Anda di halaman 1dari 32

1

JURNAL
ANEMIA
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Farmakologi

Di Susun Oleh :
 Ai Irma
 Ilma Tartila
 Syifa Khoirunnisa

D3 KEBIDANAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
TASIKMALAYA
2019/2020

1
2

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ANEMIA

Atik Purwandari, Freike Lumy, Feybe Polak


Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Manado, Jl. R.W. Mongisidi Malalayang II Manado

ABSTRAK
Latar Belakang : Anemia dalam kehamilan masih merupakan masalah kronik di Indonesia terbukti
dalam prevalensi pada wanita hamil persentase mencapai 63,5%. Dalam empat tahun terakhir
prevalensi anemia tidak menunjukan penurunan yang cukup berarti. Anemia pada kehamilan dapat
berpengaruh buruk terutama saat kehamilan, persalinan dan nifas.
Tujuan : Penelitian bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
anemia.
Metode : Penelitian ini menggunakan metode survey deskriptif analitik dengan pendekatan cross
sectional. Populasi adalah semua ibu hamil trimester III yang mengalami anemia dan
memeriksakan kehamilannya di Puskesmas Tonsea Lama Kecamatan Tondano Utara Kabupaten
Minahasa pada tahun 2009-2010 yang berjumlah 56 ibu hamil. Alat ukur yang digunakan adalah
buku register PWS KIA Puskesmas Tonsea Lama Kecamatan Tondano Utara Kabupaten Minahasa
tahun 2009-2010. Analisis data menggunakan uji statistik Non Parametrik yaitu chi-Square.
Hasil : Hasil uji statistik, didapatkan ada hubungan signifikan antara paritas dengan tingkat anemia.
Nilai X² = 14.761 dan p = 0.005 IK 95 % = 0.006 – 0.010, ada hubungan signifikan antara umur
dengan Tingkat anemia. Nilai X² = 16.967 dan p = 0.002 IK 95 % = 0.001 – 0.003, ada hubungan
signifikan antara kunjungan ANC dengan tingkat anemia. Nilai X² = 8.719 dan p = 0.013 IK 95 %
= 0.011 – 0.015, ada hubungan signifikan antara konsumsi tablet zat besi dengan tingkat anemia.
Nilai X² = 11.059 dan p = 0.004 IK 95 % = 0.009 – 0.013, tidak ada hubungan antara pendidikan
dengan tingkat anemia.
Kesimpulan : ada hubungan paritas,umur, kunjungan ANC dan konsumsi tablet zat besi.
Kata Kunci : Paritas, umur, pendidikan, kunjungan ANC, tablet zat besi –Anemia

LATAR BELAKANG
Sampai saat ini tingginya angka kematian ibu di Indonesia masih merupakan masalah yang
menjadi prioritas di bidang kesehatan. Di samping menunjukan derajat kesehatan masyarakat, juga
dapat mengambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan kualitas pelayanan kesehatan.
Penyebab lansung kematian ibu adalah anemia.
Anemia dalam kehamilan masih merupakan masalah kronik di Indonesia terbukti dalam prevalensi
pada wanita hamil sebanyak 63,5%. Dalam empat tahun terakhir prevalensi anemia tidak

2
3

menunjukan penurunan yang cukup bermakna. Dalam era pembangunan di Indonesia seperti
sekarang ini dimana mutu sumber daya manusia merupakan keadaan yang sangat diprioritaskan
maka masalah anemia perlu mendapat penanganan yang serius.
Anemia dalam kehamilan dapat berpengaruh buruk terutama saat kehamilan, persalinan
dan nifas. Prevalensi anemia yang tinggi berakibat negatif seperti
1) Gangguan dan hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak,
2) Kekurangan Hb dalam darah mengakibatkan kurangnya oksigen yang
dibawah/ditransfer ke sel tubuh maupun ke otak. Ibu hamil yang menderita anemia
memiliki kemungkinan akan mengalami perdarahan post partum.
Anemia dalam kehamilan didefinisikan sebagai penurunan kadar hemoglobin kurang dari
11 gram% selama masa kehamilan pada trimester 1 dan ke-3 dan kurang dari 10 gram% selama
masa post partum dan trimester 2. Anemia dalam kehamilan dapat mengakibatkan dampak yang
membahayakan bagi ibu dan janin.
Di berbagai Negara berkembang masih banyak negara, khususnya yang tinggal di pedesaan
beranggapan bahwa lebih baik memiliki keluarga besar dari pada keluarga kecil. Hal ini
mengakibatkan banyak wanita yang terpaksa menikah dan melahirkan pada usia muda dan tidak
berhenti melahirkan sebelum mencapai usia 40 tahun. Menurut Unicef paritas atau jumlah anak
yang dilahirkan ibu sangat berkaitan dengan jarak kelahiran. Semakin tinggi paritasnya, maka
semakin pendek jarak kelahirannya. Hal ini dapat membuat seorang ibu belum cukup waktu untuk
memulihkan kondisi tubuhnya. Paritas yang tinggi dapat menyebabkan kondisi kesehatan ibu
menurun dan sering mengalami kurang darah sehingga berpengaruh buruk pada kehamilan
selanjutnya.
Berdasarkan status pendidikan, kebanyakan ibu hanya sampai sekolah dasar, bahkan ada
yang tidak bersekolah. Rendahnya pendidikan ibu akan berdampak pada rendahnya pengetahuan
ibu yang berpengaruh pada keputusan ibu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Makin rendah
pengetahuan makin sedikit keinginannya untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan. Pendidikan
ibu adalah faktor yang cukup berpengaruh terhadap terjadinya anemia.
Mengingat masih rendahnya konsumsi tablet tambah darah dan masih rendahnya cakupan
program distribusi tablet tambah darah, maka perlu dilakukan upaya peningkatan cakupan dan
peningkatan konsumsi melalui pemberdayaan masyarakat dan proaktif dari petugas dalam
menjangkau sasaran ibu hamil agar sedini mungkin ibu hamil mendapatkan pelayanan ANC
memeriksakan kehamilannya kepada tenaga kesehatan.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Induk Pada tahun 2009 jumlah
ibu hamil trimester III sebanyak 1520 orang dan yang menderita anemia sebanyak 166 orang
(10,92%). Pada tahun 2010 jumlah ibu hamil trimester III sebanyak 1374 orang dan yang
menderita anemia sebanyak 148 orang (10,77%). Menurut data awal yang diperoleh di Puskesmas
Tonsea Lama Kecamatan Tondano Utara, pada tahun 2009 jumlah ibu hamil trimester III sebanyak
206 orang dan yang menderita anemia 30 0rang ( 14.56% ). Sedangkan pada tahun 2010 jumlah

3
4

ibu hamil trimester III sebanyak 188 orang dan yang menderita anemia sebanyak 26 orang
(13,82%).
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan
judul “ Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia di Puskesmas Tonsea Lama
Kecamatan Tondano Utara Kabupaten Minahasa Induk”.
METODE
Metode penelitian yang digunakan adalah bersifat deskriptif analitik yang berupaya
mencari hubungan antara variable. Deskriptif analitik menggunakan pendekatan cross sectional
dengan rancangan studi retrospektif. Lokasi penelitian adalah di Puskesmas Tonsea Lama
Kecamatan Tondano Utara Kabupaten Minahasa. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil trimester III yang Anemia yang
memeriksakan kehamilanya di puskesmas Tonsea Lama Kecamatan Tondano Utara Kabupaten
Minhasa pada tahun 2009 berjumlah 30 orang. Sedangkan pada tahun 2010 berjumlah 26 ibu
hamil. Sampel dalam penelitian ini adalah semua total populasi yaitu semua ibu hamil trimester
III yang Anemia yang memeriksakan kehamilanya di Puskesmas Tonsea Lama Kecamatan
Tondano Utara tahun 2009-2010 berjumlah 56 ibu hamil.
Definisi operasional
Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan hidup. Keadaan ibu hamil trimester III yang
berkaitan dengan jumlah anak yang dilahirkan hidup. Primipara yaitu wanita yang melahirkan
pertama kali, multipara wanita yang melahirkan 2-4 kali dan grandemultipara wanita yang
melahirkan > 5 kali, yang memeriksakankehamilan di Puskesmas Tonsea Lama Kecamatan
Tondano Utara, Kabupaten Minahasa.
Umur beresiko jika umur ibu < 20 dan > 35, dan yang tidak beresiko jika umur ibu 20 – 34
tahun. Ibu hamil trimester III yang berumur < 20 tahun dan > 35 tahun beresiko anemia dan umur
ibu 20 – 34 tahun tidak beresiko anemia yang memeriksakan kehamilan di Puskesmas Tonsea
Lama Kecamatan Tondano Utara Kabupaten Minahasa.
Pendidikan yang dijalani seseorang memiliki pengaruh pada peningkatan kemampuan
berfikir, dengan kata lainseseorang yang berpendidikan lebih tinggiakan dapat mengambil
keputusan yang lebih rasional. Ibu hamil trimester III yang menempuh jenjang pendidikan (SD,
SMP, SMU, DIPLOMA, PT), di Puskesmas Tonsea Lama Kecamatan Tondano Utara Kabupaten
Minahasa.
Kunjungan ANC adalah untuk menghasilkan kehamilan yang sehat melalui pemeriksaan
fisik, pemberian suplemen serta penyuluhan kesehatan ibu hamil. Kunjungan antenatal yang
teratur mengakibatkan segera terdeteksinya berbagai faktor risiko kehamilan, salah satunya
anemia. Ibu hamil trimester III yang memeriksakan kehamilan > 4 kali di kategorikan baik,
sedangkan yang memeriksakan kehamilan < 3 kali dikategorikan cukup. di Puskesmas Tonsea
Lama Kecamatan Tondano Utara Kabupaten Minahasa Induk.

4
5

Tablet Zat Besi Tablet tambah darah dapat menghindari anemia besi dan anemia asam
folat. Pada ibu hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi tablet zat besi minimal 90 tablet selama
hamil. Ibu hamil yang mendapat tablet zat besi < 60 dan > 60 tablet di Puskesmas Tonsea Lama
Kecamatan Tondano Utara Kabupaten Minahasa.
Anemia adalah kondisi dimana sel darah merah menurun atau menurunya Hb Ibu hamil
Trimester III yang memeriksakan kehamilannya di Puskesmas Tonsea Lama Kecamatan Tondano
Utara Kabuaten Minahasa dengan kadar HB < 11 gr %. Analisis Data meliputi : Analisis Univariat
yaitu Untuk mendeskripsikan variabel umur, paritas, pendidikan, kunjungan ANC, Tablet Fe yang
disajikan dalam bentuk table distribusi frekwensi, gambar atau histogram. Analisis Bivariat yaitu
Untuk uji statistik dengan data dengan menggunakan uji stastik Chi – Square. Taraf signifikansi
yang digunakan adalah 5 % atau taraf kesalahan 0,05.
HASIL
Distribusi paritas responden sebagian besar adalah multipara sebanyak 36 orang (64,3%),
primipara sebanyak 17 orang (30,4%), dan grandemultipara sebanyak 3 orang (5,4%). tentang
umur didapatkan hasil adalah sebagian besar umur responden 20 – 34 tahun berjumlah 32 orang
(57,1%), umur > 35 tahun berjumlah 13 orang (23,2%) dan umur < 20 tahun berjumlah 11 orang
(19,6%). Distribusi Responden Menurut Pendidikan sebagian besar adalah SMA, dimana
berjumlah 28 responden (50 %), SMP berjumlah 14 responden (25 %), PT 7 responden (12 %),
SD 5 responden (9 %) dan Diploma 2 responden (4 %). Menurut Kunjungan ANC tampak bahwa
sebagian besar > 4 kali kunjungan yaitu 44 orang (79%). Dan < 3 kali kunjungan yaitu 12 orang
(21%). Distribusi Responden Menurut Jumlah Tablet Zat Besi diperoleh hasil bahwa sebagian
besar mendapat > 60 tablet zat besi yang berjumlah 46 orang (82%) dan <60 tablet zat besi
berjumlah 10 orang (18%). Distribusi Kadar Anemia Pada Respondent diperoleh hasil bahwa
sebagian besar responden dengan kadar anemia ringan berjumlah 38 orang (68%), anemia sedang
12 orang (21%) dan anemia berat 6 orang (11%).
Hasil analisis hubungan antara paritas dengan tingkat anemia diperoleh bahwa primipara
sebanyak 17 (30%) yang terdiri dari 15 (27%) mengalami anemia ringan, 1 (2%) anemia sedang
dan 1 (2%) anemia berat, multipara sebanyak 36 (64%) terdiri dari 23 (41%) anemiaringan, 8
(14%) anemia sedang, 5 (9%) anemia berat, Grandemultipara sebanyak 3 (6%) terdiri dari
mengalami anemia sedang. Hasil uji statistik diperoleh ada hubungan yang signifikan antara
paritas dengan kadar anemia nilai X² = 14.761 dan p = 0.005 IK 95% = 0.006 – 0.010. Hasil analisis
hubungan antara Umur dengan tingkat anemia diperoleh bahwa umur ≤ 20 sebanyak 11 responden
( 20 %) yang terdiri dari 8 responden (14%) mengalami anemia ringan, 1 responden (2%)
mengalami anemia sedang dan 2 responden (4%) mengalami anemia berat, umur 21-34 sebanyak
32 responden (57%) terdiri dari 26 responden (46%) mengalami anemia ringan, 3 responden(5%)
mengalami anemia sedang, 3 responden (5%) mengalami anemia berat, umur ≥35 sebanyak 13
responden (23%) terdiri dari 4 responden (7% ) mengalami anemia ringan, 8 responden (14%)
mengalami anemia sedang dan 1 responden (2% ) mengalami anemia berat. Hasil uji statistik
diperoleh ada hubungan yang signifikan antara umur dengan kadar anemia nilai X² = 16.967 dan
p = 0.002 IK 95% = 0.001 – 0.003.

