Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
ASISTEN :
KELOMPOK 3
Nama Kelompok :
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA
2020
BAB 1
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Golongan : NSAID
Farmakokdinamik :
Mekanisme kerja parasetamol juga berhubungan dengan penghambatan COX-1 dan COX- 2
lewat fungsi peroksidase dari isoenzim tersebut. Ini terjadi akibat penghambatan pembentukan
radikal fenoksil residu tirosin yang penting untuk aktivitas enzim tersebut.
Parasetamol menentukan selektivitas hambatan dari sintesis prostaglandin dan faktor-faktor yang
menentukan kadar asam arakhidonat dan peroksida, aktivitasnya rendah jika kadar kedua zat
tersebut tinggi. Cara mengatasi inflamasi ringan yang terjadi pada artritis reumatoid dan penyakit
gout tetapi mampu mengatasi inflamasi ringan pada ekstraksi gigi dan berbagai inflamasi
eksperimental pada hewan coba.
Parasetamol agaknya selektif terhadap COX-2, ini didukung dengan aktivitas antiplateletnya
yang rendah dan profil keamanannya yang baik terhadap saluran cema. Berberda dengan
inhibitor selektif dan nonselektif COX-2, parasetamol menghambat enzim peroksida selain
termasuk mieloperoksidase.
Efek analgesik parasetamol dan fenasetin yang terkait dengan salisilat yaitu mene hilangkan atau
dapat mengurangi ringan sampal sedang. Terkait dengan penurunan suhu tubuh dengan
perubahan yang dikeluarkan juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat.
Efek anti-inflamasi sangat lemah, karena parasetamol dan fenasetin tidak digunakan sebagai
antireumatik. Parasetamol merupakan penghambat biosintesis PG yang lemah. Efek initasi, erosi
dan perdarahan lambung tidak terlihat pada obat ini, demikian juga gangguan pernapasan dan
keseimbangan asam basa.(Farmakologi dan Terapi ed 6 hal 242)
Farmakokinetik
Paracetamol diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi
dalam plasma dicapai dalam waktu 1/2 jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam. Obat ini
tersebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma, 25% paraceatamol dan 30% fenasetin terikat
protein plasma. Kedua obat ini dimetabolisme oelh enzim mikrosom hati. Sebagian acetaminofen
80% dikonjugasi dengan asam glukoronat dan sebagian kecil lainnya dengan asam sulfat. Selain
itu paracetamol juga mengalami hidroksilasi. Metabolit hasil hidroksilasi ini dapat menimbulkan
methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Parasetamol ini dieksresi melalui ginjal, sebagian
kecil paracetamol 3% dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi. (Farmakologi dan Terapi
ed 6 hal 242)
Dosis paracetamol disesuaikan dengan usia dan kondisi penderita. Berikut penjelasan
paracetamol dalam bentuk obat minum dan suppositoria untuk meredakan demam dan nyeri.
- Tablet 500 mg
- Sirup 120 mg / 5 mL.
• Parasetamol untuk dewasa 300 mg-1 g per kali, dengan maksimum 4 g per hari;
• Untuk anak 6-12 tahun: 150-300 mg / kali, dengan maksimum 1,2 g / hari.
• Untuk anak 1-6 tahun: 60-120 mg / kali
• Bayi di bawah 1 tahun: 60 mg / kali; pada saat diberikan maksimum 6 kali sehari.
Akibat dosis toksik yang paling serius adalah nekrosis hati. Nekrosis tubuli renalis juga
koma hipoglikemik dapat juga terjadi. Hepatotoksisitas dapat terjadi pada pemberian dosis
tunggal 10-15 gram (200-250 mg / kgBB) parasetamol. Efek pada hari pertama keracunan akut
parasetamol belum mencerminkan bahaya yang tercermin. Anoreksia, mual dan muntah selama
24 jam pertama dan dapat berlangsung selama seminggu atau lebih. (Farmakologi dan Terapi ed
6 hal 243)
PEPTON
Pepton adalah senyawa hasil hidrolisi protein yang larut dalam air. Senyawa pepton
bersifatpirogen (suatu zat yang menyebabkan demam) sehingga dapat meningkatkan suhu tubuh
hewan coba (Budiman, 2010). Pirogen adalah zat (substansi) yang dapat menyebabkan demam.
