Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PEMILIHAN KEPALA DAERAH PADA MASA


PANDEMI COVID-19
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen Pengampu: Ibu Dwi Reetno Ayu

Disusun Oleh :
Diana Putri Rahayu
201431006
1E-Analis Kimia

POLITEKNIK
NEGERI BANDUNG
TEKNIK KIMIA / D3-
ANALIS KIMIA
Tahun Ajaran
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
rahmat-Nya sehingga penulis diberi kesempatan yang luar biasa ini yaitu
kesempatan untuk menyelesaikan tugas penulisan makalah tentang “Pemilihan
Kepala Daerah Pada Masa Pandemi Covid-19.” Atas dukungan moral dan materil
yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka penulis mengucapkan terima
kasih kepada ibu Dwi Retno Ayu selaku dosen mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan.

Penulis berharap dengan sungguh-sungguh supaya makalah ini mampu


berguna serta bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan sekaligus wawasan
terkait pembelajaran dari pemilihan umum kepala daerah di era pandemic Covid-
19 ini.

Bagi penulis merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan


makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis. Untuk itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini. Penulis pun memohon maaf yang sebesar-
besarnya apabila dalam penyusunan makalah ini terdapat perkataan yang tidak
berkenan di hati.

Bandung, 02 April 2021

Penulis

Diana Putri Rahayu


i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 2

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Tujuan 2

1.4 Manfaat 2

BAB II PEMBAHASAN 3

2.1 Pengertian Pilkada 3

2.2 Sejarah Pilkada di Indonesia 6

2.3 Proses atau Pelaksanaan Pilkada pada Masa Pandemic Covid-19 15

2.4 Tantangan Selama Proses Pilkada di Masa Pancemic Covid-19 17

BAB III PENUTUP 20

KESIMPULAN 20

DAFTAR PUSTAKA 21

Diana Putri Rahayu


ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan suatu wujud nyata
dari demokrasi dan menjadi sarana bagi rakyat dalam menyatakan
kedaulatan. Kedaulatan rakyat dapat diwujudkan dalam proses Pilkada
untuk menentukan siapa yang harus menjalankan pemerintahan suatu
wilayah. Dengan adanya Pilkada maka telah dilaksanakan kedaulatan
rakyat sebagai perwujudan hak asas politik rakyat, selain itu dengan
adanya Pilkada maka dapat melaksanakan pergantian pemerintahan secara
aman, damai dan tertib, kemudian untuk menjamin kesinambungan
pembangunan daerah.
Pilkada pada dasarnya sama dengan pilpres yang dilaksanakan 5
tahun sekali dan keduanya diselenggarakan untuk memilih pemimpin
secara langsung. Pemilihan kepala daerah pada tahun ini sangatlah berbeda
dari Pilkada-Pilkda sebelumnya, di karenakan ini pertama kalinya
dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah di tengah -tengah pandemi Covid-
19. Berkenaan dengan adanya Pilkada Serentak pada tahun 2020 yang juga
bersamaan dengan terjadinya Pandemi covid-19, Pemerintah dengan sigap
dan tepat juga memikirkan dan mengantisipasi agar Pilkada ini tetap
terlaksana.
Presiden menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 tahun 2020 yang mengatur tentang
penundaan Pilkada.Perpu ini mengatur tentang perubahan ketiga atas
Undang-Undang nomor 1 tahun205 tentang penetapan Perpu nomor 1
tahun 2014tentang pemilihan Gubernur,Bupati, dan Walikota menjadi
Undang-Undang. Dalam salinan yang didapat dariJaringan
Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Kementerian
SekretariatNegara, Perpu ini dibuat karena pandemi Covid-19 yang
menyerang Indonesiadan telah menelan banyak korban.Atas dasar itu,

Diana Putri Rahayu


1
Perpu nomor 2 tahun 2020dibuat untuk memastikan Pilkada dapat
berlangsung secara demokratis danberkualitas serta untuk menjaga
stabilitas politik dalam negeri.
PKPU Nomor 5 Tahun 20204ini merupakan
perubahanketiga atasPeraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15
Tahun 2019 tentang Tahapan,Program, dan Jadwal Penyelenggaraan
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur,Bupati dan Wakil Bupati,
dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2020.KPU mengatakan
seluruh tahapan pilkada akan diatur sesuai dengan protokolkesehatan.
KPU juga berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan
GugusTugas Percepatan Penanganan COVID-19.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Pilkada?
2. Bagaimana sejarah Pilkada di Indonesia?
3. Bagaimaa Proses atau pelaksanaan Pilkada di masa Pandemi
Covid-19?
4. Apa yang mejadi tantangan Pilkada pada masa Pandemi Covid-19?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Pilkada
2. Untuk mengetahui sejarah Pilkada di Indonesia
3. Untuk mengetahui proses atau pelaksanaan Pilkada di masa
Pandemi Covid-19
4. Untuk mengetahui tantangan yang dihadapi selama pilkada pada
masa Pandemi Covid-19
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan ini yaitu penulis dapat mengetahui
pengertian dan sejarah bagaimana penyelenggaraan pilkada di indonesia.
Selain itu juga penulisan ini memberikan wawasan mengenai proses atau
pelaksanaan serta tantangan yg dihadapi selama pilkada di masa Pandemi
Covid-19.

