Anda di halaman 1dari 28

PRESENTASI KASUS

“ILEUS OBSTRUKSI”
Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kedokteran Bedah di RSUD Kota Salatiga

Diajukan kepada:
dr. Esdianto Setiawan, M.Si, Med., Sp.B

Disusun oleh:
Siti Hartini Nur Aissyah
1913020005

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


SMF ILMU BEDAH RSUD SALATIGA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Telah disetujui dan disahkan presentasi kasus dengan judul

“Ileus Obstruksi”

Disusun oleh:
Siti Hartini Nur Aissyah
1913020005

Telah dipresentasikan
Hari/Tanggal:

Disahkan oleh:
Dosen Pembimbing

dr. Esdianto Setiawan, M.Si, Med., Sp.B

ii
BAB I
LAPORAN KASUS

- IDENTITAS
Nama : Tn. S
Umur : 51 tahun
Jenis Kelamin : Laki laki
Alamat : Mliwang
Masuk RS : 28 September 2020
- ANAMNESIS (Subjektif)
1. Keluhan Utama
Perut kembung.
2. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Pasien datang ke poliklinik dengan keluhan perut terasa kembung.
Keluhan tersebut dirasakan sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien juga mengeluhkan tidak bisa kentut dan BAB sejak satu minggu
yang lalu. Mual (+), muntah (+), Nyeri perut (+). Pasien juga mengalami
kesulitan saat BAK.
3. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Pasien belum pernah menderita keluhan serupa. Riwayat asma, kejang,
kelainan jantung, dan trauma disangkal.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa. Penyakit
darah tinggi, kencing manis, asam urat dikeluarga disangkal.
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien memiliki asuransi BPJS. Pasien tidak merokok dan mengonsumsi
alkohol. Alergi obat (-).

- PEMERIKSAAN FISIK (Objektif)


Kesan Umum Tampak sakit ringan
Kesadaran Composmentis (GCS E4V5M6)

3
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Vital Signs / Nadi : 89 x/menit
Tanda-Tanda Respirasi :20 x/menit
Vital Suhu : 36,5 0C
SpO2 : 98%
Kepala dan
Leher
Inspeksi Conjungtiva anemis (+/+), Sklera Ikterik (-/-), deviasi
trakea (-)
Palpasi Pembesaran Limfonodi (-), deviasi trakea (-)
Thorax ( pulmo )
Inspeksi Bentuk dada datar dan simetris, tidak terdapat jejas dan
kelainan bentuk, tidak ada spider nevi, tidak ada atrofi
otot dada.
Palpasi Tidak ada ketertinggalan gerak dan vokal fremitus tidak
ada peningkatan maupun penurunan
Perkusi Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi Suara Dasar Vesikuler (SDV) : +/+
Suara ronkhi : -/-
Suara wheezing :-/-

Thorax ( Cor )
Inspeksi Pulsasi tidak terlihat
Palpasi Teraba ictus cordis di SIC V linea midclavicularis
sinistra
Perkusi Jantung tidak membesar, batas paru-jantung:
Batas kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra
Batas kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Batas kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra
Batas kiri bawah : SIC V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi Suara S1 dan S2 terdengar regular dan tidak ada bising
ataupun suara tambahan jantung
Abdomen
Inspeksi Bentuk cembung, spider nevi (-), striae (-), jejas (-),
distensi abdomen (+)

4
Auskultasi Peristaltik usus (+)
Palpasi Perut teraba keras, diseluruh lapang perut. Nyeri tekan
perut bagian bawah (+).
Perkusi Timpani
Ekstremitas
Inspeksi Edema (-/-)
Palpasi Pitting edema (-/-), akral dingin pada semua extermitas,
sianosis (-) capillary refill 2 detik

- DIAGNOSIS AWAL
1. Illeus Obstruksi
- PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium (29/09/2020)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

