Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun oleh :
Vuko AT Manurung
Yohanes Tri Joko Wibowo
Satriyo Yudi Baskoro
JAKARTA
Panduan Metalografi
Penulis:
Vuko AT Manurung
Yohanes Tri Joko Wibowo
Satriyo Yudi Baskoro
ISBN: 978-602-71320-9-2
Editor:
Eko Ari Wibowo
Penyunting:
Eko Ari Wibowo
Penerbit:
LP2M Politeknik Manufaktur Astra
Jl. Gaya Motor Raya No. 8 Sunter II Jakarta 14330
Telepon: (021) 6519555 Fax: (021) 6519821
Email: sekretariat@polman.astra.ac.id
ii
Kata Pengantar
Dengan berselimutkan rasa syukur kepada Tuhan yang maha Agung, kami
haturkan ke hadapan para pembaca dan keluarga besar Polman Astra,
buku Panduan Metalografi, sebuah buku hasil kolaborasi keluarga besar
Astra, yaitu PT. Astra Otoparts, Tbk dengan Polman Astra.
Alasan yang mendasari penulisan buku ini adalah rasa ingin berbagi dengan
sesama makhluk tuhan yang mencintai ilmu pengetahuan, di samping
keprihatinan kami melihat minimnya buku tentang material yang
memberikan sentuhan sisi praktek dan teoritis yang proporsional demi
lengkapnya kompetensi anak bangsa. Tentu saja semangat Catur Dharma
yaitu menjadi milik yang bermanfaat bagi bangsa dan negara menjadi
denyut jantung semua aktivitas ini.
Kami menyadari buku ini tidak lepas dari kekurangan. Segala kritik, saran
dan harapan demi lebih baiknya buku ini merupakan kesenangan kami
berikutnya.
Tim Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................................................... iv
BAB I PENGANTAR ILMU MATERIAL TEKNIK .................................................................. 1
1. Baja dan Paduannya .............................................................................................................. 1
1.1 Klasifikasi Paduan Baja .................................................................................................. 1
1.2 Baja Paduan Tinggi ......................................................................................................... 3
1.3 Baja Alat Potong ............................................................................................................. 3
1.4 Diagram Fasa Besi-Besi Carbida .................................................................................... 4
1.5 Proses Perlakuan (Heat Treatment) Panas pada Baja...................................................... 8
1.6 Mampu Keras (Hardenability) Baja Karbon ................................................................. 14
1.7 Kekerasan (Hardness) ................................................................................................... 16
2. Alminium dan Paduannya ................................................................................................... 19
BAB 2 PROSES METALOGRAFI ............................................................................................. 22
2.1 Persiapan Sample.......................................................................................................... 23
2.2 Peralatan yang Digunakan ............................................................................................ 24
2.3 Contoh Proses Metalografi ............................................................................. 28
BAB 3 PRAKTEK METALOGRAFI ......................................................................................... 29
3.1 Proses Cutting............................................................................................................... 30
3.2 Proses Mounting ........................................................................................................... 32
3.3 Proses Grinding dan Polishing ..................................................................................... 34
3.4 Proses Pembuatan Nital 2 % dan Proses Etsa (Etching) .............................................. 38
3.5 Mikroskop Optik .......................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................... 48
LAMPIRAN .................................................................................................................................... 49
iv
BAB I
PENGANTAR ILMU MATERIAL TEKNIK
Objektif:
1. Mampu mengklasifikasikan baja dan paduannya, serta struktur mikro.
2. Mampu mengenali proses perlakuan panas dan pengujiannya.
3. Mampu mengklasifikasikan aluminium dan paduannya serta struktur mikro.
Keuntungan utama adalah harga yang relatif murah, meskipun memiliki keterbatasan sebagai
berikut:
- Kekuatannya tidak dapat mencapai 100.000 psi (690 MPa).
- Untuk ukuran besar tidak dapat dihasilkan struktur/fasa martensit sehinggga sulit untuk
dikeraskan.
- Ketahanan oksidasi dan korosi yang rendah.
1
- Baja karbon medium harus di-quench dengan cepat agar menghasilkan struktur
martensit meskipun akibatnya adalah dapat terjadi distorsi dan keretakan pada saat diproses
perlakuan panas.
- Memiliki ketahanan yang rendah pada temperatur rendah.
Paduan Logam
Tanpa
Plain Paduan
(plain) Alat Potong (tool)
2
Tanda panah menunjukkan fasa sementit berada di antara batas butir ferit (fasa dominan), yang
dilihat menggunakan perbesaran 500x menggunakan cairan etsa Marshall[3].
3
1.3 Baja Alat-Potong (Tool Steels).
Mengandung paduan karbon dan unsur lainnya, seperti krom, nikel, tungsten,
molybdenum yang sangat tinggi, sehingga material yang dihasilkan sangat keras dan sesuai untuk
alat potong. Untuk menghasilkan alat potong dengan kualitas baik dan mudah untuk mengontrol
unsur paduannya, biasanya pemaduan dilakukan dengan menggunakan tungku elektrik (electrical
furnace). Karena itu harga alat potong tersebut sangat mahal karena proses pembuatannya yang
juga mahal.