Diana Putri Rahayu


2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pilkada
Setiap Daerah di indonesia Mempunyai Pemimpin diantaranya
adalah Gubernur, Bupati dan wali kota. Nah untuk memilih pemimpin
tersebut maka pemerintah pusat melaksanakan pemilihan langsung yang
dilakukan oleh rakyat dalam satu daerah. Pemilihan ini biasa disebut
sebagai PILKADA.
Pemilihan kepala daerah atau yang biasa disebut PILKADA atau
Pemilukada dilakukan secara langsung oleh penduduk daerah
administratif setempat yang memenuhi syarat. Pemilihan kepala daerah
dilakukan satu paket bersama dengan wakil kepala daerah. Kepala
daerah dan wakil kepala daerah yang antara lain Gubernur dan wakil
gubernur untuk provinsi, Bupati dan wakil bupati untuk kabupaten,
serta Wali kota dan wakil wali kota untuk kota.

Pilkada diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU)


Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dengan diawasi oleh Panitia
Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Provinsi dan Panwaslu
Kabupaten/Kota. Sedangkan Khusus untuk daerah Aceh, Pilkada
diselenggarakan oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) dengan
diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan Aceh (Panwaslih Aceh).

Diana Putri Rahayu


3
Pengertian Lain tentang Pilkada adalah Pemilihan Gubernur dan
pemilihan Bupati/Walikota yang merupakan sarana pelaksanaan
kedaulatan rakyat di provinsi dan Kabupaten/Kota untuk memilih
Gubernur dan Bupati/Walikota berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 
Dalam penyelenggaraan PILKADA telah diatur dalam Undang-
Undang berikut adalah Dasar Hukum Penyelenggaraan PILKADA yang
antara lain adalah :
1. Undang-undang (UU) Nomor: 32 tentang Pemerintah Daerah
2. Undang-undang (UU) Nomor: 32 tentang Penjelasan Pemerintahan
Daerah
3. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 17 tentang “Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan,
Pengesahan Pengangkatan, Dan Pemberhentian Kepala Daerah Dan
Wakil Kepala Daerah”.
4. PP Pengganti UU Nomor: 3 tentang PERPU NO 3 TAHUN 2005
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2008
Tentang perubahan ketiga atas peraturan pemerintah Nomor 6 Tahun
2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan
Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
1. Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang selanjutnya
disebut pemilihan adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di
wilayah Provinsi, dan/atau Kabupaten Kota berdasarkan pancasila
dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
untuk memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
2. Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah Gubernur dan
Wakil
3. Gubernur untuk Provinsi, Bupati dan Wakil Bupati untuk Kabupaten
serta Walikota dan Wakil Walikota untuk Kota.
Sesuai dengan ketentuan yang termaksud dalam Pasal 58 Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Pasal 38 Peraturan Pemerintah
Nomor 5 Tentang Pemilihan Pengesahan Pengangkatan, dan

Diana Putri Rahayu


4
Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah warga
Negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat.
1. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Mah Esa.
2. Setia kepada Pancasila sebagai dasar Negara, UUD NRI Tahun
1945, cita- cita Proklamasi 17 Agustus 1945, dan kepada NKRI serta
pemerintah.
3. Berpendidikan sekurang-kurangnya Sekolah Lanjut Tingkat Atas
dan atau sederajat.
4. Berusia sekurang-kurangnya 30 tahun.
5. Sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan Kesehatan
menyeluruh dari tim dokter.
6. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum karena melakukan
tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5
tahun atau lebih.
7. Tidak sedang cabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
8. Mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya.
9. Menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk
diumumkan.
10. Tidak sedang dalam memiliki tanggungan hutang secara
perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung
jawab yang merugikan keuangan Negara.
11. Tidak sedang dinyatakan vailid berdasarkan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
12. Tidak pernah melakukan perbuatan tercela.
13. Memiliki NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) atau yang belum
mempunyai NPWP, wajib mempunyai bukti pembayaran pajak.
14. Menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap yang memuat antara lain
riwayat pendidikan dan pekerjaan, serta keluarga kandung, suami
atau istri.

Diana Putri Rahayu


5
15. Belum pernah menjabat sebagai kepala daerah atau wakil kepala
daerah, selama 2 kali masa jabatan yang sama, dan.
16. Tidak dalam status jabatan kepala daerah.

