Percobaan IV
Reaksi Saponifikasi “Pembuatan Sabun”
Asisten :
Dosen Pengampu:
Pekanbaru
2020
Praktikum Kimia Organik/Putri Noviayu S.H/S.Ganjil/2020-2021
LEMBAR KENDALI
NIM 1907110101
KELAS S1 A
KIMIA ORGANIK
Catatan tambahan:
Dosen Pengampu
ABSTRAK
Sabun dapat dibuat dari reaksi saponifikasi yaitu pemutusan rantai trigliserida melalui
reaksi dengan alkali yang akan menghasilkan produk utama sabun dan produk samping
berupa gliserol. Tujuan dari percobaan ini adalah membuat dan memahami reaksi
penyabunan pada proses pembuatan sabun dan menjelaskan beberapa sifat sabun.
Pembuatan sabun dilakukan dengan pencampuran 350 ml VCO, etanol, NaOH 7 N, asam
stearat, gliserin, dan NaCl. Sabun kemudian dioven dan disaring. Sabun lalu dicetak dan
dilakukan pengujian sifat-sifat sabun dengan menggunakan kerosin, kalsium sulfat, PP,
dan HCl. Hasil pengujian menunjukkan sabun memiliki sifat emulgator, dapat berbuih
dan mengangkat kotoran, tidak larut dalam pelarut alkohol, bersifat asam karena
kandungan alkalinya rendah (1,6%), stabilitas busa yang tidak terlalu stabil (63,5%), serta
kandungan kadar air yang tinggi (74,28%).
Kata Kunci: Sabun, Saponifikasi, NaOH, VCO
ABSTRACT
Soap can be made from the saponification reaction, which is the termination of the
triglyceride chain through a reaction with alkalis which will produce the main product of
soap and a byproduct of glycerol. The aim of this experiment is to create and understand
the lathering reaction in the soap making process and to explain some of the properties of
soap. Soap was made by mixing 350 ml of VCO, ethanol, 7 N NaOH, stearic acid,
glycerin, and NaCl. The soap is then ovened and filtered. The soap is then printed and
tested for the properties of the soap using kerosene, calcium sulfate, PP, and HCl. The
test results show that soap has emulgating properties, can foam and lift dirt, is insoluble
in alcohol solvents, is acidic because of its low alkaline content (1.6%), the stability of
the foam is not very stable (63.5%), and high water content (74.28%).
Keywords: Soap, Saponification, NaOH, VCO
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sabun
Sabun merupakan garam logam alkali (biasanya garam natrium) dari asam - asam
lemak, terutama mengandung garam C16 (asam palmitat) dan C18 (asam stearat) namun
dapat juga mengandung beberapa karboksilat dengan bobot atom lebih rendah
(Fessenden, 1994). Sabun dihasilkan dari proses saponifikasi, yaitu hidrolisis lemak
menjadi asam lemak dan gliserol dalam NaOH (minyak dipanaskan dengan NaOH)
sampai terhidrolisis sempurna. Asam lemak yang berikatan dengan natrium ini
dinamakan sabun. Hasil lain dari reaksi saponifikasi ialah gliserol, selain C disusun oleh
gugus asam karboksilat (Ketaren 1986).
Sifat-sifat sabun yang dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan komposisi dari
komponen asam-asam lemak yang digunakan yang sesuai dalam pembuatan sabun
dibatasi panjang rantai dan tingkat kejenuhan. Pada umumnya, panjang rantai yang
kurang dari 12 atom karbon dihindari penggunaanya karena dapat membuat iritasi pada
kulit, sebaliknya panjang rantai yang lebih dari 18 atom karbon membentuk sabun yang
sangat sukar larut dan sulit menimbulkan busa (Rahmadi, 2018).
Syarat mutu sabun mandi yang ditetapkan SNI 06 - 3532 - 2016 dapat di lihat
pada di bawah ini.
Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau lemak.
