Anda di halaman 1dari 6

Nama : Amalia Hani Puspita

Kelas : 2A
NIM : 1205020017
UTS ILMU FIQH SEMESTER 2

SOAL-SOAL

1. Terangkan dengan singkat pengertian, fungsi dan objek kajian ushul fiqh !
2. Al Qur’an merupakan sumber hukum yang utama dalam Islam. Uraikan 3 jenis hukum dalam
Al Qur’an !
3. Jelaskan pengertian, kehujjahan dan bagian-bagian dari al-Sunnah dari aspek sanadnya !
4. Sebutkan rukun-rukun dan macam-macam Ijma’.
5. Qiyas dan Ihtihsan merupakan dalil-dalil syar’i? Bagaimana pengertian dan kehujjahannya
berikut contoh-contohnya !

Jawaban :
1. Pengertian, Fungsi, objek Ushul Fiqih
 Pengertian Ushul Fiqh
Ushul fiqih terdiri dari dua kata yaitu Ushul dan Fiqih. Ushul adalah Jamak dari
Aslun, ‫ اصل‬: menurut bahasa ‫( ما بني عليه غيره‬Dasar yang diatasnya dibangun sesuatu)
contohnya seperti pondasi pada rumah, dan akar pada pohon.
Sedangkan menurut istilah : ketentuan umun, yang kuat, yang berlaku terus, dasar
hukum, pembanding/alat ukur, dan dalil.asl kebalikan dari furu' (cabang)
Kalau Fiqh : ilmu yang menerangkan hukum syara' yang metodenya diambil dengan
ijtihad. Jadi Ushul Fiqih adalah ‫( دليل الفقه على سبيل االجمال‬dalil-dalil fiqh atas jalan yang
ringkas) / Qaidah bagi pokok-pokok untuk mengetahui hukum agama (hukum Syar’i)
dari dalil-dalil Al-Qur’an atau hadits

Fungsi Ushul Fiqh


 Mengetahui Hukum Allah SWT
 Menghindarkan diri dari taqlid buta, apabila digunakan pada tempatnya
Objek Kajian Ushul Fiqh
 Hukum Syara'
 Al Hakim (yang menetapkan hukum), yaitu Allah dan cara untuk
mengetahui hukum Allah yaitu dalil syara' atau sumber-sumber hukum
syara untuk mengetahui hukum-hukum syara'
 Mahkum Fieh (objek hukum atau yang dihukumi) yaitu perbuatan
perbuatan mukallaf
 mahkum alaih (subjek hukum atau yang menanggung hukum)
2. Tiga Jenis Hukum dalam Al-Qur’an
 Hukum I'tiqadiyah
‫التي تتعلق بها يجب على المكلف اعتقاد في هللا و مالىكته و كتبه و اليوم االخر‬
hukum yang berkaitan dengan kewajiban kewajiban para mukallaf untuk
mempercayai Allah
 Hukum Akhlak
‫التي تتعلق بها يجب على المكلف ان يتحلي عنه من الرداىٔل‬
tingkah laku yang berhubungan dengan kewajiban orang mukallaf untuk
menghiasi dirinya dengan sifat-sifat keutamaan dan menjauhkan dirinya dari
sifat-sifat tercela.
 Hukum Amaliah
‫و هي التى تتعلق بما يصدر عن المكلف من اقوال و افعال و عقود و تصرفات‬
Bersangkutan dengan perkataan perkataan , perbuatan perbuatan, perjanjian
perjanjian dan kerjasama sesama manusia.

3. As-Sunnah
 Pengertian Sunnah
Menurut para ahli, hadis identik dengan sunnah, yaitu segala perkataan,
perbuatan, takrir (ketetapan), sifat, keadaan, tabiat atau watak, dan sirah
(perjalanan hidup) Nabi Muhammad SAW, baik yang berkaitan dengan
masalah hukum maupun tidak, namun menurut bahasa, hadis berarti ucapan
atau perkataan. Adapun menurut istilah, hadis adalah ucapan, perbuatan, atau
takrir Rasulullah SAW yang diikuti (dicontoh) oleh umatnya dalam menjalani
kehidupan.

