Anda di halaman 1dari 12

PEREKONOMIAN DI INDONESIA

INDIKATOR PERKEMBANGAN EKONOMI INDONESIA


Oleh Khalid Abdul Latief
Kelas Ekonomi Syariah 4 B
NIM 520519033

A. Pendahuluan
Krisis moneter yang melanda negara-negara anggota ASEAN, telah
memporakporandakan struktur perekonomian negara-negara tersebut. Bahkan
bagi Indonesia,akibat dari terjadinya krisis moneter yang kemudian berlanjut pada
krisis ekonomi dan politik ini, telah menyebabkan kerusakan yang cukup
signifikan terhadap sendisendi perekonomian nasional.
Krisis moneter yang melanda Indonesia diawali dengan terdepresiasinya
secara tajam nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (terutama dolar
Amerika),akibat adanya domino effect dari terdepresiasinya mata uang Thailand
(bath), salah satunya telah mengakibatkan terjadinya lonjakan harga barang-
barang yang diimpor Indonesia dari luar negeri. Lonjakan harga barang-barang
impor ini,
menyebabkan harga hampir semua barang yang dijual di dalam negeri meningkat
baik secara langsung maupun secara tidak langsung, terutama pada barang yang
memiliki kandungan barang impor yang tinggi.
Karena gagal mengatasi krisis moneter dalam jangka waktu yang
pendek,bahkan cenderung berlarut-larut, menyebabkan kenaikan tingkat harga
terjadi secara umum dan semakin berlarut-larut. Akibatnya, angka inflasi nasional
melonjak cukup tajam. Lonjakan yang cukup tajam terhadap angka inflasi
nasional yang tanpa diimbangi oleh peningkatan pendapatan nominal masyarakat,
telah menyebabkan pendapatan riil rakyat semakin merosot. Juga, pendapatan per
kapita penduduk merosot relatif sangat cepat, yang mengakibatkan Indonesia
kembali masuk dalam golongan negara miskin. Hal ini telah menyebabkan
semakin beratnya beban hidup masyarakat, khususnya pada masyarakat strata
ekonomi bawah. Jika melihat begitu dasyatnya pengaruh lonjakan angka inflasi di
Indonesia (akibat dari imported inflation yang dipicu oleh terdepresiasinya nilai
tukar rupiah terhadap mata uang asing) terhadap perekonomian nasional, maka
dirasa perlu untuk memberikan perhatian ekstra terhadap masalah inflasi ini
dengan cara mencermati kembali teori-teori yang membahas tentang inflasi;
faktor-faktor yang menjadi sumber penyebab timbulnya inflasi di Indonesia; serta
langkah-langkah apakah yang sebaiknya diambil untuk dapat keluar dari
perangkap inflasi ini.
B. Inflasi
Inflasi dapat diartikan sebagai gejala kenaikan harga barang-barang yang
bersifat umum dan terus menerus. Dari definisi ini ada tiga syarat untuk dapat
dikatakan telah terjadi inflasi. Pertama, adanya kenaikan harga. Kedua, kenaikan
tersebut terjadi terhadap harga-harga barang secara umum. Ketiga, kenaikan
tersebut berlangsung cukup lama. Dengan demikian kenaikan harga yang terjadi
pada hanya satu jenis barang, atau kenaikan yang terjadi hanya sementara waktu
tidak dapat disebut dengan inflasi.
Pandangan kaum moneteris menganggap inflasi sebagai akibat dari jumlah
uang yang beredar yang terlalu banyak, sehingga daya beli uang tersebut
(purchasing power of money) menurun. Sebagai akibatnya harga barang-barang
menjadi naik. Sedangkan menurut kaum strukturalis, inflasi merupakan gejala
ekonomi yang disebabkan oleh masalah struktural seperti masalah gagal panen
yang menyebabkan kekurangan persediaan barang, sehingga tidak dapat
memenuhi jumlah permintaan secara keseluruhan. Sebagai akibat harga barang
tersebut mengalami kenaikan.

