Anda di halaman 1dari 29

Pemilihan Kepala Daerah Pada Masa Pandemi Covid-19

Makalah ini di buat sebagai salah satu syarat memenuhi tugas Pendidikan Kewarganegaraan
dari ibu Dwi Retno Ayu

Di susun oleh :

Nama : Syafa neiska bayhaqi


NIM : 201431028

1-E Analis Kimia

Politeknik Negeri Bandung


Jl. Gegerkalong hilir, Ds. Ciwaruga Kecamatan Parongpong ,
telp/fax. (022) 022-2015721 e-mail : Polban.ac.id Kabupaten Bandung Barat, 40559

Makalah pendidikan kewarganegaraan 1


2021

Makalah pendidikan kewarganegaraan 2


Kata Pengantar

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan kita nikmat iman
dan kesehatan, sehingga penulis diberi kesempatan yang luar biasa ini yaitu kesempatan
untuk menyelesaikan tugas penulisan makalah tentang “Pemilihan Kepala Daerah Pada Masa
Pandemi Covid-19.”
Sekaligus pula saya menyampaikan rasa terima kasih yang sebanyak-banyaknya
untuk ibu Dwi Retno Ayu selaku guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang
telah menyerahkan kepercayaannya kepada penulis guna menyelesaikan makalah ini dengan
tepat waktu.
Saya juga berharap dengan sungguh-sungguh supaya makalah ini mampu berguna
serta bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan sekaligus wawasan terkait pembelajaran
dari pemilihan umum kepala daerah di era pandemi ini
Selain itu saya juga sadar bahwa pada makalah ini dapat ditemukan banyak sekali
kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, saya benar-benar menanti kritik
dan saran untuk kemudian dapat saya revisi dan saya tulis di masa yang selanjutnya, sebab
sekali kali lagi saya menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa disertai saran
yang konstruktif.
Di akhir saya berharap makalah ini dapat dimengerti oleh setiap pihak yang membaca.
Saya pun memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam makalah terdapat perkataan
yang tidak berkenan di hati.

Karawang, 30 April 2021

Penyusun

Makalah pendidikan kewarganegaraan 3


DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................................................ 3


DAFTAR ISI............................................................................................................................................... 4
BAB 1 ..................................................................................................................................................... 5
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 5
A. LATAR BELAKANG ................................................................................................................ 5
B. RUMUSAN MASALAH ............................................................................................................ 6
C. TUJUAN ..................................................................................................................................... 6
D. MANFAAT MAKALAH ........................................................................................................... 6
BAB 2 ..................................................................................................................................................... 7
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 7
A. DEMOKRASI SECARA UMUM .............................................................................................. 7
1. PENGERTIAN DEMOKRASI ............................................................................................... 7
2. SEJARAH DEMOKRASI INDONESIA ................................................................................ 8
3. CIRI-CIRI DEMOKRASI..................................................................................................... 10
4. PRINSIP DEMOKRASI PANCASILA ................................................................................ 11
B. PENGATURAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI INDONESIA .................................. 13
1. Pengertian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ................................................... 13
2. Sejarah Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia .............................................................. 16
C. ALTERNATIF POLA PENGISIAN JABATAN KEPALA DAERAH DI TENGAH
PANDEMI COVID-19 ..................................................................................................................... 19
a) Penunjukkan Pelaksana Tugas .......................................................................................... 19
b) Pemilihan Kepala Daerah Secara Tidak Langsung ......................................................... 20
c) Pemilihan Kepala Daerah Menggunakan Sistem Elektronik ......................................... 21
D. Diskursus Hukum Pemilihan Kepala Daerah ditengah Pandemi Covid-19 ......................... 24
BAB III ................................................................................................................................................. 27
PENUTUP ............................................................................................................................................ 27
KESIMPULAN ............................................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................... 28
LAMPIRAN.......................................................................................................................................... 29

Makalah pendidikan kewarganegaraan 4


BAB 1

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pemilihan Kepala Daerah Merupakan institusi demokrasi lokal yang penting karena
dengan adanya Pemilihan Kepala Daerah, Kepala Daerah yang akan memimpin daerah
akan terpilih melalui tangan-tangan masyarakat lokal secara langsung. Keikutsertaan
Rakyat dalam pemilihan Kepala Daerah secara serentak, dapat dipandang juga sebagai
wujud pertisipasi dalam proses pemerintahan, sebab melalui lembaga masyarakat ikut
menentukan kebijakan dasar yang akan dilaksanakan pemilih terpilih. Akan tetapi masih
banyak problema yang menjadi dilema di setiap pelaksaan pemilihan, dengan munculnya
pemilihan Kepala Daerah serentak yang telah di jadwalkan akan di undur di karenakan
kedaruratan kesehatan masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Bahwa
berdasarkan keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang penetapan kedaruratan
kesehatan masyarakat. Corona Virus Desease 2019 (COVID-19), yang menetapkan Corona
Virus Desease 2019 (COVID-19) sebagai jenis penyakit yang menimbulkan kedaruratan
kesehatan masyrakat dan wajib dilakukan upaya penanggulangan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan, termasuk upaya untuk penyelenggaraan pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/ atau Wali Kota dan Wakil
Wali Kota Tahun 20201. Namun akibat pandemi COVID-19 ini, KPU akhirnya
mengeluarkan surat keputusan KPU Nomor: 179/PL.02-kpt/01/KPU/III/2020 yang antara
lain mengatur penundaan beberapa tahapan Pilkada 2020, di antaranya pelantikan dan masa
kerja Panitia Pemungutan Suara (PPS), verifikasi syarat dukungan calon perseorangan,
pembentukan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) dan pelaksanaan pencocokan
dan penelitian (coklit), serta pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih. Penundaan
beberapa tahapan pilkada di atas dapat menimbulkan berbagai dampak dalam
penyelenggaraannya, baik yang sifatnya positif maupun negatif. Dampak positif misalnya,
penundaan ini memberikan ruang bagi calon independen untuk menyiapkan persyaratan
dukungan sebagai calon perseorangan. Partai politik juga bisa relatif mengalami relaksasi
dalam melakukan proses rekrutmen calon kepala daerah.

Makalah pendidikan kewarganegaraan 5


B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas yang diambil dari literatur-
literatur terhadap Tinjauan Yuridis Pengunduran Jadwal Pemilihan Kepala Daerah
Serentak Akibat Penyebaran COVID-19 Terhadap Masa Jabatan Yang Di Emban
berdasarkan undang-undang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, maka disimpulkan:

1. Bagaimana pemilihan kepala daerah di masa pandemi ini?


2. Bagaimana meminimalisir jumlah warga dalam pemilihan kepala daerah?
3. Bagaimana mengisi kekosongan jabatan?

C. TUJUAN
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian demokrasi
2. Untuk mengetahui terkai kepala daerah dan wakil serta tugas-tugas nya
3. Untuk mengetahui pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah secara serentak yang
berlaku di Indonesia berdasarkan UU Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota
4. Untuk mengetahui bagaimana peran KPU menyelenggarakan pilkada serentak pada
masa pandemi
5. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pilkada serentak pada masa pandemi.

D. MANFAAT MAKALAH
1. Untuk memperdalam pengetahuan tentang pemilukada bagi penulis.
2. Untuk melatih dan memperdalam penulisan ilmiah.
3. Untuk menambah wawasan serta guna menyelesaikan proses tugas Pra UTS sebagai
mahasiswa Prodi D-3 Analis Kimia.
4. Memberikan informasi ilmiah tentang perkembangan dan kemajuan pemilihan kepala
daerah secara langsung dalam mewujudkan kedaulatan rakyat.

