Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Saraf RS Panti Wilasa Dr. Cipto
Disusun oleh :
Adelia Yuantika
112019032
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia
-Nya sehingga referat Ilmu Penyakit Saraf tentang
“ TERAPI ULTRASOUND DIATHERMY PADA CARPAL TUNNEL SYNDROME ”
ini dapat selesai. Referat ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan tugas
kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf di RSU Panti Wilasa dr Cipto Semarang. Penulis
menyadari ada banyak pihak yang turut mendukung pembuatan referat ini. Untuk itu
dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing
saya, dr. Hadi Kurniawan, Sp.KFR yang telah membimbing saya selama kepaniteraan di
RSU Pantil Wilasa dr. Cipto dalam pembuatan referat ini. Penulis sadar referat ini jauh
dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir
kata, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan setiap pembaca pada
umumnya. Terimakasih.
Adelia Yuantika/112019032
BAB 1
PENDAHULUAN
Gambar 3: Persarafan .9
sensorik Nervus medianus bagian dorsal
2.4 Epidemiologi
Biasanya CTS terjadi pada perempuan berusia 40 – 60 tahun (Lubis et all,
2016) dengan tingkat prevalensi pada populasi umum 3,7 – 5,8 % (Arul, 2016). Hal ini
dikarenakan wanita memiliki terowongan karpal yang lebih kecil dibandingkan pria
(Saerang, 2015). Kejadian CTS ini telah menjadi pusat perhatian peneliti karena
merupakan salah satu jenis cummulative trauma disorders (CTD) yang paling banyak
dijumpai (Kisner, 2014). Karena permasalahan tersebut, akibatnya pergelangan tangan
menjadi terbatas dan tidak mampu berfungsi sebagaimana mestinya sehingga
berpengaruh terhadap pekerjaan sehari-hari (Saerang, 2015). Umumnya CTS terjadi
secara kronis dimana terjadi penebalan fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan
terhadap nervus medianus.
Angka kejadian CTS di Amerika Serikat telah diperkirakan sekitar 1-3 kasus per
1.000 orang setiap tahunnya dengan prevalensi sekitar 50 kasus dari 1.000 orang pada
populasi umum. National Health Interview Study (NIHS) memperkirakan bahwa
prevalensi CTS yang dilaporkan sendiri diantara populasi dewasa adalah sebesar 1.55%
(2,6 juta). CTS lebih sering mengenai wanita daripada pria dengan usia berkisar 25-64
tahun, prevalensi tertinggi pada wanita usia >55 tahun, biasanya antara 40-60 tahun.
Prevalensi CTS dalam populasi umum telah diperkirakan 5% untuk wanita dan 0,6%
untuk laki-laki CTS adalah jenis neuropati jebakan yang paling sering ditemui. Sindroma
tersebut unilateral pada 42% kasus (29% kanan, 13% kiri) dan 58% bilateral.11,12 Di
Indonesia, urutan prevalensi CTS dalam masalah kerja belum diketahui karena sampai
tahun 2001 masih sangat sedikit diagnosis penyakit akibat kerja yang dilaporkan karena
berbagai hal, antara lain sulitnya diagnosis. Pada penelitian pekerjaan dengan risiko
tinggi pada pergelangan tangan dan tangan melaporkan prevalensi CTS antara 5,6%
sampai dengan 15%. Pada pekerja perusahaan ban di Indonesia melaporkan prevalensi
CTS pada pekerja sebesar 12,7%. Diketahui bahwa terdapat hubungan positif antara
keluhan dan gejala CTS dengan faktor kecepatan menggunakan alat dan faktor kekuatan
