Anda di halaman 1dari 4

ESSAY ARGUMENTATIF

Nama : Yasyah Rhida Baharsyah


Npm : 01202040088
Prodi : Manajemen R1b

Argumentatif
Pandangan Terhadap Perempuan, Penjajahan Serta Peranannya Hari Ini

Perempuan tidak pernah lepas dari isu kesetaraan gender. Berbagai kebijakan
atas apapun dianggap telah memasung hak perempuan, sehingga perempuan tidak
memperoleh jaminan kehidupan yang aman, serta tidak mampu mengembangkan
potensinya untuk berkarya. Hal inilah yang membuat berbagai macam gerakan yang
membela hak perempuan. Namun sayang, perlawanan yang dilakukan hanya sedikit
membuka mata dunia bahwa perempuan juga manusia yang memiliki hak untuk
memperoleh kehidupan yang lebih baik. Dimasa lalu, perempuan dijajah oleh
kesemena-menaan, namun pada saat ini perempun dijajah oleh banyaknya produk
fashion dan kosmetik yang sudah beredar luas di dunia saat ini.
Perempuan memiliki cerita tersendiri dalam panggung peradaban. Di balik
keagungannya, sejarah perempuan di beberapa belahan dunia menyimpan cerita yang
memilukan. Hal tersebutlah yang kemudian menjadi latar belakang beberapa tokoh
untuk memperjuangkan hak perempuan, yang umumnya dikenal dengan gerakan
feminism. Ki Hadjar Dewantara mengingatkan mengenai kodrat perempuan.
“Sebenarnya hidup perempuan itu semata-mata mengandung lambang kesempurnaan
hidup manusia di dunia. Dalam hidup perempuanlah kita lihat segala tanda-tanda dan
petunjuk atas wajib kita manusia hidup selaku makhluk Tuhan di dunia. Dalam hidup
perempuan dapatlah kita insafi firman Tuhan atas hidup kita” (Ki Hajar Dewantara,
1928). Namun, kodrat perempuan tersebut sering disalah artikan, sehingga kehidupan
perempuan seolah-olah tidak berarti dan sangat terbatas hingga tidak ada kesempatan
untuknya untuk dapat mengembangkan potensinya.
Pada peradaban masa lalu, kisah tentang perempuan berada pada bagian yang
memilukan. Di beberapa wilayah dan kebudayaan bangsa, perempuan seolah-olah
berada pada kasta yang rendah hingga dapat dikuasai dan diperlakukan semena-mena.
Potret memasung hak perempuan masih terjadi di kebudayaan bangsa lain, seperti
pada budaya Jawa. Perempuan di Jawa seolah-olah tidak diperkenankan memiliki
wawasan yang luas dalam bidang keilmuan, wawasan yang perlu diketahui
perempuan Jawa hanyalah seputar kehidupan berumah tangga. Kartini menceritakan
kondisinya pada saat usianya menginjak 12 tahun dengan sudut pandang orang ketiga
yang dipaksa keluar dari sekolah untuk menjalani prosesi pingitan (Toer, 2003: 67).

Di belahan bumi yang lain, dapat ditemukan perempuan-perempuan yang


memiliki kesempatan menggali potensi dirinya dan muncul berbagai gerakan yang
mengutuk diskriminasi terhadap perempuan dan meminta adanya penyetaraan hak
antara perempuan dan laki-laki. Gerakan yang membela kaum perempuan ini,
umumnya dikenal dengan gerakan feminisme. Feminisme digaungkan dengan
harapan dapat membuka mata dunia, bahwa ada makhluk bernama perempuan yang
memiliki hak hidup yang sama dengan laki-laki. Sehingga diskriminasi dan tindakan
semena-mena terhadap perempuan harus dihilangkan. Perempuan perlu diberi hak
dan kesempatan yang sama untuk dapat berpartisipasi dalam kemajuan dunia,
perempuan perlu diberi kesempatan untuk menimba ilmu dan berkarya.