Surfaktan mempunyai struktur bipolar, bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian ekor
bersifat hidrofobik. Karena sifat inilah sabun mampu mengangkat kotoran (biasanya
lemak) dari badan dan pakaian (Lehninger, 1982).
Surfaktan (Surface Active Agents) adalah zat yang mempunyai kemampuan untuk
menurunkan tegangan permukaan suatu medium dan menurunkan tegangan antar muka
antara dua fase yang berbeda derajat polaritasnya. Struktur surfaktan dapat digambarkan
seperti berudu atau kecebong yang memiliki kepala dan ekor. Mekanisme kerja dari
surfaktan untuk menstabilkan emulsi yaitu dengan menurunkan tegangan permukaan.
Semakin baik kinerja surfaktan dalam menurunkan tegangan permukaan, maka stabilitas
emulsi akan semakin tinggi (Permono, 2002).
Setiap molekul sabun memiliki gugus hidrofil dan hidrofob ditulis sebagai
RCOONa+ . Bagian yang berperan aktif dalam sifat deterjennya (busa) ialah RCOO- .
Fungsi dari sabun ialah sebagai pembersih untuk menghilangkan kotoran dari kulit
(Parasuram, 1995).
Sabun buatan sendiri bukan hanya membersihkan, tetapi juga mengandung
gliserin yang dapat melembabkan dan melembutkan kulit dan meminyaki sel-sel kulit
juga. Sabun buatan sendiri lebih lembut dari sabun buatan industri, kerana mengandung
gliserin sedangkan di industri gliserinnya diambil untuk dijual terpisah karena harganya
lebih mahal. Selain itu, kualitas sabun mandi buatan sendiri dapat melebihi sabun yang
dibeli di supermaket, karena selain lebih murah sabun buatan sendiri dapat dibuat sesuai
keinginan, baik warna dan harumnya atau dibiarkan apa adanya. Untuk pewarna dapat
digunakan pewarna makanan atau buah-buahan dan parfum non alkohol (Rahmadi,
2018).
2.2. VCO
Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri
pembuatan sabun. Minyak kelapa berwama kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi
daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak
jenuh yang tinggi, terutama asam laurat, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi
yang menimbulkan bau tengik. (Handarini, 2016).
Minyak kelapa murni, atau lebih dikenal dengan Virgin Coconut Oil (VCO)
merupakan merupakan modifikasi proses pembuatan minyak kelapa sehingga dihasilkan
produk dengan kadar air dan kadar asam lemak bebas yang rendah, berwarna bening,
berbau harum, serta mempunyai daya simpan yang cukup lama yaitu lebih dari 12 bulan.
Minyak kelapa dari proses tersebut banyak mengandung asam lemak jenuh rantai sedang,
yang diyakini sebagai alternatif untuk pengobatan dan pencegahan penyakit degeneratif
maupun penyakit yang disebabkan mikroorganisme. Kandungan VCO yang paling
banyak adalah asam lemak jenuh rantai sedang diantaranya asam laurat, asam kaprilat,
asam miristrat, dan asam palmirat (Dewi, 2010).
Minyak kelapa murni tidak mudah tengik karena kandungan asam lemak
jenuhnya tinggi. Sehingga proses oksidasi tidak mudah terjadi. Apabila kualitas VCO
rendah, maka proses ketengikan akan berjalan lebih cepat. Hal ini disebabkan oleh
pengaruh oksigen, keberadaan air, dan mikroba yang akan mengurangi kandungan asam
lemak yang berada dalam VCO menjadi komponen lain. Secara fisik, VCO harus
berwarna jernih. Hal ini menunjukkan bahwa didalamnya tidak tercampur oleh bahan dan
kotoran lain. Apabila didalamnya masih terdapat kandungan air, biasanya akan ada
gumpalan berwarna putih. Keberadaan air ini akan mempercepat proses ketengikan.
Kontaminasi seperti ini secara langsung akan berpengaruh terhadap kualitas VCO
(Marlina, 2018).
