Sari Pustaka Respon Hepar Terhadap Sepsis
Sari Pustaka Respon Hepar Terhadap Sepsis
Oleh :
Taufan Prasetya
Pembimbing :
0
I. PENDAHULUAN
Latar belakang
berat (severe sepsis) yang berakhir dengan kematian.1,2 Dikatakan sepsis berat
bila sepsis yang diikuti dengan tanda kegagalan sedikitnya satu organ. Gagal
mental akut. Syok septik merupakan sepsis berat dengan hipoperfusi organ
terjadinya infeksi.2
yang masuk kedalam tubuh atau sirkulasi dan tidak dapat dieliminasi secara
efektif oleh tubuh atau terjadi kegagalan mekanisme pertahanan tubuh secara
1
umum. Hal tersebut akan merangsang respon inflamasi sistemik (Systemic
eksotoksin. Makrofag, monosit, sel mast, trombosit dan sel endotel memiliki
sitokin, aktifasi lekosit dan monosit serta aktifasi kaskade protein plasma
fibrinolitik.1,2
sakit kritis. Di Amerika Serikat, dari data 750.000 penderita pertahun, lebih
Jaundice terjadi oleh karena peningkatan bilirubin oleh karena berbagai proses
yang tidak teregulasi baik, sebagai salah satu komplikasi dari sepsis atau
infeksi ekstrabakterial pada lebih dari 20% dari kasus jaundice di South West
2
sepsis.5 Disfungsi hepar dini terjadi pada jam pertama sepsis berkaitan dengan
adekuat.6 Tiga jenis sel hepatik utama yang memberikan kontribusi respon
terhadap sepsis, diantaranya adalah sel Kupffer, hepatosit dan sel endotelial
sinusoid. Selain itu, terlibat pula neutrofil teraktivasi yang direkrut kedalam
Rata-rata risiko kematian meningkat 15-20 persen pada tiap kegagalan satu
organ. Rata-rata terjadi kegagalan dua organ selama sepsis berat, dengan rata-
rata mortalitas 30-40 persen. Abnormalitas serius dari fungsi hepar, koagulasi
dan sistem saraf pusat cenderung terjadi dalam beberapa jam sampai beberapa
hari setelah onset sepsis dan terus berlangsung selama beberapa waktu.
membaik dalam waktu satu bulan pada pasien sepsis yang dapat bertahan.7
3
Tujuan penulisan
hepatik yang dapat terjadi selama sepsis, serta partisipasi nya kearah sindrom
Metode penulisan
Sari pustaka ini berupa penelusuran dan kajian beberapa sumber pustaka yang
relevan
dengan panjang beberapa milimeter dan garis tengah 0,8 sampai 2 mm. 9
Hepar terdiri dari dua jenis sel utama yaitu hepatosit, berasal dari
epitel, yang berperan aktif dalam proses metabolisme dan sel Kupffer yang
yang disebut lobulus. Lobulus hepar tersusun di sekitar vena sentralis yang
vena kava (gambar. 1), lobulus hepar terdiri dari lempengan-lempengan sel
hepar yang berjajar secara radial dari vena sentralis seperti jari-jari roda dan
disebut sinusoid. Setiap lempengan hepar biasanya setebal dua sel dan diantara
4
sel-sel yang berdekatan terletak kanalikuli empedu kecil yang bermuara ke
dalam saluran empedu terminal yang terdapat pada septa antara lobulus hepar
dalam menuju pusat lobulus melalui sinusoid, dan kemudian keluar melalui
sebuah vena sentral. Darah sinusoid dan sel hepar yang melapisi sinusoid
berhubungan erat sehingga terjadi pertukaran zat yang ekstensif antara darah
(tanpa eritrosit), tempat zat gizi dan produk sisa berdifusi untuk berpindah dari
Vaskularisasi hepar
Hepar memiliki dua sumber pendarahan yaitu arteri hepatika dan vena porta
hepatika. Sekitar 30% darah per menit memasuki hepar melalu arteri hepatika
dan sekitar 70% memasuki hepar melalui vena porta yang mengalirkan darah
5
dari gaster, intestinal, pankreas dan limpa. Darah vena porta dengan saturasi
oksigen yang rendah memenuhi sekitar 60-70% oksigen yang dibutuhkan oleh
hepar.11
portal berasal dari traktus gastrointestinal, termasuk dari limpa, pankreas dan
kandung empedu. Aliran kedua menuju ke hepar berasal dari arteri hepatika,
cabang langsung dari trunkus coeliaka dan aorta desenden (gambar 2). Vena
porta mengalirkan darah vena dengan tekanan yang rendah ke hepar sementara
semua O2. Vena porta memiliki konten O2 yang rendah. Sedangkan darah yang
berasal dari arteri hepatika, karena berasal langsung dari aorta, telah tersaturasi
dengan O2 dan memenuhi sekitar 65% kebutuhan hepar akan O2. Arteri
hepatika juga memiliki peranan penting dalam perfusi dinding pembuluh darah
duktus biliaris. Darah yang berasal dari vena porta kaya akan nutrisi berasal
