Anda di halaman 1dari 10

RESUME

9 (SEMBILAN ) ELEMEN PELAYANAN PUBLIK

Dr. Moris Adidi Yogia, S. Sos. M. Si


Oleh
Julia Roslin (207121026)

PROGRAM PASCASARJANA
ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2021
9 elemen manajemen pelayanan publik ;

1. Regulasi

Menurut Collins Dictionary, regulasi adalah aturan yang dibuat oleh


pemerintah atau otoritas lain untuk mengontrol cara sesuatu yang dilakukan
atau cara orang berperilaku.

Regulasi adalah seperangkat peraturan untuk mengendalikan suatu tatanan


yang dibuat supaya bebas dari pelanggaran dan dipatuhi semua anggotanya.

Regulasi berasal dari berbagai sumber, tetapi bentuk yang paling umum adalah
regulasi pemerintah dan swa-regulasi. Peraturan pemerintah adalah
perpanjangan alami dari undang-undang, yang mendefinisikan dan mengontrol
beberapa cara yang dapat dilakukan oleh bisnis atau individu untuk mengikuti
hukum.Hal lain yang perlu dicermati dalam prilaku birokrasi kita adalah
netralitas terhadap pemimpin terpilih. Terdapat kecenderungan bahwa birokrasi
umumnya cenderung melakukan afiliasi politik terhadap pemerintah yang
berkuasa. Gejala ini berdampak negative terhadap sportifitas pelayanan kepada
seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, salah satu pertimbangan penting
yaitu perlunya memperkuat netralitas birokrasi adalah untuk menjaga
kemampuan melayani pelanggan internal (pemerintah) maupun eksternal
(masyarakat luas) tanpa diskriminatif. Karena apabila tidak demikian maka
sesungguhnya reformasi politik yangn sedang dijalankan akan menemui batu
sandungan ketika birokrasi belum mampu menempatkan dirinya dalam koridor
netralitas. Pada saatnya lemahnya kemampuan untuk bersikap netral akan
menyebabkan terjadinya staknasi reformasi.Lebih dari Itu, pemerintah harus
mengupayakan fungsi pelayanan public yang optimal. Pengelolaan pelayanan
public cenderung lebih bersifat direktif yang hanya
memperhatikan/mengutamakan kepentingan pimpinan/organisasinya saja,
harus diubah. Pelayanan public harus dikelolah dengan paradikma yang
bersifat supportif dimana lebih memfokuskan diri kepada kepentingan
masyarakatnya, pengelolaan pelayanan harus mampu bersikap menjadi pelayan
yang sadar buntuk melayani dan bukan dilayani.

Dalam konteks desentralisasi, pelayanan public seharusnya menjadi lebih


responsive terhadap kepentingan public, dimana paradigm pelayanan public
beralih dari pelayanan yang sifatnya sentralistik ke pelayanan yang lebih
memberikan focus pada pengelolaan yang berorientasi kepuasan pelanggan.
Untuk menuju pada terwujudnya birokrasi yang berwawasan atau berorientasi
pada pelayanan public, beberapa criteria harus dipenuhi seperti berikut.
(Mohamad, 2003 dalam bapenas ,2004):

a. Lebih memfokuskan diri pada fungsi pengaturan melalui berbagai


kebijakan yang mengfasilitasi berkembangnya kondisi kondusif bagi
kegiatan pelayanan kepada masyarakat.
b. Lebih memfokuskan diri pada pemberdayaan masyarakat sehingga
masyarakat mempunyai rasa memiliki yang tinggi terhadap fasilitas-
fasilitas pelayanan yang telah dibangun bersama.
c. Menerapkan system kompetisi dalam hal penyediaan pelayanan public
tertentu sehingga masyarakat memperoleh pelayanan yang berkualitas.
d. Terfokus pada pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran yang berorientasi
pada hasil (outcome) sesuai dengan masukan yang digunakan.
e. Lebih mengutamakan apa yang diinginkan oleh masyarakat.
f. Pada hal tertuntu pemerintah juga berperan untuk memperoleh pendapat
dari masyarakat dari pelayanan yang dilaksanakan.
g. Lebih mengutamakan antisipasi terhadap permasalahan pelayanan
h. Lebih mengutamakan desentralisasi dalam pelaksanaan pelayanan.
i. Menerapkan system pasar dalam memberikan pelayanan.

