Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ETNOBOTANI TANAMAN SEREALIA, LEGUM & NUT,

BUAH-BUAHAN, DAN SAYUR-SAYURAN

Disusun oleh :

Nurul Rifqah Fahira

H041910188

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang terkenal dengan keragaman floranya. Sudah

sejak lama masyarakat hidup berdampingan dengan alam dan mengambil manfaat

darinya. Tumbuhan-tumbuhan ini dimanfaatkan untuk memenuhi berbagai

kehidupan manusia. Mulai dari pemenuhan kebutuhan pokok berupa sandang,

pangan, dan papan, hingga pada pengobatan tradisional dan ritual adat.

Peranan tumbuhan sebagai bahan pangan tidak dapat diragukan lagi,

mengingat banyaknya kandungan gizi yang dimilikinya. Tanaman jenis serealia

biasanya dimanfaatkan sebagai sumber energi karena kandungan karbohidratnya.

Leguminosae merupakan bahan pangan dengan nilai gizi yang tinggi karena

kandungannya akan protein, lemak, dan vitamin dalam bijinya. Demikian juga

pada buah-buahan dan sayur-sayuran memiliki manfaat dalam memenuhi

kebutuhan gizi.

Berdasarkan uraian di atas telah kita ketahui mengenai pentingnya

tumbuhan dalam pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Tumbuhan dapat

dimanfaatkan dalam beragam aspek kehidupan dan memiliki beragam kandungan

yang baik bagi tubuh. Mengingat kelimpahan tumbuhan di negara kita, maka

penting untuk mempelajari lebih dalam mengenai manfaat tumbuhan-tumbuhan

terutama aspek etnobotani dari Serealian, Leguminosae dan kacang-kacangan,

buah-buahan serta sayur-sayuran.


B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana peranan etnobotani dari jenis tanaman serealia?

2. Bagaimana peranan etnobotani dari jenis tanaman leguminosae dan kacang-

kacangan?

3. Bagaimana peranan etnobotani dari jenis buah-buahan?

4. Bagaimana peranan etnobotani dari jenis sayur-sayuran?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui peranan etnobotani dari jenis tanaman serealia.

2. Mengetahui peranan etnobotani dari jenis tanaman leguminosae dan kacang-

kacangan.

3. Mengetahui peranan etnobotani dari jenis buah-buahan.

4. Mengetahui peranan etnobotani dari jenis sayur-sayuran.


BAB II

PEMBAHASAN

A.Etnobotani Serealia - Eleusine indica

Gambar 1. Eleusine indica

Jenis Eleusine indica memiliki karakteristik : daun bentuk pita, akar yang

sangat kuat, berbunga sepanjang tahun, setiap individu mampu menghasilkan biji

140.000 setiap musim, perkembangbiakan terutama melalui biji, biji sangat kecil

dan ringan sehingga mudah penyebarannya. Struktur biji dan kemampuan

perbanyakan yang tinggi menyebabkan jenis Eleusine indica berpotensi hadir

sepanjang tahun. Sifat-sifat ini menunjukkan bahwa Eleusine indica bersifat

invansif (Utami dan Murniningsih, 2018).

Tjitrosoepomo (2013), mengklasifikasikan Eleusine indica sebagai berikut.

Regnum : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Classis : Monocotyledoneae

Ordo : Poales

Familia : Poaceae

Genus : Eleusine

Spesies : Eleusin indica (L.) Gaertn.


Rumput belulang (Eleusine indica (L.) Gaertn.) dapat digunakan untuk

mengobati patah tulang. Tanaman ini dicabut dan diambil sampai pada akar-

akarnya lalu diikatkan pada bagian tulang yang patah. Rumput belulang

mengandung protein, lemak, saponin, tannin, dan polifenol (Bana, dkk., 2016).

Dalam adat mendirikan bangunan atau rumah, masyarakat suku Tajio di

desa Kasimbar menggunakan beberapa jenis tumbuhan termasuk surampan

(Eleusine indica). Cara pemanfaatannya yaitu tumbuhan tersebut dikumpul dan

diikat dengan menggunakan kain putih kemudian diikat pada tiang tengah rumah

yang merupakan tiang raja kemudian diapitkan lagi satu buah kelapa bertunas dan

satu tandan pisang (Rahyuni, dkk., 2013).