2.2 Sejarah Pilkada Di Indonesia


Berbicara mengenai sejarah pilkada pada masa UUD 1945,
Konstitusi RIS dan UUDS 1950 sangat jauh berbeda dengan masa
sekarang ini. Pada masa itu pemilihan kepala daerah bersifat langsung,
karena dipilih dalam sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat
(DPRD). Dapat dibandingkan dengan UUD NRI 1945 sekarang ini,
sangat jelas tertera pengaturannya di pasal 18 Ayat (4) yang
menyatakan bahwa Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing
sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota
dipilih secara demokratis.
Pascareformasi, demokrasi di Indonesia mengalami perkembangan
sangat pesat, Peningkatan partisipasi publik dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara disalurkan melalui pengaturan mekanisme yang semakin
mencerminkan prinsip keterbukaan dan persamaan bagi segenap warga
negara. Salah satu bentuknya adalah pelaksanaan pemilihan umum
untuk anggota legislatif dan pemilihan Presiden secara langsung, serta
pemilihan Kepala Daerah (pilkada). Diantara beberapa mekanisme
demokrasi yang telah dijalankan, pilkada mendapat perhatian luas dan
masih banyak mengundang pertanyaan. Bahkan ada yang mengusulkan
perubahan terhadap UUD 1945. Salah satunya karena pelaksanaan
pilkada dimulai banyak menimbulkan efek negatif.
Pemilihan kepala daerah secara langsung telah menjadi
perkembangan baru dalam memahami “dipilih secara demokratis”
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 18 ayat (4) UUD RI Tahun 1945.
Oleh karena itu jika UU No.23 Tahun 2014 memberikan ruang yang
luas terhadap pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat. Hal
ini memang merujuk ke Pasal 18 Ayat (4) UUD RI tahun 1945 itu.
Dalam perspektif sosiologis ada desakan sosial yang bergeloga dan

Diana Putri Rahayu


6
bergejolak ketika era repormasi yang menuntut adanya demokratisasi
dan transparansi dalam pemerintahan baik pusat maupun daerah. Salah
satu wujud dari demokratisasi itu adalah dilaksanakanya pemilihan
kepala daerah secara langsung. Dengan demikian diharapkan kepada
daerah yang benar-benar representativ. Apresiasi rakyat lebih
terakomodasi dengan pemilihan kepala daerah secara langsung itu.
Tetapi sistem yang demikian memang masih menimbulkan masalah
yakni ketika calon kepala daerah dan wakil kepala daerah harus melalui
partai politik. UU No 32 tahun 2004 “ menyebutkan peserta pemilihan
kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah pasangan calon yang
diusulkan secara berpasangan oleh partai politik atau gabungan partai
politik”
Perkembangan selanjutnya, sebagai tindak lanjut dekrit presiden,
pada tanggal 16 November 1959 pemerintah mengeluarkan penetapan
presiden Nomor 6 Tahun 1959 tentang pengangkatan kapala daearh
untuk mengatur pemerintahan daerah agar sejalan dengan UUD 1945.
Dalam penetapan presiden Nomor 6 tahun 1959 tersebut, sistem
pemilihan kepala daerah yaitu kepala daerah diusulkan oleh DPRD, tapi
diangkat oleh presiden untuk kepala daerah tingkat I, dan oleh menteri
dalam negeri untuk kepala daerah tingkat II. Seolah masih belum juga
menemukan pengaturan yang tepat tentang pemerintah daerah, sehingga
pada pertengahan dekade Tahun 1990 telah timbul tuntutan yang
semakin kuat untuk merevisi sistem pemerintahan daerah agar sejalan
dengan semangat demokrasi terpimpin dan nasakom (Kelompok Partai
Nasionalis, Agama, dan Komunis). Perubahan tersebut kemudian
dituangkan dalam UU Nomor 1965 tentang pokok- pokok pemerintahan
Daerah, tetapi masih menggunakan sistem pemilihan kepala daerah
yang sama dengan sebelumnya, yaitu diangkat oleh presiden untuk
daerah tingkat I, dan oleh Menteri Dalam Negeri untuk kepala daerah
tingkat II.
Kemudian pada massa orde baru, sebagai tindak lanjut dari
peristiwa G 30 S PKI yang kemudian diikuti dengan lahirnya masa orde