dari intestinal yang memacu hepatosit melakukan fungsinya. Darah dari kedua
pembuluh darah tersebut bergabung di dalam bantalan kapiler hepar dan keluar
6
8
Gambar 2. Pendarahan organ hepar
(Sumber : Kuntz E, Kuntz HD. Hepatology principles and practice)
yang menonjol masuk dalam aliran darah. Sel ini bersifat sangat fagositik yang
begitu hebat sehingga dapat menyingkirkan 99% (atau lebih) bakteri dalam
darah vena porta sebelum mereka dapat masuk semua sinusoid hepar. Darah
porta berasal dari usus sehingga hampir selalu mengandung basil kolon dalam
jumlah yang cukup besar. Oleh karena itu, sistim filtrasi sel Kupffer dalam
sinusoid meningkat dengan nyata bila jumlah zat tertentu atau debris lain yang
Fisiologi hepar
Fungsi metabolik
7
Beberapa fungsi spesifik hepar pada metabolisme lemak adalah:
b. Pembentukan lipoprotein
d. Interkonversi berbagai asam amino dan senyawa lain yang penting pada
oleh sel hepar. Gamma globulin merupakan zat imun yang terutama dibentuk
oleh sel plasma dalam jaringan limfoid tubuh. Hepar dapat membentuk protein
plasma dengan kecepatan maksimal 50 - 100 gram perhari. Oleh karena itu
setelah kehilangan separuh protein plasma dari tubuh, kehilangan ini dapat
mitosis sel hepar dengan cepat dan ukuran hepar menjadi lebih besar, efek ini
kembali ke normal. Fungsi terpenting lainnya adalah sintesis asam amino non
8
vitamin. Vitamin yang disimpan dalam hepar adalah: vitamin A. D, B12.
Vitamin A dalam jumlah terbesar disimpan dalam hepar. Dalam jumlah cukup
dapat disimpan untuk mencegah defisiensi vitamin A selama satu sampai dua
tahun.11
hepar untuk pembentukan protrombin dan faktor VII, IX dan X. Tanpa adanya
vitamin K, konsentrasi zat-zat tersebut turun sangat rendah dan hampir selalu
Fungsi sekresi
Semua sel hepar secara terus menerus mensekresi empedu dalam jumlah kecil,
masuk ke dalam kanalikuli empedu yang terletak antara sel-sel hepar dalam
kanalikuli bermuara dalam duktus biliaris terminal dan secara progresif masuk
kedalam duktus yang lebih besar, akhirnya mencapai duktus hepatikus dan
Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh sel hepar pada
duodenum. Sekresi total empedu setiap hari adalah 800 - 1000 ml dan volume
maksimal kandung empedu hanya 40 sampai 70 ml. Air, natrium klorida dan
9
sebagian besar elektrolit kecil secara terus menerus diabsorbsi oleh mukosa
elektrolit serta air. Prekursor garam empedu adalah kolesterol, yang disuplai
dalam diet atau disintesis dalam hepar selama metabolisme lemak dan
dengan glisin dan dengan taurin untuk membetuk asam gliko terkonjugasi atau
dalam empedu. Peranan penting garam empedu dalam saluran cerna antara
Fungsi ekskresi
Selain mensekresi zat-zat yang disintesis oleh hepar sendiri, sel hepar juga
mengekskresi sejumlah zat yang dibentuk di bagian lain tubuh. Zat yang
terpenting diantaranya adalah bilirubin (gambar 3), yang merupakan salah satu
masa hidupnya, rata-rata 120 hari, membran eritrosit akan pecah, hemoglobin
tubuh. Hemoglobin akan dipecah menjadi globin dan heme. Kemudian cincin
10
heme dibuka sehingga terbentuk biliverdin, dengan cepat zat ini direduksi
menjadi bilirubin bebas. Bilirubin bebas akan segera berikatan sangat kuat
darah dan cairan interstitial. Bilirubin bebas yang telah berikatan dengan
albumin ini diabsorpsi melalui membran sel hepar. Pada proses ini bilirubin
dilepaskan dari albumin plasma dan segera berikatan dengan protein lain
(protein Y) yang terdapat dalam sel hepar, setelah itu bilirubin juga akan
sekitar 80% berkonjugasi dengan asam glukoronat dan 10% lagi berkonjugasi
dengan banyak zat lain. Dalam bentuk ini bilirubin diekskresi masuk saluran
masuk sinusoid hepar atau secara tidak langsung dengan absorbsi masuk darah
melalui mukosa usus masuk darah. Sebagian besar zat ini diekskresi kembali
oleh hepar masuk ke dalam usus, dan lebih kurang 5% diekskresi oleh ginjal
11
Gambar 3. Jalur bilirubin13
(Sumber : Rosenthal P. Assessing
liver function and hyperbilirubinemia
in the newborn.Clinical )
penting dan sering menjadi penyebab kematian pasien pada perawatan intensif.
