NIM : 2061080
Jurusan: Manajemen
Semester: 2
Kelas : A2
TUGAS PERTEMUAN 06
Abstract –pancasila adalah landasan bernegara dan pandangan hidup indonesia. Pancasila
digunakan sebagai dasar bangsa indonesia, sebagai ideologi, pancasila mengandung sedikit
nilai kebaikan. Pancasila sebagai etika untuk melakukan sesuatu yang “baik” dan “benar”
serta nilai yang terkandung dalam pancasila. Hal ini penting diketahui oleh warga negara
indonesia, karena berpengaruh terhadap masa depan indonesia. Pancasila digunakan
sebagai dasar indonesia, sebagai ideologi, pancasila mengandung beberapa nilai. Etika atau
moral filosofi adalah cabang dari filosofi yang meberikan pensistematisan, pertahanan, dan
perekomendasian konsep benar dan salah satunya adalah Pancasila sebagai sistem etika
membantu kita dalam melakukan hal yang baik dengan nilai yang terkandung dalam
pancasila. Hal ini penting untuk diketahui bangsa Indonesia karena akan mempengaruhi
masa depan Indonesia.
Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata
dari Sansekerta: panca berarti lima dan sila berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan
rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sebagai pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara, tentu saja pancasila memuat
aturan aturan dan larangan larangan. Pancasilasarat akan nilai nilai seperti nilai ketuhanan,
kemanusiaan, pesatuan, kerakyatan, dan keadilan. Oleh karena itu, secara normatif, Pancasila
dapat dijadikan acuan atas tindakan baik, dan secara filosofis dapat dijadikan sebagai
persperktif kajian atas nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat. Nilai dan norma
tersebut bersifat universal, dapat ditemukan dimanapun dan kapanpun, sehingga memberikan
ciri khusus ke-Indonesia-an karena merupakan komponen yang terdapat dalam Pancasila.
Nilai, norma, dan moral adalah konsep konsep yang saling berkaitan. Ketiganya akan
memberikan pemahaman yang saling melengkapi sebagai sistem etika dalam kaitannya
dengan Pancasila. Pancasila merupakan sumber dari penjabaran segala norma, baik norma
hukum, norma moral, maupun norma kenegaraan lainnya.
Perkembangan jaman yang semakin maju dan terbukanya akses terhadap dunia luar
mengharuskan kita untuk mengupayakan pancasila sebagai etika, agar kita, bangsa Indonesia,
tidak kehilangan identitas kita sebagai bangsa yang bermoral, memiliki etika, dan
bermartabat.
Sesuai dengan latar belakang yang telah diuraikan diatas, rumusan masalah dalam
jurnal ini adalah :
2. Pembahasan
Secara etimologis (asal kata), etika berasal dari bahasa Yunani, ethos, yang artinya
watak kesusilaan atau adat. Istilah ini identik dengan moral yang berasal dari bahasa Latin,
mos yang jamaknya mores, yang juga berarti adat atau cara hidup. Meskipun kata etika dan
moral memiliki kesamaan arti, dalam pemakaian sehari hari kata ini digunakan secara
berbeda. Moral atau moralitas digunakan untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan
etika digunakan untuk mengkaji sistem yang ada (Zubair, 1987: 13). Dalam bahasa Arab,
padanan kata etika adalah akhlak yang merupakan kata jamak khuluk yang berarti perangai,
tingkah laku, atau tabiat (Zakky, 2008: 20).
Secara keseluruhan, etika membahas mengenai tingkah laku, watak, dan segala
sesuatu perbuatan manusia yang dibutuhkan dan dinilai dalam kehidupan bermasyarakat.
• Aliran Besar Etika
Dalam kajian etika dikenal tiga teori/aliran besar, yaitu deontologi, teleologi dan
keutamaan. Setiap aliran memiliki sudut pandang sendiri-sendiri dalam menilai apakah suatu
perbuatan dikatakan baik atau buruk. Berikut adalah ketiga aliran tersebut :
a. Etika Deontologi
Etika deontologi memandang bahwa tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan
apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika deontologi tidak
mempersoalkan akibat dari tindakan tersebut, baik atau buruk. Kebaikan adalah ketika
seseorang melaksanakan apa yang sudah menjadi kewajibannya.
Tokoh yang mengemukakan teori ini adalah Immanuel Kant (1734-1804). Kant
menolak akibat suatu tindakan sebagai dasar untuk menilai tindakan tersebut karena akibat
tadi tidak menjamin universalitas dan konsistensi dalam bertindak dan menilai suatu tindakan
(Keraf, 2002: 9).
Kewajiban moral sebagai manifestasi dari hukum moral adalah sesuatu yang sudah
tertanam dalam setiap diri pribadi manusia yang bersifat universal. Manusia dalam dirinya
secara kategoris sudah dibekali pemahaman tentang suatu tindakan itu baik atau buruk, dan
keharusan untuk melakukan kebaikan dan tidak melakukan keburukan harus dilakukan
sebagai perintah tanpa syarat (imperatif kategoris).