Makalah pendidikan kewarganegaraan 6


BAB 2

PEMBAHASAN
A. DEMOKRASI SECARA UMUM
1. PENGERTIAN DEMOKRASI
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu “Demos” dan “Kratos”. Demos
bermakna rakyat atau khalayak, sementara Kratos bermakna pemerintahaan. Demokrasi
sebagai sistem pemerintahan yang mengijinkan dan memberikan hak, kebebasan kepada
warga negaranya untuk berpendapat serta turut serta dalam pengambilan keputusan di
pemerintahan. Berikut beberapa pengertian demokrasi menurut para ahli:

a) Menurut C.F. Strong, demokrasi adalah sistem pemerintahan di mana mayoritas rakyat
berusia dewasa turut serta dalam politik atas dasar sistem perwakilan, yang kemudian
menjamin pemerintahan mempertanggungjawab kan setiap tindakan dan keputusannya.
b) Menurut Haris Soche, Demokrasi sebagai bentuk pemerintahan rakyat, karenanya
dalam kekuasaan pemerintahan terdapat porsi bagi rakyat atau orang banyak untuk
mengatur, mempertahankan dan melindungi dirinya dari paksaan orang lain atau badan
yang bertanggung jawab memerintah.
c) Menurut Montesquieu, Kekuasaan negara harus dibagi dan dilaksanakan oleh tiga
lembaga atau institusi yang berbeda dan terpisah satu sama lainnya, yaitu pertama,
legislatif yang merupakan pemegang kekuasaan untuk membuat undang-undang,
kedua, eksekutif yang memiliki kekuasaan dalam melaksanakan undang-undang, dan
ketiga adalah yudikatif, yang memegang kekuasaan untuk mengadili pelaksanaan
undang-undang. Dan masing-masing institusi tersebut berdiri secara independen tanpa
dipengaruhi oleh institusi lainnya.
d) Menurut Aristoteles, prinsip demokrasi adalah kebebasan, karena hanya melalui
kebebasanlah setiap warga negara bisa saling berbagi kekuasaan di dalam negaranya.
e) Menurut John L Esposito, Pada Sistem Demokrasi semua orang berhak berpartisipasi,
baik terlibat aktif maupun mengontrol kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Selain itu, tentu saja dalam lembaga resmi pemerintah terdapat pemisahan yang jelas
antara unsur eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.
f) Menurut Affan Gaffa, demokrasi sendiri terbagi menjadi dua definisi yang pertama jika
diartikan secara normatif, adalah demokrasi yang secara ideal ingin diwujudkan oleh

Makalah pendidikan kewarganegaraan 7


negara, sementara secara empiris adalah demokrasi adalah perwujudannya dunia
politik.

2. SEJARAH DEMOKRASI INDONESIA


Kalau kita melihat dari sejarah perjalanan bangsa ini, terdapat 4 macam sistem
demokrasi yang pernah diterapkan dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia.

a) Demokrasi Parlementer (Liberal)


Diberlakukannya UUD 1945 pada periode pertama yaitu tahun 1945-1949, adalah awal
mula dipraktikannya demokrasi ini. Namun, demokrasi parlementer ini tidak berjalan
dengan baik. Kehidupan politik dan pemerintahan pada masa itu tidak stabil, akibatnya
program-program yang dibuat pemerintah tidak bisa dijalankan dengan baik dan
berkesinambungan. Akhirnya demokrasi ini berakhir secara yuridis pada 5 Juli 1959,
bersamaan dengan pemberlakuan kembali UUD 1945.
b) Demokrasi Terpimpin
Pada tanggal 22 April 1959, Presiden Soekarno memberikan amanat kepada
konstituante tentang pokok-pokok demokrasi terpimpin. Ada 5 pokok demokrasi
terpimpin, di antaranya:
• Demokrasi terpimpin bukanlah diktator.
• Demokrasi terpimpin cocok dengan kepribadian dan dasar hidup bangsa
Indonesia.

Makalah pendidikan kewarganegaraan 8


• Demokrasi terpimpin berarti demokrasi di segala persoalan kenegaraan dan
kemasyarakatan, meliputi politik, sosial, dan ekonomi.
• Inti daripada pimpinan dalam demokrasi terpimpin adalah permusyawaratan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan.
• Pada demokrasi terpimpin, oposisi diharuskan dapat melahirkan pendapat
yang sehat dan membangun.

Kalau dilihat dari beberapa poin di atas, demokrasi terpimpin tidaklah


bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Akan tetapi, konsep-konsep tersebut
tidak direalisasikan sebagaimana mestinya. Sehingga demokrasi terpimpin seringkali
menyimpang dari nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, dan budaya bangsa.

c) Demokrasi Pancasila Pada Era Orde Baru


Demokrasi pancasila lahir atas berbagai bentuk permasalahan yang dialami bangsa
Indonesia selama berlakunya demokrasi parlementer dan demokrasi terpimpin.
Demokrasi Pancasila itu pangkalnya adalah kekeluargaan dan gotong royong. Kalau
kamu main ke sebuah desa kamu pasti akan melihat semangat kekeluargaan yang ada
pada masyarakat desa, dan itu sudah lama dianut oleh mereka.
Jadi, hal paling penting dalam demokrasi Pancasila adalah nilai-nilai yang
menjunjung tinggi kemanusiaan sesuai dengan martabat dan harkat manusia, menjamin
persatuan dan kesatuan bangsa, mengutamakan musyawarah, rasa tanggung jawab
kepada Tuhan Yang Maha Esa menurut agama dan kepercayaan masing-masing, dan
mewujudkan keadilan sosial. Akan tetapi, dalam praktiknya, demokrasi Pancasila pada
masa Orde Baru ini banyak menyimpang dari prinsip demokrasi pancasila itu sendiri.

Pelanggaran Demokrasi Era Orde Baru


• Penyelenggaraan pemilu yang tidak jujur dan tidak adil
• Kurangnya jaminan kebebasan mengemukakan pendapat
• Pembredelan sejumlah media yang mengkritik pemerintah
• Kriminalisasi terhadap individu maupun kelompok yang tidak sependapat dengan
pemerintah
• Maraknya praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme
• Pengekangan diskusi-diskusi kampus
• Sistem kepartaian yang berat sebelah dan tidak otonom

Makalah pendidikan kewarganegaraan 9


• Penculikan dan penghilangan paksa sejumlah aktivis

d) Demokrasi Pancasila Pada Era Reformasi


Perbedaan demokrasi Pancasila pada era reformasi dengan era orde baru terletak pada
aturan pelaksanaannya. Kalau kita lihat pada peraturan perundang-undangan dan
praktik pelaksanaannya, banyak perubahan yang terjadi. Kebanyakan, perubahannya itu
terletak pada perbaikan kebijakan-kebijakan yang dirasa kurang sejalan dengan konsep
demokrasi. Beberapa perubahannya itu seperti:
• Pemilihan umum yang lebih demokratis
• Lembaga demokrasi lebih berfungsi
• Mewujudkan kehidupan yang lebih demokratis. Seperti halnya peraturan-peraturan
yang dijalankan serta hukum.
• Memaknai demokrasi pancasila sebagai nilai-nilai budaya politik yang memengaruhi
sikap hidup politik pendukungnya
• Partai-partai politik kini lebih dapat mandiri

Demikian konsep demokrasi yang berjalan di Negara ini. Soetan Sjahrir


menuangkan gagasan dan konsepsinya tentang demokrasi ke dalam sebuah buku berjudul
'Perjuangan Kita'. Sjahrir mengatakan kalau individualisme adalah elemen terpenting
dalam negara dan sistem yang demokratis.

