuh pada pasien

Mengetahui faktor resiko jatuh apa saja yang terdapat pada

pasien dan dapat melakukan pencegahan.

(2) Pasang side rail pada tempat tidur


Pemasangan side rail pada tempat tidur merupakan salah

satu penatalaksanaan agar pasien aman dan tidak terjatuh.

(3) Pasang lambang resiko jatuh

Lambang resiko jatuh dapat berupa gantungan pada tempat

tidur atau sticker pada gelang pasien, lambang resiko

jatuh/fall risk berwarna kuning untuk menandakan bahwa

pasien beresiko jatuh.

(4) Edukasi keluarga tentang upaya pencegahan cidera

Keluarga mengetahui upaya pencegahan cidera dan dapat

meminimalkan resiko cidera atau jatuh pada pasien.

(5) Libatkan keluarga untuk mengawasi aktivitas pasien

Keluarga sangat berperan dalam proses penyembuhan

pasien. Dukungan keluarga sangat dibutuhkan sebagai

support system bagi pasien.

e. Gangguan menelan berhubungan dengan trauma

Dalam diagnosa ini dilakukan perawatan selama 3x24 jam,

diharapkan masalah keperawatan gangguan menelan dapat teratasi,

dengan kriteria hasil:

NOC: Status Menelan

4. Pasien tidak tersedak

5. Usaha menelan pasien meningkat


6. Pasien nyaman saat menelan

a) Intervensi yang ada dalam teori dan ada dalam kasus

Tidak ada, karena diagnose gangguan menelan

berhubungan dengan trauma tidak ada pada teori.

b) Intervensi yang ada dalam teori dan tidak ada dalam

kasus

Tidak ada, karena diagnose gangguan menelan

berhubungan dengan trauma tidak ada pada teori.

c) Intervensi yang tidak ada dalam teori ada dalam kasus

(1) Monitor status pernapasan

Mengetahui status pernapasan pasien agar tidak

tersedak.

(2) Pantau cara makan atau bantu jika diperlukan

Cara makan yang benar dapat mencegah nyeri saat

menelan. Membantu pasien dalam kebutuhan makan

seperti menyuapi pasien dapat mendorong keinginan

makan dan agar asupan nutrisi tetap terpenuhi.

(3) Edukasi kepada keluarga untuk menjaga posisi pasien

setelah pemberian makan


Posisi yang dapat diterapkan setelah pemberian makan

adalah fowler atau semi fowler. Posisi ini dapat

memimalkan pasien tersedak.

(4) Libatkan keluarga untuk memberi makanan dalam

jumlah sedikit

Pemberian makan dalam jumlah sedikit tetapi sering

dapat meningkatkan keinginan pasien dalam menelan

makanan. Pemberian makanan yang terus menerus dan

tidak lunak dapat membuat sakit pada tenggorokan dan

mengurangi atau menghilangkan keinginan atau usaha

pasien dalam menelan makanan dan minuman.

f. Defisit perawatan diri: mandi berhubungan dengan kelemahan

Dalam diagnosa ini dilakukan perawatan selama 3x24 jam,

diharapkan masalah keperawatan defisit perawatan diri: mandi dapat

teratasi, dengan kriteria hasil:

NOC: Perawatan Diri Mandi

4. Mampu membersihkan tubuh bagian atas (muka, lengan, dada,

perut) secara mandiri

5. Mampu mengungkapkan kepuasan tentang kebersihan tubuh

6. Pasien tampak segar

a) Intervensi yang ada dalam teori dan ada dalam kasus


Tidak ada, karena diagnose defisit perawatan diri: mandi

berhubungan dengan kelemahan tidak ada pada teori.

b) Intervensi yang ada dalam teori dan tidak ada dalam

kasus

Tidak ada, karena diagnose defisit perawatan diri: mandi

berhubungan dengan kelemahan tidak ada pada teori.

c) Intervensi yang tidak ada dalam teori ada dalam kasus

(1) Monitor warna dan kebersihan kulit

Memonitor warna dan kebersihan kulit dilakukan untuk

mengetahui kebersihan kulit pasien agar terhindar dari

infeksi dan menambah kenyamanan pasien.

(2) Fasilitasi pasien dalam memenuhi perawatan diri mandi

Memenuhi kebutuhan perawatan diri mandi pasien

dilakukan agar kebutuhan pasien terpenuhi dengan baik.

(3) Edukasi pasien dan keluarga tentang perawatan diri

mandi (cara memandikan pasien)

Mengetahui pentingnya perawatan diri pada pasien dan

cara memandikan pasien secara benar ditempat tidur.