Diana Putri Rahayu


7
baru, pemerintah mengeluarkan UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang
pokok-pokokk pemerintahan di Daerah, UU tersebut mengatur sistem
pemilihan kepala daerah dengan cara pencalonan oleh fraksi di DPRD
yang memenihu syarat, kemudian menominas ikan calon kepala daerah
tersebut kepada presiden dan kemudian diputuskan dan di angkat oleh
presiden.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang
pemilihan Gubernur, Bupati dan WaliKota merupakan koreksi atas
kekurangan pelaksanaan pilkada yang dilaksanakan secara langsung
berdasarkan evaluasi atas penyelenggaraan pemilihan Gubernur/ Wakil
Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota secara
langsung sejauh ini menunjukan fakta bahwa biaya yang dikeluarkan
oleh Negara dan oleh pasangan calon untuk menyelenggarakan
pemilihan umum secara langsung sangat besar dan berpotensi pada
peningkatan korupsi. Kementerian Dalam Negeri mencatat sekitar
330% atau sekitar 82,22% kepala daerah tersangkut kasus korupsi.
Menurut pasal 3 UU No. 22 Tahun 2014, Gubernur dipilih oleh
anggota DPRD Provinsi secara demokratis berdasarkan asas bebas,
terbuka, jujur dan adil. Sedangkan bupati dan walikota dipilih oleh
anggota DPRD kabupaten/kota secara demokratis berdasarkan asas
bebas, terbuka, jujur dan adil. Pilkada dilaksanakan setiap lima tahun
sekali serentak secara nasional
dan calon Gubernur, Bupati, walikota harus mengikuti uji
Publik.Pelaksanaan pilkada secara serentak dimaksud sebagai salah satu
cara untuk mengilangkan praktek kecurangan para calon melalui
mobilitas massa memilih antara daerah. Praktek yang terjadi selama ini
banyak calon kepala daerah yang melakukan mobilitas masa pemilih
dari luar daerah agar mendapat suara memilih. Sedangkan uji publik
dimaksudkan agar melahirkan keplaa daerah yang memiliki
kompetensi, integritas, kapabilitas serta memenuhi unsur akseptabilitas.
Perpu No 1 Tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan
walikota ditetapkan menjadi Undang-Undang No 1 Tahun 2015 tentang

Diana Putri Rahayu


8
penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang nomor 1
Tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, Walikot, menjadi
Undang-Undang. Ketentuan dalam peraturan pemerintahan pengganti
Undang-Undang nomor 1 Tahun 2014 yang telah ditetapkan menjadi
UU No.1 Tahun 2015 dirasakan masih terdapat beberapa inkonsistensi
dan memisahkan sejumlah kendala jika dilaksanakan, oleh karenaya
perlu disempurnakan. Penyelenggaraan pilkada menurut UU No.8
Tahun 2015 menjadi penyempurnaan dari UU No.1 Tahun 2015.
Beberapa penyempurnaan tersebut antara lain: penyelenggaran
pemilihan, tahapan penyelenggaran pemilihan, pasangan calon,
persyaratan calon perseorangan, penetapan calon terpilih, persyaratan
calon dam pemungutan secara serentak. Adanya perubahan sistem
pemilihan kepala daerah di Indonesia ditandai dengan telah
diberlakukanya bebrbagai peraturan perundang-undangan terkait
dengan pemerintahan daerah. Dalam konteks sejarah pemilihan kepala
daerah, beberapa gugatan perselisihan hasil pilkada kepengadilan
tinggi/ mahkamah agung hanya dapat diajukan apabila mempengaruhi
hasil penetapan perolehan suara oleh KPU secara signifikat.
Maka dari itu dapat disimpulkan mekanisme pengisian jabatan
kepala daerah di Indonesia pernah mengikuti berbagai sistem sejak
kemerdekaan. Retno Saraswati, dalam artikelnya di jurnal Masalah-
Masalah Hukum yang berjudul “Calon Perseorangan: Pergeseran
Paradigma Kekuasaan dalam Pemilu” tahun 2011, menyebutkan empat
sistem pemilihan kepala daerah yang pernah digunakan di Indonesia
sebelum pemilihan langsung.
Pertama, sistem penunjukan atau pengangkatan oleh pusat. Sistem
ini sudah digunakan sejak masa Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda,
penjajahan Jepang, serta setelah kemerdekaan. Setelah kemerdekaan,
pemerintah menggunakan sistem ini berdasarkan UU 1/1945, UU
22/1948, dan UU 1/1957.
Kedua, sistem penunjukan. Sistem ini digunakan berdasarkan
Penetapan Presiden 6/1959 jo Penetapan Presiden 5/1960, UU 6/1956,

Diana Putri Rahayu


9
dan UU 18/1956, atau yang dikenal dengan era Dekrit Presiden. Selain
itu, sistem ini juga diberlakukan berdasarkan Penetapan Presiden
6/1959 jo Penetapan Presiden 5/1960 disertai alasan “situasi yang
memaksa”.
Ketiga, sistem pemilihan perwakilan. Sistem ini merupakan
perwujudan UU 5/1974. Dengan sistem ini, pemilihan kepala daerah
dilakukan oleh lembaga DPRD. Selanjutnya, presiden akan menentukan
calon kepala daerah terpilih.
Keempat, sistem pemilihan perwakilan (murni). Sistem ini
mendasarkan pelaksanaannya pada UU 18/1965 dan UU 22/1999.
Dengan sistem ini, kepala daerah dipilih secara murni oleh lembaga
DPRD tanpa intervensi pemerintah pusat.
Selanjutnya, sejak 2005, pemilihan kepala daerah dilakukan secara
langsung berdasarkan UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dasar
hukum penyelenggaraan pilkada periode 2005-2008 menggunakan
undang-undang tersebut yang kemudian mengalami dua kali perubahan.
Perubahan pertama melalui UU 8/2005 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005
menjadi Undang-Undang. Perubahan kedua melalui UU 12/2008
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam UU 32/2004, disebutkan bahwa partai politik merupakan
satu-satunya institusi yang bisa mengajukan pasangan calon peserta
pemilihan kepala daerah. Hal itu menunjukkan pilkada yang
dilangsungkan pada periode 2005-2008 merupakan arena kuasa
istimewa partai politik.
Dengan kata lain, partai politik memiliki posisi kuat dalam hal
pengajuan pasangan calon peserta pilkada dibandingkan dengan
institusi atau lembaga lain, misalnya organisasi kemasyarakatan,
asosiasi, maupun lembaga berbadan hukum. Hanya melalui pintu partai
politiklah seseorang atau kandidat bisa memiliki kesempatan untuk
berkompetisi menjadi calon pemimpin di daerah.