melakukan gerakan pada tangan.13
Terowongan karpal yang sempit selain dilalui oleh nervus medianus juga dilalui
oleh beberapa tendon fleksor. Setiap kondisi yang mengakibatkan semakin padatnya
terowongan ini dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada nervus medianus sehingga
timbullah CTS. Pada sebagian kasus etiologinya tidak diketahui, terutama pada penderita
lanjut usia. Mekanisme patofisiologis terjebaknya saraf medianus adalah berbeda antara
pekerja dan bukan pekerja. Penyebab CTS menjadi 3 faktor, yaitu: (1) faktor intrinsik, (2)
faktor penggunaan tangan (penggunaan tangan yang berhubungan dengan hobi, dan
penggunaan tangan yang berhubungan dengan pekerjaan), (3) faktor trauma. 10 Faktor
intrinsik terjadinya CTS adalah sekunder, karena beberapa penyakit atau kelainan yang
sudah ada. Beberapa penyakit atau kelainan yang merupakan faktor intrinsik yang dapat
menimbulkan CTS adalah: (a) perubahan hormonal seperti kehamilan, pemakaian
hormone estrogen pada menopause, dapat berakibat retensi cairan dan menyebabkan
pembengkakan pada jaringan di sekeliling terowongan karpal, (b) penyakit/keadaan
tertentu seperti hemodialisis yang berlangsung lama, penyakit multiple myeloma,
Walderstroom’s macroglobulinemia, limphoma non Hodgkin, acromegali, virus (human
parvovirus), pengobatan yang berefek pada sistem imun (interleukin 2) dan obat anti
pembekuan darah (warfarin), (c) kegemukan (obesitas), (d) keadaan lain seperti merokok,
gizi buruk dan stres, (e) adanya riwayat keluarga dengan CTS, dan (f) jenis kelamin, hasil
penelitian menunjukkan bahwa wanita mempunyai risiko mendapat CTS lebih tinggi
secara bermakna dibandingkan laki-laki. CTS yang terjadi oleh karena penggunaan
tangan karena hobi atau pekerjaan adalah sebagai akibat inflamasi/pembengkakan
tenosinovial di dalam terowongan karpal. Penggunaan tangan yang berhubungan dengan
hobi, contohnya adalah pekerjaan rumah tangga (menjahit, merajut, menusuk, memasak),
kesenian dan olah raga.10 CTS yang berhubungan dengan pekerjaan meliputi kegiatan
yang membutuhkan kekuatan, penggunaan berulang atau lama pada tangan dan
pergelangan tangan, terutama jika faktor risiko potensial tersebut muncul secara
bersamaan misalnya: 1) Penggunaan tangan yang kuat terutama jika ada pengulangan, 2)
penggunaan tangan berulang dikombinasikan dengan beberapa unsur kekuatan terutama
untuk waktu yang lama, 3) konstan dalam mencegkeram benda, 4) memindahkan atau
menggunakan tangan dan pergelangan tangan terhadap perlawanan atau dengan kekuatan,
5) menggunakan tangan dan pergelangan tangan untuk getaran teratur yang kuat, 6)
tekanan biasa atau intermiten pada pergelangan tangan.10
2.6 Patofisiologi
Carpal tunnel termasuk lesi Nervus medianus bagian distal, dimana kompresi
nervus ini terjadi pada saat melalui terowongan karpal dengan gangguan sensorik berupa
(paresthesia dan dysesthesia) terutama pada ujung jari telunjuk, tengah, serta ibu jari.
Perkembangan selanjutnya akan terjadi gangguan motorik akibat dari atrofi otot-otot
tenar.9
9
Gambar 4: Penderita CTS yang mengalami atrofi otot tenar.