Inflasi yang terjadi dapat dikelompokkan berdasarkan sifat, sebab


terjadinya, dan berdasarkan asalnya.
a. Inflasi Berdasarkan Sifatnya
Berdasarkan sifatnya, inflasi dibagi menjadi empat kategori utama, yaitu
1) Inflasi Rendah (Creeping Inflation), yaitu inflasi yang besarnya kurang
dari 10% per tahun. Inflasi ini dibutuhkan dalam ekonomi karena akan
mendorong produsen untuk memproduksi lebih banyak barang dan jasa.
2) Inflasi Menengah (Galloping Inflation), yaitu inflasi yang besarnya antara
10-30% per tahun. Inflasi ini biasanya ditandai oleh naiknya harga-harga
secara cepat dan relatif besar. Angka inflasi pada kondisi ini biasanya
disebut inflasi 2 digit, misalnya 15%, 20%, dan 30%.
3) Inflasi Berat (High Inflation), yaitu inflasi yang besarnya antara 30-100%
per tahun.
4) Inflasi Sangat Tinggi (Hyperinflation), yaitu inflasi yang ditandai oleh
naiknya harga secara drastis hingga mencapai 4 digit (diatas 100%). Pada
kondisi ini, masyarakat tidak ingin lagi menyimpan uang, karena nilainya
turun sangat tajam sehingga lebih baik ditukarkan dengan barang.

b. Inflasi Berdasarkan Sebabnya


1) Demand Pull Inflation. Inflasi ini terjadi sebagai akibat pengaruh
permintaan yang tidak diimbangi oleh peningkatan jumlah penawaran
produksi. Akibatnya sesuai dengan hukum permintaan, jika permintaan
banyak sementara penawaran tetap, harga akan naik. Jika hal ini
berlangsung secara terus-menerus, akan mengakibatkan inflasi yang
berkepanjangan. Oleh karena itu, untuk mengatasinya diperlukan adanya
pembukaan kapasitas produksi baru dengan penambahan tenaga kerja
baru.
2) Cost Push Inflation. Inflasi ini disebabkan kerena kenaikan biaya produksi
yang disebabkan oleh kenaikan biaya input atau biaya faktor produksi.
Akibat naiknya biaya faktor produksi, dua hal yang dapat dilakukan oleh
produsen, yaitu langsung menaikkan harga produknya dengan jumlah
penawaran yang sama atau harga produknya naik karena penurunan
jumlah produksi.
3) Bottle Neck Inflation. Inflasi ini dipicu oleh faktor penawaran (supply)
atau faktor permintaan (demand). Jika dikarenakan faktor penawaran maka
persoalannya adalah sekalipun kapasitas yang ada sudah terpakai tetapi
permintaannya masih banyak sehingga menimbulkan inflasi. Adapun
inflasi kerena faktor permintaan disebabkan adanya likuiditas yang lebih
banyak, baik itu berasal dari sisi keuangan (monetary) atau akibat
tingginya ekspektasi terhadap permitaan baru.

c. Inflasi Berdasarkan Asalnya


1) Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation). Inflasi ini
timbul karena terjadinya defisit dalam pembiayaan dan belanja negara
yang terlihat pada anggaran belanja negara. Untuk mengatasinya, biasanya
pemerintah melakukan kebijakan mencetak uang baru.
2) Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation). Inflasi ini timbul
karena negara-negara yang menjadi mitra dagang suatu negara mengalami
inflasi yang tinggi. Kenaikan harga-harga di luar negeri atau di negara-
negara mitra dagang utama (antara lain disebabkan melemahnya nilai
tukar) yang secara langsung maupun tidak langsung akan menimbulkan
kenaikan biaya produksi biasanya akan disertai dengan kenaikan harga-
harga barang.

Inflasi dapat digolongkan karena penyebab-penyebabnya yaitu sebagai


berikut:
a) Natural Inflation dan Human Error Inflation. Natural Inflation adalah
inlasi yang terjadi karena sebab-sebab alamiah yang manusia tidak
mempunyai kekuasaan dalam mencegahnya. Human Error Inflation
adalah inflasi yang terjadi karena kesalahan-kesalahan yang dilakukan
oleh manusia sendiri.
b) Actual / Anticipated / Expected Inflation dan Unanticipated / Unexpected
Inflation. Pada Expected Inflation tingkat suku bunga pinjaman riil sama
dengan tingkat suku bunga pinjaman nominal dikurangi inflasi. Sedangkan
pada Unexpected Inflation tingkat suku bunga pinjaman nominal belum
atau tidak merefleksikan kompensasi terhadap efek inflasi.
c) Demand Pull dan Cost Push Inflation. Demand Pull diakibatkan oleh
perubahan-perubahan yang terjadi pada sisi Permintaan Agregatif (AD)
dari barang dan jasa pada suatu perekonomian. Cost Push Inflation adalah
inflasi yang terjadi karena adanya perubahan-perubahan pada sisi
Penawaran Agregartif (AS) dari barang dan jasa pada suatu perekonomian.