Tanaman rumput belulang banyak digunakan dalam upacara adat Aceh.

Dalam upacara adat Kelahiran, mulai dari adat membawa nasi tujuh bulanan (mee

bu/mee meulinum), pemberian nama hingga ritual turun tanah (peutron aneuk)

selalu digunakan rumput belulang Eleusine indica. Tanaman ini juga digunakan

dalam pesta pernikahan di Aceh (pengautib). Eleusine indica digunakan

keseluruhan tanamannya untuk ritual. Adapun nilai yang dimiliki oleh tanaman ini

ialah nilai kekuatan atau kekokohan (Rahimah, dkk., 2018).

B. Etnobotani Legum dan Nut - Kecipir

Gambar 2. Habitus dan Buah Kecipir


Kecipir (Psophocarpus tetragnolobus L.) pertama kali ditemukan oleh

Rumphius pada tahun 1747. Tanaman ini diduga berasal dari Madagaskar dan

Mauritus yang kemudian menyebar sampai ke Asia. Di kawasan Asia Tenggara

dan Kepulauan Pasifik, kecipir ditanam sebagai sayuran sampingan. Di Indonesia

kecipir diperkirakan masuk pada abad ke-17 (Rizki, 2013).

Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus L.) memiliki habitus semak

menjalar. Batang hijau tidak berkayu dan beruas-ruas berbentuk silindris. Daun

tersusun majemuk dan berwarna hijau. Anak daun berjumlah 3 dan berselang

seling. Bentuk daun meruncing dan tulang daun meyirip. Bunga berbentuk kupu-

kupu, berwarna keunguan dan memiliki 2 kelamin. Buah berwarna hijau dan

berbentuk polong memanjang dan bergaris, memiliki sudut bersayap segi empat

dan beringgit. Biji berbentuk bulat. Memiliki sistem perakaran serabut

(Nurchayati dan Ardiyansyah, 2018).

Tjitrosoepomo (2013), mengatur klasifikasi dari kecipir sebagai berikut.

Regnum : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Classis : Dicotyledoneae

Ordo : Rosales

Familia : Leguminosae

Genus : Psophocarpus

Spesies : Psophocarpus tetragonolobus L.

Hampir seluruh bagian tanaman kecipir termasuk umbi, daun, bunga,

polong, biji muda, dan biji tua memiliki kandungan nutrisi yang tinggi. Biji
kecipir yang telah masak memiliki kandungan protein 30-37%. Protein pada

kecipir merupakan protein berkualitas sangat baik karena mengandung asam

amino yang lengkap dengan kadar tinggi. Polong kecipir juga kaya karbohidrat,

vitamin A dan mineral (Rizki, 2013).

Penggunaan biji kecipir tua di Indonesia sebagai bahan pangan cukup

berkembang dan telah menghasilkan berbagai varietas produk seperti: tepung,

tempe, kecap asin, miso, susu, yogurt, dan pakan. Namun, tingkat penerimaan

masyarakat terhadap produk olahan kecipir, terutama dalam bentuk susu masih

rendah. Padahal, bila ditinjau dari kandungan gizinya, susu kecipir sebanding

dengan susu kacang kedelai (Wijaya, dkk., 2015).

Ritual bersih desa yang dilakukan suku Using Banyuwangi menggunakan

tanaman termasuk kecipir (Nurchayati dan Ardiyansyah, 2018). Masyarakat Using

di Desa Bakungan dan Desa Olehsari melakukan tradisi ritual bersih desa yang

dinamakan ritual seblang. Masyarakat Using mempercayai bahwa kata seblang

merupakan gabungan dari kata “sebele” dan “ilang”. Hal itu mempunyai arti

bahwa kesialannya bisa hilang. Selanjutnya, istilah itu disingkat menjadi

“seblang”. Seblang sendiri berasal dari bahasa Using kuno yang mempunyai arti

hilangnya segala permasalahan dan kesusahan (Yashi, 2018).

Kecipir juga digunakan pada ritual selametan gebratan. Kecipir akan direbus

kemudian dicampur parutan kelapa yang telah dikukus. Tanaman dengan habitus

semak ini menjadi salah satu lambang ritual kebo-keboan alas Malang

(Nurchayati dan Ardiyansyah, 2018). Kecipir juga dapat dimanfaatkan oleh


masyarakat sebagai obat disentri. Biji kecipir diolah dengan cara dipanggang di

atas wajan, kemudian dimakan.

