Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR

Pengolahan Anaerobik

Dosen Pembimbing: Dian Ratna Suminar,S.T, M.T

Oleh:
KELOMPOK 7
Salma Nabila Putri 181424027
Shifa Mardiani 181424028
Utary Nur Rachmani F 181424029

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


JURUSAN TEKNIK KIMIA / DIV-TEKNIK KIMIA PRODUKSI BERSIH
2021
I. Tujuan
1. Menentukan konsentrasi awal kandungan organic (COD) dalam umpan dan
konsentrasi kandungan organic (COD) dalam efluen setelah percobaan
berlangsung selama seminggu.
2. Menentukan kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS) yang
mewakili kandungan mikroorganisme dalam reactor.
3. Mempersiapkan nutrisi dalam umpan bagi mikroorganisme pendegradasi air
limbah.
4. Menghitung efisiensi pengolahan dengan cara menentukan persen (%) kandungan
bahan organic yang didekomposisi selama seminggu oleh mikroorganisme dalam
reactor terhadap kandungan bahan organic mula-mula.
5. Menghitung total gas yang dihasilkan setelah proses berjalan selama seminggu
untuk mengetahui efisiensi pembentukan gas.
6. Menentukan pengaruh pH terhadap pengolahan anaerobik

II. Dasar Teori


Proses pengolahan limbah dengan metode bantuan mikroorganisme dibedakan
menjadi dua, yakni proses secara aerobic dan anaerobic. Pengolahan aerobic
membutuhkan udara bebas o2 untuk proses metabolismenya sedangkan anaerobic
membutuhkan udara o2 dalam bentuk senyawa lain. Limbah industri memiliki
kandungan zat organic yang sangat tinggi. Chemical Oxygen Demand (COD) dan
Biological Oxygen Deman (BOD) sebagai parameter tingginya kandungan zat
organic.
Limbah yang digunakan pada praktikum “Pengolahan Anaerobik” adalah
limbah organic yang memiliki kandungan COD yang cukup tinggi. Proses yang cocok
digunakan untuk melakukan pengolahan limbah organic ini adalah proses anaerobic
dan teknologi yang umum digunakan adalah digester. Selain mampu menurunkan
kandungan COD limbah organic yang tinggi, proses pengolahan limbah secara
anaerobik menghasilkan produk berupa gas metana (CH4) yang dasarnya dapat
digunakan untuk proses pembakaran (biogas). Parameter yang diperhitungkan dalam
praktikum ini adalah COD dan MLVSS.
Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah oksigen (mg o2) yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organic secara kimiawi, biasanya dijadikan
indicator banyaknya senyawa organic yang terlarut dalam air. Dengan mengukur nilai
COD diperoleh nilai yang menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses
oksidasi terhadap total senyawa organic baik yang mudah diuraikan secara biologis
maupun terhadap senyawa yang sulit atau tidak bisa diuraikan secara biologis. Mixed
Liquor Volatile Suspended Solid (MLVSS) adalah jumlah total dari padatan
tersuspendi yang berupa material organic dan mineral, termaksud di dalamnya adalah
mikroorganisme.
Dari gambar di bawah terlihat bahwa proses secara anaerobic lebih
menguntungkan dari proses aerobic pada sisi lumpur yang dihasilkan, kapasitas
effluent, serta energi yang diperlukan pada beban limbah yang sama.

Proses
pengolahan air
limbah secara anarobik
keberadann o2
akan membuat
mikroorganisme
mati.