Ukuran kebaikan dalam etika deontologi adalah kewajiban, kemauan baik, kerja keras
dan otonomi bebas. Setiap tindakan dikatakan baik apabila dilaksanakan karena didasari oleh
kewajiban moral dan demi kewajiban moral itu. Tindakan itu baik bila didasari oleh kemauan
baik dan kerja keras dan sungguh-sungguh untuk melakukan perbuatan itu, dan tindakan
yang baik adalah didasarkan atas otonomi bebasnya tanpa ada paksaan dari luar.
b. Etika Teleologi
Pandangan etika teleologi berkebalikan dengan etika deontologi, yaitu bahwa baik
buruk suatu tindakan dilihat berdasarkan tujuan atau akibat dari perbuatan itu. Etika teleologi
membantu kesulitan etika deontologi ketika menjawab apabila dihadapkan pada situasi
konkrit ketika dihadapkan pada dua atau lebih kewajiban yang bertentangan satu dengan yang
lain. Jawaban yang diberikan oleh etika teleologi bersifat situasional yaitu memilih mana
yang membawa akibat baik meskipun harus melanggar kewajiban, nilai norma yang lain.
Ketika bencana sedang terjadi situasi biasanya chaos. Dalam keadaan seperti ini maka
memenuhi kewajiban sering sulit dilakukan. Contoh sederhana kewajiban mengenakan helm
bagi pengendara motor tidak dapat dipenuhi karena lebih fokus pada satu tujuan yaitu
mencari keselamatan. Kewajiban membayar pajak dan hutang juga sulit dipenuhi karena
kehilangan seluruh harta benda. Dalam keadaan demikian etika teleologi perlu
dipertimbangkan yaitu demi akibat baik, beberapa kewajiban mendapat toleransi tidak
dipenuhi.
Persoalan yang kemudian muncul adalah akibat yang baik itu, baik menurut siapa?
Apakah baik menurut pelaku atau menurut orang lain? Atas pertanyaan ini, etika teleologi
dapat digolongkan menjadi dua, yaitu egoisme etis dan utilitarianisme
a) Egoisme etis memandang bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang berakibat
baik untuk pelakunya. Secara moral setiap orang dibenarkan mengejar kebahagiaan
untuk dirinya dan dianggap salah atau buruk apabila membiarkan dirinya sengsara dan
dirugikan.
b) Utilitarianisme menilai bahwa baik buruknya suatu perbuatan tergantung bagaimana
akibatnya terhadap banyak orang. Tindakan dikatakan baik apabila mendatangkan
kemanfaatan yang besar dan memberikan kemanfaatan bagi sebanyak mungkin orang.
Di dalam menentukan suatu tindakan yang dilematis maka yang pertama adalah
dilihat mana yang memiliki tingkat kerugian paling kecil dan kedua dari kemanfaatan
itu mana yang paling menguntungkan bagi banyak orang, karena bisa jadi
kemanfaatannya besar namun hanya dapat dinikmati oleh sebagian kecil orang saja.
Etika utilitarianisme ini tidak terpaku pada nilai atau norma yang ada karena
pandangan nilai dan norma sangat mungkin memiliki keragaman. Namun setiap
tindakan selalu dilihat apakah akibat yang ditimbulkan akan memberikan manfaat
bagi banyak orang atau tidak.
Kalau tindakan itu hanya akan menguntungkan sebagian kecil orang atau bahkan
merugikan maka harus dicari alternatif-alternatif tindakan yang lain. Etika utilitarianisme
lebih bersifat realistis, terbuka terhadap beragam alternatif tindakan dan berorientasi pada
kemanfaatan yang besar dan yang menguntungkan banyak orang.
1) Karena alasan kemanfaatan untuk orang banyak berarti akan ada sebagian masyarakat
yang dirugikan, dan itu dibenarkan. Dengan demikian utilitarianisme membenarkan
adanya ketidakadilan terutama terhadap minoritas.
2) Dalam kenyataan praktis, masyarakat lebih melihat kemanfaatan itu dari sisi yang
kuantitasmaterialistis, kurang memperhitungkan manfaat yang non-material seperti
kasih sayang, nama baik, hak dan lain-lain.
3) Karena kemanfaatan yang banyak diharapkan dari segi material yang tentu terkait
dengan masalah ekonomi, maka untuk atas nama ekonomi tersebut hal-hal yang ideal
seperti nasionalisme, martabat bangsa akan terabaikan, misalnya atas nama
memasukkan investor asing maka aset-aset negara dijual kepada pihak asing, atau atas
nama meningkatkan devisa negara maka pengiriman TKW ditingkatkan. Hal yang
menimbulkan problem besar adalah ketika lingkungan dirusak atas nama untuk
menyejahterakan masyarakat.
4) Kemanfaatan yang dipandang oleh etika utilitarianisme sering dilihat dalam jangka
pendek, tidak melihat akibat jangka panjang. Padahal,misalnya dalam persoalan
lingkungan, kebijakan yang dilakukan sekarang akan memberikan dampak negatif
pada masa yang akan datang.