Hematologi
Leukosit 10,51 4,5 – 13,5 ribu/ul

Eritrosit 4,24 3,8 – 5,8 juta/ul

Hemoglobin 11,4* 11,5 – 16,5 gr/dL

Hematokrit 36,1 35-47 vol%

MCV 85,1 80 – 96 Fl

MCH 26,9* 28 – 33 Pg

MCHC 31,6* 33 – 36 gr/dL

Trombosit 653* 150 – 450 ribu/ul

PT 13,5 11-18 Detik

APTT 40,3 27-42 Detik

Golongan darah O

Hitung Jenis

Eosinophil 0,7 1–5 %

Basophil 0,4 0–1 %

Limfosit 20,3 20 – 50 %

5
Monosit 8,4 1–6 %

Neutrofil 70,2* 25 – 60 %

KIMIA
Ureum 70* 10-50 mg/dl

Creatinin 2,5* 1.0-1.3 mg/dl

Gula Darah Sewaktu 98 <140 mg/dl

2. Pemeriksaan Radiologi (29/09/20)


Foto Abdomen BNO 3 Posisi

6
7
Hasil
- Udara dalam usus kecil meningkat
- Struktur skeletal dalam batas normal
- Tampak gambaran multiple air fluid level dan stapped ladder
- Tak tampak gambaran udara bebas intraperitoneal
- Tak tampak batu opaque pada tractus (urinarius, biliaris, pancreas
dan inguinal dextra/sinistra)
- Kontour ginjal tampak tidak jelas karena superposisi dengan udara
di usus yang meningkat
- Tampak batu opaque didaerah setinggi poara corpus vertebrae
lumbal II dan para cocygeus II dextra
- Terpasang DJS intrarenal sinistra dan intra vesica urinaria
Kesan
- Gambaran ileus letak tinggi
- Nefrolithiasis dextra dan ureterolithiasis dextra 1/3 distal
cenderung didaerah ureterovesicae junction

8
Ultrasonografi (30/09/20)

Kesan
- Nefrolithiasis dextra
- Mild hydronephrosis sinistra. Tak tampak nefrolithiasis sinistra.
- Dilatasi loop usus di regio lumbar sinistra dengan peristaltik lemah
sesuai dengan gambaran illeus
- Hepar, vesica fellea, pankreas, lien secara sonografi tak tampak
kelainan
- Tak tampak limfedenopati paraaorta

9
- Vesica urinaria tak valid dinilai oleh karena terisi cairan minimal
- DIAGNOSIS AKHIR
1. Ileus obstruksi parsial
2. Nefrolithiasis dextra
3. Hydronephrosis sinistra
- PENATALAKSANAAN
1. Pada tanggal 29 September 2020 (Flamboyan)
- Infus RL: D5:Nacl 0,9 %  1:1:1/24 jam
- Injeksi Ceftriaxon 1g/12 jam
- Injeksi Metronidazole 500 mg/8 jam
- Injeksi Omeprazole 40 mg/12 jam
- Injeksi Ketorolac 30 mg/8 jam
- Pasang DC
- Pasang NGT
- Cek lab
- Dulcolax Supposituria Pagi
- Foto polos abdomen 3 posisi
2. Pada tanggal 30 September 2020
- Injeksi Ceftriaxon 1g/12 jam
- Injeksi Metronidazole 500mg/8 jam
- Injeksi Omeprazole 40 mg/12 jam
- Injeksi Ketorolac
- Asam folat 2x1 peroral
3. Pada tanggal 01 Oktober 2020
- Aff DC
- Aff NGT
- BLPL

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI USUS
Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang
membentang dari pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang
usus halus sekitar 12 kaki (22 kaki pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini
mengisi bagian tengah dan bawah abdomen. Ujung proksimalnya bergaris
tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin kebawah lambat laun garis tengahnya
berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm (Guyton, 2016).
Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum, dan ileum. Pembagian ini
agak tidak tepat dan didasarkan pada sedikit perubahan struktur, dan yang
relatif lebih penting berdasarkan perbedaan fungsi. Duodenum panjangnya
sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai kepada jejenum. Pemisahan
duodenum dan jejenum ditandai oleh ligamentum treitz, suatu pita
muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra diafragma dekat hiatus
esofagus dan berinsersio pada perbatasan duodenum dan jejenum.
Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum suspensorium (penggantung).
Kira-kira duaperlima dari sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga perlima
terminalnya adalah ileum. Jejenum terletak di regio abdominalis media
sebelah kiri, sedangkan ileum cenderung terletak di region abdominalis
bawah kanan. Jejunum mulai pada juncture duodenojejunalis dan ileum
berakhir pada junctura ileocaecalis (Guyton, 2016).