Anaerobik
Bahan organic CH4 + CO2 + H2 + N2 + H2O
Mikroorganisme
Penguraian senyawa organic seperti karbohidrat, lemak, dan protein yang
terdapat dalam limbah cair dengan proses anaerobic akan menghasilkan biogas yang
mengandung metana (50-70%), CO2 (25-45%), dan sejumlah kecil N2, H2, dan H2S.
Berdasarkan jumlah tahapan reaksi dalam anaerobic terdapat dua system
pengolahan, yaitu pengolahan satu tahap (semua reaksi pengolahan anaerobic, yakni
hidrolisis, asetogenesis, dan metanogenesis berlangsung dalam satu reactor) dan
pengolahan dua tahap (reaksi hidrolisis berlangsung dalam reactor pertama dan reaksi
asetogenesis & metanogenesis berlangsung dalam reactor kedua).
Bahan organic kompleks : protein, lemak, dan karbohidrat

Hidrolisis Enzim ekstraseluler


Bahan organic terlarut : Glukosa dan asam amino
Asidogenesis Bakteri pembentuk asam

Asam volatile Produk lain


Sel bakteri

a. Proses Hidrolisis CH4 & CO2


Proses hidrolisis adalah proses di mana aktivitas kelompok bakteri
Saprofilik menguraikan bahan organic kompleks. Aktivitas terjadi karena
bahan organik tidak larut, seperti polisakarida, lemak, di mana enzim
ekstraseluler akan mengubahnya menjadi bahan organic yang larut dalam air.
Senyawa berukuran molekul besar menjadi senyawa kerukuran kecil
sehingga dapat digunakan sebagai sumber energi dan sumber karbon. Senyawa
yang dihidrolisis, yaitu protein polisakarida, dan lemak. Hidrolisis tersebut
dilakukan oleh eko-enzim yang dikeluarkan oleh bakteri fermantatif.
Berikut contoh reaksi hidrolisis.
C6H12O6 + 2H2O 2CH3COOH + 2CO2 + 4H2 (Asam asetat)
C6H12O6 CH3CH2CH2COOH + 2CO2 + 2H2 (Asam butirat)
C6H12O6 + 2H2 2CH3CH2COOH + 2H2O (Asam propionate)
b. Proses Asidogenesis
Proses Asidogenesis adalah roses fermentasi. Hasil hidrolisis 1 diubah
lagi menjadi komponen yang lebih sederhana kembali seperti : alcohol, asam
laktat, CO2, H2, NH3, H2S dan sel baru. Proses fermentasi meliputi : oksidasi
anaerobic senyawa asam amino, glukosa, alcohol, dan asam lemak.
c. Proses Asedogenesis
Pada tahap ini diproduksi asam intermediet, formasi asam asetat, dan
H2 dari produk intermediet. Membentuk asam asetat dari CO2 dan H2.
CH3CH2COOH CH3COOH + CO2 +3H2 (Asam asetat)
CH3CH2CH2COOH 2CH3COOH + 2H2 (Asam asetat)
d. Proses Metanogenesis
Proses Metanogenesis adalah proses di mana bakteri metanogenik akan
mengkonversi asam organic volatile menjadi gas metan (CH4) dan
karbondioksida (CO2). Dengan reaksi :
CH3COOH CH4 +CO2 (metana)
2H2 + CO2 CH4 + 2H2O (metana)
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengolahan anaerobic :
1. pH
Bakteri metan sangat sensitive terhadap perubahan sehingga pH harus selalu
dikondisikan pada rentang 6,5-7,5 akan tetapi proses masih dapat berjalan
pada rentang pH 6,0-8,0. pH yang rendah dan berlebihnya produksi asam akan
menjadi penghambat untuk bakteri metanogenik. Untuk mengontrol pH pada
pengolahan anaerob dapat digunakan Sodium Bikarbonat.
2. Alkinitas
Diperlukan untuk mempertahankan pH optimum.
3. Mixing secara lambat
4. Nutrisi
Rasio optimal C : N dalam proses anaerobic antara 20 : 30. Rasio C : N yang
tinggi menindikasikan adanya konsumsi nitrogen yang cepat oleh bakteri
metanogen dan menghasilkan produksi gas yang rendah. Sedangkan rasio C :
N yang rendah menyebabkan akumulasi ammonia dan nilai pH yang melebihi
8,5 dan ini bersifat racun bagi bakteri matanogen.
5. Temperature
Berdasarkam pada pengoprasian reactor anaerobic, bakteri yang hidup dalam
reactor dibedakan menjadi dua golongan, yaitu
 Termofilik (hidup pada suhu 40-60oC)
 Mesofilik (hidup pada suhu 20-40oC). Temperature optimum untuk
pertumbuhan bakteri mesofilik 35 oC.
6. Konsentrasi subtrat
Jumlah subtrat yang berlebih akan menyebabkan bakteri keracunan substrat
yang menyebabkan kematian sedangkan jika terlalu sedikit bakteri akan mati
karena kekurangan nutrisi.
7. Inhibitor
Kelebihan dan Kekurangan dari Proses Pengolahan Limbah Secara Anaerobik
Kelebihan Kekurangan
Energi yang dibutuhkan sedikit Biaya konstruksi yang mahal
Produk samping yang dihasilkan Membutuhkan penamahan senyawa
sedikit alkalinity
Menghasilkan senyawa metana yang Sangat sensitive terhadap perubahan
merupakan sumber energi yang temperature
potensial
Baik untuk operasi skala besar Menghasilkan senyawa yang beracun
karena menggunakan reactor seperti H2S
Sludge hasil pembuangan dapat Penyimpangan pupuknya sulit
digunakan sebagai pupuk