d) Spiralling Inflation. Inflasi jenis ini adalah inflasi yang diakibatkan inflasi
yang terjadi sebelumnya yang mana inflasi yang sebelumnya itu terjadi
sebagai akibat dari inflasi yang terjadi sebelumnya lagi begitu seterusnya.

e) Imported Inflation dan Domestic Inflation. Imported Inflation adalah


inflasi di negara lain yang ikut dialami oleh suatu negara karena harus
menjadi price taker dalam pasar internasional. Domestic Inflation bisa
dikatakan inflasi yang hanya terjadi di dalam negeri suatu negara yang
tidak begitu mempengaruhi negara-negara lainnya.
C. Ekspor dan Impor
a. Pengertian Ekspor

Kegiatan ekspor adalah sistem perdagangan dengan cara mengeluarkan


barang-barang dari dalam negeri keluar negeri dengan memenuhi ketentuan yang
berlaku. Ekspor merupakan total barang dan jasa yang dijual oleh sebuah negara
ke negara lain, termasuk diantara barang-barang, asuransi, dan jasa-jasa pada
suatu tahun tertentu.

Kegiatan ekspor adalah sistem perdagangan dengan cara mengeluarkan


barang-barang dari dalam negeri ke luar negeri dengan memenuhi ketentuan yang
berlaku. Ekspor merupakan total barang dan jasa yang dijual oleh sebuah negara
ke negara lain, termasuk diantara barang-barang, asuransi, dan jasa-jasa pada
suatu tahun tertentu. Ekspor adalah salah satu sektor perekonomian yang
memegang peranan penting melalui perluasan pasar antara beberapa negara, di
mana dapat mengadakan perluasan dalam suatu industri, sehingga mendorong
dalam industri lain, selanjutnya mendorong sektor lainnya dari perekonomian.

b. Peran Sektor Ekspor

Ekspor salah satu sektor perekonomian yang memegang peranan penting


dalam melalui perluasan pasar sektor industri akan mendorong sektor industri
lainnya dan perekonomian (Meier, 1996:313). Kesimpulannya ekspor sangat
berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah yang mengakibatkan kurs rupiah melemah
maupun menguat. Peranan sektor ekspor antara lain:
1. Mempeluas pasar diseberang lautan bagi barang-barang tertentu, seperti
yang ditekankan oleh para ahli ekonomi klasik, suatu industri dapat
tumbuh dengan cepat jika industry itu dapat menjual hasilnya diseberang
lautan daripada hanya dalam pasar negeri yang sempit.

2. Ekspor menciptakan permintaan efektif yang baru. Akibatnya barang-


barang dipasar dalam negeri mencari inovasi yang ditujukan untuk
menaikkan produktivitas.

3. Perluasan kegiatan ekspor mempermudah pembangunan, karena industry


tertentu tumbuh tanpa membutuhkan investasi dalam capital social
sebanyak yang dibutuhkan seandainya barang-barang tersebut akan dijual
didalam negeri, misalnya karena sempitnya pasar dalam negeri akibat
tingkat pendapatan rill yang rendah atau hubungan transportasi yang
memadai.
c. Pengertian Impor
Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.
Transaksi impor adalah perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar
negeri ke dalam daerah pabean Indonesia dengan mematuhi ketentuan peraturan
perudang-undangan yang berlaku5. Menurut Susilo impor bisa diartikan sebagai
kegiatan memasukkan barang dari suatu negara (luar negeri) ke dalam wilayah
pabean negara lain. Pengertian ini memiliki arti bahwa kegiatan impor berarti
melibatkan dua negara. Dalam hal ini bisa diwakili oleh kepentingan dua
perusahaan antar dua negara tersebut, yang berbeda dan pastinya juga peraturan
serta bertindak sebagai supplier dan satunya bertindak sebagai negara penerima.
Impor adalah membeli barang-barang dari luar negeri sesuai dengan ketentuan
pemerintah yang dibayar dengan menggunakan valuta asing.
Dasar hukum peraturan mengenai Tatalaksana Impor diatur dalam Keputusan
Direktur Jendral Bea dan Cukai Nomor KEP-07/BC/2003. Tentang petunjuk
pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di bidang impor dan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 453/KMK.04/2002 tentang Tatalaksana Kepabeanan di bidang
impor. Komoditi yang dimasukkan ke dalam peredaran bebas di dalam wilayah
pabean (dalam negeri), yang dibawa dari luar wilayah pabean (luar negeri) dikenakan
bea masuk kecuali dibebaskan atau diberikan pembebasan. Dengan kata lain
seseorang atau badan usaha yang ditetapkan sebagai importir wajib membayar bea
masuk dan pajak sebagaimana yang telah ditetapkan pemerintah. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa impor yaitu kegiatan perdagangan internasional dengan cara
memasukkan barang ke wilayah pabean Indonesia yang dilakukan oleh
perorangan atau perusahaan yang bergerak dibidang ekspor impor dengan
mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang dikenakan
bea masuk.
D. Harga Gabah dan Nilai Tukar Petani
Nilai Tukar Petani (NTP) adalah perbandingan antara indeks harga yang
diterima petani (IT) dengan indeks harga yang dibayar petani (IB) dalam
persentase. Nilai tukar petani juga merupakan suatu indikator yang digunakan
untuk mengukur tingkat kesejahteraan atau kemampuan daya beli petani (Badan
Pusat Statistik 2011).

Secara umum ada tiga pengertian Nilai Tukar Petani (Ruauw 2010).
Pertama, jika NTP > 100, berarti petani mengalami surplus, harga produksi naik
lebih besar daripada konsumsinya. Pendapatan petani naik lebih besar dari
pengeluarannya. Dengan demikian tingkat kesejahteraan petani lebih baik
dibanding tingkat kesejahteraan petani sebelumnya. Kedua, NTP = 100, berarti
petani mengalami impas/break even. Kenaikan atau penurunan harga barang
produksinya sama dengan persentase kenaikan atau penurunan harga barang
konsumsinya. Tingkat kesejahteraan petani tidak mengalami perubahan. Ketiga,
NTP < 100, berarti petani mengalami defisit. Kenaikan harga barang produksinya
relatif lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsinya.
Tingkat kesejahteraan petani pada suatu periode mengalami penurunan dibanding
tingkat kesejahteraan petani periode sebelumnya.
Adapun pembentukan Nilai Tukar Petani adalah sebagai berikut:
Pertama, konsep pertukaran. Nilai tukar barter didefinisikan sebagai rasio dari
harga pertanian terhadap harga produk nonpertanian (Rachmat 2000).
NTB = Px/Py

