BLOK MPT b1
BLOK MPT b1
Daftar Isi...................................................................................................................1
Skenario....................................................................................................................2
Kata Sulit..................................................................................................................2
Pertanyaan................................................................................................................2
Jawaban....................................................................................................................2
Hipotesis...................................................................................................................3
Sasaran Belajar ...............................................................................................…….3
1. Memahami dan menjelaskan penyakit autoimun…………………………………8
1.1 Definisi Autoimun…………………………………………….......................8
1.2 Klasifikasi………………………………..........…………………………......8
1.3 Mekanisme…...……………………………...................................................11
2. Memahami dan Menjelaskan SLE……………………………………………….13
2.1 Definisi SLE……………………………………………………………........13
2.2 Etilogi SLE…………………………………………………………………..13
2.3 Epidemiologi SLE …………….......................................................................15
2.4 Patofisiologi dan patigenesis SLE……………………………………………15
2.5 Manifestasi klinik SLE………...….……………………….............................17
2.6 Diagnosis dan diagnosis banding SLE……….…………................................20
2.7 Tatalaksana dan pencegahan SLE…………………………………................22
2.8 Komplikasi SLE……………………………………………………………...30
2.9 Prognosis SLE………………………………………………………………..31
3. Memahami dan menjelaskan pemeriksaan laboratorium untuk penyakit
autoimun…………………………………………………………………………31
4. Memahami dan menjelaskan pandanga islam tentang sabar menghadapi cobaan...32
Daftar pustaka………………………………………………………………………..34
1
SKENARIO 3
RONA MERAH DI PIPI
2
KATA-KATA SULIT
3
PERTANYAAN
4
JAWABAN
5
HIPOTESISI
Autoimin adalah respon imun terhadap antigen jaringan disebabkan oleh mekanisme
normal yang gagal berperan untuk mempertahankan sel B, sel T atau kedunya.
Terdapat beberapa jenis yaitu lupus ( SLE, DLE, lupus karenan obat-obtanan ,
neonatal) salah satu jenis penyakit lupus adalah SLE yang disebabkan oleh beberapa
faktor . dari pemeriksaan fisik dapat ditemukan gejala seperti malar rash, sariawan,
nyeri pada persendian, konjungtiva pucat, suhu subfebris, pada pemeriksaan
laboratorium ditemukan anemia leukopeni dana ANA postif. SLE dapat ditangani
dengan pemberian obat golongan steroi . SLE dapat menyebabkan beberapa
komplikasi sampai kematian.
6
SASARAN BELAJAR
LO.1.Memahami dan menjelaskan penyakit autoimun
1.1. Definisi
1.2. Klasifikasi
1.3. Mekanisme
LO.2. Memahami dan menjelaskan Sistemik Lupus eritematosus
2.1. Definisi
2.2. Etiologi
2.3. Epidemiologi
2.4. Patofisiologi dan patogenesis
2.5. Manifestasi klinik
2.6. Diagnosis dan Diagnosis banding
2.7. Tatalaksana dan pencegahan
2.8. Komplikasi
2.9. Progmosis
LO.3. Memahami dan menjelaskan pemeriksaan laboratorium untuk penyakit
autoimun
LO.4. Memahamai dan menjelaskan pandangan islam sabar menghadapi suatu cobaan
7
1.1. Definisi
Autoimun adalah respons imun terhadap antigen jaringan sendiri yang disebabkan
oleh mekanisme normal yang gagal berperan untuk mempertahankan self- tolerance
sel B, sel T, atau keduanya. Penyakit autoimun adalah kerusakan jaringan atau
gangguan fungsi fisiologis yang ditimbulkan oleh respons autoimun
(Baratawidjaja, 2014)
1.2. Klasifikasi
a) Menurut organ
Penyakit Autoimun Organ-Specific
Penyakit autoimun yang melibatkan kerusakan seluler terjadi ketika sel
limfosit atau antibodi berikatan dengan antigen membran sel, sehingga
menyebabkan lisis ataupun respon inflamasi pada organ terkait. Lama
kelamaan, struktur sel yang rusak itu diganti oleh jaringan penyambung (scar
tissue), dan fungsi organnya menurun.
Penyakit Autoimun Sistemik (non organ specific)
Pada penyakit autoimun sistemik, respon imunnya diarahkan kepada
banyak antigen target, sehingga melibatkan banyak jaringan dan organ.
Penyakit ini disebabkan oleh kerusakan pada regulasi imun, sehingga
menyebabkan munculnya sel T dan sel B yang hiperaktif. Kerusakan jaringan
terjadi di banyak bagian tubuh. Kerusakan tersebut dapat disebabkan oleh cell-
mediated immune respone maupun direct cellular damage.
Infertilitas Aglutinasi
Sperma Sperma
laki immunofluorescen
Kulit
Virtiligo Melanosit Immunofluorescen
persendian
Kulit
Non- Rheumatoid IgG-latex
Ginjal IgG
organ arthritis Aglutination
Sendi
spesifik
DNA DNA
Sendi
SLE RNA RNA
Organ
nucleiprotein latex Aglutination
8
b) Menurut Mekanisme
1. Penyakit autoimun melalui antibodi
9
a. Lupus Erimatosus Sistemik (LES)
b. Artritis rheumatoid
c. Sicca complex
d. Sindrom Goodpasture
e. Anemia pernisiosa
f. Rheumatic fever atau demam reuma
g. Sindrom paska perikardiotomi dan sindrom paska infark miokard
h. Sklerodema
i. ITP (trombositopenia idiopatik)
j. Penyakit bulosa
10
pasien rentan terhadap fluktuasi
kadar gula darah
Tiroiditis kronis (tiroiditis Hashimoto) Penyakit tiroid yang terutama
mengenai wanita antara usia 30-5-
tahun
Gambaran klinis dan patologis
menunjukkan kelenjar tiroid yang
dapat membesar (goiter) dengan
konsistensi yang kenyal atau keras
Polimiositis-dermatomiositis Merupakan penyakit inflamasi akut
dan kronis dari otot-otot (polimiositis)
yang sering mengenai kulit
(dermatomiositis)
(Baratawidjaja, 2014)
1. Sequestered Antigen
Adalah antigen sendiri yang karena letak anatominya tidak terpajan dengan
sel B atau sel T dari sistem imun. Pada keadaan normal, sequestered antigen
dilindungi dan tidak ditemukan untuk dikenal sistem imun.