Proses pembuatan alat potong dilakukan dengan cara perlakuan panas, yaitu dipanaskan
sampai temperatur austenit kemudian dicelup cepat (quenching) dan diikuti dengan proses temper,
untuk mendapatkan kekerasan yang dikehendaki dan menghilangkan tegangan sisa yang terjadi
saat proses celup cepat tersebut.
4
- Besi Cor Putih (White Cast Iron).
- Besi Cor Maliabel (Malleable Cast Iron).
5
1.4.1.2 Besi Cor Nodular atau Ductile (Ductile-Nodular iron).
Penambahkan “sedikit” Magnesium dan atau Cerium pada besi cor kelabu sebelum dicor
akan mengubah bentuk grafit dari flakes menjadi nodular. Nodular berasal dari bahasa latin
nodulus yang berarti bintil. Nodular atau bulatan mengilustrasikan struktur mikro besi cor nodular
seperti ditunjukkan pada Gambar 1.4(b). Hasilnya dinamakan nodular atau ductile iron yang
memiliki sifat–sifat mekanis yang tinggi. Matrik yang terbentuk adalah perlit atau ferit yang
tergantung pada laju pendinginan seperti terlihat pada Gambar 1.5.
Karena bentuk grafit tersebut, sifat mekanik besi cor nodular hampir sama (mendekati)
sifat mekanik baja. Contohnya adaah besi cor nodular feritik yang mempunyai rentang kekuatan
tarik antara 380 MPa sampai dengan 480 MPa (55.000 psi s/d 70.000 psi), dan keuletannya dari
10 % sampai 20 %. Adapun penggunaannya pada katup (valves), rumah pompa (pump bodies),
crankshafts, roda gigi dan komponen–komponen otomotif lainnya.
Gambar 1.4 Struktur Mikro Besi Cor. (a) Besi Cor Kelabu;
(b) Besi Cor Nodular; (c) Besi Cor Putih; (d) Besi Cor Maliabel[3]
6
Tabel 1.1 Komposisi Kimia dari Besi Cor atau Tuang[4]
7
1.5 Proses Perlakuan (Heat Treatment) Panas pada Baja
Proses perlakuan panas didefinisikan sebagai suatu proses atau kombinasi dari beberapa
proses yang meliputi pemanasan dengan laju pemanasan yang spesifik, ditahan selama waktu dan
temperatur tertentu dan kemudian didinginkan dengan laju pendinginan yang sangat spesifik
untuk mendapatkan struktur dan sifat-sifat tertentu (sifat mekanik, sifat fisik sifat magnetik atau
elektrik) yang dikehendaki[2]. Definisi lainnya adalah kombinasi pemanasan dan pendinginan
(dengan atau tanpa pengendalian/kontrol laju pendinginan) pada baja karbon dan paduannya
sehingga menghasilkan sifat mekanik dan fisik yang berbeda dari kondisi awalnya. Proses
pemanasan dan pendinginan ini dinamakan perlakuan panas (heat treatment). Selama proses
perlakuan panas berlangsung akan terjadi perubahan struktur mikro dari baja tersebut. Mengapa
perlu dilakukan proses perlakuan panas? Ada beberapa alasan proses perlakuan panas diadakan,
akan tetapi yang paling fundamental adalah:
- Mempersiapkan material logam sebagai produk setengah jadi agar layak diproses lebih
lanjut.
- Meningkatkan umur pakai material logam sebagai produk jadi.
Beberapa jenis proses perlakukan panas pada baja dan paduannya yang biasa dilakukan di
industri manufaktur untuk mendapatkan hasil yang diinginkan adalah sebagai berikut:
- Annealing dan Normalizing
- Pendinginan cepat (Quenching)
- Tempering
- Martempering
- Austempering
Proses pendinginan ini biasanya dilakukan di dalam tungku dengan cara mematikan
tungku pemanas sampai mencapai temperatur kamar. Untuk baja hipereutektoid, proses
pemanasan dilakukan pada temperatur 40 0C di atas temperatur eutektoid. Struktur mikro dari baja
hipoeutektoid setelah mengalami proses full annealing adalah proeutektoid ferit dan perlit, seperti
pada grafik proses pemanasan baja plain karbon terhadap kandungan karbon yang ditunjukkan
pada Gambar 1.6.
8
Gambar 1.6 Proses Pemanasan Baja Karbon[4]
Normalizing adalah proses pemanasan baja sampai mencapai temperatur austenit dan kemudian
didinginkan di udara, ditunjukkan pada Gambar 1.7. Struktur mikro yang terbentuk adalah dari
baja hipoeutektoid plain-carbon adalah proeutektoid ferit dan perlit. Tujuan dari normalizing
adalah sebagai berikut:
• Untuk menghaluskan struktur butir.
• Menaikkan kekuatan baja (dibandingkan dengan baja annealing).
• Untuk mengurangi segregasi akibat proses pengecoran atau proses pembentukan lainnya.
• Meratakan (uniform) butir.
9
Gambar 1.7 Struktur Mikro Baja UNS 10080 (low carbon steel) dengan Laju Pendinginan Sangat Lambat.
