Anda di halaman 1dari 87

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

DI APOTEK MOSE – BINTARO


KOTA TANGERANG SELATAN
PERIODE 08 MARET - 21 MARET 2021

Ananda Riska Permatasari (181040400133)


Fani Rahmah (181040400154)

PROGRAM STUDI D-III FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG

2021
LEMBAR PENGESAHAN
PRAKTIK KERJA LAPANGAN
DI APOTEK MOSE
Periode 08 Maret - 21 Maret 2021

Disetujui Oleh :

Pembimbing Lapangan Pembimbing Institusi

(apt. Meta Aprilia, S.Farm.) (apt. Sheila Meitania Utami, M.Si.)

Mengetahui,

Ketua Jurusan D-III Farmasi

(apt. Humaira Fadhilah, M.Farm.)

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala


berkah, rahmat dan karunia- Nya sehingga penulis dapat memperoleh
kesehatan serta kesempatan untuk menyelesaikan Laporan Praktik Kerja
Lapangan Di Apotek Mose Bintaro ini dengan baik. Penyusunan laporan ini
merupakan salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Ahli Madya
Farmasi dalam Program Studi Diploma III Farmasi STIKes Widya Dharma
Husada Tahun Akademik 2020/2021.
Pada penulisan ini, penulis tidak lepas dari bimbingan, arahan,
bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. apt. Meta Aprilia, S.Farm. selaku Pemilik Sarana Apotek dan
Apoteker Penanggung Jawab serta Pembimbing Lapangan kami
yang telah memberikan bimbingan serta ilmu-ilmu yang tidak kami
dapatkan sebelumnya.
2. Ns. Riris Andriati, S. Kep., M.Kep selaku Ketua STIKes Widya
Dharma Husada Tangerang.
3. apt. Humaira Fadhilah, M. Farm., Apt selaku Ketua Jurusan D-III
Farmasi STIKes Widya Dharma Husada Tangerang.
4. apt. Sheila Meitania Utami, M.Si., Apt. selaku Pembimbing Institusi
kami yang telah memberikan pengarahan dalam penyusunan laporan
PKL.
5. Seluruh Karyawan Apotek Mose yang tidak bisa disebutkan satu
persatu, yang telah membantu dan bekerja sama selama kami
melaksanakan PKL.
6. Kedua orang tua dan keluarga yang telah memberikan motivasi dan
dorongan kepada kami.
7. Seluruh Dosen STIKes Widya Dharma Husada Tangerang atas
kesabaran dalam membimbing dan mengajarkan serta ilmu yang
telah diberikan selama tiga tahun ini.
8. Seluruh Staf Akademik, TU dan Administrasi STIKes Widya
Dharma Husada Tangerang, serta pegawai yang turut membantu
dalam proses karya tulis ilmiah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari


sempurna. Untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun demi
kesempurnaan laporan ini sangat penulis harapkan. Mudah-mudahan
laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada
umumnya.

Pamulang, 21 Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................iv
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................vi

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................1
B. Tujuan Praktik Kerja Lapangan..............................................2
C. Manfaat Praktik Kerja Lapangan............................................2
D. Waktu dan Tempat Pelaksanaan.............................................3

BAB II TINJAUAN UMUM


A. Apotek.....................................................................................4
B. Pekerjaan Kefarmasian........................................................15
C. Tenaga Kefarmasian............................................................19
D. Obat......................................................................................21
E. Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA)...................................36
F. Resep....................................................................................39

BAB III TINJAUAN KHUSUS APOTEK


A. Letak Bangunan...................................................................42
B. Sejarah Apotek Mose...........................................................42
C. Struktur Organisasi..............................................................43
D. Pembagian Ruang Kerja di Apotek Mose............................43
E. Waktu, Tempat dan Teknis Pelaksanaan.............................44
F. Pengelolaan..........................................................................44
G. Arus Dokumen.....................................................................51
H. Pengelolaan obat di Apotek Mose.......................................52
I. Pemusnahan obat rusak dan kadaluarsa...............................53
J. Standar Operasional Prosedur (SOP) Apotek Mose............55
K. Pengelolaan Resep di Apotek Mose.....................................59
L. Aspek Pharmaceutical Care dan KIE di Apotek Mose.......60

BAB IV PEMBAHASAN
A. Pelayanan di Apotek Mose..................................................63
B. Pelayanan Obat dan Perbekalan Kesehatan.........................68

BAB V KESIMPULAN
A. Kesimpulan...........................................................................70
B. Saran.....................................................................................70

DAFTAR PUSTAKA............................................................................72

LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Denah Apotek Mose..........................................................75


Lampiran 2. Etiket Biru dan Etiket Putih Apotek Mose........................77
Lampiran 3. Copy Resep Apotek Mose.................................................77
Lampiran 4. Kwitansi Apotek Mose......................................................78
Lampiran 5. Contoh Surat Pesanan Obat Apotek Mose.........................78
Lampiran 6. Contoh Surat Pesanan Obat Mengandung Prekursor
Apotek Mose......................................................................79
Lampiran 7. Contoh Surat Pesanan Obat Mengandung Psikotropika
Apotek Mose......................................................................79
Lampiran 8. Contoh Surat Pesanan Obat Mengandung Obat-Obat
Tertentu Apotek Mose.......................................................80
Lampiran 9. Contoh Kartu Stok Apotek Mose.......................................80
Lampiran 10. Kegiatan Meracik Obat......................................................81
Lampiran 1. Kegiatan Menulis Etiket Obat............................................81
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat
dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Secara lengkap
apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam
membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal
bagi masyarakat.Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang
diselenggarakan secara sendiri-sendiri atau bersamaan dalam suatu
organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan
kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat
(Permenkes RI Nomor 9, 2017).
Besarnya peranan apotek sebagai salah satu penunjang
kesehatan masyarakat, menyebabkan apotek perlu dipimpin oleh
seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang mempunyai
kemampuan profesional tidak saja dalam bidang teknis Farmasi
tetapi juga non teknis Farmasi. Untuk menunjang kegiatan dan tugas
Apoteker, seorang Apoteker membutuhkan Asisten Apoteker untuk
membantu memberikan pelayanan dan informasi mengenai
kefarmasian.
Oleh karena itu dengan adanya Praktik Kerja Lapangan
(PKL) dapat membantu melatih Asisten Apoteker agar lebih
profesional dalam melakukan pelayanan kefarmasian.Praktek kerja
lapangan sangat memberi manfaat dan berperan bagi mahasiswa
dalam menerapkan pengetahuan teoritis yang didapat selama
mengenyam pendidikan di Akademi Farmasi. Kegiatan praktek ini
sebagai penjabaran disiplin ilmu yang erat kaitannya dengan
kefarmasian sehingga mahasiswa diharapkan terampil dalam bidang
kefarmasian di apotek sehingga setiap bagian dari kegiatan praktek

1
kerja lapangan tersebut berguna bagi mahasiswa Akademi Farmasi
dan memberikan pengalaman dalam mengetahui dan memahami
tugas sebagai Ahli Madya Farmasi di Apotek.

B. Tujuan Praktik Kerja Lapangan


1. Tujuan Umum
a. Agar mengenal lebih dekat dunia kerja dan segala aspek
yang terkait di dalamnya.
b. Mampu memahami tugas dan peran Asisten Apoteker di
Apotek sesuai dengan ketentuan yang berlaku didalam
sistem pelayanan kesehatan.
c. Mampu mempraktekan materi yang telah didapat selama
dalam perkuliahan.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui mekanisme pengelolaan perbekalan
farmasi di Apotek.
b. Untuk mengetahui peranan Asisten Apoteker di Apotek.
c. Mengetahui cara penyimpanan obat di Apotek.

C. Manfaat Praktik Kerja Lapangan


1. Menambah pengetahuan tentang pelayanan perbekalan farmasi
kepada masyarakat secara langsung.
2. Menambah wawasan mengenai nama, jenis obat, yang beredar di
masyarakat.
3. Menambah wawasan tentang berbagai macam resep dan tulisan
dokter serta memberikan pelayanan obat kepada masyarakat
sesuai kebutuhannya.
D. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) dilaksanakan mulai
dari 08 Maret s/d 21 Maret 2021 di Apotek Mose yang bertempat di
Jl. Nusa Jaya No. 14, Bintaro Sektor 3A, Kelurahan Pondok Karya,
Kecamatan Pondok Aren, Tangerang Selatan.
BAB II
TINJAUAN UMUM

A. Apotek
1. Definisi Apotek
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang apotek adalah sarana
pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian
oleh Apoteker. Secara lengkap apotek merupakan salah satu
sarana pelayanan kesehatan dalam membantu mewujudkan
tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan
secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dalam suatu
organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan
kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat.
Pekerjaan kefarmasian berdasarkan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 adalah
pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau
penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat,
bahan obat dan obat tradisional.
2. Tugas dan Fungsi Apotek
Berdasarkan PP No. 51 Tahun 2009, tugas dan fungsi apotek
adalah:
a. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
b. Sarana yang digunakan untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian.
c. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi
sediaan farmasi antara lain obat, bahan baku obat, obat
tradisional, dan kosmetika.
d. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi
atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas
resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan
obat, bahan obat dan obat tradisional.
3. Pengelolaan Apotek
Pengelolaan apotek sepenuhnya dijalankan oleh
Apoteker. Pengelolaan apotek dibagi menjadi 2 yaitu :
pengelolaan teknis farmasi dan pengelolaan non teknis farmasi
yang meliputi semua kegiatan administrasi, keuangan, pajak,
personalia, kegiatan bidang material dan bidang lain yang
berhubungan dengan apotek. Pengelolaan apotek meliputi:
a. Peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan,
dan penyerahan obat atau bahan obat.
b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan
perbekalan farmasi lainnya.
c. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi, meliputi :
1) Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi
diberikan baik kepada dokter dan tenaga kesehatan
lainnya maupun kepada masyarakat.
2) Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat,
keamanan, bahaya atau mutu suatu obat dan perbekalan
farmasi lainnya.
3) Pelayanan informasi tersebut diatas wajib didasarkan
pada kepentingan masyarakat.
4. Standar Pelayanan di Apotek
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai
pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan
pelayanan kefarmasian.
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan
dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang
pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Permenkes
RI Nomor 73, 2016). Pengaturan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek bertujuan untuk:
a. Meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian
b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat
yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien
(patient safety).
5. Tujuan Pelayanan Kefarmasian di Apotek
a. Meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di Apotek;
b. Memberikan perlindungan pasien dan masyarakat dalam
memperoleh pelayanan kefarmasian di Apotek;
c. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dalam
memberikan pelayanan kefarmasian di Apotek.
6. Penyelenggaraan Apotek
Apotek menyelenggarakan fungsi pengelolaan sediaan
farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai, pelayanan
farmasi klinik dan termasuk di komunitas (Permenkes RI
Nomor 9, 2017).
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 9 Tahun 2017, menyatakan bahwa Apotek hanya dapat
menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai kepada:
a. Apotek lainnya
b. Puskesmas
c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit
d. Instalasi Farmasi Klinik
e. Dokter
f. Bidan praktik mandiri
g. Pasien
h. Masyarakat
Penyerahan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai pada huruf a sampai dengan huruf d hanya
dapat dilakukan untuk memenuhi kekurangan jumlah sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dalam hal:
a. terjadi kelangkaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai di fasilitas distribusi
b. terjadi kekosongan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai di fasilitas pelayanan kesehatan.
Penyerahan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai pada huruf e sampai dengan huruf h hanya
dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Apotek wajib memasang papan nama yang terdiri atas:
a. papan nama Apotek, yang memuat paling sedikit informasi
mengenai nama Apotek, nomor SIA, dan alamat
b. papan nama praktik Apoteker, yang memuat paling sedikit
informasi mengenai nama Apoteker, nomor SIPA, dan
jadwal praktik Apoteker.
Papan nama harus dipasang di dinding bagian depan
bangunan atau dipancangkan di tepi jalan, secara jelas dan
mudah terbaca dan jadwal praktik Apoteker harus berbeda
dengan jadwal praktik Apoteker yang bersangkutan di fasilitas
kefarmasian lain (Permenkes RI Nomor 9, 2017).
Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di Apotek
harus menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan
dan Bahan Medis Habis Pakai yang aman, bermutu,
bermanfaat, dan terjangkau.
a. Apoteker wajib melayani Resep sesuai dengan tanggung
jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi pada
kepentingan masyarakat.
b. Dalam hal obat yang diresepkan terdapat obat merek
dagang, maka Apoteker dapat mengganti obat merek dagang
dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau
obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau
pasien.
c. Dalam hal obat yang diresepkan tidak tersedia di Apotek
atau pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis di
dalam Resep, Apoteker dapat mengganti obat setelah
berkonsultasi dengan dokter penulis Resep untuk pemilihan
obat lain.
d. Apabila Apoteker menganggap penulisan Resep terdapat
kekeliruan atau tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan
kepada dokter penulis Resep.
e. Apabila dokter penulis Resep, maka Apoteker tetap
memberikan pelayanan sesuai dengan Resep dengan
memberikan catatan dalam Resep bahwa dokter sesuai
dengan pendiriannya.
Berdasarkan Pasal 23 pada Permenkes RI Nomor 9
tahun 2017, resep haruslah bersifat rahasia serta harus disimpan
di Apotek dengan baik paling singkat 5 (lima) tahun. Resep
atau salinan Resep hanya dapat diperlihatkan kepada dokter
penulis Resep, pasien yang bersangkutan atau yang merawat
pasien, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pasien berhak meminta salinan Resep.Salinan Resep harus
disahkan oleh Apoteker dan harus sesuai aslinya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengadaan obat dan/atau bahan obat di Apotek
menggunakan surat pesanan yang mencantumkan SIA. Surat
pesanan harus ditandatangani oleh Apoteker pemegang SIA
dengan mencantumkan nomor SIPA (Permenkes RI Nomor 9,
2017).
Pada Pasal 25 Permenkes RI Nomor 9 tahun 2017, suatu
Apotek dapat bekerja sama dengan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Kesehatan dan asuransi lainnya. Kerja sama
dilakukan berdasarkan rekomendasi dinas kesehatan
kabupaten/kota.
7. Pengawasan Apotek
Pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini
dilakukan oleh Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan tugas
dan fungsi masing-masing.Pelaksanaan pengawasan dapat
melibatkan Organisasi Profesi. Pengawasan selain dilaksanakan
oleh Menteri, kepala dinas kesehatan provinsi, dan kepala dinas
kesehatan kabupaten/kota khusus terkait dengan pengawasan
sediaan farmasi dalam pengelolaan sediaan farmasi dilakukan
juga oleh Kepala Badan sesuai dengan tugas dan fungsi
masing-masing. Selain pengawasan Kepala Badan dapat
melakukan pemantauan, pemberian bimbingan, dan pembinaan
terhadap pengelolaan sediaan farmasi di instansi pemerintah
dan masyarakat di bidang pengawasan sediaan farmasi.
Pengawasan yang dilakukan oleh dinas kesehatan
provinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota dan pengawasan
yang dilakukan oleh Kepala Badan dilaporkan secara berkala
kepada Menteri. Laporan disampaikan paling sedikit 1 (satu)
kali dalam 1 (satu) tahun (Permenkes RI Nomor 9, 2017).
8. Landasan Hukum Apotek
Beberapa landasan hukum untuk apotek berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
2017, yaitu:
a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika;
b. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
c. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan;
d. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian;
e. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika
f. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik,
dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 31
Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang
Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian;
g. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek;
h. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2015 tentang
Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan
Narkotika, Psikotropika, dan Prekusor Farmasi;
9. Persyaratan Pendirian Apotek
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9
Tahun 2017, Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal
sendiri dan/atau modal dari pemilik modal baik perorangan
maupun perusahaan. Dalam hal ini, Apoteker yang mendirikan
Apotek bekerjasama dengan pemilik modal maka pekerjaan
kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh Apoteker
yang bersangkutan.
Pendirian Apotek harus memenuhi persyaratan, meliputi:
a. Lokasi
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengatur
persebaran Apotek di wilayahnya dengan memperhatikan
akses masyarakat dalam mendapatkan pelayanan
kefarmasian.
b. Bangunan
Bangunan Apotek harus memiliki fungsi keamanan,
kenyamanan, dan kemudahan dalam pemberian pelayanan
kepada pasien serta perlindungan dan keselamatan bagi
semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan
orang lanjut usia. Bangunan Apotek harus bersifat permanen
merupakan bagian dan/atau terpisah dari pusat perbelanjaan,
apartemen, rumah toko, rumah kantor, rumah susun, dan
bangunan yang sejenis.
c. Sarana, prasarana, dan peralatan
Bangunan Apotek paling sedikit memiliki sarana ruang yang
berfungsi:
1) Penerimaan Resep
2) Pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara
terbatas)
3) Penyerahan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
4) Konseling
5) Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
6) Arsip
Prasarana Apotek paling sedikit terdiri atas:
1) Instalasi air bersih
2) Instalasi listrik
3) Sistem tata udara
4) Sistem proteksi kebakaran
Peralatan Apotek meliputi semua peralatan yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian
antara lain rak obat, alat peracikan, bahan pengemas obat,
lemari pendingin, meja, kursi, komputer, sistem pencatatan
mutasi obat, formulir catatan pengobatan pasien dan
peralatan lain sesuai dengan kebutuhan. Formulir catatan
pengobatan pasien merupakan catatan mengenai riwayat
penggunaan Sediaan Farmasi dan/atau Alat Kesehatan atas
permintaan tenaga medis dan catatan pelayanan apoteker
yang diberikan kepada pasien.Sarana, prasarana, dan
peralatan harus dalam keadaan terpelihara dan berfungsi
dengan baik.
d. Ketenagaan
Apoteker pemegang SIA dalam menyelenggarakan
Apotek dapat dibantu oleh Apoteker lain, Tenaga Teknis
Kefarmasian dan/atau tenaga administrasi. Apoteker dan
Tenaga Teknis Kefarmasian wajib memiliki surat izin
praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
10. Perizinan Apotek
a. Surat Izin Apotek
Setiap pendirian Apotek wajib memiliki izin dari
Menteri. Menteri melimpahkan kewenangan pemberian izin
kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Izin berupa
SIA. SIA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang
selama memenuhi persyaratan (Permenkes RI Nomor 9,
2017).
Untuk memperoleh SIA, Apoteker harus mengajukan
permohonan tertulis kepada Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota dengan menggunakan Formulir 1.
Permohonan harus ditandatangani oleh Apoteker disertai
dengan kelengkapan dokumen administratif meliputi:
1) fotokopi STRA dengan menunjukan STRA asli
2) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)
3) fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Apoteker
4) fotokopi peta lokasi dan denah bangunan
5) daftar prasarana, sarana, dan peralatan.
b. Perubahan Izin
Setiap perubahan alamat di lokasi yang sama atau
perubahan alamat dan pindah lokasi, perubahan Apoteker
pemegang SIA, atau nama Apotek harus dilakukan
perubahan izin. Apotek yang melakukan perubahan alamat
di lokasi yang sama atau perubahan alamat dan pindah
lokasi, perubahan Apoteker pemegang SIA, atau nama
Apotek, wajib mengajukan permohonan perubahan izin
kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Terhadap
Apotek yang melakukan perubahan alamat di lokasi yang
sama atau perubahan nama Apotek, tidak perlu dilakukan
pemeriksaan setempat oleh tim pemeriksa (Permenkes RI
Nomor 9, 2017).
Tata cara permohonan perubahan izin bagi Apotek
yang melakukan perubahan alamat dan pindah lokasi atau
perubahan Apoteker pemegang SIA mengikuti ketentuan
(Permenkes RI Nomor 9, 2017).
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi standar:
a. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai meliputi:
1. perencanaan
2. pengadaan
3. penerimaan
4. penyimpanan
5. pemusnahan
6. pengendalian
7. pencatatan dan pelaporan
b. Pelayanan farmasi klinik meliputi:
1. Pengkajian Resep
2. Dispensing
3. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
4. Konseling
5. Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care)
6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek harus didukung oleh ketersediaan sumber daya
kefarmasian yang berorientasi kepada keselamatan pasien.
Sumber daya kefarmasian meliputi: sumber daya manusia dan
sarana dan prasarana.Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian
di Apotek harus menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang aman, bermutu,
bermanfaat, dan terjangkau (Permenkes RI Nomor 73, 2016).
Apotek wajib mengirimkan laporan Pelayanan
Kefarmasian secara berjenjang kepada dinas kesehatan
kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi, dan kementerian
kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan(Permenkes RI Nomor 73, 2016).
Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan
Menteri ini dapat dikenai sanksi administratif. Sanksi
administratif terdiri atas:
a. peringatan tertulis
b. penghentian sementara kegiatan
c. pencabutan izin.

B. Pekerjaan Kefarmasian
Berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 51 tahun 2009,
Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan
kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian. Definisi dari Pekerjaan Kefarmasian itu sendiri ialah
pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau
penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan
obat dan obat tradisional. Sedangkan pelayanan
kefarmasian,merupakan suatu pelayanan langsung dan bertanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi
dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan
mutu kehidupan pasien.
Pekerjaan Kefarmasian dilakukan berdasarkan pada nilai
ilmiah, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, dan perlindungan
serta keselamatan pasien atau masyarakat yang berkaitan dengan
Sediaan Farmasi yang memenuhi standar dan persyaratan
keamanan, mutu, dan kemanfaatan (PP Nomor 51, 2009).
1. Tujuan Pengaturan Pekerjaan Kefarmasian
a. Memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat
dalam memperoleh dan/atau menetapkan sediaan farmasi
dan jasa kefarmasian;
b. Mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan
Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta peraturan perundangan-
undangan dan;
c. Memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan
Tenaga Kefarmasian.
2. Penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian
a. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pengadaan Sediaan Farmasi
Pengadaan Sediaan Farmasi dilakukan pada fasilitas
produksi, fasilitas distribusi atau penyaluran dan fasilitas
pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan oleh Tenaga
kefarmasian. Pengadaan Sediaan Farmasi harus dapat
menjamin keamanan, mutu, manfaat dan khasiat Sediaan
Farmasi.
b. Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi
Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi
harus memiliki Apoteker penanggung jawab, serta dapat
dibantu juga oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga
Teknis Kefarmasian, dan dalam produksinyasediaan farmasi
harus memenuhi ketentuan Cara Pembuatan yang Baik yang
ditetapkan oleh Menteri.
c. Pekerjaan Kefarmasian dalam Distribusi atau Penyaluran
Sediaan Farmasi
Setiap Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi
berupa obat harus memiliki seorang Apoteker sebagai
penanggung jawab dan dapat dibantu oleh Apoteker
pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian.
3. Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian
Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas
Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan standar
pelayanan kefarmasian.Penyerahan dan pelayanan obat
berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker. Dalam
hal di daerah terpencil tidak terdapat Apoteker, Menteri dapat
menempatkan Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki
STRTTK pada sarana pelayanan kesehatan dasar yang diberi
wewenang untuk meracik dan menyerahkan obat kepada pasien
(PP Nomor 51, 2009). Fasilitas pelayanan kefarmasian berupa:
a. Apotek
b. Instalasi Farmasi Rumah Sakit
c. Puskesmas
d. Klinik
e. Toko Obat; atau Praktek Bersama.
4. Perbedaan Perbekalan Farmasi, Sediaan Farmasi dan
Perbekalan Kesehatan
a) Perbekalan Farmasi
Perbekalan farmasi menurut Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/
2002 babVI pasal 1, perbekalan farmasi adalah obat, bahan
obat, obat asli Indonesia, alat kesehatan, dan kosmetika.
Obat, yang terdiri dari :
1) Obat Bebas
2) Obat Bebas Terbatas
3) Obat Wajib Apotek ( OWA )
4) Obat Keras
5) Obat Narkotika
6) Obat Psikotropika
Penggolongan obat di atas sesuai dengan Peraturan
Menteri kesehatan RI Nomor 917/Menkes/Per/X/1993 yang
kini diperbaiki dengan Permenkes RI Nomor 949/Menkes
/Per/2000 :
1) Bahan Baku Obat
2) Obat Tradisional dan bahan obat tradisional (obat asli
Indonesia) dan (bahan obat asli Indonesia)
3) Alat-alat kesehatan
4) Kosmetika
b) Sediaan Farmasi
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 1,
sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan
kosmetika. Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
diproduksi dan/atau diedarkan harus memenuhi persyaratan
mutu, keamanan, dan kemanfaatan.
Persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan
sediaan farmasi dan alat kesehatan yaitu :
1) Sediaan farmasi yang berupa bahan obat dan obat sesuai
dengan persyaratan dalam buku farmakope atau buku
standar lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.
2) Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional sesuai
dengan persyaratan dalam buku Materia Medika
Indonesia yang ditetapkan oleh Menteri.
3) Sediaan farmasi yang berupa kosmetika sesuai dengan
peryaratan dalam buku Kodeks Kosmetika Indonesia
yang ditetapkan oleh Menteri.
4) Alat kesehatan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
oleh Menteri
c) Perbekalan Kesehatan
Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan
peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan (UU, 2009).

C. Tenaga Kefarmasian
Pada Pasal 33, BAB III dalam PP 51 tahun 2009, Tenaga
kefarmasian terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian
(TTK). Tenaga Teknis kefarmasian sebagaimana dimaksud, yaitu
terdiri dari Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi,
dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker. Tenaga Teknis
Kefarmasian (TTK) melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian pada:
a. Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi berupa industri farmasi obat,
industri bahan baku obat, industri obat tradisional, pabrik
kosmetika dan pabrik lain yang memerlukan Tenaga
Kefarmasian untuk menjalankan tugas dan fungsi produksi dan
pengawasan mutu;
b. Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi dan alat
kesehatan melalui Pedagang Besar Farmasi, penyalur alat
kesehatan, instalasi Sediaan Farmasi dan alat kesehatan milik
Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah
kabupaten/kota; dan/atau
c. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian melalui praktik di Apotek,
instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau
praktek bersama.
Standar pendidikan untuk Tenaga Teknis Kefarmasian
(TTK) harus memenuhi ketentuan peraturan perundangundangan
yang berlaku di bidang pendidikan. TTK yang ingin menjalankan
Pekerjaan Kefarmasian harus terlebih dahulu memiliki ijazah dari
institusi pendidikan sesuai peraturan perundang-undangan, dan bagi
TTK yang telah memiliki ijazah wajib memperoleh rekomendasi
dari Apoteker yang memiliki STRA di tempat yang bersangkutan
bekerja. Kemudian ijazah dan rekomendasi tersebut wajib
diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk
memperoleh izin kerja (PP Nomor 51, 2009).
Setiap Tenaga Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan
Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi, baik
itu Apoteker berupa STRA (dikeluarkan oleh Menteri), ataupun
TTK berupa STRTTK (dikeluarkan oleh Menteri). Untuk
memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. Memiliki ijazah Apoteker;
b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi;
c. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji
Apoteker;
d. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter
yang memiliki surat izin praktik; dan
e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan
ketentuan etika profesi.
STRA berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang
untuk jangka waktu 5 (lima) tahun apabila memenuhi syarat yang
telah ditetapkan. Sedangkan untuk memperoleh STRTTK bagi
Tenaga Teknis Kefarmasian wajib memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. Memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya;
b. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter
yang memiliki surat izin praktek;
c. Memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang
telah memiliki STRA di tempat Tenaga Teknis Kefarmasian
bekerja; dan
d. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan
ketentuan etika kefarmasian.
D. Obat
Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009, obat
adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi,
untuk manusia.
Obat dibagi ke dalam beberapa golongan, penggolongan obat
menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 917/Menkes/Per/X
/1993 yang kini telah diperbaiki dengan Permenkes RI Nomor
949/Menkes/Per/ VI/2000 penggolongan obat dimaksudkan untuk
peningkatan keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan
distribusi. Penggolongan obat ini terdiri atas : obat bebas, obat bebas
terbatas, obat wajib apotek, obat keras, psikotropika dan narkotika.
1. Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan
dapat dibeli tanpa resep dokter.Contoh : Tablet Parasetamol,
tablet Vitamin C, B Compleks, E dan Obat batuk hitam, Oralit,
Ibuprofen 200 mg. Penandaan obat bebas diatur berdasarkan
SK Menkes RI Nomor 2380/A/SK/VI/1983 tentang tanda
khusus untuk untuk obat bebas dan untuk obat bebas terbatas.
Tanda khusus untuk obat bebas yaitu bulatan berwarna hijau
dengan garis tepi warna hitam, seperti terlihat pada gambar
berikut :

Gambar 2.1 Logo Obat Bebas


2. Obat Bebas Terbatas (OBT)
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang
menetapkan obat-obatan ke dalam daftar obat “W”
(Waarschuwing) memberikan pengertian obat bebas terbatas
adalah obat keras yang dapat diserahkan. kepada pemakainya
tanpa resep dokter, bila penyerahannya memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a. Obat tersebut hanya boleh dijual dalam bungkusan asli dari
pabriknya atau pembuatnya.
b. Pada penyerahannya oleh pembuat atau penjual harus
mencantumkan tanda peringatan.
Di buku ISO ditandai dengan tulisan T. Tanda
peringatan tersebut berwarna hitam,berukuran panjang 5 cm,
lebar 2 cm dan memuat pemberitahuan berwarna putih sebagai
berikut :

Gambar 2.2 Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas


Gambar 2.3 Logo Obat Bebas Terbatas

Penandaannya diatur berdasarkan keputusan Menteri


Kesehatan RI No.2380/A/SK/VI/83 tanda khusus untuk obat
bebas terbatas berupa lingkaran berwarna biru dengan garis tepi
berwarna hitam, seperti pada gambar berikut:
3. Obat Keras (O.K)
Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di
apotek dengan resep dokter, seperti Antibiotik, Antihistamin,
Adrenalinum, dll.Adapun penandaannya diatur berdasarkan
keputusan Menteri Kesehatan RI No. 02396/A/SK/VIII/1986
tentang tanda khusus Obat Keras daftar G (Gevarrlijk) adalah
“Lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna
hitam dengan hurup K yang menyentuh garis tepi”, dan di
penandaanya harus dicantum kalimat “Harus dengan Resep
Dokter”. seperti yang terlihat pada gambar berikut:

Gambar 2.4 Logo Obat Keras


4. Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun
sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui
pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku (UU No. 5,
1997). Berdasarkan penggunaannya Psikotropika digolongan
menjadi empat, yaitu:
a. Psikotropika golongan I hanya digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan, contoh : LSD-25, MDMA (ekstasi),
Psilocybin.
b. Psikotropika Golongan II boleh diresepkan tetapi
menyebabkan ketergantungan yg besar, tidak disarankan
digunakan dalam jangka panjang, contoh : Amfetamin dan
Secobarbital.
c. Psikotropika golongan III boleh diresepkan, penggunaan
jangka panjang dapat menyebabkan ketergantungan,contoh
:Amobarbital, Pentobarbital, Glutetimide.
d. Psikotropika golongan IV obat yg lazim diresepkan, boleh
digunakan dalam jangka pendek, contoh : Diazepam,
Meprobamate, dan Allobarbital.
Ruang lingkup pengaturan psikotropika dalam UU No.5
Tahun 1997 adalah hal yang berhubungan dengan psikotropika
yang dapat mengakibatkan ketergantungan. Tujuan pengaturan
psikotropika adalah:
a. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan
pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan.
b. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika.
c. Memberantas peredaran gelap psikotropika.
Secara garis besar pengelolaan psikoropika meliputi
pemesanan, penyimpanan, pelaporan dan pemusnahan.
a. Pemesanan Psikotropika
Kegiatan ini memerlukan surat pesanan (SP).
Dimana satu SP biasa digunakan untuk beberapa jenis
obat.Penyaluran psikotropika tersebut diatur dalam UU
No.5 Tahun 1997 pasal 12 ayat (2).Dalam pasal 14 ayat
(2) dinyatakan bahwa penyerahan psikotropika oleh
apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya,
rumah sakit, puskesmas, balaipengobatan, dokter dan
pasien dengan resep dokter. Tata cara pemesanan adalah
dengan menggunakan SP yang ditandatangani oleh APA
apabila dilakukan pemesanan.
b. Penyimpanan Psikotropika
Obat golongan psikotropika cenderung untuk
disalahgunakan maka dimintakan kepada sarana
distribusi obat (PBF, Apotek, RS, dll) agar meyimpan
obat-obatan golongan psikotropika tersebut dalam rak
atau lemari khusus dan kartu stok psikotropika. Tempat
penyimpanan psikotropik tercantum dalam Permenkes RI
No 3 Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan,
Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, Dan
Prekursor Farmasi, persyaratan-persyaratan sebagai
berikut:
1) Gudang khusus
Gudang penyimpanan untuk obat-obat
psikotropika haruslah memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
a) dinding dibuat dari tembok dan hanya mempunyai
pintu yang dilengkapi dengan pintu jeruji besi
dengan 2 (dua) buah kunci yang berbeda;
b) langit-langit dapat terbuat dari tembok beton atau
jeruji besi;
c) jika terdapat jendela atau ventilasi harus dilengkapi
dengan jeruji besi;
d) gudang tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa
izin Apoteker penanggung jawab; dan
e) kunci gudang dikuasai oleh Apoteker penanggung
jawab dan pegawai lain yang dikuasakan.
2) Ruang khusus
Pada ruangan untuk menyimpan psikotropika
harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:
a) dinding dan langit-langit terbuat dari bahan yang
kuat;
b) jika terdapat jendela atau ventilasi harus dilengkapi
dengan jeruji besi;
c) mempunyai satu pintu dengan 2 (dua) buah kunci
yang berbeda;
d) kunci ruang khusus dikuasai oleh Apoteker
penanggung jawab/Apoteker yang ditunjuk dan
pegawai lain yang dikuasakan; dan
e) tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin
Apoteker penanggung jawab/Apoteker yang
ditunjuk.
3) Lemari khusus
Adapun persyaratan tentang lemari untuk
menyimpan psikotropika harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
a) terbuat dari bahan yang kuat;
b) tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 (dua)
buah kunci yang berbeda;
c) harus diletakkan dalam ruang khusus di sudut
gudang, untuk Instalasi Farmasi Pemerintah;
d) diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat
oleh umum, untuk Apotek, Instalasi Farmasi
Rumah Sakit, Puskesmas, Instalasi Farmasi Klinik,
dan Lembaga Ilmu Pengetahuan ; dan
e) kunci lemari khusus dikuasai oleh Apoteker
penanggung jawab/Apoteker yang ditunjuk dan
pegawai lain yang dikuasakan.
c. Pelaporan Psikotropika
Pengeluaran obat psikotropika wajib dilaporkan,
pelaporan dibedakan atas penggunaan bahan baku
psikotropika dan sediaan jadi psikotropika, awal Januari
sampai Desember diajukan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kota,
Kepala BPOM, serta digunakan sebagai arsip apotek.
Laporan ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan
nama jelas, nomor SIK atau SP, nomor SIA dan stempel
apotek.
d. Pemusnahan Psikotropika
Pemusnahan psikotropika dilakukan bila
berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi tanpa
memenuhi standardan persyaratan yang berlaku dan atau
tidak dapat digunakan dalam proses produksi, kadaluarsa
atau tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada
pelayanan kesehatan dan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan. Pemusnahan psikotropika wajib dibuat
berita acara dan dikirim kepada subdin Pelayanan
Kesehatan, Dinas Kesehatan Dati II/Kodya dengan
tembusan kepada Balai POM.
5. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun
semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan,
yaitu: (UU No. 35, 2009).
a. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat
digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan
dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi
sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.Contoh :
Candu, Kokain, Katinona, Amfetamina.
b. Narkotika Golongan II adalah narkotika berkhasiat
pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
tinggi mengakibatkan ketergantungan.Contoh : Alfentanil,
Isometadona, Morfina.
c. Narkotika Golongan III adalah narkotika berkhasiat
pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau
untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.
Contoh : Etil morfin, Kodeina, Dihidrokodeina.
Narkotika merupakan bahan yang bermanfaat di bidang
pengobatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, namun
menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila
dipergunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat
dan seksama.Dalam hal ini pengaturan narkotika harus benar-
benar terkontrol, baik dalam hal mengimpor, mengekspor,
memproduksi, menanam, menyimpan, mengedarkan dan
menggunakan narkotika harus dikendalikan dan diawasi
dengan ketat.
Tujuan pengaturan narkotika tersebut adalah:
a. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan
pelayanan kesehatan dan untuk pengembangan ilmu
pengetahuan.
b. Mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika.
c. Memberantas peredaran obat gelap.
Pengendalian dan pengawasan obat narkotika di
Indonesia merupakan wewenang badan POM (Pengawasan
Obat dan Makanan). Untuk mempermudah pengendalian dan
pengawasan narkotika maka pemerintah Indonesia hanya
memberikan izin kepada PT. Kimia Farma (Persero) untuk
mengimpor bahan baku, memproduksi sediaan dan
mendistribusikan narkotika di seluruh Indonesia. Hal tersebut
dilakukan mengingat narkotika adalah bahan berbahaya yang
penggunaannya dapat disalahgunakan.Secara garis besar
pengelolaan narkotika meliputi pemesanan, penyimpanan,
pelayanan, pelaporan, dan pemusnahan.
a. Pemesanan Narkotika
Berdasarkan Undang-undang No. 19 Tahun 1976,
apotek hanya dapat memesan narkotika melalui Pedagang
Besar Farmasi (PBF) tertentu yang telah ditetapkan oleh
Menteri Kesehatan. Untuk memudahkan pengawasan
maka apotek hanya dapat memesan narkotika ke PBF PT.
Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan (SP),
yang ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek
(APA), dilengkapi dengan jelas, stempel apotek, dan
nomor STRA (Surat Tanda Registrasi Apoteker). Surat
Pesanan ini dibuat 4 rangkap untuk tiap jenis obat.Tiga
lembar SP tersebut dikirim ke PBF masing-masing untuk
Dinas Kesehatan, BPOM, pedagang atau penanggung
jawab Kimia Farma dan satu lagi sebagai arsip apotek.
b. Penyimpanan Narkotika
Tata cara penyimpanan narkotika diatur dalam
Permenkes RI No 3 Tahun 2015 tentang Peredaran,
Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika,
Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi. Dalam peraturan
tersebut dinyatakan bahwa apotek harus mempunyai
tempat khusus untuk menyimpan narkotika dan harus
dikunci dengan baik. Tempat penyimpanan narkotika di
apotek haruslah memuhi berbagai syarat yang telah
tercantum dalam Permenkes RI No 3 Tahun 2015 tentang
Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan
Narkotika, Psikotropika, Dan Prekursor Farmasi, yaitu
seperti:
1) Gudang khusus
Gudang penyimpanan narkotika harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a) dinding dibuat dari tembok dan hanya mempunyai
pintu yang dilengkapi dengan pintu jeruji besi
dengan 2 (dua) buah kunci yang berbeda;
b) langit-langit dapat terbuat dari tembok beton atau
jeruji besi;
c) jika terdapat jendela atau ventilasi harus dilengkapi
dengan jeruji besi;
d) gudang tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa
izin Apoteker penanggung jawab; dan
e) kunci gudang dikuasai oleh Apoteker penanggung
jawab dan pegawai lain yang dikuasakan.
2) Ruang khusus
Pada ruangan untuk menyimpan narkotika
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a) dinding dan langit-langit terbuat dari bahan yang
kuat;
b) jika terdapat jendela atau ventilasi harus dilengkapi
dengan jeruji besi;
c) mempunyai satu pintu dengan 2 (dua) buah kunci
yang berbeda;
d) kunci ruang khusus dikuasai oleh Apoteker
penanggung jawab/Apoteker yang ditunjuk dan
pegawai lain yang dikuasakan; dan
e) tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin
Apoteker penanggung jawab/Apoteker yang
ditunjuk.
3) Lemari khusus
Sedangkan lemari untuk menyimpan narkotika
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a) terbuat dari bahan yang kuat;
b) tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 (dua)
buah kunci yang berbeda;
c) harus diletakkan dalam ruang khusus di sudut
gudang, untuk Instalasi Farmasi Pemerintah;
d) diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat
oleh umum, untuk Apotek, Instalasi Farmasi
Rumah Sakit, Puskesmas, Instalasi Farmasi Klinik,
dan Lembaga Ilmu Pengetahuan ; dan
e) kunci lemari khusus dikuasai oleh Apoteker
penanggung jawab/Apoteker yang ditunjuk dan
pegawai lain yang dikuasakan.
c. Pelayanan Resep yang Mengandung Narkotika
Dalam UU No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika,
disebutkan bahwa:
1) Narkotika hanya digunakan untuk kepentingan
pengobatan atau ilmu pengetahuan.
2) Narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien
untuk pengobatan penyakit berdasarkan resep dokter.
3) Apotek dilarang mengulangi penyerahan narkotika atas
dasar salinan resep dokter.
Selain itu, berdasarkan surat edaran Dirjen POM No.
336/E/SE/1997/ disebutkan bahwa:
1) Sesuai dengan pasal 7 ayat (2) UU No. 9 Tahun 1976
tentang narkotika, apotek dilarang melayani salinan resep
yang mengandung narkotika, walaupun resep tersebut
baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali.
2) Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau
belum sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep
tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh
apotek yang menyimpan resep asli.
3) Salinan resep dari resep narkotika dengan tulisan iter
tidak boleh dilayani sama sekali. Dengan demikian dokter
tidak boleh menambah tulisan iter pada resep-resep yang
mengandung narkotika.
d. Pelaporan Narkotika
Undang-undang No. 35 Tahun 2009 pada Bab IV
Pasal 14 ayat (2), menyebutkan bahwa Industri Farmasi,
pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan
farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan
masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu
pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, dan
menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau
pengeluaran narkotika yang berada dalam penguasaannya.
Apotek berkewajiban membuat dan mengirimkan
laporan mutase narkotika berdasarkan penerimaan dan
pengeluarannya sebelum tanggal 10 setiap bulan. Laporan
narkotika ditandatangani oleh APA, dibuat empat rangkap,
ditujukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan
tembusan kepada Kepala Balai Besar POM, Dinas
Kesehatan Provinsi, dan 1 salinan untuk arsip selambat-
lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya.
e. Pemusnahan Narkotika
Tata cara penyimpanan narkotika diatur dalam
Permenkes RI No 3 Tahun 2015 tentang Pemusnahan
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya
dilakukan dalam hal:
1. Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan
yang berlaku dan/atau tidak dapat diolah kembali.
2. Telah kadaluarsa.
3. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada
pelayanan kesehatan dan/atau untuk pengembangan
ilmu pengetahuan, termasuk sisa penggunaan.
4. Dibatalkan izin edarnya.
5. berhubungan dengan tindak pidana.
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
yang memenuhi kriteria pemusnahan dilaksanakan oleh
Industri Farmasi, PBF, Instalasi Farmasi Pemerintah, Apotek,
Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik,
Lembaga Ilmu Pengetahuan, Dokter atau Toko Obat.
Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
yang berada di Puskesmas harus dikembalikan kepada
Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah setempat. Kemudian
instalasi Farmasi Pemerintah yang melaksanakan
pemusnahan harus melakukan penghapusan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan barang
Milik Negara/Daerah. Kemudian untuk pemusnahan
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi yang
berhubungan dengan tindak pidana dilaksanakan oleh
instansi pemerintah yang berwenang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi harus dilakukan dengan:
1. Tidak mencemari lingkungan
2. Tidak membahayakan kesehatan masyarakat.
Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut:
1. Penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas
distribusi/fasilitas pelayanan kefarmasian/pimpinan
lembaga/dokter praktik perorangan menyampaikan surat
pemberitahuan dan permohonan saksi kepada:
a) Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat
dan Makanan, bagi Instalasi Farmasi Pemerintah
Pusat.
b) Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau Balai Besar/Balai
Pengawas Obat dan Makanan setempat, bagi
Importir, Industri Farmasi, PBF, Lembaga Ilmu
Pengetahuan, atau Instalasi Farmasi Pemerintah
Provinsi.
c) Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau Balai
Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat,
bagi Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit,
Instalasi Farmasi Klinik, Instalasi Farmasi
Pemerintah Kabupaten/Kota, Dokter, atau Toko
Obat.
2. Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan
Makanan, Dinas Kesehatan Provinsi, Balai Besar/Balai
Pengawas Obat dan Makanan setempat, dan Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota menetapkan petugas di
lingkungannya menjadi saksi pemusnahan sesuai
dengan surat permohonan sebagai saksi.
3. Pemusnahan disaksikan oleh petugas yang telah
ditetapkan.
4. Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam
bentuk bahan baku, produk antara, dan produk ruahan
harus dilakukan sampling untuk kepentingan pengujian
oleh petugas yang berwenang sebelum dilakukan
pemusnahan.
5. Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam
bentuk obat jadi harus dilakukan pemastian kebenaran
secara organoleptis oleh saksi sebelum dilakukan
pemusnahan.
Dalam hal Pemusnahan Narkotika, Psikotropika,
dan Prekursor Farmasi dilakukan oleh pihak ketiga, wajib
disaksikan oleh pemilik Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi dan saksi yang telah ditetapkan.
Penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas
distribusi/fasilitas pelayanan kefarmasian/pimpinan
lembaga/dokter praktik perorangan yang melaksanakan
pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor
Farmasi harus membuat Berita Acara Pemusnahan. Berita
Acara Pemusnahan paling sedikit memuat:
1. Hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan.
2. Tempat pemusnahan.
3. Nama penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas
distribusi/fasilitas pelayanan
kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik
perorangan.
4. Nama petugas kesehatan yang menjadi saksi dan saksi
lain badan/sarana tersebut.
5. Nama dan jumlah Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi yang dimusnahkan.
6. Cara pemusnahan.
7. Tanda tangan penanggung jawab fasilitas
produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan
kefarmasian/pimpinan lembaga/ dokter praktik
perorangan dan saksi.
Berita Acara Pemusnahan dibuat dalam rangkap 3
(tiga) dan tembusannya disampaikan kepada Direktur
Jenderal dan Kepala Badan/Kepala Balai menggunakan
contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 10
terlampir.

E. Daftar Obat Wajib Apotek (DOWA)


Obat Wajib Apotik yaitu obat keras yang dapat diserahkan
oleh Apoteker kepada pasien di Apotik tanpa resep dokter
(Kepmenkes RI Nomor 347, 1990). Terdapat beberapa peraturan
tentang OWA, yaitu meliputi:
1. Kepmenkes no 347 tahun 1990 tentang Obat Wajib Apotek,
berisi Daftar Obat Wajib Apotek No. 1.
2. Kepmenkes no 924 tahun 1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek
No. 2.
3. Kepmenkes no 925 tahun 1993 tentang perubahan golongan
OWA No.1, memuat perubahan golongan obat terhadap daftar
OWA No. 1, beberapa obat yang semula OWA berubah menjadi
obat bebas terbatas atau obat bebas.
4. Kepmenkes no 1176 tahun 1999 tentang Daftar Obat Wajib
Apotek No. 3 Penyerahan OWA oleh Apoteker kepada
pasien harus memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
1. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap OWA.
2. Membuat catatan informasi pasien dan obat yang diserahkan.
3. Memberikan informasi kepada pasien agar aman digunakan.
Berikut ini beberapa golongan DOWA dan beberapa contoh
obatnya, yaitu sebagai berikut:
1. Daftar OWA Gol. 1
Tabel 2.1 Daftar Obat Wajib Apotek (OWA) Golongan 1
No. Nama Generik Gol. Semula Gol. Baru Pembatasan
O.K / OWA
1. Aminophylline (suppositoria OBT -
)
Anestetik
mulut
2. Benzocain O.K OBT
dantenggoroka
n
OBT dgn
3. Diphenhydramine OBT -
batasan
Tab 200
mg,
kemasan
4. Ibuprofen O.K OBT
tidak Iebih
dari l0 tab.
O.K
5. Theophylline dalam OBT -
substansi
Sumber: Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
925/menkes/PER/X/1993, Tentang Daftar Perubahan Golongan
Obat No.1
2. Daftar OWA Gol. 2
Tabel 2.2 Daftar Obat Wajib Apotek (OWA) Golongan 2
Jml. Max. Tiap
No. Nama Generik Jenis Pembatasan
Obat Per Pasien
Sbg obat luar untuk obat
1. Clindamicin 1 tube
acne
Sbg obat luar untuk
2. Dexamethasone 1 tube
inflamasi
Kadar < 2% (1 tube
Sebagai obat luar untuk
3. Ketokonazole krim ; sclap sol. 1
infeksi jamur lokal
btl)
4. Omeprazole 7 tab -
Sbg obat luar untuk
5. Piroxicam 1 tube
inflamasi
Sbg obat luar untuk
6. Prednisolon 1 tube
inflamasi
Sumber: Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
924/menkes/PER/X/1993, Tentang Daftar Obat Wajib Apotek
No.2

3. Daftar OWA Gol. 3


Tabel 2.3 Daftar Obat Wajib Apotek (OWA) Golongan 3
Jml. Max.
Tiap Jenis
No. Nama Generik Obat Per Indikasi Pembatasan
Pasien
Pemberian obat hanya
1 tube @ 5 gr /
atas dasar pengobatan
1. Gentamicin btl 5 ml Obat Mata
ulangan dari dokter
Pemberian obat hanya
Antihistami atas dasar pengobatan
2. Cetirizine 10 tab
n ulangan dari dokter
Pemberian obat hanya
10 tab @ 100 atas dasar pengobatan
3. Allopurinol Antigout
mg ulangan dari dokter
Pemberian obat hanya
Antiulkus
10 tab @ 150 atas dasar pengobatan
4. Ranitidine peptik
mg ulangan dari dokter
Antiinflamasi Pemberian obat hanya
dan atas dasar pengobatan
5. Na Diklofenak 10 tab @ 25 mg
Antirematik ulangan dari dokter
Sumber: Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
1176/menkes/SK/X/1999, Tentang Daftar Obat Wajib Apotek
No.3
F. Resep
1. Definisi Resep
Resep merupakan permintaan tertulis dari seorang
dokter, dokter gigi, dokter hewan yang diberi izin berdasarkan
peraturan perundang- undangan yang berlaku kepada apoteker
pengelola apotek untuk menyiapkan, meracik serta
menyerahkan obat kepada pasien (Syamsuni, 2006).
Resep dituliskan pada kertas resep dengan ukuran yang
idealnya lebar 10-12 cm dan panjang 15-18 cm (Zaman-
Joenoes, 1995). Berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia (1981) tentang penyimpanan
resep di apotek, kertas resep yang sudah diserahkan pasien ke
apotek harus disimpan, diatur menurut urutan tanggal dan
nomor urut resep, serta harus disimpan sekurang-kurangnya
selama tiga tahun. Setelah lewat tiga tahun, resep yang masuk
ke apotek boleh dimusnahkan dengan membuat berita acara
pemusnahan.
Resep asli tidak boleh diberikan kembali setelah
obatnya diambil oleh pasien, namun pasien dapat diberikan
salinan resep. Resep asli tidak boleh diperlihatkan kepada
orang lain kecuali diminta oleh dokter penulis resep, pasien,
pegawai (kesehatan, kepolisian, kehakiman) yang ditugaskan
untuk memeriksa, serta yayasan atau lembaga lain yang
menanggung biaya pengobatan pasien (Syamsuni, 2006).
2. Definisi Penulisan Resep
Secara definisi dan teknis, resep artinya pemberian obat
secara tidak langsung, ditulis jelas dengan tinta, tulisan tangan
pada kop resmi kepada pasien, format dan kaidah penulisan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
yang mana permintaan tersebut disampaikan kepada farmasi
atau apoteker di apotek agar diberikan obat dalam bentuk
sediaan dan jumlah tertentu sesuai permintaan kepada pasien
yang berhak.
Penulisan resep artinya mengaplikasikan pengetahuan
dokter dalam memberikan obat kepada pasien melalui kertas
resep menurut kaidah dan peraturan yang berlaku, diajukan
secara tertulis kepada apoteker di apotek agar obat diberikan
sesuai dengan yang tertulis.Pihak apoteker berkewajiban
melayani secara cermat, memberikan informasi terutama yang
menyangkut dengan penggunaan dan mengkoreksinya bila
terjadi kesalahan dalam penulisan. Dengan demikian pemberian
obat lebih rasional, artinya tepat, aman, efektif, dan ekonomis.
Wujud akhir kompetensi dokter dalam medical care,
secara komprehensif menerapkan ilmu pengetahuan dan
keahliannya di bidang farmakologi & teraupetik secara tepat,
aman dan rasional kepada pasien khususnya masyarakat pada
umumnya (Jas, 2009).
3. Format Penulisan Resep
Menurut Jas (2009), resep terdiri dari 6 bagian :
a. Inscription yaitu meliputi : Nama Dokter, no. SIP,
alamat/telepon/HP/kota/tempat, tanggal penulisan resep.
Untuk obat narkotika hanya berlaku untuk satu kota
provinsi. Sebagai identitas dokter penulis resep. Format
inscription suatu resep dari rumah sakit sedikit berbeda
dengan resep pada praktik pribadi.
b. Invocation yaitu permintaan tertulis dokter dalam singkatan
latin “R/
= recipe” artinya ambilah atau berikanlah, sebagai kata
pembuka komunikasi dengan apoteker di apotek.
c. Prescription/Ordonatio yaitu nama obat dan jumlah serta
bentuk sediaan yang diinginkan.
d. Signatura yaitu tanda cara pakai, regimen dosis pemberian,
rute dan interval waktu pemberian harus jelas untuk
keamanan penggunaan obat dan keberhasilan terapi.
BAB III
TINJAUAN KHUSUS APOTEK

A. Letak Bangunan
Apotek Mose terletak di jl. Nusa Jaya No. 14, Bintaro
Sektor 3A, Kel. Pondok Karya, Kec. Pondok Aren Tangerang
Selatan, cukup strategis untuk sebuah Apotek karena:
1. Terletak dipinggir jalan yang cukup ramai
2. Daerah mudah dijangkau dan dilalui oleh kendaraan umum
3. Bekerja sama dengan Dokter gigi

B. Sejarah Apotek Mose


Apotek Mose didirikan pada tahun 2014 di jl. Nusa Jaya
no.14 Bintaro sektor 3A, belakang Bintaro Plaza, Tangerang
Selatan. Nama apotek Mose merupakan singkatan dari “Moro
Sehat” yang mempunyai arti “Orang yang dating ke Apotek yang
sedang sakit menjadi sehat, dan yang sehat menjadi lebih sehat”.
Apotek Mose merupakan apotek swasta yang didirikan oleh Meta
Aprilia S.Farm., Apt. yang juga sebagai pemilik sekaligus Apoteker
Penanggung jawab Apotek di Apotek Mose.
Beliau merasa mempunyai kewajiban untuk mengamalkan ilmu
yang didapat selama menempuh pendidikan sarjana hingga menjadi
apoteker, dimana beliau melihat banyak masyarakat di sekelilingnya
yang belum mengetahui penggunaan obat secara benar. Selain itu,
beliau merasa disekitar tempat tinggalnya belum berdiri sebuah
apotek, sehingga baik beliau maupun masyarakat yang ada
disekitarnya harus menempuh jarak yang cukup jauh untuk pergi ke
apotek terdekat. Oleh sebab itulah, dengan bermodal ilmu
pengetahuan dan keyakinan yang kuat, beliau akhirnya mendirikan
Apotek Mose.
C. Struktur Organisasi
Adapun struktur organisasi Apotek Mose adalah sebagai berikut :

PSA & APA


apt. Meta Aprilia, S.Farm.
SIPA : 446.4/0026/04/06/SIPA/DinKes/2013 STRA : 1987421/STRA-UNAIR/2010/222738

Asisten Apoteker Administrasi


Anisa, Lusi, Kiki, Galuh, Dinda, Betty Alta Dinar

Bagian Umum
Suhaini

D. Pembagian Ruang Kerja di Apotek Mose


Untuk menunjukkan kegiatan operasional apotek, maka
Apotek Mose Bintaro dibagi dalam berbagai tempat, yaitu:
1. Ruang Penerimaan Resep
Tempat ini berada di depan, dimana disini pasien
menyerahkan resep dan juga berkonsultasi dengan Apoteker atau
Asisten Apoteker. Di tempat ini diletakkan obat bebas dan obat
bebas terbatas.
2. Ruang Pelayanan Resep
Merupakan ruangan yang digunakan unuk membuat,
mengelola, meracik dan mengubah bentuk obat yang dituliskan
dalam resep. Ruang ini juga berfungsi sebagai tempat
penyimpanan obat keras, psikotropik dan narkotika.
3. Swalayan
Beberapa jenis perbekalan farmasi dan non farmasi
diletakkan di lemari swalayan ini, dengan tujuan mempermudah
pasien saat mengambil.
4. Tempat Tunggu
Pasien yang telah menyerahkan resepnya dapat
menunggu resepnya ditempat tunggu ini.

E. Waktu, Tempat dan Teknis Pelaksanaan


1. Waktu
Waktu pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) pada
tanggal 08 Maret sampai dengan tanggal 21 Maret.
2. Praktek Kerja Lapangan (PKL) bertempat di Apotek Mose
yang beralamat di jl. Nusa Jaya No. 14, Bintaro Sektor 3A, Kel.
Pondok Karya, Kec. Pondok Aren- Tangerang Selatan Nomor
Telp : (021) 7351784.
3. Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Apotek Mose ini terdapat 2
orang yang kemudian dibagi menjadi 2 jadwal.
4. Pembagian shift adalah shift pagi yang waktu prakteknya
dilaksanakan mulai pukul 07.00 sampai dengan pukul 15.00 dan
shift siang yang waktu prakteknya dilaksanakan mulai pukul
13.30 sampai dengan 21.30. Masing-masing individu pernah
mengalami shift pagi dan shift siang.

F. Pengelolaan
1. Sumber Daya Manusia (SDM)
Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek
harus dikelola oleh seorang apoteker yang professional. Dalam
pengelolaan apotek, apoteker senantiasa harus memiliki
kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang
baik, mengambil keputusan yang tepat, mampu berkomunikasi
antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpian dalam situasi
multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif,
selalu belajar sepanjang karier dan membantu memberi
pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan
pengetahuan, pendidikan dan memberi peluang untuk
meningkatkan pengetahuan.
Sumber Daya Manusia yang dimiliki oleh Apotek
setidak- tidaknya adalah Pemilik Sarana Apotek (PSA),
Apoteker Pengelola Apotek (APA), Asisten Apoteker, Juru
Resep, tenaga Tata Usaha.
Di Apotek Mose terdapat beberapa personalia yang
mempunyai tugas dan wewenang yang berbeda sesuai dengan
posisi dalam struktur organisasi apotek seperti :
a. Pemilik Sarana Apotek (PSA) : Meta Aprilia, S.Farm., Apt
b. Apoteker Pengelola Apotek : Meta Aprilia, S.Farm., Apt
c. Asisten Apoteker : Lusi, Anisa, Kiki, Betty, Galuh, dan Dinda
d. Bagian Umum : Suhaini
2. Sarana dan Prasarana
a. Sarana
1) Ruang tunggu
Berada didalam apotek yang terletak di bagian
depan pada Apotek Mose yang terdapat beberapa tempat
duduk yang disediakan dari Apotek untuk
pengunjung/konsumen agar dapat menunggu obat yang
dibeli/resep yang akan ditebus.
2) Ruang peracikan
Terdapat di bagian dalam menyatu dengan lemari Obat.
3) Gudang Obat
Gudang obat terletak di sampin ruang racikan
digunakan untuk menyimpan obat-obat yang telah
dipesan dari PBF.
4) Toilet
Ruangan ini berada di samping Gudang obat.
b. Prasarana
1) Bahan : semua macam obat-obatan, bahan baku obat,
bahan tambahan (Sacchorite), bahan pelarut (Air,
alkohol, sirupus), Bungkus Puyer.
2) Alat : peralatan peracikan (seperti: Mortir dan stamper,
alat press kertas puyer, timbangan milligram serta
timbangan gram), gunting, steples, dan kalkulator.
3. Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan
Lainnya
a. Perencanaan dan Pengadaan Obat di Apotek Mose
Perencanaan merupakan suatu program kerja untuk
mencapai sasaran / tujuan yang dilaksanakan pada periode
berikutnya, perencanaan dilakukan secara optimal sehingga
perbekalan farmasi dapat digunakan secara efektif dan
efisien. Tahapan perencanaan obat di Apotek Mose meliputi:
1) Membuat rencana pembelian dengan cara :
a) Menerima informasi mengenai kebutuhan obat /
perbekalan kesehatan lainnya, yang berupa defecta
dari petugas penjualan, gudang racik.
b) Menetapkan kuantum obat / perbekalan kesehatan
lainnya yang akan dipesan berdasarkan defecta
penjualan dengan memperhatikan stok maksimum.
2) Menentukan PBF / Subdistributor untuk maing-masing
barang yang akan dibeli denga mempertimbangkan :
a) Legalitas PBF / Subdistributor
b) Kecepatan pelayanan
c) Harga / potongan harga yang diberikan
d) Kondisi pembayaran yang ditawarkan
e) Melaksanakan pembelian
3) Pemesanan
Setelah melakukan perecanaan, bagian
pembelian melakukan pemesanan obat / perbekalan
kesehatan lainnya. Pemesanan dilakukan menggunakan
Surat Pesanan (SP), yang ditujukan pada distributor atau
PBF. Adapun metode permintaan obat yang digunakan
di Apotek Mose yaitu menggunakan metode konsumsi
berdasarkan penggunaan obat pada periode 3 bulan
sebelumnya.
4) Memeriksa faktur-faktur yang diterima dari PBF /
Subdistributor terhadap :
a) Kelengkapan barang yang dikirim
b) Kebenaran harga / potongan harga yang telah diberikan
c) Menerima penjelasan pengirim apabila ada barang
yang tidak dikirim, agar barang tersebut dapat
dipesan ke pemasok lain.
d) Segera memberitahu sales PBF / Subdistributor apabila
harga
/ potongan harga tidak lagi sesuai dengan perjanjian
dan meminta untuk dikoreksi.
5) Pemeriksaan langsung persediaan barang :
a) Mengevaluasi hasil pembelian, serta
membandingkan jumlah pembelian terhadap omset
yang dicapai untuk periode waktu yang sama.
b) Apabila persentasi pembelian dirasakan cukup tinggi,
maka memeriksa kembali persedian barang
digudang.
c) Apabila ada barang-barang yang kurang lancer
mutasinya, segera diinformasikan agar dapat dibantu
pemecahannya.
b. Penyimpanan Obat di Apotek Mose
1) Perbekalan farmasi yang sudah diterima kemudian
disimpan didalam gudang obat secara alfabetis yang
tersedia diapotek dengan sebelumnya mengisi kartu stok
yang berisikan tanggal pemasukan obat, nomor
dokumen, jumlah barang, sisa, nomor batch, tanggal
kadaluarsa dan paraf.
2) Penyimpanan barang di Apotek Mose dilaksanakan
berdasarkan sistem FIFO (Fisrt In First Out) dan FEFO
(Fisrt Expired Fisrt Out) adalah penyimpanan barang
dimana barang yang datang lebih dulu akan disimpan
didepan sehingga akan dikeluarkan lebih dulu dari yang
lainnya, sedangkan barang yang terakhir datang ditaruh
dibelakang, demikian seterusnya. Sedangkan pada
sistem FEFO (First Expired First Out) adalah
penyimpanan barang dimanan barang yang mendekati
tanggal kadaluarsanya diletakkan didepan sehingga
akan dikeluarkan lebih dulu dari yang lainnya,
sedangkan barang yang tanggal kadaluarsanya masih
lama diletakkan dibelakang, perputaran barang diapotek
dapat terpantau dengan baik sehingga meminimalkan
banyaknya obat-obat yang mendekati tanggal
kadaluarsanya berada di Apotek
3) Sistem penyimpanan obat di Apotek Mose antara lain:
a) Berdasarkan Golongan Obat
 Narkotika dan Psikotropika di dalam lemari khusus
dua pintu yang dilengkapi dengan kunci dan
terletak menempel pada lemari besar dengan
tujuan tidak bisa dipindahkan sehingga sulit untuk
dicuri.
 Obat bebas dan obat bebas terbatas disebut sebagai
OTC (Over The Counter) disimpan di rak
penyimpanan dan swalayan. Disimpan
berdasarkan kegunaannya. Penyusunan OTC
digolongkan menjadi susu dan nutrisi, vitamin
dan suplemen, pengobatan tradisional, tetes
mata, perawatan kecantikan, perawatan mulut,
perawatan bayi dan anak, makanan ringan dan
minuman, perawatan wanita.
 Obat keras disimpan di rak penyimpanan belakang
dan disusun sesuai alfabetis.
b) Bentuk Sediaan
 Obat disimpan berdasarkan bentuk sediaannya
yaitu: padat, cair, semi solid, tetes mata, tetes
hidung, tetes telinga, oral drop, inhaler, aerosol,
suppositoria, ovula.
c) Berdasarka sifat obat, terdapat obat yang disimpan
dilemari es. Contohnya: insulin, suppositoria, ovula
dan obat yang mengandung Lactobacillus sp.
Contoh: Lacto-B.
d) Alat kesehatan disimpan dalam etalase dekat
penyimpanan obat bebas.
e) Obat generik disimpan di dalam rak-rak tersendiri
terpisah dari obat paten.
c. Pelayanan
Berbagai kegiatan bidang pelayanan dilakukan di
Apotek Mose, seperti :
1) Pelayanan obat bebas, bebas terbatas dan perbekalan
kesehatan (Non Resep).
2) Pelayanan sediaan farmasi sesuai permintaan dari dokter
(resep).
3) Pelayanan konseling gratis mengenai obat dan sediaan
farmasi oleh Apoteker.
Salah satu contoh pelayanan resep dari dokter yang pernah
kami layani yaitu:

Gambar 3.1 Contoh Resep Dokter

4. Pengelolaan Administrasi di Apotek Mose


Kegiatan administrasi yang dilakukan di Apotek Mose
sebagian sudah komputerisasi dan sebagian lagimasih manual,
yang meliputi:
a. Pembukuan, barang keluar berisi sediaan atau perbekalan
farmasi yang terjual, baik resep maupun non resep.
b. Pembukuan barang datang, berisi barang yang diterima dari
distributor, yang juga memuat No. Batch dari expired date
sediaan atau perbekalan farmasi.
c. Pembukuan piutang dan perpajakan.
d. Administrasi kepegawaian mengadakan absensi, karyawan,
gaji, dan lain-lain.
e. Kartu stock, diletakkan disetiap sediaan atau perbekalan farmasi.
f. Defecta, berisi pencatatan barang yang kosong atau hampir
kosong.
g. Pembukuan laporan bulanan dan tahunan.

G. Arus Dokumen
1. Resep R/
Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter
yang diberi izin berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku kepada apoteker pengelola apotek untuk
menyediakan dan menyerahkan obat- obatan bagi penderita.
2. Salinan Resep
Salinan Resep adalah salinan yang dibuat apotek, salinan
membuat keterangan yang terdapat dalam resep asli, salinan juga
membuat nama dan nomor izin pengelola apotek, tanda tangan
APA, tanda nedetur untuk obat yang belum diserahkan, nomor
resep dan tanggal pembuatn.
3. Faktur
Faktur merupakan bukti pembelian yang berasal dari
distributor yang diterima oleh bagian pembelian kemudian
dicocokan dengan surat pesanan, dicatat dalam dokumen
pembelian faktur asli diarsipkan oleh apotek dan salinannya
diberikan ke PBF atau distributornya. Faktur bermanfaat untuk
administrasi hutang barang (untuk pembelian dengan
pembayaran tempo) serta untuk pembelian tunai.
4. Pencatatan kartu stok barang
Keluar masuknya barang harus disertai dengan
pencatatan pada kartu stok. Hal ini dilakukan untuk menghindari
kehilangan obat dan untuk mempermudah pengawasan barang.
5. Kwitansi
Kwitansi merupakan dokumen atau surat yang digunakan
sebagai tanda bukti telah terjadinya transaksi pembayaran
sejumlah uang dari orang yang member uang kepada si penerima
uang.

H. Pengelolaan obat di Apotek Mose


1. Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang boleh dignakan tanpa resep
dokter disebut obat OTC (Over The Counter). Contoh obat bebas
yang ada di Apotek Mose diantaranya: Promaag, Polysilane,
(sirup, tablet), Mylanta, Dumin, Paracetamol 500 mg, Panadol,
Fludane, Neozep, Fatifon, Stimuno.
2. Obat Bebas Terbatas
Obat Bebas Terbatas adalah obatyang sebenarnya
termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual dan dibeli bebas
tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan. Contoh
obat bebas terbatas yang ada di Apotek Mose diantaranya: OBH
Nellco, Nalgestan.
3. Obat Wajib Apotek (OWA)
Obat Wajib Apotek merupakan obat keras yang dapat
diberikan tanpa resep dokter oleh Apoteker Pengelola Apotek
(APA) kepada pasien. Contoh obat wajib apotek yang ada di
Apotek Mose diantaranya: Asam Mefenamat, Bromhexin,
Dexametason, Gentamisin, Hidrokortison, Ibuprofen,
Ketokonazole, Kloramfenikol, Methylprednisolon, Mefinal,
Metformin, Ranitidin, Salbutamol, Omeprazole, Piroxicam,
Prednison.
4. Obat Keras
Obat keras adalah obat yang berkhasiat keras yang untuk
memperolehnya harus dengan resep dokter. Contoh obat keras
yang ada di Apotek Mose diantaranya: Acyclovir, Captopril,
Cefadroxil.
5. Obat Psikotropika dan Narkotika
Obat Psikotropika adalah obat yang dapat menurunkan
aktivitas otak atau merangsang susunan saraf pusat dan
menimbulkan kelainan peilaku, disertai dengan timbulnya
halusinasi. Contoh obat Psiotropika yang ada di Apotek Mose
diantaranya: Valisanbe, Analsik.
Obat Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis
yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi
mereka yang menggunakannya. Contoh obat Narkotika yang ada
di Apotek mOse diantaranya: Codein, Codipront.

I. Pemusnahan obat rusak dan kadaluarsa


Di Apotek Mose sudah melakukan pemusnahan obat
dikarenakan Apotek Mose baru berdiri selama lebih dari 5 tahun
sehingga ada banyak obat yang kadaluarsa. Pemusnahan dilakukan
dengan tata cara yang sesuai dengan peraturan yang ada.
Mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Apotek, bahwa Obat kadaluwarsa atau rusak
harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan.
Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung
narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan
disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan
Obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker
dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki
surat izin praktik atau surat izin kerja.
Adapun beberapa metode pembuangan obat-obat rusak dan
kadaluarsa (Ibrahim S, 2009), yaitu:
1. Penimbunan
Penimbunan berarti penenpatan limbah langsung ke lahan
penimbunan sampah tanpa perlakuan atau persiapan
sebeluamnya. Metode ini merupakan metode tertua dan paling
sering dilakukan dalam pembuangan limbah padat.
2. Imobilisasi Limbah: Enkapsulasi
Enkapsulasi berarti imobilisasi obat-obatan dengan
memadatkannya ke dalam tong plastik atau besi. Sebelum
dipergunakan, tong harus bersih dan kandungan sebelumnya
harus bukanlah bahan yang mudah meledak atau berbahaya.
Tong diisi hingga 75% kapasitasnya dengan obat-obatan padat
atau setengah padat, lalu sisa ruang dipenuhi dengan campuran
kapur-semen-air (15 : 1 : 15) hingga terisi penuh, kemudian tong
ditutup dengan dikleim atau dengan pengelasan
3. Imobilisasi Limbah: Inersiasi
Metode ini merupakan varian dari metode Enkapsulasi.
Obat- obatan dilepas dari bahan pengemasnya seperti : kapsul,
blister, strip, sachet, karton, botol dan plastik. Kemudian, obat-
obatan dicampur dengan kapur-semen-air (65 : 15 : 5) sehingga
terbentuk pasta yang homogen. Pasta dipindahkan ke tempat
pembuangan akhir yang akan membentuk masa padat bercampur
dengan limbah rumah tangga biasa. Pada metode ini diperlukan
alat khusus untuk mencampurnya (seperti beton mollen).
4. Pengenceran
Beberapa obat-obatan dalam bentuk cairan seperti sirup
dan infus atau larutan antiseptik yang aman dapat dilarutkan
dalam sejumlah besar air hingga encer dan dibuang ke saluran
pembuangan air sedikit demi sedikit selama periode tertentu
(tanpa memberikan dampak serius terhadap kesehatan dan
lingkungan).
5. Insenerasi Suhu Tinggi
Insenerasi dilakukan dengan alat khusus yaitu Insinerator
dengan suhu minimal 850° C dalam kurun waktu pembakaran 2
detik, metode ini dapat digunakan untuk memusnahkan obat-obat
padat. Perbandingan pemusnahan antara limbah farmasi
dicampur dengan limbah rumah tangga dalam jumlah besar yaitu
1:1000. Insinerator 1200 - 1430° C sangat sesuai dan paling
memadai untuk pemusnahan obat-obat rusak dan kadaluarsa.
Pada kondisi ini limbah akan hancur secara efektif. Tetapi
Insinerator suhu ini tidak baik untuk obat-obatan yang
mengandung halogen.

J. Standar Operasional Prosedur (SOP) Apotek Mose


1. SOP Pelayanan Resep
Sesuai dengan prosedur tetap dalam pelayanan resep
dokter adalah sebagai berikut:
a) Apoteker menerima resep
b) Melakukan skrining resep meliputi administrasi dan
farmasetik. Skrining administratif meliputi, pengecekan nama
dokter, tanggal penulisan resep, paraf/tanda tangan dokter,
nama pasien, umur pasien, berat badan pasien, alamat pasien
dan nomor telepon pasien. Sedangkan skrining farmasetik
meliputi pengecekan sesuai atau tidaknya bentuk sediaan,
dosis sediaan, potensi obat, stabilitas obat, cara dan lama
pemberian obat, serta waktu dengan yang tertulis pada resep.
c) Bila obat yang akan diganti (merk lain), Apoteker/AA
meminta persetujuan pasien terlebih dahulu
d) Menghitung nominal harga dan mintalah persetujuan kepada
pasien
e) Menyiapkan obat sesuai dengan resep (bila resep racikan,
hitung berapa obat yang harus disiapkan dari masing-masing
obat yang terdapat pada resep).
Berikut merupakan SOP Peracikan di Apotek Mose :
 Menyiapkan alat yang akan digunakan dan membersihkan
meja untuk meracik.
 Membuat instruksi meracik meliputi: no resep, jumlah, dan
cara mencampur.
 Menyiapkan etiket dan wadah serta bersama obat.
 Mencuci tangan hingga bersih, bila perlu menggunakan
sarung tangan, dan masker.
 Menyiapkan obat sesuai resep dan mencocokannya.
 Jika ada bahan yang harus ditimbang, maka persiapkan
terlebih dahulu alat serta bahan-bahannya. SOP
menimbang di Apotek Mose, yaitu :
 Membersihan timbangan terlebih dahulu, kemudian
menyetarakan timbangan sebelum mulai menimbang.
 Mengambil bahan-bahan sesuai dengan permintaan resep.
 Mengambil anak timbangan sesuai dengan berat yang
diminta dan meletakkannya di sebelah kiri.
 Menimbang bahan-bahan, bisa menambahkan atau
menguranginya sampai diperoleh timbangan yang
seimbang yang ditunjukkan oleh letak jarum pada posisi
nol atau posisi setara.
 Mengambil bahan yang sudah ditimbang, kemudian
memberi nama sesuai dengan nama bahan.
 Mengecek ulang apakah bahan yang diambil sudah
sesuai dengan resep kemudian mengembalikan
ketempatnya.
 Pastikan hasil racikan sesuai dengan instruksinya
 Memasukkan ke dalam wadah yang telah
disediakan dan mengetiketkannya.
 Kemudian menyerahkan ke petugas lain untuk diperiksa
kembali.
 Menyerahkan obat yang telah jadi kepada pasien.
 Setelah itu, membersihkan peralatan dan meja meracik
setelah selesai melakukan peracikan
 Mencuci tangan sampai bersih.
f) Obat yang disiapkan dimasukkan dalam buku stok obat
g) Mengetiketkan sesuai dengan penandaan diresep lengkap
dengan indikasi obat
h) Mengecek kembali resep sebelum diserahkan kepada pasien
i) Memberikan informasi tentang kegunaan dan aturan pakai
obat-obat yang pasien dapatkan.
2. SOP Pelayanan Resep yang Mengandung Obat Psikotropika
atau Narkotika
a) Apoteker menerima resep
b) Melakukan skrining resep meliputi administrasi dan
farmasetik. Melakukan skrining resep meliputi administrasi
dan farmasetik. Skrining administratif meliputi, pengecekan
nama dokter, tanggal penulisan resep, paraf/tanda tangan
dokter, nama pasien, umur pasien, berat badan pasien, alamat
pasien dan nomor telepon pasien. Sedangkan skrining
farmasetik meliputi pengecekan sesuai atau tidaknya bentuk
sediaan, dosis sediaan, potensi obat, stabilitas obat, cara dan
lama pemberian obat, serta waktu dengan yang tertulis pada
resep.
c) Mengisi kelengkapan untuk data pasien meliputi No. Resep,
nama pasien, umur, alamat, No. Telpon pasien, item obat,
jumlah obat, dokter yang menulis resep.
d) Bila ada obat yang tidak ada, tidak bisa diganti.
e) Menghitung nominal harga dan meminta persetujuan kepada
pasien
f) Menyiapkan obat sesuai dengan resep.
g) Obat yang disiapkan dimasukkan dalam buku stok obat
h) Mengetiketkan sesuai dengan penandaan diresep lengkap
dengan indikasi obat
i) Mengecek kembali resep sebelum diserahkan kepada pasien
j) Memberikan informasi tentang kegunaan dan aturan pakai.
Informasi yang memastikan pasien jika gejala atau tanda dari
pemyakit yang di indikasikan telah hilang, makan disarankan
untuk mnghentikan pengobatan obat tersebut, karena dapat
menimbulkan ketergantungan.
k) Memberikan informasi bahwa obat tidak bisa dibeli lagi tanpa
adanya resep dokter asli.
3. SOP Pelayanan tanpa Resep
a) Pasien datang
b) Menyapa pasien dengan ramah dan menanyakan obat apa yang
dibutuhkan
c) Menanyakan terlebih dahulu keluhan atau penyakit apa yang
diderita pasien, kemudian membantu pasien untuk mendapatkan
obat yang tepat. Jika tidak dapat ditangani dengan swamedikasi,
menyarankan pasien untuk konsultasi ke Dokter. Jika bisa
ditangani dengan swamedikasi, maka menyarankan pasien
dengan terapi obat yang bisa diberikan.
d) Menghitung harga dan minta persetujuan terhadap nominal harga.
e) Mengambilkan obat yang diminta pasien jika pasien setuju
dengan harga yang diberikan.
f) Menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi
mengenai kegunaan dan aturan pakai obatnya.
4. SOP Pemesanan Obat
a) Pemesanan obat dilakukan pada PBF yang resmi
b) Pemesanan obat menggunaka Surat Pesnan (SP) rangkap 2
lembar yang asli diberikan kepada sales sedang salinannya
untuk disimpan sebagai arsip
c) Untuk pemesanan obat-obat narkotika dan psikotropika
menggunakan SP khusus
d) Jumlah dan jenis obat yang dipesan harus sesuai dengan
kebutuhan
e) SP ditandatangani oleh apoteker dan diberi stempel apotek
5. SOP Penerimaan Obat
a) Melakukan pemeriksa keabsahan faktur meliputi nama dan
alamat PBF serta tanda tangan penanggung jawab dan stempel
PBF
b) Mencocokan faktur dengan obat yang datang meliputi jenis dan
jumlah serta no batch sediaan, tanggal kadaluarsa.
c) Memeriksa kondisi fisik obat meliputi kondisi wadah dan
sediaan. Bila rusak, maka obat dikembalikan dan minta diganti.
d) Setelah selesi diperiksa, faktur dengan pembayaran tempo
ditandatangani dan diberi tanggal serta distampel, faktur yang
asli diserahkan kepada sales sedangkan salinan faktur disimpan
oleh apotek sebagai arsip. Sedangkan untuk faktur dengan
pembayaran lunas, faktur asli disimpan oleh apotek.

K. Pengelolaan Resep di Apotek Mose


1. Penyimpanan Resep
Di Apotek Mose bila obatnya sudah diserahkan kepada
pasien, menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonasia nomor 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek, penyimpanan resep harus diatur menurut
tanggal dan nomor urut pembuatan. Hal ini bertujuan untuk
memungkinkan penelusuran kembali bila setelah sekian waktu
terjadi suatu akibat dari obat yang diberikan.
Kemudian, resep yang telah disimpan melebihi jangka
waktu 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan dengan membuat berita
acara pemusnahan.
2. Pemusnahan Resep
Pemusnahan Resep mengacu pada Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonasia nomor 73 tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Pemusnahan
dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya
petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara
pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara
Pemusnahan Resep menggunakan Formulir 2 sebagaimana
terlampir dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan
kabupaten/kota.

L. Aspek Pharmaceutical Care dan KIE di Apotek Mose


1. Parmaceutical Care
Asuhan kefarmasian (Pharmaceutical Care) adalah
pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pasien.
Meliputi semua aktifitas apoteker yang diperlukan untuk
menyelesaikan masalah terapi pasien terkait dengan obat.
Praktek kefarmasian ini memerlukan interaksi langsung
apoteker dengan pasien, yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien. Peran apoteker dalam asuhan
kefarmasian di awal proses terapi adalah menilai kebutuhan
pasien. Di tengah proses terapi, memeriksa kembali semua
informasi dan memilih solusi terbaik untuk DRP (Drug Related
Problem) pasien. Di akhir proses terapi, menilai hasil intervensi
sehingga didapatkan hasil optimal dan kualitas hidup
meningkat serta hasilnya memuaskan (keberhasilan terapi)
(Rover et al, 2003).
2. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Pengertian KIE bagi seorang Farmasis adalah proses
penyampaian informasi antara apoteker dengan pasien atau
keluarga pasien yang dilakukan secara sistematis untuk
memberikan kesempatan kepada pasien atau keluarga pasien
dan membantu meningkatkan pengetahuan, pemahaman
sehingga pasien atau keluarga pasien memperoleh keyakinan
akan kemampuan dalam penggunaan obat yang benar. Tujuan
dari KIE sendiri adalah agar farmasis dapat menjelaskan dan
menguraikan (explain and describe) penggunaan obat yang
benar dan baik bagi pasien sehingga tujuan terapi pengobatan
dapat tercapai dan pasien merasa aman dengan obat yang
dikonsumsi (Pariang, 2013)
Tenaga kefarmasian yang berada di Apotek Mose perlu
memberikan informasi agar pasien dapat memahami dan
meningkatkan kepatuhan untuk memperoleh terapi yang
optimal, dan untuk mencegah kegagalan terapi, toksisitas, serta
meningkatnya biaya pengobatan pasien. Pemberian informasi
tersebut merupakan hal vital dalam Pharmaceutical Care, agar:
a) Menghindari / mencegah Drug Related Problems (DRP)
b) Meningkatkan outcome (tujuan terapi)
c) Monitoring / Follow Up
d) Penerapan regimen sesuai individu
3. Konseling dan Monitoring
Konseling pasien merupakan suatu pelayanan farmasi
yang mempunyai tanggung jawab etikal serta medikasi legal
untuk memberikan informasi dan edukasi mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan obat. Kegiatan tersebut dapat diberikan
atas inisiatif langsung dari apoteker (konseling aktif) mengingat
perlunya pemberian informasi terhadap pemakaian obat,
terutama dengan pemakaian obat-obat khusus/obat-obat dengan
membutuhkan terapi jangka pangjang sehingga untuk
memastikan kepatuhan pasien meminum obat.
Sedangkan monitoring pasien dalam bidang farmasi
merupakan kegian seperti memantau pemakaian obat, terapi
obat dan efek samping obat pada pasien-pasien yang
memerlukan perhatian khusus dalam terapi pengobatannya,
seperti pada pasien-pasien TBC, DM, dll.
4. Swamedikasi (Pengobatan Sendiri)
Menurut WHO, swamedikasi adalah suatu solusi mudah,
murah dan cepat untuk mengatasi keluhan yang bersifat ringan
seperti demam, nyeri, sakit kepala, batuk, influenza, maag,
cacingan, diare, penyakit kulit ringan, dll.
Obat-obat yang dapat diberikan oleh tenaga kefarmasian
di Apotek Mose untuk pasien-pasien yang mengalami keluhan-
keluhan seperti itu merupakan obat-obat golongan Bebas,
Bebas Terbatas, Obat Wajib Apotek (terdapat beberapa obat
keras yang dapat dibeli tanpa resep dokter), vitamin dan
suplemen. Selain obat-obat yang bukan dari golongan tersebut,
pasien tidak diperbolehkan untuk membelinya tanpa resep
dokter. Cara pemilihan obat untuk swamedikasi di Apotek
Mose, sesuai dengan Prof. Dr. Zulies Ikawati, Apt. yakni :
a) Menyesuaikan dengan gejala dan keluhan penyakit pasien.
b) Memperhatikan kondisi khusus pasien, misalnya wanita
hamil / menyusui, bayi, lanjut usia, ataupun memiliki
riwayat penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi.
c) Mempertimbagkan pengalaman alergi pasien terhadapt obat-
obat tertentu.
d) Memperhatikan nama obat, zat berkhasit, kegunaan, efek
samping, cara pemakaian, serta interaksi obat yang dapat
dibaca pada etiket / brosur obat.
63

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pelayanan di Apotek Mose


Salah satu contoh pelayanan resep dari dokter yang pernah
kami layani yaitu:

Gambar 4.1 Pelayanan Resep Dokter

Sesuai dengan prosedur tetap dalam pelayanan resep dokter


adalah sebagai berikut:
1. Menerima resep dari pasien
2. Melakukan skrining resep, meliputi:
a. Skrining Administratif
Dalam hal skrining administratif resep yang diterima sudah
lengkap, sebagaiamana pada tabel IV.1, yakni:
64

Tabel 4.1 Skrining Kesesuaian Adinistratif


No. Komponen Administratif Keterangan
1. Nama dokter √
2. Tanggal penulisan resep √
3. Paraf/tanda tangan dokter -
4. Nama pasien √
5. Umur pasien √
6. Berat badan pasien -
7. Alamat pasien -
8. Nomor telepon pasien -
Keterangan: (√) Berarti ada/ lengkap
(-) Berarti tidak ada
b. Skrining Farmasetik
Dalam hal skrining farmasetis resep diatas, setelah
dilakukan pengamatan / pemeriksaan ternyata lengkap
sebagaimana tertuang dalam tabel III.2, yakni:
Tabel 4.2 Skrining Kesesuaian Farmasetis
No. Komponen Farmasetis Keterangan
1. Bentuk sediaan Sesuai
2. Dosis sediaan Sesuai
3. Potensi obat Sesuai
4. Stabilitas Sesuai
5. Cara dan lama pemberian Sesuai
6. Waktu pemberian Sesuai
Keterangan:
 Amoxsan
 Bentuk sediaan: bentuk sediaan dari amoxsan adalah
bentuk kapsul.
 Dosis sediaan: dosis Amoxsan merupakan dosis untuk
orang dewasa dan anak.
 Potensi obat: Amoxsan adalah salah satu obat yang
mengandung Amoxicillin yang merupakan antibiotik
untuk infeksi saluran pernapasan bagian bawah, tifoid
dan paratifoid.
 Stabilitas: arcoxia stabil di tempat sejuk, hindari dari
65

panas dan cahaya langsung.


 Cara dan lama pemberian: untuk dewasa diberikan
dengan cara pemakaian oral atau diminum 3x sehari.
 Waktu dan pemberian: setelah makan.
 Methylprednisolon
 Bentuk sediaan: bentuk sediaan dari methylprednisolon
adalah bentuk tablet.
 Dosis sediaan: dosis methylprednisolon merupakan
dosis untuk orang dewasa dan anak-anak diatas usia 2
tahun.
 Potensi obat: methylprednisolon adalah obat golongan
untuk peradangan yang dapat digunakan untuk
mengatasi rheumatoid arthritis, psoriasis, kolitis
ulseratif, dan Crohn’s disease. Methylprednisolone juga
digunakan untuk meredakan reaksi alergi, seperti
penyakit asma.
 Interaksi obat: Meningkatnya efek samping
methylprednisolone, jika digunakan dengan antibiotik
makrolid, ketoconazole, erythromycin, rifampicin, dan
barbiturat.
 Stabilitas: Simpan pada tempat kering dan sejuk dengan
temperature kamar 15-30°C.
 Cara dan lama pemberian: diberikan dengan cara
pemakaian oral atau diminum 3x sehari.
 Waktu dan pemberian: sesudah makan.
 Mefinal
 Bentuk sediaan: bentuk sediaan dari mefinal adalah
bentuk kaplet salut selaput.
 Dosis sediaan: dosis mefinal merupakan dosis untuk
orang dewasa dan anak-anak lebih dari 14 tahun.
 Potensi obat: mefinal adalah salah satu obat yang
66

mengandung asam mefenamat. Digunakan untuk


menghilangkan rasa sakit dan nyeri.
 Stabilitas: mefinal stabil dalam penyimpanan pada
tempat keringdan sejuk, hindari dari sinar matahari
langsung.
 Cara dan lama pemberian: diberikan dengan cara
pemakaian oral atau diminum 3 x sehari.
 Waktu dan pemberian: sesudah makan.
c. Skrining Kesesuaian Klinis
Tabel 4.3 Skrining Kesesuaian klinis
No. Kesesuaian klinis Keterangan
1. Adanya alergi Tidak ada
2. Efek samping obat Ada
3. Interaksi obat Tidak ada
4. Inkompatibilitas Tidak ada
5. Kesesuian dosis Sesuai
6. Kesesuaian jumlah obat Sesuai
7. Kesesuaian lama pengobatan Sesuai
Keterangan:
Dari semua bahan obat pada resep diatas menunjukkan
bahwa pasien tidak ada riwayat alergi. Di samping itu masing-
masing obat yang tertulis dalam resep tidak menimbulkan
interaksi satu sama lain. Namun perlu dijelaskan beberapa efek
samping yang mungkin dapat ditimbulkan dari masing-masing
obat seperti:
 Amoxsan mempunyai efek samping mual, muntah, diare,
sakit perut, mata atau kulit menjadi menguning, demam,
urine berwarna gelap dan pusing.
 methylprednisolone mempunyai efek samping berupa
Insomnia, perubahan suasana hati, Infeksi semakin parah,
Tukak lambung., Penurunan daya tahan tubuh dan tekanan
darah dan Otot melemah.
 mefinal mempunyai efek samping berupa Tukak lambung
67

dan pendarahan pada saluran pencernaan.


3. Menghitung harga dan minta persetujuan terhadap nominal harga
hasil perhitungan kepada pasien. Pada R/ diatas dapat dihitung
dengan cara sebagai berikut:
 Amoxsan 500 mg = 10 kapsul
Perhitungannya ─> harga 10 kapsul amoxsan (1 strip)
dibagi 10 untuk mengetahui harga per kapsul amoxsan.
Setelah itu, harga per kapsul dikali 10 untuk
mngetahui harga 10 kapsul amoxsan.
Misal harga amoxsan = Rp. 3.900,- /kapsul, kemudian
Rp. 3.900,- /kapsul x 10 kapsul = Rp. 39.000. Jadi, harga
untuk obat amoxsan sebanyak 10 kapsul yaitu Rp.
39.000,-
 methylprednisolon = 10 tablet
Perhitungannya sama dengan perhitungan untuk obat
amoxsan.
 mefinal = 10 kaplet
Perhitungannya sama dengan perhitungan untuk obat
amoxsan.
Kemudian harga dari masing-masing obat tersebut
dijumlahkan dan ditambahkan dengan harga lain-lain.
4. Pasien Menunggu Obat
Pasien pemilik resep dipersilahkan duduk untuk menuggu
obat yang sedang disiapkan setelah pasien tersebut bersedia
untuk menebus obatnya.
5. Menyiapkan obat sesuai dengan Resep.
Menyiapkannya dengan mengambil obat sesuai dengan
obat yang telah ditentukan jumlahnya dari rak obat dan dibawa
ke meja racik.
6. Selesai obat diperiksa kepada petugas yang ada kemudian obat
diserahkan kepada pasien, dengan melalaui proses seperti
68

berikut:
a. Obat diserahkan kepada pasien dengan memanggil nama
pasien, lalu memastikan kembali bahwa nama tersebut benar.
b. Memberitahukan kepada pasien tentang obat yang diberikan
dan tujuan penggunaan obat tersebut.
c. Memberikan informasi kepada pasien tentang penggunaan
obat (PIO) yang meliputi informasi tengtang dosis, frekuensi,
durasi, dan cara penggunaan obat yang pasien tersebut
dapatkan.
d. Menanyakan kembali tentang semua informasi yang telah
disampaikan untuk memastikan bahwa pasien telah paham
dan mengerti tentang penggunaan obat.
e. Memberitahukan kepada pasien efek samping dari obat yang
mungkin terjadi dan cara penanganan yang mungkin bisa
dilakukan oleh pasien terhadap efek samping yang terjadi.
f. Menginformasikan pada pasien tentang hal apa saja yang
perlu dihindari atau yang perlu dilakukan untuk menunjang
keberhasilan terapi.
g. Membuat catatan khusus untuk pasien (bila diperlukan).
7. Membersihkan peralatan dan meja tempat meracik setelah meracik
obat.
8. Mengisi kartu stok dan mengembalikan kartu stok dan obat pada
rak masing-masing obat.
9. Mencuci tangan dengan bersih setelah selesai mengerjakan resep
obat.

B. Pelayanan Obat Bebas, Bebas Terbatas dan Perbekalan


Kesehatan
Berikut ini terdapat beberapa contoh pelayanan obat bebas
maupun obat bebas terbatas yang pernah kami lakukan di Apotek
Mose:
69

1. Ananda Riska permatasari


Seorang bapak datang ke Apotek Mose untuk
menanyakan obat apa yang tepat untuk anaknya yang sedang flu,
lalu saya menanyakan usia anak dari bapak tersebut dan bertanya
apakah flu pada anaknya di disertai dengan demam dan batuk.
Kemudian, bapak tersebut mengatakan bahwa benar anaknya
berumur sekitar 7 tahun dan sedikit demam juga batuk. Setelah
mendengarkan pernyataan bapak tersebut, saya menyarankan
obat hufagripp sirup berwarna kuning untuk batuk dan pilek
yang diminum 3 x sehari seabnyak 10 ml dan jika sudah batuk
pilek, obatnya tidak perlu diminum lagi.
2. Fani Rahmah
Seorang bapak datang ke Apotek Mose utnuk
menanyakan apakah ada obat untuk mengobati luka. Kemudian,
saya bertanya apakah luka yang dialami masih basah atau sudah
kering. Kemudian bapak tersebut menjawab bahwa luka yang
ada masih basah. Dengan pernyataan tersebut saya
merekomendasikan bapak tersebut untuk menggunakan
nebacetin powder agar luka yang diderita cepat kering.
Kemudian saya memberikan informasi bahwa obat tersebut dapat
digunakan setelah lukanya dibersihkan dan digunakan 3 kali
sehari.
BAB V
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) yang telah
dilakukan di Apotek Mose Bintaro dapat disimpulkan:
1. Pengelolaan mekanisme perbekalan farmasi di Apotek Mose
Bintaro meliputi perencanaan, pengadaan, pemesanan,
penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian obat. Apotek
Mose bintaro memesan perbekalan sediaan farmasi kepada PBF
yang legal.
2. Peranan asisten apoteker sebagai tenaga kefarmasian yang
berada di Apotek Mose Bintaro meliputi : memberikan
informasi agar pasien dapat memahami dan meningkatkan
kepatuhan untuk memperoleh terapi yang optimal, dan untuk
mencegah kegagalan terapi, toksisitas, serta meningkatnya
biaya pengobatan pasien. Hal ini sesuai dengan Peraturan
Pemerintah no. 51 tahun 2009.
3. Penyimpanan obat di Apotek Mose Bintaro disusun
berdasarkan alfabetis, farmakologis, bentuk sediaan, FIFO
ataupun FEFO.

B. Saran
Sebaiknya Apotek Mose Bintaro perlu adanya penambahan
tenaga kefarmasian yang memiliki surat izin praktik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
DAFTAR PUSTAKA

Ibramhim, S. 2009. Pembuangan dan Pemusnahan Obat-Obat Rusak dan


Kadaluarsa. Farmakokimia. Sekolah Farmasi ITB. Bandung
Pariang, N.F.E. 2013. Peran dan Kesiapan Apoteker Dalam Menyongsong
Diberlakukannya Jaminan Kesehatan Nasional Tahun 2014.
Palangka Raya: Ikatan Apoteker Indonesia.
Depkes RI, 2009, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51
Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Jakarta.
Kemenkes RI, 2017, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2017
tentang Apotek, Jakarta.
Kemenkes RI, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian, Jakarta.
Kermenkes RI, 2016, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 31 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
889/Menkes/Per/V/2011 Tahun 2016 tentang Registrasi, Izin
Praktik, Dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian, Jakarta.
Depkes RI, 2009, Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan, Jakarta.
Depkes RI, 1983, Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
2380/A/SK/VI/83 Tahun 1983 tentang Tanda Khusus Untuk Obat
Bebas dan Obat Bebas Terbatas, Jakarta.
Depkes RI, 1986, Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.
02396/A/SK/VIII/1986 Tahun 1986 tentang Tanda Khusus Obat
Keras, Jakarta.
Depkes RI, 1997, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika, Jakarta.
Depkes RI, 2009, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika, Jakarta.
Depkes RI, 1990, Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347 Tahun
1990 tentang Obat Wajib Apotek, Jakarta.
Depkes RI, 1993, Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 925 Tahun
1993 tentang Perubahan Golongan Obat Wajib Apotek No.1,
Jakarta.
Depkes RI, 1993, Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 924 Tahun
1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No.2, Jakarta.
Depkes RI, 1999, Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1176
Tahun 1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No.3, Jakarta.
Kemenkes RI, 2014, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di
Apotek, Jakarta.
Rovers, J. P., et al. 2003. A Practical Guide to Pharmaceutical Care.
American Pharmaceutical Association. Washington, D.C.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Denah Apotek Mose

Keterangan Denah:
A : Ruang tunggu pasien
B : Lemari pendingin yang berisi minuman-minuman seperti
susu, air mineral, minuman isotonic, dan lain-lainnya.
C : Rak yang berisi berbagai macam masker untuk anak-anak dan
dewasa, beberapa hand sanitizer, dan lain-lainnya.
D : Rak yang berisi obat herbal/suplemen makanan, susu formula,
beberapa madu, dan lain-lainnya
E : Konseling Apoteker
F : Kasir
G : Etalase yang berisikan berbagai macam obat bebas, obat bebas
terbatas berupa tablet/kaplet/kapsul/salep/krim yang dapat dibeli
tanpa resep dokter dan disusun/dikelompokkan berdasarkan efek
farmakologinya, serta beberapa macam alkes seperti kasa, kapas,
perban, dan lain-lainnya.
H : Rak yang berisi obat-obat kumur (gargle), sabun dan bedak untuk
bayi, beberapa inhaler yang disusun/dikelompokkan berdasarkan

74
efek farmakologi serta abjad.
I : Rak yang berisi berbagai macam obat bebas, obat bebas terbatas
berupa tablet/gummy/drops/sirup/suspensi/emulsi dari mulai
untuk anak-anak sampai dewasa, yang diindikasikan sebagai
suplemen makanan dan multivitamin, demam, flu, batuk/batuk
berdahak serta terdapat juga beberapa obat maag dan beberapa
obat pencahar.
J : Rak yang berisi berbagai macam obat bebas, obat bebas terbatas
berupa drops/sirup/suspensi/emulsi dari mulai untuk anak-anak
sampai dewasa, yang diindikasikansebagai suplemen kecantikan,
meningkatkan kekebalan tubuh, serta terdapat juga beberapa obat
batuk.
K : Rak yang berisi berbagai macam sabun untuk wajah dan
sabun mandi, berbagai macam produk fresh care, dan lain-
lainnya.
L : Rak yang berisi berbagai macam obat/minyak gosok, minyak
angin untuk bayi/dewasa dan lain-lainnya.
M : isi rak obat hampir sama dengan rak L, tetapi ada beberapa obat
herbal yang dikonsumsi secara oral, dan lain-lainnya.
N : Rak yang berisi berbagai macam obat keras dengan indeks paten
yang disusun/dikelompokkan berdasarkan abjadnya, sertapada
bagian bawah digunakan sebagai meja racik.
O : Lemari pendingin yang berisikan obat-obat suppositoria, oral
dan lain-lainnya
P : Rak yang berisi berbagai macam obat keras dengan indeks
generik yang disusun/dikelompokkan berdasarkan abjad, serta
pada bagian bawah digunakan sebagai tempat untuk menyimpan
stok obat keras dengan indeks generik.
Q : Rak yang berisikan berbagai macam sirup paten yang
disusun/dikelompokkan berdasarkan abjad.
R : Rak yang berisi berbagai macam obat keras berupa obat
tetes/salep/krim yang disusun/dikelompokkan berdasarkan
dengan indeks generik/paten, efek farmakologi serta berdasarkan
abjad. Pada rak R yang terletak dibagian paling atas merupakan
lemari narkotik-psikotropik dan lemari tersebut memiliki dua
buah pintu serta dua buah kunci yang berbeda.

Lampiran 2. Etiket Biru dan Putih Apotek Mose

Lampiran 3. Copy Resep Apotek Mose


Lampiran 4. Kwitansi Apotek Mose

Lampiran 5. Contoh Surat Pesanan Obat Apotek Mose


Lampiran 6. Contoh Surat Pesanan Obat Prekursor Apotek Mose

Lampiran 7. Contoh Surat Pesanan Psikotropika Apotek Mose


Lampiran 8. Contoh Surat Pesanan Obat Mengandung Obat-Obat
Tertentu

Lampiran 9. Contoh Kartu Stock Apotek Mose


Lampiran 10. Kegiatan Meracik Obat

Lampiran 11.Kegiatan Menulis Etiket Obat

Anda mungkin juga menyukai