2. Infrastruktur
Menurut Gregory Mankiw (2003) dalam Teori Ilmu Ekonomi, infrastruktur
artinya wujud modal publik (public capital) yang terdiri dari jalan umum,
jembatan, sistem saluran pembuangan, dan lainnya, sebagai investasi yang
dilakukan oleh pemerintah. Secara umum, arti infrastruktur seringkali dikaitkan
struktur fasilitas dasar untuk kepentingan umum. Beberapa contoh infrastruktur
dalam bentuk fisik antara lain jalan, jalan tol, stadion, jembatan, konstruksi
bangunan, jaringan listrik, bendungan, dan sebagainya.

3. Kelembagaan

Dari definisi para ahli tersebut Djogo Dkk, menyimpulkan dan mendefinisikan
kelembagaan sebagai suatu tatanan dan pola hubungan antara anggota
masyarakat atau organisasi yang saling mengikat yang dapat menentukan
bentuk hubungan antar manusia atau antar organisasi yang diwadahi dalam
suatu organisasi atau jaringan dan ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan
pengikat berupa norma, kode etik atauran formal maupun informal untuk
pengendalian perilaku sosial serta insentif untuk bekerjasama dan mencapai
tujuan bersama. Pada umumnya Lembaga dapat dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu lembaga formal dan lembaga non-formal. Menurut Sitti Bulkis (2011),
Kelembagaan lokal dan area aktivitasnya terbagi menjadi tiga kategori, yaitu
kategori sektor publik (administrasi lokal dan pemerintah lokal); kategori
sektor sukarela (organisasi keanggotaan dan koperasi); kategori sektor swasta
(organisasi jasa dan bisnis swasta). Bentuk resmi suatu lembaga yaitu lembaga
garis (line organization, military organization) lembaga garis dan staf (line and
staff organization); lembaga fungsi (functional organization). Jadi pengertian
dari kelembagaan adalah suatu sistem sosial yang melakukan usaha untuk
mencapai tujuan tertentu yang menfokuskan pada perilaku dengan nilai, norma,
dan aturan yang mengikutinya, serta memiliki bentuk dan area aktivitas tempat
berlangsungnya.

4. Manajemen
Manajemen pelayanan publik juga dapat diartikan sebagai suatu proses
perencanaan dan pengimplementasian serta mengarahkan dan juga
mengkoordinasikan penyelesaian aktifitas-aktifitas pelayanan publik demi
tercapainya tujuan-tujuan pelayanan publik yang telah di tentukan sebelumnya.
Manajemen pelayanan publik yang baik tentu saja akan berpengaruh dan
memberikan pelayanan yang berkualitas, sebaliknya buruknya kualitas
pelayanan publik maka akan berpengaruh pada tingkat kepercayaan masyrakat
terhadap pemerintah. Dari uraian diatas dapat di pahami bahwa pelayanan
adalah suatu proses. Dengan demikina Objek utama dari manajemen pelayanan
publik adalah pelayanan itu sendiri, jadi manajemen pelayanan publik adalah
manajemen proses, yaitu sisi manajemen yang mengatur dan mengendalikan
proses layanan, agar mekanisme kegiatan pelayanan dapat berjalan dengan
tertib, lancar, tepat sasaran, serta memuaskan bagi pihak yang dilayani.
Selanjutnya Rinaldi , Runi. (2012:45).

5. SDM
Kelemahan utama sisi sumber daya manusia aparatur adalah berkaitan dengan
masalah faktual profesionalisme, kompetensi dan etika aparatur. Jika dirujuk
kepada Pedoman Tatakelola Sumber Daya Manusia Aparatur Menpan dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia, maka aspek yang ditunjuk melalui
sisi ini relevan dengan etos kerja, disiplin dan tanggung jawab individu
aparatur. Ketiga aspek tersebut merupakan dimensi yang satu sama lain
berbeda namun berada dalam diri setiap individu aparatur. Hal demikian itulah
yang menjadi masalah mendasar sebab melalui individu aparatur, ia dapat
mempengaruhi implementasi seluruh prinsip good governance dan akan
tampak pula pada penyelenggaraan pelayanan publik. Dalam kaitan dengan
penyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan staf pelayanan untuk dapat
menyelesaikan masalah sangat kecil. Kemungkinan masyarakat untuk bertemu
dengan penanggungjawab pelayanan, dalam rangka menyelesaikan masalah
yang terjadi ketika pelayanan diberikan, juga sangat sulit. Akibatnya, berbagai
masalah pelayanan memerlukan waktu yang lama untuk diselesaikan.