Perubahan anatomi dalam jaringan seperti inflamasi (sekunder oleh infeksi,
kerusakan iskemia/ trauma) dapat memajankan sequestered antigen dengan
sistem imun yang tidak terjadi pada keadaan normal. Contohnya protein lensa
intraokular, sperma, dan MBP.
11
2. Gangguan Presentasi (kemiripan molekular)
12
3. Ekspresi MHC-II yang Tidak Sesuai
Pada orang sehat, sel B mengekspresikan MHC-I yang lebih sedikit dan tidak
mengekspresikan MHC-II sama sekali. Namun pada penderita dengan IDDM
ekspresi MHC-I dan MHC-II denga kadar tinggi. Contoh lain pada penderita
Grave yang mengekspresikan MHC-II pada membran.
Ekspresi MHC-II Yng tidak pada tempatnya itu yang biasanya diekspreskan
pada APC dapat mensensitasi sel Th terhadap peptida yang berasal dari sel B/
tiroid dan mengaktifkan sel B/Tc/Th1 terhadap self antigen.s
Kerusakan pada penyakit autoimun terjadi melalui antibodi (tipe II dan III), tipe
IV yang mengaktifkan sel CD4+ /sel CD8+ kerusakan organ dapat juga terajdi
melalui autoantibodi yang mengikat tempat fungsional self antigen seperti
reseptor hormon, reseptor neurotransmitor, dan protein plasma. Autoantibodi
tersebut dapat menyerupai /menghambat efek ligan endogen untuk self protein
yang menibulkan gangguan fungsi tanpa terjadinya inflamasi/ kerusakan jaringan
fenomena ini terliha pada penyakit autoimunitas endokrin dengan autoantibodi
yang menyerupai/ menghambat efek hoormon seperti TSH, yang menimbulkan
aktifitas berlebihan/ kurang dari tiroid.
(Baratawidjaja, 2014)
2.2. Etiologi
1. Genetik:
a. Sering pada anggota keluarga dan saudara kembar monozigot (25%) dibanding
kembar dizigotik (3%), berkaitan dengan HLA seperti DR2, DR3 dari MHC
kelas II.
b. Individu dengan HLA DR2 dan DR3 risiko 2-3 kali dibanding dengan HLA
DR4 dan HLA DR5.
c. Gen HLA diperlukan untuk proses pengikatan dan presentasi antigen, serta
aktivasi sel T.
d. Haploptip (pasangan gen yang terletak dalam sepasang kromosom yang
menetukan ciri seseorang), HLA menggangu fungsi sistem imun yang
menyebabkan peningkatan autoimunitas.
13
Penemuan terakhir menyebutkan tentang gen dari kromosom 1. Hanya 10%
dari penderita yang memiliki kerabat (orang tua maupun saudara kandung) yang
telah maupun akan menderita lupus. Statistik menunjukkan bahwa hanya sekitar
5% anak dari penderita lupus yang akan menderita penyakit ini.
2. Defisiensi komplemen
a. Defisiensi C3 / C4 jarang pada yang manifestasi kulit dan SSP.
b. Defisiensi C2 pada LES dengan predisposisi genetik.
c. 80% penderita defisiensi komplemen herediter cenderung LES.
d. Defisiensi C3 menyebabkan kepekaan tehadap infeksi meningkat, yang akan
menyebabkan predisposisi penyakit kompleks imun.
e. Defisiensi komplemen menyebabkan eliminasi kompleks imun terhambat,
menaikkan jumlah kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi lebih lama, lalu
mengendap di jaringan yang menyebabkan berbagai macam manifestasi LES.
3. Hormon
a. Estrogen : imunomodulator terhadap fungsi sistem imun humoral yang akan
menekan fungsi sel Ts dengan mengikat reseptor menyebabkan peningkatan
produksi antibodi.
b. Androgen akan induksi sel Ts dan menekan diferensiasi sel B (imunosupresor).
c. Imunomodulator adalah zat yang berpengaruh terhadap keseimbangan sistem
imun.
d. 3 jenis imunomodulator :
Imunorestorasi
Imunostimulasi
Imunosupresi
4. Autoantibodi
Tabel Autoantibodi Patogenik pada SLE
Antigen Spesifik Prevelensi (%) Efek Klinik Utama
NMDA = N-methyl-D-aspartate
14
5. Lingkungan
a. Bakteri atau virus yang mirip antigen atau berubah menjadi neoantigen.
b. Sinar UV akan meningkatkan apoptosis, pembentukan anti DNA kemudian
terjadi reaksi epidermal lalu terjadi kompleks imun yang akan berdifusi keluar
endotel setelah itu terjadi inflamasi.