Diana Putri Rahayu


10
Akan tetapi, berdasarkan UU 12/2008, sumber calon kepala daerah
maupun wakilnya tak lagi hanya berasal dari partai politik, tetapi juga
dari calon perseorangan. Munculnya kesempatan bagi calon
perseorangan berawal dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
5/PUU-V/2007 tanggal 23 Juli 2007 tentang Calon Perseorangan.
Putusan MK tersebut lantas ditindaklanjuti dengan pembentukan UU
12/2008.
Dengan terbitnya UU 12/2008, terbuka kesempatan bagi calon
kepala daerah untuk maju dalam pemilihan tanpa harus melalui
pengajuan dari partai politik.

PILKADA SERENTAK

Seiring dengan makin maraknya penyelenggaraan pilkada di


berbagai daerah, pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,
pemerintah menerbitkan UU 22/2014 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota. UU tersebut disahkan dan ditandatangani
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di pengujung masa tugasnya
sebagai presiden pada 30 September 2014.

Undang-Undang tersebut mengembalikan mekanisme pemilihan


kepala daerah kepada DPRD. Namun, UU 22/2014 mendapatkan
penolakan yang luas oleh rakyat. Oleh karena itu, pada 2015 di era
pemerintahan Presiden Joko Widodo, pemerintah menerbitkan UU
1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2014 Menjadi Undang-Undang.

Dengan UU tersebut, kepala daerah kembali dipilih secara


langsung oleh rakyat. Regulasi ini juga menandai era pilkada serentak.
Beberapa tahun sebelumnya, pilkada dilaksanakan pada tahun yang
sama, tetapi pelaksanaannya belum tentu pada bulan dan tanggal yang
sama.

Diana Putri Rahayu


11
Sesuai dengan dinamika perkembangan politik, UU 1/2015
mengalami empat kali pembaruan. Pembaruan pertama melalui UU
8/2015 tentang Perubahan atas UU 1/2015. Pembaruan kedua terjadi
melalui UU 10/2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU 1/2015.
Pembaruan ketiga dilakukan melalui Perppu 2/2020 tentang Perubahan
Ketiga atas UU 1/2015. Perppu 2/2020 ditandatangani Presiden Joko
Widodo pada 4 Mei 2020. Produk hukum ini mengatur perlunya
penundaan pelaksanaan pilkada serentak di tengah pandemi. Perubahan
keempat terjadi melalui UU 6/2020 tentang Penetapan Perppu 2/2020
Menjadi Undang-Undang.

Dengan demikian, UU 6/2010 merupakan aturan terbaru sebagai


dasar penyelenggaraan pilkada serentak di tengah pandemi Covid-19.
Undang-Undang ini ditandatangani Presiden Joko Widodo pada tanggal
11 Agustus 2020 tanpa banyak mengubah ketentuan syarat pencalonan
kepala daerah sebagaimana tercantum dalam UU 10/2016. Teknis
tahapan dan pelaksanaan pilkada di tengah pandemi selanjutnya
dituangkan dalam peraturan KPU.

Semula, Pilkada Serentak 2020 akan dilaksanakan pada tanggal 23


September 2020. Akan tetapi, karena pandemi virus korona belum
mereda, pelaksanaan pilkada dilaksanakan pada 9 Desember 2020.

Diana Putri Rahayu


12
Pilkada Serentak 2020 dilaksanakan di 270 daerah, dengan perincian 9
provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.

PENTINGNYA PILKADA LANGSUNG

Pilkada lansung perlu dilakukan dengan berbagai alasan. Dalam


artikel “Dinamika Politik Pilkada Serentak” yang diterbitkan Pusat
Penelitian Badan Keahlian DPR RI 2017, disebutkan sejumlah latar
belakang perlunya penyelenggaraan pilkada langsung di negara ini.

Pertama, pilkada secara langsung diperlukan untuk memutus mata-


rantai oligarki pimpinan partai dalam menentukan pasangan kepala dan
wakil kepala daerah yang dipilih oleh DPRD. Selain itu, pemilihan oleh
segelintir anggota DPRD pun cenderung oligarkis karena berpotensi
sekadar memperjuangkan kepentingan para elite politik belaka.

Kedua, pilkada langsung diharapkan dapat meningkatkan kualitas


kedaulatan dan partisipasi rakyat. Secara langsung, rakyat dapat
menentukan dan memilih pasangan calon yang dianggap terbaik dalam
memperjuangan kepentingan mereka.