(4) Libatkan keluarga dalam memenuhi perawatan diri

mandi pasien
Keluarga ikut berpartisipasi dalam perawatan diri pasien

sehingga pasien terbantu dalam pemenuhan perawatan

diri mandi.

g. Defisit perawatan diri: eliminasi berhubungan dengan

kelemahan

Dalam diagnosa ini dilakukan perawatan selama 3x24 jam,

diharapkan masalah keperawatan defisit perawatan diri: eliminasi

dapat teratasi, dengan kriteria hasil:

NOC: Ambulasi

1) Berjalan dengan langkah yang konsisten

2) Berjalan secara mandiri dengan jarak yang dekat (20 meter)

a) Intervensi yang ada dalam teori dan ada dalam kasus

Tidak ada, karena diagnose defisit perawatan diri: eliminasi

berhubungan dengan kelemahan tidak ada pada teori.

b) Intervensi yang ada dalam teori dan tidak ada dalam kasus

Tidak ada, karena diagnose defisit perawatan diri: eliminasi

berhubungan dengan kelemahan tidak ada pada teori.

c) Intervensi yang tidak ada dalam teori ada dalam kasus

(1) Monitor respon pasien pada latihan keseimbangan


Mengetahui kondisi dan keseimbangan yang dimiliki

pasien. Apabila keseimbangan terganggu maka akan

berdampak pada cara berjalan pasien, salah satunya untuk

berjalan ke kamar mandi.

(2) Bantu pasien untuk berdiri dan ambulasi dengan jarak

tertentu

Pasien mampu berdiri dan ambulasi secara mandiri dengan

pengawasan perawat dan keluarga.

(3) Instruksikan pasien menggunakan pispot jika tidak

memungkinkan untuk ke toilet

Penggunaan pispot bertujuan apabila pasien tidak kuat

untuk berjalan ke kamar mandi dan merupakan alternative

untuk BAK.

(4) Libatkan keluarga untuk mengawasi ambulasi pasien

Keluarga sangat berperan dalam proses perawatan supaya

pasien merasa aman dan menjadi support system bagi

pasien untuk cepat sembuh.

4. Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan

dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan


keperawatan) yang telah direncanakan (Alimun, 2009) pelaksanaaan

merupakan tindakan yang dilaksanakan untuk memecah masalah yang

berkaitan dengan kesehatan pasien. Dalam pelaksanaan selalu berpegang

pada tiga prinsip yaitu:

a. Independent

Suatu tindakan perawat yang dilaksanakan oleh perawat

tanpa petunjuk dan perintah dokter atau tenaga kesehatan lain.

b. Interpendent

Tindakan keperawatan menjelaskan suatu kegiatan yang

memerlukan suatu kerjasama dengan tenaga kesehatan lain.

c. Dependent

Pelaksanaan perawat yang dilaksanakan secara kerjasama dengan

tim kesehatan lain.

Dalam melakukan tindakan keperawatan pada An. “B” yang

berkesinambungan dengan adanya kerjasama yang baik antar penulis,

perawat bangsal, pembimbing baik dilapangan maupun pembimbing

pendidikan, pasien, dan keluarga, tenaga kesehatan lainnya, juga tidak

terlepas dari tersedianya fasilitas kesehatan yang memadai sehingga

membantu terlaksananya rencana keperawatn yang dimuat.

Adapun pembahasan pelaksanaan masing-masing diagnose

keperawatan yang ada sebagai berikut:


a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (post operasi

Septoplasty)

Pelaksanaan yang dilakukan penulis telah sesuai dengan rencana

tindakan serta kriteria hasil yang telah disusun oleh penulis.

Intervensi telah dilakukan semua oleh penulis. Adapun pelaksanaan

yang telah dilakukan antara lain:

1) Implementasi yang dilakukan sesuai dengan intervensi

a) Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif

b) Memberi posisi nyaman

c) Mengajarkan teknik non farmakologi relaksasi napas

d) Memberikan obat Ketorolac 30 mg melalui IV

2) Implementasi yang tidak dilakukan sesuai dengan intervensi

Tidak ada

3) Implementasi yang dilakukan tidak sesuai dengan intervensi

Tidak ada

b. Resiko infeksi dengan kondisi terkait prosedur invasive

1) Implementasi yang dilakukan sesuai dengan intervensi

Pelaksanaan yang dilakukan penulis telah sesuai dengan

rencana tindakan serta kriteria hasil yang telah disusun oleh

penulis. Intervensi telah dilakukan semua oleh penulis. Adapun

pelaksanaan yang telah dilakukan antara lain:

5. Memonitor adanya tanda-tanda infeksi dan suhu tubuh

6. Membantu perawatan luka


7. Mengganti sprei

8. Memberi edukasi pasien dan keluarga tentang cara cuci

tangan yang benar

9. Memberikan obat Ceftriaxone 1 gr melalui IV

2) Implementasi yang tidak dilakukan sesuai dengan

intervensi

Tidak ada

3) Implementasi yang dilakukan tidak sesuai dengan

intervensi

Tidak ada

c. Resiko perdarahan dengan kondisi terkait trauma

1) Implementasi yang dilakukan sesuai dengan intervensi

Pelaksanaan yang dilakukan penulis telah sesuai dengan

rencana tindakan serta kriteria hasil yang telah disusun oleh

penulis. Intervensi telah dilakukan semua oleh penulis. Adapun

pelaksanaan yang telah dilakukan antara lain:

4. Memonitor resiko terjadinya perdarahan dan tekanan darah

5. Membatasi aktivitas pasien

6. Memberi edukasi pasien dan keluarga cara meminimalisir

tekanan pada daerah insisi (luka post operasi)

7. Memberikan obat Asam Tranexamad 500 mg melalui IV


2) Implementasi yang tidak dilakukan sesuai dengan

intervensi

Tidak ada

3) Implementasi yang dilakukan tidak sesuai dengan

intervensi

Tidak ada

d. Resiko jatuh dengan kondisi terkait periode pemulihan pasca

operasi

1) Implementasi yang dilakukan sesuai dengan intervensi

Pelaksanaan yang dilakukan penulis telah sesuai dengan

rencana tindakan serta kriteria hasil yang telah disusun oleh

penulis. Intervensi telah dilakukan semua oleh penulis. Adapun

pelaksanaan yang telah dilakukan antara lain:

6. Kaji adanya faktor-faktor resiko jatuh pada pasien

7. Pasang side rail pada tempat tidur

8. Pasang lambang resiko jatuh

9. Edukasi keluarga tentang upaya pencegahan cidera

10. Libatkan keluarga untuk mengawasi aktivitas pasien


2) Implementasi yang tidak dilakukan sesuai dengan

intervensi

Tidak ada

3) Implementasi yang dilakukan tidak sesuai dengan

intervensi

Tidak ada

e. Gangguan menelan berhubungan dengan trauma

1) Implementasi yang dilakukan sesuai dengan intervensi

Pelaksanaan yang dilakukan penulis telah sesuai dengan

rencana tindakan serta kriteria hasil yang telah disusun oleh

penulis. Intervensi telah dilakukan semua oleh penulis. Adapun

pelaksanaan yang telah dilakukan antara lain:

a) Memonitor status pernapasan

b) Memantau cara makan atau bantu jika diperlukan

c) Memberi edukasi kepada keluarga untuk menjaga posisi

pasien setelah pemberian makan

d) Melibatkan keluarga untuk memberi makanan dalam jumlah

sedikit

2) Implementasi yang tidak dilakukan sesuai dengan

intervensi

Tidak ada
3) Implementasi yang dilakukan tidak sesuai dengan

intervensi

Tidak ada

f. Defisit perawatan diri: mandi berhubungan dengan kelemahan

1) Implementasi yang dilakukan sesuai dengan intervensi

Pelaksanaan yang dilakukan penulis telah sesuai dengan

rencana tindakan serta kriteria hasil yang telah disusun oleh

penulis. Intervensi telah dilakukan semua oleh penulis. Adapun

pelaksanaan yang telah dilakukan antara lain:

5. Memonitor warna dan kebersihan kulit

6. Memfasilitasi pasien dalam memenuhi perawatan diri

mandi

7. Memberi edukasi pasien dan keluarga tentang perawatan

diri mandi (cara memandikan pasien)

8. Melibatkan keluarga dalam memenuhi perawatan diri mandi

pasien

2) Implementasi yang tidak dilakukan sesuai dengan

intervensi

Tidak ada

3) Implementasi yang dilakukan tidak sesuai dengan

intervensi

Tidak ada
g. Defisit perawatan diri: eliminasi berhubungan dengan

kelemahan

1) Implementasi yang dilakukan sesuai dengan intervensi

Pelaksanaan yang dilakukan penulis telah sesuai dengan

rencana tindakan serta kriteria hasil yang telah disusun oleh

penulis. Intervensi telah dilakukan semua oleh penulis. Adapun

pelaksanaan yang telah dilakukan antara lain:

5. Memonitor respon pasien pada latihan keseimbangan

6. Membantu pasien untuk berdiri dan ambulas i dengan

jarak tertentu

7. Menginstruksikan pasien menggunakan pispot jika tidak

memungkinkan untuk ke toilet

8. Melibatkan keluarga untuk mengawasi ambulasi pasien

2) Implementasi yang tidak dilakukan sesuai dengan

intervensi

Tidak ada

3) Implementasi yang dilakukan tidak sesuai dengan

intervensi

Tidak ada

5. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan

keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang

dibuat pada tahap perencanaan (Rohmah, 2010). Tahap ini menggunakan

evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses dilakukan setelah

melakukan tindakan, sedangkan evaluasi hasil mengacu pada tujuan.

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada An. “B” dari 7

diagnosa yang muncul pada pasien, setelah dievaluasi ke tujuh diagnose

keperawatan semua teratasi. Adapun evaluasi untuk diagnosa

keperawatan adalah sebagai berikut:

a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (post operasi

Septoplasty)

Dalam diagnosa ini dilakukan perencanaan dengan kriteria waktu

3x24 jam, masalah keperawatan nyeri akut dapat teratasi dengan

kriteria hasil:

NOC: Kontrol Nyeri

1) Pasien mampu mengenali kapan nyeri terjadi

2) Skala nyeri berkurang dari skala 4 menjadi skala 1

3) Pasien tenang

4) Nadi dalam batas normal (60-100x/menit)

5) Pasien mampu mengontrol nyeri dengan teknik non farmakologi

Diagnosa ini tercapai karena pada saat dilakukan evaluasi pada

tanggal 11 Mei 2019, pasien mampu mengenali kapan nyeri datang


dan mampu mengontrol nyeri dengan teknik relaksasi napas dalam.

Skala nyeri berkurang dari skala 4 menjadi skala 1, nadi 84x/menit

dan pasien tampak tenang.

b. Resiko infeksi dengan kondisi terkait prosedur invasive

Dalam diagnosa ini dilakukan perencanaan dengan kriteria waktu

3x24 jam, masalah keperawatan tidak terjadi dengan kriteria hasil:

NOC: Kontrol Infeksi

1) Tidak ada tanda-tanda infeksi

a) Kalor: Tidak ada kemerahan

b) Dolor: Tidak ada rasa nyeri

c) Rubor: Tidak ada kemerahan

d) Tumor: Tidak ada bengkak

e) Fungsiolaesa: Tidak ada kelainan fungsi pada area hidung

dan tusukan infus (lengan kiri)

2) Suhu tubuh dalam batas normal (36,5 – 37,5̊C)

3) Pasien mengenali tanda-tanda infeksi

Diagnosa ini tercapai karena pada saat dilakukan evaluasi pada

tanggal 11 Mei 2019, tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada luka

post operasi, balutan luka tampak bersih, infus sudah dilepas, pasien

mengenali tanda-tanda infeksi dan suhu tubuh 36,6̊C.


c. Resiko perdarahan dengan kondisi terkait trauma

Dalam diagnosa ini dilakukan perencanaan dengan kriteria waktu

3x24 jam, masalah keperawatan resiko perdarahan tidak terjadi

dengan kriteria hasil:

NOC: Keparahan Cedera Fisik

1) Tidak terjadi perdarahan

2) Tekanan darah dalam batas normal (120/80 – 140/90 mmHg)

Diagnosa ini tercapai karena pada saat dilakukan evaluasi pada

tanggal 11 Mei 2019, tidak terjadi perdarahan pada luka post operasi

pasien, tekanan darah 120/80 mmHg.

d. Resiko jatuh dengan kondisi terkait periode pemulihan pasca

operasi

Dalam diagnosa ini dilakukan perencanaan dengan kriteria waktu

2x24 jam, resiko jatuh tidak terjadi dengan kriteria hasil:

NOC: Kontrol Resiko

(6) Pasien tidak jatuh dari tempat tidur selama perawatan

(7) Pasien tidak jatuh saat berpindah atau mobilisasi

(8) Pasien mampu mobilisasi tanpa pengawasan

Diagnosa ini tercapai karena pada saat dilakukan evaluasi pada

tanggal 10 Mei 2019, pasien tidak terjatuh saat dilakukan perawatan


dibangsal dan saat berpindah atau mobilisasi, pasien mampu

mobilisasi tanpa pengawasan, skor humpty dumpty 11.