VCO memiliki karakteristik fisika dan kimia. Sifat fisika dan kimia minyak
kelapa meliputi kandungan air, asam lemak bebas, warna, bilangan iod, bilangan
penyabunan, dan bilangan peroksida.
2.3. NaOH
Natrium hidroksida (NaOH) merupakan basa kuat yang menerima proton dari
Na+. Natrium hidroksida mengandung unsur dari golongan alkali, yakni natrium. Ciri-ciri
yang dimiliki golongan alkali antara lain reduktor yang kuat dan mampu memproduksi
asam, mudah larut dalam air dan dalam etanol 95%, merupakan penghantar arus listrik
yang baik dan panas, dan memiliki urutan kereaktifan yang meningkat seiring dengan
bertambahnya berat atom (Linggih, 1988).
Natrium hidroksida (NaOH) juga dikenal sebagai soda kaustik atau sodium
hidroksida yang merupakan jenis basa logam kaustik. Natrium hidroksida terbentuk dari
oksida basa Natrium Oksida dilarutkan dalam air. Natrium hidroksida membentuk larutan
alkali yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. Natrium hidroksida murni berbentuk putih
padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%.
Natrium hidroksida sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan.
Natrium hidroksida juga larut dalam etanol dan metanol, walaupun kelarutan NaOH
dalam kedua cairan ini lebih kecil daripada kelarutan KOH (Kirk dan Othmer, 1981).
Gambar 2.2 Struktur NaOH (National Center for Biotechnology Information, 2004)
Natrium hidroksida juga dikenal sebagai sodium hidroksida dan soda kaostik,
adalah senyawa organik yang mempunyai kation Na+ dan anion OH-. Penggunaan NaOH
dapat dengan mudah dijumpai dimana saja. Banyak industri yang menggunakan NaOH
sebagai bahan bakunya seperti industri kertas, tekstil, minuman dan makanan, cat,
disinfektan, sabun, dan deterjen. NaOH juga digunakan untuk memurnikan bauksit dan
menghilangkan pengotor pada minyak mentah. Pada tahun 2004, permintaan dan
kebutuhan atas produksi NaOH mencapai 60 juta ton (Kurt, 2016).
Asam stearat diperoleh dari lemak dan minyak dengan cara saponifikasi
trigliserida menggunakan air panas (sekitar 100 °C). Campuran yang dihasilkan
kemudian disuling. Asam stearat komersial sering kali merupakan campuran asam stearat
dan palmitat, meskipun ada asam stearat yang murni yang juga beredar (Rowe, 2009).
Asam stearat biasanya digunakan dalam produksi deterjen, sabun, dan kosmetik.
Sabun tidak dibuat langsung dari asam stearat, tetapi secara tidak langsung melalui
saponifikasi trigliserida yang terdiri dari ester asam stearat. Ester asam stearat dengan
etilen glikol, glikol stearat, dan glikol distearat digunakan untuk menghasilkan efek
seperti mutiara pada sampo, sabun, dan produk kosmetik lainnya. Asam stearat
ditambahkan ke produk dalam bentuk cair dan dibiarkan mengkristal dalam kondisi
terkendali. Asam stearat juga digunakan sebagai surfaktan dan agen pelembut (Rowe,
2009).
2.5. Etanol
Etanol, juga disebut etil alkohol dan grain alcohol adalah senyawa organik yang
umumnya disebut alkohol dengan rumus molekul C2H5OH. Etanol digunakan sebagai
pelarut, antiseptik, sintesis bahan kimia organik, dan sebagai aditif untuk bensin
(membentuk campuran yang dikenal sebagai gasohol). Etanol juga merupakan bahan dari
banyak minuman beralkohol seperti bir, anggur, dan minuman keras (Brown, 1973).
Rumus molekul etanol adalah CH3CH2OH, dengan notasi alternatif yaitu CH3 −
CH2 − OH, yang menunjukkan bahwa karbon dari gugus metil (CH3−) terikat pada
karbon dari gugus metilen (−CH2–) yang terikat pada oksigen dari gugus hidroksil (-
OH). Etanol mudah menguap, tidak berwarna, dan memiliki sedikit bau. Gugus hidroksil
etanol dapat berpartisipasi dalam ikatan hidrogen, menjadikannya lebih kental dan kurang
mudah menguap dibandingkan senyawa organik yang kurang polar dengan berat molekul
serupa, seperti propana (Lange, 1967).