C. Etnobotani Buah Markisa

Gambar 3. Markisa Ungu

Tanaman markisa berasal dari Brazil. Tanaman ini disebarkan pertama kali

ke seluruh dunia oleh bangsa Spanyol. Saat ini, terdapat 2 jenis markisa, yaitu

markisa ungu (Passiflora edulis) yang tumbuh di daratan tinggi (1200 m di atas

permukaan laut/dpl) dan markisa kuning (Passiflora flavicarva) yang tumbuh di

daratan rendah (0-800 m dpl). Buah Markisa yang ada di Indonesia ada beberapa

jenis, antara lain adalah Markisa Sayur atau Erbis (Passiflora lingularis), Markisa

Ungu (Passiflora edulis) dan Markisa Kuning (Muhsin dan Iskandar, 2017).

Tjitrosoepomo (2013), mengklasifikasikan markisa ungu sebagai berikut.

Regnum : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Classis : Dicotyledoneae

Ordo : Malphigiales

Familia : Passifloraceae

Genus : Passiflora

Spesies : Passiflora edulis


Markisa Ungu merupakan salah satu jenis markisa yang paling banyak

dibudidayakan untuk diambil sari buahnya. Sari buah Markisa Ungu mempunyai

cita rasa manis-asam dengan aromanya yang khas. Diperdagangan dunia, sebagian

besar sari buah Markisa yang diperdagangkan berasal dari buah markisa Ungu. Di

Indonesia, sari buah Markisa yang dijual dipasaran hanya berasal dari sari buah

Markisa Ungu. Di luar negeri selain dimanfaatkan sari buahnya sebagai bahan

campuran Yoghurt, Ice ceam, Jam, Jelly, kue-kue atau dicampur dengan sari buah

lain (panache). Markisa Ungu juga banyak dijual dalam bentuk buah segar

(Muhsin dan Iskandar, 2017).

Gambar 4. Sirup dan Dodol Markisa

Pengolahan markisa antara lain sebagai dodol, sari buah, sirup dan jus,

bahan baku pektin, pakan ternak, dan bahan baku pupuk organik. Adapun wilayah

potensinya adalah Kabupaten Gowa, Kabupaten Enrekang, Kabupaten Tana

Toraja, Kabupaten Toraja Utara (Muhsin dan Iskandar, 2017). Tanaman markisa

juga dimanfaat oleh masyarakat sebagai obat batuk. Cara pengolahannya buah

markisa yang dihaluskan kemudian disaring dan diminum. Buah markisa juga

kaya akan kandungan fosfor, zat besi, kalsium, potassium, vitamin A, vitamin C

dan magnesium (Hasanuddin, 2018).


D. Etnobotani Sayuran - Daun singkong

Gambar 5. Daun Singkong

Pucuk serta daun singkong yang masih muda dan lunak mengandung

protein, lemak, karbohidrat, vitamin A dan B1, dapat dipergunakan sebagai

makanan ternak (kambing, sapi, ulat sutera dan lain-lain) setelah layu. Jika telah

direbus dan diurap akan menjadi sayuran yang lezat dan nikmat. Daun ketela

pohon/singkong yang baru dipetik mengandung banyak Asam Hidrocyan (HCN)

sehingga beracun. Karena itu, sebelum dikonsumsi daun ketela pohon/singkong

harus dilayukan terlebih dahulu atau direndam untuk mengurangi kadar racun

HCNnya (Handayani dan Sundari, 2016).

Tjitrosoepomo (2013), mengatur klasifikasi dari singkong sebagai berikut.

Regnum : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Classis : Dicotyledoneae

Ordo : Euphorbiales

Familia : Euphorbiaceae

Genus : Manihot

Spesies : Manihot utilissima


Mengkonsumsi daun singkong rebus sangat dianjurkan bagi para penderita

anemia atau darah rendah, sebaliknya tindakan mengkonsumsi sayur tersebut

sangat tidak dianjurkan bagi para penderita hipertensi. Menurut masyarakat

Bondowoso mengkonsumsi daun singkong rebus dapat meningkatkan tekanan

darah dalam tubuh. Hal ini disebabkan karena adanya kandungan zat besi yang

tinggi. Selain adanya zat besi, daun singkong ini kaya akan protein, mineral,

vitamin B1, Vitamin B2 dan vitamin C serta karotenoid (Nafilah, dkk., 2017).

