Anda di halaman 1dari 14

Praktek Profesi Ners

Stase Keperawatan Dasar Profesi (KDP)

LAPORAN PENDAHULUAN
PADA KASUS TONSILITIS

DISUSUN OLEH:
HASNA

CI LAHAN CI INSTITUSI

(…………….….………) (…………….………..)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MANDALA WALUYA
2020/2021
KONSEP PENYAKIT TONSILITIS

A. Pengertian

Tonsillitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada tonsil atau


amandel (Reeves, 2001).
Tonsilitis adalah peradangan pada tonsil yang terjadi karena virus, bakteri, atau
jamur (Black, 2006).
Tonsilitis adalah terdapatnya peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan
tonsil dengan pengumpulan leukosit, sel-sel epitel mati dan bakteri patogen dalam
kripta (Derricson, 2009).
Macam-macam tonsillitis menurut Reeves (2001) :

1. Tonsillitis Akut

Dibagi menjadi 2, yaitu :

a. Tonsilitis Viral

Ini lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri tenggorokan
Penyebab paling tersering adalah virus Epstein Barr.
b. Tonsilitis Bakterial

Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A stereptococcus beta


hemoliticus yang dikenal sebagai strept throat,pneumococcus, streptococcus
viridian dan streptococcus piogenes. Detritus merupakan kumpulan leukosit,
bakteri yang mulai mati.
2. Tonsilitis membranosa

a. Tonsilitis Difteri

Penyebab yaitu oleh kuman coryne bacterium diphteriae, kuman yang


termasuk gram positif dan hidung disalurkan napas bagian atas yaitu hidung,
faring dan laring.
b. Tonsilitis
Penyebab sterptococcus hemoliticus yang terdapat dalam susu sapi seningga
menimbulkan epidemi. Oleh karena itu di Indonesia susu sapi dimasak dulu
dengan cara paste urisasi sebelum di minum maka penyakit ini jarang di temukan.
c. Angina plout Vincent
Penyebab penayakit ini adalah bakteri spinachaeta atau triponema yang
didapatkan pada penderita dengan hygiene mulut yang kurang dan difiensi
vitamin C. Gejala berupa demam samapai 39° C, nyeri kepala, badan lemah
dan kadang gangguan pencernaan.

B. Anatomi Fisiologi

Gambar 1.1 letak tonsil pada saluran pencernaan dan pernafasan


Sumber : Mckesson, 2003

Tonsil terbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing – masing tonsil
mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam yang meluas ke jaringan tonsil. Tonsil
tidak mengisi seluruh fosa tonsil, daerah kosong di atasnya dikenal sebagai
fosa supratonsilaris. Bagian luar tonsil terikat longgar pada mushulus
kontriktor faring superior, sehingga tertekan setiap kali makan.
Walaupun tonsil terletak di orofaring karena perkembangan yang berlebih
tonsil dapat meluas kearah nasofaring sehingga dapat menimbulkan insufiensi
velofaring atau obstruksi hidung, walau jarang di temukan. Arah perkembangan tonsil
tersering adalah kearah hipofaring, sehingga sering menyebabkan terganggunya saat
tidur karena gangguan pada jalan nafas. Secara mikroskopik mengandung 2 unsur
utama:
1. Jaringan ikat / trabekula sebagai rangka penunjang pembuluh darah saraf.