e. Gangguan menelan berhubungan dengan trauma

Dalam diagnosa ini dilakukan perencanaan dengan kriteria waktu

3x24 jam, masalah keperawatan gangguan menelan dapat teratasi,

dengan kriteria hasil:

NOC: Status Menelan

(5) Pasien tidak tersedak

(6) Usaha menelan pasien meningkat

(7) Pasien nyaman saat menelan

Diagnosa ini tercapai karena pada saat dilakukan evaluasi pada

tanggal 11 Mei 2019, pasien tidak tersedak saat makan dan minum,

usaha menelan pasien meningkat, pasien nyaman saat menelan,

pasien mau makan (5-6 sendok), pasien mengatakan sudah tidak

sakit saat menelan dan berbicara.

f. Defisit perawatan diri: mandi berhubungan dengan kelemahan

Dalam diagnosa ini dilakukan perencanaan dengan kriteria waktu

2x24 jam, masalah keperawatan defisit perawatan diri: mandi dapat

teratasi, dengan kriteria hasil:


NOC: Perawatan Diri Mandi

(5) Mampu membersihkan tubuh bagian atas (muka, lengan, dada,

perut) secara mandiri

(6) Mampu mengungkapkan kepuasan tentang kebersihan tubuh

(7) Pasien tampak segar

Diagnosa ini tercapai karena pada saat dilakukan evaluasi pada

tanggal 10 Mei 2019, keluarga pasien mengatakan pasien dapat

membersihkan bagian muka, dada, dan lengan secara mandiri. Pasien

mengatakan puas dengan kebersihan dirinya, pasien tampak segar.

g. Defisit perawatan diri: eliminasi berhubungan dengan

kelemahan

Dalam diagnosa ini dilakukan perencanaan dengan kriteria waktu

2x24 jam, masalah keperawatan defisit perawatan diri: eliminasi

dapat teratasi, dengan kriteria hasil:

NOC: Ambulasi

1) Berjalan dengan langkah yang konsisten

2) Berjalan secara mandiri dengan jarak yang dekat (20 meter)

Diagnosa ini tercapai karena pada saat dilakukan evaluasi pada

tanggal 10 Mei 2019, keluarga pasien mengatakan pasien BAK

secara mandiri ke kamar mandi, pasien mengatakan sudah BAK

secara mandiri dan keluarga hanya menemani, pasien berjalan

dengan langkah yang konsisten.


6. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan laporan baik komunikasi secara lisan,

tertulis maupun melalui komputer untuk menyampaikan informasi pada

orang lain. Dokumentasi dapat juga diartikan sebagai informasi tertulis

tentang status dan perkembangan kondisi klien serta semua kegiatan

asuhan keperawatan yang dilakukan (Setiadi, 2011).

Dokumentasi yang penulis lakukan sudah sesuai dengan teori yang

ada. Pada kasus ini, penulis mempergunakan format SOAP yang

berorientasi pada masalah Problem Oriented Medical Record (POMR).

Pekembangan yang terjadi pada klien terdapat dalam catatan

perkembangan.

a. Pengkajian

Penulis mendokumentasikan semua data yang ditentukan baik

data subyektif maupun data obyektif yang ditemukan saat pengkajian.

Pendokumentasian juga sudah dilakukan dengan tanggal, jam, tanda

tangan serta nama terang untuk tanggung jawab dan tanggung gugat

perawat.

b. Diagnosa Keperawatan

Penulis menuliskan analisa data dan urutan diagnosa

keperawatan berdasarkan urutan prioritas masalah. Diagnosa

dituliskan secara lengkap dengan adanya unsur masalah penyebab dan


batasan karakteristik. Berdasarkan semua diagnosa yang muncul,

maka penulis melakukan pengelolaan terhadap pasien seoptimal

mungkin dan bekerja sama dengan tim kesehatan yang ada di Ruang

Anggrek 1 IRNA 1 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

c. Perencanaan

Pada tahap perencanaan, penulis mendokumentasikan tujuan,

batasan waktu dengan kriteria hasil SMART, intervensi keperawatan

dengan karakterstik ONEC, dan rasional setiap intervensi keperawatan

yang disusun masalah, waktu dan sasaran yang dimiliki.