11
Gambar 2.1. Anatomi Duodenum, Jejunum, Illeum dan Colon
2 cm pertama dari bagian superior duodenum, tepat di distal pilorus,
memiliki mesenterium dan bergerak. Bagian bebas ini, disebut ampula (tutup
duodenum), memiliki penampilan yang berbeda dari sisa duodenum bila
diamati secara radiografik dengan menggunakan media kontras. Distal 3 cm
bagian superior dan tiga bagian duodenum lainnya tidak memiliki mesenterium
dan tidak dapat bergerak karena bersifat retroperitoneal. Bagian superior
duodenum naik dari pilorus dan tumpang tindih dengan hati dan kantong
empedu. Peritoneum menutupi aspek anteriornya, tetapi tidak terdapat
peritoneum di bagian posterior, kecuali ampula. Bagian proksimal memiliki
ligamentum hepatoduodenal (bagian dari omentum minor) terpasang di
superior dan omentum mayor menempel di inferior. Bagian descending
duodenum berjalan ke arah inferior, melengkung di sekitar kepala pankreas.
Bagian ascending dari duodenum dan sepanjang sisi kiri aorta untuk mencapai
batas inferior tubuh pankreas. Di sini melengkung ke anterior untuk bergabung
dengan jejunum di fleksura duodenojejunal, didukung oleh perlekatan otot
suspensori duodenum (ligamentum Treitz). Otot ini terdiri dari selip otot

12
rangka dari diafragma dan pita fibromuskular otot polos dari bagian ketiga dan
keempat duodenum. Arteri duodenum muncul dari truncus celiacus dan arteri
mesenterika superior (Moore, 2010).

Gambar 2.2 Hubungan duodenum dan letak jejunum dan illeum


Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar
5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani.
Diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata
sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus semakin kecil. Usus
besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat katup
ileocaecaal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati
dekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileocaecaal
mengontrol aliran kimus dari ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi
kolon asendens, transversum, desendens dan sigmoid. Kolon ascendens
berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior lobus kanan hati,
menduduki regio iliaca dan lumbalis kanan. Setelah mencapai hati, kolon
ascendens membelok ke kiri membentuk fleksura koli dekstra (fleksura
hepatik). Kolon transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari
fleksura koli dekstra sampai fleksura koli sinistra (Guyton, 2016).

13
A. ILEUS
1. DEFINISI
Ileus adalah sumbatan atau paralisis usus mencegah bagian depan
intestinal, menyebabkan penumpukannya proksimal dari lokasi
penyumbatan (Markogiannakis, 2007).
2. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan data statistik dibeberapa negara, salah satunya di
Amerika Serikat, kasus ileus obstruktif diperkirakan memiliki insidensi
sebesar 0,13%. Selain itu, laporan data dari Nepal tahun 2007 didapatkan
jumlah penderita ileus obstruktif dan paralitik dari tahun 2005 -2006
adalah 1.053 kasus (5,32%), sedangkan data di Indonesia tahun 2004
tercatat sekitar 7.024 kasus ileus obstruktif yang dirawat inap (Pasaribu,
2012).
3. KLASIFIKASI
B. Ileus mekanik
Ileus mekanis yang membutuhkan pembedahan adalah hal yang
umum komplikasi setelah operasi sebelumnya; misalnya, ini insiden
seumur hidup setelah kolektomi adalah 11%. Bagian isi usus bisa
diblokir baik sebagian (subileus, ileus tidak lengkap) atau seluruhnya
(ileus lengkap). Ileus mekanis mempengaruhi yang kecil buang air
besar lebih sering daripada usus besar, dengan perbandingan 4: 1.
Ileus usus halus biasanya disebabkan oleh adhesi sebelum operasi
(65%) atau hernia (15%), saat buang air besar ileus biasanya karena
kanker (70%) atau karena perlengketan dan stenosis setelah
divertikulitis berulang (hingga 10%). Lebih jarang penyebab ileus
usus besar termasuk volvulus sigmoid (5%) dan hernia (2,5%)
(Nieuwenhuijzen, 1998).
C. Ileus fungsional
Tidak seperti ileus mekanis, ileus fungsional bukan karena sebuah
proses yang menghalangi lumen usus dan menghalangi jalannya
isinya, tetapi malah berkurang kontraksi otot polos dinding usus.