di mana:
NTB = Nilai tukar Barter Pertanian
Px = Harga Komoditas Pertanian
Py = Harga Produk Non-Pertanian
Konsep nilai tukar ini mampu mengindentifikasi perbandingan harga
relatif dari komoditas pertanian tertentu terhadap harga produk yang
dipertukarkan. Dapat dianalogikan seperti pada harga sebutir telur 10-15 tahun
yang lalu, adalah sepadan nilainya dengan ongkos transportasi pulang pergi ke
suatu tempat. Kini untuk harga yang harus dibayar untuk transportasi ke tempat
yang sama adalah sebesar 5 butir telur. Jadi harga satu butir telur nilainya tidak
relevan lagi dengan nilai sekarang karena telah terjadinya inflasi. Analogi harga
telur tersebut menggambarkan bahwa nilai tukar harga komoditas pertanian
misalnya telur mengindentikasikan daya tukar komoditas pertanian terhadap
barang yang dipertukarkan seperti barang faktor produksi dan konsumsi.
Kedua, konsep faktorial. Nilai tukar dalam konsep ini didefinisikan
sebagai rasio harga pertanian terhadap harga nonpertanian dikalikan dengan
produktivitas pertanian (Rachmat 2000).
NTF = Px/Py * Z
di mana:
Z = Produktivitas pertanian
Konsep ini mampu mengidentifikasi pengaruh perubahan teknologi dari
komoditas dan produk tertentu yang dipertukarkan. Namun konsep ini terbatas
kepada komoditas dan produk tertentu dan tidak dapat menjelaskan kemampuan
seluruh komoditas/produk yang dipertukarkan.
Ketiga, konsep pendapatan. Konsep pendapatan (Nilai Tukar Pendapatan)
merupakan perbaikan dari konsep nilai tukar faktorial. Nilai Tukar Pendapatan
(NTI) merupakan daya ukur dari nilai hasil komoditas pertanian yang dihasilkan
petani per unit (hektar) terhadap nilai korbanan untuk memproduksi hasil tersebut
(Suntoro et al. 2014).
NTI = PxQx/PyQy
Dengan demikian, NTI menggambarkan tingkat profitabilitas dari usaha
tani komoditas tertentu. Namun demikian, NTI hanya menggambarkan nilai tukar
dari komoditas tertentu, belum mencakup keseluruhan komponen pendapatan
petani dan komponen pengeluaran petani.
Keempat, Nilai Tukar Subsisten (NTS) yang menggambarkan daya ukur
dari pendapatan total usaha pertanian terhadap pengeluaran total petani untuk
kebutuhan hidupnya (Suntoro et al. 2014). Pendapatan usaha pertanian merupakan
penjumlahan dari seluruh nilai produksi komoditas pertanian yang dihasilkan
petani. Pengeluaran petani merupakan penjumlahan dari pengeluaran untuk
konsumsi rumah tangga dan pengeluaran untuk biaya produksi usaha tani. Dengan
demikian NTS menggambarkan tingkat daya tukar/ daya beli dari pendapatan
usaha pertanian dari usaha tani terhadap pengeluaran rumah tangga petani untuk
kebutuhan hidupnya yang mencakup pengeluaran konsumsi dan pengeluaran
untuk biaya produksi.
Secara konsepsi, NTP mengukur daya tukar dari komoditas pertanian yang
dihasilkan petani terhadap produk yang dibeli petani untuk keperluan konsumsi
dan keperluan dalam memproduksi usaha tani. Nilai Tukar Petani yang rendah
menyulitkan mereka dalam memenuhi kebutuhan pokok yang lain. Persoalannya
adalah persoalan hidup dan mati bagi petani yang punya tanah dan hidupnya
hanya dari hasil-hasil pertanian (Winangun 2004).

Petani merupakan sumber daya insani yang memiliki daya yang tinggi
untuk mensejahterakan masyarakat. Tanpa bantuan petani manusia akan sulit
untuk bertahan hidup. Karenanya keberadaaan petani sangat penting bagi
kehidupan manusia. Menurut Sunarti dan Khomsan (Sunarti and Khomsan 2006),
kesejahteraan petani bisa terealisasi melalui pendapatan mereka yang meningkat,
minimnya terjadi kegagalan panen, produktivitas meningkat, dan harga gabah
dibeli tinggi. Sebaliknya, faktor-faktor yang menyebabkan para petani masih
belum merasakan kesejahteraan dan belum juga maju disebabkan beberapa faktor,
antara lain: (1) Harga gabah dibeli murah oleh para tengkulak; (2) Kurangnya
pasokan subsidi pupuk dan benih tanaman oleh pemerintah; (3) Beras diimpor
oleh negara tetangga; (4) Sulitnya pinjaman untuk petani. Salah satu indikator
yang dianggap penting untuk mengetahui tinggi rendahnya kesejahteraan petani
dapat dilihati melalui Nilai Tukar Petani (NTP). Semakin tinggi nilai tukar
pertanian, maka semakin tinggi pula tingkat kesejahteraan petani.

E. Upah Buruh dan Pariwisata

Rata-rata Upah Buruh setahun terakhir turun 5,18 persen dari Rp 2,91
juta menjadi Rp 2,76 juta. Penurunan tertinggi pada kategori Penyediaan
Akomodasi dan Makan Minum sebesar 17,25 persen. Rata-rata upah buruh laki-
laki sebesar Rp 2,98 juta dan rata-rata upah buruh perempuan sebesar Rp 2,35
juta.

Rata-rata upah buruh tertinggi berada di kategori Pertambangan dan


Penggalian, yaitu sebesar Rp 4,48 juta, sedangkan terendah berada di kategori
Jasa Lainnya, yaitu sebesar Rp 1,69 juta.