2. Jaringan interfolikuler yang terjadi jaringan limfoid dalam berbagai stadium.

Abses peri tonsil terjadi setalah serangan akut tonsilitis. Kira-kira seminggu
setelah permulaan sakit, penderita mulai merasa tidak sehat dan demam, serta
disfagia timbul kembali. Gejala karakteristik abses peri tonsil ialah adanya trimus,
tanpa gejala ini diagnosis abses peri tonsil mungkin salah.
Tonsil (amandel) dan adenoid merupakan jaringan limfoid yang terdapat pada
daerah faring atau tenggorokan. Keduanya sudah ada sejak lahirkan dan mulai
berfungsi sebagai bagian dari sistem imunitas tubuh setelah imunitas “warisan” dari
ibu mulai menghilang dari tubuh. Tonsil dan adenoid merupakan organ imunitas
utama. Sistem imunitas ada 2 macam yaitu imunitas seluler dan humoral. Imunitas
seluler bekerja dengan membuat sel (limfoid T) yang dapat “memakan“ kuman dan
virus serta membunuhnya. Sedangakan imunitas humoral bekerja karena adanya sel
(limfoid B) yang dapat menghasilkan zat immunoglobulin yang dapat membunuh
kuman dan virus. Kuman yang “dimakan” oleh imunitas seluler tonsil dan adenoid
terkadang tidak mati dan tetap bersarang disana serta menyebabklan infeksi amandel
yang kronis dan berulang (Tonsilitis kronis). Infeksi yang berulan ini akan
menyebabkan tonsil dan adenoid “bekerja terus “ dengan memproduksi sel-sel imun
yang banyak sehingga ukuran tonsil dan adenoid akan membesar dengan cepat
melebihi ukuran yang normal. Tonsil dan adenoid yang demikian sering dikenal
sebagai amandel yang dapat menjadi sumber infeksi (fokal infeksi).
C. Etiologi

Penyebab utama tonsilitis adalah kuman golongan streptokokus (streptokus α


streptokokus ß hemolycitus, viridians dan pyogeneses), penyebab yang lain yaitu
infeksi virus influenza, serta herpes (Nanda, 2008). Infeksi ini terjadi pada hidung /
faring menyebar melalui sistem limpa ke tonsil hiperthropi yang disebabkan oleh
infeksi bisa menyebabkan tonsil membengkak sehingga bisa menghambat keluar
masuk udara. 50% bakteri merupakan penyebabnya. Tonsil bisa dikalahkan oleh
bakteri maupun virus, sehingga membengkak dan meradang, dan juga menyebabkan
tonsilitis (Reeves, 2001).

D. Patofisiologi

Bakteri atau virus menginfeksi pada lapisan epitel. Bila epitel terkikis, maka
jaringan limpofid superficial menandakan reaksi, terdapat pembendungan radang
dengan infiltrasi leukosit polimorfonukuler. Proses ini secara klinis tampak pada
kriptus tonsil yang berisi bercak kuning disebut detritus. Detritus merupakan
kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas. Akibat dari proses ini akan
terjadi pembengkakan atau pembesaran tonsil ini, nyeri menelan, disfalgia. Kadang
apabila terjadi pembesaran melebihi uvula dapat menyebabkan kesulitan bernafas.
Apabila kedua tonsil bertamu pada garis tengah yang disebut kidding tonsil
dapat terjadi penyumbatan pengaliran udara dan makana. Komplikasi yang sering
terjadi akibat disflagia dan nyeri saat menelan, klien akan mengalami malnutrisi yang
ditandai dengan gangguan tumbuh kembang, malaise, mudah mengantuk. Pembesaran
adenoid mungkin dapat menghambat ruang samping belakang hidung yang membuat
kerusakan lewat udara dari hidung ke tenggorokan, sehingga akan bernafas melalui
mulut. Bila bernafas terus lewat mulut maka mukosa membarne dari orofaring menjadi
kering dan teriritasi, adenoid yang mendekati tuba eustachus dapat meyumbat saluran
mengakibatkan berkembangnya otitis media (Nanda, 2008 ).
E. Manifestasi Klinik

1. Gejala tonsilitis antara lain : sakit tenggorokan, demam, dan kesulitandalam


menela.
2. Gejala tonsilitis akut : gejala tonsilitis akut biasanya disertai rasa gatal / kering
ditenggorokan, lesu, nyeri sendi, anoreksia, suara serak, tonsil membangkak.
3. Di mulai dengan sakit tenggorokan yang ringan hingga parah, sakit menekan
terkadang muntah. Pada tonsilitis dapat mengakibatkan kekambuhan sakit
tenggorokan dan keluar nanah pada lekukan tonsil.
4. Gambaran tonsilitis kronis : nyeri telan, bahkan dapat menginfeksi telinga
bagian tengah, misal proses berjalannya kronis, tingkat rendahnya yang pada
akhirnya menyebabkan ketulian permanen (Baughman, 2002).