Diana Putri Rahayu


13
Ketiga, pilkada langsung bagaimanapun mewadahi proses
seleksi kepemimpinan secara bottom–up dan sebaliknya meminimalkan
lahirnya kepemimpinan yang di-drop dari atas atau bersifat top-down.

Keempat, pilkada langsung diharapkan dapat meminimalkan


politik uang yang umumnya terjadi secara transaksional ketika
pemilihan dilakukan oleh DPRD. Karena diasumsikan relatif bebas dari
politik uang, pimpinan daerah produk pilkada langsung diharapkan
dapat melembagakan tata kelola pemerintahan yang baik dan
menegakkan pemerintah daerah yang bersih.

Kelima, pilkada langsung diharapkan meningkatkan kualitas


legitimasi politik eksekutif daerah sehingga dapat mendorong stabilisasi
politik dan efektivitas pemerintahan lokal.

PILKADA SERENTAK

Sementara itu, pilkada langsung yang diselenggarakan secara


serentak sejak 2015 hingga sekarang dimaksudkan untuk
meminimalkan biaya, baik sosial, politik, maupun ekonomi.

Sebelum dilaksanakan secara serentak, hampir setiap pekan


berlangsung pilkada di daerah atau wilayah yang berbeda-beda, baik di
provinsi, maupun kabupaten dan kota. Selain itu, meskipun bersifat
lokal, dinamika politik pilkada berpotensi menimbulkan gejolak yang
dipicu banyak faktor.

Di samping sebagai upaya meminimalkan biaya sosial, politik, dan


ekonomi, pilkada langsung secara serentak diharapkan lebih efisien dari
segi waktu dan biaya. Walaupun pilkada berlangsung di daerah,
segenap dinamika yang menyertainya menyita perhatian dan energi.
Melalui pilkada serentak, segenap dinamika yang menyertai pilkada
disatuwaktukan agar perhatian dan energi bangsa selebihnya tercurah
untuk pembangunan. Efisiensi yang sama diharapkan dapat dilakukan
dalam pembiayaan pilkada.

Diana Putri Rahayu


14
Pada saat menjelang pilkada, APBD tersedot untuk segenap
keperluan atas nama keberhasilan pilkada. Melalui pilkada serentak,
yang sebagian pembiayaannya menjadi beban APBN, diharapkan
terjadi efisiensi anggaran terkait pengeluaran untuk pesta demokrasi
lokal tersebut.

Dalam rangka meminimalkan potensi konflik sosial dan gejolak


politik serta demi lebih efektif dan efisien, pemerintah dan DPR
bersepakat menyelenggarakan pilkada langsung secara serentak secara
bertahap. Diharapkan, pilkada serentak secara nasional dapat
terselenggara pada tahun 2024.

2.3 Proses Atau Pelaksanaan Pilkada Pada Masa Pandemi Covid-19


Pemilihan kepala daerah pada tahun 2020 sangatlah berbeda dari
Pilkada-pilkda sebelumnya, di karenakan ini pertama kalinya
dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah di tengah–tengah pandemi
Covid-19. Berkenaan dengan adanya Pilkada Serentak pada tahun 2020
yang juga bersamaan dengan terjadinya Pandemi covid-19, Pemerintah
dengan sigap dan tepat juga memikirkan dan mengantisipasi agar
Pilkada ini harus tetap Terlaksana.

Pemerintah, DPR bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU)


maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bersepakat membuat
aturan baru agar proses Pilkada Serentak 2020 tetap berlangsung sesuai
protokol kesehatan. Aturan tersebut terdapat dalam Peraturan Komisi

Diana Putri Rahayu


15
Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 6 tahun 2020 yang ditetapkan pada 6
Juli 2020. Di dalamnya, diatur protokol kesehatan pada saat pemilihan,
terkait TPS, petugas, dan pemilih. Di tiap TPS, jumlah total pemilih
dibatasi dan akan disediakan tempat cuci tangan serta pengecekan suhu
badan. Pemilih diwajibkan mengenakan masker, datang sesuai dengan
jadwal yang ditentukan, hingga menjaga jarak antrean. Di sisi lain,
petugas akan dites Covid-19 dan diwajibkan mengenakan sarung
tangan, masker, dan face shield.
Penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada)
diselenggarakan pada 9 Desember 2020 pada 309 kabupaten/kota di
seluruh Indonesia dan melibatkan sekitar 105 juta pemilih. Kampanye
dijadwalkan dimulai pada 26 September sampai 5 Desember, dan masa
tenang dimulai pada 6-8 Desember. Kampanye pilkada secara tatap
muka / luring (luar jaringan) / offline harus mengutamakan protokol
kesehatan dan tidak berkerumun. Orasi tidak di hadapan kerumunan
massa melainkan pendekatan dari rumah ke rumah penduduk.
Melakukan personal approach kepada masyarakat, datangi door to door
atau dari rumah ke rumah. Kampanye pilkada offline sulit memastikan
jumlah orang yang berkumpul dan bagaimana protokol kesehatan dapat
dilakukan dengan baik, keadaan ini harus ada pengawasan secara
komprehensif, mengingat tidak semua daerah ada akses internet.
KPU sebagai penyelenggara hendaknya mengatur beberapa hal
terkait protokol kesehatan dalam penyelenggaraan pilkada (Landman&
Splendore,2020), diantaranya:
 Pembatasan jumlah masa ketika kampanye atau kegiatan-
kegiatan politik lainnya yang menyangkut pilkada
 Mengatur pola dan mekanisme verifikasi dan pencocokan data
Pemilih oleh petugas (seperti yang telah dilaksanakan, dari yang
dulunya mendatangi tiap rumah, sekarang dikoordinasi oleh
Ketua RT) termasuk data dukungan calon perseorangan
 Pembatasan jumlah pemilih yang diperkenankan berada dalam
Tempat Pemungutan Suara (TPS)