5
6

Hasil analisis hubungan antara pendidikan dengan tingkat anemia diperoleh bahwa
pendidikan SD sebanyak 5 responden (8%) yang terdiri dari 3 responden (5%) mengalami anemia
ringan, 2 responden (3%) mengalami anemia sedang dan tidak ada responden yang mengalami
anemia berat, pendidikan SMP sebanyak 14 responden (25%) yang terdiri dari 7 responden (13%)
mengalamianemia ringan, 3 responden (5%) mengalami anemia sedang, 4 responden (7%) anemia
berat, untuk pendidikan SMA sebanyak 28 responden (50 %) yang terdiri dari 21 responden (37
%) mengalami anemia ringan, 5 responden (9 %) mengalami anemia sedang, 2 responden (4 %)
mengalami anemia berat, pendidikan Diploma sebanyak 2 responden (4 %) yang terdiri dari 2
responden (4 %) mengalami anemiaringan dan tidak ada responden yang mengalami anemia
sedang ataupun anemia berat pendidikan PT sebanyak 7 responden (13 %) yang terdiri dari 5
responden (9 %) mengalami anemiaringan, 2 responden (4 %) mengalami anemia sedang, dan
tidak ada responden pada tingkat pendidikan ini yang mengalami anemia berat. Hasil uji statistik
diperoleh tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan tingkat anemia dimana
nilai X² = 8.798 dan p = 0.360 IK 95% = 0.088 – 0.094.
Hasil analisis hubungan antara kunjungan ANC dengan tingkat anemia diperoleh bahwa
kunjungan ANC ≤3 sebanyak 12 (21%) yang terdiri dari 7 (12%) mengalami anemia ringan, 1
(1%) anemia sedang dan 4 (7%) anemia berat, kunjungan ANC ≥4 sebanyak 44 (79%) terdiri dari
31 (55%) anemia ringan, 11 (20%) anemia sedang, 2 (3%) anemiaberat. Hasil uji statistik diperoleh
ada hubungan yang signifikan antara kunjungan ANC dengan tingkat anemiadimana nilai X² =
8.719 dan p = 0.013 IK 95% = 0.011 – 0.015
Hasil analisis hubungan antara konsumsi tablet zat besi dengan tingkat anemia diperoleh
bahwa responden yang mengkonsumsi tablet zat besi ≤60 tablet sebanyak 10 responden (18%)
yang terdiri dari 5 responden (9%) mengalami anemia ringan, 1 responden (2%) mengalami
anemia sedang dan 4 responden (7%) mengalami anemia berat, responden yang mengkonsumsi
tablet zat besi >60 tablet sebanyak 46 responden (82%) terdiri dari 33 responden (59%) mengalami
anemia ringan, 11 responden (20%) mengalami anemia sedang, 2 responden (3%) mengalami
anemia berat. Hasil uji statistik diperoleh ada hubungan yang signifikan antara konsumsi tablet zat
besi dengan tingkat anemia dimana nilai X² = 11.059 dan p = 0.004 IK 95% = 0.009 –0.013.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 56 responden didapatkan sebagian besar
umur responden adalah pada rentang usia sehat untuk reproduksi yaitu umur 20-34 tahun sebanyak
32 responden (57%), usia resiko <20 tahun sebanyak 11 responden (20%) dan ≥35 tahun sebanyak
13 responden (23%). Hasil uji statistik diperoleh nilai hitung X² = 16.967 dan p = 0.002 IK 95%
= 0.001 –0.003 dan nilai chi-square tabel 9,448. Hal ini menunjukkan nilai chi-square hitung lebih
besar dari nilai chi-square tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara umur ibu hamil dengan tingkat anemia. Menurut wintrobe (1987) dikutip oleh Amirudin R
dkk (2007), menyatakan bahwa usia ibu dapat mempengaruhi timbulnya anemia, yaitu semakin
rendah usia ibu hamil maka semakin rendah kadar hemoglobinnya.Jumlah paritas responden dalam
penelitian ini didapatkan paritas terbanyak ada pada rentang jumlah paritas 2-4 sebanyak 36
responden (64%) dan jumlah paritas 1 sebanyak 17 responden (30 %) dan paritas ≥ 5 sebanyak 3
responden (6%). Hasil uji statistik diperoleh nilai hitung X² = 14.761 dan p = 0.005 IK 95% =

6
7

0.006 – 0.010 dan nilai chi-square tabel 9,448. Hal ini menunjukkan nilai chi-square hitung lebih
besar dari nilai chi-square tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara paritas ibu hamil dengan tingkat anemia.
Paritas adalah jumlah anak yang dilahirkan hidup. Wanita yang sering melahirkan resiko
mengalami anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi
karena selama hamil zat-zat gizi akan terbagi untuk ibu dan janin.
Tingkat pendidikan sebagian besar responden dalam penelitian ini adalah tingkat
pendidikan SMA sebanyak 28 responden (50%) , selanjutnya tingkat pendidikan SMP sebanyak
14 responden (25%), tingkat pendidikan PT sejumlah 7 responden (13%), tingkat pendidikan SD
sejumlah 5 responden (8%) dan tingkat pendidikan diploma sejumlah 2 responden (4%). Hasil uji
statistic diperoleh nilai hitung X² = 8.798 dan p = 0.360 IK 95% = 0.088 – 0.094 dan nilai chi-
square tabel 15,507. Hal ini menunjukkan nilai chi-square hitung lebih kecil dari nilai chi-square
tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan
ibu hamil dengan tingkat anemia
Jumlah kunjungan ANC pada penelitian ini terbanyak pada kunjungan ≥4 sebanyak 44
(79%) dan kunjungan ≤3 sebanyak 12 (21%). Hasil uji statistic diperoleh nilai X² hitung = 8.719
dan p = 0.013 IK 95% = 0.011 – 0.015 dan nilai chi-square tabel 5,991. Hal ini menunjukkan nilai
chi-square hitung lebih besar dari nilai chi-square tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan yang signifikan antara frekuensi ANC ibu hamil dengan tingkat anemia.Kunjungan
antenatal merupakan upaya preventif ibu hamil untuk menghasilkan kehamilan yang sehat melalui
pemeriksaan fisik, pemberian suplemen serta penyuluhan kesehatan ibu hamil. Kunjungan
antenatal yang teratur agar supaya segera terdeteksinya berbagai faktor risiko kehamilan salah
satunya anemia.
Konsumsi tablet zat besi diperoleh jumlah ≤ 60 tablet sebanyak 46 (82%) dan >60 sebanyak
10 (18%). Hasil uji statistic diperoleh nilai hitung X² = 11.059 dan p = 0.004 IK 95% = 0.009 –
0.013 dan nilai chi-square tabel 5,991. Hal ini menunjukkan nilai chi-square hitung lebih besar
dari nilai chi-square tabel sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
konsumsi tablet zat besi ibu hamil dengan tingkat anemia.Setiap ibu hamil dianjurkan
mengkonsumsi secara teratur tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan, karena pada
wanita hamil cenderung mengalami defisiensi baik zat besi maupun folat.
KESIMPULAN
1. Ada hubungan antara umur responden dengan tingkat anemia pada ibu hamil
2. Ada hubungan antara paritas responden dengan tingkat anemia pada ibu hamil
3. Tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan responden dengan tingkat anemia pada ibu
hamil
4. Ada hubungan antara kunjungan ANC dengan tingkat anemia pada ibu hamil
5. Ada hubungan antara konsumsi tablet zat besi dengan tingkat anemia pada hamil
SARAN

7
8

1. Perlu peningkatan pengetahuan melalui penyuluhan oleh petugas kesehatan khususnya


pada ibu hamil tentang
2. Bahaya anemia pada masa kehamilan
3. Pentingnya kunjungan ANC minimal 4x selama hamil agar dapat memenuhikebutuhan
tablet zat besi selama kehamilan.
4. Pentingnya mengkonsumsi tablet zat besi secara teratur minimal 90 tablet selama
kehamilan.
5. Perlu penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kejadian
anemia dengan lingkup populasi yang lebih luas.

1. Munir. Hubungan Anemia Pada Ibu Hamil. (2009) [22 Februari 2011]; Diakses
dari:http://kti.blogspot.com/
2. Manuaba IBG. Buku Ajar Patologi Obstetri - Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC;
(2008).
3. Manuaba I B G. Ilmu Kebidanan. Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta.: EGC; (2001).
4. Wiknjosastro. IlmuKebidanan Edisi 3. Jakarta: Yayasan bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjdo; (2005).
5. Depkes RI. Panduan Pelayanan Antenatal. Jakarta: Depkes RI; (2011).
6. Hidayat A. Metode Penelitian Kesehatan Paradigma Kuantitatif. Surabaya.: Health Books
Publishing. ; (2010).
7. Amiruddin R, Syam M, Rusnah. Studi Kasus Kontrol Anemia Ibu Hamil. Jurnal Medika
Unhas; (2007) [24-05-2007]; Diakses dari: http://ridwanaruddin.com/
8. Depkes RI. Panduan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar,. Jakarta: Dirjen
BPM; (2012).

