Anda di halaman 1dari 3

20/458425/EK/23015

1). a). Adanya perbedaan definisi ‘bekerja’ mempengaruhi seberapa banyak pengangguran di
suatu negara apabila dibandingkan dengan negara lain. Pada kasus diatas, Negara A
mendefinisikan ‘bekerja’ sebagai alokasi waktu yang dilakukan seseorang untuk bekerja di
kegiatan produktif serta mendapat gaji atau bekerja di kegiatan usaha keluarga meski tidak digaji
selama minimum 20 jam pada minggu lalu. Sedangkan Negara B dengan definisi sama namun
waktu minimum bekerja hanya 10 jam. Begitupula Negara C dengan definisi sama namun waktu
minimum bekerja hanya 1 jam.

Dari perbedaan yang tampak saja sudah membuktikan bahwa pendefinisian ‘bekerja’ di
Negara C membuat Negara C memiliki tingkat pengangguran yang lebih rendah daripada kedua
negara lainnya. Ambil contoh saja apabila ada seseorang yang memiliki jam kerja 5 jam pada
minggu lalu, maka orang tersebut akan masuk kedalam kategori ‘menanggur’ atau tidak bekerja
apabila tinggal di Negara A dan B. Namun, orang tersebut sudah dianggap ‘bekerja’ apabila tinggal
di Negara C. Itulah sebabnya, jumlah pengangguran di Negara C jauh lebih sedikit daripada Negara
A dan B.

b). Tentu saja, karena angka pengangguran di Negara C sudah jauh lebih rendah dibanding
Negara A dan B, ditambah dengan kebijakan di Negara C yang bisa dibilang lebih ‘mudah’.
Memberikan seseorang pekerjaan lebih dari 1 jam saja dalam seminggu di Negara C, sudah
membuat angka pengangguran di negara tersebut menurun.

2). a). Keterikatan antara sektor rumah tangga dan sektor produksi dapat sepenuhnya
dijelaskan menggunakan diagram circular flow, karena diagram tersebut sifatnya sudah pasti dan
merupakan bentuk paling sederhana yang bisa digunakan. Pasar barang dan jasa serta pasar faktor
produksi juga sudah pasti berkaitan dengan sektor rumah tanggan dan dunia usaha (firm). Bentuk
diagram Circular Flow sendiri adalah seperti berikut:
Pendapatan Membeli/mengeluarkan uang
Pasar
Barang/Jasa dijual Barang Jasa Barang/Jasa dibeli

Firm / Rumah
Perusahaan Tangga

Tenaga kerja,
Faktor produksi Pasar lahan, modal
Barang Jasa
Gaji, sewa, profit Pemasukan

b). Setuju (penggunaan GDP sebagai indikator). Namun, perhitungan GDP berdasarkan
expenditure, income, maupun value added approach tidak perlu dipisahkan karena pasti memiliki
hasil yang sama. Ketiga pendekatan tersebut hanya memiliki perbedaan dalam cara menghitung
dan tingkat kesulitan serta kebutuhannya saja, namun hasil akhirnya dapat dipastikan sama
(apabila tepat dalam penghitungannya).

3). a). GDP (Gross Domestic Product) adalah nilai pasar dari seluruh barang dan jasa akhir
yang diproduksi dalam suatu negara dalam suatu periode tertentu. Maka, perhitungan GDP
memasukkan seluruh nilai akhir dari barang/jasa yang saat ini diproduksi dalam sebuah negara
pada periode tertentu, baik yang berada di sektor formal maupun informal.

Kuncinya adalah, barang/jasa tersebut dijual secara legal di pasar dan memiliki nilai pasar
(market value). GDP tidak memasukkan produk yang dijual secara ilegal seperti narkoba. GDP
juga tidak memasukkan produk yang dikonsumsi sendiri tanpa melalui pasar (tidak memiliki nilai
pasar). Misalnya, ketika kita memasak sayuran yang kita tanam sendiri.

Berdasarkan kasus diatas, 27% persen barang/jasa dari sektor informal Negara A dan 63%
barang/jasa dari sektor informal Negara B, semuanya tetap masuk ke dalam perhitungan GDP.

b). Seperti yang sudah dijelaskan di poin a) diatas, yang masuk ke dalam perhitungan GDP
adalah barang akhir (final goods). Nilai dari barang setengah jadi tidak dimasukkan kedalam
perhitungan karena nilai barang setengah jadi sudah termasuk ke dalam nilai akhir, sehingga
apabila dimasukkan kedalam perhitungan, akan terjadi perhitungan ganda.

Berdasarkan kasus diatas, maka 70% produksi industri ban yang dialokasikan ke
pembuatan mobil tidak dihitung dan dimasukkan kedalam GDP karena ban tersebut masih
merupakan barang setengah jadi (intermediate goods). Sedangkan 30% produksi ban yang
diperjualbelikan di toko-toko dan kios, dihitung sebagai GDP karena sudah merupakan barang
akhir (final goods).

4). a). Tidak setuju dengan statement bahwa ketika pemerintah Negara A meningkatkan rasio
pajak dan diikuti kebijakan defisit anggaran maka APBN akan kontraksi, karena ketika rasio pajak
ningkat, maka pendapatan negara meningkat. Kemudian dengan adanya defisit anggaran maka
akan menjadi lebih banyak pengeluaran, sehingga APBN tidak mengalami kontraksi tapi
ekspansi. Ketika APBN dialokasikan untuk barang dan jasa yang termasuk kedalam komponen
GDP, maka GDP kontraksi. Namun jika tidak, maka sebaliknya.

b). Tidak setuju, justru peningkatan rasio pajak akan membuat private saving dan public
saving meningkat pula.

Anda mungkin juga menyukai