 Kehujjahannya
kehujahan as-sunnah dalam mengistinbatkan hukum menempatkan pada posisi
kedua sudah Alquran. sunnah sebagai hujjah dalam mengistinbatkan hukum
terbagi atas 3 yaitu sunah qauliyah perkataan nabi yaitu hadis rasul yang beliau
sampaikan dalam berbagai tujuan yang membuat berbagai maksud Syariah baik
yang berkaitan dengan akidah akhlak maupun yang lainnya. yang kedua 2xu
sunnah fi'liyah perbuatan nabi segala peraturan pekerjaannya yang dipahami dan
dilakukan nabi dan diikuti umat nya sampai kepada umat akhir zaman. dan yang
terakhir adalah sunnah taqririyah yaitu sunah seseorang melakukan sesuatu
perbuatan dan mengemukakan suatu ucapan kepada nabi dan nabi mengetahui apa
yang dilakukan orang itu dan mampu menyangga namun nabi diam dan tidak
menyangka Nya maka hal ini merupakan pengakuan nabi.
fungsi sunnah terhadap Al Quran untuk menjelaskan kepada umat Islam ajaran-
ajaran yang diturunkan Allah melalui Alquran.
Sunnah merupakan Pusaka Istimewa yang merupakan wasiat Rasulullah SAW.
“barang siapa yang memegang teguh dua pusaka itu dia akan selamat dunia
akhirat”
sesuai dengan Alquran dan Sunnah

 Pembagian As-Sunnah Menurut Sampainya Kepada Kita.

As-Sunnah yang datang dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada


kita dilihat dari segi sampainya dibagi menjadi dua, yaitu mutawatir dan ahad.
Hadits mutawatir ialah berita dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang disampaikan secara bersamaan oleh orang-orang kepercayaan dengan
cara yang mustahil mereka bisa bersepakat untuk berdusta.
Hadits ahad ialah hadits yang derajatnya tidak sampai ke derajat mutawatir.

4. Ijma'
 Rukun Ijma'
Menurut Abu Wahab Khalaf dalam kitab ‘ilm ushul fiqh,terdapat empat rukun ijma
yang merupakan hakikat dan unsur pokok dari suatu ijma’ diantaranya :
1. Saat berlangsung kejadian yang memerlukan adanya ijma’,terdapat sejumlah orang
yang berkualitas mujtahid Karena kesepakatan tidak dapat terjadi kecuali berdasarkan
kesepakatan pendapat dari seluruh mujtahid jika pada suatu masa tidak ada mujtahid
sama sekali kecuali hanya satu maka ijma’ tidak bisa terlaksana secara hukum karena
itu tidak ada ijma’ pada zaman Rasulullah SAW karena beliau satu-satunya mujtahid
pada saat itu.
2. Semua mujtahid itu pada satu masa sepakat atas hukum suatu masalah tanpa
memandang negeri asal ,suku dan kelompok tertentu Jika pada masa tersebut yang
mencapai kesepakatan suatu hukum hanya ulama Haramain saja ,atau hanya ulama
Irak
saja maka ijma’ tidak dapat disebut ijma’.Karena ijma’ hanya tercapai dalam
kesepakatan menyeluruh saja.
3. Kesepakatan itu tercapai setelah terlebih dahulu masing-masing mujtahid
mengemukakan pendapatnya sebagai hasil dari usaha ijtihadnya, baik pendapat itu
dikemukakan dalam bentuk ucapan dengan mengeluarkan fatwa atau
dalam bentuk perbuatan dengan memutuskan hukum dalam pengadilan dalam
kedudukan sebagai hakim. penyampaian pendapat itu mungkin dalam bentuk
perseorangan yang kemudian ternyata hasilnya sama atau secara bersama-sama dalam
suatu majelis yang sesudah bertukar pikiran ternyata terdapat kesamaan pendapat.
4. Kesepakatan hukum dicapai dari hasil kesepakatan pendapat para ulama secara
keseluruhan seandainya ada sebagian ulama yang tidak setuju dengan kesepakatan
tersebut ,maka tidak bisa disebut ijma’.Meski para ulama yang berbeda pendapat itu
sedikit dan yang setuju banyak Karena ketika pendapat perbedaan ulama maka ada
kemungkinan terdapat kesalahan, sehingga pada saat itu kesepakatan yang dicapai
oleh
mayoritas tidak bisa dijadikan sebagai dalil syara yang pasti dan wajib.
Menurut Az-Zuhaili (1986;537) dalam ushul fiqh islami. ijma’ baru dianggap sah jika
memenuhi rukun-rukunnya yaitu:
 Mujtahid berjumlah lebih dari satu orang.
 Kesepakatan ulama atas suatu hukum itu dapat direalisasikan
 Adanya kesepakatan semua mujtahid atas hukum Syari tanpa memandang negeri
kebangsaan atau kelompoknya artinya jika terdapat kesepakatan ulama Mekkah
Saja irak saja atau lainnya ,itu tidak bisa disebut Ijma’
 Kesepakatan tersebut diawali setelah masing-masing mujtahid mengemukakan
pendapatnya secara jelas dan transparan.
 Sandaran hukum ijma’ adalah Al-Qur’an dan Hadits Rasululloh SAW.

