Aspek Politik di Masa Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia
Pada 17 Agustus 1945, Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya dan
menjadi tanda sebagai dimulainya babak baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Perjuangan bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan dengan aksi fisik maupun diplomatik membawa dampak dan perkembangan bangsa dalam kurun waktu 1945 hingga pengakuan kedaulatan di akhir tahun 1949, yang merupakan kelahiran badan-badan aparatur negara sebagai bagian dari cikal-bakal lahirnya partai politik di Indonesia. Dalam sistem pemerintahannya, Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta dipilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945 dan pada 22 Agustus 1945 dan menetapkan aturan peralihan UUD 1945. PPKI juga menetapkan berdirinya Komite Nasional Indonesia yang kemudian dikembangkan menjadi Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang menjadi pembantu Presiden sebelum MPR dan DPR didirikan. Berdirinya KNIP pun langsung memegang peranan penting setelah terbentuk. Di mana keanggotaan KNIP diambil dari berbagai golongan di seluruh Indonesia dan beberapa anggota PPKI yang tidak diangkat menjadi menteri. Kondisi politik Indonesia pada awal kemerdekaan diantara rentang periode tahun 1945 hingga tahun 1949 ini pada hakikatnya masih belum stabil dikarenakan oleh beberapa faktor internal dan faktor eksternal. Adapun faktor internalnya antara lain yaitu: a. Persaingan antara partai politik yang ada dalam upaya perebutan kekuasaan dan pengaruh di Indonesia. b. Gangguan-gangguan keamanan dalam negeri. c. Perubahan-perubahan sistem kepemerintahan Indonesia untuk memperoleh sistem yang tepat. Sedangkan faktor eksternal antara lain yaitu kehadiran kembali Sekutu di Indonesia yang diboncengi oleh NICA (Belanda) dengan maksud menjajah Indonesia kembali dan menimbulkan pertempuran di berbagai daerah, serta kehendak Jepang yang masih mempertahankan status quo di wilayah Indonesia hingga Sekutu datang yang menyebabkan peperangan antara rakyat Indonesia dan tentara Jepang. Pada awal kemerdekaan Indonesia ini dilakukan pendirian lembaga-lembaga kelengkapan negara dan alat keamanan negara guna membantu sistem pemerintahan di Indonesia. Adapun lembaga-lembaga yang didirikan antara lain Lembaga kemeterian atau departemen seperti departemen dalam negeri, departemen luar negeri, departemen keuangan, departemen kehakiman, departemen keamanan rakyat, dan lain-lain. Adapun pembentukan alat kelengkapan keamanan negara menghasilkan terbentuknya Tentara Keamanan Rakyat yang beralih menjadi Tentara Nasional Indonesia. Atas beberapa prakarsa politisi muda, kedudukan KNIP yang tadinya sebagai pembantu Presiden berubah menjadi suatu badan yang diberi kekuasaan legislatif. Pada tanggal 16 Oktober 1945, dilaksanakan sidang paripurna yang menetapkan bahwa sebelum dibentuknya MPR dan DPR, KNIP memiliki kewenangan legislatif dan wewenang untuk turut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara serta kebijakan pembentukan Badan Pekerja yang terdiri dari sejumlah anggota KNIP sebagai pelaksana tugas KNIP terkait situasi mendesak. Pemerintah Indonesia kemudian menerima usulan Badan Pekerja KNIP terkait pembukaan kesempatan pendirian partai- partai politik untuk mengikuti Pemilihan Umum yang rencananya akan digelar pada Januari 1946. Ketetapan tersebut dituangkan dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 yang menegaskan kembali bahwa pembentukan partai politik tersebut adalah untuk memperkuat perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan menjamin keamanan masyarakat. Presiden Soekarno pada tanggal 14 November 1945 menyetujui usul Badan Pekerja KNIP agar para menteri bertanggungjawab kepada KNIP yang telah diberi kekuasaan legislatif melalui Maklumat Pemerintah, yang selanjutnya disetujui oleh KNIP dalam sidang yang digelar pada 25-27 November 1945. Maklumat tersebut memulai era Demokrasi Parlementer di Indonesia, di mana jabatan kepala negara (presiden) dipisahkan dari jabatan kepala pemerintahan (perdana menteri). Presiden Soekarno memilih Sutan Sjahrir sebagai Perdana Menteri yang pertama pada Kabinet Parlementer.