disfungsi fisiologis yang progresif dan cenderung reversibel pada satu atau
lebih sistem atau organ yang dipicu oleh berbagai macam penyebab akut.
Untuk menetukan adanya disfungsi organ pada anak, dibuatlah kriteria yang
12
Sistem Organ Kriteria ringan Kriteria berat
Hipoksia/ hiperkarbia ARDS yang memerlukan
Paru yang membutuhkan PEEP >10 cmH2O dan
ventilasi 3-5 hari FiO2 <0,5
Bilirubin 2-3 mg/dL atau
tes fungsi hepar lain lebih Ikterik dengan bilirubin
Hepatik
dari 2x normal, PT 8-10 mg/dL
meningkat 2 x normal
Ginjal Intoleransi Dialisis
Stres ulkus yang
Intoleransi asupan
Gastrointestinal membutuhan transfusi,
lambung lebih dari 5 hari
kolesistitis akalkulus
aPTT >125% dari normal, Koagulasi intravaskular
Hematologi
platelet <50-80.000 diseminasi
Penurunan fraksi ejeksi
Hiperdinamik yang tidak
Kardiovaskuler dengan penurunan kapiler
respon oleh pressor
persisten
Sistem saraf pusat Confusion Koma
Kombinasi defisit
Sistem saraf tepi Neuropati sensorik ringan
sensori dan motorik
Tabel 1. Karakteristik gagal organ pada sepsis2
(Sumber : Setiati TE, Soemantri AG. Patologi dan Penanganan Sepsis)
Hepar sebagai organ kunci pada sepsis, dapat berperan sebagai aktor
maupun korban, hal ini menjadi substansial oleh karena pengaruh dari proses
metabolik serta mekanisme pertahanan tubuh yang terjadi selama sepsis. Hepar
berbagai macam sitokin, lipid bioaktif dan protein fase akut (APPs) dalam
Sebagai aktor, hepar sebagai organ utama, yaitu sel Kupffer, berperan
TNF, IL-1 dan IL-6) yang akan merubah jalur metabolik terhadap ambilan
13
asam amino dan metabolisme glukoneogenesis. Selain itu, pada hepatosit dapat
Sebagai korban, dampak dari sepsis, sel hepar dapat terluka dan
terjadi pada jam pertama setelah jejas awal. Biasanya berkaitan dengan syok
dan hipoperfusi hepar yang menyebabkan perubahan berat pada fungsi hepar,
komplikasi perdarahan.5
Disfungsi hepar dini terjadi pada jam pertama sepsis berkaitan dengan
berbagai jenis sel hepar dan beberapa sekresi mediator lokal. Tiga jenis sel
adalah sel Kupffer, hepatosit dan sel endotelial sinusoid. Disamping itu, terlibat
14
juga neutrofil teraktivasi yang direkrut kedalam hepar dan berpotensi
Sel Kupffer
Sel ini merupakan 70% dari total populasi makrofag pada tubuh. Sel Kupffer
sistem sirkulasi dengan menyingkirkannya dari darah vena porta. Sel Kupffer
memproduksi sitokin, yang dapat mengatur fungsi hepatosit dan sel endotelial
sistemik. Selain itu, sel Kupffer memiliki potensi dalam memburu mediator
inflamasi, produk toksin dan sitokin di sistemik dan usus, serta berperan
produk bakteri lainnya. Pada penelitian Katz dkk (1991), ditemukan lebih dari
70% Escherichia coli yang diberi radiolabel, disuntikan pada tikus dan
beserta endotoksin-nya dari sistemik, tetapi mekanisme ini sulit dinilai jika
terlibat dalam patogenesis sindrom respon inflamasi persisten dan gagal organ
15
multipel. Sel Kupffer berbagi dengan sel makrofag lainnya dalam meng-inisiasi
serupa dengan efek dari IL-1β, namun melibatkan reseptor permukaan sel dan
jalur sinyal transduksi. TNF-α juga terlibat dalam induksi transkripsi gen nitrit
oksida sintesis (NOS2), sejumlah produksi nitrit oksida hepatik dan memiliki