 Macam-macam Ijma’
Berdasarkan kejelasan perkara yang disepakati ijma’ terbagi menjadi dua:
1. Ijma’ Qath’I yaitu yang berupa perkara maklum dan jamak diketahui oleh seluruh
kalangan dari umat islam,tidak ada yang tak mengetahuinya dalam kondisi wajar,dan
tidak ada uzur untuk tidak mengetahuinya. Seperti ijma’ tentang wajibnya salat lima
waktu dan haramnya minuman keras.
2. Ijma’ Dzanni yaitu ijma’ yang tidaklah diketahui kecuali oleh para ulama Karena
diperlukan pencarian dan pembedahan terhadap teks-teks kitab klasik dan ucapan
ucapan ulama terdahulu
Berdasarkan dari sgi terjadinya,ijma terbagi menjadi dua:
1. Ijma’ Sharih/qouli/bayani, yaitu para mujtahid menyatakan pendapatnya dengan
jelas dan tegas,baik berupa ucapan atau tulisan seperti hukum masalah ini halal dan
tidak
haram.
2. Ijma’ sukuti/iqrari,yaitu para mujtahid seluruh atau sebahagian mereka tidak
menyatakan pendapat dengan jelas dan tegas tetapi mereka berdiam diri saja atau
tidak
memberikan reaksi terhadap suatu ketentuan hukum yang telah dikemukakan
mujtahid
lain yang hidup di masanya.
Sebab-sebab terjadinya perbedaan adalah: keadaan diamnya sebagian mujtahid
tersebut
mengandung kemungkinan adanya persetujuan atau tidak. Apabila kemungkinan
adanya persetujuan: maka hal ini adalah dalil qath’i, dan apabila ada yang tidak
menyetujui: maka hal itu bukanlah sebuah dalil, dan apabila ada kemungkinan
memberi persetujuan tetapi dia tidak menyatakan: maka hal ini adalah dalil dzhanni.

Berdasarkan dari segi keyakinan,ijma terbagi menjadi dua:


1. Ijma’ Qath’i yaitu hukum yang berhasilkan ijma’ itu adalah sebagai dalil qath’I
diyakini benar terjadinya.
2. Ijma’ dzhanni,yaitu hukum yang dihasilkan ijma’ dzanni, masih ada kemungkinan
lain bahwa hukum dari peristiwa atau kejadian yang telah ditetapkan berbeda dengan
hasil ijtihad orang lain atau dengan hasil ijma' yang dilakukan pada waktu yang lain.
Berdasarkan dari waktunya, ijma’ ada beberapa macam, yakni:
 Ijma’ ummah,yaitu kesepakatan seluruh mujtahid dalam suatu masalah pada
suatu masa tertentu.
 Ijma’ Shahaby,yaitu kesepakatan semua ulama’ sahabat suatu masalah.
 Ijma’ Ahli Madinah, yaitu kesepakatan ulam-ulama Madinah dalam suatu
masalah.
 Ijma’ Ahli Kufah, yaitu kesepakatan ulama-ulama Kufah dalam suatu
masalah.
 Ijma’ Khalifah, yaitu kesepakatan empat khalifah (Abu Bakar,Umaar,Utsman
dan Ali) dalam suatu masalah.
 Ijma’ Syaikhoni yaitu kesepakatan pendapat antara Abu Bakar dan Umar Bin
Khattab dalam suatu masalah
 Ijma’ Ahli Bait, yaitu kesepakatan pendapat dari ahli bait (keluarga Rasul).