Gambar 2.3 Struktur Etanol (National Center for Biotechnology Information, 2004)
Jika ditampilkan dengan model ball and stick 3 dimensi, maka struktur etanol
akan terlihat seperti berikut:
Gambar 2.4 Struktur 3D Etanol (National Center for Biotechnology Information, 2004)
2.6. Gliserin
Gliserin adalah suatu humektan yang sering digunakan dalam produk kosmetik
terutama dalam sabun. Humektan merupakan suatu bahan yang dapat mempertahankan
air pada sediaan. Humektan berfungsi untuk memperbaiki stabilitas suatu bahan dalam
jangka waktu yang lama, selain itu untuk melindungi komponen-komponen yang terikat
kuat di dalam bahan termasuk air, lemak, dan komponen lainnya. Humektan yang sering
digunakan dalam industri kosmetik dan sabun adalah gliserin (Jackson, 1995).
Gliserin digunakan sebagai humektan karena gliserin merupakan komponen
higroskopis yang dapat mengikat air dan mengurangi jumlah air yang meninggalkan kulit.
Efektifitas gliserin tergantung pada kelembaban lingkungan di sekitarnya. Humektan
dapat melembabkan kulit pada kondisi kelembaban tinggi. Gliserin dengan konsentrasi
10% dapat meningkatkan kehalusan dan kelembutan kulit (Mitsui, 1997).
Gliserin pertama kali diidentifikasi oleh Scheele pada tahun 1770 yang diperoleh
dengan memanaskan minyak zaitun. Pada tahun 1784, Scheele melakukan penelitian
yang sama terhadap beberapa sumber minyak nabati lainnya dan lemak hewan seperti
lard. Scheel menamakan hasil temuannya ini dengan sebutan “The Sweet Principle of
Fats”. Nama gliserin dikenal setelah pada tahun 1811. Nama ini diberikan oleh Chevreul
(orang yang melajutkan penelitian Scheele) yang diambil dari bahasa Yunani yaitu dari
kata glyceros yang berarti manis (Mitsui, 1997).
Struktur molekul gliserin adalah sebagai berikut:
Gambar 2.5 Struktur Gliserin (National Center for Biotechnology Information, 2004)
Jika ditampilkan dengan model ball and stick 3 dimensi, maka struktur glirein
akan terlihat seperti berikut:
Gambar 2.6 Struktur 3D Gliserin (National Center for Biotechnology Information, 2004)
2.7. Kerosin
Kerosin adalah fraksi minyak bumi yang lebih berat dari bensin. Kerosen
merupakan campuran alkana dengan rantai C12H26 – C15H32. Kerosin memiliki titik didih
antara 150-300°C. Kerosin banyak digunakan sebagai bahan bakar mesin jet (Avtur),
bahan bakar traktor, dan bahan bakar lampu penerangan. Disamping itu, kerosin juga
digunakan sebagai bahan bakar kompor dalam rumah tangga (Yusron, 2007).
Syarat-syarat utama dalam pemakaian kerosin antara lain (Yusron, 2007) :
a. Syarat pembakaran
Terutama dalam pembakaran dengan sumbu, kerosin harus dapat memberi api
yang baik dan tidak menimbulkan asap. Sebetulnya asap adalah hasil pembakaran
yang tidak sempurna dan terdiri dari butir-butir yang halus.
b. Syarat penguapan
Daya menguap adalah sifat penting dalam pemakaian kerosin sehingga mudah
dinyalakan dalam keadaan dingin. Sifat mudah menguap ini dapat diukur dengan
distilasi ASTM. Minyak tanah harus stabil dan tidak mudah rengkah dalam
penguapan sehingga tidak menimbulkan endapan-endapan yang membuntukan.
c. Syarat keselamatan
Flash point atau titik nyala kerosin harus distabilkan agar kerosin tidak mudah
menguap atau terbakar.
d. Syarat kebersihan
Kerosin tidak boleh mengeluarkan asap sehingga angka smoke point harus
dibatasi. Selain itu, kerosin tidak boleh mengeluarkan bau yang tidak sedap.