F. Komplikasi

Faringitis merupakn komplikasi tonsilitis yang paling banyak didapat. Demam


rematik, nefritis dapat timbul apabila penyebab tonsilitisnya adalah kuman
streptokokus.
Komplikasi yang lain dapat berupa :

1. Abses pertosil

2. Mastoiditis akut

3. Otitis media akut

4. Laringitis

5. Sinusitis

6. rhinitis

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan umum menurut Soepardi, 2001:

1. Menjaga hygiene mulut

2. Pemberian antibiotik (penicilin)

3. Vit. C & B kompleks

4. Obat kumur
Penatalaksanaan tonsilitis akut :
1. Antibiotik golongan peneliti anti sulfanamid selama 5 hari.

2. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder dan untuk


mengurangi edema pada laring.
3. Pasien diisolasi karena menular, tirah baring untuk menghindari komplikasi
kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3 x negatif.
4. Pemberian antipiretik.
Penatalaksanaan tonsilitis kronis :
1. Terapi lokal untuk hygine mulut.

2. Teori radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa

H. Pengkajian Fokus dan Pemeriksaan Penunjang

Pengkajian fokus pada pasien tonsilitis :

1. Wawancara :

a. Kaji adanya riwayat penyakit sebelumnya

b. Kapan gejala itu muncul

c. Apakah mempunyai kebiasaan merokok

d. Bagaimana pola makan

e. Apakah rajin membersihkan mulut

2. Pengkajian pola :
a. Data dasar pengkajian :
Intergritas ego
Gejala : perasaan takut, khawatir bila pembedahan mempengaruhi
kemampuan kerja.
Tanda : ansietas, depresi, menolak.

b. Makanan cair

Gejala : kesulitan menelan

Tanda : kesulitan menelan, tersedak.

c. Nyeri / keamanan

Gejala : sakit tenggorokan kronis.


Tanda : gelisah, perilaku berhati- hati.
d. Pernafasan

Gejala : riwayat merokok, bekerja dengan serbuk kayu (Charlene J.


Reeves, 2001).

Pemeriksaan Penunjang :

1. Usap tonsilar dikultur untuk menentukan adanya infeksi bakteri. Usapan bias
teenggorokan, hidung.
2. Biopsy dilakukan pada semua kasus dengan pembesaran tonsil unuilateral.

3. Pemeriksaan darah lengkap.


Leukosit : 11.20H
Hemoglobin : 11.90 g/dl
Trombosit : 314
4. Radiologi.

5. Thorak.
I. Pathways

Bakteri (dlm udara & makanan) Virus (dlm udara & makanan)

Streptococcus hemoliticus tipe A


Virus hemoliticus influenza

Reaksi antigen dan antibodi dalam tubuh

Antibody dalam tubuh tidak dapat melawan antigen kuman

Virus dan bakteri menginfeksi tonsil

Epitel terkikis

Peradangan tonsil produksi sekret berlebih

Tonsilitis Bersihan jln nafas tdk efektif

Pembesaran tonsil Peningkatan suhu tubuh

Benda asing dijalan nafas Diprose

Obst. Jalan nafas Kekurangan vol. Cairan

Jalan nafas tdk efektif


Obst. Mekanik Gangguan rasa nyaman nyeri

Tonsilektomi Resiko kerusakan menelan

Kurang pemahaman Resiko perdarahan Anoreksia

Kurang pengetahuan Darah disaluran nafas Resiko perub. Nutrisi kurang dari kebutuhan

Bersihan jln. nafas tdk


efektif
( Reeves, 2001 )
J. Diagnosa Keperawatan
1. Pre Operasi :

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi.

b. Hipertemi berhubungan dengan proses penyakit.

c. Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh.

d. Cemas berhubungan dengan akan dilakukan tindakan tonsilektomi.

2. Post Operasi :

a. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan yang


berlebihan.
b. Resiko ketidak seimbangan nurisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan penurunan asupan sekunder akibat nyeri saat
menelan.
c. Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan tindakan pembedahan.

d. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi ditandai dengan


luka terbuka (Carpenito, 2006).