5) Karena etika utilitarianisme tidak menganggap penting nilai dan norma, tapi lebih
pada orientasi hasil, maka tindakan yang melanggar nilai dan norma atas nama
kemanfaatan yang besar, misalnya perjudian/prostitusi, dapat dibenarkan.
6) Etika utilitarianisme mengalami kesulitan menentukan mana yang lebih diutamakan
kemanfaatan yang besar namun dirasakan oleh sedikit masyarakat atau kemanfaatan
yang lebih banyak dirasakan banyak orang meskipun kemanfaatannya kecil.
Pertama, setiap kebijakan dan tindakan harus dicek apakah bertentangan dengan nilai
dan norma atau tidak. Kalau bertentangan maka kebijakan dan tindakan tersebut harus ditolak
meskipun memiliki kemanfaatan yang besar.
Kedua, kemanfaatan harus dilihat tidak hanya yang bersifat fisik saja tetapi juga yang
non-fisik seperti kerusakan mental, moralitas, kerusakan lingkungan dan sebagainya.
c. Etika Keutamaan
Etika ini tidak mempersoalkan akibat suatu tindakan, tidak juga mendasarkan pada
penilaian moral pada kewajiban terhadap hukum moral universal, tetapi pada pengembangan
karakter moral pada diri setiap orang. Orang tidak hanya melakukan tindakan yang baik,
melainkan menjadi orang yang baik. Karakter moral ini dibangun dengan cara meneladani
perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan oleh para tokoh besar. Internalisasi ini dapat
dibangun melalui cerita, sejarah yang di dalamnya mengandung nilai-nilai keutamaan agar
dihayati dan ditiru oleh masyarakatnya. Kelemahan etika ini adalah ketika terjadi dalam
masyarakat yang majemuk, maka tokoh-tokoh yang dijadikan panutan juga beragam sehingga
konsep keutamaan menjadi sangat beragam pula, dan keadaan ini dikhawatirkan akan
menimbulkan benturan sosial.
Kelemahan etika keutamaan dapat diatasi dengan cara mengarahkan keteladanan tidak
pada figur tokoh, tetapi pada perbuatan baik yang dilakukan oleh tokoh itu sendiri, sehingga
akan ditemukan prinsip-prinsip umum tentang karakter yang bermoral itu seperti apa.
• Etika Pancasila
Etika Pancasila tidak memposisikan secara berbeda atau bertentangan dengan aliran-
aliran besar etika yang mendasarkan pada kewajiban, tujuan tindakan dan pengembangan
karakter moral, namun justru merangkum dari aliran-aliran besar tersebut. Etika Pancasila
adalah etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-nilai Pancasila, yaitu nilai
Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan.Suatu perbuatan dikatakan
baik bukan hanya apabila tidak bertentangan dengan nilai-nilai tersebut, namun juga sesuai
dan mempertinggi nilai-nilai Pancasila tersebut. Nilai-nilai Pancasila meskipun merupakan
kristalisasi nilai yang hidup dalam realitas sosial, keagamaan, maupun adat kebudayaan
bangsa Indonesia, namun sebenarnya nilai-nilai Pancasila juga bersifat universal dapat
diterima oleh siapapun dan kapanpun.
Etika Pancasila berbicara tentang nilai-nilai yang sangat mendasar dalam kehidupan
manusia. Nilai yang pertama adalah Ketuhanan. Secara hirarkis nilai ini bisa dikatakan
sebagai nilai yang tertinggi karena menyangkut nilai yang bersifat mutlak. Seluruh nilai
kebaikan diturunkan dari nilai ini. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila tidak bertentangan
dengan nilai, kaedah dan hukum Tuhan.Pandangan demikian secara empiris bisa dibuktikan
bahwa setiap perbuatan yang melanggar nilai, kaedah dan hukum Tuhan, baik itu kaitannya
dengan hubungan antara manusia maupun alam pasti akan berdampak buruk.Misalnya
pelanggaran akan kaedah Tuhan tentang menjalin hubungan kasih sayang antar sesama akan
menghasilkan konflik dan permusuhan. Pelanggaran kaedah Tuhan untuk melestarikan alam
akan menghasilkan bencana alam, dan lain-lain
Nilai yang kedua adalah Kemanusiaan. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai
dengan nilai-nilaiKemanusiaan. Prinsip pokok dalam nilai KemanusiaanPancasila adalah
keadilan dan keadaban. Keadilanmensyaratkan keseimbangan antara lahir dan batin, jasmani
dan rohani, individu dan sosial, makhluk bebas mandiri dan makhluk Tuhan yang terikat
hukum-hukum Tuhan. Keadaban mengindikasikan keunggulan manusia dibanding dengan
makhluk lain, yaitu hewan, tumbuhan, dan benda tak hidup. Karena itu perbuatan itu
dikatakan baik apabila sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang didasarkan pada konsep
keadilan dan keadaban.