2.9. Ultrasound
Ultrasound merupakan generator yang menghasilkan arus bolak–balik
berfrekuensi tinggi yang berjalan pada kabel koaksial pada transduser yang kemudian
dikonversikan menjadi
getaran suara oleh karena adanya efek piezoelectric.
a. Efek fisiologis
Efek–efek ultrasound yang telah banyak ditulis dan dikenal adalah efek secara langsung
dan sifatnya lokal, seperti:
1. Efek Mekanik
Jika gelombang ultrasound masuk ke dalam tubuh, maka efek pertama
yang terjadi didalam tubuh adalah efek mekanik. Gelombang ultrasound
menimbulkan adanya peregangan dan pemampatan didalam jaringan dengan
frekwensi yang sama dari ultrasound. Oleh karena itu terjadilah adanya variasi
tekanan didalam jaringan. Dengan adanya variasi tekanan inilah kemudian timbul
efek mekanik yang lebih dikenal dengan efek microtassage.
2. Efek Thermal
Micromassage yang ditimbulkan oleh ultrasound akan menimbulkan efek
panas didalam jaringan. Efek panas ini terutama terjadi pada daerah dimana
gelombang ultrasound direfleksikan, yaitu pada daerah perbatasan antara jaringan
yang satu dengan yang lain. Adanya refleksi ini dapat pula menimbulkan
interverensi yang akan menghasilkan adanya kenaikan intensitas. Efek panas yang
disebabkan oleh kenaikan intensitas ini dapat mencapai ukuran yang sangat tinggi,
sehingga akan menyebabkan adanya nyeri di dalam periosteum.
3. Efek piezoelektrik
Efek piezoelektrik adalah suatu efek yang dihasilkan apabila bahan-bahan
piezoelektrik seperti kristal kwarts, bahan keramik polycrystalline seperti
leadzirconatetitanate dan barium titanate mendapatkan pukulan atau tekaan
sehingga menyebabkan terjadinya aliran muatan listrik pada sisi luar dari bahan
piezoelektrik tadi. Pada manusia seperti pada jaringan tulang, kolagen dan protein
tubuh juga merupakan bahan-bahan piezoelektrik. Oleh karena itu apabila
jaringan-jaringan tadi mendapatkan suatu tekanan atau perubahan ketegangan
akibat mendapatkan aliran listrik dari ultrasonik akan menyebabkan perubahan
muatan elektrostatik pada membrane sel yang dapat mengikat ion-ion. Efek
piezoelektrik antar lain dapat meningkatkan metabolisme dan dapat dimanfaatkan
untuk penyambungan tulang.
4. Efek Penurunan Nyeri Ultrasound
Ultrasound dapat meningkatkan ambang rangsang selama aktivasi ujung-
ujung saraf sensorik ber-myelin tebal melalui efek thermal. Panas yang dihasilkan
oleh ultrasound dapat merangsang serabut saraf bermyelin dengan diameter besar
sehingga mengurangi nyeri melalui mekanisme gate control theory. Ultrasound
juga dapat meningkatkan kecepatan konduksi saraf bermyelin tebal sehingga
menciptakan efek counter iritan melalui mekanisme thermal.
b. Teknik aplikasi
1. Kontak langsung
Cara ini adalah yang paling banyak digunakan. Treatment-head diletakkan
tegak lurus terhadap permukaan tubuh yang diobati. Seperti yang telah diketahui,
bahwa udara akan merefleksikan gelombang ultrasound 100%. Oleh karenanya
penting sekali adanya medium antara kulit dan treatmenthead, dimana energi
ultrasound akan masuk ke dalam tubuh. Dewasa ini yang paling banyak
digunakan sebagai kontak medium adalah gel, karena mempunyai keuntungan
yaitu tidak mudah melenyap pada saat aplikasinya. Akan tetapi gelombang yang
dikeluarkan bersifat intermitten. Sehingga banyak energi yang direfleksikan,
karena daya refleksinya sangat besar.