3. CIRI-CIRI DEMOKRASI
a) Memiliki Perwakilan Rakyat
Indonesia memiliki lembaga legislatif bernama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang
telah dipilih melalui pemilihan umum. Sehingga urusan negara, kekuasaan dan
kedaulatan rakyat kemudian diwakilkan melalui anggota DPR ini.
b) Keputusan Berlandaskan Aspirasi dan Kepentingan Warga Negara
Seluruh Keputusan yang ditetapkan oleh Pemerintah berlandaskan kepada aspirasi dan
kepentingan warga negaranya, dan bukan semata-mata kepentingan pribadi atau
kelompok belaka. Hal ini sekaligus mencegah praktek korupsi yang merajalela.
c) Menerapkan Ciri Konstitusional
Hal ini berkaitan dengan kehendak, kepentingan atau kekuasaan rakyat. Dimana hal
tersebut juga tercantum dalam penetapan hukum atau undang-undang. Hukum yang
tercipta pun harus diterapkan dengan seadil-adilnya.
d) Menyelenggarakan Pemilihan Umum

Makalah pendidikan kewarganegaraan 10


Pesta rakyat harus digelar secara berkala hingga kemudian terpilih perwakilan atau
pemimpin untuk menjalankan roda pemerintahan.

4. PRINSIP DEMOKRASI PANCASILA


Dikutip dari buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (2014) terbitan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, azas atau prinsip utama Demokrasi Pancasila
adalah pengambilan keputusan melalui musyawarah mufakat. Musyawarah berarti bahwa
pengambilan keputusan dengan pembahasan bersama untuk menyelesaikan masalah
bersama. Mufakat adalah hasil yang disetujui dari pembahasan bersama untuk
membulatkan pendapat bersama. Jadi, musyawarah mufakat berarti pengambilan
keputusan berdasarkan kehendak (pendapat) orang banyak (rakyat) sehingga tercapai
kebulatan pendapat bersama. Musyawarah mufakat harus berpegang teguh pada hal-hal
sebagai berikut:

• Musyawarah mufakat bersumberkan inti kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat


kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
• Pengambilan keputusan harus berdasarkan kehendak rakyat melalui hikmat
kebijaksanaan.
• Cara mengemukakan hikmat kebijaksanaan harus berdasarkan akal sehat dan hati nurani
luhur serta mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa serta kepentingan rakyat.
• Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan
dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan keadilan.
• Keputusan harus dilaksanakan secara jujur dan bertanggung jawab.

Terdapat 10 pilar atau prinsip demokrasi konstitusional Indonesia menurut Pancasila dan
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yakni sebagai berikut:

1) Demokrasi yang Berketuhanan Yang Maha Esa


Seluk beluk sistem serta perilaku dalam menyelenggarakan kenegaraan RI harus taat asas,
konsisten, atau sesuai dengan nilai-nilai dan kaidah-kaidah dasar Ketuhanan Yang Maha
Esa.
2) Demokrasi dengan Kecerdasan
Mengatur dan menyelenggarakan demokrasi menurut Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 itu bukan dengan kekuatan naluri, kekuatan otot, atau

Makalah pendidikan kewarganegaraan 11


kekuatan massa semata-mata. Pelaksanaan demokrasi itu justru lebih menuntut kecerdasan
rohaniah, kecerdasan aqliyah, kecerdasan rasional, dan kecerdasan emosional.
3) Demokrasi yang Berkedaulatan Rakyat
Kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Secara prinsip, rakyat memiliki/memegang
kedaulatan itu. Dalam batas-batas tertentu kedaulatan rakyat itu dipercayakan kepada
wakil-wakil rakyat di MPR (DPR/DPD) dan DPRD.
4) Demokrasi dengan Rule of Law
Hal ini mempunyai empat makna penting. Pertama, kekuasaan negara Republik Indonesia
harus mengandung, melindungi, serta mengembangkan kebenaran hukum (legal truth)
bukan demokrasi ugal-ugalan, demokrasi dagelan, atau demokrasi manipulatif. Kedua,
kekuasaan negara memberikan keadilan hukum (legal justice) bukan demokrasi yang
terbatas pada keadilan formal dan pura-pura. Ketiga, kekuasaan negara menjamin
kepastian hukum (legal security) bukan demokrasi yang membiarkan kesemrawutan atau
anarki. Keempat, kekuasaan negara mengembangkan manfaat atau kepentingan hukum
(legal interest), seperti kedamaian dan pembangunan, bukan demokrasi yang justru
mempopulerkan fitnah dan hujatan atau menciptakan perpecahan, permusuhan, dan
kerusakan.
5) Demokrasi dengan Pemisahan Kekuasaan Negara
Demokrasi menurut UUD 1945 bukan saja mengakui kekuasaan negara Republik
Indonesia yang tidak tak terbatas secara hukum, melainkan juga demokrasi itu dikuatkan
dengan pembagian kekuasaan negara dan diserahkan kepada badan-badan negara yang
bertanggung jawab.
Jadi, demokrasi menurut UUD 1945 mengenal semacam pembagian dan pemisahan
kekuasaan (division and separation of power), dengan sistem pengawasan dan
perimbangan (check and balances).
6) Demokrasi dengan Hak Asasi Manusia
Demokrasi menurut UUD 1945 mengakui hak asasi manusia yang tujuannya bukan saja
menghormati hak-hak asasi manusia, melainkan terlebih-lebih untuk meningkatkan
martabat dan derajat manusia seutuhnya.
7) Demokrasi dengan Pengadilan yang Merdeka
Demokrasi menurut UUD 1945 menghendaki diberlakukannya sistem pengadilan yang
merdeka (independen) yang memberi peluang seluas-luasnya kepada semua pihak yang
berkepentingan untuk mencari dan menemukan hukum yang seadil-adilnya. Di muka
pengadilan yang merdeka penggugat dengan pengacaranya, penuntut umum dan terdakwa

Makalah pendidikan kewarganegaraan 12


dengan pengacaranya mempunyai hak yang sama untuk mengajukan konsideran
(pertimbangan), dalil-dalil, fakta-fakta, saksi, alat pembuktian, dan petitumnya.
8) Demokrasi dengan Otonomi Daerah
Otonomi daerah merupakan pembatasan terhadap kekuasaan negara, khususnya kekuasaan
legislatif dan eksekutif di tingkat pusat, dan lebih khusus lagi pembatasan atas kekuasaan
presiden. UUD 1945 secara jelas memerintahkan dibentuknya daerah-daerah otonom pada
provinsi dan kabupaten/kota.
Dengan peraturan pemerintah, daerah-daerah otonom itu dibangun dan disiapkan untuk
mampu mengatur dan menyelenggarakan urusan-urusan pemerintahan sebagai urusan
rumah tangganya sendiri yang diserahkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah.
9) Demokrasi dengan Kemakmuran
Demokrasi bukan hanya soal kebebasan dan hak, bukan hanya soal kewajiban dan
tanggung jawab, bukan pula hanya soal mengorganisir kedaulatan rakyat atau pembagian
kekuasaan kenegaraan. Demokrasi itu bukan pula hanya soal otonomi daerah dan keadilan
hukum.
Bersamaan dengan itu semua, demokrasi menurut UUD 1945 ternyata ditujukan untuk
membangun negara kemakmuran (welfare state) oleh dan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat Indonesia.
10) Demokrasi yang berkeadilan Sosial
Demokrasi menurut UUD 1945 menggariskan keadilan sosial di antara berbagai
kelompok, golongan, dan lapisan masyarakat. Tidak ada golongan, lapisan, kelompok,
satuan, atau organisasi yang jadi anak emas, yang diberi berbagai keistimewaan atau
hakhak khusus.

B. PENGATURAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI INDONESIA


1. Pengertian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Pemiilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah atau yang sering disebut sebagai
pilkada adalah pemilihan umum untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara
langsung di Indonesia oleh penduduk daerah setempat yang telah memenuhi syarat. Hal ini
pada dasarnya merupakan konsekuensi pergeseran konsep otonomi daerah, yang mana
sebenarnya kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD). Perubahan mekanisme pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah para

Makalah pendidikan kewarganegaraan 13


pilkada didasari pada lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemilihan
Daerah.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2008 Tentang perubahan


ketiga atas peraturan pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan
Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

1) Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang selanjutnya disebut pemilihan
adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah Provinsi, dan/atau Kabupaten
Kota berdasarkan pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
2) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah Gubernur dan Wakil
3) Gubernur untuk Provinsi, Bupati dan Wakil Bupati untuk Kabupaten serta Walikota dan
Wakil Walikota untuk Kota.

Sesuai dengan ketentuan yang termaksud dalam Pasal 58 Undang- Undang


Nomor 32 Tahun 2004 dan Pasal 38 Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tentang Pemilihan
Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
adalah warga Negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat.

1) Bertaqwa kepada Tuhan Yang Mah Esa.


2) Setia kepada Pancasila sebagai dasar Negara, UUD NRI Tahun 1945, cita- cita
Proklamasi 17 Agustus 1945, dan kepada NKRI serta pemerintah.
3) Berpendidikan sekurang-kurangnya Sekolah Lanjut Tingkat Atas dan atau sederajat.
4) Berusia sekurang-kurangnya 30 tahun.
5) Sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan Kesehatan menyeluruh dari tim
dokter.
6) Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang memperoleh
kekuatan hukum karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara
paling lama 5 tahun atau lebih.
7) Tidak sedang cabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
8) Mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya.
9) Menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan.
10) Tidak sedang dalam memiliki tanggungan hutang secara perseorangan dan/atau secara
badan hukum yang menjadi tanggung jawab yang merugikan keuangan Negara.

Makalah pendidikan kewarganegaraan 14


11) Tidak sedang dinyatakan vailid berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
12) Tidak pernah melakukan perbuatan tercela.
13) Memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) atau yang belum mempunyai NPWP,
wajib mempunyai bukti pembayaran pajak.
14) Menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap yang memuat antara lain riwayat pendidikan
dan pekerjaan, serta keluarga kandung, suami atau istri.
15) Belum pernah menjabat sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah, selama 2 kali
masa jabatan yang sama, dan.
16) Tidak dalam status jabatan kepala daerah.

Menurut ketentuan pasal 25 UU No 32 Tahun 2004, kepala daerah memiliki dan


wewenang antara lain.

a) Memimpin penyelenggaraan pemerintah daerah, berdasarkan kebijakan yang ditetapkan


bersama dengan DPRD.
b) Mengajukan rancangan perda.
c) Menetapkan perda yang telah mendapatkan persetujuan dari DPRD.
d) Menyusun dan mengajukan rancangan pada tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas
dan ditetapkan bersama.
e) Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah.
f) Mewakili daerahnya didalam dan diluar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum
untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
g) Melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan perundang- undangan.

Sementara itu, tugas Wakil Kepala Daerah adalah :

a) Membantu kepala daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah.


b) Membantu kepala daerah dalam mengordinasikan kegiatan instansi vertikal didaerah,
dalam meninjak lanjuti laporan dan/atau temuan hasil pengawasan aparat pengawasan,
melaksanakan pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta mengupayakan
pengembangan dan pelestarian sosial budaya dan lingkungan hidup, instansi vertikal
yang dimaksud adalah perangkat departemen yang mengrus urusan pemerintahan yang
tidakdiserahkan kepada daerah kepada wilayah tertentu, dalam rangka dekonsentrasi.
c) Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintah kabupaten dan kota bagi
wakil kepala daerah provinsi

Makalah pendidikan kewarganegaraan 15


d) Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintah di wilayah kecamatan,
kelurahan dan/atau desa bagi wakil kepala daerah kabupaten/kota.
e) Memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam menyelenggarakan
pemerintah daerah.
f) Melakukan tugas dan kewajiban pemerintah lainya yang diberikan oleh kepala daerah,
dan.
g) Melaksanakan tugas dan wewenang kepala daerag apabila kepala daerah berhalangan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, peserta pilkada adalah pasangan


calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Ketentuan ini di ubah
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa peserta pilkada juga
dapat berasal dari caln perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang. Undang -Undang ini
meninjak lanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan beberapa pasal
menyangkut peserta Pilkada dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.

Pesta akrab demokrasi Indonesia yang digelar di tahun 2015 merupakan Pilkada serentak
pertama kali yang dilaksanakan di Indonesia. Pada tahun politik saat itu, calon kepala daerah
maju lewat partai politik dan tidak sedikit juga maju lewat perseorangan. Akan tetapi pada
daerah tertentu pemilihan kepala daerah hanya di ikuti oleh satu calon yng disebut sebgaai
calon tunggal fenomena calon tunggal pilkada hanya diikuti satu calon, tak di sangka-sangka
muncul dalam perhelatan pilkada serentak 2015.

Pelaksanaan pilkada yang hanya diikuti satu pasang calon tidak didukung oleh peraturan
yang memadai. Sehingga lahirlah putusan MK Nomor 100/PUU- XIII/2015. Dimana putusan
Mahkamah Konstitusi No. 100/PUU/XIII/2015 hanya mengatur ketentuan mekanisme
plebisit yang meminta pemilih menentukan pilihan setuju atau tidak setuju atas satu pasangan
calon yang ditawarkan.

2. Sejarah Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia


Berbicara mengenai sejarah pilkada pada masa UUD 1945, Konstitusi RIS dan UUDS
1950 sangat jauh berbeda dengan masa sekarang ini. Pada masa itu pemilihan kepala daerah
bersifat langsung, karena dipilih dalam sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD).
Dapat dibandingkan dengan UUD NRI 1945 sekarang ini, sangat jelas tertera pengaturannya
di pasal 18 Ayat (4) yang menyatakan bahwa Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing
sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.

Makalah pendidikan kewarganegaraan 16


Penyelenggara pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2004 secara langsung telah
mengilhami dilaksanakannya pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada)
secara langsung pula. Hal ini didukung pula dengan semangat otonomi daerah yang telah
digulirkan pada 1999. Oleh karena itulah, sejak 2005, telah diselenggarakan pilkada serentak
secara langsung, baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Penyelenggaraan ini diatur
dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Kepala Daerah yang menyebutkan
bahwa Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang
dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan
adil. Pasangan calon yang akan berkopetisi dalam pilkada adalah pasangan calon yang diajukan
oleh partai politik atau gabungan partai politik.

Pascareformasi, demokrasi di Indonesia mengalami perkembangan sangat pesat,


Peningkatan partisipasi publik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara disalurkan melalui
pengaturan mekanisme yang semakin mencerminkan prinsip keterbukaan dan persamaan bagi
segenap warga negara. Salah satu bentuknya adalah pelaksanaan pemilihan umum untuk
anggota legislatif dan pemilihan Presiden secara langsung, serta pemilihan Kepala Daerah
(pilkada). Diantara beberapa mekanisme demokrasi yang telah dijalankan, pilkada mendapat
perhatian luas dan masih banyak mengundang pertanyaan. Bahkan ada yang mengusulkan
perubahan terhadap UUD 1945. Salah satunya karena pelaksanaan pilkada dimulai banyak
menimbulkan efek negatif.