PELAYANAN ANC DALAM PENGOLAAN ANEMIA BERHUBUNGAN DENGAN


KEPUTUSAN IBU HAMIL MINUM TABLET BESI
Subarda, Muhammad Hakim, Siti Helmyati

ABSTRACT

Background: the prevalence of pregnant women with anemia is still one of nutrition problems in
indonesia. The main Cause of this case is low iron supplementation compliance as the effect of

8
9

lack of antenatal care (anc) services and Lack promotion of anemia prevention and iron tablet
benefit.
Objective: the study was aimed to know the relationship between anc services in anemia
management with iron Supplementation compliance of pregnant women.
Method: the study was observational with cross sectional design. Subjects were 202 pregnant
women in the ii–iii Trimester period in asahan district. Sampling interpretation was randomly
performed by choosing 3 sub-districts with K4 ≥ 85% and ≤ 85% coverage. Data collection was
carried out by interview based on structured questionnaire and Kia literature study while validity
of iron supplementation compliance using stool test. Data analysed using chi-square And logistic
regressions test.
Results: the result showed that 41.1% of pregnant women were complied. Based on chi-square
test, there were four Significant variables related to pregnant women’s compliance namely anc
services (ratio prevalence 1.82; ci95%: 1.22-2.70), anemia assessment (ratio prevalence 1.79;
ci95%: 1.22-2.64), nutrition consultation (ratio prevalence 1.41; Ci95%: 1.12-1.76) and
knowledge (ratio prevalence 1.42; ci95%: 1.12-1.79). Meanwhile logistic regressions test showed
That the most influencing variable was anc services (or 3.125) after controlling knowledge
variable.
Conclusion: there were positive relationship between anc services, anemia assessment, and
nutrition consultation With iron supplementation compliance.
KEY WORDS ANC services, iron supplementation compliance, pregnant women

PENDAHULUAN
Key words anc services, iron supplementation compliance, pregnant women
Prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 2004 dilaporkan sebesar 50,5% (1), sedangkan di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta tahun 2005 mencapai 73,9% (2), dan di Nusa Tenggara Timur mencapai 80% (3). Ibu
hamil yang mengalami anemia memiliki risiko kematian hingga 3,6 kali lebih besar dibandingkan
dengan ibu hamil yang tidak mengalami anemia (4). Anemia juga memiliki kontribusi yang tinggi
terhadap kematian di Indonesia dengan persentase mencapai 50-70% (3). Selain itu, ibu hamil
yang menderita anemia dapat berdampak terhadap janin, seperti bayi lahir prematur, risiko bayi
berat lahir rendah (BBLR), kelainan janin, serta meningkatnya risiko gawat janin (5). Kegiatan
suplementasi besi merupakan penanggulangan anemia yang paling banyak dilakukan, di samping
upaya lain seperti fortifikasi bahan makanan dengan zat besi dan pendidikan gizi lewat strategi
komunikasi, informasi, dan edukasi (6).
Di Indonesia, pemberian tablet besi kepada ibu hamil sudah dilakukan sejak tahun 1975
dengan melibatkan lintas sektor dan lintas program seperti melalui pengintegrasian ke dalam
pelayanan antenatal care (ANC) oleh bidan terhadap ibu hamil. Pelayanan ini hasilnya belum
menggembirakan. Menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002-

9
10

2003 di Provinsi Sumatera Utara dilaporkan hanya 2,1% ibu hamil yang minum tablet besi dengan
jumlah hari 60-89 dan sekitar 34,4% ibu hamil tidak pernah minumtablet besi. Pelayanan ini secara
rutin telah dilaksanakan oleh puskesmas, puskesmas pembantu, rumah sakit umum (RSU), dan
klinik-klinik swasta, yaitu dengan cara memberikan tablet tambah darah yang berisi 60 mg ferro
dan 0,25 mg asam folat kepada setiap ibu hamil minimal 90 tablet selama hamil (6).
Di Kabupaten Asahan yang terdiri dari 20 kecamatan dan 271 desa telah berdiri 1 unit
RSU, 4 unit rumah sakit swasta, 24 unit puskesmas, 172 unit puskesmas pembantu, dan 437 bidan.
Dilihat dari jumlah sarana dan jumlah bidan, seharusnya angka anemia ibu hamil tersebut dapat
ditekan dengan pemberian tablet besi ibu hamil. Namun demikian, laporan Dinas Kesehatan
Kabupaten Asahan tahun 2006 cakupan kunjungan pemeriksaan kehamilan yang keempat (K4)
ibu hamil sebesar 85,5% (masih ada 10 wilayah kecamatan dengan cakupan K4 kurang dari 85%)
dan cakupan pemberian tablet tambah darah (Fe3) sebesar 82,5% (7). Hasil cakupan Fe3 ini belum
mencapai target yang telah ditetapkan. Menurut hasil survei anemia gizi pada tahun 2004 oleh PT
Merck yang bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Asahan diketahui sebanyak 39%ibu hamil
mengalami anemia. Cakupan K4 dan Fe3 yang cukup tinggi ini belum diimbangi dengan
penurunan angka anemia ibu hamil.
Prevalensi anemia besi ibu hamil yang tinggi dapat disebabkan oleh tingkat kepatuhan
minum tablet besi yang rendah (20-30%) (8). Hasil penelitian di Bantul menunjukkan bahwa
dengan adanya suplementasi Fe mingguan (sekali seminggu) terjadi peningkatan kepatuhan
sebesar 12,1% dan berpengaruh nyata terhadap nilai kepatuhan sebesar 6,6 kali lebih tinggi bila
dibandingkan suplementasi harian setelah dikendalikan dengan faktor pengetahuan, sikap, praktik,
umur, pekerjaan, pendidikan, pendapatan, paritas, dan ANC. Frekuensi minum dan jumlah tablet
Fe merupakan faktor dari pasien yang mempengaruhi tingkat kepatuhan. Setelah dilakukan
stratifikasi berdasarkan status anemia pada awal penelitian, kenaikan kadar hemoglobin (Hb) pada
kelompok mingguan maupun harian menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna (p>0,05) (9).
Hasil survei kesehatan nasional (Surkesnas) tahun 2004 menunjukkan bahwa kepatuhan minum
pil besi makin tinggi seiring dengan makin tingginya pemeriksaan ANC dan meningkatnya sosial
ekonomi rumah tangga (10). Berdasarkan hal tersebut, penelitian dilakukan untuk mengetahui
peran pelayanan ANC dalam pengelolaan anemia sebagai salah satu upaya meningkatkan
kepatuhan ibu hamil minum tablet besi.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini menggunakan desain observasional dengan pendekatan potong lintang.
Lokasi penelitian adalah di Kabupaten Asahan dengan penentuan lokasi di kecamatan secara
stratified random sampling. Setiap wilayah kecamatan digolongkan menurut cakupan K4, yaitu
K4 lebih dari 85% dan K4 kurang dari atau sama dengan 85%, sehingga diperoleh masing-masing
3 kecamatan untuk masing-masing kelompok.
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh ibu hamil trimester II dan III di kecamatan
terpilih. Subjek kemudian dipilih berdasarkan kriteria inklusi yaitu: ibu hamil yang diperiksa dan
bertempat tinggal di wilayah kecamatan terpilih, tercatat dalam buku register ibu hamil di
puskesmas, memiliki buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), mendapat tablet besi program, dan

10
11

bersedia menjadi subjek. Kriteria eksklusinya yaitu: menderita suatu penyakit kronis (gangguan
jantung, malaria, infeksi cacing), mempunyai komplikasi kehamilan, dan memeriksa kehamilan
selain kepada bidan.
Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 202 orang yang terbagi dalam dua kelompok
yaitu kelompok dengan cakupan K4 lebih dari 85% dan kelompok dengan cakupan K4 kurang dari
atau sama dengan 85%. Penentuan jumlah subjek tersebut menggunakan ketentuan kesalahan tipe
I dan II masing-masing sebesar 5 (Zα=1,64) dan 20% (Zβ=0,84), proporsi ibu hamil dengan
pelayanan ANC baik dan patuh minum tablet besi sebesar 17%, risiko relatif pelayanan ANC tidak
standar dibanding pelayanan standar sebesar 1,9 (11).
Data yang dikumpulkan meliputi beberapa aspek yang dilakukan mulai bulan Februari
sampai dengan Mei 2007. Aspek penilaian pelayanan ANC dalam pengelolaan anemia ibu hamil
digolongkan menjadi dua, yaitu pelayanan ANC baik (jika ibu hamil telah mendapat pelayanan
meliputi pemeriksaan penentuan anemia, pemberian tablet besi, dan konsultasi gizi) dan pelayanan
ANC tidak baik (jika hanya satu atau dua macam pelayanan yang diperoleh). Aspek pemeriksaan
penentuan anemia dilakukan oleh bidan baik dengan cara pengukuran Hb (metode talquis atau
sahli) atau hanya melihat gejala klinis pada kelopak mata yang disesuaikan dengan usia kehamilan
ibu (12). Pemeriksaan dikatakan baik jika menggunakan kedua cara penilaian anemia dan
dikatakan tidak baik jika hanya dilakukan satu macam penilaian anemia.
Aspek konsultasi gizi disampaikan oleh bidan yang berisi materi anemia, meliputi:
pengertian, gejala, penyebab, akibat, manfaat tablet besi, cara minum tablet besi, efek samping
tablet besi, dan sumber bahan makanan yang kaya zat besi (10). Konsultasi dikatakan baik jika ibu
hamil menerima lebih dari atau sama dengan 6 materi konsultasi dan tidak baik jika ibu hamil
menerima kurang dari 6 materi konsultasi. Pengetahuan anemia dikumpulkan dari pengujian
terhadap materi konsultasi gizi yang diberikan bidan kepada ibu hamil yang dikelompokkan
menjadi pengetahuan tinggi jika total nilai yang diperoleh lebih atau sama dengan nilai rata-rata
pengetahuan seluruh subjek dan pengetahuan rendah jika total nilai yang diperoleh lebih kecil
daripada nilai rata-rata pengetahuan seluruh subjek. Sikap tentang anemia dinilai berdasarkan
respon ibu hamil terhadap pentingnya pencegahan anemia, digolongkan menjadi sikap baik jika
total nilai yang diperoleh lebih atau sama dengan nilai rata-rata seluruh subjek, dan sikap tidak
baik jika total nilai yang diperoleh lebih kecil daripada nilai rata-rata seluruh subjek.
Kepatuhan minum tablet besi program diperoleh dengan menghitung jumlah selisih tablet
besi yang tersisa dari total yang diberikan terakhir kali oleh bidan dihitung mulai dari tanggal tablet
besi diberikan kepada ibu hamil sampai tanggal seharusnya tablet besi diminum (pengambilan
data). Selain itu, untuk validasi informasi kepatuhan minum tablet besi hasil wawancara kepada
ibu hamil, dilakukan uji Stool terhadap feses subjek (13). Ibu hamil dinilai patuh jika tablet besi
yang diterima dari petugas kesehatan diminum lebih dari atau sama dengan 90% dan hasil
pemeriksaan Stool test (+), sedangkan ibu hamil dinilai tidak patuh jika tablet besi yang diterima
dari petugas kesehatan diminum kurang dari 90% dengan hasil Stool test (-) atau (+) dan jika tablet
besi yang diterima dari petugas kesehatan diminum lebih dari atau sama dengan 90% dengan hasil
Stool test (-).Instrumen yang digunakan adalah kuesioner terstruktur (riwayat pelayanan ANC
dalam pengelolaan anemia ibu, yang meliputi pertanyaan frekuensi pelayanan ANC, pemeriksaan

11
12

penentuan anemia, konsultasi gizi, kepatuhan minum tablet besi, dan uji Stool terhadap feses ibu
hamil) dan pengetahuan diukur menggunakan kuesioner dengan pertanyaan tertutup yang bersifat
favourable dan unfavourable, sedangkan pengukuran sikap dilakukan dengan skala Likert.
Analisis data bivariat menggunakan uji kai kuadrat dan analisis multivariat menggunakan uji
regresi logistik untuk mengetahui hubungan antarvariabel.
HASIL DAN BAHASAN
Karakteristik subjek penelitian
Sebanyak 78,7% subjek berada pada usia kehamilan yang optimal (21-35 tahun) dan hanya
21,3% yang berada pada usia risiko tinggi untuk kehamilan. Selain itu, sebagian besar subjek
bekerja sebagai karyawan swasta

Tabel 1. Distrubisi karakteristik subjek

Variabel Jumlah (n) Persentase


Pendidikan terakhir
SD 52 25,7
SLTP 68 33,7
SLTA 74 36,6
DIII/PT 8 4,0
Jumlah anak
≤2 113 55,9
>2 89 44,1
Usia reproduksi (tahun)
21-35 159 78,7
≤ 20 dan > 35 43 21,3
Pekerjaan ibu
Buruh 50 24,8
Pedagang 27 13,4
Petani 52 25,7
Karyawan swasta 65 32,2
Frekuensi ANC
< 4 kali 116 57,4
≥ 4 kali 86 42,6
Usia ANC pertama kali
< 3 bulan 96 47,5
3-6 bulan 100 49,5
> 6 bulan 6 3,0
Persentase kepatuhan minum
table besi
Ibu hamil minum tablet Fe < 90% 77 38,1
Ibu hamil minum tablet Fe ≥ 90% 125 61,9
Uji stool