Faktor fisik/kimia
Amin aromatic
Hydrazine
Obat-obatan (prokainamid, hidralazin, klorpromazin, isoniazid, fenitoin,
penisilamin
Merokok
Pewarna rambut
Sinar ultraviolet (UV)
Faktor makanan
Agen Infeksi
Retrovirus
DNA bakteri/endotoksin
2.3. Epidemiologi
Insidens Systemic Lupus Erythomatosus(SLE) per tahun di Amerika
Serikat tercatat sekitar 5,1 kasus per 100.000 penduduk, sedangkan prevalensinya
mencapai 52 kasus per 100.000 penduduk (laki-laki : perempuan = 9-14 : 1). Belum
terdapat data epidemiologi SLE yang mencakup semua wilayah Indonesia. Data
tahunan 2002 di RSUP Cipto Mangkunkusumo (RSCM) jakarta, didaptakan 1,4%
kasus SLE dari total kunjungan pasien di poliklinik Reumatologi Penyakit Dalam,
sementara di RS Hasan Sadikin Bandung terdapat 291 pasien SLE atau 10.5% dari
total pasien yang berobat ke poliklinik reumatologi selama tahun 2010. Dalam 30
tahun terakhir, SLE telah menjadi salah satu penyakit reumatik utama di
dunia.Prevalensi SLE diberbagai negara sangat bervariasi.Prevalensi pada berbagai
15
populasi yang berbeda-beda bervariasi antara 2.9/100.000 - 400/100.000.SLE lebih
sering ditemukan pada rastertentu seperti bangsa Negro, Cina, dan mungkin juga
Filipina. Penyakit ini dapat ditemukan pada semua usia , tetapi paling banyak pada
usia 15-40 tahun (masa reproduksi).Frekuensi pada wanita dibandingkan dengan
frekuensi pada pria berkisar antara (5,5-9):1.
Di Indonesia sendiri jumlah penderita SLE secara tepat belum diketahui tetapi
diperkirakan sama dengan jumlah penderita SLE di Amerika yaitu 1.500.000 orang
(Yayasan Lupus Indonesia). Berdasarkan hasil survey, data morbiditas penderita SLE
di RSU Dr. Soetomo Surabaya selama tahun 2005 sebanyak 81 orang dan prevalensi
penyakit ini menempati urutan keempat setelah osteoartritis, reumatoid artritis,
dan low back pain. Di RSU Dr. Saiful Anwar Malang, penderita SLE pada bulan
Januari sampai dengan Agustus 2006 ada 14 orang dengan 1 orang meninggal dunia.
16
menyebabkan aktivasi komplemen yang menghasilkan subtansi penyebab
timbulnya reaksi radang.
Bagian yang penting dalam patogenesis ini ialah terganggunya mekanisme
regulasi yang dalam keadaan normal mencegah automunitas patologis pada
individu yang resisten.
Onset penyakit dapat spontan atau didahului oleh faktor presipitasi seperti
kontak dengan sinar matahari, infeksi virus/bakteri, obat misalnya golongan sulfa,
penghentian kehamilan dan trauma fisis/psikis. Setiap serangan biasanya disertai
gejala umum yang jelas seperti demam, malaise, kelemahan, nafsu makan
berkurang, berat badan menurun dan iritabilitas. Yang paling menonjol ialah
demam, kadang-kadang disertai menggigil.
Gejala yang paling sering pada SLE pada sistem muskuloskeletal, berupa
arthritis atau artralgia (93%) dan acapkali mendahului gejala-gejala lainnya. Yang
paling sering terkena adalah sendi interfalangeal proksimal diikuti oleh lutut,
pergelangan tangan, metakarpofalangeal, siku dan pergelangan kaki, sering terkena
adalah kaput femoris.
Patogenesis
Kerusakan organ pada SLE didasari oleh reaksi imunologi. Proses diawali
dengan faktor pencetus yang ada di lingkungan, dapat pula infeksi, sinar ultraviolet
atau bahan kimia. Cetusan ini menimbulkan abnormalitas respons imun di dalam
tubuh yaitu:
1. Sel T dan B menjadi otoreaktif
2. Pembentukan sitokin yang berlebihan
3. Hilangnya regulator kontrol pada sisitem imun, antara lain:
Hilangnya kemampuan membersihkan antigen di kompleks imun maupun
sitokin di dalam tubuh
Menurunnya kemampuan mengendalikan apoptosis
Hilangnya toleransi imun sel T mengenali molekul tubuh sebagai antigen
karena adanya mimikri molekul
17
Akibat proses tersebut , maka terbentuk berbagai macam antibodi di dalam tubuh
yang disebut sebagai autoantibodi. Selanjutnya antibodi-antibodi yang membentuk
kompleks imun, kompleks imun tersebut terdeposisi pada jaringan/organ yang
akhirnya menimbulkan gejala inflamasi atau kerusakan jaringan.
Antibodi-antibodi yang terbentuk pada SLE sangat banyak, antara lain
Antinuclear antibodi (ANA), anti double staranded DNA (ds DNA), anti-ss A (Ro),
anti-ss B (La), antiribosomal P antibody, anti Sm, sd-70.
Selain itu hilangnya kontrol sistem imun pada patogenesis lupus juga diduga
berperan pada timbulnya gejala klinis pada SLE.
(Suarjana N, 2014)
18
Mirip poliarteritis nodosa
Papulo nodular musinosis
Mirip penyakit degos
Mirip penyakit atropi blanche
Livedo retikularis
2. Tromboplebitis
Fenomena Reynaud’s
Eritromelalgia
3. Lesi lupus non spesifik bentuk bulosa
Epidermolisis bullosa didapat
Dermatitis herpetiformis mirip lupus bullosa
Eritematosus pemfigus
Porfiria kutanea tarda
4. Urtikaria
5. Vaskulopati
6. Anetoderma atau kutis laxa
7. Akantosis nigrikan ( resistensi insulin tipe B )
8. Periungal talangiektasia
9. Eritema multiformis
10. Ulkus kaki
11. Liken planus
12. Aloplesia (non scarring) “rambut lupus” Telogen efluvium Aloplesia areata
13. Sklerodaktili
14. Nodul reumatoid
15. Kalsinosis kutis
b. Manifestasi pada muskuloskeletal
Artritis yaitu terlibatnya sendi baik atralgia maupun artritis, keduanya sering
timbul pada pada awal penyakit dan merupakan gejala klinik yang tersering
pada penderita dengan LES aktif.
Miositis dan mialgia yaitu rasa sakit pada otot penderita LES dikenal sebagai
mialgia bila pada pemeriksaan enzim creatinin phospokinase (CPK) dalam
batas normal, sedangkan miositis bila terjadi kenaikan enzim creatinin
phospokinase, hal ini sering kali sulit dibedakan dengan kelainan otot karena
fibromialgia yang disebabkan karena depresi.
c. Manifestasi pada ginjal
Nefritis lupus, proteinuria atau silinder eritrosit atau granular pada
pemeriksaan sedimen urin, hematuripiuria tanpa gejala, kenaikan serum
ureum-kreatinin dan hipertensi
d. Manifestasi neuropsikiatrik
Manifestasi yang tersering ialah sakit kepala, gangguan psikiatri dan gangguan
kognitif
Kelaianan neurologik pada penderita LES dibagi menjadi dua yaitu
1. Sistem saraf pusat : nyeri kepala yang tidak hilang-hilang dan tidak responsif
dengan analgesia narkotik.bingung gangguan mood, cemas, cerebro vascular
accident, mielopati, gangguan gerak, sindrom demielinisasi,psikosis, kejang
meningitis aseptik
19
2. Sistem saraf perifer : neuropati kronial, poli neuropati, plexopati, sindrim
Guillen Barre, miastania gravis, gangguan saraf otonom.
e. Manifestasi psikiatrik
Perubahan perilaku, insomnia, delirum, psikosis dan depresi
f. Manifestasi gastrointestinal
Kelainan esofagus, vaskulitis mesentrika, radang pada usus, pankreatitis,
hepatitis, peritonitis dan nyeri abdomen.
g. Manifestasi hepar
Hepatitis kronik aktif, hepatitis granulomatosa, hepatitis kronik persisten dan
steatosis
h. Manifestasi pada sistem hematologik
Sitopenia,anemia,trombositopenia,limfopenia, leukopenia, neuropeni
i. Manifestasi pada paru
Pleuritis : nyeri dada, batuk, sesak napas, demam, efusi pleura, pneumonitis,
perdarahan paru, emboli paru, dan hipertensi pulmonal.
j. Manifestasi kardiovaskular atau jantung
Gangguan perikardium , miokardium , sistem kelestrikan jantung, katup
jantung dan pembuluh darah nya
Perikaditis baik penebalan atau efusi takikardi, sesak nafas, nyeri jika
berbaring, suara jantung melemah
Gangguan miokardium
Miokarditis yaitu disfungsi ventrikel penyakit jantung iskemik, aritmia,
gangguan konduksi blok jantung serta adanya kardio megali endokarditis
mengenai katup jantung berupa steanosis dan insufisuensi. Cepat lelah, sesak,
takikarsi, dyspneu d’effort, paroximal noctunal dyspneu, ada tidaknya gagal
jantung kongestif seperti jugular venous pressure meningkat, edema dan bising
jantung.
k. Manifestasi vaskulitis
Peradangan pada pembuluh darah, histopatologik, dan kriteria arteriografi,
purpura, papula, urtikaria, plakat, ulkus
l. Fenomena raynaud’s
Pengaturan kontrol neuroendotelial yang abnormal pada tonus vaskular dan
adanya ulserasi nekrotik, gangren jari-jari atau infark pada kulit.
20
Kriteria Definisi
21
pada ≥ 1 pemeriksaan
Limfopenia → < 1500/mm3
pada ≥ 2 pemeriksaan
Trombositopenia → <
100.000/mm3
intervensi obat
22
berbagai macam manifestasi klinis yang dapat terjadi, tingkat keparahan penyakit
yang berbeda-beda sehingga penderita dapat memahami dan mengurangi rasa
cemas yang berlebihan. Pada wanita usia reproduktif sangat penting diberikan
pemahaman bahwa bila akan hamil maka sebaiknya kehamilan direncanakan saat
penyakit sedang remisi, sehingga dapat mengurangi kejadian flare up dan risiko
kelainan pada janin maupun penderita selama hamil.
2. Dukungan sosial dan psikologis.
Hal ini bisa berasal dari dokter, keluarga, teman maupun mengikut sertakan peer
group atau support group sesama penderita lupus. Di Indonesia ada 2 organisasi
pasien Lupus, yakni care for Lupus SD di Bandung dan Yayasan Lupus Indonesia
di Jakarta. Mereka bekerjasama melaksanakan kegiatan edukasi pasien dan
masyarakat mengenai lupus. Selain itu merekapun memberikan advokasi dan
bantuan finansial untulk pasienyang kurang mampu dalam pengobatan.
3. Istirahat
Penderita SLE sering mengalami fatigue sehingga perlu istirahat yang cukup,
selain perlu dipikirkan penyebab lain seperti hipotiroid, fibromialgia dan depresi.
4. Tabir surya
Pada penderita SLE aktifitas penyakit dapat meningkat setelah terpapar sinar
matahari, sehingga dianjurkan untuk menghindari paparan sinar matahari yang
berlebihan dan menggunakan tabir surya dengan SPF > 30 pada 30-60 menit
sebelum terpapar, diulang tiap 4-6 jam.
5. Monitor ketat
Penderita SLE mudah mengalami infeksi sehingga perlu diwaspadai bila terdapat
demam yang tidak jelas penyebabnya. Risiko infeksi juga meningkat sejalan
dengan pemberian obat immunosupresi dan kortikosteroid. Risiko kejadian
penyakit kejadian kardiovaskuler, osteoporosis dan keganasan juga meningkat
pada penderita SLE, sehingga perlu pengendalian faktor risiko seperi merokok,
obesitas, dislipidemia dan hipertensi.