Diana Putri Rahayu


16
 Menyediakan cairan pembersih tangan, alat pengukur suhu
tubuh, dan bilik khusus untuk pemilih yang terindikasi demam
di setiap TPS
 Mewajibkan pengukuran suhu tubuh kepada setiap pemilih atau
petugas yang hendak memasuki TPS
 Mewajibkan petugas melakukan pemeriksaan kesehatan umum
di fasilitas kesehatan tertentu yang ditunjuk untuk memastikan
kesehatan dan kesiapan fisik sebelum bertugas
 Mewajibkan pemilih maupun petugas menggunakan alat
pelindung diri berupa masker dan beberapa perangkat lainnya
 Memfasilitasi dan menjamin hak pilih warga yang berada di luar
daerah pemilih, dengan opsi pengiriman surat suara melalui
kantor pos layaknya pemilu bagi WNI di luar negeri.
Pilkada yang berlangsung di Tanah Air sejak 2005 merupakan
perwujudan demokrasi dan sarana aspirasi rakyat untuk memilih
pemimpin di daerahnya. Pilkada Serentak 2020 merupakan bagian
pergulatan politik yang telah mewarnai pelaksanaan pilkada selama ini.
Semua proses, hasil dan dampak, pilkada yang ada saat ini ditujukan
agar dinamika demokrasi, politik, dan kondisi ekonomi Indonesia
menjadi lebih baik.
2.4 Tantangan Selama Proses Pilkada Di Masa Pandemi Covid-19
Pandemi Covid-19 membawa tantangan baru dalam pilkada 2020.
Beberapa tantangan yang akan dihadapi dalam penyelenggaraan pilkada
kali ini yaitu terbentuknya klaster baru penyebaran covid-19 yang
disebut klaster pilkada.
Selain itu tantangan yang akan dihadapi dalam penyelenggaraan
pilkada antara lain: Pertama, ancaman kesehatan di masyarakat akan
terkenanya penyebaran wabah Covid-19 baik pemilih, peserta, panitia
maupun setiap yang turut andil dalam penyelenggaraan pemilu. Hal ini
akan berpengaruh pada jumlah partisipasi pemilih yang kemungkinan
terjadi penurunan. Akankah tren golput meningkat di masa pandemi
ini?

Diana Putri Rahayu


17
Kedua, potensi kecurangan dan money politic akan berkembang.
Mengingat jumlah partisipasi pemilih yang akan menurun karena
Covid-19. Ini menjadi daya tarik tersendiri untuk memikat pemilih atau
pendukung. Banyak cara dapat digunakan salah satunya bisa melalui
penyalahgunaan kekuasaan yang dimiliki oleh calon pemimpin atau
money politic yang sering dikenal politik uang yang akan berkembang
melalui politisasi dana bantuan sosial. Mengingat di masa pandemi ini
dana bansos baik tunai maupun sembako sangat membantu masyarakat.
Akankah ini dimanfaatkan oleh para calon pemimpin ataupun yang
mengusung calon ? Kondisi normal saja masih ada terjadi kecurangan,
kita lihat kinerja dari semua pihak yang akan berperan.
Ketiga, anggaran pembiayaan untuk Pilkada. Mengikuti protokol
kesehatan Covid-19 tentu banyak yang harus dipersiapkan mulai dari
alat untuk melindungi diri, masker, handsanitizer, desinfektan dll.
Semua itu memerlukan anggaran yang cukup besar. Bukan hanya satu
dua wilayah yang membutuhkan tetapi semua TPS di Indonesia.
Mengalokasikan anggaran yang cukup besar harus dengan kesiapan
yang matang. Keempat, kualitas dari calon bakal pemimpin.
Masyarakat disituasi saat ini jangan sampai lengah dan tidak tahu
sosok pemimpin yang mencalonkan diri. Seorang pemimpin harus
mempunyai kualifikasi yang bagus dan tepat untuk dijadikan pemimpin.
Saat ini era digital sudah canggih masyarakat dapat melihat berita,
aktivitas pemimpin dari TV, internet atau sumber lainnya. Masa
pandemi Covid-19 bukan menjadikan alasan untuk tidak tahu siapa
calon-calon pemimpinnya. Karena keberhasilan seorang pemimpin
memimpin ada ditangan kita sebagai pemilih.
Kelima, berhasil dan sukseskah pilkada dengan waktu yang
singkat? Memasuki bulan Desember tentu tidak lama lagi di tahun 2020
ini. Banyak yang harus dipersiapkan dalam menyelenggarakan pilkada
di masa pandemi ini. Verifikasi, pendataan, pencocokan, rekruitmen,
kampanye, dsb harus dipersiapkan dengan baik. Waktu yang singkat
perlu dimaksimalkan walaupun masa pandemi saat ini sulit untuk