Di Indonesia hanya memproduksi satu jenis kerosin yang spesifikasinya dapat
dilihat sebagai berikut.
Distillation: D-86
Recovery at 200 C, % vol 18
End pint 310
Flashpoint Abel, F or 100 IP 170
Alternatively Flashpoint TAG, F 105 D-56
Copperstrip Corrosion (3hrs/50 C) No. 1 D-130
Odour Marketable
(Sumber: Yusron, 2007)
2.9. NaCl
Natrium klorida (NaCl) merupakan garam yang paling banyak ditemukan di
dunia. NaCl murni berbentuk kristal kubik berwarna putih. NaCL merupakan komponen
kunci dalam pembuatan sabun, namun kandungan NaCL pada produk akhir sangat sedikit
karena kandungan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan sabun yang dihasilkan terlalu
keras. Pada pembuatan sabun, NaCL yang digunakan umumnya berupa padatan atau
brine (air garam). NaCL digunakan untuk memisahkan produk sabun dengan produk
sampingnya yaitu gliserin (Qisti, 2010).
Gambar 2.8 Struktur NaCl (National Center for Biotechnology Information, 2004)
2.10. HCl
Asam klorida adalah larutan akuatik dari gas hidrogen klorida (HCl). HCl adalah
asam kuat, dan merupakan komponen utama dalam asam lambung. Senyawa ini juga
digunakan secara luas dalam industri. Asam klorida harus ditangani dengan mewanti
keselamatan yang tepat karena merupakan cairan yang sangat korosif (Zidni, 2016).
2.11. Saponifikasi
Kata saponifikasi atau saponify berarti membuat sabun (Latin sapon, = sabun dan
-fy adalah akhiran yang berarti membuat). Bangsa romawi kuno mulai membuat sabun
sejak 2300 tahun yang lalu dengan memanaskan campuran lemak hewan dengan abu
kayu. Pada abad ke-16 dan ke-17 di Eropa, sabun hanya digunakan dalam bidang
pengobatan. Penggunaan sabun meluas menjelang abad ke-19 (Qisti, 2010).
Trigliserida direaksikan dengan alkali (sodium hidroksida), maka ikatan antara
atom oksigen pada gugus karboksilat dan atom karbon pada gliserol akan terpisah. Proses
ini disebut "saponifikasi". Atom oksigen mengikat sodium yang berasal dari sodium
hidroksida sehingga ujung dari rantai asam karboksilat akan larut dalam air. Garam
sodium dari asam lemak inilah yang kemudian disebut sabun, sedagkan gugus OH dalam
hidroksida akan berkaitan dengan molekul gliserol, apabila ketiga gugus asam lemak
tersebut lepas maka reaksi saponifikasi dinyatakan selesai (Qisti, 2010).
Saponifikasi adalah reaksi yang terjadi ketika minyak atau lemak dicampur
dengan alkali yang menghasilkan sabun dan gliserol. Prinsip dalam proses saponifikasi,
yaitu lemak akan terhidrolisis oleh basa, menghasilkan gliserol dan sabun mentah. Proses
pencampuran antara minyak dan alkali kemudian akan membentuk suatu cairan yang
mengental, yang disebut dengan trace (Wasitaatmaja, 1997).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