Bahwa konsep visioner good governance mengilustrasikan agar seyogyanya,


semua lini dalam jaringan pemerintahan, termasuk dalam hal ini manajemen
pelayanan publik mau mendengar aspirasi masyarakat. Konsepsi ini sudah
mendudukkan agar pihak-pihak mau memahami bahwa tata pemerintahan kini,
haruslah menyangkut cara-cara yang disetujui bersama dalam mengatur
pemerintahan antara masyarakat madani, pihak swasta dan pemerintah.

Deskripsi gejala pragmatis tentang problematika pelayanan publik yang


diketengahkan bersisian dengan peranan tatakelola sumber daya manusia
aparatur sebagaimana uraian di atas tentu memiliki basis permasalahan. Salah
satu permasalahan dasar yang menginsentif problematika yang diuraikan
tersebut terletak pada kecenderungan pengoperasian, penyelenggaraan atau
tatakelola manajemen sumber daya manusia aparatur yang secara faktual
condong dan hanya fokus pada implementasi sistem dan fungsi manajemen
kepegawaian.

Kecenderungan model MSDM sektor publik perlu digeser kearah new


management approach yakni dengan mengimplementasikan perspektif
konvergen pada penyelenggaraan tupoksi bagian/bidang kepegawaian.
Tujuannya agar penyelenggaraan manajemen sumber daya manusia aparatur
dapat berperan melayani kebutuhan sumber daya manusia (SDM) aparatur.
Konvergensi peran MSDM aparatur meliputi;

1. Peran sebagai human capital steward agar aparatur memiliki pengetahuan,


keterampilan, dan kemampuan sebagai seorang pegawai yang dapat digunakan
untuk menghasilkan layanan profesional;
2. Peran sebagai knowledge facilitator agar ada upaya yang dilakukan dalam
rangka mengumpulkan informasi pengetahuan lebih banyak sehubungan
dengan pelaksanaan pekerjaan dan pengambilan keputusan, mencakup mencari
informasi pengetahuan yang tepat, menyusun dan menyimpan pengetahuan
yang dihimpun dengan cara mengkonversinya dalam berbagai format agar
berguna bagi pegawai/organisasi pada pos tugas masing-masing;

3. Peran sebagai relationship builder agar ada upaya tersistematis untuk


menjalin dan membina hubungan sosial atau jaringan hubungan sosial antar
pegawai tetap hangat dan akrab;

4.  Peran sebagai rapid development specialst agar ada upaya tersistemtis yang
ditempuh guna memampukan para pegawai memiliki keahlian yang
terspesialisasi dalam mengatasi setiap masalah organisasional secara tepat dan
cepat.

6. Perangkat / software

Pemerintah memiliki tugas utama dalam menyediakan pelayanan kepada


masyarakat. Sebagai upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemberian
layanan, pemerintah pun perlu memanfaatkan kemajuan teknologi. Salah
satunya adalah dengan menghadirkan aplikasi pemerintahan yang dapat di-
download secara mudah dan praktis.Penggunaan aplikasi pemerintahan pun
sudah menjadi hal yang jamak terjadi di berbagai negara. Fungsi aplikasi
tersebut pun beragam, seperti upaya meningkatkan pelayanan, mempermudah
aktivitas sehari-hari masyarakat, dan lain sebagainya. Keberadaannya pun
memberi kemudahan di tengah tingginya kesibukan akibat pekerjaan.

Hanya saja, aplikasi yang dirilis oleh pemerintah kerap mendapat tanggapan
negatif dari masyarakat luas. Alasannya cukup beragam, mulai dari fitur tidak
lengkap, kinerja aplikasi tidak maksimal, sering munculnya permasalahan
aplikasi stuck di tengah penggunaan, hingga minimnya penindakan lebih
lanjut.