III. PELAKSANAAN PRAKTIKUM


3.1 Alat yang digunakan
1. 2 buah labu erlenmeyer 250 ml 6. 2 buah corong gelas
2. 1 buah buret beserta statip dan klem 7. 1 buah neraca analitis
3. 2 buah tabung Hach 8. 1 buah desikator
4. 1 buah Hach COD Digester 9. 1 buah furnace
5. 2 buah cawan porselin 10 1 buah oven
.
3.2 Bahan yang digunakan
1. 2 g/L glukosa 9. 5 g/L FeCl3
2. 0,15 g/L NH4HCO3 10. 5 g/L CaCl2
3. 0,15 g/L KH2PO4 11. 5 g/L KCl
4. 0,5 g/L NaHCO3 12. 1 g/L CoCl2
5. 0,5 g/L K2HPO4 13. 1 g/L NiCl2
6. 5 g/L MgSO4.7H2O 14. FAS
7. 1 mL Trace Metal Solution A 15. Indikator ferroin
8. 1 mL Trace Metal Solution B 16. Kertas saring
3.3 Langkah Kerja
3.3.1 Penentuan COD

Mulai

Pengenceran dan pembuatan larutan uji, komposisi:


1 mL sampel 1 dalam labu takar 25 mL
1,5 mL kalium bikromat
3,5 mL asam sulfat

Larutan uji dimasukan ke COD digester pada T = 105℃


selama t = 1,5 jam

Pendinginan pada udara terbuka


Titrasi dengan FAS 0,1 N dan indicator ferroin

Larutan berubah
warna menjadi
coklat

Analisis COD awal

Selesai

3.3.2 Penentuan MLVSS

Mulai

Pemanasan kertas saring dalam oven pada


T = 105℃, t = 1 jam
Pemanasan cawan pijar dalam furnace pada
T = 600℃, t = 1 jam

Mendinginkan kertas saring dan cawan pijar dalam


desikator

Menimbang kertas saring dan cawan pijar

Menyaring 40 mL sampel dengan kertas saring


Meletakan kertas saring dalam cawan pijar kemudian
panaskan dalam oven pada
T = 105℃, t = 1 jam

Timbang

Memasukan kertas saring dan cawan pijar ke dalam


furnace pada
T = 600℃, t = 3 jam

Analisis MLVSS awal

Selesai

3.4 Skema Alat


IV. PENGOLAHAN DATA
4.1 Data Pengamatan
4.1.1 Volume Udara dalam Reaktor
- Volume Awal = 245 mL
- Volume Setelah 7 Hari = 187 mL

4.1.2 Chemical Oxygen Demand (COD)


- Data Percobaan COD Awal

Volume Penitran Volume Penitran Rata-rata


Sampel
Sampel 1 (ml) Sampel 2 (ml) (ml)
Blanko (a) 3 3 3
Influen (b) 2,7 2,7 2,7
Efluen (b) 2,7 2,8 2,75