efek positif langsung pada sintesis protein. TNF-α menunjukkan efek sekunder
pada hepar, serta memberi kontribusi terhadap jejas hepar yang di mediasi oleh
16
Gambar 4. Interaksi antara sel Kupffer, hepatosit, neutrofil
dan sel endotel pada jejas hepar selama sepsis dan SIRS16
(Sumber : Szabo G, Romics L, Frendl G. Liver in Sepsis and
Systemic Inflammatory Response Syndrome)
TNF, hepar juga mampu mengambil dan membersihkan kembali TNF. Seperti
bakteri dan endotoksin, luapan TNF sistemik merupakan bentuk dari disfungsi
sebagai penghuni tetap sel Kupffer normal, hepatosit dan sel endotelial. Salah
satu yang terpenting dari fungsi IL-6 dalam hepar adalah meningkatkan aktifasi
regulasi sekresi IL-6. Hepar juga terlibat dalam ambilan dan klirens dari IL-6
Hepatosit
Selama sepsis, sel parenkim hepar terlibat dalam respon imun sebagai upaya
17
glukoneogenesis sebagai upaya memprioritaskan kembali sintesis protein untuk
dan enzim antiproteolitik, yang dikenal dengan protein fase akut (APPs).5
disebut dengan APPs positif dan penurunan produksi pada APPs negatif.
Selama respon fase akut terjadi peningkatan konsentrasi dari CRP, α1-
dan fibronektin, yang dikenal dengan APPs positif. Sebaliknya pada APPs
prioritisasi sintesis dan pelepasan protein spesifik ke dalam sistemik. Selain itu,
18
merupakan salah satu mekanisme yang terlibat dalam kegagalan hepar pada
beberapa pasien.5
18
Gambar 5. Regulasi protein fase akut terhadap infeksi
(Sumber : Anonymous. Acute Phase Proteins.www.hycult biotech)
interferon-γ, IL-1 dan IL-6), baik didalam sirkulasi atau pelepasan secara
makroglobulin)
negatif)
19
e. Meningkatkan produksi thrombin-activatable fibrinolytic inhibitor (APPs
antikoagulan, hal ini dapat sebagai prediksi yang sangat tinggi terhadap luaran
yang fatal. Protein C reaktif (CRP) merupakan protein kunci pada pertahanan
pejamu melawan bakteri, yang juga dapat memicu ekspresi TF (Tissue Factor)
sebagai aktivator awal pada sistem pembekuan ekstrinsik oleh sel mononukleus
pembekuan lainnya.40
20
necrosis factor (TNF-α), interleukin (IL)-1, IL-6, IL-12, dan interferon-g (IFN-
g) akan meningkat.41
koagulasi yang diperantarai oleh faktor jaringan (Tissue Factor) (gambar 6),
fisiologis dan defek pada proses fibrinolisis, sehingga timbul koagulopati yang
coagulation (DIC).40
Secara garis besar DIC dapat dibedakan atas compensated atau non-
overt DIC dan decompensated atau overt DIC. Pada compensated DIC terjadi
fase hiperkoagulasi atau sering pula disebut DIC tahap I. Pada fase ini akan
kadar fibrinogen, FDP, D-Dimer, dan jumlah trombosit meningkat atau normal.
fibrin dan menghasilkan D-dimer. Aktivasi endotel untuk melepaskan tPA akan
mengawali fase fibrinolisis sekunder atau DIC tahap II. Pada keadaan ini
sedangkan nilai PT, aPTT, kadar fibrinogen, dan jumlah trombosit akan
21
memberikan hasil normal. Apabila keadaan ini terus berlanjut akan terjadi
didapatkan fase hipokoagulasi atau disebut DIC tahap III, yaitu keadaan yang
22
PT, aPTT, dan kadar fibrinogen, sedangkan pemeriksaan hemostasis yang rutin
dimer.43
Sel endotelial
Sel endotelial hepatik yang diisolasi dari hepar normal memproduksi IL-1 dan
IL-6 secara spontan. Produksinya meningkat saat sel terpicu oleh endotoksin.