Gambar 1.7 memperlihatkan matrik ferit dengan fasa perlit yang membentuk pulau di
antara fasa ferit. Gambar tersebut diambil dengan menggunakan perbesaran 500x dan
menggunakan etsa Picral 4%[3].
Temperatur saat akan terbentuk martensit disebut Martensite Start (Ms) dan temperatur
setelah seluruhnya martensit terbentuk disebut Martensite Finish (Mf) seperti terlihat pada
Gambar 1.8. Pada baja karbon rendah proses celup cepat sulit untuk mendapatkan fasa martensit.
Karena fasa martensit bersifat keras dan sangat getas, maka perlu dilakukan penurunan
kegetasannya dengan cara dipanaskan di bawah temperatur eutectoid sehingga tidak terlalu getas
10
meskipun efek sampingnya adalah kekerasannya akan turun. Proses ini disebut dengan temper
(tempering). Struktur mikro dari hasil quenched dan tempered ditunjukkan pada Gambar 1.9.
Struktur yang terbentuk adalah bainit (warna gelap) dan martensit (warna abu-abu terang). Etsa
yang dilakukan menggunakan picral 4%+Nital 2% dengan perbesaran 500x [3].
Gambar 1.9 Struktur Mikro Baja Karbon Rendah UNS 43400 yang dicelup Cepat dan Ditemper
Pada proses celup cepat (quenching) sering terjadi distorsi dan ‘retak halus’ (micro
cracking) akibat adanya perbedaan temperatur yang terjadi pada bagian permukaan dan bagian
dalam dari material yang diproses perlakuan panas saat berlangsungnya proses pendinginan,
ditunjukkan pada Gambar 1.10. Karena itu perlu dilakukan modifikasi pada proses celup cepat
dan temper. Modifikasi yang dilakukan akan mendapatkan hasil yang lebih optimal dan yang
lebih penting mengurangi terjadinya retak halus (micro crack) yang cenderung tidak terlihat saat
proses celup cepat berlangsung berlangsung.
11
Gambar 1.10 Proses Quench-Temper Konvensional
1.5.3 Martempering
Martempering sering juga disebut sebagai marquenching. Proses ini diadakan untuk
menghindari retak ataupun retak halus akibat proses quenching. Prosesnya adalah dengan
melakukan pemanasan sampai dengan temperatur austenite (sekitar 40 OC di atas temperatur A3),
seperti pada Gambar 1.11. Kemudian di-quench ke dalam larutan garam atau oli pada temperatur
sedikit di atas MS (martensit start). Setelah itu ditahan/dibiarkan sampai bagian permukaan dan
tengah dari benda kerja memiliki temperatur yang sama dan sebelum mencapai transformasi
austenit ke bainit dihentikan dengan cara, didinginkan pada laju pendinginan ‘sedang’ sampai ke
temperatur ruang. Kemudian dilakukan proses tempering. Perbedaan antara proses celup cepat
konvensional dengan martempering yaitu pada keseragaman laju pendinginan antara bagian
permukaan dengan bagian dalam dari benda kerja. Struktur akhir dari proses martempering adalah
martensit dengan distribusi martensit yang lebih merata di bagian permukaan dan bagian
dalamnya. Kemudian bila dilakukan proses temper menjadi martensit temper. Perbedaan lainnya
adalah secara kuantitatif pada harga impak (impact value). Dengan demikian proses martempering
akan menghasilkan kegetasan yang lebih rendah dibandingkan proses celup cepat dan temper.
1.5.4 Austempering
Austempering adalah proses perlakuan panas isothermal yang menghasilkan struktur bainit
pada baja karbon. Tahapan prosesnya adalah baja dipanaskan sampai dengan temperatur austenit
kemudian dicelup cepat (quenching) pada larutan garam dengan temperatur sedikit di atas MS
(martensit start) kemudian ditahan untuk memberi kesempatan austenit bertransformasi menjadi
bainit dan kemudian didinginkan di udara, seperti pada Gambar 1.12. Dari gambar 1.12., juga
terlihat bahwa proses transformasi antara bagian permukaan dan bagian tengah benda kerja adalah
12
sama dan terjadi sedikit di atas temperatur dimulai terbentuknya martensit (martensite start atau
MS), dengan demikian fasa martensit tidak sampai terbentuk.
Keuntungan dari proses austempering dibandingkan dengan proses quench dan tempering
konvensional adalah adanya perbaikan keuletan (ductility) dan ketahanan impak (impact) yang
tidak akan diperoleh pada proses quenching dan tempering biasa (konvensional), serta turunnya
distorsi. Sedangkan kerugiannya adalah diperlukannya wadah atau tempat garam yang khusus,
dan proses hanya dapat dilakukan pada jenis baja tertentu saja.
Setelah ketiga proses perlakuan panas tersebut dilakukan maka diperoleh hasil seperti
data-data yang ditunjukkan Tabel 1.1.[2]:
13
Gambar 1.12 Diagram Proses Austempering
Gambar 1.13 Skema Percobaan dan Grafik Hasil Percobaan Jominy Test[1,2]
14
Mampu keras (hardenability) sangat berbeda dengan kekerasan (hardness). Kekerasan biasanya
dihubungkan dengan ketahanan material terhadap deformasi plastis. Faktor-faktor yang
mempengaruhi sifat mampu keras baja adalah:
• Komposisi paduan.