Diana Putri Rahayu


18
beraktivitas dengan bebas. Jangan sampai hal yang dikhawatirkan
terjadi yaitu mempertaruhkan kesehatan dan keselamatan semua orang
yang terlibat.
Skenario pelaksanaan pilkada masa Covid-19 harus dianalisis
sehingga saat pengaplikasian tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.
Diluar tantangan saat pandemi ini tentu masih akan terjadi tantangan
pilkada seperti tahun-tahun sebelumnya yang pernah terselenggarakan.
Perlunya pertimbangan kembali pelaksanaan pilkada di akhir tahun
2020 ini. Menunda untuk kesehatan dan keselamatan atau melanjutkan
dengan mengikuti protokol kesehatan? Sejatinya demokrasi adalah dari
kita, oleh kita dan untuk kita.
Upaya kita untuk membangun demokrasi dengan menjamin
kesehatan dan keselamatan semua pihak perlu peran serta dan kerja kita
bersama. Oleh karena itu, pilkada 2020 di masa pandemi Covid-19 ini
diharapkan menjadi sebuah pilkada yang dapat terwujud dengan baik
dan mengikuti protokol kesehatan Covid-19.

Diana Putri Rahayu


19
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Adanya pandemic Covid-19 menghambat pada penyelenggaraan
pilkada di Indonesia. Sehingga proses Pilkada mengalami penundaan
hingga 9 Desember 2020. Pilkada Serentak 2020 dilaksanakan di 270
daerah, dengan perincian 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.
Dalam pelaksanaannya pilkada di masa Pandemi Covid-19 ini
mendapatkan beberapa tantangan. Namun, pemerintah dengan sigap
dan tepat juga memikirkan dan mengantisipasi agar Pilkada ini harus
tetap Terlaksana. Dalam penanganannya, pemerintah, DPR bersama
Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilu
(Bawaslu) bersepakat membuat aturan baru agar proses Pilkada
Serentak 2020 tetap berlangsung sesuai protokol kesehatan.
Aturan tersebut terdapat dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum
(PKPU) Nomor 6 tahun 2020 yang ditetapkan pada 6 Juli 2020. Di
dalamnya, diatur protokol kesehatan pada saat pemilihan, terkait TPS,
petugas, dan pemilih. Di tiap TPS, jumlah total pemilih dibatasi dan
akan disediakan tempat cuci tangan serta pengecekan suhu badan.
Pemilih diwajibkan mengenakan masker, datang sesuai dengan jadwal
yang ditentukan, hingga menjaga jarak antrean. Di sisi lain, petugas
akan dites Covid-19 dan diwajibkan mengenakan sarung tangan,
masker, dan face shield.

Diana Putri Rahayu


20
DAFTAR PUSTAKA

 Gramediablog.” Pengertian Demokrasi:Sejarah, Ciri, Tujuan, Macam dan


Prinsip”. Dari halaman : https://www.gramedia.com/literasi/demokrasi/.
[di akses pada 30 April 2021]
 Mudassir, Rayful. 2020. "Pilkada Tetap Jalan saat Pandemi Covid-19, Ini
Alasan Kemendagri". [Internet] tersedia pada:
https://kabar24.bisnis.com/read/20201120/15/1320525/pilkada-tetap-jalan-
saat-pandemi-covid-19-ini-alasan-kemendagri. [30 April 2021]
 Siregar, Zakariya. 2020. “PILKADA DI MASA PANDEMI COVID-19”.
[Internet] tersedia pada: https://www.uisu.ac.id/pilkada-di-masa-pandemi-
covid-19/. [30 April 2020]
 Nasional, Kontan. 2020. “7 tantangan pelaksanaan pilkada saat pandemic”
[internet] tersedia pada: https://nasional.kontan.co.id/news/ini-7-
tantangan-pelaksanaan-pilkada-saat-pandemi-1?page=2. [30 April 2021]
 KPU. 2020. “TANTANGAN PILKADA DI MASA PANDEMI COVID-
19”. [Internet] tersedi pada: https://kpu-
tanjungpinangkota.com/2020/08/tantangan-pilkada-di-masa-pandemi-
covid-19/. [01 Mei 2021]

Diana Putri Rahayu


21

Anda mungkin juga menyukai