secara spontan dilepaskan oleh kultur sel endotel dan hal serupa juga terjadi
pada hepatosit, dimana produksi NO meningkat setelah sel dipicu oleh sitokin
ekstensif serta menghambat adesi lekosit pada sel endotel hepatosit. 5,20
Interaksi Neutrofil-Hepatosit
sel lainnya dari cedera, namun pengeluaran protease dan/ atau radikal bebas
23
Pseudomonas, tetapi hepatosit mengeluarkan aspartat aminotransferase dan
makrofag atau sel-sel Kupffer, hal ini menunjukkan bahwa sel-sel Kupfer post-
perlindungan terhadap infeksi, tetapi hal ini juga memiliki peran utama dalam
kerusakan hepatosit.5
neutrofil yang terinduksi sel hepar ini terfokus pada dua aspek utama yaitu
Produksi yang berlebih dari kemokin CXC secara selektif pada hepatosit
24
menyebabkan infiltrasi neutrofil, ekstravasasi dan jejas pada hepar.23,24
Penetralan antibodi yang melawan kemokin CXC atau antagonis reseptor CXC
reperfusi-iskemia.24
Neutrofil mengenal sel yang sedang dalam proses apoptosis, sel apoptosis
dapat menyebabkan kemokin CXC larut, sebagai efek yang mungkin di picu
oleh faktor kemotaktik. Alternatif lain, gap pada sel endotelial sinusoid dapat
Faktor komplemen merangsang formasi oksigen reaktif dengan sel Kupffer dan
Mediator spesifik dilepaskan oleh sel, antara lain high mobility group box-1
dari sitokin proinflamasi yang dapat mereduksi infiltrasi neutrofil hepatik dan
25
HMGB-1 dapat mengikat Toll-like receptor-4 (TLR-4) didalam sel Kupffer
oksigen reaktif merupakan konsekuensi penting dari aktivasi sel Kupffer oleh
neutrofil.29
langsung terhadap mekanisme jejas sel in vivo, efek proteksi dari kelator besi
dan antioksidan larut dalam lemak seperti vitamin E dapat dijelaskan dengan
adanya reduksi formasi dari produk kemotaktik LPO, yang dapat memperburuk
jumlah besar selama fase jejas neutrofil saat terjadi reperfusi.23 Sehingga
Gambar 7. Peran dari neutrofil pada sel endotel dan jejas hepatosit. 5
(Sumber : Dhainaut J.F, Marin N, Mignon A, Vinsonneau. Hepatic Response to Sepsis)
26
Paradigma saat ini mengenai interaksi neutrofil dengan sel Kupffer
sebagai berikut:31
Kupffer
III. Infiltrasi neutrofil internal dan membunuh organisme yang terikat sel
Kupffer
IV. Neutrofil yang ditelan dan dihancurkan oleh sel Kupfer diasingkan di
27
Sepsis menginduksi disfungsi dan gagal hepar
oleh sepsis segera setelah episode syok dan resusitasi, disfungsi ini sering
Klirens laktat dan asam amino, sebagai reduksi dari sintesis protein. Dapat pula
refleksi selular akut dan jejas mitokondrial. Enzim tersebut biasanya kembali
hepatik primer. Pengukuran aliran arteri portal dan hepatik sangat sulit pada
sirkulasi hepatosplanknik.5,6
sering terjadi karena luapan bakteri, endotoksin dan media inflamatori pada
sisa fungsi hepar yang masih utuh. Area lokal hepatik dapat terinflamasi oleh
karena konsekuensi dari detoksifikasi produk bakteri oleh sel Kupfer, induksi
karena jaringan lokal melepaskan eikosanoid, NO, produk dari aktifasi sel
28
Sepsis menginduksi kolestasis
oleh hepatosit atau dari efek lain pada hepar yang mengarah pada akumulasi
bilirubin dari hemolisis, jejas hepatoseluler dan kolestasis dari bagian sepsis
dan dari berbagai macam obat yang digunakan dalam penatalaksanaan sepsis.