4. Tinggi busa yang terbentuk diukur menggunakan penggaris (tinggi busa awal).
5. Tinggi busa diukur kembali 5 menit berikutnya (tinggi busa akhir), stabilitas busa
dihitung dengan rumus :
Keterangan:
Tba = Tinggi Busa Awal
Tbk = Tinggi Busa Akhir
Keterangan :
V = Volume HCl yang digunakan untuk titrasi (ml)
W = Berat sampel (g)
N = Normalitas HCl
BM = Berat molekul (NaOH/KOH)
BAB IV
4.2. Pembahasan
4.2.1. Pembuatan Sabun
Sabun dibuat dengan mereaksikan minyak dengan alkali yang menghasilkan
sabun dan produk samping berupa gliserol. Minyak yang digunakan pada percobaan ini
adalah minyak kelapa atau VCO dan alkali yang digunakan adalah NaOH. Jika basa yang
digunakan adalah NaOH, maka produk reaksi berupa sabun keras (padat), sedangkan jika
basa yang digunakan adalah KOH, maka produk reaski berupa sabun cair (Aryadi, 2014).
Hal ini menyebabkan sabun yang dihasilkan pada percobaan ini berupa sabun keras.
Pada percobaan ini, sabun dibuat dengan memanaskan 350 mL VCO hingga suhu
100 ℃ di dalam gelas piala. Menurut Haynes (2010-2011), pemanasan dapat
mempercepat laju reaksi karena energi kinetik molekul semakin besar dan frekuensi
tumbukan juga semakin besar. Saat dipanaskan warna minyak (VCO) tidak mengalami
perubahan. Kemudian setelah ditambahkan etanol, warna minyak juga tidak mengalami
perubahan. Etanol ditambahkan karena berfungsi sebagai pelarut agar ketika ditambahkan
NaOH, VCO dan NaOH lebih mudah bereaksi. NaOH termasuk golongan alklai. Ciri-ciri
yang dimiliki golongan alkali antara lain reduktor yang kuat dan mampu memproduksi
asam, mudah larut dalam air dan dalam etanol 95% (Linggih 1998). Etanol sebagai
pelarut bersifat polar sehingga NaOH yang juga bersifat polar dapat larut dalam etanol.
Kemudian NaOH ditambahkan ke dalam campuran VCO dan etanol. Warna
campuran berubah menjadi kuning dan larutan mengental. NaOH sebagai basa
ditambahkan karena reaksi antara asam lemak/minyak dengan alkali basa akan
menghasilkan reaksi saponifikasi. Sabun dihasilkan oleh proses saponifikasi, yaitu
hidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol dalam kondisi basa (Aryadi, 2015).
Setelah ditambahkan NaOH, ditambahkan asam stearat yang telah dilelehkan pada suhu
60 ℃. ke dalam campuran. Asam stearat ditambahkan ke produk dalam bentuk cair dan
dibiarkan mengkristal dalam kondisi terkendali. Asam stearat juga digunakan sebagai
surfaktan dan agen pelembut (Rowe, 2009). Setelah ditambahkan asam stearat, warna
larutan menjadi kuning susu dan larutan menjadi lebih kental dari sebelumnya.
dengan agar campuran dapat menggumpal dan mengendap ketika didinginkan. NaCL
merupakan komponen kunci dalam pembuatan sabun, namun kandungan NaCL pada
produk akhir sangat sedikit karena kandungan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
sabun yang dihasilkan terlalu keras. Pada pembuatan sabun, NaCL yang digunakan
umumnya berupa padatan atau brine (air garam). NaCL digunakan untuk memisahkan
produk sabun dengan produk sampingnya yaitu gliserin (Qisti, 2010).
Setelah semua bahan pembuatan sabun ditambahkan saat masih dilakukan
pemanasan, suhu pemanasan campuran dijaga pada 70 ℃. Kemudian, larutan didinginkan
pada suhu ruang selama 30 menit sebelum divakum. Setelah divakum, sabun disaring
menggunakan kertas saring agar produk samping reaksi saponifikasi yang berupa gliserol
dapat terpisah dari produk yang diinginkan, yaitu sabun. Sabun kemudian dicetak, lalu
dilakukan uji karakteristik terhadap sabun yang telah dibuat.