14
Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga
kelompok (Yates, 2004) :
a. Lesi intraluminal : misalnya fekalit, benda asing, batu empedu
b. Lesi intramural : misalnya malignansi atau inflamasi
c. Lesi ekstramural : misalnya adhesi, hernia, volvulus
Berdasarkan lokasi obstruksi
a. Letak tinggi : duodenum-jejunum
b. Letak tengah : ileum terminal
c. Letak rendah ; colon sigmoid-rectum
Terdapat tiga jenis ileus menurut (Sjamsuhidajat, 2010)
a. Ileus obstruksi sederhana, dimana obstruksi tidak disertai
dengan terjepitnya pembuluh darah.
b. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai
adanya penyempitan pembuluh darah sehingga iskemia yang
akan berakhir dengan nekrosis atau gangren yang ditandai
dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari
jaringan gangren
c. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan
masuk dan keluar suatu gelang usus terhambat, dimana paling
sedikit terdapat 2 obstruksi.
4. ETIOLOGI
a. Ileus mekanik
Beberapa penyebab ileus mekanik meliputi :
1. Kompresi eksternal (adhesi, hernia)
2. Perubahan pada dinding usus (tumor, peradangan /infeksi)
3. Penyumbatan lumen (koprostasis, intususepsi).
b. Ileus fungsional
Beberapa penyebab ileus fungsional meliputi :
1. Ileus reflektori — setelah operasi perut atau retroperitoneal
(misalnya, operasi tulang belakang), atau diinduksi oleh lesi intra-
abdominal atau retroperitoneal (tumor, perdarahan, infeksi)

15
2. Ileus yang diinduksi obat — karena konsumsi opioid, obat
neuroleptik, dll.
3. Metabolic ileus —pada pasien dengan hipokalemia atau diabetes
mellitus.
4. Ileus vaskular — karena hipoperfusi pada usus (Drozdz, 2012).
5. FAKTOR RESIKO

Gambar 2.3 Faktor resiko Ileus


6. PATOGENESIS PATOFISIOLOGI
Kekhawatiran mendasar tentang obstruksi usus adalah
pengaruhnya terhadap seluruh tubuh keseimbangan cairan / elektrolit dan
efek mekanis yang meningkatkan tekanan perfusi usus. Proksimal ke
intinya obstruksi, saluran usus melebar terisi sekresi usus dan udara yang
tertelan. Kegagalan isi usus sampai melewati saluran usus mengarah ke
sebuah penghentian kentut dan buang air besar.
Obstruksi usus dapat dibedakan secara luas menjadi obstruksi usus
halus dan usus besar. Kehilangan cairan akibat emesis, edema usus, dan
hilangnya daya serap menyebabkan dehidrasi. Emesis menyebabkan
hilangnya kalium lambung, hidrogen, dan ion klorida, dan dehidrasi yang
signifikan merangsang proksimal ginjal reabsorpsi tubulus dari bikarbonat
dan kehilangan klorida, mengabadikan alkalosis metabolik selain
gangguan pada fluida dan keseimbangan elektrolit, menyebabkan stasis

16
usus untuk pertumbuhan berlebih dari flora usus, yang mungkin
menyebabkan perkembangan emesis feculen.
Selain itu, pertumbuhan berlebih dari flora usus di usus halus
menyebabkan translokasi bakteri di dinding usus. Pelebaran usus terus
meningkat tekanan luminal. Saat tekanan luminal melebihi tekanan vena,
kehilangan vena drainase menyebabkan peningkatan edema dan hiperemia
usus. Hal ini pada akhirnya dapat menyebabkan aliran arteri yang
terganggu usus, menyebabkan iskemia, nekrosis, dan perforasi. Obstruksi
loop tertutup, dalam dimana bagian usus terhalang secara proksimal dan
distal, dapat mengalami proses ini dengan cepat, dengan sedikit gejala
yang muncul. Volvulus usus, obstruksi loop tertutup prototipe,
menyebabkan torsio arteri aliran masuk dan drainase vena, dan merupakan
pembedahan keadaan darurat (Jackson and Raiji 2011).