d. Pelaksanaan/implementasi

Pada implementasi penulis mendokumentasikan semua

tindakan yang dilakukan pada pasien kelolaan dalam buku status

pasien dan asuhan keperawatan yang disusun oleh penulis. Hal yang

didokumentasikan meliputi; tanggal, jam, jenis tindakan, tanda tangan

dan nama terang penulis.

e. Evaluasi

Pada evaluasi yang dilakukan penulis terdiri atas evaluasi

proses dan evaluasi hasil, evaluasi didokumentasikan dalam bentuk

pendokumentasian SOAP. Pada pasien kelolaan telah dilakukan

pendokumentasian secara lengkap dengan mencantumkan tanggal,

jam, respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang dilakukan,


tanda tangan dan nama terang penulis pada buku status dan dalam

asuhan keperawatan yang ditulis oleh penulis.


BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Peningkatan mutu asuhan keperawatan sangat dibutuhkan untuk

meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan

oleh rumah sakit. Hal ini terkait dengan kepuasan masyarakat terhadap hasil

pelayanan dan perawatan yang diberikan antara lain mengenai pemberian

pelayanan perawatan dalam bidang yang mengutamakan keselamatan dan

kesembuhan pasien selama atau setelah mengalami keadaan sakit. Upaya

meningkatkan mutu asuhan keperawatan dapat dipengaruhi oleh pengetahuan,

sikap profesional, dan keterampilan yang dimiliki perawat.

Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan selama tiga hari yang

dimulai sejak 9 Mei 2019 sampai 11 Mei 2019 di Ruang Anggrek 1 IRNA 1

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, penulis mendapatkan pengalaman nyata serta

kemampuan melakukan asuhan keperawatan. Asuhan keperawatan yang

dilakukan dengan metode pendekatan proses keperawatan pada An. “B”

dengan Septum Deviasi post operasi Septoplasty hari ke-1. Penulis menemukan

beberapa hal guna menentukan peningkatan mutu asuhan keperawatan, yaitu:

1. Pengkajian

Pada tahap ini penulis melakukan pengkajian pada pasien secara

bio, psiko, sosial dan spiritual. Pengkajian dilakukan pada hari pertama

dan kemudian dilakukan pada setiap pagi/awal shift sebelum kemudian

merumuskan intervensi. Saat pengkajian, fokus pengkajian penulis bukan


pada pasien saja, melainkan pada keluarga dan tim kesehatan lain.

Pengkajian yang penulis lakukan pada pasien menggunakan metode

wawancara, observasi, pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi.

Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 9 Mei 2019 pada An. “B”

tidak ditemukan hambatan yang berarti, hal ini dikarenakan pasien sangat

kooperatif. Respon dari keluarga juga sangat baik dengan perawat. Pasien

juga tidak menutup diri pada saat dilakukan pengkajian, dan selalu

menyampaikan keluhan yang dirasakan kepada perawat, data yang

diperoleh dari pasien dan keluarga. Data yang diperoleh dari pasien dan

keluarga ini yang akan menjadi data untuk melakukan perencanaan dan

menggunakan metode observasi, wawancara, pemeriksaan fisik dan studi

dokumentasi.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan detetapkan berdasarkan analisa dan

interpretasi data yang diperoleh dari pengkajian keperawatan pasien

dengan Septum Deviasi post operasi Septoplasty hari ke -1. Diagnosa

keperawatan memberikan gambaran tentang masalah atau status kesehatan

pasien yang nyata (actual), beresiko tinggi yang memungkinkan akan

terjadi (potesial) dimana pemecahan dapat dilakukan dalam wewenang

perawat.

Penulis memprioritaskan masalah keperawatan berdasarkan tingkat

kegawatan (situasi yang mengancam kehidupan dan tindakan yang


dilakukan terlebih dahulu), tetapi tidak lepas dari urutan Hierarki Maslow

tentang kebutuhan dasar manusia, serta tidak hanya fokus pada prioritas

diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada An.

“B” adalah sebagai berikut:

a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (post operasi

Septoplasty)

b. Resiko infeksi dengan kondisi terkait prosedur invasive

c. Resiko perdarahan dengan kondisi terkait trauma

d. Resiko jatuh dengan kondisi terkait periode pemulihan pasca operasi

e. Gangguan menelan berhubungan dengan trauma

f. Defisit perawatan diri: mandi berhubungan dengan kelemahan

g. Defisit perawatan diri: eliminasi berhubungan dengan kelemahan

3. Perencanaan

Dalam menulis perencanaan harus lengkap mencakup tujuan yang

akan dicapai berdasarkan SMART, yaitu Spesifik, Measurable,

Achiveable, Reality, dan Time Limited. Dalam intervensi keperawatan

harus mencakup 4 aspek, yaitu ONEK (Observasi, Nursing Treatment,

Education, Collaboration). Pada perencanaan, penulis menetapkan

masalah, tujuan dan kriteria tujuan yang disesuaikan dengan kebutuhan

pasien dan kebutuhan dasar manusia menurut Hierarki Maslow. Penulis

mengambil beberapa literatur dalam menetapkan perencanaan untuk

memenuhi kebutuhan pasien sesuai dengan diagnosa yang muncul.