- Data Percobaan COD Setelah 7 Hari

Volume Penitran Volume Penitran Rata-rata


Sampel
Sampel 1 (ml) Sampel 2 (ml) (ml)
Efluen 3 2,6 2,8
Blanko 3 3 3

4.1.3 Mixed Liquoe Volatile Suspended Solid (MLVSS)

Penimbangan Berat (gram)


Berat Konstan dari Cawan Pijar (A) 35,64

Berat Kertas Saring Awal Setelah di Oven (B) 0,955

Berat cawan pijar berisi kertas saring dan


37,0335
endapan setelah di oven (C)

Berat cawan pijar berisi kertas saring dan


35,5783
endapan setelah di furnace (D)

4.2 Data Perhitungan


4.2.1 Perhitungan Volume Gas Terbentuk
Volume Gas Terbentuk = (Volume Awal – Volume Setelah 7 Hari ) Gas di Reaktor
= ( 245 – 187 ) mL
= 58 mL

4.2.2Perhitungan COD
( a−b ) x c x 1000 x d x p
COD=
ml sample

Keterangan :

a = volume FAS untuk blanko (mL)


b = volume FAS untuk sample (mL)
c = normalitas FAS (0,1 N)
d = berat equivalen oksigen (8)
p = pengenceran (25 kali)

No Sample COD (mg O2/l)

1 Umpan 2400

2 Sample Awal 2000

3 Sample Akhir 1600

4.2.3 Efisiensi Pengolahan Limbah

COD awal−COD akhir


Efisiensi= x 100 %
COD awal

2000−1600
Efisiensi= x 100 %
2000

Efisiensi=20 %
4.2.4 Perhitungan MLVSS

TSS ( mgl )= ml(c−a)


sample
x 10 4

mg (37,0335−35,64 )
TSS ( )l
=
40
x 106

TSS ( mgl )=34837

mg ( c−d)
VSS ( )l
=
ml sample
x 10 4

VSS ( mgl )= (37,0335−35,5783)


40
x 10 6

VSS ( mgl )=36380


4.3 Tabel Hasil Pengolahan Data

Volume Gas COD (mg O2/l) Efisiensi MLVSS


Terbentuk Pengolahan
(mL) Umpan Awal Akhir Limbah TSS VSS

58 2400 2000 1600 20 34837 36380

V. PEMBAHASAN
Salma Nabila Putri (181424027)
Praktikum pengolahan limbah secara anaerobic ini bertujuan untuk menentukan nilai
COD, MLVSS, menghitung efisiensi pengolahan limbah, serta menghitung total gas yang
dihasilkan. Dari hasil titrasi secara duplo diambil rata-rata dari kedua data, lalu diperoleh nilai
COD pada umpan yaitu 2400 mg/L, COD awal yaitu 2000 mg/L, dan COD akhir yaitu 1600
mg/L. Dengan ini berarti kita dapat melakukan pengolahan anaerobic terhadap sampel limbah
karena memenuhi syarat untuk penggunaan metode anaerobic ini yaitu nilai COD limbah
≥2000 mg/L. Kemudian, nilai COD hasil praktikum yang mengalami penurunan setelah
praktikum dilakukan selama 1 minggu, menunjukan bahwa mikroorganisme telah
mendekomposisi senyawa organik pada sampel limbah. Berdasarkan baku mutu
limbah cair pada Kepmen Lingkungan Hidup tahun 1995, nilai COD maksimum yang
boleh dibuang ke lingkungan yaitu 100 mg/L, sehingga hasil praktikum kali ini
dengan nilai COD akhir 1600 mg/L belum memenuhi untuk dibuang ke lingkungan.
Dengan nilai COD awal dan akhir tersebut, diperoleh efisiensi proses
pengolahan limbah ini yaitu 20%, hal ini dapat disebabkan karena berbagai factor
yaitu kondisi suhu yang kurang pengecekan, kadar organic yang tinggi yang
menyebabkan produksi asam akan menganggu proses, serta akibat dari pengadukan
yang kurang sempurna.
Nilai MLVSS yang dianggap mewakili jumlah mikroba pada praktikum kali
ini dilihat dari nilai VSS yang telah diperoleh dari pengolahan data yaitu 36380 mg/L.
kami hanya melakukan pengecekan terhadap MLVSS yaitu 1x yaitu pada sampel.
Nilai VSS ini ditentukan dengan menggunakan metode gavimetri. Sama hal nya
dengan nilai TSS, nilainya ditentukan dari metode gavimetri.
Dari hasil pendekomposisian zat-zat organic pada limbah cair ini dihasilkan
beberapa gas seperti metana, CO2, N2, H2, dan H2S. Gas ini ditamoung pada collector.
Dari hasil praktikum diperoleh jumlah gas yang terbentuk yaitu 58 mL. Nilai ini
ditentukan dari penurunan volume air pada gas collector, yang menunjukan
pembentukan gas semakin bertambah seiring waktu.