Nilai yang ketiga adalah Persatuan. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila dapat
memperkuat persatuan dan kesatuan. Sikap egois dan menang sendiri merupakan perbuatan
buruk, demikian pula sikap yang memecah belah persatuan. Sangat mungkin seseorang
seakan-akan mendasarkan perbuatannya atas nama agama (sila ke-1), namun apabila
perbuatan tersebut dapat memecah persatuan dan kesatuan maka menurut pandangan etika
Pancasila bukan merupakan perbuatan baik. Nilai yang keempat adalah Kerakyatan. Dalam
kaitan dengan kerakyatan ini terkandung nilai lain yang sangat penting yaitu nilai
hikmat/kebijaksanaan dan permusyawaratan. Kata hikmat/kebijaksanaan berorientasi pada
tindakan yang mengandung nilai kebaikan tertinggi.
Atas nama mencari kebaikan, pandangan minoritas belum tentu kalah dibanding
mayoritas. Pelajaran yang sangat baik misalnya peristiwa penghapusan tujuh kata dalam sila
pertama Piagam Jakarta. Sebagian besar anggota PPKI menyetujui tujuh kata tersebut, namun
memperhatikan kelompok yang sedikit (dari wilayah Timur) yang secara argumentatif dan
realistis bisa diterima, maka pandangan minoritas “dimenangkan” atas pandangan mayoritas.
Dengan demikian, perbuatan belum tentu baik apabila disetujui/bermanfaat untuk orang
banyak, namun perbuatan itu baik jika atas dasar musyawarah yang didasarkan pada konsep
hikmah/kebijaksanaan.
Nilai yang kelima adalah Keadilan. Apabila dalam sila kedua disebutkan kata adil,
maka kata tersebut lebih dilihat dalam konteks manusia selaku individu. Adapun nilai
keadilan pada sila kelima lebih diarahkan pada konteks sosial. Suatu perbuatan dikatakan
baik apabila sesuai dengan prinsip keadilan masyarakat banyak. Menurut Kohlberg (1995:
37), keadilan merupakan kebajikan utama bagi setiap pribadi dan masyarakat. Keadilan
mengandaikan sesama sebagai partner yang bebas dan sama derajatnya dengan orang lain.
Menilik nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, maka Pancasila dapat menjadi
sistem etika yang sangat kuat, nilai-nilai yang ada tidak hanya bersifat mendasar, namun juga
realistis dan aplikatif. Apabila dalam kajian aksiologi dikatakan bahwa keberadaan nilai
mendahului fakta, maka nilai-nilai Pancasila merupakan nilai-nilai ideal yang sudah ada
dalam cita-cita bangsa Indonesia yang harus diwujudkan dalam realitas kehidupan. Nilai-nilai
tersebut dalam istilah Notonagoro merupakan nilai yang bersifat abstrak umum dan universal,
yaitu nilai yang melingkupi realitas kemanusiaan di manapun, kapanpun dan merupakan
dasar bagi setiap tindakan dan munculnya nilai-nilai yang lain. Sebagai contoh, nilai
Ketuhanan akan menghasilkan nilai spiritualitas, ketaatan, dan toleransi. Nilai Kemanusiaan,
menghasilkan nilai kesusilaan, tolong menolong, penghargaan, penghormatan, kerjasama, dan
lain-lain. Nilai Persatuan menghasilkan nilai cinta tanah air, pengorbanan dan lain-lain. Nilai
Kerakyatan menghasilkan nilai menghargai perbedaan, kesetaraan, dan lain-lain Nilai
Keadilan menghasilkan nilai kepedulian, kesejajaran ekonomi, kemajuan bersama dan lain-
lain.
Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk
memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang
atau kelompok. Jadi nilai itu pada hakekatnya adalah sifat dan kualitas yang melekat pada
suatu obyeknya. Dengan demikian, maka nilai itu adalah suatu kenyataan yang tersembunyi
dibalik kenyataan-kenyataan lainnya.
Dengan demikian, nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, memperkaya batin
dan menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang
berfungsi mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia. Nilai
sebagai suatu sistem merupakan salah satu wujud kebudayaan di samping sistem sosial dan
karya.
Ada dua pandangan tentang cara beradanya nilai, yaitu sebagai berikut :
• Nilai sebagai sesuatu yang ada pada obyek itu sendiri. Menurut filusuf Max Scheler
dan Nocolia Hartman, nilai merupakan suatu hal yang obyektif membentuk semacam
“dunia nilai”, yang menjadi ukuran tertinggi dari perilaku manusia.
• Nilai sebagai sesuatu yang bergantung kepada penangkapan dan perasaan orang
(subyektif). Menurut Nietzche, yang dimaksudkan adalah tingkat atau derajat yang
diinginkan oleh manusia. Nilai merupakan tujuan dari kehendak manusia yang benar,
sering ditata menurut susunan tingkatannya yang dimulai dari bawah, yaitu : nilai
hedois (kenikmatan), nilai utilitaris (kegunaan), nilai biologis (kemuliaan), nilai diri
estetis (keindahan, kecantikan), nilai-nilai pribadi (sosial), dan yang paling atas ialah
nilai religius (kesucian)
Para ahli mengidentifikasikan nilai dalam beberapa macam atau tingkatan. Para ahli
mengidentifikasikannya secara berbeda, karena nilai ini bersifat abstrak dan idealis.