(cMOAT).12
Beberapa infeksi oleh karena gram positif dan gram negatif, diantaranya
29
dengan membran lipoprotein sel darah merah mengeluarkan lysolechitin
dan berlanjut menjadi lisis pada membran sel darah merah sehingga terjadi
hemolisis.32
sel darah merah yang normal antara lain malaria dan babesiosis. Infeksi
mekanisme lain terjadinya anemia hemolitik sel darah merah yang normal
dengan antigen sel darah merah (di mediasi oleh IgM atau IgG), kompleks
ekstravaskular.12
oleh kerusakan sel. Sepsis selalu berkaitan dengan stres oksidan dan dapat
30
menginduksi hemolisis, khususnya pada ambang batas yang rendah untuk
Pada pasien sepsis di perawatan ICU faktor lainnya dan sering terjadi,
cardiac output dan perfusi hepatik. Disfungsi hepatoseluler pada sepsis dapat
oleh bakteri bukan merupakan penyebab kolestasis atau jejas hepatik pada
Pada pasien sepsis dan SIRS, terjadi perubahan ekstraksi asam amino,
31
Nutrition tahun 2001, didapatkan konsentrasi plasma asam amino rendah pada
ornitin, fenilalanin dan tirosin dan hanya konsentrasi asam amino fenilalanin
yang sangat meningkat. Penelitian ini pun menunjukkan klirens infus asam
mencapai hampir 70% lebih tinggi dari pada kontrol subyek sehat, kecuali
dan ureagenesis, secara bersamaan diperbesar oleh katabolisme sel otot lurik,
hal ini timbul sebagai elemen pokok dari sindrom sepsis. Hormon katabolik,
dari peningkatan ektraksi sintesis asam amino dan protein pada pasien sepsis
belum dapat diketahui benar. Hal ini telah ditunjukkan dengan meningkatnya
katabolisme otot perifer oleh pengaruh dari mediator inflamasi, terutama TNF
hepatik secara bersamaan tampak sebagai elemen tak terpisahkan dari reaksi
fase akut dan SIRS. Peningkatan ketersediaan asam amino melalui stimulasi
katabolisme protein otot sebagai bentuk kebutuhan dan sangat penting untuk
menanggulangi proses penyakit akut. Hal tersebut memiliki kaitan erat antara
32
menekan proteolisis perifer dan melepaskan asam amino. Pada pasien dengan
sepsis, klirens asam amino meningkat, konsentrasi asam amino plasma secara
signifikan ditekan dan jumlah infus asam amino yang besar dibutuhkan untuk
Glutamin interorgan (GLN) berbeda antara saat sepsis dan sehat. Pada kontrol
binatang, usus halus sebagai organ dasar pada proses ambilan glutamin. Pada
sepsis, hepar menjadi organ mayor pada ambilan glutamin dari persediaan di
33
Endotoksin meng-inisisasi perubahan pada pertukaran glutamin
interorgan, tetapi respon lebih ditunjukkan terhadap mediasi secara primer oleh
tersebut. Hanya saja saat proses sepsis dapat terjadi perbaikan homeostasis
glutamin kembali menjadi normal, dan asumsi ini tidak mendukung terhadap
Fischer dkk tahun 1996 menggunakan hepatosit yang diisolasi untuk menguji
LPS pada makanan meningkatkan transpor 2,6 kali lipat. Penelitian ini
34
Sitokrom P-450 (CYP) hepatik pada sepsis
Sistem enzim CYP merupakan superfamili dari protein heme yang memiliki
merubah fungsi enzim CYP. Jacob dkk, sistem enzim CYP menunjukkan
endogen dan eksogen secara signifikan oleh karena sepsis. Mediator yang
reduksi dua kali lipat terhadap klirens antipirin dan pada gagal multi organ
memiliki penurunan klirens antipirin empat kali lipat. Yang menarik, klirens
antipirin ini memiliki hubungan terbalik dengan kadar IL-6, kadar nitrit dan
hepatik pada sebelum pembedahan dan awal onset sepsis pada kedua grup.