Pemilihan kepala daerah secara langsung telah menjadi perkembangan baru dalam
memahami “dipilih secara demokratis” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 18 ayat (4) UUD
RI Tahun 1945. Oleh karena itu jika UU No.23 Tahun 2014 memberikan ruang yang luas
terhadap pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat. Hal ini memang merujuk ke
Pasal 18 Ayat (4) UUD RI tahun 1945 itu. Dalam perspektif sosiologis ada desakan sosial yang
bergeloga dan bergejolak ketika era repormasi yang menuntut adanya demokratisasi dan
transparansi dalam pemerintahan baik pusat maupun daerah. Salah satu wujud dari
demokratisasi itu adalah dilaksanakanya pemilihan kepala daerah secara langsung. Dengan
demikian diharapkan kepada daerah yang benar-benar representativ. Apresiasi rakyat lebih
terakomodasi dengan pemilihan kepala daerah secara langsung itu. Tetapi sistem yang
demikian memang masih menimbulkan masalah yakni ketika calon kepala daerah dan wakil
kepala daerah harus melalui partai politik. UU No 32 tahun 2004 “ menyebutkan peserta
pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah pasangan calon yang diusulkan secara
berpasangan oleh partai politik atau gabungan partai politik”

Makalah pendidikan kewarganegaraan 17


Perkembangan selanjutnya, sebagai tindak lanjut dekrit presiden, pada tanggal 16
November 1959 pemerintah mengeluarkan penetapan presiden Nomor 6 Tahun 1959 tentang
pengangkatan kapala daearh untuk mengatur pemerintahan daerah agar sejalan dengan UUD
1945. Dalam penetapan presiden Nomor 6 tahun 1959 tersebut, sistem pemilihan kepala daerah
yaitu kepala daerah diusulkan oleh DPRD, tapi diangkat oleh presiden untuk kepala daerah
tingkat I, dan oleh menteri dalam negeri untuk kepala daerah tingkat II. Seolah masih belum
juga menemukan pengaturan yang tepat tentang pemerintah daerah, sehingga pada pertengahan
dekade Tahun 1990 telah timbul tuntutan yang semakin kuat untuk merevisi sistem
pemerintahan daerah agar sejalan dengan semangat demokrasi terpimpin dan nasakom
(Kelompok Partai Nasionalis, Agama, dan Komunis). Perubahan tersebut kemudian
dituangkan dalam UU Nomor 1965 tentang pokok- pokok pemerintahan Daerah, tetapi masih
menggunakan sistem pemilihan kepala daerah yang sama dengan sebelumnya, yaitu diangkat
oleh presiden untuk daerah tingkat I, dan oleh Menteri Dalam Negeri untuk kepala daerah
tingkat II.

Kemudian pada massa orde baru, sebagai tindak lanjut dari peristiwa G 30 S PKI yang
kemudian diikuti dengan lahirnya masa orde baru, pemerintah mengeluarkan UU Nomor 5
Tahun 1974 tentang pokok-pokokk pemerintahan di Daerah, UU tersebut mengatur sistem
pemilihan kepala daerah dengan cara pencalonan oleh fraksi di DPRD yang memenihu syarat,
kemudian menominas ikan calon kepala daerah tersebut kepada presiden dan kemudian
diputuskan dan di angkat oleh presiden.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati


dan WaliKota merupakan koreksi atas kekurangan pelaksanaan pilkada yang dilaksanakan
secara langsung berdasarkan evaluasi atas penyelenggaraan pemilihan Gubernur/ Wakil
Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota secara langsung sejauh ini
menunjukan fakta bahwa biaya yang dikeluarkan oleh Negara dan oleh pasangan calon untuk
menyelenggarakan pemilihan umum secara langsung sangat besar dan berpotensi pada
peningkatan korupsi. Kementerian Dalam Negeri mencatat sekitar 330% atau sekitar 82,22%
kepala daerah tersangkut kasus korupsi.

Menurut pasal 3 UU No. 22 Tahun 2014, Gubernur dipilih oleh anggota DPRD Provinsi
secara demokratis berdasarkan asas bebas, terbuka, jujur dan adil. Sedangkan bupati dan
walikota dipilih oleh anggota DPRD kabupaten/kota secara demokratis berdasarkan asas bebas,
terbuka, jujur dan adil. Pilkada dilaksanakan setiap lima tahun sekali serentak secara nasional

Makalah pendidikan kewarganegaraan 18


dan calon Gubernur, Bupati, walikota harus mengikuti uji Publik.Pelaksanaan pilkada secara
serentak dimaksud sebagai salah satu cara untuk mengilangkan praktek kecurangan para calon
melalui mobilitas massa memilih antara daerah. Praktek yang terjadi selama ini banyak calon
kepala daerah yang melakukan mobilitas masa pemilih dari luar daerah agar mendapat suara
memilih. Sedangkan uji publik dimaksudkan agar melahirkan keplaa daerah yang memiliki
kompetensi, integritas, kapabilitas serta memenuhi unsur akseptabilitas.

Perpu No 1 Tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan walikota ditetapkan
menjadi Undang-Undang No 1 Tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti
Undang-Undang nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, Walikot, menjadi
Undang-Undang. Ketentuan dalam peraturan pemerintahan pengganti Undang-Undang nomor
1 Tahun 2014 yang telah ditetapkan menjadi UU No.1 Tahun 2015 dirasakan masih terdapat
beberapa inkonsistensi dan memisahkan sejumlah kendala jika dilaksanakan, oleh karenaya
perlu disempurnakan. Penyelenggaraan pilkada menurut UU No.8 Tahun 2015 menjadi
penyempurnaan dari UU No.1 Tahun 2015. Beberapa penyempurnaan tersebut antara lain:
penyelenggaran pemilihan, tahapan penyelenggaran pemilihan, pasangan calon, persyaratan
calon perseorangan, penetapan calon terpilih, persyaratan calon dam pemungutan secara
serentak. Adanya perubahan sistem pemilihan kepala daerah di Indonesia ditandai dengan telah
diberlakukanya bebrbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan pemerintahan daerah.
Dalam konteks sejarah pemilihan kepala daerah, beberapa gugatan perselisihan hasil pilkada
kepengadilan tinggi/ mahkamah agung hanya dapat diajukan apabila mempengaruhi hasil
penetapan perolehan suara oleh KPU secara signifikat.

C. ALTERNATIF POLA PENGISIAN JABATAN KEPALA DAERAH DI TENGAH


PANDEMI COVID-19
Konsekuensi logis penundaan pilkada ialah terjadi kekosongan jabatan kepala
daerah di sejumlah wilayah. Kekosongan jabatan kepala daerah tentu tidak dapat dibiarkan
begitu saja. Perlu solusi untuk mengisi kekosongan tersebut demi menjamin berjalannya
roda pemerintahan daerah serta pengembangan daerah tersebut. Berikut alternatif solusi yang
dapat dilakukan :

a) Penunjukkan Pelaksana Tugas


Penunjukkan pelaksana tugas (Plt) menjadi alternatif solusi untuk mengisi kekosongan
jabatan tersebut. Alternatif ini sering dilakukan belakangan terlebih dalam rangka
menciptakan pilkada serentak di sejumlah daerah di Indonesia. Penunjuk kan pelaksana
tugas untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah bersangkutan berasal dari jabatan