12
13

Positif 99 49,0
Negative 103 51,0

(32,2%). Hal ini berarti secara biologis dan sosial ekonomi, subjek dapat dikatakan telah matang
dan siap membangun kehidupan rumah tangga. Pada penelitian ini juga ditemukan sebanyak
47,5% subjek mulai memeriksakan kehamilan pada trimester pertama, namun subjek yang
terbanyak (49,5%) mulai memeriksakan kehamilannya pada trimester kedua. Kesadaran
masyarakat terhadap manfaat pelayanan ANC dapat dikatakan rendah. Hal ini terlihat dari jumlah
subjek yang melakukan kunjungan ANC lebih dari 4 kali hanya sebesar 42,6% (Tabel 1). Di
Indonesia, kunjungan pelayanan ANC menurut Departemen Kesehatan RI adalah empat kali
selama hamil, dengan pembagian satu kali pada kunjungan trimester pertama, satu kali pada
trimester kedua, dan dua kali pada trimester ketiga. Tujuan pemeriksaan ini agar perkembangan
keadaan ibu dan janin secara berkala dapat diketahui, sehingga adanya penyimpangan dapat
diketahui sedini mungkin dan dikoreksi (14).
Selain itu, berdasarkan data yang dikumpulkan pada penelitian ini, terlihat sebagian besar
subjek (76,7%) mendapat pelayanan ANC dalam pengelolaan anemia yang tidak baik. Sedangkan
sebesar 75,7% subjek mendapat pemeriksaan penentuan anemia kategori tidak baik, namun
sebagian besar subjek (87,6%) sudah mendapat konsultasi mengenai anemia secara baik dan
diperoleh masing-masing sebanyak 51,5% dan 68,3% subjek untuk kategori pengetahuan yang
tinggi dan sikap yang baik mengenai anemia. Hal ini berpengaruh terhadap kepatuhan minum
tablet besi yang sebagian besar juga tergolong baik (61,9%) dan hasil uji Stool (-) diperoleh
sebanyak 103 subjek (51,0%).
Hubungan pelayanan ANC, pemeriksaan penentuan anemia, konsultasi gizi, pengetahuan,
dan sikap subjek terhadap kepatuhan minum tablet besi
Hubungan pelayanan ANC, pemeriksaan penentuan anemia, konsultasi gizi, pengetahuan,
dan sikap subjek terhadap kepatuhan minum tablet besi dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan
tabel tersebut, pelayanan ANC, pemeriksaan penentuan anemia, konsultasi gizi, dan pengetahuan
subjek memiliki hubungan yang bermakna dengan kepatuhan subjek minum tablet besi (p<0,05),
sedangkan sikap subjek ditemukan tidak memiliki hubungan bermakna dengan kepatuhan minum
tablet besi.
Hubungan pelayanan ANC dengan kepatuhan minum tablet besi. Pelayanan ANC
dalam pengelolaan anemia adalah serangkaian kegiatan pelayanan kepada ibu hamil yang meliputi
pemeriksaan atau diagnosis anemia, pemberian tablet besi, dan konsultasi gizi. Ada beberapa
penyebab ketidakpatuhan ibu hamil dalam minum tablet besi, antara lain petugas kesehatan yang
memiliki kesadaran rendah terhadap pemeliharaan kehamilan, adanya anggapan bahwa tablet besi
merupakan terapi pengobatan, dan tindak lanjut kunjungan ANC yang kurang baik (15).

Tabel 2. Hubungan pelayanan ANC, pemeriksaan penentuan anemia, konsultasi gizi,


pengetahuan, dan sikap dengan kepatuhan subjek dalam minum tablet besi

13
14

Variabel Kepatuhan subjek Total Rasio IK 95% p


Tidak patuh patuh previensi
n (%) n (%)
Pelayanan ANC
Tidak baik 102(65,8) 53(34,2) 155 1,82 1,22-2,70 0,001
Baik 17(36,2) 30(63,8) 47
Pemeriksaan penentuan
Anemia
Tidak baik 101(66,0) 52(34,0) 153 1,79 1,22-2,64 0,001
Baik 18(36,7) 31(63,3) 49
Konsultasi gizi
Tidak baik 35(76,1) 11(23,9) 46 1,41 1,14-1,76 0,012
Baik 84(53,8) 72(46,2) 156
Pengetahuan
Rendah 68(69,4) 30(30,6) 98 1,42 1,12-1,79 0,005
Tinggi 51(49,0) 53(51,0) 104
Sikap
Tidak baik 42(65,6) 22(34,4) 64 1,18 0,93-1,48 0,243
Baik 77(55,8) 61(44,2) 138

Berdasarkan uji kai kuadrat diperoleh hubungan yang bermakna antara pelayanan ANC
dalam pengelolaan anemia dengan kepatuhan subjek dalam minum tablet besi (p=0,001; rasio
prevalensi=1,82; IK95%=1,22-2,70) (Tabel 2). Maka dapat diartikan bahwa, ibu hamil yang
mendapat pelayanan ANC tidak baik mempunyai peluang 1,82 kali lebih tinggi untuk tidak patuh
minum tablet besi dibandingkan ibu hamil yang mendapat pelayanan ANC baik.
Dengan demikian, ibu hamil yang tidak mendapat pelayanan ANC standar akan berakibat
pada ketidakpatuhan minum tablet besi, yang pada akhirnya akan meningkatkan risiko terjadinya
anemia. Lebih dari 50% ibu hamil setelah mendapat penyuluhan mengerti akan manfaat tablet besi
untuk mencegah anemia dan mereka patuh untuk mengonsumsi sampai habis tablet besi yang
diterimanya (16).
Hubungan ini bisa menjelaskan bahwa pelayanan antenatal berperan dalam pencegahan
dan memperbaiki pengaruh kegawatan dalam kehamilan. Pelayanan ANC yang baik dapat
mendeteksi gejala dan tanda-tanda yang berkembang selama kehamilan, seperti anemia. Begitu
pula sebaliknya, ibu hamil yang mendapat pelayanan kurang berkualitas tidak akan mendapat
informasi tentang kesehatan ibu selama kehamilan.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, terdapat sebesar 34,2% subjek yang mendapatkan
pelayanan ANC tidak baik namun patuh dalam minum tablet besi. Hal ini memberi arti bahwa
subjek dapat memperoleh informasi pelayanan ANC tidak saja saat melaksanakan kunjungan,
tetapi dapat juga memperoleh informasi tentang manfaat pemeriksaan kehamilan dari tetangga,
teman dekat,atau frekuensi berkomunikasi yang baik dengan kader pada saat datang ke posyandu.

14
15

Selain itu, pengetahuan kesehatan keluarga atau teman dekat akan berpengaruh terhadap
pengetahuan ataupun tindakan ibu hamil. Hal ini jawaban paling mendasar atas pendapat yang
menyatakan adanya keterikatan individu dalam keluarga atau teman yang berpengaruh kuat
terhadap keputusan individu dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan terutama pelayanan ANC
(17).
Hubungan pemeriksaan penentuan anemia dengan kepatuhan minum tablet besi.
Pemeriksaan kehamilan dengan cara pendekatan risiko merupakan hal penting khususnya pada
kehamilan risiko tinggi. Anemia sebagai salah satu faktor risiko tinggi perlu dideteksi sedini
mungkin. Dengan demikian, pemeriksaan penentuan anemia merupakan keharusan yang
dilakukan oleh bidan dalam melakukan pelayanan ANC. Sesuai dengan tugas pokok bidan desa,
mereka harus dapat melakukan pelayanan ANC (14). Hasil uji statistik membuktikan adanya
hubungan yang bermakna antara penentuan anemia dengan kepatuhan ibu hamil dalam minum
tablet besi (p=0,001; rasio prevalensi=1,79; IK95%=1,22-2,64) (Tabel 2). Artinya ibu hamil
dengan penentuan anemia yang tidak baik berisiko 1,79 lebih tinggi untuk tidak patuh minum
tablet besi jika dibandingkan ibu hamil dengan cara penentuan anemia baik. Indikasi ini dapat
memberi petunjuk kepada bidan dalam melakukan deteksi risiko kehamilan dan nasihat tentang
anemia.
Berdasarkan hasil pengamatan pada penelitian ini, diketahui masih ada beberapa bidan
yang tidak melakukan pemeriksaan anemia dengan alat ukur, karena alat ukur Hb tidak tersedia
(habis) dalam paket bidan kit. Selain itu, ada beberapa bidan yang masih beranggapan bahwa
pengukuran Hb akan menambah lama pemeriksaan ibu hamil. Dengan demikian, segala pelayanan
yang diberikan oleh bidan tidak dipengaruhi oleh klien (subjek) karena kualitas pelayanan ANC
berada di tangan pemberi pelayanan (bidan). Adanya keterbatasan kewenangan dan sarana yang
dimiliki bidan tersebut, perlu diciptakan suasana keterbukaan dalam pelayanan dan saling merujuk
di antara pemberi pelayanan agar ibu hamil tidak merasa dirugikan (18). Hasil penentuan Hb darah
subjek sebenarnya merupakan indikator bagi bidan dalam memberikan pelayanan ANC, yaitu
sebagai bahan untuk menjelaskan, agar pesan kesehatan lebih fokus terutama informasi mengenai
manfaat tablet besi dan akibat yang ditimbulkan dari anemia.
Hubungan konsultasi gizi dengan kepatuhan minum tablet besi. Untuk meningkatkan
kepatuhan minum tablet besi diperlukan media komunikasi dan peran aktif orang lain seperti suami
ataupun anggota keluarga (19). Berdasarkan hasil uji kai kuadrat diperoleh adanya hubungan yang
bermakna antara konsultasi gizi dengan kepatuhan ibu hamil dalam minum tablet besi (p=0,012;
rasio prevalensi=1,41; IK95%=1,14-1,76) (Tabel 2). Artinya ibu hamil yang mendapat konsultasi
tidak baik mempunyai risiko 1,41 lebih tinggi untuk tidak patuh minum tablet besi jika
dibandingkan ibu hamil yang mendapat konsultasi baik.
Rendahnya tingkat kepatuhan ibu hamil minum tablet besi disebabkan faktor lupa, takut
bayi menjadi besar, kesadaran yang kurang mengenai pentingnya tablet besi dan ancaman bahaya
anemia bagi ibu hamil dan bayi, serta adanya efek samping (mual atau pusing) yang ditimbulkan
setelah minum tablet besi (5). Pada penelitian ini diperoleh sebanyak 41,1% subjek patuh dan
58,9% subjek tidak patuh minum tablet besi. Tujuh puluh tiga di antara 112 subjek (65,2%)
menyatakan tidak patuh karena lupa, 33 di antara 47 subjek (70,2%) karena mual, 44 di antara 65

15
16

subjek (67,7%) karena baunya tidak enak, dan 14 di antara 15 subjek (93,3%) karena memiliki
ketakutan bayi akan berukuran besar. Selain itu, diketahui pula penyebab rendahnya kepatuhan
ibu hamil minum tablet besi karena adanya efek samping seperti mual dan pusing setelah minum
tablet besi serta kurang paham tentang anemia dan manfaat tablet besi bagi diri ibu hamil (20, 21,
22, 23). Oleh karena itu, diperlukan penyampaian informasi yang jelas tentang manfaat tablet besi
dan pengawasan yang rutin, sehingga dapat meningkatkan kepatuhan ibu hamil dalam minum
tablet besi.
Metode konsultasi yang lebih mengedepankan pendekatan individu dianggap akan lebih
efektif untuk meningkatkan pemahaman akan manfaat tablet besi, sehingga dapat meningkatkan
motivasi pencegahan anemia (16). Selain metode, perlu juga memperhatikan alat penunjang
konsultasi seperti leaflet atau lembar balik anemia dan manfaat tablet ibu hamil .
Hubungan pengetahuan dan sikap dengan kepatuhan minum tablet besi. Pengetahuan
dan sikap subjek pada penelitian ini dinyatakan sebagai variabel pengganggu. Berdasarkan uji kai
kuadrat diperoleh hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan kepatuhan subjek dalam
minum tablet besi (p=0,005; rasio prevalensi=1,42; IK95%=1,12-1,79) (Tabel 2). Maka dapat
disimpulkan bahwa ibu hamil dengan pengetahuan rendah mempunyai peluang 1,42 lebih tinggi
untuk tidak patuh minum tablet besi dibanding ibu hamil yang berpengetahuan tinggi.
Proporsi pengetahuan yang baik akan meningkatkan kepatuhan ibu hamil minum tablet
besi. Kepatuhan minum tablet besi merupakan suatu bentuk perilaku yang dapat terwujud karena
adanya pengetahuan yang diperoleh dari luar serta keyakinan dan adanya dorongan dari orang lain
(petugas kesehatan, tetangga, atau teman dekat) (24). Agar tingkat kepatuhan ibu hamil lebih
terjamin, selain dilakukan konsultasi juga perlu dilakukan pengawasan yang rutin (25). Hasil
penelitian pada ibu hamil di Kabupaten Bantul tahun 2002 diperoleh adanya hubungan bermakna
antara pengawasan suami dengan tingkat kepatuhan ibu hamil dalam minum tablet besi (23).
Pengawasan minum tablet besi oleh suami dapat meningkatkan kemungkinan patuh hingga 8,5
kali lebih besar dibandingkan ibu hamil tanpa pengawasan dari suami (26). Hasil penelitian ini
menemukan bahwa mayoritas subjek (92,7%) menyatakan setuju apabila keluarga atau saudara
selalu mengingatkan ibu hamil dalam minum tablet besi. Suami seharusnya menemani istri saat
periksa ANC dan berkonsultasi dengan petugas kesehatan. Dengan demikian, keluarga atau suami
juga ikut belajar mengenai gejala dan tanda-tanda komplikasi kehamilan. Calon suami yang
memperoleh pendidikan antenatal dapat lebih meningkatkan frekuensi kunjungan ke klinik
antenatal (27).
Sebanyak 65,6% subjek pada penelitian ini mempunyai sikap yang dikategorikan tidak
baik dan tidak patuh minum tablet besi dan sebanyak 55,8% subjek lainnya mempunyai sikap yang
dikategorikan baik tetapi tidak patuh minum tablet besi. Berdasarkan uji kai kuadrat diketahui
tidak ada hubungan antara sikap dengan kepatuhan ibu hamil dalam minum tablet besi (p=0,243;
rasio prevalensi=1,18; IK95%=0,93-1,48). Sikap yang rendah ini umumnya disebabkan kurangnya
kesadaran mengenai pentingnya minum tablet besi dan ancaman bahaya anemia bagi ibu hamil
dan bayi.
Analisis multivariat