• Ukuran butir austenit.
• Struktur dari baja sebelum quenching.
Baja karbon biasa (plain karbon steel) pada umumnya memiliki keterbatasan dalam hal
sifat-sifat (properties) yang dimilikinya, sehingga diperlukan suatu penggabungan (alloying)
dengan unsur-unsur lainnya. Penambahan unsur-unsur tersebut akan memperbaiki sifat-sifatnya.
Proses pemaduan baja pada umumnya lebih mahal dibandingkan dengan baja plain karbon.
Unsur-unsur paduan utama yang ditambahkan antara lain Mn, Ni, Cr, Mo, dan Tungsten (W).
Unsur-unsur lain yang kadang-kadang ditambahkan antara lain V, Co, B, Cu, Al, Sn, Ti, Nb.
Penambahan unsur-unsur tersebut pada diagram Fe-Fe3C keberadaannya perlu dilakukan
penyesuaian terhadap kandungan karbon, yang sering juga disebut sebagai carbon equivalent.
Tabel 1.2. menunjukkan komposisi paduan dari beberapa jenis baja paduan dan standar penamaan
menurut AISI-SAE.
15
Baja paduan tinggi (high alloy steels) memiliki sifat sangat keras dan kuat tetapi memiliki
keuletan yang rendah. Biasanya baja jenis ini digunakan pada kondisi yang telah dikeraskan
(hardened) dan di-temper, sehingga memiliki kekerasan yang masih tinggi dan ketahanan aus
yang baik, serta dapat berfungsi sebagai pisau potong yang sangat tajam. Peralatan potong (tools)
dan cetakan (die) terbuat dari baja karbon paduan tinggi, yang biasanya terdiri dari unsur Cr
(chromium), V (vanadium), W (tungten) dan Mo (molybdenum).
Penambahan unsur paduan menggeser temperatur eutektoid (semula adalah 723 OC) ke
temperatur yang lebih tinggi atau lebih rendah tergantung dari jenis unsurnya. Demikian juga
halnya dengan posisi titik eutektoid (pada awalnya sebesar 0,77% C) juga mengalami perubahan
dengan penambahan unsur paduan lainnya. Gambar 1.14 (a) dan (b) menunjukkan pengaruh
penambahan unsur paduan terhadap temperatur dan titik eutektoid pada diagram Fe-Fe3C.
Penggabungan antara paduan baja dan peroses perlakuan panas akan mendapatkan baja dengan
sifat-sifat yang dikehendaki meskipun sebagai konsekuensinya harganya akan lebih mahal.
Karena itu, perlu pertimbangan yang matang sebelum memilih material yang dikehendaki.
Gambar 1.14 (A) Pengaruh Unsur Paduan terhadap Gambar 1.14 (B) Pengaruh Unsur Paduan
Temperatur Eutektoid[1,2] terhadap Posisi Eutektoid[1,2]
16
Tabel 1.3 Jenis Pengujian Kekerasan Mateial
Kekuatan tarik dan kekerasan merupakan tanda ketahanan suatu logam terhadap deformasi
plastis, kecuali material tersebut diproses secara khusus misalnya pada perlakuan panas atau
pemaduan (alloying). Tabel 1.4. menunjukkan hubungan antara kekerasan Brinell (BHN) dengan
kekuatan tarik (TS). Konsekuensinya kekuatan berbanding lurus dengan kekerasan suatu material.
Untuk kebanyakan baja hubungan antara kekerasan Brinell (HB) dengan kekuatan tarik adalah:
17
Tabel 1.4 Hubungan antara BHN dengan TS
Proses identifikasi fasa yang terbentuk saat proses metalografi, dilakukan dengan cara
mengetahui proses apa yang sebelumnya dialami oleh material tersebut atau dengan melakukan
pengujian kekerasan secara mikro. Pengujian kekerasan mikro tersebut digunakan untuk
mengetahui kekerasan di fasa yang terbentuk. Prinsipnya sama dengan metode kekerasan biasa
tetapi dalam hal ini skalanya yang kecil. Gambar 1.15. adalah contoh alat uji keras mikro.
18
Gambar 1.15 Contoh Alat Uji Kekerasan Mikro (Micro Hardness)
Paduan Al yang tidak dapat diproses dengan perlakuan panas tidak dapat dilakukan penguatan
presipitat (precipitation-strengthened), tetapi dapat ditingkatkan kekuatannya dengan cara
pengerjaan dingin (cold work).
Paduan Al yang tidak dapat diproses perlakuan panas adalah dari grup:
- Paduan 1XXX: paduan yang memiliki kandungan Al min 99,00%, dan besi serta silikon
sebagai unsur utama pembentuk ketidakmurnian (impurities). Penambahan unsur Cu 0,12%
akan menaikkan kekuatannya.
19
- Paduan 3XXX: Mn adalah unsur paduan utama. Peningkatan kekuatan dilakukan dengan
larutan padat (solid-solutin strengthen). 3003 adalah paduan utama yang penting di dalam
kelompok ini dengan kekuatan tarik mencapai 16 ksi (110MPa).