Makalah pendidikan kewarganegaraan 19


pimpinan tinggi madya untuk jabatan Gubernur berdasarkan Pasal 201 ayat (8) UU No.8
Tahun 2015 dan jabatan pimpinan tinggi pratama untuk jabatan Bupati/ Walikota
berdasarkan Pasal 201 UU No. 8 Tahun 2015. Sistem ini sebenarnya pernah dilakukan
dalam sejarah pilkada di Indonesia. UU No.1 Tahun 1945 tentang Kedudukan Komite
Nasional Daerah memberikan mandat kepada pemerintah pusat untuk memilih dan
mengangkat kepala daerah. Begitu pula dengan UU No.22 Tahun 1948 tentang Penetapan
Aturan-Aturan Pokok Mengenai Pemerintah Sendiri di Daerah-Daerah Berhak Mengatur
dan Mengurus Rumah Tangganya Sendiri maupun UU No.5 Tahun 1974 tentang Pokok-
Pokok Pemerintahan Daerah memberikan mandat kepada DPRD untuk mengusulkan
beberapa calon kepala daerah kepada pemerintah pusat untuk dipilih dan diangkat menjadi
kepala daerah tetap (Hutapea, 2015). Penunjukkan pelaksana tugas oleh Menteri Dalam
Negeri (Mendagri) saat ini serupa dengan sistem pilkada yang pernah dilakukan Indonesia
meskipun pada waktu itu subjek yang dipilih adalah untuk menjadi kepala daerah tetap.
Pelaksana tugas mengisi kekosongan jabatan kepala daerah hingga pelantikan kepala daerah
tetap hasil pilkada serentak. Pelaksana tugas hanya memiliki kewenangan yang terbatas
menurut Pasal 132 A PP No. 49 Tahun 2008 dan tidak berwenang mengambil keputusan
maupun kebijakan strategis. Kekuatan politik pelaksana tugas pun dinilai lemah jika
dibanding kan dengan pejabat lain nya yang memiliki jabatan lebih tinggi. Oleh karena itu
meskipun terdapat pelaksana tugas dalam suatu daerah, roda pemerintahan daerah serta
perkembangan daerah akan terganggu (Deliarnoor, 2015).

b) Pemilihan Kepala Daerah Secara Tidak Langsung


Pilkada tidak langsung merupakan sistem pemilihan kepala daerah yang dipilih oleh
DPRD atau yang dikenal dengan sistem perwakilan (Hutapea,2015). Sistem ini bukanlah
pola baru, tetapi pernah digunakan dalam sejarah perkembangan pilkada di Indonesia. Sebut
saja dengan UU No.1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintah Daerah, UU No.18
Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, dan UU No.22 Tahun 1999
tentang Pemerintah Daerah menggunakan mekanisme keterwakilan DPRD sebagai pemilih
kepala daerah. (Saraswati,2011). Sistem tersebut sempat dicanangkan kembali dengan UU
No.22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, namun karena
mendapat desakan politis dari berbagai kalangan pada akhirnya tidak jadi digunakan sebagai
mekanisme pemilihan kepala daerah saat itu. Perppu No.1 Tahun 2014 langsung diterbitkan
dan di jadikan undang-undang untuk mengembalikan sistem pilkada secara langsung oleh

Makalah pendidikan kewarganegaraan 20


rakyat. Masyarakat masih menilai pilkada tidak langsung sebagai sistem yang kurang
demokratis. Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 menyatakan bahwa kepala daerah dipilih secara
demokratis. Frasa kata “demokratis” inilah yang sering diartikan sempit sebagai pemilihan
langsung oleh rakyat, padahal UUD 1945 sendiri tidak mengharuskan kepala daerah dipilih
langsung. Hal ini senada dengan pendapat Jimly Asshiddiqie dan Mahfud MD yang
menyatakan bahwa pilkada secara langsung oleh rakyat maupun tidak langsung dengan
melalui DPRD, keduanya haruslah diartikan sebagai pemilihan yang sama-sama
demokratisnya. Sehingga keduanya pun dipandang konstitusional (Hardjaloka,2015).
Secara historis amandemen pasal 18 ayat (4) UUD 1945 pun mengindahkan gagasan
otonomi daerah dan keragaman daerah dengan sistem pemilihan secara adat istiadat tertentu,
sehingga disebutlah frasa kata “demokratis” sebagai jalan keluar. Sistem pemilihan melalui
wakil rakyat atau DPRD digunakan dan diakui oleh negara, meskipun hanya dalam hal
terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah. Tentu menjadi tidak konsisten jika pilkada
tidak langsung dikatakan tidak demokratis, karena kewenangan DPRD pada Pasal 317 dan
366 ayat (1)UU No. 17 Tahun 2014 sama artinya dengan pilkada tidak langsung.

c) Pemilihan Kepala Daerah Menggunakan Sistem Elektronik


Sistem Pemilu elektronik memungkinkan kita untuk menjalankan Pilkada secara
langsung di tengah situasi pandemi dengan tetap menjalankan protokol kesehatan.
Perkembangan jaman dan revolusi industri 4.0 telah memberikan kemungkinan itu. Menurut
Alvin Toffler, perkembangan dunia terjadi dalam 3 gelombang era, yakni: era aglikultur
(tradisional), era industrial (modern), dan menuju pada era informasi (post modern). Dalam
setiap era, sistem dan perilaku masyarakat pun berubah mengikuti jaman
(Herimanto&Winarno,2010). Berdasarkan itu, Klaus Shwab (2016), membagi revolusi
industri dalam 4 jaman, yakni: (1) Revolusi 1.0, yang terjadi pada abad ke 18 melalui
penemuan mesin uap, sehingga memungkinkan barang dapat diproduksi secara masal;
(2)Revolusi 2.0, yang terjadi pada abad ke19–20 melalui penggunaan listrik, sehingga
membuat biaya produksi menjadi lebih terjangkau; (3)Revolusi 3.0, yang terjadi pada
sekitar tahun 1970an melalui proses komputerisasi; (4) Revolusi 4.0, yang terjadi pada
sekitar tahun 2010 melalui rekayasa intelegensia dan internetof thing sebagai tulang
punggung pergerakan dan konektivitas manusia dan mesin. Revolusi 4.0 secara fundamental
mengakibatkan berubahnya cara manusia berpikir, hidup, dan berhubungan sosial. Era ini
akan mendisrupsi berbagai aktivitas manusia dalam berbagai bidang, tidak hanya dalam
bidang teknologi, namun juga bidang yang lain seperti ekonomi, sosial, politik, hukum,

Makalah pendidikan kewarganegaraan 21


hingga kebudayaan (Prasetyo&Trisyanti, 2018). Karena, manusia di era revolusi 4.0,hidup
pada dunia real dan virtual. Dualisme dunia inilah, membuat manusia tidak hanya
berkomunitas di dunia real, namun juga virtual (Demartoto, 2013).
Akibatnya, timbul suatu budaya baru, yaitu budaya siber (cyber culture). Menurut
Michael Heim (1993), budaya siber memiliki karakteristik, antara lain:
➢ Mengandalkan interaksi dalam jaringan (network communication)
➢ Menipiskan perbedaan relasi real dan virtual (simulation)
➢ Menekankan pada pembuatan tampilan semenarik mungkin (artificial)
➢ Mengandalkan kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi dengan baik sehingga
membuat orang betah berlama-lama (telepresence dan immersion).

