3TKPB - Laporan Praktikum Pengolahan Anaerobik - Kelompok 7
3TKPB - Laporan Praktikum Pengolahan Anaerobik - Kelompok 7
Pengolahan Anaerobik
Oleh:
KELOMPOK 7
Salma Nabila Putri 181424027
Shifa Mardiani 181424028
Utary Nur Rachmani F 181424029
Proses
pengolahan air
limbah secara anarobik
keberadann o2
akan membuat
mikroorganisme
mati.
Anaerobik
Bahan organic CH4 + CO2 + H2 + N2 + H2O
Mikroorganisme
Penguraian senyawa organic seperti karbohidrat, lemak, dan protein yang
terdapat dalam limbah cair dengan proses anaerobic akan menghasilkan biogas yang
mengandung metana (50-70%), CO2 (25-45%), dan sejumlah kecil N2, H2, dan H2S.
Berdasarkan jumlah tahapan reaksi dalam anaerobic terdapat dua system
pengolahan, yaitu pengolahan satu tahap (semua reaksi pengolahan anaerobic, yakni
hidrolisis, asetogenesis, dan metanogenesis berlangsung dalam satu reactor) dan
pengolahan dua tahap (reaksi hidrolisis berlangsung dalam reactor pertama dan reaksi
asetogenesis & metanogenesis berlangsung dalam reactor kedua).
Bahan organic kompleks : protein, lemak, dan karbohidrat
Mulai
Larutan berubah
warna menjadi
coklat
Selesai
Mulai
Timbang
Selesai
4.2.2Perhitungan COD
( a−b ) x c x 1000 x d x p
COD=
ml sample
Keterangan :
1 Umpan 2400
2000−1600
Efisiensi= x 100 %
2000
Efisiensi=20 %
4.2.4 Perhitungan MLVSS
mg (37,0335−35,64 )
TSS ( )l
=
40
x 106
mg ( c−d)
VSS ( )l
=
ml sample
x 10 4
V. PEMBAHASAN
Salma Nabila Putri (181424027)
Praktikum pengolahan limbah secara anaerobic ini bertujuan untuk menentukan nilai
COD, MLVSS, menghitung efisiensi pengolahan limbah, serta menghitung total gas yang
dihasilkan. Dari hasil titrasi secara duplo diambil rata-rata dari kedua data, lalu diperoleh nilai
COD pada umpan yaitu 2400 mg/L, COD awal yaitu 2000 mg/L, dan COD akhir yaitu 1600
mg/L. Dengan ini berarti kita dapat melakukan pengolahan anaerobic terhadap sampel limbah
karena memenuhi syarat untuk penggunaan metode anaerobic ini yaitu nilai COD limbah
≥2000 mg/L. Kemudian, nilai COD hasil praktikum yang mengalami penurunan setelah
praktikum dilakukan selama 1 minggu, menunjukan bahwa mikroorganisme telah
mendekomposisi senyawa organik pada sampel limbah. Berdasarkan baku mutu
limbah cair pada Kepmen Lingkungan Hidup tahun 1995, nilai COD maksimum yang
boleh dibuang ke lingkungan yaitu 100 mg/L, sehingga hasil praktikum kali ini
dengan nilai COD akhir 1600 mg/L belum memenuhi untuk dibuang ke lingkungan.
Dengan nilai COD awal dan akhir tersebut, diperoleh efisiensi proses
pengolahan limbah ini yaitu 20%, hal ini dapat disebabkan karena berbagai factor
yaitu kondisi suhu yang kurang pengecekan, kadar organic yang tinggi yang
menyebabkan produksi asam akan menganggu proses, serta akibat dari pengadukan
yang kurang sempurna.
Nilai MLVSS yang dianggap mewakili jumlah mikroba pada praktikum kali
ini dilihat dari nilai VSS yang telah diperoleh dari pengolahan data yaitu 36380 mg/L.
kami hanya melakukan pengecekan terhadap MLVSS yaitu 1x yaitu pada sampel.
Nilai VSS ini ditentukan dengan menggunakan metode gavimetri. Sama hal nya
dengan nilai TSS, nilainya ditentukan dari metode gavimetri.
Dari hasil pendekomposisian zat-zat organic pada limbah cair ini dihasilkan
beberapa gas seperti metana, CO2, N2, H2, dan H2S. Gas ini ditamoung pada collector.