Terdapat tujuh dari 17 kategori lapangan pekerjaan dengan rata-rata upah


buruh lebih rendah daripada rata-rata upah buruh nasional. Rata-rata upah buruh
berpendidikan universitas sebesar Rp 4,24 juta rupiah, sedangkan buruh
berpendidikan SD ke bawah sebesar Rp 1,65 juta.

Menurut kelompok umur, rata-rata upah buruh tertinggi sebesar Rp 3,62


juta pada kelompok umur 55 hingga 59 tahun, sedangkan terendah   sebesar Rp
1,56 juta pada kelompok umur 15 hingga 19 tahun.

Meskipun Indonesia memiliki tempat-tempat menarik untuk pariwisata -


wilayah pedalaman yang indah, reruntuhan budaya dan sejarah yang menarik,
pantai-pantai, kehidupan malam (Jakarta dan Bali), dan banyak lagi - negara ini
gagal menarik jumlah turis asing yang besar. Memang betul bahwa Indonesia
mungkin mencapai targetnya untuk menyambut 10 juta turis asing di 2015, namun
angka ini jauh lebih rendah dari jumlah turis yang mengunjungi negara-negara
tetangga Singapura (15 juta) atau Malaysia (27 juta). Indonesia tidak kalah cantik
ataupun menarik.

Penting bagi industri pariwisata Indonesia untuk meningkatkan


kontribusinya pada produk domestik bruto (PDB) karena hal ini akan memicu
lebih banyak pendapatan devisa (karena setiap turis asing menghabiskan rata-rata
antara 1.100 dollar AS sampai 1.200 dollar AS per kunjungan) dan juga
menyediakan kesempatan kerja untuk masyarakat Indonesia (berdasarkan data
terakhir dari Badan Pusat Statistik, tingkat pengangguran di negara ini mencapai
5,81% di Februari 2015). Diperkirakan bahwa hampir 9% dari total angkatan
kerja nasional dipekerjakan di sektor pariwisata.

Saat ini, sektor pariwisata Indonesia berkontribusi untuk kira-kira 4% dari


total perekonomian. Pada tahun 2019, Pemerintah Indonesia ingin meningkatkan
angka ini dua kali lipat menjadi 8% dari PDB, sebuah target yang ambisius
(mungkin terlalu ambisius) yang mengimplikasikan bahwa dalam waktu 4 tahun
mendatang, jumlah pengunjung perlu ditingkatkan dua kali lipat menjadi kira-kira
20 juta. Dalam rangka mencapai target ini, Pemerintah akan berfokus pada
memperbaiki infrastruktur Indonesia (termasuk infrastruktur teknologi informasi
dan komunikasi), akses, kesehatan & kebersihan dan juga meningkatkan
kampanye promosi online (marketing) di luar negeri. Pemerintah juga merevisi
kebijakan akses visa gratis di 2015 (untuk penjelasan lebih lanjut, lihat di bawah)
untuk menarik lebih banyak turis asing.

Dengan bertambahnya jumlah kedatangan turis asing (baik turis maupun


pebisnis asing) dikombinasikan dengan pertumbuhan PDB sebesar +5% dan
pertumbuhan investasi, ada permintaan yang meningkat untuk hotel dan
kondominium (yang menggabungkan ciri-ciri apartemen dan hotel), dan juga
tempat-tempat konferensi dan pameran. Apabila target Pemerintah menyambut 20
juta turis asing pada 2020 tercapai maka ada kebutuhan besar untuk industri
perhotelan negara ini. Terlebih lagi, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), yang
akan dimulai pada akhir tahun 2015, mengimplikasikan hubungan dagang yang
lebih intensif di wilayah ASEAN (mengakibatkan semakin besarnya permintaan
untuk akomodasi hotel, dll).

Kendati begitu, Bali dan Jakarta telah mendapatkan investasi yang besar di
beberapa tahun terakhir (terutama di pasar kelas atas) yang menyebabkan suplai
yang berlebihan. Para investor yang ingin mendirikan hotel-hotel di wilayah ini
(dan juga hotel-hotel yang sudah ada) perlu memunculkan konsep yang asli dan
kreatif untuk menjadi pemimpin pasar.

Anda mungkin juga menyukai