Namun jika saat pemanasan larutan menghasilkan warna merah, maka larutan
dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N sampai warna larutan menjadi bening. Warna larutan
yang tidak berwarna menunjukkan bahwa larutan bersifat asam karena larutan yang
bersifat basa akan berwarna ungu ketika diteteskan indikator phenolptalein. Maka, sabun
hasil percobaan tidak memiliki kadar basa yang baik. Dengan titrasi, kandungan alkali
bebas dihitung dan didapat kadar alkali bebas yang terkandung dalam sabun hasil
percobaan yaitu sebesar 1,6%
sabun komersial lebih kecil dari kadar air sabun hasil percobaan. Maka, sabun komersial
lebih keras daripada sabun hasil percobaan.
BAB V
5.1. Kesimpulan
1. Sabun dapat dibuat dengan mereaksikan asam lemak atau minyak dengan alkali.
Reaksi pembuatan sabun dinamakan reaksi saponifikasi yang menghasilkan
sabun dengan produk samping yaitu gliserol. Sabun dibuat dengan mereaksikan
VCO dengan NaOH yang menghasilkan sabun keras.
2. Percobaan ini menghasilkan sabun dengan sifat emulgator karena dapat mengikat
kerosin dan air, dapat berbuih dan mengangkat kotoran karena menghasilkan
busa, tidak larut dalam pelarut alkohol, bersifat asam karena kandungan alkalinya
rendah (1,6%), stabilitas busa yang tidak terlalu stabil (63,5%), serta kandungan
kadar air yang tinggi (74,28%) yang menyebabkan sabun menjadi lunak.
5.2. Saran
1. Pastikan semua alat yang akan digunakan dibersihkan terlebih dahulu.
2. Pemanasan dan penimbangan harus dilakukan dengan hati-hati. Suhu dijaga
konstan, dan penimbangan dilakukan dengan teliti.
DAFTAR PUSTAKA
Aryadi, I,. G., A., I., P., 2014, Pengaruh Ekstrak Daun Mengkudu terhadap Pertumbuhan
ssssssaaaaStaphylococcus aureus sebagai Penyebab AbsesPeriodontal secara in vitro,
ssssssaaaaSkripsi, Universitas Mahasaraswati, Denpasar.
Dewi, S., S., 2010, Efektivitas Virgin Coconut Oil (VCO) Terhadap Kanddiasis Secara
ssssssaaaaInvitro, Prosiding, Universitas Muhammadiyah Semarang, Semarang.
Fachmi, C., 2008, Pengaruh Penambahan Gliserin dan Sukrosa terhadap Mutu Sabun
ssssssaaaaTransparan, Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Fessenden, R., J., dan Fessenden, J., S., 1997, Kimia Organik, Erlangga, Jakarta.
Handarini, W., D., 2016, Pengaruh Komposisi Lemak Abdomen Sapi (Tallow) dan
ssssssaaaaMinyak Jelantah Terhadap Kualitas Sabun Padat dengan Proses Saponifikasi
ssssssaaaaNaOH, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Palembang, Palembang.
Haynes, W. M., (2010–2011), CRC Handbook of Chemistry and Physics, edisi ke 91,
aaaaaaaaaaCRC Press Inc., Boca Raton.
Holleman, A., F., 2001, Inorganic Chemistry, Acamedic Press, San Diego.
Kirk, K., E., dan Othmer, D., F, 1981, Encyclopedia of Chemical Technology, 3rd
ssssssaaaaedition, Volume 9, The Interscience Encyclopedia, John Willey and Sons, Inc.,
ssssssaaaaNew York.
Kurt, C., Bittner, J., 2016, Sodium Hydroxide, Ullmann's Encyclopedia of Industrial
aaaaaaaaChemistry, Wiley-VCH, Weinhem.
Jackson, E., B., 1995, Sugar Confectionery Manufacture, Second Edition, Cambridge
ssssssaaaaUniversity Press, Cambridge.
Lange, N. A. dan Dean, J. L., 1967, Lange’s Handbook of Chemistry, edisi ke 10,
aaaaaaaaaaMcGraw-Hill, New York..