16
17

Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui hubungan variabel terikat dan variabel
tergantung serta pengganggu, dengan menguji secara bersama-sama. Adapun variabel yang
bermakna secara statistik dengan analisis bivariabel adalah yang mempunyai nilai p kurang dari
0,25. Analisis multivariat yang digunakan adalah model regresi logistik (Tabel 3).
Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis regresi logistik lanjutan, yang
dilaksanakan secara bertahap, yaitu dengan mengeluarkan variabel yang mempunyai nilai p yang
paling besar dari analisis pada setiap tahapnya. Adapun hasil akhir dari analisis regresiBerdasarkan
hasil akhir analisis regresi

Tabel 3. model regresi logistic hubungan pelayanan ANC dalam pengelolaan anemia
dengan kepatuhan ibu hamil minum tablet dengan mengendalikan variabel-variabel
pengganggu

Variabel OR CL 95% p
Pelayanan ANC dalam 3,482 1,440-7,012 0,262
pengelolaan anemia
Penentuan anemia 5,415 0,289-98,452 0,254
Kinsultasi gizi 1,405 0,937-2,206 0,100
Pengetahuan 1,962 1,058-3,640 0,032
Sikap 1,268 0,649-2,474 0,487

Logistik terlihat pada Tabel 4. Berdasarkan hasil akhir analisis regresi logistik diketahui pelayanan
ANC dalam pengelolaan anemia dan pengetahuan secara bersama-sama memiliki hubungan
bermakna dengan kepatuhan ibu hamil dalam minum tablet besi (p<0,05). Nilai OR pelayanan
ANC yang diperoleh sebesar 3,125 (IK95%= 1,562-6,251) yang berarti ibu hamil dengan
pelayanan ANC yang tidak baik mempunyai peluang 3,125 kali lebih tinggi untuk tidak patuh
minum tablet besi dibandingkan ibu hamil dengan pelayanan ANC baik setelah dikontrol variabel
pengetahuan. Selain itu variabel pelayanan ANC dalam pengelolaan anemia pengaruhnya lebih
besar jika dibandingkan pengetahuan terhadap kepatuhan ibu hamil minum tablet besi.

Tabel 4. Model hasil akhir regresi logistic hubungan pelayanan ANC dalam pengelolaan
anemia dengan kepatuhan ibu hamil dalam minum table besi

Variabel OR IK 95% p
Pelayanan ANC dalam 3,125 1,562-6,251 0.001
pengelolaan anemia
pengetahuan 2,153 1,189-3,896 0,011

KESIMPULAN DAN SARAN

17
18

Pada penelitian ini diperoleh adanya hubungan antara pelayanan ANC dalam pengelolaan
anemia, pemeriksaan penentuan anemia, dan konsultasi gizi dengan kepatuhan ibu hamil minum
tablet besi. Pelayanan ANC dalam pengelolaan anemia bersama-sama dengan pengetahuan
berpengaruh terhadap kepatuhan ibu hamil dalam minum tablet besi, namun pelayanan ANC
dalam pengelolaan anemia memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan pengetahuan ibu
hamil.
Berdasarkan kesimpulan di atas, disarankan kepada bidan desa agar dalam memberikan
pelayanan ANC lebih aktif melakukan kunjungan kepada ibu hamil yang tidak aktif melakukan
pemeriksaan ANC disertai pemberian konsultasi gizi, selain menunggu di poliklinik desa
(polindes). Hal ini dimaksudkan agar pelayanan ANC lebih teratur dan berkesinambungan,
sehingga ibu hamil merasa terawasi dan lebih paham akan manfaat tablet besi. Dinas Kesehatan
juga diharapkan dapat lebih meningkatkan monitoring dan evaluasi secara rutin terhadap
kelengkapan peralatan dalam penentuan anemia ibu hamil dan mewajibkan kepada setiap bidan
untuk segera menyediakan sarana pengukuran Hb apabila persediaan telah habis. Dinas Kesehatan
setempat juga sebaiknya menyediakan leaflet atau lembar balik anemia dan manfaat tablet ibu
hamil sebagai media konsultasi gizi secara berkala, sehingga proses konsultasi akan lebih menarik,
mudah dipahami, dan mudah diingat.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada subjek penelitian dan semua pihak yang telah
membantu penelitian ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada kepala puskesmas,
bidan koordinator, tenaga pelaksana gizi puskesmas, dan bidan desa di Puskesmas Mutiara,
Gambir Baru, Binjai Serbangan, Hesa Air Genting, Sidodadi, dan Rawang yang telah memberikan
izin dan fasilitas selama penelitian.
RUJUKAN
1. Departemen Kesehatan RI. Survei Kesehatan Rumah Tangga 2004. Dalam: Isniati. Efek
suplementasi tablet Fe+obat cacing terhadap kadar hemoglobin remaja yang anemia di
Pondok Pesantren Tarbiyah Islamiyah Pasir Kecamatan IV Angkatan Candung tahun
2008. J Sains Tek Far 2007; 12(2): 100-4.
2. Departemen Kesehatan RI. Manajemen [serial online] 2005 [cited 2007 Jan 11]. Available
from: http://www.depkes.go.id
3. Hadi H. Editorial: Gizi lebih sebagai tantangan baru dan implikasinya terhadap kebijakan
pembangunan kesehatan nasional. Jurnal Gizi Klinik Indonesia 2004; 1 (2): 51-8.
4. Rush D. Nutrition and maternal mortality in developing word. Am J Clin Nutr 2000;
72(Suppl): 212S-40S.
5. WHO. Major nutritional deficiency diseases in emergencis: the management of nutrition
major emergencies. Jeneva: WHO; 2000.
6. Departemen Kesehatan RI. Pedoman pemberian tablet besi folat dan sirop besi bagi
petugas. Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan RI; 1999.
7. Dinas Kesehatan Kabupaten Asahan. Profil kesehatan Kabupaten Asahan. Kabupaten
Asahan: Dinas Kesehatan Kabupaten Asahan; 2006.

18
19

8. Departemen Kesehatan RI. Program penanggulangan anemia gizi pada WUS: strategi KIE
program penanggulangan anemia gizi. Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat Departemen
Kesehatan RI; 2003.
9. Susetyo D, Hakimi M, Hadi H. Pengaruh suplementasi tablet Fe mingguan dan harian
terhadap kepatuhan minum tablet Fe dan perubahan kadar hemoglobin pada ibu hamil di
Kabupaten Bantul Yogyakarta. Jurnal Gizi Klinik Indonesia 2005; 2(2) 45-52.
10. Sandjaja, Hapsari D, Sudikno. Distribusi dan konsumsi pil besi untuk bumil di Indonesia
2005. Prosiding Temu Ilmiah dan Kongres PERSAGI XIII; 2005 Nov 21-24; Bali,
Indonesia.
11. Dahlan MS. Besar subjek dalam penelitian kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Arkans;
2005.
12. Departemen Kesehatan RI. Standar pelayanan kebidanan buku I. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI; 2000.
13. Afifi AM, Bennison RJ, Griffiths PD, Jenkins GC, McIntosh J, Russel IR. Simple test for
ingested iron in hospital and domiciliary practice. Brit Med J 1966; 1:1021-2.
14. Departemen Kesehatan RI. Pedoman pelayanan antenatal care di tingkat pelayanan dasar.
Jakarta: Depkes RI; 1995.
15. Winichagoon P. Prevention and control of anemia: Thailand experiences. J Nutr 2002;
132: 862S-6S.
16. Emawati F, Rosmalina Y, Herman S. Kebutuhan ibu hamil akan tablet besi untuk
pencegahan anemia. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan; 2000.
17. Calhoun JF, Acocella JR. Psikologi tentang penyesuaian dan hubungan kemanusiaan.
Satmoko RS (Alih Bahasa). Semarang: IKIP Semarang Press; 1990.
18. Bahri S. Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan bidan desa terhadap
standar pelayanan antenatal di Dati II Bantul DIY [Tesis]. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada; 2000.
19. Triratnawati A. Upaya peningkatan kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi pil tambah
darah. Jurnal Epidemiologi Indonesia 1997; 2(3): 43-9.
20. Ekstrom EC, Kavishe FP, Habicht JP, Fronqillo EAJr, Rasmussen KM, Hemed L.
Adherence to iron supplementation during pregnancy in Tanzania: determinants and
hematologic consequences. Am J Clin Nutr 1996; 64(3): 368-74.
21. Schultink W, van der Ree M, Matulessi P, Gross R. Low compliance with an iron-
supplementation program: a study among pregnant women in Jakarta, Indonesia. Am J
Clin Nutr 1993; 57(2):135-9.
22. Yip R. Iron supplementation during pregnancy: is it efective?. Am J Clin Nutr 1996; 63:
853-5.
23. Widagdo D. Pengaruh suplementasi tablet Fe dengan supervisi suami pada ibu hamil
terhadap umur kehamilan di Kabupaten Bantul. Jurnal Gizi Klinik Indonesia 2005; 2(1):
22-7.
24. Green LW, Kreuter MW. Health promotion planning an educational and environmental
approach. second edition. London: Mayfield Publishing Company; 2000.

19
20

25. Susetyowati AN. Pengaruh supervisi bidan desa terhadap kepatuhan minum tablet besi
dan perubahan kadar Hb ibu hamil di Kabupaten Bantul [Tesis]. Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada; 2001.
26. Hadi H. Meningkatkan kepatuhan minum tablet besi ibu hamil: pentingnya peranan suami.
Berita Kedokteran Masyarakat 2001; XVII(2): 51-62.
27. Ishak S, Lestari KW, Cut M. Keterlibatan suami dalam menjaga kehamilan istri di
Puskesmas Kecamatan Kota Alam Banda Aceh. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan
2005; 8(2): 100-5.