Nilai bersumber pada budi yang bersifat mendorong dan mengarahkan sikap dan
perilaku manusia, atau lebih jelasnya kita sebut sebagai motivator. Nilai sebagai suatu sistem
merupakan salah satu wujud kebudayaan, disamping sistem sosial dan karya.
Dalam pelaksanaanya, nilai-nilai dijabarkan dalam wujud norma, ukuran dan kriteria,
sehingga merupakan suatu keharusan, anjuran atau larangan, tidak dikehendaki atau tercela.
Oleh karena itu, nilai berperan sebagai pedoman yang menentukan kehidupan setiap
manusia.Nilai manusia berada dalam hati nurani, kata hati dan pikiran sebagai suatu
keyakinan dan kepercayaan yang bersumber pada berbagai sistem nilai.
Pancasila sebagai ideologi terbuka dan pedoman hidup bangsa mempunyai dimensi
fleksibilitas. Hal ini disebabkan karena di dalam Pancasila terdapat nilai-nilai. Nilai-nilai
tersebut ada 3, yaitu nilai dasar, nilai instrmental, dan nilai praksis.
• Nilai dasar, sesuai dengan namanya, merupakan suatu dasar dari nilai nilai yang lain.
Nilai dasar ini bersifat tetap, tidak berubah-ubah. Nilai ini terdapat dalam Pembukaan
UUD 1945. Nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila ialah nilai Ketuhanan,
Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan Sosial.
• Nilai Instrumental, merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai dasar. Disebut juga
nilai yang menjadi pedoman bagi belaksanaan daripada nilai dasar. Nilai dasar belum
dapat berfungsi dan bermakna sepenuhnya jika belum memiliki parameter atau ukuran
yang jelas dan konkrit. Nilai instrumental yang berkaitan dengan tingkah laku
manusia dalam berkehidupan sehari-hari akan menjadi norma moral. Sementara nilai
yang berkaitan dengan suatu organisasi atau negara, maka nilai tersebut menjadi
sebuah arahan, kebijakan, dan strategi yang bersumber pada nilai dasar. Dalam
kehidupan ketatanegaraan di repunlik Indonesia, nilai instrumental dapat ditemukan di
dalam pasal-pasal UUD yang merupakan penjelasan dari nilai dasar, yaitu Pancasila.
• Nilai Praksis, yaitu nilai yang lebih menjabarkan nilai-nilai instrumental. Nilai praksis
ini terdapat dalam kehidupan nyata sehari-hari. Nilai ini bersifat fleksibel, sehingga
dapat diubah sesuai dengan perkembangan jaman selama tidak menyimpang dari nilai
dasar maupun nilai instrumental.
Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia merupakan
nilai yang tidak dapat dipisah-pisahkan dengan masing-masing silanya. Hal ini dikarenakan
apabila dilihat satu per satu dari masing-masing sila, dapat saja ditemukan dalam kehidupan
bangsa lain. Makna Pancasila terletak pada nilai-nilai dari masing-masing sila sebagai satu
kesatuan yang tidak dapat diputarbalikkan letak dan susunannya. Namun demikian, untuk
lebih memahami nilai-nilai yang terkandung dalam masing-masing sila Pancasila, maka
berikut ini kitauraikan:
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai keempat sila
lainnya. Dalam sila ini terkandung nilai bahwa negara yang didirikan adalah
pengejawantahan tujuan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha esa.
Kemanusian berasal dari kata manusia yaitu makhluk yang berbudaya dengan
memiliki potensi pikir, rasa, karsa dan cipta. Potensi itu yang mendudukkan manusia pada
tingkatan martabat yang tinggi yang menyadari nilai-nilai dan norma-norma. Kemanusiaan
terutama berarti hakekat dan sifat-sifat khas manusia sesuai dengan martabat. Adil berarti
wajar yaitu sepadan dan sesuai dengan hak dan kewajiban seseorang. Beradab sinonim
dengan sopan santun, berbudi luhur, dan susila, artinya, sikap hidup, keputusan dan tindakan
harus senantiasa berdasarkan pada nilai-nilai keluhuran budi, kesopanan, dan kesusilaan.
Dengan demikian, sila ini mempunyai makna kesadaran sikap dan perbuatan yang didasarkan
kepada potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kesusilaan
umumnya, baik terhadap diri sendiri, sesama manusia, maupun terhadap alam dan hewan.
c. Persatuan Indonesia
Persatuan berasal dari kata satu artinya tidak terpecah-pecah. Persatuan mengandung
pengertian bersatunya bermacam-macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan.
Persatuan Indonesia dalam sila ketiga ini mencakup persatuan dalam arti ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya dan keamanan. Persatuan Indonesia ialah persatuan bangsa yang
mendiami seluruh wilayah Indonesia. Yang bersatu karena didorong untuk mencapai
kehidupan kebangsaan yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat.
Persatuan Indonesia merupakan faktor yang dinamis dalam kehidupan bangsa Indonesia dan
bertujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta mewujudkan perdamaian
dunia yang abadi.