Perencanaan yang dibuat oleh penulis dimasukan dalam tiap diagnosa

sehingga pelaksanaan bisa terorganisir.

Perencanaan keperawatan disusun dengan melibatkan pasien dan

keluarga pasien secara optimal, agar dalam pelaksanaan asuhan

keperawatan terjalin suatu kerjasama yang saling membantu dalam proses

pencapaian tujuan keperawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien.

Perencanaan disesuaikan dengan kondisi dan keadaan pasien An. “B”

dengan Septum Deviasi post operasi Septoplasty hari ke-1, untuk

mengoptimalkan hasil yang ingin dicapai. Dalam menyusun dan

melakukan perencanaan keperawatan, tidak ada kesulitan ataupun

hambatan. Sehingga penulis menyusun perencanaan keperawatan dari

kasus pasien sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat dalam teori.

4. Pelaksanaan

Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi keperawatan

yang disusun dan telah sesuai teori yaitu Observasi, Nursing Tretment,

Healt Education, Collaboration berdasarkan prioritas masalah. Tetapi

tidak semua intervensi dapat dilakukan pada masing-masing diagnosa

keperawatan. Dalam melakukan setiap tindakan keperawatan diharapkan

harus sesuai dengan prinsip dan prosedur rumah sakit. Sarana dan

prasarana yang lengkap dapat menunjang kelancaran pemberian asuhan

keperawatan. Dalam menjalankan implementasi keperawatan, penulis

mengacu pada intervensi keperawatan yang telah disusun sesuai dengan


kondisi pasien, sehingga pasien dan keluarga mendapatkan kualitas asuhan

keperawatan. Dalam hal ini penulis telah melaksanakan rencana tindakan

keperawatan yang disusun guna membantu mengatasi masalah yang

dihadapi pasien.

Selama dilakukan tindakan keperawatan, penulis tidak mengalami

hambatan karena pasien kooperatif, keluarga pasien juga selalu membantu

penulis dalam melakukan asuhan keperawatan sehingga pelaksanaan

asuhan keperawatan masih dapat dilakukan oleh penulis dengan kolaborasi

dengan keluarga pasien serta dukungan dari tenaga kesehatan lainnya

secara menyeluruh sehingga mendapatkan hasil yang maksimal.

5. Evaluasi

Evaluasi yang dilakukan pada pasien melalui evaluasi proses dan

evaluasi hasil. Evaluasi proses adalah evaluasi yang dilakukan setelah

melakukan tindakan keperawatan yaitu respons pasien terhadap tindakan

keperawatan yang telah dilakukan. Sedangkan evaluasi hasil adalah

evaluasi akhir tindakan keperawatan yang dilaksanakan dan mengacu pada

tujuan.

Penulis menggunaakan catatan perkembangan dalam bentuk

SOAP, sehingga perkembangan pasien dapat dipantau secara terus

menerus. Tetapi selama melakukan evaluasi hasil tidak semua kriteria

hasil dapat dicapai. Hal ini dikarenakan dalam menentukan kriteria hasil

penulis memberikan patokan atau kriteria waktu untuk mencapai kriteria


hasil tersebut dalam setiap diagnosa. Evaluasi kasus dari 7 diagnosa

keperawatan semua kriteria hasil tercapai dengan time limited 3 hari.

Penulis tidak menemukan kesulitan yang berarti dalam melakukan

evaluasi karena pasien kooperatif dan keluarga pasien turut membantu

selama perawatan.

6. Dokumentasi

Dokumentasi yang penulis lakukan sudah sesuai dengan teori yang

ada. Pada kasus ini penulis menggunakan format SOAP yang berorientasi

pada masalah Problem Oriented Medical Record (POMR). Perkembangan

yang terjadi pada pasien terdapat dalam catatan perekembangan.

Pendokumentasian ditujukan untuk menilai perkembangan kesehatan

pasien, memberikan informasi tentang kesehatan pasien, serta sebagai

tanggung jawab dan tanggung gugat.