2. Kontak tidak langsung
Jika bentuk permukaan tubuh tak teratur dan tidak memungkinkan adanya
kontak yang baik antara treatment-head dan kulit, maka disamping dapat
digunakan treat-ment-head yang kecil dapat pula digunakan metode lain yang
dikenal dengan sub aqual metode. Efek yang diharapkan dengan pemberian
ultrasound adalah untuk mengurangi nyeri pada tingkat spinal dan juga
menghancurkan atau merusak abnormal crosslink yang ada pada fascia sehingga
terjadi suatu proses peradangan baru yang terkontrol. Efek lain yang dihasilkan
adalah penurunan kecepatan konduksi saraf, peningkatan permeabilitas membran
sel, massage intra seluler, meningkatkan sirkulasi darah dan hiperemia kapiler.
Ultrasound juga dapat memecahkan/ depolimerisasi mukopolisakarida,
mukoprotein, glikoprotein dari jaringan yang terjadi adhesi. Akibat dari semua
efek yang telah disebutkan di atas diharapkan dapat mengurangi rasa nyeri yang
timbul. Dengan pemberian ultrasound maka perlengketan tersebut akan diurai
melalui mekanisme piezoelektrik. Dimana ultrasound dapat meningkatkan
ambang rangsang selama aktivasi dari ujung-ujung saraf sensoris bermyelin.
Melalui mekanisme thermal ultrasound dapat meningkatkan kecepatan konduksi
saraf serta menciptakan efek counter iritan dan dapat merangsang serabut saraf,
sehingga dapat mengurangi nyeri melalui mekanisme gate control theory, untuk
masuk ke jaringan fascia. Akan tetapi jika diberikan dengan tekhnik subaqual,
maka energi yang dikeluarkan dari treatment head akan sampai ke jaringan
fascianya, karena air memiliki kerapatan massa yang besar. Sebaiknya air yang
digunakan harus dimasak terlebih dulu, karena jika tidak akan terdapat
gelembung-gelembung udara yang menempel pada treatment-head dan kulit.
Seperti telah diketahui bahwa gelembung-gelembung udara ini akan menghalangi
proses perpindahan energi.18
2.9.1 Terapi Ultrasound Pada CTS
Peralatan yang dipergunakan pada terapi ultrasound adalah generator
penghasil frekuensi gelombang yang tinggi, dan tranducer yang terletak pada
aplikator. Tranducer terbuat dari kristal sintetik seperti barium titanate atau
sinkron timbal titanat yang memiliki potensi piezeloelectric yakni potensi untuk
memproduksi arus listrik bila dilakukan penekanan pada kristal. Terapi ultrasound
biasanya dilakukan pada rentang frekuensi 0.8 sampai 3 megahertz (800 sampai
dengan 3,000 kilohertz). Frekuensi yang lebih rendah dapat menimbulkan
penetrasi yang lebih dalam (sampai dengan 5 sentimeter). Frekuensi yang
umumnya dipakai adalah 1000 kilohertz yang memiliki sasaran pemanasan Pada
kedalaman 3 sampai 5 cm dibawah kulit. Pada frekuensi yang lebih tinggi
misalkan 3000 kilohertz energi diserap pada kedalaman yang lebih dangkal yakni
sekitar 1 sampai 2 cm. Gelombang suara dapat mengakibatkan molekul-molekul
pada jaringan bergetar sehingga menimbulkan energi mekanis dan panas. Kedaan
ini menimbulkan panas pada lapisan dalam tubuh seperti otot, tendon, ligamen,
persendian dan tulang. Penetrasi tinggi ultrasound bergantung pada jenis dan
ketebalan jaringan. Jaringan dengan kadar air yang tinggi menyerap lebih banyak
energi sehingga suhu yang terjadi lebih tinggi. Peningkatan suhu yang paling
tinggi dapat terjadi pada tulang dan jaringan lunak yang melekat padanya. Pada
pelaksanaan terapi ultrasound yakni gelombang kontinyu dan gelombang
intermittent (pulsed). Pada keadaan peradangan akut, gelombang intermitten lebih
dipilih. Gelombang kontinyu lebih menimbulkan efek mekanis seperti
meningkatkan permeabilitas membran sel dan dapat memperbaiki kerusakan
jaringan 19