Dari hasil praktikum diperoleh jumlah gas yang terbentuk yaitu 58 mL. Nilai ini
ditentukan dari penurunan volume air pada gas collector, yang menunjukan
pembentukan gas semakin bertambah seiring waktu.
Pengukuran COD dilakukan untuk melihat nilai kandungan organic dalam sample.
Nilai COD umpan didapat sebesar 2400 mgO2/L sementara pada hari ke-0 nilai COD0
diperoleh sebesar 2000 mgO2/L dan setelah proses pengolahan air limbah selama 7 hari
didapat COD7 diperoleh sebesar 1600 mg O2/L. Penurunan nilai COD ini menyatakan bahwa
kualitas air semakin baik dari sebelumnya atau kandungan organik berkurang karena terdapat
aktifitas biologis dari mikroorganisme di dalam reaktor.
Maka dari itu, nilai efisiensi pengolahan limbah selama 7 hari diperoleh sebesar
20%. Nilai efisiensi yang didapat sangat rendah. Terdapat factor yang mempengaruhi yaitu
: Pertama, temperature operasi yang diatur konstan pada 35-37 oC . Kedua pH 5,8 dan 1 di
kedua tangki, karena proses anaerobic terdiri dari tahap pembentukan asam dan pembentukan
metana maka pengaturan pH sangatlah penting. Ketiga penggunaan rangkaian reactor
hanya 1. Ketiga reaksi yang terjadi ; yakni hidrolisis, asetogenesis dan metonogenesis
dilakukan dalam 1 reaktor. Hal tersebut dapat menyebabkan proses hidrolisa kurang efektif
karena kondisi operasi pertumbuhan antara mikroorganisme optimum pH yang berbeda,selain
itu hasil dari satu reaksi yang dihasilkan memungkinkan. Keempat, konsentrasi substrat,
untuk pertumbuhan mikroorganisme dibutuhkan untur yang mengandung
carbon,nitrogen,fosfor dan sulphur untuk melakukan proses pengolahan limbah yang
optimum.
Pengukuran sample selanjutnya yaitu sample MLVSS. Didapat nilai MLVSS sebesar
36380 mg/L. Nilai tersebut mewakili jumlah mikroorganisme di dalam reactor. Namun nilai
tersebut terkandung senyawa organic yang mudah menguap seperti
protein,karbohidrat,glukosa dan lain lain saat di furnace pada suhu 600 oC.
Gas metana terbentuk dari reaksi dekomposisi senyawa organic yaitu metana,karbon
dioksida,hydrogen dan nitrogen. Pembentukan gas metana tersebut menyatakan adanya
aktivitas metabolisme mikroorganisme. Perhitungan diapat dari selisih volume cairan di
reactor awal dan akhir proses, didapat nilai pembentukan gas sebesar 58 mL.
Utary Nur Rachmani F (181424029)
Praktikum “Pengolahan Anaerobik” melakukan pengolahan limbah secara anaerobik.
Sampel limbah ditambahkan nutrisi. Nutrisi tersebut adalah sumber makanan untuk
mikroorganisme yang akan mendekomposisi bahan organik, hal ini yang menyebabkan
kandungan organik dalam sampel dapat diturunkan. Untuk mengetahui efisiensi pengolahan
maka dilakukan pengukuran kandungan organik sebelum dan setelah proses sehingga
dilakukan pengukuran COD sebelum dan setelah proses. Pengukuran MLVSS untuk
mengetahui kuantitas mikroba yang mendekomposisi bahan organik. Pada proses
pendekomposisian oleh mikroba ini yang diperhatikan adalah tidak boleh adanya oksigen
pada reaktor. Perhitungan volume air/ udara pada gas collector untuk menujukkan
pembentukkan gas meningkat.
1. Analisis COD (Chemical Oxygen Demand) dalam Umpan dan Sampel, serta
Efisiensi Pengolahan Limbah
Berdasarkan hasil perhitungan didapat bahwa nilai COD pada umpan sebesar 2400
mg O2/L. Maka air limbah tersebut cocok diolah dengan metoda anaerobik karena jumlah
COD > 2000 mg/L. Jumlah COD pada sampel awal sebesar 2000 mg O2/L. Sedangkan nilai
COD setelah proses selama 7 hari sebesar 1600 mg O 2/L. Nilai COD setelah proses < nilai
COD sebelum proses. Hal ini menunjukan adanya penurunan kandungan organik pada
sampel limbah, dimana penurunan kandungan organik ini disebabkan mikroorganisme yang
mendekomposisi bahan organik tersebut menjadi CH4 + CO2 + H2 + N2 + H2O sehingga
kandungan organik setelah proses menjadi turun. Besarnya penurunan kandungan organik ini
menghasilkan efisiensi sebesar 20%, sedangkan berdasarkan literatur pengolahan limbah
menggunakan pengolahan anaerobik dapat menurunkan konsentrasi COD sebesar >70 %.
Bila dibandingkan dengan literatur, sehingga dapat dikatakan bahwa proses ini belum
optimum untuk menurunkan COD dalam sampel air limbah. Pengolahan limbah belum
optimum diakibatkan kurangnya pengecekan kondisi temperature, kadar organik tinggi relatif
asam akan mengganggu proses, dan pengadukan yang kurang baik. Hasil akhir dari proses
nilai COD yang dihasilkan pada efluen belum memenuhi standar dapat dibuang langsung ke
badan air, karena nilai COD > 100 mg O2/L.
2. Kandungan Mixed Liqour Volatile Suspended Solid (MLVSS)
Berdasarkan perhitungan pengukuran MLVSS dilakukan pada sampel limbah sebelum
proses, dimana nilai MLVSS = nilai VSS. Nilai VSS adalah bahan organik yang mudah
teruapkan, dimana jumlahnya mewakili jumlah mikroorganisme yang ada didalamnya. Hal
ini dikarenakan bahan organik yang mudah menguap seperti protein, karbohidrat, glukosa, dll
ada dalam bakteri sehingga jumlahnya mewakili banyaknya bakteri didalam sampel. Dari
perhitungan didapat nilai TSS sebesar 34837 mg/L. Berdasarkan literatur, nilai TSS yang
diperbolehkan adalah sebesar 50 mg/L. Bila dibandingkan hasil percobaan dengan nilai
literatur maka nilai TSS pada sampel diatas nilai yang diperbolehkan sehingga padatan
tersuspensi yang terendapkannya cukup tinggi. Sedangkan untuk mengetahui jumlah mikroba
yang mendekomposisi bahan organik dilakukan dengan mengukur VSS dimana pengukuran
VSS ini didapat dengan metode gravimetri, sehingga dapat diketahui berat yang teruapkan
dimana berat ini menunjukan banyaknya mikroorganisme yang ada pada sampel. Dari hasil
VSS didapat nilai VSS sebesar 36380 mg/L. Sehingga didapat nilai FSS dengan rumus TSS-
VSS sebesar -1543 mg/L. Tanda minus menunjukkan factor pengurangan saja.
3. Analisis Volume Gas Terbentuk
Berdasarkan perhitungan volume udara di reactor menjukkkan penurunan sebesar 58
ml. Penurunan ini menjukkan bahwa jumlah air di gas collector menurun sedangkan volume
gas yang terbentuk meningkat.
VI. SIMPULAN
1. Nilai COD pada umpan sebesar 2400 mg O2/L, COD pada sampel awal sebesar
2000 mg O2/L, dan nilai COD setelah proses selama 7 hari sebesar 1600 mg
O2/L. Nilai COD yang dihasilkan pada efluen belum memenuhi standar dapat
dibuang langsung ke badan air.
2. Efisiensi proses pengolahan limbah sebesar 20%, sehingga dapat dikatakan
bahwa proses ini belum optimum untuk menurunkan COD dalam sampel air
limbah. Pengolahan limbah belum optimum diakibatkan kurangnya pengecekan
kondisi temperature, kadar organik tinggi relatif asam akan mengganggu proses,
dan pengadukan yang kurang baik.
3. Nilai MLVSS = nilai VSS. TSS sebesar 34837 mg/L dan VSS sebesar 36380
mg/L. FSS = TSS – VSS, didapat -1543 mg/L. Tanda minus menunjukkan factor
pengurangan saja.
4. Volume udara di reactor menjukkkan penurunan sebesar 58 ml. Penurunan ini
menjukkan bahwa jumlah air di gas collector menurun sedangkan volume gas
yang terbentuk meningkat.
DAFTAR PUSTAKA