Pada kasus pasien kelolaan, penulis telah melakukan

pendokumentasian lengkap, baik tanggal, jam, paraf dan nama terang

perawat yang berfungsi sebagai tanggung jawab perawat terhadap tindakan

yang telah diberikan kepada pasien.

B. Saran

Berdasarkan pengalaman dalam melakukan asuhan keperawatan pada

pasien An. “B” dengan Septum Deviasi post operasi Septoplasty hari ke-1 di

Ruang Anggrek 1 IRNA 1 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada tanggal 9 Mei-
11 Mei 2019, penulis menemukan beberapa hal yang dapat dijadikan masukan

dalam meningkatkan mutu asuhan keperawatan, antara lain:

1. Bagi instansi rumah sakit (RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta)

Rumah sakit diharapkan tetap mempertahankan mutu dan kualitas

dalam pelayanan dibidang medis maupun pemberian asuhankeperawatan

kepada pasien.

2. Perawat di Ruang Anggrek 1 IRNA 1 RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

a. Perawat diharapkan dapat melibatkan pasien dan keluarga dalam setiap

pelaksanaan intervensi yang disusun guna meningkatkan derajat

kesehatan pasien, terutama pada pasien dengan Septum Deviasi post

operasi Septoplasty guna meminimalisir komplikasi yang akan terjadi.

b. Perawat diharapkan tetap menjaga kerjasama dalam memberikan asuhan

keperawatan kepada pasien.

c. Dalam pemberian asuhan keperawatan atau melakukan tindakan

keperawatan kepada pasien lebih mengutamakan tingkat keamanan dan

kenyamanan pasien, sehingga meminimalkan terjadinya resiko infeksi

pada pasien dan perawat.

3. Tim Kesehatan

Seluruh tim kesehatan diharapkan selalu melakukan dokumentasi secara

akurat, singkat, dan dapat dibaca sehingga meminimalkan terjadinya miss

komunikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Arief, Mansjoer. 2010. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

Asmadi. 2010. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC

Broek Den Van P. 2009. Buku Saku Ilmu Kesehatan Tenggorokan, Hidung, Dan
Telinga. Jakarta: EGC

Carpenito, L.J. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

Deswani. 2011. Hubungan Antara Kelengkapan Dokumentasi Keperawatan


Dengan Mutu Pelayanan Keperawatan Di Ruang Melati RS Margono
Soekarjo. http://digilip.ump.ac.id/files/disk1/18/jhptump-a-
dhianwahyu879-1-babi.pdf diakses pada tanggal 15 Mei 2019

Docterman & Bullchek. 2013. Nursing Intervantion Classifications (NIC). Edition


6. United States Of America: Mosby Elseveir Press

Doenges. Marilynn E. 2018. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Asuhan


Klien anak-dewasa. Jakarta: EGC

Herdman, T. Heather., Kamitsuru, Shigemi. 2018. NANDA-I Diagnosis


Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. Jakarta: EGC

Jitowiyono, Sugeng. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan


Sistem Hematologi. Yogyakarta: Pustaka Baru

Indah Irma & Ayu Intan. 2013. Penyakit Gigi, Mulut, dan THT. Yogyakarta:
Nuha Medika

Maas Morhead Jhonson & Swanson. 2013. Nursing Out Comes (NOC). Edition 5.
United States Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press

Nizar N.W & Mangunkusumo E. 2010. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Nurarif. AH & Kusuma .H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction
Notoarmodjo S. 2009. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka
Cipta

Patrick, Nagel. 2012. Dasar-dasar Ilmu THT. Jakarta: EGC

Prepageran N, Lingham OR. 2010. Endoscopic Septoplasty: The Open Book


Method. Indian J Otolaringol Head Neck Surgery

Setiadi. 2011. Konsep dan Praktek Penulisan Riset Keperawatan, Edisi 2.


Yogyakarta: Graha Ilmu

Soetjipto D & Mangunkusumo E. 2010. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga


Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Stokowski G, et all. 2009. The use of ultrasound to improve practice and reduce
complication rates in peripherally inserted central catheter insertions:
final repot of investigation. Journal of infusion nursing

Suarli S & Bachtiar. 2009. Manajemen Keperawatan Dengan Pendekatan


Praktik. Jakarta: Erlangga

Wartonah, Tarwoto. 2010. Kebutuhan Dasar manusia dan proses Keperawatan.


Jakarta: Salemba Medika

Widjoseno Gardjito. 2009. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai