Anda di halaman 1dari 25
Kegiatan Pembelajaran 3: Gereja (Wellem Sairwona) A. Pendahuluan Setiap manusia yang ada di dunia ini dilahirkan dan dibesarkan di dalam sebuah keluarga. Gereja pun ibaratnya adalah sebuah keluarga yang Allah hadirkan di dunia sebagai sebuah komunitas orang beriman, di mana sesama anggotanya dapat saling mengasihi dan menolong satu dengan yang lain, sama seperti Kristus telah lebih dahulu mengasihi manusia. Pada mulanya, Allah Bapa menciptakan manusia sebagai gambar dan rupa-Nya. Namun manusia memberontak kepada Allah, sehingga gambar dan rupa Allah itu rusak akibat dosa. Namun oleh kasih-Nya yang teramat besar, Allah turun ke dunia dan mengambil rupa seorang manusia yang bernama Yesus, Allah sekaligus Manusia, guna menyelamatkan seisi dunia yang telah jatuh ke dalam dosa. Semua orang yang menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat, diberi-Nya kuasa untuk menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya; orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah (Yoh. 122-13). Roh Kuduslah yang berkarya untuk memperanakkan seorang manusia secara rohani lewat proses kelahiran kembali (Yoh. 3:5-7). Semua orang yang telah dilahirkan kembali itu seumpama seorang bayi rohani yang baru lahir ke dunia yang masih penuh dengan kejahatan. Gereja adalah keluarga bagi sang bayi rohani yang baru lahir itu. Oleh karena itu, peran keluarga rohani atau komunitas rohani yang bernama gereja itu amat sangatlah penting bagi pertumbuhan kerohanian dari sang bayi tersebut. Alkitab memperingatkan umat beriman agar “janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat” (Ibr. 10:25). Lihatlah sepotong kayu api di dalam tumpukan api unggun yang sedang menyala. Api pada potongan kayu itu hanya dapat terus menyala bila dia berada di dalam kumpulan kayu api yang membentuk api unggun tersebut. Ketika potongan kayu itu ditarik keluar dari tumpukan api unggun ra yang sedang menyala, maka cepat atau lambat, api pada potongan kayu itu akan segera padam. Demikianlah juga dengan pertumbuhan iman dari seseorang manusia rohani. Api itu ibarat iman. Api yang membara itu ibarat pertumbuhan iman yang menyala-nyala. Kayu itu seumpama bayi atau manusia rohani tersebut. Kumpulan kayu dalam api unggun disebut sebagai kumpulan orang beriman, atau yang kita kenal sebagai gereja. Jadi, bila api pada potongan kayu yang menjauh dari tumpukkan kayu di api unggun akan padam, maka demikian juga pertumbuhan iman dari seorang manusia rohani akan padam ketika dia menjauhkan diri dari perkumpulan orang- orang beriman atau gereja. Berdasarkan gambaran sederhana, maka posisi dan peran gereja itu amat sangat penting! Dengan demikian, pada kegiatan pembelajaran ketiga ini, mahasiswa/i diajak untuk mengenal lebih jauh mengenai apa itu gereja, menghayati tugas panggilan dan sifat-sifat gereja, serta bersedia mengembangkan sikap oikumene dalam hubungan antar gereja di dalam kehidupan kehidupan beriman, berbangsa dan bernegara. Kemampuan akhir yang diharapkan dari kegiatan pembelajaran ketiga ini adalah: 1) Mahasiswa menjelaskan definisi, peran dan tugas gereja 2) Mahasiswa menelaah sifat gereja dan sister pemerintahan yang berbeda-beda 3) Mahasiswa mengimplementasikan sikap oikumene dalam hubungan antar gereja di dalam kehidupannya sehari-hari. ‘Adapun topik-topik yang akan dibahas pada kegiatan pembelajaran ini adalah: Asal usul gereja Definisi, peran dan tugas gereja Sifat gereja dan sistem pemerintahan gerejawi Perkembangan gereja dari Yerusalem hingga Indonesia Gerakan keesaan gereja Gereja dan Universitas Kristen Indonesia Kesimpulan save we er ma 2 B. Asal Usul Gereja Setiap orang yang telah menjadi pengikut Yesus biasanya memiliki waktu dan tempat tertentu untuk berkumpul. Para pengikut Yesus Kristus disebut orang Kristen tidak pada saat Yesus masih berada di dunia, tetapi beberapa saat setelah peristiwa Pentakosta, yaitu setelah peristiwa pencurahan Roh Kudus dalam bentuk lidah api yang menyala-nyala. Pada saat dipenuhi oleh kuasa Roh Kudus, Petrus dengan lantang berkhotbah di serambi Salomo, di pelataran Bait Allah, sehingga sekitar 3.000 orang percaya bahwa Yesus adalah Tuhan dan Juru Selamat, serta menyerahkan diri mereka dibaptis oleh para murid Yesus. Walau pun tiga ribu orang, tersebut menjadi pengikut ajaran-ajaran Yesus, tetapi mereka masih menganut agama Yahudi, agama nenek moyang mereka dan beribadah di Bait Allah atau sinagoge, tempat ibadah agama Yahudi. Secara sosial keagamaan, Yesus Kristus sendiri adalah seorang beragama Yahudi sejak lahir hingga mati dan bangkit. Murid-murid Yesus juga termasuk golongan yang beragama Yahudi. Dengan demikian, mereka hanya disebut sebagai pengikut Yesus saja. Namun, terkadang ada yang menyapa mereka sebagai pengikut Jalan Tuhan-’ Jadi, walau pun pengikut Yesus memiliki waktu dan tempat pertemuan tertentu, tetapi pada masa-masa awal pasca peristiwa Pentakosta, mereka masih bergabung dengan ritual ibadah dan di tempat ibadah agama Yahudi. Barulah di kota Athiokhia, para pengikut ajaran Yesus Kristus disebut orang Kristen. Sebutan Kristen (bahasa Yunani: Xpiotiavéc, dibaca: Christianos) adalah sebutan dari orang lain kepada para pengikut Yesus. Jadi, bukan pengikut Yesus yang menyebut dirinya sendiri atau kelompok mereka sebagai Kristen. Alasannya, karena sebutan ini sebenarnya adalah sebuah sebutan hinaan atau ejekan terhadap orang-orang yang begitu setia pada ajaran-ajaran Yesus. Istilah Christianos hanya muncul 3 kali di Alkitab yaitu di Kisah Para Rasul 1:26; 26:28 dan 1 Petrus 426. Sangat wajar bila sebutan tersebut amat sangat tidak populer pada masa itu. Oleh karena itu, bila pada masa kini, ada banyak orang yang menyebut dirinya sebagai Kristen dan membawa-bawa nama Kristen dengan gagah (dan angkuh), maka orang-orang tersebut adalah orang-orang yang lupa atau mungkin saja * Kitab Kisah Para Rasul 9:2 Ra 23 tidak tahu sejarah kekristenan pada awal terbentuknya sebagai sebuah agama. Ketika kekristenan menjadi sebuah agama yang terpisah dari agama Yahudi pada sekitar tahun 33, maka kekristenan mulai merumuskan bentuk dan ciri khasnya. Dalam hal waktu beribadah, kekristenan tidak lagi mengikuti hari/waktu peribadatan agama Yahudi yaitu pada setiap hari Sabat atau hari ketujuh, yang jatuh pada hari Sabtu2 Kekristenan memilih untuk beribadah pada setiap hari pertama di dalam sepekan, karena Yesus Kristus bangkit pada hari pertama pada pekan/minggu tersebut. Hari pertama ini kemudian disebut sebagai hari Minggu, yang berasal dari bahasa bahasa Portugis, Domingo, yang diserap ke dalam bahasa Melayu menjadi Minggu.? Kata “domingo”, berasal dari bahasa Latin dies Dominicus, yang berarti "dia do Senhor’, atau hari Tuhan kita. Selanjutnya, penganut agama Kristen juga tidak lagi beribadah di tempat yang sama dengan tempat ibadah agama Yahudi. Mereka berkumpul di rumah-rumah atau lokasi-lokasi tersembunyi, karena para pengikut Yesus masih kejar-kejar oleh penguasa Kerajaan Romawi untuk dibunuh. Barulah pada sekitar tahun 313 M, ketika Kaisar Konstantinus Agung (272-337 M) mengeluarkan Edik Milano,* maka penduduk yang menganut agama Kristen mendapat kebebasan untuk beribadah, sehingga mereka tidak lagi bersembahyang di lokasi-lokasi tersembunyi. Agama Kristen kemudian ditetapkan menjadi agama resmi kerajaan pada tahun 380 M, di masa pemerintahan Kaisar Theodosius Agung (347-395 M)3 > Kata “Sabtu” itu berasal dari bahasa Arab 432 (baca: Sabti), yang artinya tujuh. Bandingkan dengan bahasa Ibrani yang serumpun dengan bahasa Arab, yang menyebut hari ketujuh itu hari Sabat (n3w). Lihat Keluaran 16:26. > Dalam kalender tertentu, kata hari Minggu dari bahasa Portugis tersebut diganti dengan hari Ahad dari bahasa Arab $3 (baca: Ahadi), yang berarti ‘pertama”. “ Bik Milano adalah keputusan yang dikeluarkan oleh Kaisar Konstantinus Agung di kota Milan, Italia. Isinya: memberikan kebebasan kepada penduduk di kerajaan Romawi untuk beragama dan beribadah. Keputusan ini juga menjelaskan bahwa Kaisar akan mengganti kerugian yang diakibatkan oleh pemerintah Romawi kepada orang-orang Kristen > Theodosius mengeluarkan Edik Tesalonika pada tahun 380 Masehi, Edik ini berisi ketetapan bahwa agama Kristen menjadi agama negara di Kerajaan Romawi dan perintah agar semua penduduk harus mengakukan iman kepada uskup Roma dan Aleksandria. Edik ini menegaskan kembali ekspresi tunggal Iman Apostolik yang sah di dalam Kekaisaran Romawi, yaitu "katolik” (universal) dan “ortodoks" (benar dalam pengajarannya).. 23 24 Berdasarkan penjelasan di atas, maka tidak ada nama khusus di dalam Alkitab yang diberikan untuk tempat ibadah bagi para pengikut Yesus. Bandingkan istilah Bait Allah atau sinagoge yang dikhususkan bagi lokasi ibadah pemeluk agama Yahudi. Kata yang populer digunakan di Alkitab (Perjanjian Baru) adalah jemaat, yang berasal dari bahasa Arab 4#tas (baca: jamaa'tun), yang berarti: bersatu, berkumpul, kumpulan. Kata dalam bahasa Yunani yang digunakan adalah ek«Anoia (baca ekklésia), yang berarti: dipanggil keluar, persekutuan orang yang dipanggil keluar oleh Allah, Jadi, kata ekklésia sama sekali tidak berbicara tentang nama tempat ibadah, melainkan berbicara tentang orang-orang yang berkumpul, bersekutu dan berdoa, karena iman mereka kepada Yesus. Kata ekklésia diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai church, yang dalam bahasa Indonesia kita sebut Gereja. Dengan demikian, kata ekklésia atau jemaat, atau church atau gereja di Alkitab adalah kata-kata yang merujuk kepada orang-orang yang berkumpul dan bukan kepada lokasi atau nama tempat ibadah tertentu. Jadi, bila pada masa kini, ada banyak orang yang memahami gereja itu sebagai gedung atau lokasi umat Kristiani beribadah, maka pengertian itu adalah pemahaman yang telah bergeser jauh dari pengertian mula-mula dari kata ekklésia di dalam Alkitab. C. Definisi, Peran, dan Tugas Gereja Kata gereja berasal dari kata Portugis igreja oleh para misionaris Portugis, lalu diserap ke dalam bahasa Melayu menjadi kata gereja. Kata igreja artinya kumpulan, pertemuan atau rapat. Jadi, seperti yang telah dijelaskan di atas, maka di dalam pengunaan awal, kata gereja itu merujuk kepada orang dan bukan gedung. Namun demikian di dalam perkembangannya, kata gereja digunakan dalam beberapa pengertian. A.A. Sitompul mencatat, paling tidak ada ada 3 pengertian yang populer tentang gereja pada masa kini, yaitu:® 1) Gereja sebagai tubuh Kristus. Istilah Yunani yang digunakan adalah ouijia tov Xpistov (baca: soma tou Kristou). Istilah ini hendak © A.A. Sitompul (ed), Mengasihi Tuhan Allah dan Sesama Manusia: Pendidikan Agama Kristen untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Penerbit Kebangkitan Hidup Baru, 1999), him. 58- 59. 14 125, menekankan pada hubungan antara Kristus dengan gereja-Nya sebagai satu kesatuan, di mana Kristus adalah Kepala, sedangkan gereja adalah tubuh-Nya. 2) Gereja sebagai persekutuan orang yang bergabung dengan Tuhan. Istilah yang digunakan adalah kuriake dari bahasa Yunani, yang artinya milik Tuhan, Kata ini diserap menjadi kata Kirche (Jerman), Kerk (Belanda) dan Huria (Batak). Istilah ini hendak menekankan bahwa Kristus adalah Tuhan (bhs Yunani: Kurios) dari gereja-Nya dan gereja adalah hamba-Nya. Jadi Kristus adalah Pemilik gereja, Penguasa tertinggi sekaligus Pemelihara gereja-Nya. 3) Gereja sebagai persekutuan yang dipanggil keluar dari dunia yang berdosa, sekaligus dipanggil untuk masuk kembali ke dalam dunia yang berdosa itu. Istilah Yunani yang digunakan adalah ekklesia, yang, artinya dipanggil keluar. Kata ini diserap menjadi kata ecclesia (Latin), eglise (Perancis) dan igreja (Portugis). Panggilan keluar yang pertama agar gereja menerima keselamatan di dalam Keristus, sedangkan panggilan keluar kedua agar gereja_membawa/membagikan keselamatan itu kepada dunia, yang masih berada di dalam dosa. Berdasarkan tiga pengertian umum tentang gereja, maka ketika kita berbicara tentang gereja sesungguhnya kita sedang berbicara tentang peran atau fungsi dari gereja di dunia. Fungsi dari gereja itulah yang menjadi hakikat dari gereja. Peran utama gereja adalah menjadi perkumpulan orang- orang yang keluar dari kehidupan lama yang penuh dosa untuk kembali membawa Terang Kristus yang menyelamatkan ke dalam dunia yang masih berada di dalam kegelapan dosa. Rasul Petrus memberikan gambaran gereja sebagai “..bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan- perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib"? Jadi peran memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Allah, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib adalah tugas pokok dari gereja. Tugas gereja untuk mewartakan kabar baik atau kabar keselamatan ke seluruh dunia harus dipahami secara utuh 71 Petrus 2:9 135 26 dan menyeluruh$ Utuh artinya keselamatan itu harus meliputi keselamatan rohani dan jasmani, lahir dan batin, baik keselamatan pada masa mendatang maupun pada masa kini. Jadi, gereja tidak hanya berbicara tentang keselamatan di sorga, tetapi juga keselamatan di bumi, Menyeluruh artinya keselamatan itu tidak hanya menyangkut manusia secara individu, tetapi juga manusia secara komunal, bukan hanya mahluk hidup hasil ciptaan Tuhan saja (seperti: manusia, hewan dan tumbuhan), tetapi juga seluruh alam semesta ciptaan Tuhan yang lain (seperti: air, udara dan tanah). Jadi, gereja tidak hanya mengusahakan keselamatan manusia, tetapi juga keselamatan seluruh alam, ciptaan Tuhan. Dalam upaya menjalankan peran atau fungsi gereja di atas, maka gereja merumuskan tiga panggilan atau tugas gereja di dunia ini yaitu: (1) koinonia, (2) diakonia dan (3) marturia, Kata “koinonia” berasal dari bahasa Yunani Kowwvie, yang artinya berkumpul, bersekutu, berteman. Situmpol ‘menjelaskan bahwa bersekutu yang dimaksud di sini adalah menghayati perdamaian atau keselamatan yang telah dianugerah Allah di dalam Yesus Kristus kepada setiap manusia yang mau percaya kepada-Nya. Menghayati keselamatan diwujudkan di dalam pujian penyembahan kepada Allah, sikap peduli dan mengasihi sesama umat yang percaya kepada Yesus, serta menjadi teladan atau inspirasi hidup bersama yang penuh kasih sayang bagi orang-orang yang belum percaya kepada Yesus. Contoh koinonia terdapat di Kisah Para Rasul 2:41-47. Alkitab menceritakan tentang jemaat mula-mula yang hidup bertekun dalam pengajaran rasul-rasul. Mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa, sehingga Tuhan menambahkan jumlah mereka dengan orang-orang yang belum kenal Yesus. “Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan gembira dan dengan tulus hati, sambal memuyji Allah. Dan mereka disukai semua orang. Dan tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan."* ® A.A Sitompul (ed), Mengasihi Tuhan Allah dan Sesama Manusia: Pendidikan Agama Kristen untuk Perguruan Tinggi., him. 59. ° AA. Sitompul (ed), Mengasihi Tuhan Allah dan Sesama Manusia: Pendidikan Agama Kristen untuk Perguruan Tinggi.) him. 60, » Kisah Para Rasul 2:46-47 26 27 Panggilan gereja yang kedua yaitu “diakonia”, berasal dari kata Yunani Sucexovie,, yang, artinya: pelayan, tindakan yang melayani, tugas sebagai pembantu. Orang yang melayani meja di rumah atau di rumah makan disebut diaken, dari bahasa Yunani é1dxovog (baca: diakonos). Istilah diaken kemudian menjadi nama untuk tugas atau jabatan yang digunakan di gereja, di samping jabatan Pendeta dan Penatua. Sitompul menjelaskan bahwa pelayanan yang dimaksud di sini adalah tindakan dari orang atau orang-orang yang percaya kepada Yesus untuk membuka diti, lalu merendahkan diri hingga memberikan dirinya demi kepentingan dan keselamatan dari orang lain." Oleh karena itu, gereja sebagai seorang pelayan atau diaken haruslah mampu terlibat langsung atau mengambil bagian dan berpartisipasi secara nyata di dalam kehidupan orang-orang yang papah, miskin dan tersisih, baik di dalam maupun di luar gereja, sehingga mereka juga mampu melihat dan mengalami kasih Allah yang nyata di dalam Yesus Kristus. Contoh gereja menjalankan fungsi diakonia dalam dibaca dalam Kisah Para Rasul 61-4 yang menceritakan bahwa “pada masa itu, ketika jumlah murid makin bertambah, timbullah sungut-sungut di antara orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani terhadap orang-orang Ibrani, karena pembagian kepada janda-janda mereka diabaikan dalam pelayanan sehari-hari, Berhubung dengan itu kedua belas rasul itu memanggil semua murid berkumpul dan berkata: "Kami tidak merasa puas, karena kami melalaikan Firman Allah untuk melayani meja. Karena itu, saudara-saudara, pilihlah tujuh orang dari antaramu, yang terkenal baik, dan yang penuh Roh dan hikmat, supaya kami mengangkat mereka untuk tugas itu, dan supaya kami sendiri dapat memusatkan pikiran dalam doa dan pelayanan Firman". Hasilnya, para rasul memilih 7 orang diaken, yaitu: Stefanus, Filipus, Prokhorus, Nikanor, Timon, Parmenas dan Nikolaus. Dampak dari pelayanan para diaken adalah Firman Allah semakin tersebar, dan jumlah murid di Yerusalem makin bertambah banyak, bahkan ada sejumlah besar imam agama Yahudi yang menyerahkan diri dan percaya kepada Yesus Kristus.2 "A.A. Sitompul (ed), Mengasihi Tuhan Allah dan Sesama Manusia: Pendidikan Agama Kristen untuk Perguruan Tinggi, him. 60 Kisah Para Rasul 6:7. ny 128 Panggilan gereja yang terakhir adalah “marturia”. Kata “marturia” berasal dari kata Yunani paprupia (baca: marturia), yang artinya: memberikan bukti, mencatat, menyaksikan apa yang dilihat atau saksi mata, memberikan kesaksian, Jadi seorang yang bersaksi adalah seorang yang melihat sendiri dan mengalami secara langsung apa yang hendak dia katakan atau saksikan tersebut. Seorang yang menjadi saksi adalah seorang yang harus siap dengan segala risiko, bahkan bila dia harus mati atas dasar kesaksian tersebut. Itulah yang terjadi dengan para martir, dari kata Yunani jidprug (baca: martus) yang bersaksi bagi Kristus, sehingga berdirilah banyak sekali gereja-gereja di dunia ini. Darah martir adalah benih gereja, kata Tertulianus, tokoh gereja pada abad ke-2, yang berasal dari Kartago (sekarang Tunisia). Kisah martir dari gereja perdana yang amat terkenal adalah kisah Stefanus. Alkitab menceritakan bahwa Stefanus adalah seorang yang penuh iman dan Roh Kudus, dia penuh dengan karunia dan kuasa dari ‘Allah, sehingga dia mengadakan mujizat-mujizat dan tanda-tanda di antara orang banyak, yang belum percaya Yesus Kristus. Risikonya, dia ditangkap, dan diadili oleh Mahkamah Agama Yahudi. Akhirnya dia dijatuhi vonis mati dengan cara dilempari batu. Namun dengan berani Stefanus berkata "Sungguh, aku melihat langit terbuka dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah”. Sebelum menghembuskan nafas yang terakhir, dia masih sempat berdoa, katanya: "Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku...” (dan) “Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!" Saulus yang hadir dan menyaksikan Stefanus mati dirajam dengan batu, kemudian bertobat, percaya kepada Yesus Kristus dan menjadi salah seorang rasul yang merintis, banyak sekali gereja di Asia Kecil hingga Eropa. D. Sifat Gereja dan Sistem Pemerintahan Gerejawi Selain gereja memiliki tiga panggilan di atas, gereja juga memiliki tiga sifat_khusus. Tiga sifat itu dapat dibaca dalam Pengakuan Iman Rasuli (Symbolum Apostolicum) dan Pengakuan Iman Nicea Konstantinopel ® Kisah Para Rasul 7:56 Kisah Para Rasul 7:59-60 > Menurut tradisi, para rasul atau 12 murid Yesuslah yang menulis Kredo atau Pengakuan Iman (Syahadat) pada hari ke-10, setelah peristiwa kenaikan Yesus ke Sorga, kkarena isinya mengandung 12 butir Kredo. Bukti historis konkrit yang tertua ditemukan pada sepucuk surat dari Konsili Milano (390 M) kepada Paus Siricius. 28 29 (Symbolum Niceano-Constantinopolitanum).® Pengakuan Iman Rasuli di dalam terjemahan yang diterima Gereja Protestan, tertulis gereja yang kudus dan am, sedangkan di dalam terjemahan yang diterima Gereja Katolik, tertulis gereja Katolik yang kudus. Adapun Pengakuan Iman Nicea Konstantinopel di dalam terjemahan yang diterima Gereja Protestan, tertulis gereja yang kudus dan am dan rasuli, sedangkan di dalam terjemahan yang diterima Gereja Katolik, tertulis gereja yang satu, kudus, katolik dan apostolik. Kata “am” dalam Pengakuan Iman terjemahan Gereja Protestan sama dengan kata “katolik” dalam Pengakuan Iman terjemahan Gereja Katolik. Kata “rasuli” dalam terjemahan Gereja Protestan sama dengan kata “apostolik” dalam terjemahan Gereja Katolik. Adapun kata “kudus” sama-sama ada baik dalam terjemahan Gereja Katolik maupun Gereja Protestan. Jadi dapat disimpulkan bahwa sifat gereja menurut kedua Pengakuan Iman di atas, baik dalam terjemahan Gereja Protestan maupun Gereja Katolik minimal memiliki tiga sifat utama yaitu: (1) kudus, (2) am/katolik, (3) rasuli/apostolik.” Gereja yang kudus artinya persekutuan orang-orang yang dipanggil dari dosa, dan masuk ke dalam wilayah anugerah Allah, sehingga mereka dikuduskan oleh pengorbanan Yesus di atas kayu salib. Kata “kudus” adalah terjemahan kata Yunani &ytov (baca: hagi6n), yang artinya: dipisahkan atau dikhususkan dari hal-hal yang lain. Gereja disebut kudus sebab Kepala Gereja adalah Kristus sendiri, sehingga gereja sebagai Tubuh Kristus dikuduskan di dalam Yesus, yang adalah Kepala. Dengan demikian, gereja yang kudus menjalankan tugas khusus yang diamanatkan oleh Kristus di dunia ini. Gereja yang am artinya keanggotaan gereja mencakup semua orang- orang yang percaya kepada Yesus dari berbagai suku di seluruh dunia ini. Kata “am” adalah terjemahan dari kata Yunani Ka@oAuxiyy (baca: katholikén) yang artinya: universal, umum, terbuka bagi semua. Dengan demikian, gereja yang am meliputi semua gereja di seluruh dunia dari berbagai bangsa * Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel merupakan hasil dari dua konsili ekumenis yang berlangsung di Nicea pada tahun 325 di masa Kaisar Konstantinus Agung (272-337), dan di Konstantinopel pada tahun 381 di masa Kaisar Theodosius Agung (347-305). ” Salah satu penjelasan yang komprehensif tentang arti/makna Pengakuan Iman Rast apa chat dl: hp:/wun sarapanpaglorp/pengajaran-pengaka-iman-rasul vvt96.htm 29 130 dan bahasa, dati sejak masa lalu, pada hari ini dan juga gereja di masa mendatang. Gereja yang rasuli artinya otoritas gereja dan pengajarannya berdasarkan otoritas dan pengajaran dari para Rasul, sebagaimana yang telah ditulis di dalam Alkitab dan diterima sebagai firman Tuhan. Kata “rasuli” adalah terjemahan dari kata Yunani Amootodukiy (baca: apostoliken) yang artinya: utusan, utusan Tuhan, rasul. Dengan demikian, maka gereja yang rasuli seharusnya menempatkan Alkitab yang adalah firman Tuhan sebagai otoritas tertinggi di dalam melaksanakan amanat dari Tuhan di dunia. Di dalam menjalankan atau mengerakkan gereja sebagai sebuah onganisasi, maka sistem pemerintahan atau tata kelola di dalam tidak sama antara satu gereja dengan gereja yang lain. Perbedaan tersebut paling banyak disebabkan oleh perbedaan latar belakang teologis dan/atau latar belakang sejarah dari sebuah gereja. Alkitab sendiri tidak mengatur secara jelas dan tegas model pemerintahan gereja yang berlaku universal dan mutlak, karena Alkitab bukan buku manajemen atau buku tata kelola gereja yang mengatur sistem pemerintahan gereja secara detail. Akibatnya, ada jabatan tertentu yang ada di gereja satu, tetapi tidak ada di gereja yang lain. Misalnya: jabatan Pendeta, Penatua dan Diaken di gereja A belum tentu ada di gereja B.’* Selain itu ada penyebutan yang berbeda untuk jabatan Pendeta. Ada yang menyebutnya Pastor, Romo, Gembala Sidang, Penilik Jemaat, Uskup. Perbedaan-perbedaan tersebut terjadi karena sistem pemerintahan yang dianut oleh setiap gereja tidak sama. Secara umum ada tiga sistem pemerintahan yang berlaku di gereja- gereja di seluruh dunia, yaitu sistem presbiterial, sistem episkopal dan sistem kongresional.” Namun demikian di dalam perkembangannya, sistem pemerintahan sebuah gereja seringkali tidak lagi mutlak menganut satu sistem pemerintahan saja, melainkan kombinasi dengan satu atau lebih sistem pemerintahan yang lain. Misalnya: sistem pemerintahan presbiterial- ° Ada beberapa nama jabatan lain yang dikenal, seperti: Ev. yang artinya Penginjil atau evangelis, Pdm. yang artinya Pendeta Muda, Pdp. yang artinya Pendeta Pembantu, Vic. yang artinya Vikaris buat Calon Pendeta, » Demsy J. Jura, Ekkesiologi: Ketika Yesus Kristus Menditikan Jemaat-Nya. (Jakarta: Departemen Literatur GKKI, 2015), him. 72. 30 3 sinodal, yang menggabungkan sistem presbiterial dan sidang sinode. Kata “presbiterial” di dalam sistem presbiterial berasal dari kata Yunani presbuteros yang berarti “penatua” atau tua-tua (elders). Dalam menjalankan pemerintahan gereja, setiap gereja lokal adalah independen satu dengan dan dari yang lain, tetapi gereja-gereja lokal itu diikat oleh suatu “ketentuan normatif yang sama dan pengakuan iman yang sama.” Misalnya: setiap gereja lokal dapat melakukan pelayanannya sendiri yang dipimpin oleh pendetanya, termasuk memanggil calon pendeta yang dikehendakinya Dalam sistem ini gereja dipimpin oleh para penatua. Jadi otoritas tertinggi dalam satu gereja lokal adalah kemajelisan penatua yang dipimpin oleh salah seorang majelis jemaat yang dipilih sebagai Ketua Majlis Jemaat. Sistem ini dapat dilihat pada gereja-gereja yang berada di bawah Sinode Gereja Kristen Jawa (GKJ) dan Sinode Gereja Kristen Indonesia (GKI). Kata “episkopal” di dalam sistem episkopal berasal dari kata Yunani episkopos yang berarti “penilik” atau “pengawas” (overseer). Kata ini juga dapat diterjemahkan menjadi bishop dan uskup, seperti yang digunakan di kalangan Gereja Katolik, Gereja Ortodoks, Gereja Lutheran dan Gereja Methodis. Di dalam sistem ini, gereja diatur dan dipimpin oleh (para) bishop. Oleh karena itu, bentuk konkret dari sistem pemerintahan gereja ini sangat bervariasi. Misalnya di gereja Methodist dan Lutheran, gereja dipimpin oleh seorang bishop yang menjadi pemimpin tunggal atas seluruh gereja-gereja lokal ada. Dalam sistem pemerintahan gereja episkopal, otoritas dan kewenangan terletak pada bishop yang mengawasi sekelompok gereja, atau bukan hanya satu gereja lokal. Bishop adalah orang yang memiliki otoritas yang untuk menahbiskan ministers atau imam (priest). Dengan demikian, kumpulan gereja-gereja di wilayah yang lain juga memiliki bishop yang berbeda. Struktur yang lebih kompleks terdapat dalam Gereja Katolik. Seluruh Gereja Roma dibawah kepimimpinan seorang Paus yang berkedudukan di Vatikan, tetapi gereja juga memiliki sistem keuskupan di wilayah-wilayah tertentu? » Selain Paus, Gereja Katolik juga mengenal jabatan Pastor (yang mengembalakan sebuah gereja lokal, setara Pendeta dalam Gereja Protestan), Uskup (yaitu pemimpin gereja dalam sebuah wilayah/provinsi gerejawi tertentu, setara Bishop dalam Gereja Protestan), dan Kardinal (yaitu pejabat gereja yang langsung berada di bawah Paus dan duduk dalam Dewan Kardinal, yang akan memilih Paus baru). Bu 132 Kata “kongregasional” di dalam sistem kongregasional memiliki akar pada kata “kongregasi”, yang berasal dari kata Latin congregationes yang berarti “pertemuan bersama” atau “pertemuan rutin” (congress). Sistem ini sering disebut sebagai sistem independen karena “setiap gereja lokal adalah suatu badan lengkap, yang tidak tergantung dengan badan lain, bahkan tidak memiliki hubungan pemerintahan dengan gereja sejenis yang lain.” Otoritas tertinggi pemerintahan gereja tidak terletak pada individu (seper Pendeta atau Diaken) maupun bukan pada perwakilan individu (seperti Majelis Jemaat atau Sidang Sinode), melainkan keterlibatan seluruh jemaat lokal. Kekuasaan gereja lokal sepenuhnya berada pada anggota jemaat lokal, yang memiliki kekuasaan untuk mengatur dirinya sendiri secara independen dan sepenuhnya, Dua hal yang sangat ditekankan oleh sistem pemerintahan gereja ini adalah otonomi dan demokrasi. Jabatan gerejawi adalah jabatan fungsional untuk melayani firman Tuhan, mengajar dan melaksanakan urusan gereja semata-mata. Apabila ada komunikasi atau masalah dengan gereja sejenis, maka mereka menyelesaikannya dengan mengadakan konsili, yang hanya mengeluarkan “pernyataan” yang tidak mengikat satu dengan yang lainnya. Tidak ada otoritas di luar gereja lokal, meskipun dalam satu nama gereja, yang memiliki wewenang atau pengaruh terhadap gereja lokal tersebut. Gereja yang menganut sistem ini di antaranya adalah Gereja Baptis, Gereja Pantekosta, dan Gereja Kharismatik. E, Perkembangan Gereja Dari Yerusalem Hingga Indonesia Gereja sebagai sebuah kumpulan orang-orang yang beribadah kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat lahir pada peristiwa Pentakosta, saat di mana Roh Kudus dicurahkan kepada para murid Yesus. Sebelum hari Pentakosta ada 120 orang yang berkumpul dan berdoa di Yerusalem (Kis. 1:15). Pada saat hari Pentakosta ada tiga ribu orang bertobat (Kis. 2:41). Ketika Petrus dan Yohanes diadili di hadapan Mahkamah Agama jumlah pengikut Yesus telah menjadi 5.000 orang laki-laki saja (Kis. 4:4), hingga kemudian Alkitab mencatat bahwa jumlah murid Yesus semakin bertambah banyak, bahkan sejumlah Imam Besar juga percaya kepada Yesus (Kis. 6:7). Namun demikian, barulah di kota Anthiokhia, para pengikut Yesus baru disebut sebagai orang Kristen (Kis 1:26). Rasul Paulus yang dahulu bernama Saulus, seorang penganiaya gereja, melakukan beberapa kali 32 133 perjalanan pemberitaan Injil Kristus ke wilayah Asia Kecil hingga ke Eropa yaitu ke Roma (Kis. 28:16). Hasil dari pemberitaaan Injil yang dilakukan oleh kedua belas murid Yesus dan rasul Paulus adalah berdirinya banyak sekali gereja di berbagai belahan dunia di Kerajaan Romawi pada masa itu. Sayangnya perkembangan gereja itu diwarnai dengan berbagai pertentangan bahkan konflik, baik secara teologis (karena perbedaan tafsir atas isi Kitab Suci) maupun secara politik (akibat campur tangan negara, dalam hal ini Kaisar). Akibatnya pada masa kini, kita mendapati bahwa ada banyak sekali aliran atau denominasi di dalam tubuh gereja, khususnya pada Gereja-Gereja Protestan. Gambaran sederhana tentang cabang-cabang dari gereja dapat dilihat dalam gambar berikut ini: BRANCHES OF CHRISTIANITY tare mB Gereja yang berawal dari kota Yerusalem, berkembang sangat pesat di kota Roma, ibukota Kerajaan Romawi Barat (sekarang ibukota negara Italia), sedangkan gereja di kota Konstantinopel (sekarang bernama Istambul, ibukota negara Turki) tidak berkembang sama sekali, bahkan nyaris musnah pada masa pemerintahan Kesultanan Ottoman, Turki. Benteng terakhir kota Konstantinopel jatuh ke tangan di tangan Sultan Muhammad al-Fatih, sultan ke-7 Turki Utsmani pada tahun 1453 M atau 857 H. Gereja-gereja di 33 34 benua Eropa baru keluar untuk memberitakan Injil Kristus seperti ke India dan Cina, pada akhir abad ke-15, Gambaran umum dari sejarah perkembangan gereja sejak tahun 33 hingga 1995 dapat dilihat di dalam gambar berikut ini: TIMELINE OF CHURCH HISTORY inspired by a timeline from Conciliar Press “Part 1 > Testament / EE cr cerrerer cee on SRETOLY CATHOLIC AND AFOSTOLIC CHORE Toned 2> Inthe Year of Dur Lord... [SEVEN FeuMeNie aL COUNCIES Peas Pte ie eee Sinagef te Sadat ra ame Spt be. Gee. oa" eR Bie sea Gite mince ie ee. Saat F870 Dogma ot Paps P12 Heer headsup independent Church End 1035. : 1517 Marve mers 95 Ie: etormaton Bei oy Tl [LLL HOLYERSTERN ORTHODOX CATHOLIC CHURCH |] [Fobecontued > ose 1208 waa 14531589 194871995 ret Set at Gregory Tricot Paacchite Drader Se Reha. teen ie Schum— Gracie Pays Consintnie, sn froncamies [star tnvew pe Romaatopes tyPapsl eens mae ste hive ein tg ch freaeamoy mie ‘ree archi a mosque lbs wan hen Al Chrstion churches cam be traced back histone tothe Orthodox Church funded by the Lord Jesus Crist Gereja pertama yang memasuki Indonesia pada permulaan abad ke-16 adalah Gereja Katolik oleh bangsa Portugis. Ada tiga motivasi bangsa Portugis ke Indonesia yaitu untuk menemukan daerah baru, * hetp://www.stjohntyler.org/history.html 34 35 mengkatolikkan penduduk daerah yang ditemukan dan berdagang.* Ketika bangsa Belanda datang ke nusantara pada awal abad ke-17 dan mengalahkan bangsa Portugis, maka Gereja Protestan masuk ke Indonesia. Akibatnya, penduduk Jokal yang sebelumnya warga Gereja Katolik menjadi warga Gereja Protestan, Pada masa itu, masih berlaku prinsip “cusius regio eius religio”, yang artinya siapa yang memiliki sebuah daerah, maka agamanyalah yang berlaku.”? Gereja Katolik yang ada sekarang lebih merupakan hasil dari usaha yang dilakukan pada abad ke-19, setelah ada kebebasan perkabaran Injil bagi semua aliran kekristenan di wilayah Indonesia oleh pemerintah Kerajaan Belanda. Pada tahun 1605, Belanda mendirikan De Protestantsche Kerk in Nederlandsch-Indie, atau lebih dikenal dengan Indische Kerk, di kota ‘Ambon, Maluku. Pasca kemerdekaan Indonesia, berganti nama menjadi Gereja Protestan di Indonesia atau disingkat GPI. Dari GPI inilah lahir GMIM (Gereja Masehi Injili Minahasa) tahun 1934, GPM (Gereja Protestan Maluku) tahun 1935, GMIT (Gereja Maehi Injili di Timor) tahun 1947 dan GPIB (Gereja Prostestan di Indonesia bagian Barat) tahun 1948. Hingga kini, total ada 12 buah “gereja turunan” dari GPI, yaitu: GMIM, GPM, GMIT, GPIB, GPIBT, GKLB, GPID, GPIG, GPIBK, GPI-Papua, IECC dan GERMITA. Selain GPI, pemerintah Kerajaan Belanda mulai awal abad ke-17 ‘mengijinkan lembaga-lembaga Pekabaran Injil untuk memberitakan Injil di Indonesia. Lembaga-lembaga itu di antaranya adalah: Lembaga Para Pekabar Injil Belanda (Nederlandsch Zendelingsgenootschap atau NZG) yang melahirkan GBKP di Tanah Karo, GKJW dan GKI Jatim di Jawa Timur, serta GKST di Sulawesi Tengah; Lembaga Pekabaran Injil Utrecht (Utrechtsche Zendingsvereening atau UZV) yang melahirkan GMIH di Maluku Utara dan GKI Papua di pulau Papua; Lembaga Pekabaran Injil Belanda (Nederlandsch Zendingsvereening atau NZV) yang melahirkan GKP di Jawa Barat dan GEPSULTRA di Sulawesi Tenggara; Lembaga Pekabaran Injil Basel (Basel Missiongesselschaft atau BMG) yang melahirkan GKE di Kalimantan; Lembaga Pekabaran Injil Rhein (Rheinesche Missiongesselschaft atau RMG) * AA. Sitompul (ed), Mengasihi Tuhan Allah dan Sesama Manusia: Pendidikan ‘Agama Kristen untuk Perguruan Tinggi, him. 66. > AA. Sitompul (ed), Mengasihi Tuhan Allah dan Sesama Manusia: Pendidikan Agama Kristen untuk Perguruan Tinggi, him. 70. > https://sinodeamgpi.wordpress.com/about/ 135 6 yang melahirkan HKBP, GKPS, BNKP dan GKPM di Tanah Batak; dan Lembaga Pekabaran Injil Gereformeerd Belanda _(Nederlandsch Gereformeerd Zendelingsgenootschap atau NGZG) yang melahirkan GKS di pulau Sumba, GKJ dan GKI Jateng di Jawa Tengah Gereja-gereja yang beraliran Advent, Baptis, Methodist, Pantekosta, Betel, Kharismatik, dan lain-lain barulah masuk ke Indonesia seiring dengan perpecahan yang terjadi di dalam tubuh Gereja Protestan di benua Eropa maupun di Amerika. Dahulu gereja-gereja yang bukan Gereja Katolik di Kementerian Agama Republik Indonesia begitu saja disebut sebagai Gereja Protestan, karena dinaungi oleh Bimbingan Masyarakat (BIMAS) Kristen. Namun dalam perkembangannya, gereja-gereja tersebut tidak mau disebut sebagai Gereja Protestan, tetapi dengan cara menyebut langsung aliran atau denominasi dari gereja tersebut. Oleh karena itu, Jan S. Aritonang menyebut gereja-gereja di luar Gereja Katolik Roma (GKR) sebagai gereja-gereja non- Katolik:* Menurutnya, berdasarkan data statistik dari Direktur Jendral (DIRJEN) BIMAS Kristen pada tahun 20u saja telah ada sekitar 323 organisasi gereja Kristen non-Katolik. Kemungkinan besar jumlah tersebut telah bertambah hingga tahun 20:8 ini. Di samping itu, ada pula + 4oo-an Yayasan Kristen non-Katolik atau Yayasan yang merupakan perpanjangan tangan/tugas gereja (atau disebut parachurch) berkegiatan di Indonesia. Jadi, total ada sekitar 800 organisasi/lembaga Kristen non-Katolik yang melayani di lingkungan masyarakat Kristen non-Katolik, yang menurut sensus penduduk tahun 2010 hanya berjumlah 18 juta jiwa dari 236 juta jiwa penduduk Indonesia.*7 Gambaran aliran-aliran yang ada di dalam tubuh Gereja Protestan dapat dilihat dalam gambar berikut ini:** » AA. Sitompul (ed), Mengasihi Tuhan Allah dan Sesama Manusia: Pendidikan ‘Agama Kristen untuk Perguruan Tinggi, him. 71. * Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), him. 1. * Jan S. Aritonang, Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja, him. 2. » http://protestantism.co.uk/denominations 136 37 PROTESTANT DENOMINATIONS ee, | ratcommien 88) Guana eoaln en Vato = To Ea smn esi rd = _s a * Retenad ——+ Presi —> One Satan oxen waa UNCnBanga 20s Jam Kn 8608 he Kooe 508 tae ‘serene F. Gerakan Keesaan Gereja Melihat kondisi perpecahan yang banyak sekali di tubuh Gereja Protestan, maka generasi muda Kristen pada awal abad ke-19 melakukan apa yang sekarang kita kenal dengan nama gerakan oikumene. Kata “oikumene” berasal dari bahasa Yunani oioupévn (baca: oikoumené) yang artinya dunia yang didiami, lebih khusus lagi dunia yang beradab yakni wilayah Kerajaan Romawi pada masa itu. Jadi pada mulanya kata ini dipahami sebagai suatu kesatuan di dalam wilayah Kerajaan Romawi, atau sebuah kesatuan secara politis. Namun dalam perkembangannya kata oikumene menunjuk kepada satu dunia dan satu gereja, atau satu gereja di dalam satu dunia yang dihuni umat manusia. Gerakan para pemuda gereja ini didorong oleh sejumlah Keprihatinan kala melihat gereja yang semakin terpecah-pecah, bahkan terkotak-kotak, Mereka merindukan kesatuan dari gereja-gereja yang hidup secara terpisah-pisah agar dapat mewujudkan satu tubuh, satu Roh, satu Tuhan, satu iman dan satu baptisan (Ef. 4:3-5). Mereka memahami bahwa 37 238 kesatuan yang dimaksud bukan kesatuan secara lahiriah atau juga kesatuan secara organisatoris, melainkan kesatuan di dalam persekutuan bersama antar gereja dan di dalam kesaksian pelayanan gereja kepada dunia. Mereka ingin agar doa Yesus di taman Getsemani itu menjadi nyata. Yesus berdoa, kata-Nya: “Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku” Berdasarkan doa Yesus, maka tujuan akhir dari gerakan oikumene sesungguhnya adalah agar dunia percaya bahwa Yesus adalah Tuhan yang diutus Allah ke dunia, demi menyelamatkan manusia yang berdosa. Gerakan oikumene dimulai dengan kegiatan menerjemahkan Alkitab ke dalam berbagai bahasa di dunia dan kegiatan mengutus para pekabar Injil ke wilayah-wilayah yang belum mengenal Injil. Gerekan oikumene yang dilakukan oleh para pemuda/i, termasuk di dalamnya pada mahasiswa/I Kristen diawali dengan pembentukan YMCA (Young Men Christian Association) pada tahun 1844, pembentukan YWCA (Young Women Christian Association) pada tahun 1854, pembentukan SVM (Student Volunteer Movement for Foreign Mission) pada tahun 1888, hingga pembentukan SCM (Student Christian Movement) di berbagai negara yang kemudian bergabung menjadi WSCF (World Student Christian Federation) pada tahun 18952 Di Indonesia, gerakan oikumene juga dimulai oleh Christelijke Studenten Vereeniging op Java (CSV) pada tahun 1932, yang » Yohanes 17:20-21 » Christiaan De Jonge, Menuju Keesaan Gereja: Sejarah, Dokumen dan Tema-Tema Gerakan Oikumenis. (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006), him. 7. 139 menjadi cikal bakal berdirinya GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) pada tanggal 9 Februari 1950. Gerakan-gerakan oikumene di atas hendak mengakhiri perpecahan yang masih terus terjadi di kalangan gereja, sehingga menggerogoti kebersamaan dalam persekutuan umat Kristen dan kesaksian gereja di dalam dunia. Perpecahan itu terbawa hingga ke wilayah-wilayah pekabaran Injil, sehingga bermunculanlah gereja-gereja sesuai dengan bentuk organisasi dan teologi asal dari para pekabar Injil tersebut. Kondisi ini menimbulkan kerisauan di antara tokoh-tokoh gereja dan tokoh-tokoh pekabaran Injil, sehingga pada tahun 1910 diselenggarakanlah Konfrensi Pekabaran Injil di Edinburgh, Skotlandia. Hasilnya, gereja semakin sadar perlu membangun kesatuan Tubuh Kristus, schingga pada tanggal 23 Agustus 1948 diadakanlah Faith and Order Movement and Life and Work ‘Movement, yang kemudian melahirkan The World Council of Churches atau WCC.» Gerakan oikumene yang telah dirintis oleh para pemuda/i dan mahasiswa/i akhirnya bermuara pada pembentukan Dewan Gereja-Gereja di Indonesia (DGI) pada tanggal 25 Mei 1950. Keputusan mengganti nama DGI ‘menjadi PGI atau Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) diambil pada Sidang Raya X tahun 1984 di Ambon, dengan pertimbangan bahwa “persekutuan lebih bersifat gerejawi dibanding dengan perkataan dewan, sebab dewan lebih mengesankan kepelbagaian dalam kebersamaan antara gereja-gereja anggota, sedangkan persekutuan lebih menunjukkan keterikatan lahir-batin antara gereja-gereja dalam proses menuju keesaan’.® Hingga tahun 2009, PGI telah menghimpun 88 gereja anggota dan lebih dari * Selain GMKI (http://www.gmkiorid/) yang diinspirasi_ oleh WSCF (http://www. wsefglobal.org/), ada juga gerakan keesaan di kalangan mahasiswa yang lebih berfokus pada pembentukan karakter seorang murid Kristus, di antaranya: LPMI (ttps://multiplikasi.com/) yang berdiri pada tahun 1968 dan diinspirasi oleh Campus Crusade for Christ International atau CCCI (https://www.cru.org/), NAVIGATOR Indonesia yang berdiri pada tahun 1968 dan diinspirasi oleh ~The Navigators. (hetps://www.navigators.org/) dan PERKANTAS (http://www perkantas.net/) yang berdiri tanggal 1971 dan diinspirasi oleh International Fellowship of Evangelical Students atau IFES (https://www.ifesworld.org/). © hetp://www.oikoumene.org/en/about-us/wee-history 5s https://pgi.or.id/sejarah-singkat/ 89 140 15 juta anggota jemaat yang tersebar dari Merauke ~ Sabang dan dari Rote - ‘Talaud. Keanggotaan PGI mewakili 80 persen umat Kristen di Indonesia* G. Gereja dan Universitas Kristen Indonesia® Gerakan keesaan gereja di dalam DGI pada awal berdiri ikut prihatin dengan kondisi pendidikan dan penyediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas di Indonesia, yang baru saja menjadi negara merdeka pada tahun 1945. Tokoh-tokoh pendiri DGI (sekarang PGI) di antaranya Dr. J. Leimena, Dr. Sutan Gunung Mulia Harahap, Dr. T.B, Simatupang, Pat. WJ. Rumambi, dan Pdt. Marantika. Mereka juga ikut aktif dalam gerakan kebangsaan dari Indonesia yang baru berdiri tersebut. Di awal kegiatannya, lembaga ini juga memberikan perhatian yang cukup besar pada masalah pendidikan karena saat itu bangsa Indonesia sangat memerlukan sumber daya manusia untuk mengisi lapangan kerja dalam berbagai aspek kehidupan, Kebutuhan ini sudah bersifat mendesak. Pemikiran akan inginnya masyarakat Kristen Indonesia untuk turut berpartisipasi dalam dunia pendidikan terus berkembang dalam diskusi- diskusi yang terjadi di lembaga ini. Bahkan dipikirkan pula akan perlunya mendirikan sebuah “universiteit”, Atas dasar itulah, DGI membentuk suatu komisi yang dipimpin oleh Prof. Dr. LP. Simanjuntak, MA. Komisi ini bertugas membuat suatu studi kelayakan untuk mendirikan universitas yang hasilnya dilaporkan kepada DGI. Sebagai tindak lanjutnya, DGl mengeluarkan resolusi mengenai Universiteit Kristen pada tanggal 30 Juni 1953. Resolusi yang ditandatangani oleh Ds. W.J. Rumambi, selaku Sekretaris, Umum DGI, dalam Sidang Lengkap DGI dari tanggal 20-30 Juni 1953 mengusulkan kepada semua gereja dan masyarakat Kristen di Indonesia untuk membantu sepenuhnya pendirian Universiteit Kristen, baik secara moril maupun materil. Beranjak dari resolusi tersebut, maka tokoh-tokoh Kristen Indonesia, yakni Mr. Todung Sutan Gunung Mulia, Mr. Yap Thiam Hien, Benjamin % Sebagaimana sejarah WCC, di mana gereja-gereja yang menolak bergabung memilih untuk membentuk World Evangelical Alliance (WEA), maka di Indonesia juga terjadi hal yang serupa. Selain PGI masih ada beberapa lembaga gabungan gereja-gereja di aras nasional, seperti: PGLIL, PGPI dan PGTI. % Sumber diambil dari _http://www.uki.ac.id/halaman/index/2or71010-sejarah- universitas 40 ag ‘Thomas Philip Sigar, atas nama gereja-gereja yang tergabung dalam DGI (sekarang PGI), mendirikan Yayasan Universitas Kristen Indonesia di hadapan notaris Raden Kadiman, dengan nomor akte u7, tertanggal 18 Juli 1953. Anggota Yayasan kemudian diperbesar dengan kehadiran Elviannus Katoppo, Ong Jan Hong MD, Aminudin Pohan MD, Seri Condar Nainggolan MD, Benjamin Prawirohadmodjo, Pdt. Komarlin Tjakraatmadja, Gerrit Siwabessy MD, Tan Tek Heng, dan J.C.T Simorangkir. Tiga bulan kemudian, yaitu pada tanggal 15 Oktober 1953, diresmikanlah Universitas Kristen Indonesia (UK!) yang terdiri dari: Fakultas Sastra dan Filsafat, dengan Sub- fakultas: Pedagogik dan Sastra, dan Fakultas Ekonomi. Ketika itu, perkuliahan dan kegiatan administrasi masih berlangsung di gedung HSK yang terletak di Jl. Diponegoro 86, dan di tiga buah flat di Jl. Salemba 1o. Dalam perjalanan pengabdiannya, didirikanlah Fakultas Hukum (1956), Fakultas Kedokteran (1962), Fakultas Teknik (1963), dan Fakultas IImu Sosial dan Politik (1994). Hingga saat ini UKI telah memiliki delapan fakultas yang terdiri dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Sastra (FS), Ekonomi (FE), Hukum (FH), Kedokteran (Fk), Teknik (FT), imu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL), serta Vokasi (FV) dan satu Program Pascasarjana (PPs), dengan total empat program Diploma, dua puluh program Sarjana, enam program Magister dan dua program Doktor, serta satu program Profesi. Berdasarkan pemaparan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kelahiran Universitas Kristen Indonesia (UKI) tidak bisa dan tidak boleh lepas dari gereja, dalam hal ini Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), secara khusus dalam meneruskan semangat gerakan keesaan gereja dan dalam usaha gereja untuk meningkatkan sumber daya manusia lewat pendidikan tinggi di Indonesia. Selain itu, kita dapat menyaksikan betapa besar pengaruh dari kegerakan para mahasiswa/i, termasuk para pemuda/i Kristen, bagi kesatuan atau keesaan gereja di Indonesia dan di dunia. Tanpa jiwa-jiwa muda yang memiliki idealisme tinggi dan rela melepaskan “baju” atau “bendera” aliran atau denominasi gerejanya, maka upaya kita untuk dapat melihat semua gereja menjadi satu (bahasa Latinnya Ut Omnes Unum Sin), seperti doa dari Yesus di Getsemani, akan semakin jauh dari kenyataan. Kalau gereja-gereja belum menjadi satu, maka bagaimana dunia dapat percaya, bahwa Allahlah yang telah mengutus Yesus ke dalam dunia ini? yn Kesimpulan Kata gereja tidak akan kita temukan di dalam Alkitab Terjemahan Baru (TB) Lembaga Alkitab Indonesia. Kata yang lebih sering digunakan adalah kata jemaat, yang merupakan kata serapan dari bahasa Arab 4¢ts> (baca: jamaa’tun), yang berarti: bersatu, berkumpul, kumpulan. Kata dalam bahasa Yunani yang digunakan adalah dalam bahasa Yunani yang digunakan adalah ekxAnoiat (baca ekklesia), yang berarti: dipanggil keluar, persekutuan orang yang dipanggil keluar oleh Allah. Jadi, bila pada masa kini, ada banyak orang yang memahami gereja itu sebagai gedung atau lokasi umat Kristiani beribadah, maka pengertian itu adalah pemahaman yang telah bergeser jauh dari pengertian mula-mula dari kata ekklésia di dalam Alkitab. Dalam upaya menjalankan peran atau fungsi gereja di atas, maka gereja merumuskan tiga panggilan atau tugas gereja di dunia ini yaitu (1) koinonia yaitu persekutuan, (2) diakonia yaitu pelayanan, dan (3) marturia yaitu kesaksian. Berdasarkan Pengakuan Iman Rasuli paling tidak ada tiga sifat utama gereja yaitu: (1) kudus karena telah dikuduskan oleh darah Kristus, (2) am/katolik sebab bersifat terbuka kepada semua orang/bangsa, dan (3) rasuli/apostolik sebab harus memberikan firman Allah yang telah disampaikan oleh para rasul. Sebagai sebuah organisasi, minimal ada tiga sistem pemerintahan atau berorganisasi yang berlaku di gereja-gereja di seluruh dunia, yaitu sistem presbiterial yaitu kepemimpinan dipegang oleh para tua-tua jemaat (penatua), sistem episkopal yaitu kepemimpinan dipegang oleh para imam yang telah ditabis, dan sistem kongresional yaitu kepemimpinan dipegang oleh gereja-gereja lokal secara mandiri. Secara historis, gereja mula-mula lahir dan berkembang di Yerusalem. Namun kemudian tersebar ke kawasan Timur Tengah kuno, wilayah Asia Kecil dan Eropa. Bertitik tolak dari Eropa, gereja-gereja pun menyebar ke seluruh dunia hingga ke Indonesia. Namun kondisi gereja, khususnya Protestan yang terpecah-pecah mendatangkan keprihatinan di kalangan generasi muda Kristen, sehingga pada awal abad ke-19 dimulailah gerakan oikumene yang berjuang untuk menuju keesaan gereja untuk menjawab doa Yesus dalam Injil Yohanes 17:20-21 “supaya mereka semua menjadi satu” (Bahasa Latin: ut omnes unum sint). Kemudian lahirlah The World Council of Churches (WCC) atau Dewan Gereja-gereja Sedunia, Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI) yang telah berubah nama menjadi Persekutuan Gereja- Prey 143 gereja di Indonesia (PGI). DGI-lah yang kemudian membidani lahirnya Universitas Kristen Indonesia (UK!) lewat resolusinya mengenai Universiteit Kristen pada tanggal 30 Juni 1953, Resolusi ini ditindaklanjuti dengan pembentukan Yayasan Universitas Kristen Indonesia (YUKI) pada tanggal 18 Juli 1953, yang kemudian mendeklarasikan berdirinya UKI pada tanggal 15 Oktober 1953. Latihan Dalam rangka pendalaman terhadap materi yang telah dijelaskan pada kegiatan pembelajaran pertama di atas, maka kerjakanlah latihan soal di bawah ini: 1. Jelaskan secara singkat asal usul gereja! 2, Jelaskan definisi, peran dan tugas gereja! 3. Jelaskan sifat gereja dan sistem pemerintahan gerejawi! 4. Jelaskan sejarah singkat gereja di Indonesia! 5. Jelaskan perkembangan gerakan keesaan gereja! Evaluasi Pembelajaran Evaluasi pembelajaran dilakukan dengan cara mahasiswa/i diharuskan untuk membuat atau menulis ringkasan (review) atas semua materi yang telah dia pelajari dengan kalimat/bahasanya sendiri, sebanyak 1.000 - 1.500 kata. Penilaian hasil review dilakukan berdasarkan sistimatika penulisan, kedalaman di dalam menguraikan konsep-konsep penting dan penulisan menurat standar Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Umpan Balik dan Tindak Lanjut Setelah kegiatan pembelajaran pertama ini selesai, mahasiswa/i diharapkan untuk: 1. Menulis secara singkat sejarah lahir/berdirinya gereja atau tempat ibadah di mana dia berada sekarang dan apa peran gerejanya di tengah- tengah masyarakat. 2. Setelah itu, bentuklah kelompok diskusi untuk membahas dan merumuskan hal-hal kongkrit apa saja yang dapat kelompok lakukan untuk memelihara semangat oikumene antara gereja dan antara agama, baik di kampus maupun di kampungnya. 143 144 Referensi: Buku Sejarah UKI. Jakarta: UKI Press, 1997. Aritonang, Jan S., Berbagai Aliran di Dalam dan di Sekitar Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016. Berkhof, H., Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007. Culver, Jonathan E., Buku Sejarah Gereja Asia, De Jonge, Christiaan, Menuju Keesaan Gereja: Sejarah, Dokumen dan Tema- Tema Gerakan Oikumenis. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006. De Jonge, Christiaan, Pembimbing Ke Dalam Sejarah Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995. De Jonge, Christiaan, Apa dan Bagaimana Gereja: Pengantar Sejarah Eklesiologi. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001. Jura, Demsy J., Ekkesiologi: Ketika Yesus Kristus Mendirikan Jemaat-Nya. Jakarta: Departemen Literatur GKKI, 2015, Sitompul, A.A. (ed), Mengasihi Tuhan Allah dan Sesama Manusia: Pendidikan ‘Agama Kristen untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Penerbit Kebangkitan Hidup Baru, 1999.

Anda mungkin juga menyukai