Sebagaimana yang telah dikemukakan, gerakan feminisme ada karena


terjadinya penjajahan terhadap kehidupan perempuan. Sehingga banyak perempuan
yang tidak dapat menempuh pendidikan dan tidak mampu mengembangkan potensi
dirinya. Pada saat ini, isu kesetaraan gender masih terus digaungkan karena di
sejumlah negara masih belum menjamin kesetaraan hak laki-laki dan perempuan. “Di
banyak negara, sistem hukum nasional belum menjamin kesetaraan kedudukan
perempuan dan laki-laki. Perempuan harus sering lebih lama dari laki-laki dalam
sehari dan banyak karya mereka yang belum dihargai, diakui dan memperoleh
apresiasi yang sangat rendah. Selain itu, masih banyak perempuan yang mengalami
ancaman kekerasan dari sejak lahir sampai akhir hayat (Hermawati, et.al., 2006: 77).
Banyak negara yang memberikan kewenangan pada perempuan untuk dapat
mengembangkan potensi dan mengukir karyanya . Melalui hal ini, perempuan perlu
mengevaluasi eksistensinya. Karena sebenarnya yang menjajah perempuan bukanlah
kekangan laki-laki atau kebijakan yang berlaku, melainkan perempuan telah diserang
oleh gaya hidup dengan segala produknya. Gencarnya berbagai produk dan gaya
hidup masyarakat khas kota yang menyerang perempuan dapat terjadi karena
bergesernya paradigma masyarakat mengenai sosok perempuan.

Dewi Candaningrum, seorang redaktur dari Jurnal Perempuan pernah


mengutarakan bahwa, “pada abad modern, pandangan masyarakat atas tubuh dan
seksualitas telah bergeser. Perempuan dijajah di mal dan supermarket. Kecantikan
mereka didikte oleh produk kosmetik dan fashion, bukan diukur dari integritas dan
karya”. Melalui kutipan tersebut dapat dipahami bahwa, perempuan masih dijajah
sampai saat ini. Namun, bentukan penjajahannya telah berubah. Secara sadar atau
tidak sadar, perempuan lebih menghargai kecantikan, sehingga ia membiarkan dirinya
dijajah oleh fashion.

Soe Hok Gie sebagai salah satu aktivis pernah menyatakan bahwa apabila
yang dipikirkan perempuan hanyalah baju dan kecantikan, maka perempuan akan
selalu ada di bawah laki-laki. Karena jika hal prioritas bagi perempuan hanyalah
produk fashion dan kosmetik, maka keleluasaan yang diberikan pada perempuan,
tidak akan digunakan untuk mengembangkan potensinya dan menciptakan karya,
melainkan perempuan akan terjebak ke dalam hal yang sebenarnya merendahkan juga
posisinya. Perempuan beranggapan, akan semakin dihargai bila dirinya cantik dan
modis, bukan perempuan yang mampu memiliki peran dan pengaruh pada lingkungan
atas sikap dan karyanya. Pada akhirnya, gerakan feminisme yang digaungkan menjadi
salah diartikan. Perempuan diberikan ruang publik, justru bukan untuk
mengembangkan dirinya melainkan digunakan untuk memenuhi kebutuhan fashion
dan kosmetiknya, untuk mempercantik dirinya. Seharusnya perempuan dapat
memanfaatkan keleluasaan di ruang publik yang diberikan padanya untuk berkarya.
Pada saat ini telah banyak juga perempuan yang menggunakan haknya dengan
bijaksana. Perempuan dengan jenjang pendidikan tinggi, telah mampu berperan serta
dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Walaupun jumlahnya masih lebih
rendah, namun telah banyak perempuan yang mampu menunjukkan prestasinya
dalam bidang yang ditekuninya. Ketepatan perempuan dalam memanfaatkan haknya
secara maksimal, yang ditunjukkan dengan karya yang dihasilkannya, telah
memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Hal ini tentu saja perlahan-lahan akan
membuka mata publik mengenai hak perempuan yang masih dipasung atas nama
sosial budaya ataupun agama yang disalah artikan..

Perempuan hari ini sudah semestinya memahami kodratinya dengan lebih


objektif. Kemudian yang perlu dilawan adalah kesempatan untuk mengembangkan
potensi diri dan menghasilkan karya. Sudah semestinya, hak yang diberikan pada
perempuan digunakan untuk berkarya dan menghasilkan manfaat bagi masyarakat
sekitar, dengan tidak melupakan kodratnya sebagai guru utama bagi anak-anaknya
dan juga penjaga keluarga agar tetap berada dalam naungan kasih sayang.

Anda mungkin juga menyukai