Aktifitas CYP secara signifikan menurun selama sepsis pada kedua grup
35
aktifitas CYP kembali normal pada grup survivor, sementara grup non-sirvivor
kembali sangat lambat. Mekanisme sistem enzim CYP dimulai dengan aktifasi
(Arnt) dan protein chaperone, heat shock 90 (HSP90). Pada saat tidak ada
dan disosiasi dengan HSP90, hal ini menyebabkan AhR berubah menjadi
jalur NFkB dan/ atau MAPK dan dikeluarkan oleh sel Kupffer. Sitokin
mekanisme yang masih belum diketahui, regulasi menurun pada gen Arnt, AhR
36
V. KEMAMPUAN SEL HEPAR BEREGENERASI
regenerasi sel hepar dan regenerasi mengakibatkan masuknya sel hepar matang
yang tidak aktif kembali ke dalam siklus sel. Regenerasi hepar membutuhkan
dalam darah, aktivasi makrofag dalam hepar dan pelepasan sitokin yang
terhadap regenerasi hepar, dan diaktivasi oleh sistem komplemen kedalam jalur
kondisi jejas oleh karena reperfusi iskemia, hepatosit pun mampu memperbaiki
Pada fase inisiasi, proliferasi distimulasi oleh sitokin (IL-6 dan TNF α). Pada
sebagai fase pembentukan masa sel memerlukan perantara TGF-β dan aktivin.
37
rekonstruksi vaskularisasi lobul hepar.49 Pada hepar, bagian yang terpisah dari
Tes laboratorium yang utama untuk uji tapis atau konfirmasi kecurigaan
fraksi) dan kadar alkali phosphatase (AP), begitu pula determinasi dari waktu
Tes ini melengkapi dan memperkirakan fungsi sintesis dan ekskresi, serta dapat
saluran empedu kedalam serum; meningkatnya kadar serum total dan bilirubin
merupakan indikator sensitif dari obstruktif atau inlamasi dari saluran bilier. 38
penyusutan masa hepar yang memperlihatkan nekrosis masif atau onset dari
38
Fraksi dari kadar serum bilirubin total menjadi fraksi bilirubin
yang disebabkan oleh hemolisis dengan yang disebabkan oleh disfungsi hepar.
yang relatif sensitif dari kelainan hepatoseluler dan disfungsi ekskresi hepatik,
kerusakan hepatoseluler.38,39
protein serta Prothrombine time (PT) atau INR. Pemeriksaan konsentrasi serum
globulin dan jumlah relatif dari fraksi globulin mungkin dapat membantu.