Shifa Mardiani (181424028)

Praktikum Pengolahan Air Limbah Secara Anaerob merupakan metode pengolahan


air limbah secara biologi yang memanfaatkan mikroorganisme dalam kondisi kedap O 2
bebas. Air limbah yang akan diolah oleh mikroorganisme ditambahkan nutrisi yang cukup
terlebih dahulu, agar mikroorganisme dapat bekerja dengan baik. Proses pengambilan sample
dilakukan untuk mengamati nilai COD, kandungan Mixed Liquor Volatile Suspended Solis
(MLVSS), efisiensi pengolahan dan total gas metan yang terbentuk.
Pengukuran data sample blanko, effluent dan influent dilihat dari volume penitran
(larutan Ferro Amonium) yang dapat merubah warna dari hijau menjadi coklat. Tanda
perubahan warna tersebut menyatakan bahwa jumlah kalium dikromat K2Cr2O7 yang tersisa
di dalam sample. K2Cr2O7 berperan sebagai oksidator pada sample. Volume penitran (FAS)
blanko lebih besar karena K2Cr2O7 tidak berkurang untuk digunakan mengelola limbah seperti
influent dan effluent.

Pengukuran COD dilakukan untuk melihat nilai kandungan organic dalam sample.
Nilai COD umpan didapat sebesar 2400 mgO2/L sementara pada hari ke-0 nilai COD0
diperoleh sebesar 2000 mgO2/L dan setelah proses pengolahan air limbah selama 7 hari
didapat COD7 diperoleh sebesar 1600 mg O2/L. Penurunan nilai COD ini menyatakan bahwa
kualitas air semakin baik dari sebelumnya atau kandungan organik berkurang karena terdapat
aktifitas biologis dari mikroorganisme di dalam reaktor.

Maka dari itu, nilai efisiensi pengolahan limbah selama 7 hari diperoleh sebesar
20%. Nilai efisiensi yang didapat sangat rendah. Terdapat factor yang mempengaruhi yaitu
: Pertama, temperature operasi yang diatur konstan pada 35-37 oC . Kedua pH 5,8 dan 1 di
kedua tangki, karena proses anaerobic terdiri dari tahap pembentukan asam dan pembentukan
metana maka pengaturan pH sangatlah penting. Ketiga penggunaan rangkaian reactor
hanya 1. Ketiga reaksi yang terjadi ; yakni hidrolisis, asetogenesis dan metonogenesis
dilakukan dalam 1 reaktor. Hal tersebut dapat menyebabkan proses hidrolisa kurang efektif
karena kondisi operasi pertumbuhan antara mikroorganisme optimum pH yang berbeda,selain
itu hasil dari satu reaksi yang dihasilkan memungkinkan. Keempat, konsentrasi substrat,
untuk pertumbuhan mikroorganisme dibutuhkan untur yang mengandung
carbon,nitrogen,fosfor dan sulphur untuk melakukan proses pengolahan limbah yang
optimum.

Pengukuran sample selanjutnya yaitu sample MLVSS. Didapat nilai MLVSS sebesar
36380 mg/L. Nilai tersebut mewakili jumlah mikroorganisme di dalam reactor. Namun nilai
tersebut terkandung senyawa organic yang mudah menguap seperti
protein,karbohidrat,glukosa dan lain lain saat di furnace pada suhu 600 oC.

Gas metana terbentuk dari reaksi dekomposisi senyawa organic yaitu metana,karbon
dioksida,hydrogen dan nitrogen. Pembentukan gas metana tersebut menyatakan adanya
aktivitas metabolisme mikroorganisme. Perhitungan diapat dari selisih volume cairan di
reactor awal dan akhir proses, didapat nilai pembentukan gas sebesar 58 mL.
Utary Nur Rachmani F (181424029)
Praktikum “Pengolahan Anaerobik” melakukan pengolahan limbah secara anaerobik.
Sampel limbah ditambahkan nutrisi. Nutrisi tersebut adalah sumber makanan untuk
mikroorganisme yang akan mendekomposisi bahan organik, hal ini yang menyebabkan
kandungan organik dalam sampel dapat diturunkan. Untuk mengetahui efisiensi pengolahan
maka dilakukan pengukuran kandungan organik sebelum dan setelah proses sehingga
dilakukan pengukuran COD sebelum dan setelah proses. Pengukuran MLVSS untuk
mengetahui kuantitas mikroba yang mendekomposisi bahan organik. Pada proses
pendekomposisian oleh mikroba ini yang diperhatikan adalah tidak boleh adanya oksigen
pada reaktor. Perhitungan volume air/ udara pada gas collector untuk menujukkan
pembentukkan gas meningkat.
1. Analisis COD (Chemical Oxygen Demand) dalam Umpan dan Sampel, serta
Efisiensi Pengolahan Limbah
Berdasarkan hasil perhitungan didapat bahwa nilai COD pada umpan sebesar 2400
mg O2/L. Maka air limbah tersebut cocok diolah dengan metoda anaerobik karena jumlah
COD > 2000 mg/L. Jumlah COD pada sampel awal sebesar 2000 mg O2/L. Sedangkan nilai
COD setelah proses selama 7 hari sebesar 1600 mg O 2/L. Nilai COD setelah proses < nilai
COD sebelum proses. Hal ini menunjukan adanya penurunan kandungan organik pada
sampel limbah, dimana penurunan kandungan organik ini disebabkan mikroorganisme yang
mendekomposisi bahan organik tersebut menjadi CH4 + CO2 + H2 + N2 + H2O sehingga
kandungan organik setelah proses menjadi turun. Besarnya penurunan kandungan organik ini
menghasilkan efisiensi sebesar 20%, sedangkan berdasarkan literatur pengolahan limbah
menggunakan pengolahan anaerobik dapat menurunkan konsentrasi COD sebesar >70 %.
Bila dibandingkan dengan literatur, sehingga dapat dikatakan bahwa proses ini belum
optimum untuk menurunkan COD dalam sampel air limbah. Pengolahan limbah belum
optimum diakibatkan kurangnya pengecekan kondisi temperature, kadar organik tinggi relatif
asam akan mengganggu proses, dan pengadukan yang kurang baik. Hasil akhir dari proses
nilai COD yang dihasilkan pada efluen belum memenuhi standar dapat dibuang langsung ke
badan air, karena nilai COD > 100 mg O2/L.
2. Kandungan Mixed Liqour Volatile Suspended Solid (MLVSS)
Berdasarkan perhitungan pengukuran MLVSS dilakukan pada sampel limbah sebelum
proses, dimana nilai MLVSS = nilai VSS. Nilai VSS adalah bahan organik yang mudah
teruapkan, dimana jumlahnya mewakili jumlah mikroorganisme yang ada didalamnya. Hal
ini dikarenakan bahan organik yang mudah menguap seperti protein, karbohidrat, glukosa, dll
ada dalam bakteri sehingga jumlahnya mewakili banyaknya bakteri didalam sampel. Dari
perhitungan didapat nilai TSS sebesar 34837 mg/L. Berdasarkan literatur, nilai TSS yang
diperbolehkan adalah sebesar 50 mg/L. Bila dibandingkan hasil percobaan dengan nilai
literatur maka nilai TSS pada sampel diatas nilai yang diperbolehkan sehingga padatan
tersuspensi yang terendapkannya cukup tinggi. Sedangkan untuk mengetahui jumlah mikroba
yang mendekomposisi bahan organik dilakukan dengan mengukur VSS dimana pengukuran
VSS ini didapat dengan metode gravimetri, sehingga dapat diketahui berat yang teruapkan
dimana berat ini menunjukan banyaknya mikroorganisme yang ada pada sampel. Dari hasil
VSS didapat nilai VSS sebesar 36380 mg/L. Sehingga didapat nilai FSS dengan rumus TSS-
VSS sebesar -1543 mg/L. Tanda minus menunjukkan factor pengurangan saja.
3. Analisis Volume Gas Terbentuk
Berdasarkan perhitungan volume udara di reactor menjukkkan penurunan sebesar 58
ml. Penurunan ini menjukkan bahwa jumlah air di gas collector menurun sedangkan volume
gas yang terbentuk meningkat.