Farmakologis
Terapi Imunomodulator
1. Siklofosfamid
Merupakan obat utama pada gangguan sistem organ yang berat, terutama
nefropati lupus. Pengobatan dengan kortikosterod dan siklofosfamid (bolus iv 0,5-1
gram/m2) lebih efektif dibanding hanya kortikosteroid saja, dalam pencegahan
sequele ginjal, mempertahankan fungsi ginjal dan menginduksi remisi ginjal.
Manifestasi non renal yang efektif dengan siklofosfamid adalah sitopenia, kelainan
sistem saraf pusat, perdarahan paru dan vaskulitis.
Pemberian per oral dengan dosis 1-1,5 mg/kgBB dapat ditingkatkan sampai 2,5-
3 mg/kgBB dengan kondisi neutrofil > 1000/mm3 dan leukosit > 3500/mm3.
Monitoring jumlah leukosit dievaluasi tiap 2 minggu dan terapi intravena dengan
dosis 0,5-1 gram/m2 setiap 1-3 bulan.
Efek samping yang sering terjadi adalah mual, muntah, kadang dapat
ditemukan rambut rontok namun hilang bila obat dihentikan. Leukopenia dose-
dependent biasanya timbul setelah 12 hari pengobatan sehingga diperlukan
penyesuaian dosis dengan leukosit.Risiko terjadi infeksi bakteri, jamur dan virus
terutama Herpes zoster meningkat. Efek samping pada gonad yaitu menyebabkan
kegagalan fungsi ovarium dan azospermia.Pemberian hormon Gonadotropin
releasing hormone atau kontrasepsi oral belum terbukti efektif. Pada penderita SLE
23
dengan nefropati lupus yang mengalami kehamilan obat golongan ini sebaiknya
dihindarkan.
3. Azathioprine
Azathioprine adalah analog purin yang menghambat sintesis asam nukleat
dan mempengaruhi fungsi imun seluler dan humoral.Pada SLE obat ini digunakan
sebagai alternatif siklofosfamid untuk pengobatan lupus nefritis atau sebagai steroid
sparing agent untuk manifestasi non renal seperti miositis dan sinovitis yang
refrakter. Pemberian mulai dengan dosis 1,5 mg/kgBB/hari, jika perlu dapat
dinaikkan dengan interval waktu 8-12 minggu menjadi 2,5-3 mg/kgBB/hari dengan
syarat jumlah leukosit > 3500/mm3 dan metrofil > 1000. Jika diberikan bersamaan
dengan allopurinol maka dosisnya harus dikurangi menjadi 60-75%.Efek samping
yang terjadi lebih kuat dibanding siklofosfamid, yang biasanya terjadi yaitu supresi
sumsum tulang dan gangguan gastrointestinal.Azathioprine juga sering dihubungkan
dengan hipersensitifitas dengan manifestasi demam, ruam di kulit dan peningkatan
serum transaminase.Keluhan biasanya bersifat reversibel dan menghilang setelah
obat dihentikan. Oleh karena dimetabolisme di hati dan dieksresikan di ginjal maka
fungsi hati dan ginjal harus diperiksa secara periodik. Obat ini merupakan pilihan
imunomodulator pada penderita nefropati lupus yang hamil, diberikan dengan dosis
1-1,5 mg/kgBB/hari karena relatif aman.
4. Leflunomide (Arava)
Leflunomide merupakan suatu inhibitor de novo sintesis pyrimidin yang
disetujui pada pengobatan rheumatoid arthritis. Beberapa penelitian telah
melaporkan keuntungan pada pasien SLE yang pada mulanya diberikan karena
ketergantungan steroid.Pemberian dimulai dengan loading dosis 100 mg/hari untuk 3
hari kemudian diikuti dengan 20 mg/hari.
5. Methotrexate
Methotrexate diberikan dengan dosis 15-20 mg peroral satu kali seminggu,
dan terbukti efektif terutama untuk keluhan kulit dan sendi.Efek samping yang biasa
terjadi adalah peningkatan serum transaminase, gangguan gastrointestinal, infeksi
dan oral ulcer, sehingga perlu dimonitor ketat fungsi hati dan ginjal. Pada penderita
SLE dengan nefropati lupus yang mengalami kehamilan obat golongan ini sebaiknya
dihindarkan.
6. Siklosporin
24
Pemberian siklosporin dosis 2,5-5 mg/kgBB/hari pada umumnya dapat
ditoleransi dan menimbulkan perbaikan yang nyata terhadap proteinuria, sitopenia,
parameter imunologi (C3, C4, anti-ds DNA) dan aktifitas penyakit. Jika kreatinin
meningkat lebih dari 30% atau timbul hipertensi maka dosisnya harus disesuaikan
efek samping yang sering terjadi adalah hipertensi, hiperplasia gusi, hipertrikhosis,
dan peningkatan kreatinin serum. Siklosporin terutama bermanfaat untuk nefritis
membranosa dan untuk sindroma nefrotik yang refrakter, sehingga monitoring
tekanan darah dan fungsi ginjal harus dilakukan secara rutin. Siklosporin A dapat
diberikan pada penderita nefropati lupus yang hamil, diberikan dengan dosis 2
mg/kgBB/hari karena relatif aman.
