Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Istilah drama datang dari khazanah kebudayaan Barat. Istilah drama berasal dari
kebudayaan atau tradisi bersastra di Yunani. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan
Krauss (1999: 249) dalam bukunya Verstehen und Gestalten, “drama adalah suatu
bentuk gambaran seni yang datang dari nyanyian dan tarian ibadat Yunani kuno, yang
di dalamnya dengan jelas terorganisasi dialog dramatis, sebuah konflik dan
penyelesaiannya digambarkan di atas panggung".
Kata drama berasal dari bahasa Yunani, tegasnya dari kata kerja dran yang berarti
“berbuat, to act atau to do”. Demikianlah dari segi etimologinya, drama mengutamakan
perbuatan, gerak, yang merupakan inti hakikat setiap karangan yang bersifat drama.
Menurut Moulton, “drama adalah hidup yang ditampilkan dalam gerak” (life presented in
action) dan Bathazar Verhagen mengemukakan bahwa “drama adalah kesenian
melukis sifat dan sikap manusia dengan gerak” (Slametmuljana dalam Tarigan, 1985:
70). Jadi, drama adalah sebuah cerita yang membawakan tema tertentu dengan dialog
dan gerak sebagai pengungkapannya.
Drama adalah sebuah genre sastra yang penampilan fisiknya memperlihatkan secara
verbal adanya dialogue atau cakapan diantara tokoh-tokoh yang ada (Budianta dkk.,
2002: 95). Dalam pertunjukkan drama, yang paling penting adalah dialog atau
percakapan yang terjadi di atas panggung karena dialog tersebut menentukan isi dari
cerita drama yang dipertunjukkan.
Drama termasuk salah satu genre sastra imajinatif, yang mengungkapkan cerita melalui
dialog-dialog para tokohnya. Tujuan utama drama adalah untuk dipertunjukkan di atas
panggung, namun drama juga bisa dibaca seperti layaknya puisi, prosa, atau novel.
Dalam proses membaca sebuah drama pikiran dan perasaan akan membayangkan
bagaimana dialog-dialog yang dibaca diungkapkan dalam sebuah pertunjukkan. Oleh
karena itu, drama termasuk jenis karya sastra imajinatif.
Unsur-unsur Drama
Drama memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
Di dalam naskah akan ditentukan dimensi-dimensi sang tokoh. Biasanya ada tiga
dimensi yang ditentukan, yaitu:
Dimensi fisiologi (ciri-ciri badani) antara lain usia, jenis kelamin, keadaan tubuh, ciri-ciri
muka, dll.
Berdasarkan perannya, tokoh terbagai atas tokoh utama dan tokoh pembantu. Tokoh
utama adalah tokoh yang menjadi sentral cerita dalam pementasan drama sedangkan
tokoh pembantu adalah tokoh yang dilibatkan atau dimunculkan untuk mendukung jalan
cerita dan memiliki kaitan dengan tokoh utama.
Dari perkembangan sifat atau perwatakannya, tokoh dan perannya dalam pementasan
drama terdiri empat jenis, yaitu tokoh berkembang, tokoh pembantu, tokoh statis dan
tokoh serba bisa.
2. Alur (Plot)
Alur adalah jalinan cerita. Secara garis besar, plot drama dapat dibagi menjadi
beberapa bagian yaitu:
Pemaparan atau eksposisi - Bagian pertama dari suatu pementasan drama adalah
pemaparan atau eksposisi. Pada bagian ini diceritakan mengenai tempat, waktu dan
segala situasi dari para pelakunya. Kepada penonton disajikan sketsa cerita sehingga
penonton dapat meraba dari mana cerita ini dimulai. Jadi eksposisi berfungsi sebagai
pengantar cerita. Pada umumnya bagian ini disajikan dalam bentuk sinopsis.
Komplikasi awal atau konflik awal - Jika pada bagian awal tadi situasi cerita masih
dalam keadaan seimbang maka pada bagian ini mulai timbul suatu perselisihan atau
komplikasi. Konflik merupakan kekuatan penggerak drama.
Klimaks dan krisis - Klimaks dibangun melewati krisis demi krisis. Krisis adalah puncak
plot dalam adegan. Konflik adalah satu komplikasi yang bergerak dalam suatu klimaks.
Peleraian - Pada tahap ini mulai muncul peristiwa yang dapat memecahkan persoalan
yang dihadapi.
Penyelesaian atau denouement - Drama terdiri dari sekian adegan yang di dalamnya
terdapat krisis-krisis yang memunculkan beberapa klimaks. Satu klimaks terbesar di bagian
akhir selanjutnya diikuti adegan penyelesaian.
3. Dialog
Dialog berisikan kata-kata. Dalam drama para tokoh harus berbicara dan apa yang
diutarakan mesti sesuai dengan perannya, dengan tingkat kecerdasannya,
pendidikannya, dsb. Dialog berfungsi untuk mengemukakan persoalan, menjelaskan
perihal tokoh, menggerakkan plot maju, dan membukakan fakta.
Jalan cerita drama diwujudkan melalui dialog (dan gerak) yang dilakukan pemain.
Dialog-dialog yang dilakukan harus mendukung karakter tokoh yang diperankan dan
dapat menunjukkan alur lakon drama. Dalam percakapan atau dialog haruslah
memenuhi dua tuntutan;
1. Dialog harus menunjang gerak laku tokohnya. Dialog haruslah dipergunakan untuk
mencerminkan apa yang telah terjadi sebelum cerita itu, apa yang sedang terjadi di luar
panggung selama cerita itu berlangsung; dan harus pula dapat mengungkapkan pikiran-
pikiran serta perasaan-perasaan para tokoh yang turut berperan di atas pentas.
2. Dialog yang diucapkan di atas pentas lebih tajam dan tertib daripada ujaran sehari-hari.
Tidak ada kata yang harus terbuang begitu saja; para tokoh harus berbicara jelas dan tepat
sasaran. Dialog itu disampaikan secara wajar dan alamiah.
4. Latar
latar atau setting adalah penempatan ruang dan waktu, serta suasana cerita. Penataan
latar akan menghidupkan suasana. Penataan latar akan menghidupkan suasana,
menguatkan karakter tokoh, serta menjadikan pementasan drama semakin menarik.
Oleh karena itu, ketetapan pemilihan latar akan ikut menentukan kualitas pementasan
drama secara keseluruhan.
5. Tema
Tema drama adalah gagasan atau ide pokok yang melandasi suatu lakon drama. Tema
drama merujuk pada sesuatu yang menjadi pokok persoalan yang ingin diungkapkan
oleh penulis naskah. Tema itu bersifat umum dan terkait dengan aspek-aspek
kehidupan di sekitar kita.
Tema utama adalah tema secara keseluruhan yang menjadi landasan dari lakon drama,
sedangkan tema tambahan merupakan tema-tema lain yang terdapat dalam drama
yang mendukung tema utama.
7. Interpretasi Kehidupan
Maksudnya adalah pementasan drama itu seolah-olah terjadi dengan sesungguhnya
dalam kehidupan masyarakat sehari-hari meskipun hanya merupakan tiruan kehidupan.
Drama adalah bagian dari suatu kehidupan yang digambarkan dalam bentuk pentas.
Jenis-jenis Drama
Menurut Budianta yang dikutip dari publikasi uny.ac.id, terdapat lima jenis-jenis drama
yaitu tragedi, komedi, tragikomedi, melodrama, dan farce. Berikut penjelasannya;
Dalam Asmara (1983: 12), drama dibedakan kedalam tiga kategori juga yaitu tragedi,
sandiwara, dan komedi. Tragedi merupakan jenis drama tertua yang muncul dari
upacara kehidupan dan kematian bangsa Dyonesis di Yunani yang diarahkan ke
dimensi-dimensi kehidupan dan karakter manusia yang serius.
Sandiwara (Schauspiel) menurut Haerkötter adalah sebuah bentuk lain dari tragedi.
Tragedi yang menakutkan dikalahkan. Di samping itu tidak ada elemen-elemen komedi
di dalamnya, sedangkan pada karakter-karakter yang serius penyelesaiannya secara
damai.
Bentuk drama ketiga adalah komedi (Lustspiel), yaitu pelaku utamanya dilibatkan dalam
kesalahan-kesalahan sendiri seperti kesombongan, kebanggaan atau dalam komplikasi
hubungan-hubungan di luar dirinya. Konflik-konflik berkembang sampai batas tragis,
akan tetapi sikap-sikap murah hati akhirnya membuat akhir cerita yang
membahagiakan.