Gambar 2.4 Patofisiologi Ileus Obstruksi


7. MANIFESTASI KLINIS
1. Obstruksi sederhana
Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi,
artinya disertai dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit baik di
dalam lumen usus , oleh muntah. Gejala penyumbatan usus meliputi

17
nyeri kram pada perut, disertai kembung. Pada obstruksi usus halus
proksimal akan timbul gejala muntah yang banyak, yang jarang menjadi
muntah fekal walaupun obstruksi berlangsung lama. Nyeri bisa berat
dan menetap. Nyeri abdomen sering dirasakan sebagai perasaan tidak
enak di perut bagian atas. Semakin distal sumbatan, maka muntah yang
dihasilkan semakin fekulen. Tanda vital normal pada tahap awal,
namun akan berlanjut dengan dehidrasi akibat kehilangan cairan dan
elektrolit. Suhu tubuh bisa normal sampai demam. Distensi abdomen
dapat dapat minimal atau tidak ada pada obstruksi proksimal dan
semakin jelas pada sumbatan di daerah distal. Bising usus yang
meningkat dan “metallic sound” dapat didengar sesuai dengan
timbulnya nyeri pada obstruksi di daerah distal.
2. Obstruksi disertai proses strangulasi
Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan
disertai dengan nyeri hebat. Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya
skar bekas operasi atau hernia. Bila dijumpai tanda tanda strangulasi
berupa nyeri iskemik dimana nyeri yang sangat hebat, menetap dan
tidak menyurut, maka dilakukan tindakan operasi segera untuk
mencegah terjadinya nekrosis usus.
3. Obstruksi mekanis di kolon timbul perlahan -lahan dengan nyeri akibat
sumbatan biasanya terasa di epigastrium. Nyeri yang hebat dan terus
menerus menunjukkan adanya iskemia atau peritonitis. Borborygmus
dapat keras dan timbul sesuai dengan nyeri. Konstipasi atau obstipasi
adalah gambaran umum obstruksi komplit. Muntah lebih sering terjadi
pada penyumbatan usus besar. Muntah timbul kemudian dan tidak
terjadi bila katup ileosekal mampu mencegah refluks. Bila akibat
refluks isi kolon terdorong ke dalam usus halus, akan tampak gangguan
pada usus halus. Muntah fekal akan terjadi kemudian ada keadaan
valvula Bauchini yang paten, terjadi distensi hebat dan sering
mengakibatkan perforasi sekum karena tekanannya paling tinggi dan
dindingnya yang lebih tipis (Sjamsuhidajat, 2010).

18
8. PENEGAKAN DIAGNOSIS
a. Anamnesis
Pasien harus ditanyai tentang riwayat mereka dari neoplasia perut,
hernia atau hernia perbaikan, dan penyakit radang usus, karena kondisi
tersebut meningkatkan resiko obstruksi. Ciri khas dari obstruksi usus
termasuk perut kolik nyeri, mual dan muntah, perut kembung, dan
berhentinya kentut dan usus gerakan. Penting untuk dibedakan antara
obstruksi mekanis yang sebenarnya dan penyebab lain dari gejala ini
(Jackson, 2011).
b. Pemeriksaan fisik
Obstruksi distal memungkinkan reservoir usus yang lebih besar,
dengan nyeri dan distensi lebih ditandai dari emesis, sedangkan pasien
dengan obstruksi proksimal mungkin memiliki distensi abdomen
minimal tetapi ditandai emesis. Adanya hipotensi dan takikardia
merupakan indikasi dehidrasi parah. Palpasi abdomen dapat ditemukan
perut buncit, timpani; namun, temuan ini mungkin tidak ada pada
pasien dengan obstruksi dini atau proksimal. Auskultasi pada pasien
dengan obstruksi dini mengungkapkan suara usus bernada tinggi,
sedangkan mereka dengan obstruksi lanjut bisa datang dengan bising
usus minimal sebagai saluran usus menjadi hipotonik (Jackson, 2011).
c. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium
- Hitung darah lengkap
- Panel metabolik
- Hipokalemia, metabolik hipokloremik alkalosis dapat
ditemukan pada pasien dengan emesis parah.
- Peningkatan nitrogen urea darah kadarnya konsisten dengan
dehidrasi, dan kadar hemoglobin dan hematokrit mungkin
meningkat