7. Kortikosteroid
Kortikosteroid efektif untuk menangani berbagai macam manifestasi klinis
SLE. Sediaan topikal atau intralesi digunakan untuk lesi kulit, sediaan intra artikular
digunakan untuk artritis, sedangkan sediaan oral atau parenteral untuk kelainan
sistemik. Pemberian per oral dosisnya bervariasi dari 5-30 mg prednison
(metilprednisolon) per hari secara tunggal atau dosis terbagi, efektif untuk
mengobati keluhan konstitusional, kelainan kulit, arthritis dan serositis.Seringkali
kortikosteroid diberikan bersamaan dengan antimalaria atau imunomodulator
dengan tujuan untuk mendapatkan induksi yang cepat kemudian diturunkan
dosisnya. Adanya keterlibatan organ penting seperti nefritis, cerebritis, kelainan
hematologi atau vaskulitis sistemik, umumnya memerlukan prednison dosis tinggi
(1-2 mg/kgBB/hari). Kortikosteroid parenteral juga dapat digunakan pada keadaan
yang sangat berat, mengancam jiwa, dengan dosis metilprednisolon bolus 1000 mg
selama 3 hari berturut-turut.
25
psikosis dan gangguan kognitif, meningkatkan serum transaminase secara
reversibel.Gangguan gastrointestinal merupakan efek samping paling sering
ditimbulkan oleh inhibitor COX non-selektif.Inhibitor COX-2 selektif lebih sedikit
efek sampingnya pada gastrointestinal. Pada penderita SLE dengan nefropati lupus
yang mengalami kehamilan obat golongan ini sebaiknya dihindarkan karena dapat
mengakibatkan kelainan kongenital dan dieksresikan dalam air susu.
Terapi konservatif
Diberikan apabila penyakit ini tidak mengancam nyawa dan tidak berhubungan
dengan kerusakan organ. Bila dipertimbangkan pemberian glukokortikoid dapat
diberikan prednison 0.5 mg/kgBB/hari.
Merupakan keluhan yang sering dijumpai pada penderita SLE. Keluhan ringan
seperti ini dapat diberikan analgetik sederhana/obat antiinflamasi nonsteroid, tetapi
pemberiannya dihentikan bila menunjukkan efek samping yang memperberat
keadaan umum penderita, seperti pada sistem gastrointestinal, hepar, dan ginjal
sehingga diperlukan pemantauan kreatinin serum berkala. Bila pemberian analgetik
dan OAINS tidak berespon baik, pertimbangkan pemberian obat antimalaria :
Bila terjadi artralgia pada 1 atau 2 sendi yang “menetap” dan bukan merupakan
bukti tambahan peningkatan aktivitas penyakit, kemungkinan penderita mengalami
osteonekrosis (terutama pada penderita terapi kortikosteroid). Osteonekrosis awal,
sering tidak menunjukkan gambaran bermakna pada foto radiologik konvensional,
sehingga memerlukan pemeriksaan MRI.
2. Lupus kutaneus
Sekitar 70% mengalami fotosensitifitas. Eksaserbasi akut SLE timbul bila penderita
terpapar sinar UV, inframerah, fluoresensi. Sehingga perlu diberikan sunscreen
berupa cream, minyak, lotion, atau gel yang mengandung PABA (ρ-aminobenzoit
acid) dan esternya, benzofenon, salisilat, sinamat yang kesemuanya dapat menyerap
sinar UV α dan β (pemakaian diulang setelah mandi dan berkeringat).
26
Glukokortikosteroid lokal (cream, salep, atau injeksi) dapat dipertimbangkan pada
dematitis lupus, pemilihan preparat harus diperhatikan karena bersifat diflorinasi
(atrofi kulit, depigmentasi, teleangiektasis, dan fragilitis), anjuran preparat steroid
untuk kulit :
OAM sangat baik untuk mengatasi lupus kutaneus, baik subakut maupun
diskoid. OAM mempunyai efek :
1) Sunblocking
2) Mengikat melanin
3) Antiinflamasi
4) Imunosupresan
1) Methemoglobinemia
2) Sulfhemoglobinemia
3) Anemia hemolitik (memperburuk ruam LE kulit)
Fatigue merupakan keluhan yang sering terjadi, demikian juga penurunan berat
badan, dan demam. Fatigue juga dapat timbul akibat terapi glukokortikoid,
sedangkan penurunan berat badan dan demam diakibatkan oleh pemberian
quinakrin. Seringkali hal ini tidak memerlukan terapi spesifik, cukup dengan
menambah waktu istirahat dan mengatur jam kerja. Pada keadaan yang berat dapat
menunjukkan peningkatan akitivitas SLE dan pemberian glukokortikoid sistemik
dapat dipertimbangkan.
27
Nyeri dada dan abdomen merupakan tanda serositis. Keadaan ini dapat diatasi
dengan salisilat, OAINS, OAM, atau glukokortikoid dosisi rendah (< 15 mg/hari).
Pada keadaan berat diberikan glukokortikoid sistemik.
Terapi agresif
Pemberian glukokortikoid dosis tinggi segera saat mulai timbul manifestasi serius
SLE dan mengancam nyawa, misalnya :
1) Vaskulitis
2) Lupus kutaneus berat
3) Poliartritis
4) Poliserositis
5) Miokarditis pneumonitis lupus
6) Glomerulonefritis (bentuk proliferatif)
7) Anemia hemolitik
8) Trombositopenia
9) Sindrom otak organik
10) Defek kognitif berat
11) Mielopati
12) Neuropati perifer
28
agresif lainnya. Obat sitotoksik adalah bolus siklofosfamid intravena 0.5-1 gr/m2
dalam 250 ml NaCl 0.9% selama 60 menit diikuti dengan pemberian cairan 2-3
liter/24 jam setelah pemberian obat. Siklofosfamid diindikasikan pada :
1) Penderita SLE dengan terapi steroid dosis tinggi (steroid sparing agent)
2) Penderita SLE dengan kontraindikasi terhadap steroid dosis tinggi
3) Penderita yang kambuh setelah diterapi dengan steroid jangka panjang lama
atau berulang
4) Glomerulonefritis difus awal
5) SLE dengan trombositopenia yang resisten terhadap steroid
6) Penurunan GFR atau peningkatan kreatinin serum tanpa adanya faktor-faktor
ekstrarenal lainnya.
7) SLE dengan manifestasi SSP
Pada penderita dengan penurunan fungsi ginjal sampai 50%, dosis siklofosfamid
diturunkan sampai 500-750 mg/m2. Setelah pemberian siklofosfamid, segera pantau
jumlah leukosit darah, bila mencapai 1500/ml maka dosis siklofosfamid berikutnya
diturunkan 25%. Kegagalan menekan jumlah leukosit sampai 4000/ml menunjukkan
dosis yang tidak adekuat, sehingga harus ditingkatkan 10% pada pemberian
berikutnya. Siklofosfamid diberikan selama 6 bulan dengan interval 1 bulan,
kemudian tiap 3 bulan selama 2 tahun. Selama pemberian siklofosfamid diberikan,
dosis steroid diturunkan secara bertahap dengan memperhatikan aktifitas lupusnya.
Toksisitas siklofosfamid meliputi :
1) Nausea
2) Vomitus alopesia
3) Sistitis hemoragika
4) Keganasan kulit
5) Penekanan fungsi ovarium dan azoospermia
Obat sitotoksik lain dengan toksisitas dan efektifitas yang lebih rendah dari
siklofosfamid adalah azatioprin yang merupakan analog purin yang dapat digunakan
sebagai alternatif siklofosfamid dengan dosis 1-3 gr/kgBB/hari peroral. Obat ini
dapat diberikan selama 6-12 bulan pada penderita SLE, setelah penyakitnya dapat
dikontrol dengan steroid seminimal mungkin, maka dosis azatioprin dapat
diturunkan perlahan dan dihentikan. Toksisitas dari azatioprin meliputi :
Imunosupresan lain yang dapat digunakan adalah siklosporin-A dosis rendah (3-6
mg/kgBB/hari) dan mofetil mikofenolat. Siklosporin A dapat digunakan pada SLE
baik tanpa manifestasi renal maupun dengan nefropati membranosa. Selama
pemberian harus diperhatikan tekanan darah dan kada kreatinin darah, bila kadar
29
kreatinin darah meningkat 20% dari kadar sebelum pemberian siklosporin maka
dosis harus diturunkan.
1. Terapi hormonal
2. Imunoglobulin
3. Afaresis
4. Plasmafaresis
5. Leukofaresis
6. Kriofaresis
Yang paling banyak digunakan yaitu danazol, merupakan androgen yang dapat
mengatasi trombositopenia pada SLE. Mekanismenya tidak diketahui secara pasti.
Pemberian Ig intravena juga dapat mengatasi trombositopenia, dengan dosis 300-
400 mg/kgBB/hari selama 5 hari berturut-turut, diikuti dosis pemeliharan setiap
bulan untuk mencegah kekambuhan. Pemberian Ig kontraindikasi mutlak dengan
penderita defisiensi IgA pada penderita SLE.
2.9. Komplikasi
1. Serangan pada Ginjal
a) Kelainan ginjal ringan (infeksi ginjal)
b) Kelainan ginjal berat (gagal ginjal)
c) Kebocoran ginjal (protein terbuang secara berlebihan melalui urin).
2. Serangan pada Jantung dan Paru
a) Pleuritis
b) Pericarditis
c) Efusi pleura
d) Efusi pericard
e) Radang otot jantung atau Miocarditis
f) Gagal jantung
g) Perdarahan paru (batuk darah).
3. Serangan Sistem Saraf
a) Sistem saraf pusat
- Cognitive dysfunction
- Sakit kepala pada lupus
- Sindrom anti-phospholipid
- Sindrom otak
- Fibromyalgia.
b) Sistem saraf tepi
30
- Mati rasa atau kesemutan di lengan dan kaki
c) Sistem saraf otonom
- Gangguan suplai darah ke otak dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak,
dapat menyebabkan kematian sel-sel otak dan kerusakan otak yang sifatnya
permanen (stroke). Stroke dapat menimbulkan pengaruh sistem saraf otonom.
4. Serangan pada Kulit
Lesi parut berbentuk koin pada daerah kulit yang terkena langsung cahaya
disebut lesi discoid. Ciri-ciri lesi spesifik ditemukan oleh Sonthiemer dan
Gilliam pada akhir 70-an :
a) Berparut, berwarna merah (erythematosus), berbentuk koin sangat
sensitive terhadap sengatan matahari. Jenis lesi ini berupa lupus kult
subakut/cutaneus lupus subacute. Kadang menyerupai luka psoriasis
atau lesi tidak berparut berbentuk koin.
b) Lesi dapat terjadi di wajah dengan pola kupu-kupu atau dapat
mencakup area yang luas di bagian tubuh
c) Lesi non spesifik
- Rambut rontok (alopecia)
- Vaskullitis : berupa garis kecil warna merah pada ujung lipatan kuku dan
ujung jari. Selain itu, bisa berupa benjolan merah di kaki yang dapat
menjadi borok (7).
- Fotosensitivitas : pipi menjadi kemerahan jika terkena matahari dan kadang
di sertai pusing.
5. Serangan pada Sendi dan Otot
a) Radang sendi pada lupus
b) Radang otot pada lupus
6. Serangan pada Mata
7. Serangan pada Darah
a) Anemia
b) Trombositopenia
c) Gangguan pembekuan
d) Limfositopenia
8. Serangan pada Hati
2.10. Progmosis
Prognosis penyakit ini sangat tergantung pada organ mana yang
terlibat. Apabila mengenai organ vital, mortalitasnya sangat tinggi. Mortalitas
pada pasien dengan LES telah menurun selama 20 tahun terakhir. Sebelum
1955, tingkat kelangsungan hidup penderita pada 5 tahun pada SLE kurang dari
50%. Saat ini, tingkat kelangsungan hidup penderita pada 10 tahun terakhir rata-
rata melebihi 90% dan tingkat kelangsungan hidup penderita pada 15 tahun
terakhir adalah sekitar 80%. Tingkat kelangsungan hidup penderita pada 10
tahun terakhir di Asia.
Angka harapan hidup :
5 tahun : 85-88%
10 tahun : 76-87%
Penyebab utama kematian pada SLE adalah akibat :
Infeksi penyakit
31
Nefritis lupus
Konsekuensi gagal ginjal (termasuk terapinya)
Penyakit kardiovaskular
Lupus sistem saraf pusat
1. Pemeriksaan urin
Gangguan ini mudah diperiksa dengan pemeriksaan urin lengkap pada saat
tidak mens. Disini akan didapatkan proteinuria : >0.5 dan kreatinin meningkat
pada urin.
2. Pemeriksaan hematologi .
Gangguan ini bisa pada sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (lekosit)
atau trombosit (keping-keping darah yang berfungsi untuk pembekuan darah).
Anemia hemolitik dengan retikulosis.
leukopenia <4000/mm3 pada dua kali pemeriksaan.
Limfopenia : <1500/ mm3 pada dua kali pemeriksaan.
Trombositopenia : <100.000 / mm3 tanpa disebabkan oleh obat-obatan.
4. ANA
Terdapat 4 pola ANA adalah branosa (anular, periferal), homogen, berbintik,
dan nuclear. Yang spersifik untuk SLE adalah yang membranosa terutama jika
titernya tinggi > dari 1/160. Pola berbintik juga umumnya juga da di SLE. Tes
ANA memiliki sensitifitas tinggi tapi spesifisitasnya rendah.
Kalo ANA (+) dan gejala klinis khas maka tidak perlu diberi pemeriksaan
tambahan.
32
ANA (+) dan gejala tidak khas maka dilakukan minimal 2 x pemeriksaan
tambahan (anti ds-DNA dan anti Sm)
ANA (-) dan gejalanya khas maka dilakukan minimal 2 x pemeriksaan
tambahan (anti ds-DNA dan anti Sm)
LO.4. Memahamai dan menjelaskan pandangan islam tentang sabar menghadapi suatu
cobaan
Definisi ikhlas
Ikhlas menurut bahasa adalah sesuatu yang murni yang tidak tercampur
dengan hal-hal yang bisa mencampurinya.
Definisi ikhlas menurut istilah syar’i (secara terminologi)
Syaikh Abdul Malik menjelaskan, Para ulama bervariasi dalam
mendefinisikan ikhlas namun hakikat dari definisi-definisi mereka adalah
sama. Diantara mereka ada yang mendefenisikan bahwa ikhlas adalah
“menjadikan tujuan hanyalah untuk Allah tatkala beribadah”, yaitu jika
engkau sedang beribadah maka hatimu dan wajahmu engkau arahkan kepada
Allah bukan kepada manusia.
Ada yang mengatakan juga bahwa ikhlas adalah “membersihkan amalan dari
komentar manusia”, yaitu jika engkau sedang melakukan suatu amalan
tertentu maka engkau membersihkan dirimu dari memperhatikan manusia
untuk mengetahui apakah perkataan (komentar) mereka tentang perbuatanmu
itu. Cukuplah Allah saja yang memperhatikan amalan kebajikanmu itu
bahwasanya engkau ikhlas dalam amalanmu itu untukNya. Dan inilah yang
seharusnya yang diperhatikan oleh setiap muslim, hendaknya ia tidak
menjadikan perhatiannya kepada perkataan manusia sehingga aktivitasnya
33
tergantung dengan komentar manusia, namun hendaknya ia menjadikan
perhatiannya kepada Robb manusia, karena yang jadi patokan adalah
keridhoan Allah kepadamu (meskipun manusia tidak meridhoimu).
RIDHO
Definisi ridho
Ridho ( ً)رض
ِ berarti suka, rela, senang, yang berhubungan dengan takdir
(qodha dan qodar) dari Allah. Ridho adalah mempercayai sesungguh-
sungguhnya bahwa apa yang menimpa kepada kita, baik suka maupun duka
adalah terbaik menurut Allah. Dan apapun yang digariskan oleh Allah kepada
hamba-Nya pastilah akan berdampak baik pula bagi hamba-Nya.
1. Wajib direlakan, yaitu kewajiban syariat yang harus dijalankan oleh umat
Islam dan segala sesuatu yang telah ditetapkan-Nya. Seluruh perintah-Nya
haruslah mutlak dilaksanakan dan seluruh larangan-Nya haruslah dijauhkan
tanpa ada perasaan bimbang sedikitpun. Yakinlah bahwa seluruhnya adalah
untuk kepentingan kita sebagai umat-Nya.
34
Ayat al-quran tentnag ridho
إِ َّن ال ِّدينَ ِع ْن َد هَّللا ِ اإْل ِ ْساَل ُم
“Sesungguhnya dien atau agama atau jalan hidup (yang diridhai) di sisi
Allah hanyalah Islam.” (QS Ali Imran ayat 19)
لِ َم ْن َكانَ يَرْ جُو هَّللا َ َو ْاليَوْ َم اآْل َ ِخ َر َو َذ َك َر هَّللا َ َكثِيرًا ٌلَقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِي َرسُو ِل هَّللا ِ أُ ْس َوةٌ َح َسنَة
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam
itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah.” (QS Al-Ahzab ayat 21)
DAFTAR PUSTAKA
35
36