Hal ini berdampak pada manusia post modern, yang identik dengan spesialisasi dan
kedalaman. Dunia dan budaya siber inilah yang dapat dimanfaatkan untuk menjadi solusi
pelaksanaan pilkada langsung di tengah pandemi Covid-19. Pilkada langsung yang
menggunakan sistem pemilu elektronik. Pemilu elektronik, selama ini sudah di diskusikan di
Indonesia, namun masih terbatas pada tataran refleksi. Kunjungan kerja anggota DPR, untuk
melihat sistem Pemilu elektronik di beberapa negara, eloknya dibarengi dengan aksi dan
implementasi (bukan hanya refleksi). Pemilu elektronik dapat diartikan sebagai sistem
pemilihan dengan memanfaatkan media elektronik, baik komputer ataupun jaringan internet
(Hardjaloka&Megawati, 2011). Pemilu elektronik, tidak terbatas pada proses penyaluran hak
suara, melainkan meliputi pula proses pendaftaran calon, verifikasi pemilih, kampanye,
pemungutan suara, penghitungan suara, hingga pengumuman hasil. Pemilu elektronik paling
tidak pernah dipraktikan ditingkat desa, seperti di kabupaten Jembrana (Hardjaloka &
Megawati), kabupaten Wonosobo, dan 2019 di Kabupaten Malang (Sobari, 2019), sehingga
dapat kita jadikan percontohan dalam analisa. Indonesia memerlukan persiapan dan
penyesuaian konten, medium, dan nilai, untuk menerapkan pemilu elektronik.

Pemilu elektronik memiliki beberapa keunggulan (Hardjaloka & Megawati,2011),


diantaranya:

➢ Hemat biaya, baik dalam proses kampanye ataupun pemilihan


➢ sederhana dan efisien
➢ Waktu yang lebih fleksibel dan efektif
➢ Akurasi kalkulasi ketika penghitungan suara
➢ Meminimalisir terjadinya kecurangan dan tindak pidana Pemilu

Makalah pendidikan kewarganegaraan 22


➢ Lebih ramah lingkungan, karena mengurangi penggunaan kertas dan tinta kimia
➢ Mempermudah dan meningkatkan kenyamanan pemilih, terlebih ketika masa pandemi.

seperti sekarang yang mengharuskan individu untuk menjaga jarak fisik/physical


distancing. Selain kelebihan pada tataran teknis, pemilu elektronik juga mampu memikat
ketertarikan anak muda yang cenderung apatis politik (Sobari,2019). Syaratnya partai politik
dan calon kepala daerah sebagai peserta kontestasi harus bertransformasi secara fundamental,
menyajikan berbagai gagasan, ide, dan program yang jelas dan mendalam. Karena,
sebagaimana telah disebutkan di atas, karakter manusia post modern sekarang ini ialah
terspesialisasi dan cenderung menyukai kedalaman. Dengan terpikatnya anak muda, maka tren
ini akan memutus apatisme politik. Harapannya, angka golput menurun, anak muda bersiap
menjadi pemimpin masa depan.

Namun kita perlu menyadari,sebagai sebuah sistem, pemilu elektronik juga memiliki
kerentanan (Hardjaloka & Megawati, 2011), yakni:

➢ Keamanan dan kerahasiaan, yang mungkin memiliki celah elektronik ataupun


diserang secara elektronik
➢ Logistik dan medium, yang mungkin belum tersedia secara merata
➢ Masalah operasional dan kesiapan sumber daya manusia, untuk mengoperasikan
sistem elektronik yang ada
➢ Kesenjangan sosial yang masih terjadi, yang memungkinkan tidak menyentuh
seluruh kalangan
➢ Kesiapan instrumen hukum terkait pemilihan elektronik, sekalipun Mahkamah
Konstitusi pernah mengeluarkan Putusan MK No.147/PUU-VII/2009 mengenai
Pemilu elektronik
➢ kesiapan anggaran untuk membangun infrastruktur pemilu elektronik (mengingat
fokus pengangaran Indonesia saat ini ditujukan untuk penanganan Covid-19).

Pola pilkada dengan pemilu elektronik mungkin dapat menjadi solusi. Terlebih DPR dan
pemerintah selama ini telah berusaha merancangkan dan membangun sistem pemilu elektronik
di Indonesia. Pandemi Covid-19 mungkin bisa menjadi katalisator, yang mempercepat
perancangan dan pembangunan sistem pemilu elektronik tersebut. Kita perlu re-kreasi (re-
create), membuat atau membangun kembali sebuah sistem yang memungkin kan pemilu,
sukses, dan demokrasi tetap berjalan. Terutama, ketika masa pandemi seperti ini, yang tidak
memungkinkan kita berkumpul secara fisik. Maka kehadiran sistem pemilu elektronik, jadi

Makalah pendidikan kewarganegaraan 23


suatu keniscayaan. Pandemi Covid-19 ini menyadarkan kita atau mungkin malah
mengakselerasi persiapan Pemilu 4.0 di Indonesia. Medium berupa infrastruktur fisik perlu
diadakan, infrastruktur legal berupa hukum dan aturan terkait pemilu elektronik perlu di
diskursuskan. Konten perlu dipersiapkan secara matang oleh penyelenggara (KPU) maupun
peserta (Partai Politik), serta pemerintah (eksekutif, legislatif, dan yudikatif). Kelak, bila terjadi
peristiwa luar biasa seperti pandemi ini, kita tidak gagap lagi dengan adanya Pemilu 4.0 dan
demokrasi elektronik di era post modern ini.

D. Diskursus Hukum Pemilihan Kepala Daerah ditengah Pandemi Covid-19


Perppu No. 2 Tahun 2020 yang di keluarkan pemerintah dengan dukungan DPR,
menunjukkan Indonesia tetap mempertahankan sistem pilkada secara langsung dengan cara
konvensional. Namun keputusan ini tetap harus diapresiasi, karena adanya keinginan
pemerintah untuk menjamin keberlangsungan hak konstitusional setiap warga negara.
Meskipun begitu rencana pelaksanaan pilkada di bulan Desember sangat beresiko, karena
hingga pertengahan bulan Mei ini angka penyebaran Covid-19 masih menunjukkan adanya
peningkatan. Namun demi menjalankan pilkada konvensional tersebut, setidaknya ada dua
aspek hak dalam HAM yang utama dan hendaknya menjadi perhatian khusus dalam
penyelenggaraan pilkada serentak ditengah pandemi Covid-19, yaitu hak atas kesehatan dan
hak atas politik (memilih dan/ atau dipilih). Negara berkewajiban untuk melakukan pemenuhan
HAM terhadap masyarakat, sehingga negara tidak boleh lalai dan mengabaikan hak atas
kesehatan hanya demi berjalannya kontestasi politik dalam pilkada. Pengabaian terhadap hak
atas kesehatan terlebih di tengah penyebaran pandemi Covid-19 akan berdampak pula pada
hak lainnya terutama menyangkut hak atas hidup seseorang. Mengingat transmisi penyebaran
Covid-19 yang terjadi begitu cepat dan meluas. Terlebih, orang-orang dengan penyakit bawaan
kronis, memiliki resiko kematian lebih tinggi bila terjangkit Covid-19 (Susiloet.al,2020).
Selain itu, hingga kini belum ada obat untuk menangkal Covid-19, para ilmuwan masih
berlomba-lomba mencari vaksin yang tepat. Berkaca pada Korea Selatan yang dianggap
berhasil melaksanakan pemilu legislatif di tengah pandemi Covid-19, sangat memperhatikan
aspek hak atas kesehatan. Korea Selatan melakukan penyesuaian secara ketat protokol
kesehatan, sehingga patut dicontoh, namun dengan pertimbangan yang sangat matang dari
berbagai aspek kehidupan masyarakat. Indonesia memerlukan kajian yang mendalam dan
menyeluruh sebelum memutuskan benar-benar melaksanakan pilkada ditengah pandemi
Covid-19. Korea Selatan dipilih menja di percontohan, sebab ia lebih dekat secara kultural
dengan Indonesia (Bangsa Timur), ketimbang Jerman dan Amerika (Bangsa Barat) atau

Makalah pendidikan kewarganegaraan 24


Bangsa Afrika lainnya. KPU bersama Pemerintah dan DPR RI tentu harus membuat peraturan
baru baik dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) maupun kebijakan pemerintah
lainnya untuk menunjang penyelenggaraan pilkada di tengah pandemi Covid-19. Sebagaimana
kita ketahui, protokol kesehatan Covid-19 mengharuskan kita untuk physical distancing dan
melarang kita untuk berkerumun, rajin mencuci tangan, menerapkan kesadaran dan etika ketika
batuk, bersin, ataupun demam (Susiloet,al,2020). Padahal, penyelenggaraan pilkada tentu akan
berpotensi menimbulkan kerumunan.