19
- Jumlah sel darah putih mungkin meningkat jika bakteri usus
berpindah tempat ke dalam aliran darah, menyebabkan
sistemik sindrom respons inflamasi atau sepsis.
- Perkembangan asidosis metabolik, terutama pada pasien
dengan tingkat laktat serum yang meningkat, mungkin
menandakan iskemia usus (Jackson, 2011).
2) Radiologi
Pada pasien dengan obstruksi usus halus, posisi supine
menunjukkan dilatasi multipel loop usus halus, dengan sedikit
udara masuk usus besar. Mereka yang besar obstruksi usus
mungkin mengalami pelebaran usus besar, dengan usus halus
terdekompresi di pengaturan katup ileocecal yang kompeten.
Upright atau film dekubitus lateral mungkin menunjukkan
laddering tingkat cairan udara.
Ileus obstruksi letak tinggi :
- Dilatasi di proximal sumbatan (sumbatan paling distal di
ileocecal junction) dan kolaps usus di bagian distal
sumbatan.
- Coil spring appearance
- Herring bone appearance
- Air fluid level yang pendek-pendek dan banyak (step ladder
sign)
Ileus obstruksi letak rendah
- Gambaran sama seperti ileus obstruksi letak tinggi
- Gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak
pada tepi abdomen
- Air fluid level yang panjang-panjang di kolon. Sedangkan
pada ileus paralitik gambaran radiologi ditemukan dilatasi
usus yang menyeluruh dari gaster sampai rectum.

20
Gambar 2.5 Gambar radiologi posisi supine dan lateral
decubitus
3) CT Scan
CT sensitif untuk deteksi tingkat tinggi obstruksi (hingga
90 persen dalam beberapa seri) dan memiliki manfaat tambahan
dalam mendefinisikan penyebab dan tingkat obstruksi di sebagian
besar pasien. Temuan CT pada pasien dengan usus obstruksi
termasuk loop usus yang melebar proksimal ke tempat obstruksi,
dengan usus yang terdekompresi di bagian distal. Tidak adanya
kontras bahan di rektum juga merupakan tanda penting dari
obstruksi lengkap.

21
Gambar 2.5 CT Scan
4) Contrast Fluoroscopy
Studi kontras, seperti usus kecil tindak lanjut, dapat membantu
dalam diagnosis obstruksi usus parsial pasien dengan kecurigaan
klinis tinggi dan dalam pasien yang secara klinis stabil di mana
manajemen konservatif awal tidak efektif. Fluoroskopi kontras
mungkin juga berguna pada menentukan kebutuhan untuk operasi.
5) Ultrasonography
Pada pasien dengan obstruksi tingkat tinggi, evaluasi USG perut
memiliki sensitivitas tinggi untuk obstruksi usus, mendekati 85
persen. Ultrasonografi tetap menjadi investigasi yang berharga karena
pasien tidak stabil dengan diagnosis ambigu dan pasien yang masuk
dikontraindikasikan paparan radiasi, seperti wanita hamil.
6) MRI
Pencitraan resonansi magnetik (MRI) mungkin lebih sensitif
daripada CT dalam evaluasi obstruksi usus (Jackson, 2011).
9. DIAGNOSIS BANDING

Gambar 2.6 Diagnosis Banding Ileus Obstruksi (Jackson, 2011)

22
10. PENATALAKSANAAN

Gambar 2.7 Algoritma evaluasi dan tatalaksana small ileus


obstruction (Jackson, 2011)
a. Terapi di Unit Gawat Darurat
Pemberian cairan intravena harus dimulai untuk mengganti defisit
volume dan mengoreksi gangguan elektrolit atau asam-basa. Pasien yang
muntah harus menjalani pemasangan selang nasogastrik untuk dekompresi
gastrointestinal. Pengobatan analgesik dapat dimulai segera setelah awal
pemeriksaan fisik. Jika ada bukti klinis atau laboratorium adanya infeksi
(atau bahkan sepsis), antibiotik harus diberikan sedini mungkin sesuai
rekomendasi dari Surviving Sepsis Kampanye (Dellinger, 2013).
b. Terapi konservatif
Percobaan pengobatan konservatif dibenarkan selama tidak ada
indikasi mutlak untuk pembedahan (strangulasi, iskemia, tidak adanya
transit isi usus sama sekali) dan tidak ada bukti klinis akut abdomen.
Untuk ileus yang tidak lengkap, tingkat keberhasilan perawatan murni