- Paduan 5XXX: Mg adalah unsur paduan utama pada kelompok ini. Salah satu paduan yang
penting pada kelompok ini adalah 5052 yang terdiri dari 2,5% Mg dan 0,2% Cr. Pada
kondisi anil 5052 memiliki kekuatan tarik 28 ksi (193 MPa).
Pada umumnya paduan Al dibuat dengan cara dicor. Proses pengecoran yang umum
dilakukan pada paduan Al adalah pengecoran pasir (sand casting); pengecoran permanen
(permanent mould); pengecoran dengan cetakan tetap (die casting). Al paduan dibuat lebih dari
tiga ratus unsur yang dipadu untuk menghasilkan berbagai variasi paduan yang dikembangkan
oleh pabrik pembuatnya. Semua Al paduan yang dijual dipasaran mengandung unsur Fe dan Si
baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama untuk memberikan efek peningkatan pada sifat-
sifatnya (properties). Paduan unsur utamanya adalah seperti pada gambar 1.16. Penambahan Cu,
Mg, Mn, Si, dan Zn akan meningkatkan kekuatannya saat dikaitkan dengan proses perlakuan
panas atau pengerasan regangan (strain hardening) atau gabungan dari kedua proses tersebut.
Perbedaan yang jelas dapat dilihat pada struktur mikro Al, yang ditunjukkan pada Gambar 1.17
(a) dan (b).
Tabel 1.6 Kelompok Paduan Al Kasar (Wrought Alloys)[1,2]
Al, kandungan minimum 99.00%, atau lebih 1XXX
Paduan dengan unsur utama ; Cu 2XXX
Mn 3XXX
Si 4XXX
Mg 5XXX
Mg & Si 6XXX
Zn 7XXX
Elemen lainnya 8XXX
Unused series 9XXX
20
Gambar 1.16 Prinsip Pemaduan (Alloying) Unsur Lainnya di Dalam Al[3]
21
BAB II
PROSES METALOGRAFI
Objektif:
1. Mengenal prinsip-prinsip dasar metalografi
2. Mengenal peralatan yang dipakai pada proses metalografi
Metalografi adalah ilmu yang mempelajari struktur mikro suatu logam dan
karakteristiknya[6]. Metalografi sangat penting untuk mengetahui ukuran butir, distribusi fasa, dan
untuk mengetahui adanya inklusi (kotoran) dalam suatu logam. Hasil dari metalografi tersebut
akan menjadi acuan untuk menentukan suatu material telah sesuai dengan spesifikasi yang
diminta atau untuk mengetahui proses yang sudah dialami oleh material yang bersangkutan.
Faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan suatu proses metalografi menggunakan
mikroskop optik adalah persiapan permukaan spesimen yang akan dilihat. Ini adalah prinsip dasar
yang dilakukan oleh bapak metalografi Henry Clifton Sorby (1826 – 1908) yang adalah orang
pertama yang mendapatkan hasil polishing dan etsa yang benar dari suatu spesimen. Klasifikasi
dari metalografi ada 2 yaitu:
a. Makrografi (Macroexamination/Macroscopy/Macrography)
b. Mikrografi (Microexamination/Microscopy/Micrography)
Makrografi mempelajari struktur logam dan paduannya menggunakan mata telanjang atau
menggunakan lensa dengan perbesaran yang kecil sampai dengan 15 kali. Hasil pengamatannya
dinamakan makrostruktur. Tujuannya adalah untuk:
- Memunculkan ukuran, bentuk dan pengaturan butir kristal yang ada di dalam logam
- Memunculkan retakan yang mungkin ada selama proses fabrikasi logam
- Memunculkan serat/alur logam yang mengalami deformasi
- Memunculkan adanya pengkerutan (shrinkage), porositas dan lubang akibat adanya gas
yang terjebak saat proses pengecoran
- Mencari tahu penyebab kegagalan suatu komponen (part)
22
2.1 Persiapan Sampel
Sampel atau spesimen harus disiapkan dengan seksama dan secermat mungkin.
Pengambilan posisi yang akan diamati menjadi faktor penting dalam menentukan interpretasi
hasilnya. Proses perlakuan benda kerja/benda uji sebelum merupakan informasi yang penting
dalam menentukan sampel spesimen. Berikutnya adalah melakukan mounting. Tujuannya adalah
agar spesimen yang kecil tidak menyulitkan saat melakukan pengamplasan (sanding). Kemudian
proses pengamplasan, proses ini dimulai dari mesh yang paling kasar sampai dengan yang paling
halus secara bertahap. Yang perlu diperhatikan adalah saat pergantian kertas amplas ke nomor
yang lebih tinggi maka arah pengamplasannya juga harus diubah. Lamanya proses pengamplasan
setiap ukuran kertas amplas sangat tergantung dari jenis dan kekerasan material spesimen yang
diproses. Ukuran kertas amplas (grid size) yang umum digunakan adalah 60, 80, 120, 220, 320,
400, 600, 800 1000 dan 2500. Berikutnya adalah proses polishing, biasanya menggunakan cairan
alumina agar dihasilkan permukaan yang sangat halus menyerupai cermin (mirror like finish).