Maka, KPU sebagai penyelenggara hendaknya mengatur beberapa hal terkait protokol
kesehatan dalam penyelenggaraan pilkada (Landman& Splendore,2020), diantaranya:

• Pembatasan jumlah masa ketika kampanye atau kegiatan-kegiatan politik lainnya yang
menyangkut pilkada
• Mengatur pola dan mekanisme verifikasi dan pencocokan data Pemilih oleh petugas
(seperti yang telah dilaksanakan, dari yang dulunya mendatangi tiap rumah, sekarang
dikoordinasi oleh Ketua RT) termasuk data dukungan calon perseorangan
• Pembatasan jumlah pemilih yang diperkenankan berada dalam Tempat Pemungutan
Suara (TPS)
• Menyediakan cairan pembersih tangan, alat pengukur suhu tubuh, dan bilik khusus
untuk pemilih yang terindikasi demam di setiap TPS
• Mewajibkan pengukuran suhu tubuh kepada setiap pemilih atau petugas yang hendak
memasuki TPS
• Mewajibkan petugas melakukan pemeriksaan kesehatan umum di fasilitas kesehatan
tertentu yang ditunjuk untuk memastikan kesehatan dan kesiapan fisik sebelum
bertugas
• Mewajibkan pemilih maupun petugas menggunakan alat pelindung diri berupa masker
dan beberapa perangkat lainnya
• Memfasilitasi dan menjamin hak pilih warga yang berada di luar daerah pemilih,
dengan opsi pengiriman surat suara melalui kantor pos layaknya pemilu bagi WNI di
luar negeri.

Ketentuan mengenai 200 andemic kesehatan itu hendaknya di norma kan dalam PKPU yang
juga memuat sanksi-sanksi tertentu agar memiliki kekuatan berlaku mengikat dan efektif.
Protokol kesehatan yang demikian ketat memang harus diterapkan ketika kita memilih
melaksanakan pilkada secara langsung di TPS. Korea Selatan pun melaksanakan 200 andemic

Makalah pendidikan kewarganegaraan 25


kesehatan yang serupa. Konsekuensinya, memang hal ini akan menambah anggaran
pengeluaran 200 andem untuk perhelatan pilkada. Padahal, Perppu No.2 Tahun 2020 secara
substansi tak memberikan penambahan anggaran untuk perhelatan pilkada serentak 2020.
Tentu ini menjadi masalah lain yang penting pula, karena saat ini anggaran pengeluaran 200
andem difokuskan untuk penanganan dan penanggulangan 200 andemic Covid-
19.Keberhasilan penyelenggaraan pilkada tersebut membutuhkan komitmen serius baik dari
pemerintah maupun masyarakat. Pemerintah perlu berkerja keras dalam menangani Covid-19
dan diimbangi dengan kesadaran masyarakat atas aspek kesehatan dan hak konstitusionalnya.
Artikel ini bermaksud untuk mendiskursus kan berbagai aturan guna memfasilitasi pilkada
sesuai protokol kesehatan. Tujuannya adalah menjamin hak pilih serta hak kesehatan
masyarakat.

Makalah pendidikan kewarganegaraan 26


BAB III

PENUTUP
KESIMPULAN

Covid-19 mengganggu penyelenggaraan pilkada di Indonesia. Kondisi menunjukkan,


hingga akhir Mei 2020 jumlah kasus Covid-19 masih terus meningkat. Pilkada langsung
terancam tidak dapat digelar, konsekuensi logisnya terjadi kekosongan jabatan kepala
daerah. Untuk mencegah kekosongan tersebut, beberapa alternatif pola pengisian jabatan
kepala daerah dapat menjadi solusi, diantara nya melalui penunjukkan penjabat sementara
atau pelaksana tugas (Plt), Pilkada tidak langsung, dan Pilkada menggunakan sistem
Pemilu elektronik. Masing-masing pola memiliki kelebihan dan kekuranganya, dengan
argumentasi logis dan yuridis yang kuat dan dapat menjadi pertimbangan. Namun,
ketentuan Perppu No.2 Tahun 2020 masih memilih cara Pilkada langsung secara
konvensional. Patut diapresiasi bahwa pemerintah berupaya untuk mewujudkan hak
konstitusional warganegara melalui penyelenggaran pilkada. Catatan pentingnya ialah, hak
untuk memilih adalah HAM, demikian pula hak hidup dan hak atas kesehatan. Karena itu,
Pemerintah wajib memastikan protokol kesehatan Covid-19 dijalankan secara ketat ketika
pelaksanaan proses pilkada. Protokol kesehatan itu hendaknya dinormakan dalam PKPU
dengan disertai sanksi agar memiliki kekuatan berlaku mengikat dan efektif. Penerapan
protokol kesehatan ketika pilkada tentu berakibat pada kenaikan anggaran pengeluaran
negara. Inilah harga yang harus dibayar untuk memastikan kesehatan warga negara dan
keniscayaan sebuah demokrasi. Diskursus hukum tentang penyelenggaraan pilkada di
tengah pandemi harus dilakukan, untuk memperbaharui dan menyesuaikan norma-norma
sesuai normal baru yang tercipta karena pandemi.

Makalah pendidikan kewarganegaraan 27


DAFTAR PUSTAKA

- Gramediablog.” Pengertian Demokrasi:Sejarah, Ciri, Tujuan, Macam dan Prinsip”. Dari


halaman : https://www.gramedia.com/literasi/demokrasi/. [di akses pada 30 April 2021]
- RuangGuru.” Sejarah dan Proses Penerapan Demokrasi di Indonesia”. Dari halaman :
https://www.ruangguru.com/blog/sejarah-kelas-11-akar-dan-proses-proses-penerapan-
demokrasi-indonesia. [di akses pada 30 April 2021]
- Tirto.id. “Pengertian Demokrasi Pancasila: Sejarah, Prinsip, & Ciri-cirinya”. Dari halaman
: https://tirto.id/pengertian-demokrasi-pancasila-sejarah-prinsip-ciri-cirinya-gcJE. [di akses
pada : 30 April 2021]
- Ejurnal.undip. “Diskursus Hukum:Alternatif Pola Pengisian Jabatan Kepala DaerahdiMasa
PandemiCovid-19”. Dari halaman:
https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/jphi/article/view/8463/4436. [di akses pada : 30
April 2021]

Makalah pendidikan kewarganegaraan 28


LAMPIRAN

Beberapa foto tentang pemilihan kepala daerah/ pemilihan umum

https://images.app.goo.gl/WbcMxYUJyUJRqyyz https://images.app.goo.gl/2AmzdDHNtSvWJ1My7

https://images.app.goo.gl/xVnrmhdNdnhZAqYp8

https://images.app.goo.gl/bPeTQqgXheQi6vkx7

Makalah pendidikan kewarganegaraan 29

Anda mungkin juga menyukai