20
21

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


KEJADIAN ANEMIA PADA IBU HAMIL
TRIMESTER III DI PUSKESMAS
TEGALREJO TAHUN 2016
Indah Fitriasari, Ririn Wahyu Hidayat

ABSTRACK
Latar Belakang: Anemia pada ibu hamil dapat meningkatkan risiko komplikasi perdarahan
antepartum dan postpartum yang jika tidak tertangani dengan baik akan berakibat fatal, sebab ibu
hamil dengan anemia tidak dapat mencegah terjadinya kehilangan darah. Kejadian anemia pada
ibu hamil dapat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain tingkat pendidikan, paritas, usia ibu,
status gizi, frekuensi ANC. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 angka kejadian anemia pada
ibu hamil di Indonesia sebanyak 37,1%. Sedangkan di DIY pada tahun 2015 sebesar 14,85%,
tertinggi di Kota Yogyakarta sebesar 32,39% (Dinkes DIY, 2015).
Tujuan: diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada ibu hamil
trimester III di Puskesmas Tegalrejo tahun 2016.
Metode: penelitian ini menggunakan desain penelitian survey analitik dengan pendekatan Cross
Sectional. Sampel pada penelitian ini berjumlah 66 orang. Instrumen penelitian menggunakan
ceklis pada lembar pendokumentasian peneliti. Metode analisis yang digunakan adalah uji korelasi
Kendall’s Tau.
Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan angka kejadian anemia berat sebesar 77,3% dan anemia
sedang sebesar 22,7%. Hasil penelitian diperoleh nilai significancy p tingkat pendidikan dengan
kejadian anemia sebesar 0,001 dengan nilai korelasi 0,431; paritas dengan kejadian anemia sebesar
(p: 0,000) dengan nilai korelasi 0,631; usia ibu dengan kejadian anemia sebesar (p: 0,000) dengan
nilai korelasi 0,838; status gizi dengan kejadian anemia sebesar (0,444) dengan nilai korelasi
0,095; dan frekuensi ANC dengan kejadian anemia sebesar (0,032) dengan nilai korelasi 0,256.
Simpulan dan saran: Terdapat hubungan tingkat pendidikan, paritas, usia ibu, frekuensi ANC
dengan kejadian anemia dan usia ibu memiliki keeratan hubungan paling erat dengan kejadian
anemia di Puskesmas Tegalrejo tahun 2016.Ibu hamil diharapkan selalu memeriksakan
kehamilannya minimal 4 kali selama kehamilan dan ibu hamil hendaknya lebih memperhatikan
kesehatan dirinya dengan merencanakan kehamilan sedini mungkin.
Kata kunci : Frekuensi ANC, Kejadian Anemia, Tingkat Pendidikan, Paritas, Usia Ibu, Status
Gizi
Daftar Pustaka : Al-Qur’an, 28 buku (2007 – 2015), 7 jurnal, 12 skripsi, 5 website

21
22

LATAR BELAKANG
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah 11 gram%
pada trimester satu dan tiga atau kadar dibawah 10,5 gram% pada trimester kedua (Prawirohardjo,
2010). Anemia pada ibu hamil dapat berdampak buruk pada ibu maupun bayi yang akan
dilahirkan. Anemia meningkatkan risiko komplikasi perdarahan antepartum dan postpartum yang
jika tidak tertangani dengan baik akan berakibat fatal, sebab ibu hamil dengan anemia tidak dapat
mencegah terjadinya kehilangan darah (Fikriana U, 2013).
Ibu hamil yang menderita anemia memiliki kemungkinan akan mengalami perdarahan
postpartum (Manuaba, 2007). Frekuensi perdarahan postpartum 5-15% dari seluruh persalinan,
penyebab atonia uteri memiliki angka presentasi paling tinggi dari yang lainnya 50-60%, retensio
plasenta 16-17%, sisa plasenta 23-24 %, laserasi jalan lahir 4-5%, dan kelainan pembekuan darah
0,5-0.6% (Nugroho, 2010). Menurut penelitian Sembiring (2010) kejadian perdarahan karena
anemia selama kehamilan sebesar 15-20%. Mengingat besarnya dampak buruk dari anemia pada
wanita hamil dan janin, oleh karena itu perlu perhatian yang cukup terhadap masalah ini (Jurnal
D-III Kebidanan Mutiara Indonesia).
Berdasarkan data badan kesehatan dunia World Health Organization (WHO) tahun 2012
melaporkan bahwa prevalensi anemia pada ibu hamil di dunia adalah 41,8%. Diketahui, prevalensi
anemia pada ibu hamil di Asia sebesar 48,2% (WHO, 2012). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2013, angka kejadian anemia di Indonesia masih tinggi, terdapat 37,1%
ibu hamil yang mengalami anemia diantaranya pada trimester I sebanyak 3,8%, trimester II
sebanyak 13,6% dan trimester III sebanyak 24,8% (Riskesdas, 2013).
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tahun 2015
prevalensi anemia ibu hamil sebesar 14,85%. Dimana prevalensi anemia tertinggi di Kota
Yogyakarta sebesar 32,39%, disusul Kabupaten Bantul sebesar 19,21%, Kabupaten Kulonprogo
sebesar 13,00%, Kabupaten Sleman 10,36% dan Kabupaten Gunungkidul sebesar 9,87%. Data
tersebut mengindikasikan bahwa masih memerlukan usaha yang lebih untuk mengatasi
permasalahan anemia pada ibu hamil, mengingat target penurunan angka kematian ibu pada tahun
2030 dibawah 70/100.000 kelahiran hidup sesuai dengan sasaran SDG’s ke tiga (Dinkes DIY,
2015).
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan pada tanggal 9 Januari 2017, data
diambil dari bulan Juli – Desember 2016 di Puskesmas Tegalrejo Kota Yogyakarta didapatkan
sebanyak 54,80% ibu hamil trimester III mengalami anemia. Asuhan yang diberikan di Puskesmas
Tegalrejo pada ibu hamil yaitu meliputi pemeriksaan Hb sekali pada trimester satu dan sekali pada
trimester tiga, pemberian tablet Fe serta KIE nutrisi bagi ibu hamil.
Kejadian anemia pada ibu hamil dapat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain tingkat
pendidikan, paritas, usia ibu, status gizi, frekuensi ANC. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Mariza (2016), menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan
dengan kejadian anemia pada ibu hamil, hal tersebut disebabkan karena tingkat pendidikan
seseorang akan mempengaruhi kesadaran untuk berperilaku hidup sehat dan membentuk pola pikir

22
23

yang baik sehingga ibu akan lebih mudah untuk menerima informasi dan memiliki pengetahuan
yang memadai.
Menurut penelitian Mamah (2006) dalam Herawati dan Astuti (2010) menunjukkan bahwa
ada hubungan yang bermakna antara paritas dengan kejadian anemia pada ibu hamil dikarenakan
paritas lebih dari 3 kali mempunyai resiko lebih tinggi dibanding dengan ibu yang memiliki paritas
≤ 3 kali, hal ini dikarenakan ibu yang terlalu sering melahirkan akan mengalami peningkatan
volume plasma darah yang lebih besar sehingga menyebabkan hemodilusi yang besar pula oleh
karena itu kehamilan berikutnya akan menjadi lebih berisiko untuk mengalami anemia lagi (Jurnal
Kesehatan Kartika).
Selain pendidikan dan paritas, usia ibu berhubungan dengan kejadian anemia dalam
kehamilan. Menurut penelitian Salmariantity (2012), pada umur berisiko (<20 tahun dan >35
tahun) berpeluang berisiko mendapatkan anemia 1,8 kali dibandingkan dengan ibu hamil pada
umur tidak berisiko karena wanita hamil yang mempunyai umur berisiko dapat merugikan
kesehatan ibu maupun pertumbuhan janin.
Faktor lain yang berhubungan dengan kejadian anemia adalah status gizi dan frekuensi
ANC. Penelitian Ismaini (2016) menunjukkan bahwa adanya hubungan antara status gizi ibu hamil
dengan kejadian anemia dalam kehamilan, dikarenakan ibu hamil yang mengalami gizi kurang
akan mempengaruhi kondisi ibu hamil yang membutuhkan asupan gizi yang cukup banyak untuk
pertumbuhan janin. Menurut penelitian Sugma (2015) menunjukkan hubungan yang bermakna
antara keteraturan kunjungan ANC dengan kejadian anemia, hal ini dikarenakan keteraturan
melakukan kunjungan ANC berguna untuk mendeteksi dini terjadinya resiko tinggi kehamilan.
Kebijakan Pemerintah dengan deteksi adanya anemia pada ibu hamil dengan dilakukan
melalui pemeriksaan kadar Hb. Dalam penerapan standar pelayanan antenatal khususnya
pengelolaan anemia pada kehamilan terdapat standar minimal yaitu pemberian tablet Fe sebanyak
90 tablet selama kehamilan dan temuwicara, yang didalamnya terdapat konseling bagi ibu hamil
termasuk konseling gizi yang kaitannya dengan anemia dalam kehamilan (Depkes, 2013).
Peran bidan tentang anemia terdapat pada standar pelayanan kebidanan standar 6 yang
mengatur peran bidan dapat melakukan tindakan pencegahan, penemuan, penanganan, dan rujukan
pada semua kasus anemia pada kehamilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Peran bidan
tentang anemia terdapat pula pada standar kompetensi kebidanan standar 5 yaitu deteksi dini dan
penanganan awal kehamilan, persalinan dan nifas patologi (IBI, 2006).
Masyarakat beranggapan bahwa anemia ini sangat berpengaruh pada kehamilan.
Masyarakat beranggapan bahwa yang paling menakutkan bagi masyarakat adalah kematian bayi
yang disebabkan ibunya saat hamil kekurangan zat besi (Manuaba, 2010).
Berdasarkan data studi pendahuluan, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di
Puskesmas Tegalrejo untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia
pada ibu hamil trimester III tahun 2016, karena kejadian anemia pada ibu hamil trimester III
sebanyak 54,8,%.
METODE PENELITIAN

23
24

Penelitian ini menggunakan metode penelitian survey analitik dengan pendekatan waktu cross
sectional rancangan penelitian yang dilakukan untuk mengetahui hubungan variable independen
dan dependen dimana pengukurannya dilakukan pada satu. Penelitian ini telah dilakukan pada
tanggal 20 Maret – 20 April 2017. Penelitian dilakukan di Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil trimester III yang mengalami anemia pada
tahun 2016 sebanyak 95 responden. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil trimester
III yang mengalami anemia dengan beberapa kriteria yang diteliti pada saat penelitian berlangsung
yaitu pada tanggal 20 Maret - 20 April 2017 sebanyak 66 responden. Teknik sampling yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan Kendall-Tau. Variabel dalam penelitian ini adalah
tingkat pendidikan , paritas, usia ibu, status gizi dan frekuensi ANC sebagai variabel bebas dan
kejadian anemia sebagai variabel terikat. Analisa univariat menggunakan distribusi frekuensi,
analisis bivariat menggunakan Kendall-Tau.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Tabel 1 Karakteristik responden berdasakan tingkat pendidikan, paritas, usia ibu, status gizi dan
frekuensi ANC dengan kejadian anemia pada ibu hamil trimester III di Puskesmas Tegalrejo
Yogyakarta tahun 2016
Faktor F %
Tingkat Pendidikan
Rendah 27 40,9
Tinggi 39 59,1
Paritas
Grandemultipara 14 21,2
Multipara 36 54,4
Primipara 16 24,3
Usia Ibu
Beresiko 17 25,8
Tidak Beresiko 49 74,2
Status Gizi
Kurang 13 19,7
Baik 53 80,3
Frekuensi ANC
Tidak Teratur 47 71,2
Teratur 19 28,8
(Sumber : data sekunder, 2016)
Berdasarkan tabel 1 responden paling banyak terdistribusi pada saat penelitian berlangsung
yaitu pada tanggal 20 Maret - 20 April 2017 sebanyak 66 responden. Teknik sampling yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan Kendall-Tau. Variabel dalam penelitian ini adalah
tingkat pendidikan , paritas, usia ibu, status gizi dan frekuensi ANC sebagai variabel bebas dan
kejadian anemia sebagai variabel terikat. Analisa univariat menggunakan distribusi frekuensi,
analisis bivariat menggunakan Kendall-Tau. tingkat pendidikan rendah sebesar 40,9%. Jumlah