Daun tanaman singkong digunakan dalam pijat bayi. Tidak terdapat alasan

yang kuat secara teori yang menyebutkan efek dalam penggunaan daun singkong

untuk memijat bayi. Masyarakat setempat hanya bermodal keyakinan dan

kebiasaan yang telah diajarkan para pendahulu mereka, Pemilihan daun singkong

sebagai media pijat bayi digunakan karena tubuh bayi yang masih rentan dan tidak

kuat menahan rasa sakit, maka dipilihlah daun singkong sebagai media pijatnya.

Pijat bayi dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh beberapa manfaat

diantaranya: menurunkan kadar hormon stres, meningkatkan berat badan,

meningkatkan pertumbuhan, meningkatkan konsentrasi bayi sehingga dapat tidur

lebih lelap, membina ikatan kasih sayang antara ibu dan anak dan meningkatkan

produksi asi (Nafilah, dkk., 2017).

Masyarakat Bondowoso mengenal penyakit Penyakit angin duduk, gejala

dari penyakit jantung koroner, dengan istilah sondhep. Untuk mengantisipasi dan

memberi pertolongan pertama, warga Desa Dawuhan Kecamatan Tenggarang

memiliki cara pengobatan tradisional yakni dengan memanfaatkan daun singkong

yang diremas-remas hingga hancur, kemudian mencampurnya dengan minyak


tanah. Setelah tercampur rata, ramuan tersebut kemudian dioleskan pada bagian

tubuh yang nyeri. Secara medis langkah tersebut belum terbukti, namun jika

ditelaah secara fungsional, penggunaan daun singkong yang dicampur dengan

minyak tanah dapat menghasilkan ramuan yang terasa hangat jika diaplikasikan

pada tubuh. Hal ini dapat memulihkan kondisi pembuluh darah yang mengalami

penyumbatan, sehingga dapat mengalirkan oksigen ke jantung seperti pada

keadaan normal (Nafilah, dkk., 2017).

Di kecamatan banmati ada ritual selapanan (35 hari setelah kelahiran) dan

sepasaran (5 hari setelah kelahiran) setelah kelahiran bayi. Keluarga yang

memiliki bayi membuat masakan berupa nasi urap yang di dalamnya terdiri atas 7

macam sayuran termasuk daun singkong (Manihot esculenta), dan sayur

pelengkap lainnya. Makanan yang telah dimasak nantinya akan dibagikan ke

tetangga sekitar rumah. Tujuan memasak makanan adalah sebagai wujud rasa

syukur atas kelahiran si bayi dan agar si bayi tetap sehat selalu

(Fauziah, dkk., 2018).


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Salah satu tanaman serealia yang penting adalah E. Indica dengan daun bentuk

pita dan akar yang kuat, memiliki kandungan protein, lemak, saponin, tannin, dan

polifenol, dan digunakan dalam ritual adat suku Tajio dan Suku Aceh.

2. Salah satu tanaman Leguminosae yang penting adalah kecipir yang hampir

seluruh bagiannya bisa dimanfaatkan, kaya protein, karbohidrat, vitamin A dan

mineral, digunakan dalam ritual bersih desa dan ritual selametan gebratan.

3. Salah satu buah dengan peran etnobotani penting adalah markisa ungu, dengan

sari buah yang manis dan aromatik, kaya kandungan fosfor, zat besi, kalsium,

potassium, vitamin A, vitamin C dan magnesium, dapat diolah menjadi makanan

dan minuman khas seperti sirup dan dodol.

4. Salah satu sayuran dengan peran etnobotani penting adalah daun singkong,

yang mengandung protein, lemak, karbohidrat, vitamin A dan B1, masyarakat

Bondowoso banyak memanfaatkannya untuk mengobati penyakit, sedangkan di

kecamatan banmati banyak digunakan dalam ritual kelahiran.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat

berbagai kekurangan, baik dalam pemilihan informasi maupun pemilihan kata.

Oleh karena itu, penulis amat menerima masukan, agar kiranya dapat membuat

makalah yang lebih baik lagi.