L. Intervensi dan Rasional

1. Pre Operasi :

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi(Nic and Noc,2008).


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri dapat terkontrol
Kriteria hasil : Nyeri dapat terkontrol, nyeri berkurang.
Intervensi
 Monitor perkembangan nyeri.
 Monitor tanda-tanda vital darah dan nadi.
 Berikan tindakan nyaman.
 Meningkatkan relaksasiCari perubahan karakteristik nyeri, periksa
mulut dan tenggorokan.
b. Hipertemi berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu
tubuh naik diatas rentang normal.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suhu tubuh
normal.
Kriteria hasil : Pasien tidak gelisah, suhu tubuh normal {36°-37°C}.
Intervensi:
 Pantau suhu pasien.
 Berikan kompres hangat

c. Harga diri rendah berhubungan dengan fungsi tubuh.


Tujuan : Tidak mengalami harga diri rendah
Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman akan perubahan dan
penerimaan diri pada situasi yang ada.
Intervensi
 Diskusikan situasi atau dorongan pernyataan takut, jelaskan hubungan
antara gejala dengan asal penyakit.
 Dukung dan dorong pasien, berikan perawat yang berperilaku
bersahabat.
 Berkunjung atau berpartisipasi pada perawatan
 Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik.

d. Cemas berhubungan dengan akan dilakukan tindakan tonsilektomi


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan cemas dapat
berkurang.
Kriteria hasil : Kecemasan dapat berkurang
Intervensi dan rasional :
 Kaji sejauh mana kecemasan pasien.
 Menginformasikan pasien atau orang terdekat tentang peran advokat
perawat intra operasi.
 Identifikasikan tingkat rasa cemas.
 Beri tahu pasien yang kemungkinan akan dilakukan tindaka operasi.

2. Post Operasi :

a. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan yang


berlebihan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan cairan
terpenuhi.
Kriteria hasil : Kekurangan volume cairan dapat teratasi dapat ditandai
dengan tanda vital stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik.
Intervensi.
 Ukur dan catat jumlah darah.
 Awasi tanda vital bandingkan dengan hasil normal
 Catat respon fisiologi individual pasien terhadap
pendarahan.
 Awasi batuk karena akan mengiritasi luka dan menambah
perdarahan.

b. Resiko ketidak seimbangan nurisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang


berhubungan dengan penurunan asupan sekunder akibat nyeri saat
menelan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan nutrisi
terpenuhi dan seimbang.
Kriteria hasil : Kebutuhan nutrisi pasien adekuat, tidak ada tanda-tanda
malnutrisi.
 Awasi masukan dan berat badan sesuai indikasi.
 Berikan makanan sedikit dan lunak.
 Mulai makanan yang kecil dan sesuai toleransi.
 Auskultasi bunyi usus

c. Ganguan rasa nyeri berhubungan dengan tindakan pembedahan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri dapat berkurang


atau hilang.
Kriteria hasil : Nyeri berkurang, skala nyeri terkontrol.
Intervensi:
 Tentukan karakteristik nyeri, misal : ditusuk, tajam.
 Anjurkan pasien untuk mengurangi nyeri, Misal dengan
minum air dingin atau air es.
 Menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman. R :
Menurunkan stress dan meningkatkan istirahat.
 Pantau tanda vital.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi ditandai dengan
luka terbuka.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien
dapat menyatakan pemahaman tentang penyebab atau faktor resiko
individu.
Kriteria hasil : Menurunkan resiko infeksi, menunjukkan teknik atau
pola hidup yang aman dan nyaman.
Intervensi dan rasional :
 Cuci tangan sebelum dan sesudah aktivitas. R : Menghindari
kontaminasi silang.
 Tetap ada fasilitas control infeksi steril.
 Siapkan lokasi operasi menurut produsen khusus. R : Minimalkan
jumlah bakteri pada lokasi operasi.
DAFTAR PUSTAKA

Dericon, Lynda Juall.2009. Diagnosis Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinis Edisi 9.

Jakarta : EGC.

Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan

pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta :

EGC;1999

Price, Sylvia. 2005. Patofisiologis : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC

www.google.co.id

Anda mungkin juga menyukai