Kerakyatan berasal dari kata rakyat yaitu sekelompok manusia yang berdiam dalam
satu wilayah negara tertentu. Dengan sila ini berarti bahwa bangsa Indonesia menganut
sistem demokrasi yang menempatkan rakyat di posisi tertinggi dalam hirarki kekuasaan.
Hikmat kebijasanaan berarti penggunaan ratio atau pikiran yang sehat dengan selalu
mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan rakyat dan dilaksanakan
dengan sadar, jujur dan bertanggung jawab serta didorong dengan itikad baik sesuai dengan
hati nurani. Permusyawaratan adalah suatu tata cara khas kepribadian Indonesia untuk
merumuskan atau memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak rakyat sehingga tercapai
keputusan yang bulat dan mufakat. Perwakilan adalah suatu sistem, dalam arti, tata cara
mengusahakan turut sertanya rakyat mengambil bagian dalam kehidupan bernegara melalui
lembaga perwakilan.
Dengan demikian sila ini mempunyai makna bahwa rakyat dalam melaksanakan tugas
kekuasaanya ikut dalam pengambilan keputusan. Sila ini merupakan sendi asas kekeluargaan
masyarakat sekaligus sebagai asas atau prinsip tata pemerintahan Indonesia sebagaimana
dinyatakan dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi:”..maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia, yang berkedaulatan rakyat ...”
Keadilan sosial berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidang
kehidupan, baik materiil maupun spiritual. Seluruh rakyat Indonesia berarti untuk setiap
orang yang menjadi rakyat Indonesia.
Pengertian itu tidak sama dengan pengertian sosialistis atau komunalistis karena
keadilan sosial pada sila kelima mengandung makna pentingnya hubungan antara manusia
sebagai pribadi dan manusia sebagai bagian dari masyarakat. Konsekuensinya meliputi :
a) Keadilan distributif yaitu suatu hubungan keadilan antara negara dan warganya dalam
arti pihak negaralah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk keadilan membagi,
dalam bentuk kesejahteraan, bantuan, subsidi serta kesempatan dalam hidup bersama
yang didasarkan atas hak dan kewajiaban.
b) Keadilan legal yaitu suatu hubungan keadilan antara warga negara terhadap negara,
dalam masalah ini pihak wargalah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk
mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara.
c) Keadilan komutatif yaitu suatu hubungan keadilan antara warga atau dengan lainnya
secara timbal balik. Dengan demikian, dibutuhkan keseimbangan dan keselarasan
diantara keduanya sehingga tujuan harmonisasi akan dicapai. Hakekat sila ini
dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu :”dan perjuangan kemerdekaan
kebangsaan Indonesia ... Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur”.
Moral berasal dari kata mos(mores) yang bersinonim dengan kesusilaan, tabiat atau
kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah
laku dan perbuatan manusia.Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan, kaedah-kaedah
dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan bertindak benar secara
moral. Jika sebaliknya yang terjadi maka pribadi itu dianggap tidak bermoral.
Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip yang
benar, baik terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan
norma yang mengikat kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
• Norma agama : adalah ketentuan hidup masyarakat yang bersumber pada Tuhan
(agama).
• Norma kesusilaan : adalah ketentuan hidup masyarakat yang bersumber pada diri
sindiri seperti hati nurani, moral, atau filsafat hidup.
• Norma hukum : adalah ketentuan ketentuan tertulis yang berlaku dan bersumber pada
UU suatu negara tertentu.
• Norma sosial : adalah ketentuan hidup yang berlaku pada hubungan bermasyarakat
antar umat manusia.
Keterkaitan nilai, norma dan moral merupakan suatu kenyataan yang seharusnya tetap
terpelihara di setiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia. Keterkaitan itu mutlak
digarisbawahi bila seorang individu, masyarakat, bangsa dan negara menghendaki fondasi
yang kuat tumbuh dan berkembang. Sebagaimana tersebut di atas maka nilai akan berguna
menuntun sikap dan tingkah laku manusia bila dikonkritkan dan diformulakan menjadi lebih
obyektif sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam aktivitas sehari-hari.
Dalam kaitannya dengan moral maka aktivitas turunan dari nilai dan norma akan memperoleh
integritas dan martabat manusia. Derajat kepribadian itu amat ditentukan oleh moralitas yang
mengawalnya. Sementara itu, hubungan antara moral dan etika kadang-kadang atau
seringkali disejajarkan arti dan maknanya. Namun demikian, etika dalam pengertiannya tidak
berwenang menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan seseorang. Wewenang itu
dipandang berada di tangan pihak yang memberikan ajaran moral.
Dalam kehidupan bermasyarakat kita sehari-hari, kita akan sering dihadapkan dengan
istilah nilai, norma, dan moral. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, nilai sosial merupakan
nilai yang diyakini oleh masyarakat mengenai sesuatu yang dianggap baik atau buruk.
Sebagai ontoh, dalam kehidupan bermasyarakat, seserang aka dianggap baik apabila
menolong sesamanya, namun apabila seseorang tersebut berbuat kejam dan jahat, maka itu
akan menjadi nilai yang buruk. Bagi manusia, nilai dianggap sebagai landasan, alasan atau
motivasi untuk berbuat sesuatu. Nilai mencerminkan kualitas suatu tindakan dan pandangan
hidup sesorang dalam bermasyarakat.