Pirogenterbagi dua yaitu pirogen yang berasal dari dalam tubuh (endogen) dan berasal dari luar
tubuh (eksogen). (Mengenal Demam dan Perawatannya PadaAnak)
Pirogen eksogen sendiri mempunyai kemampuan untuk merangsang pelepasan pirogen endogen.
Pirogen endogen ini, setelah berikatan dengan reseptornya di daerah preoptik hipotalamus, akan
merangsang hipotalamus untuk mengaktivasi fosfolipase A2 yang selanjutnya akan melepas
asam arakidonat dari membran fosfolipid, dan kemudian oleh enzim siklooksigenase-2 (COX-2)
diubah menjadi prostaglandin E2 (PGE2). Rangsangan prostaglandin inilah baik secara langsung
maupun melalui pelepasan siklik AMP mengatur termostat pada suhu yang lebih tinggi.
(Mengenal Demam dan Perawatannya Pada Anak)
Pengujian efektivitas akan dilakukan dengan cara induksi pepton secara subcutan untuk
meningkatkan suhu tubuh hewan cobamencit (Barnes, 1964).
BAB 3
METODE PENELITIAN
Demam merupakan suatu keadaan dimana terjadi kenaikan suhu di atas normal. Bila diukur
menggunakan rektal suhu mencapai > 38˚C, jika diukur dengan oral suhunya diatas 37,8ºC dan
jika ukur dengan aksila suhu diatas 37,2˚C.
Demam terjadi sebagai betuk respon terhadap rangsngan pirogenik, maka monosit,
makrofag, dan sel – sel kupffer mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen
endogen IL-1 (Interleukin 1), TNFα (Tumor Necrosis Factor α), IL-6 (Interleukin 6), INF
(Interferon) yang bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan
thermostat.
Demam dapat diklasifikasikan yaitu, demam remiten, demam septik, demam intermiten,
demam kontinyu dan demam siklik. Demam remiten adalah tipe demam dengan suhu badan
dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu normal. Demam septik adalah tipe
demam dengan suhu badan beransur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan
turun kembali pada tingkat diatas normal pada pagi hari. Demam kontinyu adalah tipe demam
dengan suhu tubuh bervariasi sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat celcius.
Demam intermiten adalah tipe demam dengan suhu badan turun ke tingkat yang normal selama
beberapa jam dalam satu hari. Demam siklik adalah tipe demam dengan kenaikan suhu badan
selama beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang
kemudian diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula. ( Gunawan et al., 2007)
Obat antipiretik pada umumnya menghambat ekspresi enzim siklooksigenase-2 (Cox-2 ).
Sehingga biosintesis protaglandin E2 (PGE2) terganggu.
= 0,147 ml
0,147 𝑚𝑙
Dosis Mencit (21g) = ×5000 mg
100 𝑚𝑙
= 7,35 mg
Senyawa Uji Yang Digunakan
Paracetamol
Kelompok 1 : 13 gram
Kelompok 2 : 16 gram
Kelompok 3 : 21 gram
Kelompok 4 : 27 gram
➢ Kelompok 3
21 𝑔
Dosis Mencit (21 g) = 20 𝑔 ×1,3 mg
= 1,365 mg
1,365 𝑚𝑔
Volume Pemberian Mencit (13g) = ×1 ml
25 𝑚𝑔
= 0,0546 ml
4.1 Hasil
i. Tabel hasil pengamatan
Rata-rata Rata-rata Suhu Setelah diberi Paracetamol, menit ke-
Suhu
Sebelum 0 15 30 45 60 90
diinduksi
(0C)
40
39
Axis Title
38 Kelompok 1
37
36 Kelompok 2
35 Kelompok 3
34 Kelompok 4
Normal
0
60
90
15
30
45
4.2 Pembahasan
Pepton sendiri diketahui merupaka senyawa bersifat pirogen eksogen. Demam adalah suatu
respon pertahanan tubuh terhadap bakteri atau virus. produk-produk bakteri dan virus itu sendiri
mempunyai kemampuan untuk merangsang pelepasan pirogen endogen yang disebut dengan
sitokin yang diantaranya yaitu interleukin-1 (IL1), Tumor Necrosis Factor (TNF), interferon
(INF), interleukin-6 (IL-6). Sebagian besar sitokin ini dihasilkan oleh makrofag yang merupakan
akibat reaksi terhadap pirogen eksogen. Dimana sitokin-sitokin ini merangsang hipotalamus
untuk meningkatkan sekresi prostaglandin, yang kemudian dapat menyebabkan peningkatan
suhu tubuh.