Lamanya proses polishing sangat tergantung dari jenis dan kekerasan material spesimen tersebut.
Terakhir adalah proses etsa (etching) dengan tujuan untuk memunculkan batas butir dan fasa yang
ada. Proses etsa ini menggunakan cairan khusus, sehingga memunculkan fasa atau batas butir yng
ingin dilihat. Berikut ini adalah beberapa jenis etsa dan pemakaiannya:
• NITAL (HNO3-asam nitrat dicampur dengan alkohol) 2 % atau NITAL 3 %. Ini adalah
jenis etsa yang umum dipakai untuk baja karbon dan paduannya. Proses pencelupannya
hanya beberapa detik (sekitar 15 detik).
• Asam pikrik (Picric acid) berupa campuran asam pikrik 4g dengan ethyl alcohol 100 ml.
Jenis ini juga dipakai untuk cairan etsa baja karbon dan paduannya. Proses pencelupannya
hampir sama dengan NITAL (sekitar 15 detik).
• Hydrofluoric acid berupa campuran HF (konsentrat) 0.5 ml dengan H2O 99.5 ml. Etsa ini
dipakai untuk material aluminium dan paduannya. Proses pencelupannya sekitar 15 detik.
Setelah proses di atas seluruhnya selesai baru dilakukan pengamatan di bawah mikroskop
optik untuk mendapatkan hasil yang diharapkan berikut interpretasinya. Alat utama yang dipakai
untuk melakukan pengambilan gambar pada proses metalografi adalah mikroskop optik.
Mikroskop optik secara umum dipakai untuk melihat:
a. Ukuran, bentuk dan distribusi dari berbagai fasa yang ada.
b. Menentukan ukuran butir dan distribusinya di dalam fasa.
c. Memperkirakan sifat-sifat mekanik dari material yang diuji.
d. Melihat adanya fasa kedua dan distribusinya akibat proses perlakuan panas.
e. Inklusi non metalik.
f. Segregasi dari unsur-unsur yang ada selama proses pengecoran.
g. Heterogenitas fasa dan unsur-unsur yang ada.
h. Ketidaknormalan struktur yang terbentuk.
i. Orientasi arah butir akibat proses pengerjaan (working process).
j. Pengaruh perlakuan panas terhadap material.
23
2.2 Peralatan yang Digunakan
Peralatan yang umum digunakan untuk proses metalografi adalah sebagai berikut:
24
berputar. Sedangkan proses pemolesan menggunakan cairan khusus, biasanya adalah alumina
(Al2O3). Mesin amplas dan poles biasanya menjadi satu kesatuan seperti Gambar 2.3. Apabila
pengamplasan dan pemolesan dilakukan bersamaan maka yang perlu diperhatikan adalah
bagian poles ditutupi dengan penutupnya supaya geram ataupun pasir yang ada di kertas
amplas tidak berpindah ke proses poles sehingga dapat menggores permukaan spesimen yang
sedang dipoles.
2.2.4 Etsa
Etsa berupa larutan yang berfungsi untuk memunculkan fasa dan atau batas butir. Larutan
ini berupa cairan kimia yang umumnya dicampur dengan aquades ataupun alkohol. Tabel 2.1.
menjelaskan perbedaan beberapa jenis cairan etsa. Khusus untuk baja biasanya digunakan
cairan Nital 2 % ataupun 3 %. Lamanya pencelupan spesimen ke dalam larutan etsa sangat
tergantung dari jenis spesimen dan proses yang telah dialami sebelumnya.
25
gambar struktur mikro yang harus diartikan sebagai fasa yang terbentuk. Gambar 2.4(c)
contoh struktur mikro polikristalin yang dihasilkan. Dengan menggunakan perangkat lunak
(software) yang spesifik dapat langsung diteruskan ke monitor.
Gambar 2.5. merupakan contoh mikroskop optik dan komponennya. Saat ini lensa untuk
melihat hasil pembesaran (eyepiece lens) telah dipindahkan ke layar monitor dengan
menggunakan perangkat lunak.
Keterangan gambar:
1. Eyepiece lens
2. Binocular head
3. Revolving objective lenses
4. Filter support
5. Truss
6. Subject-table
7. Condenser height adjustment
8. Condenser
9. Aperture adjustment
10. Condenser centralizer
11. Subject movement x- direction
12. Subject movement y- direction
13. Illumination aperture
14. Rough contrast adjustment
15. Fine contrast adjustment
16. Lamp housing
Gambar 2.5 Mikroskop Optik
26
2.3 Contoh Proses Metalografi
Baja S45C dengan proses pemanasan pada temperatur 850 OC, kemudian dicelup cepat
dengan media air. Sampel berukuran 12,3 mm x 12,3 mm dengan panjang 150 mm, dengan etsa
Nital 3 %. Posisi pengambilan sampel untuk dibuatkan mounting adalah seperti pada gambar 2.6
A
Gambar 2.6 Ilustrasi Pengambilan Spesimen
Hasil pengamatan adalah menggunakan foto makro dengan perbesaran 10x. Untuk melihat
perubahan warna yang terjadi kemudian dilakukan foto mikro (gambar 2.7).