23
suportif adalah 80%, sedangkan kemungkinan bahwa reseksi usus akan
dibutuhkan di bawah 5%.
Selain tindakan pendukung yang disebutkan di atas (penggantian
cairan, selang nasogastrik) pemberian 100 mL media kontras beryodium
yang larut dalam air per selang nasogastrik dianjurkan (Branco, 2010).
c. Terapi pembedahan
Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-
organ vital berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering
dilakukan adalah pembedahan sesegera mungkin (Sjamsuhidajat, 2010).
Indikasi pembedahan :
- Strangulasi
- Obstruksi lengkap
- Hernia inkarserata
- Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan
pemasangan NGT, infus,oksigen dan kateter)
d. Pasca Bedah
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan
dan elektrolit. Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus
memberikan kalori yang cukup. Perlu diingat bahwa pasca bedah usus
pasien masih dalam keadaan paralitik (Sjamsuhidajat, 2010).
11. KOMPLIKASI
Pada obstruksi kolon dapat terjadi dilatasi progresif pada sekum
yang berakhir dengan perforasi sekum sehingga terjadi pencemaran rongga
perut dengan akibat peritonitis umum (Sjamsuhidajat, 2010).
12. PROGNOSIS
Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti
umur, etiologi, tempat dan lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat
muda ataupun tua maka toleransinya terhadap penyakit maupun tindakan
operatif yang dilakukan sangat rendah sehingga meningkatkan mortalitas.
Pada obstruksi kolon mortalitasnya lebih tinggi dibandingkan obstruksi
usus halus (Sjamsuhidayat, 2010).

24
BAB III
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

1. PEMBAHASAN
Pada kasus ini, seorang pria berusia 51 tahun datang ke RSUD Salatiga
dengan keluhan perut kembung. Keluhan tersebut dirasakan sejak tiga hari
sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan tidak bisa kentut dan
BAB sejak satu minggu yang lalu. Mual (+), muntah (+), Nyeri perut (+).
Pasien juga mengalami kesulitan saat BAK
Pemeriksaan fisik didapatkan KU pasien tampak kesakitan ringan,
kesadaran composmentis, nadi 89x/menit, RR 20x/menit, suhu 36,5 oC.
Conjunctiva anemis (+/+), peristaltik usus (+), defans muscular (-) dan nyeri
tekan perut bagian bawah (+) serta terdapat distensi abdomen.
Pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan trombositosis, anemia,
ureum dan creatinin meningkat. Hasil pemeriksaan foto BNO 3 posisi
didapatkan ileus letak tinggi ditandai dengan gambaran multiple air fluid level
dan stapped ladder. Sedangkan dari hasil pemeriksaan USG terdapat dilatasi
loop usus di regio lumbar sinistra dengan peristaltik lemah sesuai dengan
gambaran illeus.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang pasien didiagnosis ileus obstruktif letak tinggi parsial disertai
nefrolithiasis dan hidronefrosis.
Penatalaksanaan pada kasus ini yaitu:
1. Pada tanggal 29 September 2020 (Flamboyan)
- Infus RL: D5:Nacl 0,9 %  1:1:1/24 jam
- Injeksi Ceftriaxon 1g/12 jam
- Injeksi Metronidazole 500 mg/8 jam
- Injeksi Omeprazole 40 mg/12 jam
- Injeksi Ketorolac 30 mg/8 jam

