2021
LEMBAR PENGESAHAN
PRAKTIK KERJA LAPANGAN
DI APOTEK MOSE
Periode 08 Maret - 21 Maret 2021
Disetujui Oleh :
Mengetahui,
i
KATA PENGANTAR
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................iv
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................1
B. Tujuan Praktik Kerja Lapangan..............................................2
C. Manfaat Praktik Kerja Lapangan............................................2
D. Waktu dan Tempat Pelaksanaan.............................................3
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pelayanan di Apotek Mose..................................................63
B. Pelayanan Obat dan Perbekalan Kesehatan.........................68
BAB V KESIMPULAN
A. Kesimpulan...........................................................................70
B. Saran.....................................................................................70
DAFTAR PUSTAKA............................................................................72
LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN
A. Latar Belakang
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat
dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Secara lengkap
apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam
membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal
bagi masyarakat.Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang
diselenggarakan secara sendiri-sendiri atau bersamaan dalam suatu
organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan
kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat
(Permenkes RI Nomor 9, 2017).
Besarnya peranan apotek sebagai salah satu penunjang
kesehatan masyarakat, menyebabkan apotek perlu dipimpin oleh
seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang mempunyai
kemampuan profesional tidak saja dalam bidang teknis Farmasi
tetapi juga non teknis Farmasi. Untuk menunjang kegiatan dan tugas
Apoteker, seorang Apoteker membutuhkan Asisten Apoteker untuk
membantu memberikan pelayanan dan informasi mengenai
kefarmasian.
Oleh karena itu dengan adanya Praktik Kerja Lapangan
(PKL) dapat membantu melatih Asisten Apoteker agar lebih
profesional dalam melakukan pelayanan kefarmasian.Praktek kerja
lapangan sangat memberi manfaat dan berperan bagi mahasiswa
dalam menerapkan pengetahuan teoritis yang didapat selama
mengenyam pendidikan di Akademi Farmasi. Kegiatan praktek ini
sebagai penjabaran disiplin ilmu yang erat kaitannya dengan
kefarmasian sehingga mahasiswa diharapkan terampil dalam bidang
kefarmasian di apotek sehingga setiap bagian dari kegiatan praktek
1
kerja lapangan tersebut berguna bagi mahasiswa Akademi Farmasi
dan memberikan pengalaman dalam mengetahui dan memahami
tugas sebagai Ahli Madya Farmasi di Apotek.
A. Apotek
1. Definisi Apotek
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 tentang apotek adalah sarana
pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian
oleh Apoteker. Secara lengkap apotek merupakan salah satu
sarana pelayanan kesehatan dalam membantu mewujudkan
tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan
secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dalam suatu
organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan
kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat.
Pekerjaan kefarmasian berdasarkan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 adalah
pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau
penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat,
bahan obat dan obat tradisional.
2. Tugas dan Fungsi Apotek
Berdasarkan PP No. 51 Tahun 2009, tugas dan fungsi apotek
adalah:
a. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah
mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
b. Sarana yang digunakan untuk melakukan pekerjaan
kefarmasian.
c. Sarana yang digunakan untuk memproduksi dan distribusi
sediaan farmasi antara lain obat, bahan baku obat, obat
tradisional, dan kosmetika.
d. Sarana pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi
atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas
resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan
obat, bahan obat dan obat tradisional.
3. Pengelolaan Apotek
Pengelolaan apotek sepenuhnya dijalankan oleh
Apoteker. Pengelolaan apotek dibagi menjadi 2 yaitu :
pengelolaan teknis farmasi dan pengelolaan non teknis farmasi
yang meliputi semua kegiatan administrasi, keuangan, pajak,
personalia, kegiatan bidang material dan bidang lain yang
berhubungan dengan apotek. Pengelolaan apotek meliputi:
a. Peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan,
dan penyerahan obat atau bahan obat.
b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan
perbekalan farmasi lainnya.
c. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi, meliputi :
1) Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi
diberikan baik kepada dokter dan tenaga kesehatan
lainnya maupun kepada masyarakat.
2) Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat,
keamanan, bahaya atau mutu suatu obat dan perbekalan
farmasi lainnya.
3) Pelayanan informasi tersebut diatas wajib didasarkan
pada kepentingan masyarakat.
4. Standar Pelayanan di Apotek
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai
pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan
pelayanan kefarmasian.
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan
dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang
pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Permenkes
RI Nomor 73, 2016). Pengaturan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek bertujuan untuk:
a. Meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian
b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat
yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien
(patient safety).
5. Tujuan Pelayanan Kefarmasian di Apotek
a. Meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di Apotek;
b. Memberikan perlindungan pasien dan masyarakat dalam
memperoleh pelayanan kefarmasian di Apotek;
c. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dalam
memberikan pelayanan kefarmasian di Apotek.
6. Penyelenggaraan Apotek
Apotek menyelenggarakan fungsi pengelolaan sediaan
farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai, pelayanan
farmasi klinik dan termasuk di komunitas (Permenkes RI
Nomor 9, 2017).
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 9 Tahun 2017, menyatakan bahwa Apotek hanya dapat
menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai kepada:
a. Apotek lainnya
b. Puskesmas
c. Instalasi Farmasi Rumah Sakit
d. Instalasi Farmasi Klinik
e. Dokter
f. Bidan praktik mandiri
g. Pasien
h. Masyarakat
Penyerahan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai pada huruf a sampai dengan huruf d hanya
dapat dilakukan untuk memenuhi kekurangan jumlah sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dalam hal:
a. terjadi kelangkaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai di fasilitas distribusi
b. terjadi kekosongan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai di fasilitas pelayanan kesehatan.
Penyerahan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai pada huruf e sampai dengan huruf h hanya
dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Apotek wajib memasang papan nama yang terdiri atas:
a. papan nama Apotek, yang memuat paling sedikit informasi
mengenai nama Apotek, nomor SIA, dan alamat
b. papan nama praktik Apoteker, yang memuat paling sedikit
informasi mengenai nama Apoteker, nomor SIPA, dan
jadwal praktik Apoteker.
Papan nama harus dipasang di dinding bagian depan
bangunan atau dipancangkan di tepi jalan, secara jelas dan
mudah terbaca dan jadwal praktik Apoteker harus berbeda
dengan jadwal praktik Apoteker yang bersangkutan di fasilitas
kefarmasian lain (Permenkes RI Nomor 9, 2017).
Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di Apotek
harus menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan
dan Bahan Medis Habis Pakai yang aman, bermutu,
bermanfaat, dan terjangkau.
a. Apoteker wajib melayani Resep sesuai dengan tanggung
jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi pada
kepentingan masyarakat.
b. Dalam hal obat yang diresepkan terdapat obat merek
dagang, maka Apoteker dapat mengganti obat merek dagang
dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau
obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau
pasien.
c. Dalam hal obat yang diresepkan tidak tersedia di Apotek
atau pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis di
dalam Resep, Apoteker dapat mengganti obat setelah
berkonsultasi dengan dokter penulis Resep untuk pemilihan
obat lain.
d. Apabila Apoteker menganggap penulisan Resep terdapat
kekeliruan atau tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan
kepada dokter penulis Resep.
e. Apabila dokter penulis Resep, maka Apoteker tetap
memberikan pelayanan sesuai dengan Resep dengan
memberikan catatan dalam Resep bahwa dokter sesuai
dengan pendiriannya.
Berdasarkan Pasal 23 pada Permenkes RI Nomor 9
tahun 2017, resep haruslah bersifat rahasia serta harus disimpan
di Apotek dengan baik paling singkat 5 (lima) tahun. Resep
atau salinan Resep hanya dapat diperlihatkan kepada dokter
penulis Resep, pasien yang bersangkutan atau yang merawat
pasien, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Pasien berhak meminta salinan Resep.Salinan Resep harus
disahkan oleh Apoteker dan harus sesuai aslinya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengadaan obat dan/atau bahan obat di Apotek
menggunakan surat pesanan yang mencantumkan SIA. Surat
pesanan harus ditandatangani oleh Apoteker pemegang SIA
dengan mencantumkan nomor SIPA (Permenkes RI Nomor 9,
2017).
Pada Pasal 25 Permenkes RI Nomor 9 tahun 2017, suatu
Apotek dapat bekerja sama dengan Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Kesehatan dan asuransi lainnya. Kerja sama
dilakukan berdasarkan rekomendasi dinas kesehatan
kabupaten/kota.
7. Pengawasan Apotek
Pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Menteri ini
dilakukan oleh Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan tugas
dan fungsi masing-masing.Pelaksanaan pengawasan dapat
melibatkan Organisasi Profesi. Pengawasan selain dilaksanakan
oleh Menteri, kepala dinas kesehatan provinsi, dan kepala dinas
kesehatan kabupaten/kota khusus terkait dengan pengawasan
sediaan farmasi dalam pengelolaan sediaan farmasi dilakukan
juga oleh Kepala Badan sesuai dengan tugas dan fungsi
masing-masing. Selain pengawasan Kepala Badan dapat
melakukan pemantauan, pemberian bimbingan, dan pembinaan
terhadap pengelolaan sediaan farmasi di instansi pemerintah
dan masyarakat di bidang pengawasan sediaan farmasi.
Pengawasan yang dilakukan oleh dinas kesehatan
provinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota dan pengawasan
yang dilakukan oleh Kepala Badan dilaporkan secara berkala
kepada Menteri. Laporan disampaikan paling sedikit 1 (satu)
kali dalam 1 (satu) tahun (Permenkes RI Nomor 9, 2017).
8. Landasan Hukum Apotek
Beberapa landasan hukum untuk apotek berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
2017, yaitu:
a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika;
b. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
c. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan;
d. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian;
e. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika
f. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik,
dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 31
Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang
Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian;
g. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 Tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek;
h. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2015 tentang
Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan
Narkotika, Psikotropika, dan Prekusor Farmasi;
9. Persyaratan Pendirian Apotek
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9
Tahun 2017, Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal
sendiri dan/atau modal dari pemilik modal baik perorangan
maupun perusahaan. Dalam hal ini, Apoteker yang mendirikan
Apotek bekerjasama dengan pemilik modal maka pekerjaan
kefarmasian harus tetap dilakukan sepenuhnya oleh Apoteker
yang bersangkutan.
Pendirian Apotek harus memenuhi persyaratan, meliputi:
a. Lokasi
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengatur
persebaran Apotek di wilayahnya dengan memperhatikan
akses masyarakat dalam mendapatkan pelayanan
kefarmasian.
b. Bangunan
Bangunan Apotek harus memiliki fungsi keamanan,
kenyamanan, dan kemudahan dalam pemberian pelayanan
kepada pasien serta perlindungan dan keselamatan bagi
semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan
orang lanjut usia. Bangunan Apotek harus bersifat permanen
merupakan bagian dan/atau terpisah dari pusat perbelanjaan,
apartemen, rumah toko, rumah kantor, rumah susun, dan
bangunan yang sejenis.
c. Sarana, prasarana, dan peralatan
Bangunan Apotek paling sedikit memiliki sarana ruang yang
berfungsi:
1) Penerimaan Resep
2) Pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara
terbatas)
3) Penyerahan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
4) Konseling
5) Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
6) Arsip
Prasarana Apotek paling sedikit terdiri atas:
1) Instalasi air bersih
2) Instalasi listrik
3) Sistem tata udara
4) Sistem proteksi kebakaran
Peralatan Apotek meliputi semua peralatan yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian
antara lain rak obat, alat peracikan, bahan pengemas obat,
lemari pendingin, meja, kursi, komputer, sistem pencatatan
mutasi obat, formulir catatan pengobatan pasien dan
peralatan lain sesuai dengan kebutuhan. Formulir catatan
pengobatan pasien merupakan catatan mengenai riwayat
penggunaan Sediaan Farmasi dan/atau Alat Kesehatan atas
permintaan tenaga medis dan catatan pelayanan apoteker
yang diberikan kepada pasien.Sarana, prasarana, dan
peralatan harus dalam keadaan terpelihara dan berfungsi
dengan baik.
d. Ketenagaan
Apoteker pemegang SIA dalam menyelenggarakan
Apotek dapat dibantu oleh Apoteker lain, Tenaga Teknis
Kefarmasian dan/atau tenaga administrasi. Apoteker dan
Tenaga Teknis Kefarmasian wajib memiliki surat izin
praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
10. Perizinan Apotek
a. Surat Izin Apotek
Setiap pendirian Apotek wajib memiliki izin dari
Menteri. Menteri melimpahkan kewenangan pemberian izin
kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Izin berupa
SIA. SIA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang
selama memenuhi persyaratan (Permenkes RI Nomor 9,
2017).
Untuk memperoleh SIA, Apoteker harus mengajukan
permohonan tertulis kepada Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota dengan menggunakan Formulir 1.
Permohonan harus ditandatangani oleh Apoteker disertai
dengan kelengkapan dokumen administratif meliputi:
1) fotokopi STRA dengan menunjukan STRA asli
2) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)
3) fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Apoteker
4) fotokopi peta lokasi dan denah bangunan
5) daftar prasarana, sarana, dan peralatan.
b. Perubahan Izin
Setiap perubahan alamat di lokasi yang sama atau
perubahan alamat dan pindah lokasi, perubahan Apoteker
pemegang SIA, atau nama Apotek harus dilakukan
perubahan izin. Apotek yang melakukan perubahan alamat
di lokasi yang sama atau perubahan alamat dan pindah
lokasi, perubahan Apoteker pemegang SIA, atau nama
Apotek, wajib mengajukan permohonan perubahan izin
kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Terhadap
Apotek yang melakukan perubahan alamat di lokasi yang
sama atau perubahan nama Apotek, tidak perlu dilakukan
pemeriksaan setempat oleh tim pemeriksa (Permenkes RI
Nomor 9, 2017).
Tata cara permohonan perubahan izin bagi Apotek
yang melakukan perubahan alamat dan pindah lokasi atau
perubahan Apoteker pemegang SIA mengikuti ketentuan
(Permenkes RI Nomor 9, 2017).
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi standar:
a. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai meliputi:
1. perencanaan
2. pengadaan
3. penerimaan
4. penyimpanan
5. pemusnahan
6. pengendalian
7. pencatatan dan pelaporan
b. Pelayanan farmasi klinik meliputi:
1. Pengkajian Resep
2. Dispensing
3. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
4. Konseling
5. Pelayanan Kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care)
6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek harus didukung oleh ketersediaan sumber daya
kefarmasian yang berorientasi kepada keselamatan pasien.
Sumber daya kefarmasian meliputi: sumber daya manusia dan
sarana dan prasarana.Penyelenggaraan Pelayanan Kefarmasian
di Apotek harus menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang aman, bermutu,
bermanfaat, dan terjangkau (Permenkes RI Nomor 73, 2016).
Apotek wajib mengirimkan laporan Pelayanan
Kefarmasian secara berjenjang kepada dinas kesehatan
kabupaten/kota, dinas kesehatan provinsi, dan kementerian
kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan(Permenkes RI Nomor 73, 2016).
Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan
Menteri ini dapat dikenai sanksi administratif. Sanksi
administratif terdiri atas:
a. peringatan tertulis
b. penghentian sementara kegiatan
c. pencabutan izin.
B. Pekerjaan Kefarmasian
Berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 51 tahun 2009,
Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan
kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis
Kefarmasian. Definisi dari Pekerjaan Kefarmasian itu sendiri ialah
pembuatan termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi atau
penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan
obat dan obat tradisional. Sedangkan pelayanan
kefarmasian,merupakan suatu pelayanan langsung dan bertanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi
dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan
mutu kehidupan pasien.
Pekerjaan Kefarmasian dilakukan berdasarkan pada nilai
ilmiah, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, dan perlindungan
serta keselamatan pasien atau masyarakat yang berkaitan dengan
Sediaan Farmasi yang memenuhi standar dan persyaratan
keamanan, mutu, dan kemanfaatan (PP Nomor 51, 2009).
1. Tujuan Pengaturan Pekerjaan Kefarmasian
a. Memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat
dalam memperoleh dan/atau menetapkan sediaan farmasi
dan jasa kefarmasian;
b. Mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan
Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta peraturan perundangan-
undangan dan;
c. Memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan
Tenaga Kefarmasian.
2. Penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian
a. Pekerjaan Kefarmasian dalam Pengadaan Sediaan Farmasi
Pengadaan Sediaan Farmasi dilakukan pada fasilitas
produksi, fasilitas distribusi atau penyaluran dan fasilitas
pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan oleh Tenaga
kefarmasian. Pengadaan Sediaan Farmasi harus dapat
menjamin keamanan, mutu, manfaat dan khasiat Sediaan
Farmasi.
b. Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi
Pekerjaan Kefarmasian dalam Produksi Sediaan Farmasi
harus memiliki Apoteker penanggung jawab, serta dapat
dibantu juga oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga
Teknis Kefarmasian, dan dalam produksinyasediaan farmasi
harus memenuhi ketentuan Cara Pembuatan yang Baik yang
ditetapkan oleh Menteri.
c. Pekerjaan Kefarmasian dalam Distribusi atau Penyaluran
Sediaan Farmasi
Setiap Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi
berupa obat harus memiliki seorang Apoteker sebagai
penanggung jawab dan dapat dibantu oleh Apoteker
pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian.
3. Pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian
Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas
Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan standar
pelayanan kefarmasian.Penyerahan dan pelayanan obat
berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker. Dalam
hal di daerah terpencil tidak terdapat Apoteker, Menteri dapat
menempatkan Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki
STRTTK pada sarana pelayanan kesehatan dasar yang diberi
wewenang untuk meracik dan menyerahkan obat kepada pasien
(PP Nomor 51, 2009). Fasilitas pelayanan kefarmasian berupa:
a. Apotek
b. Instalasi Farmasi Rumah Sakit
c. Puskesmas
d. Klinik
e. Toko Obat; atau Praktek Bersama.
4. Perbedaan Perbekalan Farmasi, Sediaan Farmasi dan
Perbekalan Kesehatan
a) Perbekalan Farmasi
Perbekalan farmasi menurut Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/
2002 babVI pasal 1, perbekalan farmasi adalah obat, bahan
obat, obat asli Indonesia, alat kesehatan, dan kosmetika.
Obat, yang terdiri dari :
1) Obat Bebas
2) Obat Bebas Terbatas
3) Obat Wajib Apotek ( OWA )
4) Obat Keras
5) Obat Narkotika
6) Obat Psikotropika
Penggolongan obat di atas sesuai dengan Peraturan
Menteri kesehatan RI Nomor 917/Menkes/Per/X/1993 yang
kini diperbaiki dengan Permenkes RI Nomor 949/Menkes
/Per/2000 :
1) Bahan Baku Obat
2) Obat Tradisional dan bahan obat tradisional (obat asli
Indonesia) dan (bahan obat asli Indonesia)
3) Alat-alat kesehatan
4) Kosmetika
b) Sediaan Farmasi
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada pasal 1,
sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan
kosmetika. Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
diproduksi dan/atau diedarkan harus memenuhi persyaratan
mutu, keamanan, dan kemanfaatan.
Persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan
sediaan farmasi dan alat kesehatan yaitu :
1) Sediaan farmasi yang berupa bahan obat dan obat sesuai
dengan persyaratan dalam buku farmakope atau buku
standar lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.
2) Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional sesuai
dengan persyaratan dalam buku Materia Medika
Indonesia yang ditetapkan oleh Menteri.
3) Sediaan farmasi yang berupa kosmetika sesuai dengan
peryaratan dalam buku Kodeks Kosmetika Indonesia
yang ditetapkan oleh Menteri.
4) Alat kesehatan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
oleh Menteri
c) Perbekalan Kesehatan
Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan
peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya
kesehatan (UU, 2009).
C. Tenaga Kefarmasian
Pada Pasal 33, BAB III dalam PP 51 tahun 2009, Tenaga
kefarmasian terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian
(TTK). Tenaga Teknis kefarmasian sebagaimana dimaksud, yaitu
terdiri dari Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi,
dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker. Tenaga Teknis
Kefarmasian (TTK) melaksanakan Pekerjaan Kefarmasian pada:
a. Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi berupa industri farmasi obat,
industri bahan baku obat, industri obat tradisional, pabrik
kosmetika dan pabrik lain yang memerlukan Tenaga
Kefarmasian untuk menjalankan tugas dan fungsi produksi dan
pengawasan mutu;
b. Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi dan alat
kesehatan melalui Pedagang Besar Farmasi, penyalur alat
kesehatan, instalasi Sediaan Farmasi dan alat kesehatan milik
Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah
kabupaten/kota; dan/atau
c. Fasilitas Pelayanan Kefarmasian melalui praktik di Apotek,
instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau
praktek bersama.
Standar pendidikan untuk Tenaga Teknis Kefarmasian
(TTK) harus memenuhi ketentuan peraturan perundangundangan
yang berlaku di bidang pendidikan. TTK yang ingin menjalankan
Pekerjaan Kefarmasian harus terlebih dahulu memiliki ijazah dari
institusi pendidikan sesuai peraturan perundang-undangan, dan bagi
TTK yang telah memiliki ijazah wajib memperoleh rekomendasi
dari Apoteker yang memiliki STRA di tempat yang bersangkutan
bekerja. Kemudian ijazah dan rekomendasi tersebut wajib
diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk
memperoleh izin kerja (PP Nomor 51, 2009).
Setiap Tenaga Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan
Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi, baik
itu Apoteker berupa STRA (dikeluarkan oleh Menteri), ataupun
TTK berupa STRTTK (dikeluarkan oleh Menteri). Untuk
memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. Memiliki ijazah Apoteker;
b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi;
c. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji
Apoteker;
d. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter
yang memiliki surat izin praktik; dan
e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan
ketentuan etika profesi.
STRA berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang
untuk jangka waktu 5 (lima) tahun apabila memenuhi syarat yang
telah ditetapkan. Sedangkan untuk memperoleh STRTTK bagi
Tenaga Teknis Kefarmasian wajib memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. Memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya;
b. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter
yang memiliki surat izin praktek;
c. Memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang
telah memiliki STRA di tempat Tenaga Teknis Kefarmasian
bekerja; dan
d. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan
ketentuan etika kefarmasian.
D. Obat
Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009, obat
adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi,
untuk manusia.
Obat dibagi ke dalam beberapa golongan, penggolongan obat
menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 917/Menkes/Per/X
/1993 yang kini telah diperbaiki dengan Permenkes RI Nomor
949/Menkes/Per/ VI/2000 penggolongan obat dimaksudkan untuk
peningkatan keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan
distribusi. Penggolongan obat ini terdiri atas : obat bebas, obat bebas
terbatas, obat wajib apotek, obat keras, psikotropika dan narkotika.
1. Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan
dapat dibeli tanpa resep dokter.Contoh : Tablet Parasetamol,
tablet Vitamin C, B Compleks, E dan Obat batuk hitam, Oralit,
Ibuprofen 200 mg. Penandaan obat bebas diatur berdasarkan
SK Menkes RI Nomor 2380/A/SK/VI/1983 tentang tanda
khusus untuk untuk obat bebas dan untuk obat bebas terbatas.
Tanda khusus untuk obat bebas yaitu bulatan berwarna hijau
dengan garis tepi warna hitam, seperti terlihat pada gambar
berikut :
A. Letak Bangunan
Apotek Mose terletak di jl. Nusa Jaya No. 14, Bintaro
Sektor 3A, Kel. Pondok Karya, Kec. Pondok Aren Tangerang
Selatan, cukup strategis untuk sebuah Apotek karena:
1. Terletak dipinggir jalan yang cukup ramai
2. Daerah mudah dijangkau dan dilalui oleh kendaraan umum
3. Bekerja sama dengan Dokter gigi
Bagian Umum
Suhaini
F. Pengelolaan
1. Sumber Daya Manusia (SDM)
Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek
harus dikelola oleh seorang apoteker yang professional. Dalam
pengelolaan apotek, apoteker senantiasa harus memiliki
kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang
baik, mengambil keputusan yang tepat, mampu berkomunikasi
antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpian dalam situasi
multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif,
selalu belajar sepanjang karier dan membantu memberi
pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan
pengetahuan, pendidikan dan memberi peluang untuk
meningkatkan pengetahuan.
Sumber Daya Manusia yang dimiliki oleh Apotek
setidak- tidaknya adalah Pemilik Sarana Apotek (PSA),
Apoteker Pengelola Apotek (APA), Asisten Apoteker, Juru
Resep, tenaga Tata Usaha.
Di Apotek Mose terdapat beberapa personalia yang
mempunyai tugas dan wewenang yang berbeda sesuai dengan
posisi dalam struktur organisasi apotek seperti :
a. Pemilik Sarana Apotek (PSA) : Meta Aprilia, S.Farm., Apt
b. Apoteker Pengelola Apotek : Meta Aprilia, S.Farm., Apt
c. Asisten Apoteker : Lusi, Anisa, Kiki, Betty, Galuh, dan Dinda
d. Bagian Umum : Suhaini
2. Sarana dan Prasarana
a. Sarana
1) Ruang tunggu
Berada didalam apotek yang terletak di bagian
depan pada Apotek Mose yang terdapat beberapa tempat
duduk yang disediakan dari Apotek untuk
pengunjung/konsumen agar dapat menunggu obat yang
dibeli/resep yang akan ditebus.
2) Ruang peracikan
Terdapat di bagian dalam menyatu dengan lemari Obat.
3) Gudang Obat
Gudang obat terletak di sampin ruang racikan
digunakan untuk menyimpan obat-obat yang telah
dipesan dari PBF.
4) Toilet
Ruangan ini berada di samping Gudang obat.
b. Prasarana
1) Bahan : semua macam obat-obatan, bahan baku obat,
bahan tambahan (Sacchorite), bahan pelarut (Air,
alkohol, sirupus), Bungkus Puyer.
2) Alat : peralatan peracikan (seperti: Mortir dan stamper,
alat press kertas puyer, timbangan milligram serta
timbangan gram), gunting, steples, dan kalkulator.
3. Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan
Lainnya
a. Perencanaan dan Pengadaan Obat di Apotek Mose
Perencanaan merupakan suatu program kerja untuk
mencapai sasaran / tujuan yang dilaksanakan pada periode
berikutnya, perencanaan dilakukan secara optimal sehingga
perbekalan farmasi dapat digunakan secara efektif dan
efisien. Tahapan perencanaan obat di Apotek Mose meliputi:
1) Membuat rencana pembelian dengan cara :
a) Menerima informasi mengenai kebutuhan obat /
perbekalan kesehatan lainnya, yang berupa defecta
dari petugas penjualan, gudang racik.
b) Menetapkan kuantum obat / perbekalan kesehatan
lainnya yang akan dipesan berdasarkan defecta
penjualan dengan memperhatikan stok maksimum.
2) Menentukan PBF / Subdistributor untuk maing-masing
barang yang akan dibeli denga mempertimbangkan :
a) Legalitas PBF / Subdistributor
b) Kecepatan pelayanan
c) Harga / potongan harga yang diberikan
d) Kondisi pembayaran yang ditawarkan
e) Melaksanakan pembelian
3) Pemesanan
Setelah melakukan perecanaan, bagian
pembelian melakukan pemesanan obat / perbekalan
kesehatan lainnya. Pemesanan dilakukan menggunakan
Surat Pesanan (SP), yang ditujukan pada distributor atau
PBF. Adapun metode permintaan obat yang digunakan
di Apotek Mose yaitu menggunakan metode konsumsi
berdasarkan penggunaan obat pada periode 3 bulan
sebelumnya.
4) Memeriksa faktur-faktur yang diterima dari PBF /
Subdistributor terhadap :
a) Kelengkapan barang yang dikirim
b) Kebenaran harga / potongan harga yang telah diberikan
c) Menerima penjelasan pengirim apabila ada barang
yang tidak dikirim, agar barang tersebut dapat
dipesan ke pemasok lain.
d) Segera memberitahu sales PBF / Subdistributor apabila
harga
/ potongan harga tidak lagi sesuai dengan perjanjian
dan meminta untuk dikoreksi.
5) Pemeriksaan langsung persediaan barang :
a) Mengevaluasi hasil pembelian, serta
membandingkan jumlah pembelian terhadap omset
yang dicapai untuk periode waktu yang sama.
b) Apabila persentasi pembelian dirasakan cukup tinggi,
maka memeriksa kembali persedian barang
digudang.
c) Apabila ada barang-barang yang kurang lancer
mutasinya, segera diinformasikan agar dapat dibantu
pemecahannya.
b. Penyimpanan Obat di Apotek Mose
1) Perbekalan farmasi yang sudah diterima kemudian
disimpan didalam gudang obat secara alfabetis yang
tersedia diapotek dengan sebelumnya mengisi kartu stok
yang berisikan tanggal pemasukan obat, nomor
dokumen, jumlah barang, sisa, nomor batch, tanggal
kadaluarsa dan paraf.
2) Penyimpanan barang di Apotek Mose dilaksanakan
berdasarkan sistem FIFO (Fisrt In First Out) dan FEFO
(Fisrt Expired Fisrt Out) adalah penyimpanan barang
dimana barang yang datang lebih dulu akan disimpan
didepan sehingga akan dikeluarkan lebih dulu dari yang
lainnya, sedangkan barang yang terakhir datang ditaruh
dibelakang, demikian seterusnya. Sedangkan pada
sistem FEFO (First Expired First Out) adalah
penyimpanan barang dimanan barang yang mendekati
tanggal kadaluarsanya diletakkan didepan sehingga
akan dikeluarkan lebih dulu dari yang lainnya,
sedangkan barang yang tanggal kadaluarsanya masih
lama diletakkan dibelakang, perputaran barang diapotek
dapat terpantau dengan baik sehingga meminimalkan
banyaknya obat-obat yang mendekati tanggal
kadaluarsanya berada di Apotek
3) Sistem penyimpanan obat di Apotek Mose antara lain:
a) Berdasarkan Golongan Obat
Narkotika dan Psikotropika di dalam lemari khusus
dua pintu yang dilengkapi dengan kunci dan
terletak menempel pada lemari besar dengan
tujuan tidak bisa dipindahkan sehingga sulit untuk
dicuri.
Obat bebas dan obat bebas terbatas disebut sebagai
OTC (Over The Counter) disimpan di rak
penyimpanan dan swalayan. Disimpan
berdasarkan kegunaannya. Penyusunan OTC
digolongkan menjadi susu dan nutrisi, vitamin
dan suplemen, pengobatan tradisional, tetes
mata, perawatan kecantikan, perawatan mulut,
perawatan bayi dan anak, makanan ringan dan
minuman, perawatan wanita.
Obat keras disimpan di rak penyimpanan belakang
dan disusun sesuai alfabetis.
b) Bentuk Sediaan
Obat disimpan berdasarkan bentuk sediaannya
yaitu: padat, cair, semi solid, tetes mata, tetes
hidung, tetes telinga, oral drop, inhaler, aerosol,
suppositoria, ovula.
c) Berdasarka sifat obat, terdapat obat yang disimpan
dilemari es. Contohnya: insulin, suppositoria, ovula
dan obat yang mengandung Lactobacillus sp.
Contoh: Lacto-B.
d) Alat kesehatan disimpan dalam etalase dekat
penyimpanan obat bebas.
e) Obat generik disimpan di dalam rak-rak tersendiri
terpisah dari obat paten.
c. Pelayanan
Berbagai kegiatan bidang pelayanan dilakukan di
Apotek Mose, seperti :
1) Pelayanan obat bebas, bebas terbatas dan perbekalan
kesehatan (Non Resep).
2) Pelayanan sediaan farmasi sesuai permintaan dari dokter
(resep).
3) Pelayanan konseling gratis mengenai obat dan sediaan
farmasi oleh Apoteker.
Salah satu contoh pelayanan resep dari dokter yang pernah
kami layani yaitu:
G. Arus Dokumen
1. Resep R/
Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter
yang diberi izin berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku kepada apoteker pengelola apotek untuk
menyediakan dan menyerahkan obat- obatan bagi penderita.
2. Salinan Resep
Salinan Resep adalah salinan yang dibuat apotek, salinan
membuat keterangan yang terdapat dalam resep asli, salinan juga
membuat nama dan nomor izin pengelola apotek, tanda tangan
APA, tanda nedetur untuk obat yang belum diserahkan, nomor
resep dan tanggal pembuatn.
3. Faktur
Faktur merupakan bukti pembelian yang berasal dari
distributor yang diterima oleh bagian pembelian kemudian
dicocokan dengan surat pesanan, dicatat dalam dokumen
pembelian faktur asli diarsipkan oleh apotek dan salinannya
diberikan ke PBF atau distributornya. Faktur bermanfaat untuk
administrasi hutang barang (untuk pembelian dengan
pembayaran tempo) serta untuk pembelian tunai.
4. Pencatatan kartu stok barang
Keluar masuknya barang harus disertai dengan
pencatatan pada kartu stok. Hal ini dilakukan untuk menghindari
kehilangan obat dan untuk mempermudah pengawasan barang.
5. Kwitansi
Kwitansi merupakan dokumen atau surat yang digunakan
sebagai tanda bukti telah terjadinya transaksi pembayaran
sejumlah uang dari orang yang member uang kepada si penerima
uang.
BAB IV
PEMBAHASAN
berikut:
a. Obat diserahkan kepada pasien dengan memanggil nama
pasien, lalu memastikan kembali bahwa nama tersebut benar.
b. Memberitahukan kepada pasien tentang obat yang diberikan
dan tujuan penggunaan obat tersebut.
c. Memberikan informasi kepada pasien tentang penggunaan
obat (PIO) yang meliputi informasi tengtang dosis, frekuensi,
durasi, dan cara penggunaan obat yang pasien tersebut
dapatkan.
d. Menanyakan kembali tentang semua informasi yang telah
disampaikan untuk memastikan bahwa pasien telah paham
dan mengerti tentang penggunaan obat.
e. Memberitahukan kepada pasien efek samping dari obat yang
mungkin terjadi dan cara penanganan yang mungkin bisa
dilakukan oleh pasien terhadap efek samping yang terjadi.
f. Menginformasikan pada pasien tentang hal apa saja yang
perlu dihindari atau yang perlu dilakukan untuk menunjang
keberhasilan terapi.
g. Membuat catatan khusus untuk pasien (bila diperlukan).
7. Membersihkan peralatan dan meja tempat meracik setelah meracik
obat.
8. Mengisi kartu stok dan mengembalikan kartu stok dan obat pada
rak masing-masing obat.
9. Mencuci tangan dengan bersih setelah selesai mengerjakan resep
obat.
A. Kesimpulan
Berdasarkan kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) yang telah
dilakukan di Apotek Mose Bintaro dapat disimpulkan:
1. Pengelolaan mekanisme perbekalan farmasi di Apotek Mose
Bintaro meliputi perencanaan, pengadaan, pemesanan,
penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian obat. Apotek
Mose bintaro memesan perbekalan sediaan farmasi kepada PBF
yang legal.
2. Peranan asisten apoteker sebagai tenaga kefarmasian yang
berada di Apotek Mose Bintaro meliputi : memberikan
informasi agar pasien dapat memahami dan meningkatkan
kepatuhan untuk memperoleh terapi yang optimal, dan untuk
mencegah kegagalan terapi, toksisitas, serta meningkatnya
biaya pengobatan pasien. Hal ini sesuai dengan Peraturan
Pemerintah no. 51 tahun 2009.
3. Penyimpanan obat di Apotek Mose Bintaro disusun
berdasarkan alfabetis, farmakologis, bentuk sediaan, FIFO
ataupun FEFO.
B. Saran
Sebaiknya Apotek Mose Bintaro perlu adanya penambahan
tenaga kefarmasian yang memiliki surat izin praktik sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
DAFTAR PUSTAKA
Keterangan Denah:
A : Ruang tunggu pasien
B : Lemari pendingin yang berisi minuman-minuman seperti
susu, air mineral, minuman isotonic, dan lain-lainnya.
C : Rak yang berisi berbagai macam masker untuk anak-anak dan
dewasa, beberapa hand sanitizer, dan lain-lainnya.
D : Rak yang berisi obat herbal/suplemen makanan, susu formula,
beberapa madu, dan lain-lainnya
E : Konseling Apoteker
F : Kasir
G : Etalase yang berisikan berbagai macam obat bebas, obat bebas
terbatas berupa tablet/kaplet/kapsul/salep/krim yang dapat dibeli
tanpa resep dokter dan disusun/dikelompokkan berdasarkan efek
farmakologinya, serta beberapa macam alkes seperti kasa, kapas,
perban, dan lain-lainnya.
H : Rak yang berisi obat-obat kumur (gargle), sabun dan bedak untuk
bayi, beberapa inhaler yang disusun/dikelompokkan berdasarkan
74
efek farmakologi serta abjad.
I : Rak yang berisi berbagai macam obat bebas, obat bebas terbatas
berupa tablet/gummy/drops/sirup/suspensi/emulsi dari mulai
untuk anak-anak sampai dewasa, yang diindikasikan sebagai
suplemen makanan dan multivitamin, demam, flu, batuk/batuk
berdahak serta terdapat juga beberapa obat maag dan beberapa
obat pencahar.
J : Rak yang berisi berbagai macam obat bebas, obat bebas terbatas
berupa drops/sirup/suspensi/emulsi dari mulai untuk anak-anak
sampai dewasa, yang diindikasikansebagai suplemen kecantikan,
meningkatkan kekebalan tubuh, serta terdapat juga beberapa obat
batuk.
K : Rak yang berisi berbagai macam sabun untuk wajah dan
sabun mandi, berbagai macam produk fresh care, dan lain-
lainnya.
L : Rak yang berisi berbagai macam obat/minyak gosok, minyak
angin untuk bayi/dewasa dan lain-lainnya.
M : isi rak obat hampir sama dengan rak L, tetapi ada beberapa obat
herbal yang dikonsumsi secara oral, dan lain-lainnya.
N : Rak yang berisi berbagai macam obat keras dengan indeks paten
yang disusun/dikelompokkan berdasarkan abjadnya, sertapada
bagian bawah digunakan sebagai meja racik.
O : Lemari pendingin yang berisikan obat-obat suppositoria, oral
dan lain-lainnya
P : Rak yang berisi berbagai macam obat keras dengan indeks
generik yang disusun/dikelompokkan berdasarkan abjad, serta
pada bagian bawah digunakan sebagai tempat untuk menyimpan
stok obat keras dengan indeks generik.
Q : Rak yang berisikan berbagai macam sirup paten yang
disusun/dikelompokkan berdasarkan abjad.
R : Rak yang berisi berbagai macam obat keras berupa obat
tetes/salep/krim yang disusun/dikelompokkan berdasarkan
dengan indeks generik/paten, efek farmakologi serta berdasarkan
abjad. Pada rak R yang terletak dibagian paling atas merupakan
lemari narkotik-psikotropik dan lemari tersebut memiliki dua
buah pintu serta dua buah kunci yang berbeda.