(Mengenal Demam dan Perawatannya Pada Anak hal 11-12)
Pada praktikum kali ini, kami menginduksi mencit untuk demam dengan menggunakan
pepton 5% yang disuntikan secara subkutan, kemudian diberikan paracetamol secara oral untuk
melihat efek antipiretiknya. Suhu tikus diukur dengan menggunakan ear thermometer pada
telinga bagian luar mencit. Efek antipiretik disebabkan karena penghambatan enzim COX
(Cyclooxigenase) oleh paracetamol. Enzim COX digunakan untuk membentuk PGE2 dari asam
arakidonat. PGE2 bisa memicu terjadinya demam, sehingga jika dihambatakan muncul efek
antipiretik.
Dari data grafik diatas dapat kita lihat bahwa suhu awal mencit yaitu pada kelompok 1
36,1OC, kelompok 2 36,3OC, kelompok 3 35,9OC, dankelompok 4 35,8OC. pada suhu saat
demam bisa mencapai 38,9 OC. sebelum 30 menit terjadi kenaikan suhu hal tersebut karena efek
dari pemberian pepton. Dari data praktikum, setelah 30menit terjadi penurunan suhu, menurut
teori, mula kerja parasetamol oral adalah 30 menit. Dari data praktikum yang didapat
menunjukkan setelah 30 menit suhu mencit mulai turun hal tersebut karena efek dari paracetamol
yang diberikan.
BAB V
KEIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Demam disebabkan oleh zat pirogen yang diberikan seperti pepton yang dapat
meningkatkan suhu tubuh. Paracetamol merupakan obat golongan analgesic antipiretik yang
dapat menghambat siklooksigenase sehingga mampu menurunkan suhu tubuh dalam keadaan
demam.
Pada pegujian efek paracetamol sebagai antipiretik, dengan menggunakan mencit
sebagai hewan coba, setelah dilakukannya percobaan menunjukkan paracetamol mempunyai
efeksebagai antipiretik, karena setelah diinduksikannya pepton pada mencit suhu tubuh
mencit mulai meningkat, tetapi dengan diberikannya paracetamol, suhu tubuh mencit mulai
menurun, sehingga efek antipiretik pada paracetamol sudah bisa dibuktikan.
B. Saran
AKTIVITAS ANTIPIRETIK EKSTRAK ETANOL DAUN MENGKUDU
(Morindacitrifolia L.) PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattusnorvegicus) GALUR
WISTAR YANG DIINDUKSI PEPTON 5% olehSulastriHerdaningsih.
Uji aktivitas antipiretik dilakukan dengan cara pengukuran suhu rectal pada semua hewan uji
sebelum dan sesudah diinduksi dengan pepton 5%. Hewan uji diinduksi secara peroral (P.O),
pengukuran suhu pada rectal dilakukan pada lima kelompok uji coba yang terdiri dari
kelompok larutan kotrol negatif, kelompok larutan control positif (pembanding), sediaan uji
kelompok 1, sediaan uji kelompok 2, dan sediaan uji kelompok 3. Diukur suhu awal (t(awal))
yaitu sebelum diinduksi pepton dan setelah diinduksi pepton selama satu jam, diukur kembali
suhu rectal menggunakan thermometer infrared dengan satuan , pada selang waktu 30’, 60’,
90’, 120’, 150’, 180’, 210’, 240 menit setelah penyuntikan untuk tiap kelompok konsentrasi
lalu, dibandingkan dengan control negative dan control positif untuk melihat aktivitas pada
sediaan uji.
C. Lampiran