A
C
27
• Bagian B bagian tengah dengan fasa perlit dan ferit dengan perbesaran 200x. Secara detail
dapat dilihat pada Gambar 2.9.
• Bagian C, bagian permukaan spesimen yang pertama kali bersentuhan dengan air,
perbesaran 500x. Terlihat fasa martensit yang sangat mendominasi. Secara detail dapat
dilihat pada Gambar 2.10.
28
BAB 3
PRAKTEK METALOGRAFI
Objektif:
1. Mengetahui alur proses metalografi.
2. Mengetahui mesin dan perlengkapan yang digunakan untuk proses metalografi.
3. Mengetahui tahapan tiap proses metalografi.
4. Mampu mengaplikasikan proses metalografi (Struktur Mikro).
Berikut adalah tahapan proses metalografi, seperti dijabarkan dalam Gambar 3.1 di bawah ini.
Cutting
Mounting
Etching
Grinding &
Polishing
Mikroskop Optik
Metalografi
Gambar 3.1 Alur Proses Metalografi
29
3.1. Proses Cutting
Dalam metalografi proses cutting adalah proses pemotongan material yang akan
dianalisis struktur mikro. Proses ini menggunakan mesin cutting seperti yang terlihat pada
Gambar 3.2.
30
i. Bersihkan area kerja pemotongan.
j. Bersihkan area pencekaman.
5. Deburring
a. Bersihkan sisa pemotongan yang tajam.
b. Debured dengan kikir/gerinda/amplas kasar.
c. Pastikan tidak terdapat lagi sisi tajam.
6. Material siap diproses mounting
a. Bersihkan material dengan air.
b. Keringkan dengan angin kompresor.
c. Material siap diproses mounting.
d. Agar tidak cepat berkarat, simpan material di plastik vakum (wrap)
31
3.2. Proses Mounting
Proses mounting adalah proses penambahan material (resin) pada material atau sample
untuk memudahkan dan mengamankan proses grinding dan polishing. Proses ini menggunakan
mesin cutting seperti yang terlihat pada Gambar 3.4.
32
Ilustrasi Proses Mounting:
33
3.3. Proses Grinding dan Polishing
Proses grinding dan polishing pada dasarnya adalah proses penghalusan permukaan pada
material untuk memudahkan observasi. Tujuan dalam proses penghalusan permukaan ini adalah
supaya permukaan sample yang akan diproses grinding dan polishing berada dalam kondisi
mirror like finish atau tidak ada goresan. Proses ini menggunakan mesin grinding dan polishing
seperti yang terlihat pada Gambar 3.6.
34
d. Pasang ring pengunci amplas.
e. Hidupkan mesin.
f. Lakukan proses pengamplasan
• Tekan material ke permukaan amplas.
• Pastikan posisi material sample dengan amplas tegak lurus.
g. Proses amplas mulai dari amplas (#) terendah sampai tertinggi
• #60, #80, #120, #240, #320, #400, #600, #800, #1000, #1200, #1500, #2500,
dan #4000.
h. Pada saat penggantian amplas lakukan pengulangan proses a sampai e.
i. Setiap penggantian amplas putar material sample 90° dari posisi semula
• Agar alur amplas berpotongan dan meratakan permukaan.
j. Setiap penggantian amplas bersihkan material sample dengan angin.
k. Setelah selesai matikan mesin.
l. Pengecekan hasil proses amplas dapat dilihat secara visual atau dibandingkan
dengan lampiran gambar makro struktur.
3. Persiapkan material sample dan mesin
a. Bersihkan material sample dengan angin.
b. Persiapkan cairan alumina untuk proses poles.
c. Bersihkan permukaan kain beludru atau pad poles pada mesin
• Bersihkan dengan air dan disikat.
• Pastikan permukaan pad poles tidak ada cacat atau kasar.
4. Proses polishing (poles) material sample
a. Nyalakan mesin.
b. Matikan aliran air
• Proses poles tidak menggunakan air tetapi menggunakan cairan alumina.
c. Lakukan proses poles
• Tempelkan material sample ke permukaan pad poles dengan sedikit tekanan.
• Perhatikan posisi material sample dengan pad poles tegak lurus.
• Putar material sample 90° dari posisi semula.
• Lakukan berulang sampai goresan amplas hilang sepenuhnya.
d. Setelah selesai matikan mesin.
e. Lakukan pembersihan material sample dengan sabun dan air.
f. Keringkan dengan angin atau air dryer.
g. Material sample siap untuk proses etsa.
35
Ilustrasi Proses Grinding dan Polishing:
36
Tabel 3.1 Struktur Makro setelah Proses Grinding dan Polishing
37
3.4. Proses Pembuatan Nital 2% dan Proses Etsa (Etching)
Proses etsa adalah proses yang bertujuan untuk memunculkan struktur mikro pada
logam atau material sample dengan menggunakan cairan etsa. Setiap jenis material logam
menggunakan cairan etsa yang berbeda-beda. Untuk besi dan baja secara umum, cairan etsa yang
digunakan adalah Nital 2 %. Cairan etsa Nital seperti pada Gambar 3.8, dihasilkan dari
pencampuran asam nitrat (HNO3) sebesar 2 % dengan Etanol sebesar 98 %.