24
25

paritas terbanyak yang mengalami anemia terdapat pada kelompok multipara sebesar 54,5%.
Responden yang banyak mengalami anemia terdapat pada kelompok usia tidak berisiko 74,2%.
Sebanyak 80,3% responden memiliki status gizi baik dan responden paling banyak yang tidak
melakukan kunjungan ANC secara teratur sebanyak 71,2%.
Hasil Analisis Univariat
Tabel 2 Distribusi frekuensi kejadian anemia pada ibu hamil trimester III di Puskesmas Tegalrejo
tahun 2016
Kejadian Anemia Frekuensi (f) Prosentase
Sedang 15 22,7
Rinngan 51 77,3
(Sumber: data sekunder, 2016)
Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa frekuensi kejadian anemia terbanyak yaitu kejadian anemia
ringan sebanyak 77,3% dan kejadian anemia sedang yaitu 22,7%
PEMBAHASAN
1. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kejadian Anemia di Puskesmas Tegalrejo Tahun
2016 Berdasarkan tabel 2 diketahui sebanyak 44,4% ibu hamil mempunyai tingkat
pendidikan rendah yang mengalami anemia sedang, sebanyak 7,7% ibu hamil mempunyai
pendidikan tinggi mengalami anemia sedang. Berdasarkan uji analisis Kendall’s Tau
didapatkan nilai p-value =0,001 lebih kecil dari α = 0,05 yang artinya terdapat hubungan
tingkat pendidikan dengan kejadian anemia di Puskesmas Tegalrejo tahun 2016. Nilai
koefisien korelasi antar kedua variabel sebesar 0,431 menunjukkan keeratan hubungan
sedang dan berpola positif, artinya semakin tinggi tingkat pendidikan seorang ibu hamil
maka semakin rendah kejadian anemia pada ibu hamil.
Tingkat pendidikan mempengaruhi kesadaran akan pentingnya arti kesehatan dari
individu dan lingkungannya yang dapat mempengaruhi atau mendorong kebutuhan akan
pelayanan kesehatan. Didalam pendidikan terdapat proses pengembangan pengetahuan,
wawasan, kompetensi, serta mempengaruhinya juga terbentuknya pola pikir seseorang.
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi kesadaran untuk berperilaku hidup
sehat. Pendidikan akan membentuk pola pikir yang baik dimana ibu akan lebih mudah
untuk menerima informasi sehingga dapat terbentuk pengetahuan yang memadai. Sesuai
dengan penelitian Ridayanti (2012) yang menyebutkan rendahnya pengetahuan dapat
menyebabkan terbentuknya perilaku kesehatan yang kurang baik.
Pendidikan yang dijalani seseorang memiliki pengaruh pada peningkatan
kemampuan berpikir, dengan kata lain seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan
dapat mengambil keputusan yang lebih rasional, umumnya terbuka untuk menerima
perubahan atau hal baru dibandingkan dengan individu yang berpendidikan rendah.
Tingkat pendidikan ibu hamil yang rendah mempengaruhi penerimaan informasi sehingga
pengetahuan tentang anemia dan faktor-faktor yang berhubungan dengannya menjadi
terbatas, terutama pengetahuan tentang pentingnya zat besi (Budiono, 2009).

25
26

Tingkat pendidikan ibu hamil yang rendah mempengaruhi penerimaan informasi


pengetahuan tentang anemia dan faktor-faktor yang berhubungan dengannya menjadi
terbatas, terutama pengetahuan tentang pentingnya zat besi (Budiono, 2009). Pendidikan
erat dengan kemampuan menerima informasi yang berkaitan dengan kesehatan terutama
pada ibu hamil anemia, seperti pengetahuan anemia, pemilihan makanan tinggi zat besi
dan asupan zat besi (Mariza, 2016)
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Mariza
(2016), menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan
dengan kejadian anemia pada ibu hamil dengan nilai p-value = 0,026, hal tersebut
disebabkan karena tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi kesadaran untuk
berperilaku hidup sehat dan membentuk pola pikir yang baik sehingga ibu akan lebih
mudah untuk menerima informasi dan memiliki pengetahuan yang memadai untuk
berperilaku mencegah dan mengatasi anemia.
Menurut Fifi (2010) dalam Mariza (2016) Pendidikan sangat mempengaruhi
kemampuan seseorang dalam informasi gizi. Semakin tinggi tingkat pendidikan (lama
sekolah) seseorang, semakin mudah menerima hidup sehat secara mandir, kreaktif dan
berkesinambungan. Oleh karena itu tingkat pendidikan mempunyai hubungan yang
eksponensial terhadap gizi dan kesehatan.
Makin tinggi pendidikan makin tinggi pula kesadaran ibu untuk mendapatkan gizi
yang baik sehingga tidak menimbulkan anemia pada kehamilan. Ibu hamil anemia dengan
pendidikan rendah prevalensinya lebih besar daripada ibu yang berpendidikan tinggi.
Pendidikan erat dengan kemampuan menerima informasi yang berkaitan dengan kesehatan
terutama pada ibu hamil anemia, seperti pengetahuan anemia, pemilihan makanan tinggi
zat besi dan asupan zat besi (Jurnal Kesehatan Holistik).
2. Hubungan paritas dengan kejadian anemia pada ibu hamil trimester III di Puskesmas
Tegalrejo Yogyakarta tahun 2016
Berdasarkan table 3 diketahui sebanyak 85,7% ibu hamil dengan paritas
grademultipara mengalami anemia sedang, sebanyak 8,3% ibu hamil dengan paritas
multipara mengalami mengalami anemia sedang serta sebanyak 100% ibu hamil
primigravida mengalami anemia ringan. Berdasarkan uji analisis Kendall’s Tau didapatkan
nilai p-value = 0,000 lebih kecil dari α = 0,05 yang artinya terdapat hubungan paritas
dengan kejadian anemia di Puskesmas Tegalrejo tahun 2016. Nilai koefisien korelasi antar
kedua variabel sebesar 0,631 menunjukkan keeratan hubungan kuat dan berpola positif,
artinya semakin baik jumlah paritas ibu hamil (< 3kali) maka semakin rendah kejadian
anemia pada ibu hamil.
Menurut Arisman (2010) menyatakan bahwa jumlah paritas lebih dari 3 merupakan
faktor terjadinya anemia disebabkan karena terlalu sering hamil dapat menguras cadangan
zat besi tubuh ibu. Jumlah anak yang dilahirkan wanita selama hidupnya sangat
mempengaruhi kesehatannya.
Seorang ibu yang telah melahirkan lebih dari 3 kali berisiko mengalami komplikasi
serius seperti perdarahan, hal ini dipengaruhi keadaan anemia selama kehamilan.
Disamping itu pendarahan yang terjadi mengakibatkan ibu banyak kehilangan hemoglobin

26
27

dan cadangan zat besi menurun sehingga kehamilan berikutnya menjadi lebih berisiko
untuk mengalami anemia lagi (Herawati & Cucu, 2010).
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mamah
(2006) dalam Herawati dan Astuti (2010), pada ibu hamil di Puskesmas Kecamatan
Majalengka, menyatakan bahwa ibu hamil dengan paritas lebih dari 3 kali mempunyai
resiko lebih tinggi dibanding dengan ibu yang mengalami paritas ≤ 3 kali, dengan nilai p-
value = 0.024. Anemia pada kehamilan disebabkan oleh adanya hemodilusi atau
pengenceran darah Secara fisiologis ibu dengan paritas atau riwayat kelahiran yang terlalu
sering akan mengalami peningkatan volume plasma darah yang lebih besar sehingga
menyebabkan hemodilusi yang lebih besar pula.
Ibu yang telah melahirkan lebih dari 3 kali berisiko mengalami komplikasi serius
seperti perdarahan, hal ini dipengaruhi keadaan anemia selama kehamilan. Disamping itu
pendarahan yang terjadi mengakibatkan ibu banyak kehilangan haemoglobin dan cadangan
zat besi menurun sehingga kehamilan berikutnya menjadi lebih berisiko untuk mengalami
anemia lagi (Herawati & Cucu, 2010).
3. Hubungan usia ibu dengan kejadian anemia pada ibu hamil trimester III di Puskesmas
Tegalrejo Yogyakarta tahun 2016
Berdasarkan tabel 3 diketahui sebanyak 82,4% ibu hamil mengalami anemia
sedang dalam usia beresiko dan sebanyak 2% ibu hamil mengalami anemia sedang dalam
usia tidak beresiko. Berdasarkan uji analisis Kendall’s Tau didapatkan nilai p-value =0,000
lebih kecil dari α = 0,05 yang berarti terdapat hubungan usia ibu dengan kejadian anemia
di Puskesmas Tegalrejo tahun 2016. Nilai koefisien korelasi antar kedua variabel sebesar
0,838 menunjukkan keeratan hubungan sangat kuat dan berpola positif, artinya semakin
baik usia ibu hamil dalam rentang usia aman untuk hamil maka semakin rendah kejadian
anemia pada ibu hamil.
Berdasarkan nilai koefisien korelasi yang didapatkan yaitu sebesar 0,838 artinya
variabel usia ibu memiliki keeratan hubungan paling erat dengan kejadian anemia, hal ini
sesuai dengan penelitian Herawati dan Astuti (2010), Ibu yang berumur dibawah 20 tahun
dan lebih dari 35 tahun lebih rentan menderita anemia, hal ini disebabkan oleh faktor fisik
dan psikis. Wanita yang hamil di usia kurang dari 20 tahun beresiko terhadap anemia
karena pada usia ini sering kekurangan gizi. Hal ini muncul biasanya karena usia remaja
menginginkan tubuh yang ideal sehingga mendorong untuk melakukan diet yang ketat
tanpa memperhatikan keseimbangan gizi sehingga pada saat memasuki kehamilan dengan
status gizi kurang. Sedangkan ibu yang berusia diatas 35 tahun usia ini rentan terhadap
penurunan daya tahan tubuh sehingga mengakibatkan ibu hamil mudah terkena infeksi dan
terserang penyakit.
Seorang wanita hamil pada usia berisiko, yaitu < 20 tahun akan terjadi kompetisi
makanan antara janin dan ibunya yang masih dalam proses pertumbuhan dan adanya
pertumbuhan hormonal yang terjadi selama kehamilan.Wanita yang hamil di usia kurang
dari 20 tahun cenderung belum siap digunakan untuk menopang kebutuhan sel darah merah
tambahan untuk janin, sedangkan kebutuhan zat besi dalam tubuh cukup banyak untuk
masa pertumbuhan janin, dan ibu hamil di atas usia 35 tahun cenderung mengalami anemia

27
28

disebabkan karena pengaruh turunnya cadangan zat besi dalam tubuh akibat masa
fertilisasi(Proverawati, 2012).
Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Salmariantity (2012) menyatakan
bahwa pada umur berisiko (<20 tahun dan >35 tahun) berpeluang berisiko mendapatkan
anemia 1,8 kali dibandingkan dengan ibu hamil pada umur tidak berisiko karena wanita
hamil yang mempunyai umur berisiko dapat merugikan kesehatan ibu maupun
pertumbuhan janin, terbukti secara statistik bermakna dengan nilai p=0.012 yang
menyatakan ada hubungan usia ibu hamil dengan kejadian anemia.
Usia antara 20-35 tahun merupakan periode yang paling aman untuk hamil dan melahirkan,
sebab pada usia tersebut fungsi alat reproduksi dalam keadaan optimal. Pada kelompok
tersebut kurang beresiko komplikasi kehamilan serta memiliki reproduksi yang sehat. Hal
ini terkait dengankondisi biologis dan psikologis dari ibu hamil (Ariani, 2010).
4. Hubungan status gizi dengan kejadian anemia pada ibu hamil trimester III di Puskesmas
Tegalrejo Yogyakarta tahun 2016
Berdasarkan tabel 3 diketahui sebanyak 69,2% ibu hamil dengan status gizi kurang
mengalami anemia ringan dan sebanyak 79,2% ibu hamil dengan status gizi baik
mengalami anemia ringan. Berdasarkan uji analisis Kendall’s Tau didapatkan nilai p-value
=0,444 lebih besar dari α = 0,05 yang berarti tidak terdapat hubungan status gizi ibu dengan
kejadian anemia di Puskesmas Tegalrejo tahun 2016. Nilai koefisien korelasi antar kedua
variabel sebesar 0,095 menunjukkan keeratan hubungan sangat rendah dan berpola positif,
artinya semakin baik status gizi ibu maka semakin rendah kejadian anemia pada ibu hamil.
Hasil penelitian ini didukung penelitian Nurhidayati (2013) dengan p-value = 0,186
dan sejalan dengan penelitian Erinta (2012) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara
status gizi dengan kejadian anemia pada ibu hamil trimester I. Kondisi tersebut disebabkan
apabila ibu hamil status gizinya baik maka kemungkinan masih dapat mengalami anemia,
sebab masih terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya anemia (Nurhidayati,
2013)
Berbeda dengan hasil penelitian Herawati dan Astuti (2010) diketahui bahwa dari
18 responden yang status gizinya KEK sebagian besar responden mengalami anemia gizi
(83,3%), dari hasil uji anaisis bivariat diketahui p-value (0,011) yang berarti ada hubungan
antara status gizi dengan anemia gizi pada ibu hamil. KEK berhubungan dengan kejadian
anemia karena erat kaitannya dengan kekurangan asupan protein. Kekurangan energi
kronis (KEK) pada ibu hamil berhubungan dengan kurangnya asupan protein yang bersifat
kronis atau terjadi dalam jangka waktu yang lama. Dengan demikian kurangnya asupan
protein akan berdampak pada terganggunya penyerapan zat besi yang berakibat pada
terjadinya defisiensi besi (Jurnal Kesehatan Kartika).
Hasil penelitian ini diketahui bahwa tidak ada hubungan antara status gizi dengan
kejadian anemia dikarenakan banyak jumlah responden yang memiliki status gizi baik
sebanyak 80,3% ibu hamil yang memiliki status gizi baik (LILA ≥ 23,5 cm) dibandingkan
ibu hamil yang memiliki status gizi kurang sebesar 19,7%, sehingga menyebabkan tidak
adanya hubungan diantara dua faktor. Berdasarkan data tersebut, ibu hamil yang memiliki
status gizi baik masih memungkinkan mengalami anemia, dikarenakan masih terdapat
faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya anemia (Nurhidayati, 2013)