Norma sosial juga dapat dijelaskan sebagai pedoman perilaku dalam suatu kelompok
masyarakat tertentu. Norma sering diistilahkan peraturan sosial. Norma mengandung aturan
tidak tertulis tentang sesuatu yang pantas dilakukan dalam berinteraksi sosial. Keberadaan
norma bersifat memaksa suatu individu atau kelompok untuk mematuhinya. Pada dasarnya,
norma disusun agar hubungan di antara masyarakat dapat berlangsung tertib dan damai.
Tingkat norma dasar dalam masyarakat dibedakan menjadi 4, yaitu : cara, kebiasaan,
tata kelakuan, dan adat istiadat.
Moral adalah istilah seseorang menyebut orang lain dalam tindakan yang memiliki
nilai positif. Manusia yang tidak memiliki normal disebut dengan amoral, yang berarti ia
tidak memiliki nilai positif dalam pandangan manusia lain. Manusia harus memiliki moral
jika ia ingin dihargai dan dihormati oleh orang lain. Moral merupakan hal mutlak yang harus
dimiliki manusia. Moral secara jelas merupakan hal-hal yang berkaitan dengan proses
sosialisai. Tanpa moral, proses sosialisasi terebut tidak akan berjalan sebagaimana mestinya.
Namun moral dalam kehidupan kini mengandung nilai yang tidak jelas atau implisit. Banyak
orang memandang moral dari sudut pandang yang sempit.
Kata politik berasal dari bahasa Yunani yaitu polis yang berarti kota yang berstatus
negara (city state). Aristoteles dan plato menganggap politik adalah suatu usaha untuk
mencapai masyarakat politik yang terbaik. Pada waktu itu Aristoteles menyebut politik
dengan zoon politikon yang kemudian terus berkembang menjadi polites (warga negara),
politeia ( hal-hal yang berhubungan dengan negara), politika (pemerintahan negara), lalu
terakhir menjadi politikos (kewarganegaraan). Miriam Budiardjo menyampaikan bahwa
politik merupakan bermacam kegiatan dalam suatu sistem politik yang menyangkut proses
menentukan tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan tersebut.
Perilaku politik dapat disimpulkan sebagai bentuk respon masyarakat atas sistem
politik yang ada dalam suatu negara. Berikut ini beberapa sikap perilaku politik:
1. Radikal
Sering kali kita mengenal kata radikal, namun untuk sikap perilaku radikal politik
sendiri berarti perilaku yang mencerminkan ketidakpuasan terhadap keadaan yang ada
dan ingin adanya perubahan secara cepat dan mendasar.
2. Kebanyakan masyarakat yang memiliki perilaku radikal akan cenderung kuat
pendirian dan tidak mudah diajak kompromi. Perilaku radikal dapat menyebabkan
adanya perselisihan hingga kerusuhan apabila tidak ditindak dengan cermat dan hati-
hati, sebab kelompok radikal cenderung tidak mengindahkan orang lain dan semaunya
sendiri.
3. Liberal
Perilaku politik satu ini mengindikasikan suatu masyarakat yang berpikiran bebas dan
maju. Perilaku liberal dicerminkan dengan masyarakat yang ingin adanya suatu
perubahan secara cepat dan progresif. Perubahan yang diinginkan yaitu untuk
mencapai tujuan diinginkan dengan dasar hukum yang legal dan kuat.
4. Konservatif
Perilaku konservatif adalah suatu cerminan perilaku yang menunjukkan kepuasan
dengan keadaan politik yang ada. Perilaku konservatif cenderung berusaha untuk
bertahan terhadap perubahan yang terjadi.
5. Moderat
Kelompok perilaku politik moderat mengindikasikan suatu kelompok yang merasa
sudah cukup puas dengan keadaan politik yang ada. Perilaku ini mencerminkan
masyarakat yang mampu berpikiran maju, namun belum dapat menerima perubahan
secara cepat seperti yang ada pada perilaku radikal.
6. Status Quo
Perilaku politik status quo yaitu perilaku masyarakat yang merasa sudah cukup puas
dengan kondisi politik yang ada. Perilaku ini berusaha mempertahankan keadaan yang
sudah ada tanpa ada perubahan.
Pancasila disamping sebagai way of life bangsa Indonesia, juga merupakan struktur
pemikiran yang disusun untuk memberikan tuntunan atau panduan kepada setiap warga
negara Indonesia dalam bersikap dan bertingkah laku. Pancasila sebagai sistem etika,
dimaksudkan untuk mengembangkan dimensi moralitas dalam diri sendiri sehingga dapat
memiliki kemampuan untuk menampilkan sikap yang benar dalam bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
Pancasila sebagai sistem etika merupakan tuntunan moral yang dapat diwujudkan
dalam tindakan nyata, yang melibatkan berbagai aspek kehidupan. Oleh karnanya, sila-sila
dalam Pancasila perlu diwujudkan dengan lebih lanjut ke dalam keputusan setiap tindakan
sehingga mampu mencerminkan pribadi yang saleh, utuh, dan berwawasan moral-akademis.