VI. SIMPULAN
1. Nilai COD pada umpan sebesar 2400 mg O2/L, COD pada sampel awal sebesar
2000 mg O2/L, dan nilai COD setelah proses selama 7 hari sebesar 1600 mg
O2/L. Nilai COD yang dihasilkan pada efluen belum memenuhi standar dapat
dibuang langsung ke badan air.
2. Efisiensi proses pengolahan limbah sebesar 20%, sehingga dapat dikatakan
bahwa proses ini belum optimum untuk menurunkan COD dalam sampel air
limbah. Pengolahan limbah belum optimum diakibatkan kurangnya pengecekan
kondisi temperature, kadar organik tinggi relatif asam akan mengganggu proses,
dan pengadukan yang kurang baik.
3. Nilai MLVSS = nilai VSS. TSS sebesar 34837 mg/L dan VSS sebesar 36380
mg/L. FSS = TSS – VSS, didapat -1543 mg/L. Tanda minus menunjukkan factor
pengurangan saja.
4. Volume udara di reactor menjukkkan penurunan sebesar 58 ml. Penurunan ini
menjukkan bahwa jumlah air di gas collector menurun sedangkan volume gas
yang terbentuk meningkat.

DAFTAR PUSTAKA

Alami, Dahliana, dkk. 2017. Pengolahan Limbah Secara Anaerobik. Bandung:


Politeknik Negeri Bandung.
Alifa, Riyanti, dkk. 2018. “Laporan Praktikum Pengelolaan Limbah Industri
(Anaerobik)”. Politeknik Negeri Bandung.Budiastuti, Herawati.
Modul Pengolahan Anaerobik. Politeknik Negeri Bandung.
Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri. Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup tahun 1955.
https://toolsfortransformation.net/wp-content/uploads/2017/05/51-
tahun-1995-Baku-mutu-limbah-cair-industri.pdf. [30 Maret 2021]
Fitri, Hani Madarina. 2016. Penurunan Kadar COD, BOD, dan TSS Pada
Limbah Cair Industri MSG dengan Biofilter Anaerob Media Bio-
Ball. Teknik Lingkungan Universitas Diponegoro. Semarang.
Indriyati. 2005. Pengolahan Limbah Cair Organik Secara Biologi Menggunakan
Reaktor Anaerobik Lekat Diam. BPPT (vol 1 no 3)
Rivaldi, Heldy. 2019. “Laporan Praktikum Pengelolaan Limbah Industri
(Anaerobik)”. Politeknik Negeri Bandung.

Anda mungkin juga menyukai