28
29

5. Hubungan frekuensi ANC dengan kejadian anemia pada ibu hamil trimester III di
Puskesmas Tegalrejo Yogyakarta tahun 2016
Berdasarkan tabel 3 diketahui sebanyak 29,8% ibu hamil tidak teratur melakukan
kunjungan ANC yang mengalami anemia sedang dan sebanyak 5,3% ibu hamil teratur
melakukan kunjungan ANC dan mengalami anemia sedang. Berdasarkan uji analisis
Kendall’s Tau didapatkan nilai p-value =0,033 lebih kecil dari α = 0,05 yang berarti
terdapat hubungan frekuensi ANC dengan kejadian anemia di Puskesmas Tegalrejo tahun
2016. Nilai koefisien korelasi antar kedua variabel sebesar 0,265 menunjukkan keeratan
hubungan rendah dan berpola positif, artinya semakin sering ibu hamil melakukan
kunjungan ANC maka semakin rendah kejadian anemia pada ibu hamil.
Kunjungan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilanya sangat berpengaruh
terhadap kejadian anemia. Hal ini sesuai dengan tujuan ANC menurut Prawirohardjo
(2010) adalah mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang
mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan
perdarahan. Kunjungan pemeriksaan kehamilan dapat dilakukan untuk mendeteksi secara
dini kejadian anemia pada ibu hamil dan penangananya yaitu dengan pemberian tablet zat
besi. Dokter atau bidan akan sulit mengevaluasi keadaan anemia seseorang apabila ibu
hamil tidakpernah memeriksakan diri atau tidak teratur memeriksakan kehamilannya
karena setiap saat kehamilan dapat berkembang menjadi masalah pada ibu maupun janin
(Prawirohardjo, 2010).
Pelayanan ANC bertujuan untuk dapat mengidentifikasi dan mengatahui masalah
yang kesehatan ibu dan bayi yang dikandung akan sehat sampai persalinan. Pelayanan
Antenatal Care (ANC) dapat dipantau dengan kunjungan ibu hamil dalam memeriksakan
kehamilannya (Ariani, 2016).
Sejalan dengan penelitian Adiwiharyanto (2008) dalam Priani (2012) yang
mengungkapkan erat kaitannya kunjungan ANC dengan tingkat pendidikan ibu. Semakin
tinggi tingkat pendidikan ibu hamil, frekuensi kunjungan antenatal semakin meningkat.
Pendidikan yang tinggi mencerminkan pengetahuan yang dimiliki semakin baik dan
mempengaruhi seseorang yang dimiliki semakin baik dan mempengaruhi seseorang dalam
menerapkannya terhadap pelaksanaan antenatal care.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sugma (2015)
mengungkapkan bahwa ada hubungan keteraturan ANC dengan kejadian anemia pada ibu
hamil dengan nilai p-value 0,002 < 0,05. Hasil penelitian tersebut memberikan gambaran
bahwa ibu hamil yang melakukan kunjungan antenatal care secara teratur mempunyai
resiko yang lebih kecil terkena anemia daripada ibu hamil dengan kunjungan antenatal care
yang tidak atau kurang teratur.
Menurut Tuladhar dan Dhakal (2011) dalam jurnal yang berjudul Impact of
Antenatal Care on Maternal and Perinatal utcome: A Study at Nepal Medical College
Teaching Hospital menjelaskan bahwa komplikasi ibu hamil seperti anemia terjadi lebih
sering pada wanita hamil tanpa melakukan ANC secara rutin. Pentingnya melakukan ANC
guna mendeteksi secara dini kesejahteraan ibu dan janin yang dikandungnya.
SIMPULAN DAN SARAN

29
30

Berdasarkan hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan


kejadian anemia pada ibu hamil trimester III di Puskesmas Tegalrejo Kota Yogyakarta
tahun 2017 dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Frekuensi kejadian anemia pada ibu hamil trimester III di Puskesmas Tegalrejo
Kota Yogyakarta tahun 2017 terbanyak yaitu kejadian anemia ringan sebanyak
77,3% dan kejadian anemia sedang sebesar 22,7%.
2. Ada hubungan tingkat pendidikan dengan kejadian anemia di Puskesmas Tegalrejo
Kota Yogyakarta tahun 2017. Nilai p-value = 0,014 lebih kecil dari α = 0,05 yang
artinya terdapat hubungan tingkat pendidikan dengan kejadian anemia.
3. Ada hubungan paritas dengan kejadian anemia di Puskesmas Tegalrejo Kota
Yogyakarta tahun 2017. Nilai p-value =0,000 lebih kecil dari α = 0,05 yang artinya
terdapat hubungan paritas dengan kejadian anemia.
4. Ada hubungan sia ibu dengan kejadian anemia di Puskesmas Tegalrejo Kota
Yogyakarta tahun 2017. Nilai p-value =0,000 lebih kecil dari α = 0,05 yang artinya
terdapat hubungan usia ibu dengan kejadian anemia.
5. Tidak ada hubungan status gizi dengan kejadian anemia di Puskesmas Tegalrejo
Kota Yogyakarta tahun 2017. Nilai p-value = 0,444 lebih besartimbul selama masa
kehamilan sehinggadari α = 0,05 yang artinya tidak terdapat hubungan status gizi
dengan kejadian anemia.
6. Ada hubungan frekuensi ANC dengan kejadian anemia di Puskesmas Tegalrejo
Kota Yogyakarta tahun 2017. Nilai p-value = 0,033 lebih kecil dari α = 0,05 yang
artinya terdapat hubungan frekuensi ANC dengan kejadian anemia.
Adapun saran, yang penulis dapat rekomendasikan dari hasil penelitian adalah:
1. Puskesmas Tegalrejo diharapkan melakukan penyuluhan secara rutin pada
masyarakat khususnya ibu hamil untuk meningkatkan pengetahuan dan memiliki
kesadaran tentang bahaya risiko anemia dalam kehamilan, melakukan pemantauan
lebih rutin dan memberikan penyuluhan tentang 4 faktor penting dalam merencakan
kehamilan.
2. Ibu hamil diharapkan selalu memeriksakan kehamilannya minimal 4 kali selama
kehamilan, dengan memeriksakan kehamilan secara rutin dapat mendeteksi dini
dan meminimalisir terjadinya komplikasi kehamilan seperti anemia dalam
kehamilan.
3. Peneliti selanjutnya diharapkan mampu mengembangkan penelitian yang bertema
serupa, namun memiliki desain penelitian maupun pendekatan penelitian yang
berbeda, sehingga hasil yang didapatkan lebih baik dan memiliki kredibilitas tinggi
untuk dijadikan referensi dan menggali faktor – faktor yang menyebabkan anemia
pada ibu hamil, agar dapat diketahui faktor yang paling mempengaruhi kejadian
anemia pada ibu hamil.
DAFTAR PUSTAKA
Al – Qur’an dan Terjemahannya

30
31

1. Ariani, R. 2016. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Anemia pada Ibu


Hamil TM III di Wilayah Kerja Puskesmas Mojolaban Kabupaten Sukoharjo.
Naskah Publikasi. Tahun 2016
2. Arisman. 2010. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC
3. Budiono, I. 2009. Prevalensi dan Determinan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil di
Perkampungan nelayan. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol. 4. No.2. Januari – Juni
2009
4. Departemen Kesehatan RI. 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
5. Dinas Kesehatan Yogyakarta. 2015. Profil Kesehatan DIY Tahun 2015.
Yogyakarta: Dinas Kesehatan Yogyakarta
6. Fikriana, U. 2013. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Anemia pada Ibu
Hamil di Puskesmas Kasihan II Bantul.Naskah Publikasi. Tahun 2013
7. Herawati, C & Astuti, S. 2010. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Anemia
Gizi Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Jalaksana Kuningan Tahun 2010. Jurnal
Kesehatan Kartika. Hal 51-58
8. Ikatan Bidan Indonesia. 2006. Peran Bidan. Jakarta: Pustaka Cipta
9. Ismaini, I. 2016. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Anemia pada Ibu Hamil
Trimester III di Puskesmas Paliyan. Naskah Puslikasi. Tahun 2016
10. Manuaba, 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandunan, dan Kb. Jakarta: EGC
11. Mariza, A. 2016. Hubungan Pendidikan dan Sosial Ekonomi dengan Kejadian
Anemia pada Ibu Hamil di BPS T Yohan Halim Bandar Lampung Tahun 2015.
Jurnal Kesehatan Holistik. Volume 10, Nomor 1, Januari 2016 : 5-8
12. Nurhidayati, R.D. 2013. Analisis Faktor Penyebab Terjadinya Anemia Pada Ibu
Hamil Diwilayah Kerja Puskesmas Tawangsari Kabupaten Sukoharjo. Naskah
Publikasi. Tahun 2013
13. Prawirohardjo. 2010. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
14. Proverawati A. 2012. Anemia dan Anemia Kehamilan. Yogyakarta: Nuha Medika
15. Riset Kesehatan Dasar. 2013. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.(www.depkes.co.id) diakses tanggal 20 Desember 2016
16. Ridayanti, N.K.A, dkk. 2012. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Hamil Dengan
Kejadian Anemia Pada Kehamilannya Di Puskesmas Banguntapan I Bantul.
Naskah Pusblikasi. Tahun 2012
17. Salmariantiti. 2012. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Anemia pada Ibu
Hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Gajah Mada Tembilahan Kabupaten Indragili
Hilir Tahun 2012. Naskah Publikasi. Tahun 2012
18. Sembiring, R. 2010. Hubungan Anemia dalam Kehamilan dengan Kejadian
Perdarahan Post Partum DI RSUP H. Adam Malik Medan. Jurnal D-III Kebidanan
Mutiara Indonesia. Volume 2, No 4 Edisi Desember 2010
19. Sugma, S.V.M. 2015. Hubungan Keteraturan Antenatal Care dengan Kejadian
Anemia di Puskesmas Kasihan I Bantul Yogyakarta. Naskah Publikasi. Tahun 2015

31
32

20. Tuladhar & Dhakal (2011) Impact of Antenatal Care on Maternal and Perinatal
utcome: A Study at Nepal Medical College Teaching Hospital. Journal of
Obstetrics and Gynaccology. Vol. 6. Issue 2. Pages 37-43
21. WHO. 2012. Daily Iron and Folic Acid Supplement in pregnant Women. In W. H.
Organization (Ed). Geneva

1. https://scholar.google.com/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=anemia+dalam+pelayanan
+kebidanan&oq= - d=gs_qabs&u=%23p%3DrmN1_C4saSQJ
2. https://scholar.google.com/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=anemia+dalam+pelayanan
+kebidanan&oq= - d=gs_qabs&u=%23p%3D2vM4b3W4DqYJ
3. https://scholar.google.com/scholar?hl=id&as_sdt=0%2C5&q=anemia+dalam+pelayanan
+kebidanan&oq=a - d=gs_qabs&u=%23p%3DIxWdTbIVLxsJ

32

Anda mungkin juga menyukai