25
- Pasang DC
- Pasang NGT
- Cek lab
- Dulcolax Supposituria Pagi
- Foto polos abdomen 3 posisi
2. Pada tanggal 30 September 2020
- Injeksi Ceftriaxon 1g/12 jam
- Injeksi Metronidazole 500mg/8 jam
- Injeksi Omeprazole 40 mg/12 jam
- Injeksi Ketorolac
- Asam folat 2x1 peroral
3. Pada tanggal 01 Oktober 2020
- Aff DC
- Aff NGT
- BLPL
Pada pasien ini tidak dilakukan tindakan operasi karena tidak
ditemukan adanya indikasi untuk dilakukan tindakan operasi seperti
strangulasi, obstruksi yang dialami pasien bersifat parsial karena secara klinis
pasien masih BAB dan kentut setelah dilakukan tatalaksana konservatif, tidak
ditemukan adanya hernia inkarserata dan pasien mengalami perbaikan secara
klinis setelah dilakukan terapi konservatif. Tatalaksana yang dialami pasien
sesuai dengan algoritma tatalaksana small bowel obstruction menurut Jackson,
2011 dimana ketika dilakukan penilaian awal kondisi klinis pasien stabil
kemudian dilakukan pemeriksaan radiologi BNO 3 posisi didapatkan obstruksi
secara parsial. Pasien tidak mendapat intake oral selama perawatan dan
terpasang NGT, rehidrasi cairan melalui intravena. Pasien mengalami resolusi
dalam 48 jam dan kemudian disarankan untuk diet makanan berserat tinggi.

26
2. KESIMPULAN
a. Ileus adalah sumbatan atau paralisis usus mencegah bagian depan
intestinal, menyebabkan penumpukannya proksimal dari lokasi
penyumbatan.
b. Terdapat dua klasifikasi ileus meliputi ileus mekanik atau obstruktif dan
ileus fungsional atau paralitik.
c. Beberapa penyebab ileus mekanik meliputi kompresi eksternal (adhesi,
hernia), perubahan pada dinding usus (tumor, peradangan /infeksi),
penyumbatan lumen (koprostasis, intususepsi).
d. Dari hasil pemeriksaan fisik dapat ditemukan distensi abdomen, palpasi
ditemukan adanya nyeri pada perut dan timpani. Sedangkan pada hasil
auskultasi dapat dijumpai bising usus yang meningkat.
e. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium
dan hitung darah lengkap.
f. Penatalaksanaan ileus obstruktif meliputi terapi konservatif, terapi
pembedahan dan terapi pasca bedah.

27
DAFTAR PUSTAKA

Branco BC, Barmparas G, Schnuriger B, Inaba K, Chan LS, Demetriades D:


Systematic review and meta-analysis of the diagnostic and therapeutic role of
water-soluble contrast agent in adhesive small bowel obstruction. Br J Surg
2010; 97: 470–8.
Dellinger RP, Levy MM, Rhodes A, et al.: Surviving Sepsis Campaign:
international guidelines for management of severe sepsis and septic shock,
2012. Intensive Care Med 2013; 39: 165–228.
Drozdz W, Budzynski P: Change in mechanical bowel obstruction demographic
and etiological patterns during the past century: observations from one health
care institution. Arch Surg 2012; 147: 175–80.
Hall JE. Guyton and Hall.2016.Textbook of Medical Physiology. 13th ed.
Philadelphia (PA): Elsevier, Inc.;
Jackson, Patrick G, and Manish Raiji. 2011. “Evaluation and Management of
Intestinal Obstruction.” American Academy of Physician.
Markogiannakis H, Messaris E, Dardamanis D, et al.: Acute mechanical bowel
obstruction: clinical presentation, etiology, management and outcome. World
J Gastroenterol 2007; 13: 432–7
Moore Keith L., Dalley Arthur F., Agur Anne M.R.. 2010. Clinically Oriented
Anatomy. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins
Nieuwenhuijzen M, Reijnen MM, Kuijpers JH, van Goor H: Small bowel
obstruction after total or subtotal colectomy: a 10-year retrospective review.
Br J Surg 1998; 85: 1242–5
Pasaribu N. Karakteristik penderita ileus obstruktif yang dirawat inap di RSUD
dr. Pirngadi Medan tahun 2007-2010 [skripsi]. Medan. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatra Utara; 2012.
Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah . Edisi 2.
Jakarta : EGC.
Yates K. 2004. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM, Murray
L, Brown AFT, Heyworth T, editors. Textbook of adult emergency medicine.
2nd ed. New York: Churchill Livingstone;. p.306-9.

28

Anda mungkin juga menyukai