5. Qiyas dan Istihsan


 Pengertian Qiyas

Secara bahasa qiyas berarti ukuran. mengetahui ukuran sesuatu membandingkan,atau


menyamakan sesuatu dengan yang lain. sedangkan menurut istilah qiyas adalah
memberlakukan hukum asal kepada hukum furu disebabkan kesatuan illat yang tidak
dapat dicapai melalui pendekatan bahasa saja. Menurut al-Amidi, qiyas adalah
mempersamakan illat yang ada pada furu’ dengan illat yang ada pada asal yang
diistinbatkan dari hukum asal, yang terakhir menurut Wahbah az-Zuhaily, qiyas yaitu
menyatukan sesuatu yang tidak disebutkan hukumnya dalam nash dengan sesuatu
yang disebutkan hukumnya oleh nash, disebabkan kesatuan illat hukum antara
keduanya.
Pengertian Qiyas menurut para ulama ushul fiqh ialah menetapkan hukum suatu
kejadian atau peristiwa yang tidak ada dasar nashnya dengan cara membandingkannya
kepada suatu kejadian atau peristiwa yang lain yang telah ditetapkan hukumnya
berdasarkan nash karena ada persamaan ‘illat antara kedua kejadian atau peristiwa itu
 Contoh Qiyas
menganalogikan narkotika, yang pada zaman Nabi Muhammad tidak ada, dengan khamr
(minuman memabukkan). Karena sifat yang menimbulkan membahayakan kesehatan,
kecanduan dan ketergantungan sama seperti khamr, maka narkotika dianggap sama
hukumnya dan dianggap haram sama seperti khamr.
 kehujahan Qiyas
ulama berbeda pendapat tentang dapat atau tidaknya kias menjadi dalil syara
untuk definisi suatu hukum di luar apa yang ditentukan oleh nash. dalam hal
ini Muhammad Abu Zahrah membagi perbedaan itu menjadi tiga kelompok
yaitu:
-kelompok jumhur ulama yang menjadikan qiyas sebagai dalil syara.
mereka menggunakan qiyas dalam hal-hal tidak terdapat hukumnya dalam
nash Alquran atau sunnah dan ijma hal itu dilakukan dengan tidak berlebihan
dan tidak melebihi batas kewajaran.
-kelompok Ulama Zhahiriyah dan Syiah Imamiah
Tidak menolak penggunaan kia secara mutlak. juga menolak pilat atas suatu
hukum dan menganggap tidak dapat melihat tujuan ditetapkannya suatu
hukum syara
-kelompok yang menggunakan qiyas secara luas dan mudah.
mereka pun berusaha menggabungkan dua hal yang tidak terlihat di antara
keduanya. kadang pula mereka memberikan kekuatan yang paling tinggi
terhadap qiyas. sehingga kias itu dapat membatasi keumuman sebagai ayat
Alquran atau sunnah.
3 kelompok ulama yang diatas maka dapat dipilih dalam dua kelompok yaitu
yang menerima dan menolak penggunaan qiyas. Sebagai Al-Adillah
Asyariyah. didasarkan kepada argumen masing-masing

 Pengertian Istihsan
‫االستحسان في اللغه عد الشيء و اعتقاده حسنا‬
istihsan menurut bahasa menganggap sesuatu itu baik, mencari kebaikan
sedangkan menurut istilah perpindahan seseorang mujtahid dari hukum yang
dikehendaki qiyas yang nyata untuk menjalankan qiyas yang tidak nyata atau
samar. istihsan berasal dari hukum kulli untuk menjalankan istisnai atau
pengecualian disebabkan ada dalil yang logika membenarkannya yang
menguatkan perpindahan tersebut.

 Contohnya Istihsan
saya akan mengambil contoh istihsan bil Ijma , istihsan berdasarkan Ijma'.
misalnya dalam kasus pemandian umum. Menurut ketentuan umum jasa
pemandian itu harus jelas yaitu berapa lama dan berapa jumlah air yang
dihabiskan atau yang dipakai. akan tetapi bila hal ini dilakukan maka akan
menyulitkan bagi banyak orang. oleh sebab itu para ulama sepakat boleh
mempergunakan jasa pemandian umum sekalipun tanpa menentukan jumlah
air dan lama waktu yang terpakai.

 kedudukan istihsan menurut pendapat ulama ushuliyin


4. Asyafiiyah : bukan termasuk dalil Syar’i. Dan menolak istihsan sebagai hujjah
5. Malikiyah dan hambaliyah merupakan dalil syari yang kehujahannya dapat
digunakan untuk menetapkan hukum terhadap sesuatu yang ditetapkan oleh
kias atau nash umum.
6. hanafiyah dapat digunakan dengan alasan bahwa berdalil dengan istihsan itu
sebenarnya juga berdalil dengan qiyas khafi
7. Imam Asyatibi barangsiapa berisi Ihsan semata-mata kembali kepada hawa
nafsu dan perasaannya tetapi kembali kepada apa yang diketahuinya daripada
maksud syarat secara keseluruhan mengenai kejadian-kejadian yang
dihadapinya.

Anda mungkin juga menyukai