Pancasila menjadi sistem etika karena dalam Pancasila terdapat nilai, norma, dan
moral yang merupakan konsep yang saing berkaitan dan akan memberikan pemahaman yang
saling melengkapi satu sama lain. Pancasila sebagai satu sistem filsafat pada dasarnya
merupakan suatu nilai yang menjadi sumber bagi segala penjabaran norma baik norma
hukum , norma moral, maupun norma kenegaraan lainnya. Selain itu, dalam Pancasila juga
terkandung pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis, mendasar, rasional, sistematis, dan
komperhensif.
Pancasila memegang pernanan penting dalam perwujudan sebuah sistem etika yang
baik bagi Indonesia. Di setiap saat dan di manapun kita berada, etika wajib kita sertakan
bersama kita. Setiap sila dalam Pancasila mengandung arti yang besar dalam membangun
etika bangsa. Pancasila memegang berbagai aspek kehidupan bangsa. Dalam dunia
internasional, bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang beetika, ramah, sopan, dan yang
lainnya. Semua itu tidak lepas dari tuntunan Pancasila sebagai pedoman beretika.
Masyarakat Indonesia sering dipertontonkan dengan perilaku para pejabat publik yang
sangat jauh dengan yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa. Perilaku korupsi utamanya
sangat tidak mencerminkan sikap dan perilakunya sebagai pejabat publik, yang lebih
diutamakan hanya memperkaya diri dan melakukan penyalahgunaan kewenangan jabatan.
Korupsi di Indonesia terutama di kalangan pejabat negara telah merajalela, dan mereka tanpa
ada rasa malu mempertontonkan perilaku tersebut, dan seringkali jika dilihat di televisi para
koruptor tersebut tersenyum bahkan terlihat seperti merasa bahagia walaupun dalam keadaan
menggunakan rompi orange.
Seperti yang diungkapkan oleh Suwarno Yoseph dalam artikelnya yang berjudul
Pancasila dan Korupsi, mengatakan bahwa para pelaku korupsi di Indonesia pada umumnya
tidak jera dan cenderung ingin melakukannya lagi. Mengapa demikian?, hal ini dapat dilihat
dari sidak Dirjen Pemasyarakatan kementerian Hukum dan HAM yang dilakukan pada Lapas
Sukamiskin pada bulan Juli 2018, ditemukan berbagai macam barang yang tidak seharusnya
ada di dalam sel. Barang-barang tersebut seperti; TV, lemari pendingin, kompor, AC,
microwave, sejumlah uang bahkan para terpidana merubah suasana sel menjadi seperti kamar
pribadi dan memasukkan barang-barang mewah ke dalamnya. Inilah yang kemudian
diungkapkan oleh Suwarno Yoseph bahwa terpidana korupsi tidak jera dihukum karena
mereka menikmati fasilitas mewah, tidak ada batasan bahkan cenderung bebas melakukan
transaksi dan keluar masuk Lapas. Ketika melihat Pancasila sebagai sistem etika, maka nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila diaplikasikan ke dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara sebagai wujud etika sesungguhnya. Dengan demikian dapat dipahami, bahwa
Pancasila memiliki peranan penting bagi bangsa ini dalam pembangunan bangsa dan
pembangunan jiwa bangsa ini.
3. Kesimpulan
Pancasila merupakan dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Sebagai
dasar negara, Pancasila mengandung banyak nilai moral dan kebaikan. Oleh karena itulah
Pancasila dijadikan sebagai sistem etika. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan
mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika Pancasila adalah
etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nlai-nilai yang terkandung dalam
pancasila, yaitu niai Ketuhanan, Kemanusiaan, persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan. Jika
suatu perbuatan telah mencaup nilai-nilai dan meninggikan nilai-nilai tersebut, maka
perbuatan tersebut dapat dikatakan baik, dan berlaku sebaliknya.
https://id.wikipedia.org/wiki/Sistem
https://id.wikipedia.org/wiki/Etika
https://salamadian.com/pengertian-politik-adalah/
https://www.academia.edu/32889592/6._Bagaimana_Pancasila_Menjadi_Sistem_Etika
https://www.academia.edu/29707247/A._NILAI_DASAR_NILAI_INSTRUMENTAL_DAN
_NILAI_PRAKSIS
http://budisma1.blogspot.com/2011/07/pancasila-sebagai-sistem-etika.html?m=1
https://www.academia.edu/13000228/Pancasila_Sebagai_Sistem_Etika
http://sinarmentari4u.blogspot.com/2011/07/makalah-pancasila-sebagai-sistem-etika.html
http://es182.blogspot.com/2013/02/pancasila-sebagai-sumber-nilai_6.html
https://www.kompasiana.com/suwarno_yoseph/5528be87f17e6144028b4582/pancasila-dan-
korupsi
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/01/29/naik-1-poin-indekspersepsi-korupsi-
indonesia-naikke-peringkat-4-di-asean
https://www.researchgate.net/publication/287686709_ETIKA_KEUTAMAAN_PANCASILA