Lehninger, A., L., 1998, Dasar-Dasar Biokimia, Jilid I, Erlangga, Jakarta.
Linggih, S., R., dan Wibowo, P., 1988, Ringkasan Kimia, ITB, Bandung.
Mitsui T., 1997, New Cosmetic Science. Elseveir Science, B.V. Amsterdam.
National Center for Biotechnology Information, 2004, PubChem Compound Summary,
aaaaaaaaaahttps://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov, 10 November 2020.
Parasuram, K., S., 1995, Soap and Detergents, Mc. Graw Hill Book Company, London.
Permono, A., 2002, Membuat Detergen Bubuk: Skala Kecil, Skala Menengah, Penebar
aaaaaaaaSwadaya, Jakarta.
Perry, R., H., 1999, Perry’s Chemical Engineer’s Handbook, McGraw-Hill, New York.
Qisti, R., 2009, Sifat Kimia Sabun Transparan dengan Penambahan Madu pada
ssssssaaaaKonsentrasi yang Berbeda, Skripsi, IPB, Bogor.
Rahmadi, A., 2018, Pembuatan Sabun Padat Transparan Menggunakan Minyak Goreng
ssssssaaaaBekas dengan Penambahan Ekstrak Kulit Mangga (Mangifera Indica) sebagai
ssssssaaaaAntibakteri, Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Rowe, R., C., Sheskey, P., J., Quinn, M., E., 2009, Handbook of Pharmaceutical
ssssssaaaaExcipients, 6th edition, Pharmaceutical Press, London.
Safira, 2003, Aplikasi Gelatin Tipe A Sebagai Bahan Pengental Dalam Pembuatan Skin
ssssssaaaaLotion, Skripsi, Insitut Pertanian Bogor, Bogor.
Setyoningrum, E., N., M., 2010, Optimasi Formula Sabun Transparan dengan Fasa
ssssssaaaaMinyak Virgin Oil dan Surfaktan Cocomidropyl Betaine: Aplikasi Desain
ssssssaaaaFaktorial, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
SNI 06-3532-1994, 2016, Standar Mutu Sabun Mandi, Dewan Standarisasi Nasional,
ssssssaaaaJakarta.
Sutarmi dan Rozalin, H., 2015, Taklukan Penyakit dengan VCO (Virgin Coconut Oil).
ssssssaaaaPenebar Swadaya, Bogor.
Widyasanti, A., Qurratu’ain, Y., Nurjanah, S., 2017, Pembuatan Sabun Mandi Cair
ssssssaaaaBerbasis Minyak Kelapa Murni (VCO) dengan Penambahan Minyak Biji Kelor
ssssssaaaa (Moringa oleifera Lam), Chimica et Natura Acta, 5(2), 77–84.
Wasitaatmaja, SM, 1997, Penuntun Ilmu Kosmetik Medik, UI Press, Jakarta.
Yusron, Z., 2007, Analisis Campuran Bahan Bakar Bensin dengan Minyak Tanah Pada
ssssssaaaa Pompa Air Agar Biaya Murah, Jurnal Ilmiah Semesta Teknika, 10(2), 155 –
ssssssaaaa 167.
Zidni, 2016, Asam Klorida dalam Penggunaan Industri, UNISBA, Bandung.
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN
7=
n = 2,45 mol
n=
2,45 =
m = 98 g
Maka, massa NaOH yang dibutuhkan untuk membuat larutan NaOH 7 N 350 mL
adalah 98 g.
n=
n = 1,087 mol
N=
3=
V = 0, 362 L
V = 362 mL
Maka, Volume NaCl yang dibutuhkan untuk membuat larutan NaOH 7 N 63,63 g
adalah 362 mL.
0,847 =
V = 10 mL
Maka, volume asam stearat yang dibutuhkan untuk membuat larutan asam stearat
8,47 g adalah 10 mL.
0,915 =
mVCO = 320,25 g
n=
n=
7=
Stabilitas busa = 0%
= = 39,23 g
= = 42,913 g