Pada penelitian tes fungsi hepar pada pasien dengan bakteremia oleh
ALP, Albumin, Kolesterol total dan kolinesterase dapat berubah segera disaat
berbagai macam infeksi bakteri terbukti bakteremia. Fungsi tes ini tersedia
pada hampir diseluruh rumah sakit dan secara umum dapat diukur dengan
39
Petanda yang penting dengan meningkatnya kadar AST dan ALT dapat
terjadi pada jejas hepatosluler, peningkatan beberapa kali dapat terjadi oleh
pada anak-anak dengan sepsis dan konsentrasi persisten >500 pg/ml dapat
dari neutrofil dan makrofag menuju tempat inflamasi dan jumlah yang
berbagai penelitian, untuk menilai keamanan dan efikasi dari terapi pengganti
C). Kadar protein C pada diagnosis berhubungan dengan berat dan luaran
pada sebagian besar pasien dengan sepsis berat dan berkaitan dengan
40
VI. RINGKASAN
dengan kematian
3. Sepsis berat bila sepsis yang diikuti dengan tanda kegagalan sedikitnya
satu organ
kritis
6. Hepar sebagai organ kunci pada sepsis, karena berkaitan dengan proses
7. Tiga jenis sel hepatik utama yang memberikan kontribusi respon terhadap
8. Terapi yang efektif terhadap gagal organ sangat penting karena beratnya
dan ekskresi
41
10. Kriteria gagal organ pada sepsis menggunakan kriteria Wilkonson dan
Proulx, dimana terjadi peningkatan bilirubin dan tes fungsi hepar lain
sebagai petanda
11. Disfungsi hepar dini terjadi pada jam pertama sepsis berkaitan dengan
hipoperfusi hepatosplanknik
13. Sel Kupffer 70% dari populasi makrofag diperkirakan sebagai pertahanan
14. Hepar adalah tempat utama dari inaktivasi endotoksin dan produk-produk
bakteri lainnya
15. Luapan TNF sistemik sebagai produk mediator pro-inflamasi dari sel
jaringan
17. Protein C reaktif (CRP) merupakan protein kunci pada pertahanan pejamu
18. Pada sepsis terjadi respons inflamasi yang dapat menyebabkan kerusakan
jaringan
19. Sel endotelial hepatik yang diisolasi dari hepar normal memproduksi IL-1
42
20. Jaundice pada sepsis dapat berkaitan dengan sel darah merah normal,
21. Pada pasien sepsis dan SIRS, terjadi perubahan ekstraksi asam amino,
22. Glutamin interorgan (GLN) berbeda antara saat sepsis dan sehat
karena sepsis
25. Regenerasi sel hepar terdiri dari 4 fase, yaitu : fase inisiasi, fase ekspansif,
26. Tes laboratorium pada fungsi hepar terhadap sepsis dapat digunakan
27. Ada berbagai pemeriksaan yang signifikan terhadap fungsi hati oleh
berbagai penyebab
43
DAFTAR PUSTAKA
2. Setiati TE, Soemantri AG. Patologi dan Penanganan Sepsis. Dalam: Sepsis
413
7. Setiati TE, Soemantri AG. Pengelolaan Sepsis Berat dan Syok Sepsis.
insani.Semarang.2009:37
Shock. Dalam: Sepsis dan disfungsi organ multipel pada anak. Pelita
insani.Semarang.2009:185
44
9. Guyton AC. Hepar dan Saluran Empedu. In : Buku Teks Fisiologi
10. Kuntz E, Kuntz HD. Diagnostic in Liver Disease. Morphology of the liver.
Hepatology principles and practice. 2nd ed. Germany. Springer, 2006; 14-
28)
2007;45:230-241
14. Setiati TE, Soemantri AG. Gagal Fungsi Traktus Gastrointestinal pada
Anak Sakit Kritis dan Manajemennya. Dalam: Sepsis dan disfungsi organ
15. Katz S, Jimenez MA, Lehmkuhler WE, et al: Liver Bacterial Clearance
following hepatic artery ligation and portacaval shunt. J Surg Res 1991;
51:267-270
45
18. Anonymous. Acute Phase Proteins.www.hycult biotech
factors and monokines in rat hepatoma cells. J Biol Chem 1987; 262:9756–
9768
20. Spitzer JA: Cytokine stimulation of nitric oxide formation and differential
21. Holman JM, Saba TM: Hepatocyte injury during post-operative sepsis:
203
G26, 2003
24. Okaya T and Lentsch AB. Cytokine cascades and the hepatic
147,2003
46
25. Gujral JS, Hinson JA, Farhood A, and Jaeschke H. NADPH
2004
SF, and Gores GJ. Kupffer cell engulfment of apoptotic bodies stimulates
27. Tsung A, Sahai R, Tanaka H, Nakao A, Fink MP, Lotze MT, Yang H, Li J,
Tracey KJ, Geller DA, and Billiar TR. The nuclear factor HMGB1
28. Tsung A, Hoffman RA, Izuishi K, Critchlow ND, Nakao A, Chan MH,
Lotze MT, Geller DA, and Billiar TR. Hepatic ischemia/reperfusion injury
47
32. Dhaliwal G, Cornett PA, Tierney LM, Jr. Hemolytic anemia. Am Fam
Physician 2004;69:2599-2606
33. Shander A. Anemia in the critically ill. Crit Care Clin 2004;20:159-178
34. Scharte M, Fink MP. Red Blood Cell Physiology in Critical Illness. Crit
37. J.A. Carcillo, L. Doughty, D. Kofos, R.F. Frye, S.S. Kaplan, H. Sasser,
(2003) 980-984
2008;22:66-69
48
41. Choi G, Schultz MJ, Leve M, Poll T. The relationship between
2006;136:139–44
43. Setiabudy RD. Hemostasis dan trombosis. Edisi ke-3. Jakarta: Balai
44. Druml \W, Heinzel G, Kleinberger G. Amino Acid Kinetics in Patient with
45. Karinch AM, Pan M, Lin CM, Strange R, Souba WW. Glutamine
Sciences. 2001;1:2535s-2538s
47. Inoue, Y., Bode, B. P. & Souba, W. W. (1994) Antibody to TNFa blocks
49
49. Zimmermann A. Regulation of liver regeneration. Nephrol Dialysis
50. Streetz, Luedde, manns et al. Review Interleukin and liver regeneration.
Gut. 200;47:309-312
51. Latifi SQ, O’Riordan MA, Levine AD et al. Persistent elevation of serum
52. Stryjewski GR, Nylen ES, Bell MJ et al. Interleukin-6, interleukin-8, and a
rapid and sensitive assay for calcitonin precursors for the determination of
2005;6:129–35
53. Bernard GR, Vincent JL, Laterre PF et al. Efficacy and safety of
2001;344:699–709
50