DAFTAR PUSTAKA

Bana, S.W.A., Khumaidi, A., dan Pitopang, R., 2016, Studi Etnobotani Tumbuhan
Obat pada Masyarakat Kaili Rai di Desa Taripa Kecamatan Sindue
Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah, Biocelebes, 10(2) : 68-81.

Fauziah, H.A., Al Liina, A.S. dan Nurmiyati, N., 2018, Studi Etnobotani
Tumbuhan Upacara Ritual Adat Kelahiran di Desa Banmati, Kecamatan
Tawangsari, Kabupaten Sukoharjo. BIOSFER: Jurnal Biologi dan
Pendidikan Biologi, 2(2) : 24-28.

Handayani, S.M. dan Sundari, M.T., 2016. Pemberdayaan Wanita Tani Melalui
Pembuatan Keripik Belut Daun Singkong di Kecamatan Jumantono
Kabupaten Karanganyar. Jurnal Dianmas, 5(1) : 23-34.

Hasanuddin, H., 2018, Etnobotani Tanaman Hias di Tanah Jambo Aye Aceh
Utara, Prosiding Biotik, 2(1) : 97-111.

Muhsin, M.A., dan Iskandar, I., 2017, Pengembangan dalam Pengolahan Buah
Markisa di Kelurahan Pasir Putih Kabupaten Sinjai. Berkemajuan: Jurnal
Pengabdian Pada Masyarakat, 1(1) : 17-23.

Nafilah, N., Asyiah, I.N., dan Fikri, K., 2017, Kajian Etnobotani Tanaman
Singkong yang Berpotensi sebagai Obat Oleh Masyarakat Kabupaten
Bondowoso. Saintifika, 19(2) : 43-54.

Nurchayati, N., dan Ardiyansyah, F., 2018. Etnobotani Tanaman Ritual Upacara
Adat Kebo-Keboan Suku Using di Desa Alas Malang Kabupaten
Banyuwangi, Prosiding SINTESIS (Seminar Nasional Sains, Teknologi Dan
Analisis).

Nurchayati, N., dan Ardiyansyah, F., 2018. Kajian Etnobotani Masyarakat Suku
Using Kabupaten Banyuwangi. Bioma: Jurnal Biologi Dan Pembelajaran
Biologi, 3(2): 87-101.

Rahimah, R., Hasanuddin, H., dan Djufri, D., 2019, Kajian Etnobotani (Upacara
Adat Suku Aceh Di Provinsi Aceh), BIOTIK: Jurnal Ilmiah Biologi
Teknologi Dan Kependidikan, 6(1) : 53-58.

Rahyuni, R., Yniati, E., dan Pitopang, R., 2013. Kajian Etnobotani Tumbuhan
Ritual Suku Tajio di Desa Kasimbar Kabupaten Parigi Moutong, Natural
Science: Journal of Science and Technology, 2(2) : 46-54.

Rizki, F., 2013, The Miracle of Vegetables, Jakarta : Agromedia Pustaka.


Suparman, S., Diniatik, D., dan Yulianto, Y., 2012. Studi Etnobotani Tumbuhan
Sub Kelas Rosidae dan Penggunaannya Sebagai Obat Tradisional di
Kecamatan Baturraden Kabupaten Banyumas. Sainteks, 9(2) :1-8.

Tjitrosoepomo, G., 2013, Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta, Yogyakarta :


UGM Press.

Utami, S., dan Murningsih, M., 2018, Keanekaragaman dan Kemelimpahan Jenis
Tumbuhan Invasif di Hutan Wisata Penggaron Kabupaten Semarang Jawa
Tengah. Bioma: Berkala Ilmiah Biologi, 20(2) : 100-104.

Wijaya, C., Kardono, L.B.S., dan Halim, J.M., 2015, Peningkatan Akseptabilitas
Susu Kecipir (Psophocarpus Tetragonolobus (L.) DC.) dengan Adisi Bahan
Penstabil dan Jus Jahe. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 4(4) : 112-123.

Yashi, A.P., 2018. Ritual Seblang Masyarakat Using di Kecamatan Glagah,


Kabupaten Banyuwangi Jawa, Timur, Haluan Sastra Budaya, 2(1) : 1-18.

Anda mungkin juga menyukai