7. Evaluasi terus menerus

Evaluasi merupakan proses menentukan nilai atau pentingnya suatu kegiatan,


kebijakan, atau program. Evaluasi merupakan sebuah penilaian yang seobyektif
dan sesistematik mungkin terhadap sebuah intervensi yang direncanakan,
sedang berlangsung atau pun yang telah diselesaikan. Hal-hal yang harus
dievaluasi yaitu proyek, program, kebijakan, organisasi, sector, tematik, dan
bantuan Negara.
Kegunaan Evaluasi, adalah untuk:
Memberikan informasi yg valid ttg kinerja kebijakan, program & kegiatan
yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai & kesempatan telah dapat dicapai
Memberikan sumbangan pada klarifikasi & kritik thd nilai2 yg mendasari
pemilihan tujuan & target Melihat peluang adanya alternatif kebijakan,
program, kegiatan yang lebih tepat, layak, efektif, efisien Memberikan umpan
balik terhadap kebijakan, program dan proyek Menjadikan kebijakan, program
dan proyek mampu mempertanggungjawabkan penggunaan dana public
Mambantu pemangku kepentingan belajar lebih banyak mengenai kebijakan,
program dan proyek. Dilaksanakan berdasarkan kebutuhan pengguna utama
yang dituju oleh evaluasi Negosiasi antara evaluator and pengguna utama yang
dituju oleh evaluasi
Evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input),
keluaran (output), dan hasil (outcome) terhadap rencana dan standar. Evaluasi
merupakan merupakan kegiatan yang menilai hasil yang diperoleh selama
kegiatan pemantauan berlangsung. Lebih dari itu, evaluasi juga menilai hasil
atau produk yang telah dihasilkan dari suatu rangkaian program sebagai dasar
mengambil keputusan tentang tingkat keberhasilan yang telah dicapai dan
tindakan selanjutnya yang diperlukan.

8. Inovasi pelayanan public


Menurut Peraturan Menteri PANRB No. 30/2014, inovasi pelayanan publik
adalah terobosan jenis pelayanan publik baik yang merupakan gagasan/ide
kreatif orisinal dan/atau adaptasi/modifikasi yang memberikan manfaat bagi
masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Inovasi ini tidak
harus berupa suatu penemuan baru, melainkan pula mencakup pendekatan
baru, perluasan maupun peningkatan kualitas pada inovasi pelayanan publik
yang ada. Motivasi untuk melakukan inovasi tidak harus pada kompetisi,
melainkan dahulunya bekerja dengan Standar pelayanan, SOP, SPM maka
saat ini dilakukan pengembangan pola pelayanan publik dengan melakukan
inovasi pelayanan.

9. Etika
Etika Pelayanan Publik. Dalam arti yang sempit, pelayanan publik adalah
suatu tindakan pemberian barang dan jasa kepada masyarakat oleh
pemerintah dalam rangka tanggung jawabnya kepada publik, baik diberikan
secara langsung maupun melalui kemitraan dengan swasta dan masyarakat,
berdasarkan jenis dan intensitas kebutuhan masyarakat, kemampuan
masyarakat dan pasar. Dalam arti yang luas, konsep pelayanan public (public
service) identik dengan public administration yaitu berkorban atas nama
orang lain dalam mencapai kepentingan publik (lihat J.L.Perry, 1989: 625).
Dalam konteks ini pelayanan publik lebih dititik beratkan kepada bagaimana
elemen-elemen administrasi publik seperti policy making, desain organisasi,
dan proses manajemen dimanfaatkan untuk mensukseskan pemberian
pelayanan publik, dimana pemerintah merupakan pihak provider yang diberi
tanggung jawab.
Berdasarkan konsep etika dan pelayanan publik diatas maka yang
dimaksudkan dengan etika pelayanan publik adalah suatu praktek
administrasi publik dan atau pemberian pelayanan publik (delivery system)
yang didasarkan atas serangkaian tuntunan perilaku (rules of conduct) atau
kode etik yang mengatur hal-hal yang “baik” yang harus dilakukan atau
sebaliknya yang “tidak baik” agar dihindarkan. Alasan penting lainnya adalah
peluang untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika yang
berlaku dalam pemberian pelayanan publik sangat besar. Pelayanan publik
tidak sesederhana sebagaimana dibayangkan, atau dengan kata lain begitu
kompleksitas sifatnya baik berkenaan dengan nilai pemberian pelayanan itu
sendiri maupun mengenai cara terbaik pemberian pelayanan publik itu
sendiri. Kompleksitas dan ketidakmenentuan ini mendorong pemberi
pelayanan publik mengambil langkah-langkah profesional yang didasarkan
kepada “keleluasaan bertindak” (discretion). Dan keleluasaan inilah yang
sering menjerumuskan pemberi pelayanan publik atau aparat pemerintah untuk
bertindak tidak sesuai dengan kode etik atau tuntunan perilaku yang ada.

1. Coopetition: Jurnal Ilmiah Manajemen (E-ISSN: 2615-4978, P-ISSN:


2086-4620) Vol X1 No 2. Juli 2020 Manajemen Pelayanan Publik Pada
Mall Pelayanan Publik di Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat Ida
Yunari Ristiani Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Email:
idayunarir@ipdn.ac.id
2. Sabri Menata Pelayanan Publik Melalui Pengembangan SDM Aparatur 5
Februari 2020 https://rakyat.news/read/2020/02/05/10771/menata-
pelayanan-publik-melalui-pengembangan-sdm-aparatur/2/

Anda mungkin juga menyukai