Labu ukur
Pipet volume
Labu semprot
Bulb Botol pereaksi
Ethanol
38
Kebutuhan Peralatan:
1. Ruang Asam.
2. Labu ukur 250 ml.
3. Bulb.
4. Pipet volume 10 ml.
5. Labu semprot Ethanol.
6. Ethanol kandungan 96 %.
7. Nitric acid kandungan 65 %.
8. Botol pereaksi atau reagent 250 ml.
39
Ilustrasi Pembuatan Cairan Nital 2 %:
• Proses Etsa
Kebutuhan Peralatan:
1. Cawan Petri.
2. Cairan Nital 2 %.
3. Tempat Cuci Tangan atau Wastafel.
4. Sabun.
5. Aliran air.
6. Labu ukur 250 ml.
7. Angin kompresor.
8. Pengering Udara (Air Dryer).
Alat Pelindung Diri (APD):
1. Kacamata pengaman.
2. Masker.
3. Sarung tangan karet.
40
Tahapan Proses Etsa:
1. Persiapan peralatan dan APD
a. Bersihkan peralatan dan material sample.
b. Semprot dengan angin kompresor.
c. Keringkan dengan pengering udara.
2. Proses Etching material sample (besi dan baja paduannya)
a. Tuang nital 2% dalam cawan petri secukupnya.
b. Gunakan sarung tangan karet.
c. Buka keran air wastafel.
d. Celupkan permukaan material sample yang ingin diobservasi.
e. Pastikan seluruh area terlumuri oleh cairan nital.
f. Lakukan pencelupan selama ± 5 detik.
g. Cek visual material sample berubah buram dan warna keabu-abuan.
h. Angkat material sample bersihkan dengan air di wastafel.
i. Cuci material sample dengan sabun.
j. Matikan keran air wastafel.
k. Semprot dengan angin dan keringkan dengan pengering rambut.
l. Pastikan tidak ada butiran air menempel atau tersisa dan keseluruhan permukaan
kering.
3. Material sample siap diobservasi untuk pengecekan struktur mikro
a. Proses etching tersebut di atas adalah proses etching secara umum.
b. Untuk jenis material yang berbeda membutuhkan cairan etsa yang berbeda pula,
dapat dilihat pada Tabel 3.2.
41
Ilustrasi Proses Etching:
42
3.5. Mikroskop Optik
Mikroskop Optik adalah suatu alat yang digunakan untuk melakukan analisis melalui
pengamatan material, seperti struktur fasa, butir, orientasi butir, jarak atom, dislokasi, topografi,
perpatahan, dan sebagainya. Pada metalografi, secara umum yang akan diamati adalah dua hal
yaitu macrostructure (stuktur makro) dan microstructure (struktur mikro). Untuk struktur makro
menggunakan mikroskop stereo dengan perbesaran maksimal 50x, seperti yang terlihat pada
Gambar 3.12. Sedangkan untuk struktur mikro menggunakan mikroskop metalografi dengan
perbesaran 50x sampai 1000x, seperti yang terlihat pada Gambar 3.13.
43
• Pengamatan Struktur Mikro
Kebutuhan Peralatan:
1. Mikroskop metalografi
44
Tabel 3.3 Contoh Struktur Mikro – Raw Materials
45
Tabel 3.3 Contoh Struktur Mikro S45C – After Heat Treatment Process
46
Tabel 3.3 Contoh Struktur Mikro SKD 61 – After Heat Treatment Process
47
Daftar Pustaka:
1. Callister, William D, Material Science and Technology: An Introduction, John Wiley &
Son, Singapore, 2007.
2. Callister, William D, Jr, Fundametal of Materials Science and Engineering, 2nd edition,
John Wiley & Son, USA, 2005.
3. Metals handbook, Metallography and Microstructures, Volume 9, ASM International 2004
4. Smith, William F, Principles of Material Science and Engineering, 3th edition, McGraw-
Hill, Singapore, 1996.
5. http://sembach.com/uploads/images/brevier/bild18.gif
6. http://www.springerimages.com/img/Images/Springer/JOU=11661/VOL=2011.42/ISU=9/
ART=688/MediaObjects/MEDIUM_11661_2011_688_Fig26_HTML.jpg
7. http://www.springerimages.com/img/Images/Springer/JOU=11661/VOL=2011.42/ISU=11
/ART=749/MediaObjects/MEDIUM_11661_2011_749_Fig1_HTML.jpg
8. http://www.sfsa.org/tutorials/uplock/images/Grains.Jpg
9. http://ars.els-cdn.com/content/image/1-s2.0-S0043164804002364-gr11.jpg
10. http://www.buau.com.au/media/1045_2013.pdf, S45C.
11. http://www.bucanada.ca/media/W302Superior.pdf, SKD61.
12. http://www.buau.com.au/media/Cast_Iron_2013.pdf, Grey Cast Iron.
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
Lembar Kerja Mahasiswa
Form Laporan Praktikum
Nama : Material :
Nim : Dimensi :
Tanggal : Proses :
Sketsa Produk :
(TTD) “Tentukan dan buat ilustrasi titik pengukuran
kekerasan”
Hasil Test Kekerasan