Disusun oleh:
Urfa Amira
20/458248/KH/10618
A.2020.1
Etiologi
Patogenesis
Infeksi Sistemik
Parvovirus masuk melalu rute fecal-oral, kemudian virus bereplikasi pada
jaringan limfoid di orofaring selama 18-24 jam lalu virus didistribusikan ke organ dan
jaringan lain didalam tubuh melalui pembuluh darah. Ketika titer antibodi mencukupi
maka tidak akan timbul gejala klinis, sebaliknya bila titer antibodi tidak mencukupi
maka selama 2-7 hari akan terjadi viremia ke seluruh jaringan tubuh, terutama ke
jaringan limfoid, intestinum, dan sumsum tulang belakang. Pada jaringan limfoid yang
terinfeksi akan terjadi nekrosis sehingga aktifitas pembentukan limfosit terganggu.
Limfopenia mungkin akan timbul secara langsung sebagai akibat dari limfositolisis
atau secara tidak langsung karena mengikuti migrasi limfosit ke jaringan. Hal ini
mengakibatkan immunosupresif fungsional. Replikasi virus pada usus terutama pada
jejunum dan ileum menyebabkan memendeknya vili usus dan terkadang dapat
menyebabkan hilangnya sel epitel usus. Virus bereplikasi pada sel kripte lieberkuhn
yang aktif membelah mengakibatkan terganggunya regenerasi pada epitel sel. Hal ini
menyebabkan maldigesti, malabsorpsi, dan peningkatan permeabilitas usus sehingga
tekanan osmotik meningkat dan terjadi pergeseran air dan elektrolit dari rongga usus
yang kemudian menyebabkan terjadinya diare. Infeksi virus akan menekan produksi
leukosit di sumsum tulang sehingga menyebabkan leukopenia (Sykes, 2014; Truyen
dkk., 2009).
Tabel 1. Konsekuensi patologis dan manifestasi klinik dari infeksi FPV (Truyen dkk., 2009).
In Utero
Infeksi awal dalam rahim dapat menyebabkan gangguan reproduksi pada betina
bunting seperti kematian embrio dini dan resorpsi dengan infertilitas. Infeksi pada
pertengahan hingga akhir masa gestasi dapat menyebabkan aborsi dan mumifikasi
fetus. Menjelang akhir masa gestasi, infeksi akan menyebabkan kelahiran anak kucing
hidup dengan berbagai tingkat kerusakan pada jaringan saraf seperti retina, nervus
optik, dan cerebrum. FPV dapat menyebabkan efek berbeda walau berasal dari induk
yang sama. Beberapa anak kucing tampak tidak terpengaruh, tetapi mungkin
menyimpan virus secara subklinis hingga 8-9 minggu pada beberapa kasus (Greene,
2012; Sykes, 2014).
Gejala Klinis
Tanda klinis pada penderita FPV muncul sekitar 10 hari setelah infeksi. Masa
inkubasi rata-rata 5 hari (kisaran 5-10 hari), mulai saat 2-5 hari setelah infeksi
leukopenia terjadi dan paling hebat 5- 6 hari setelah infeksi, ketika sel darah putih
mencapai kurang dari 100/cc darah. Gejala-gejala panleukopenia pada kucing meliputi:
kehilangan nafsu makan, demam tinggi (lebih dari 40°C) yang berlangsung selama
kurang lebih 24 jam dan jika bentuk perakut akan terjadi kematian. Suhu akan kembali
normal dan meningkat kembali pada hari ke tiga dan empat, pada saat itu akan disertai
dengan adanya kelesuan, anoreksia, muntah berulang, depresi, kejang, dehidrasi parah
dan diare berdarah yang intermiten dalam jumlah banyak terjadi sekitar 2-4 hari setelah
demam. Kucing akan duduk di dekat air atau tempat minumnya, seperti haus, dan
anemia (Greene, 2012; Murphy dkk., 1999).
Diare jarang terjadi terutama pada tahap awal, tetapi jika terjadi akan sangat
banyak dan berair serta bercampur dengan darah. Terjadinya diare berdarah akibat
kerusakan pada sel-sel mukosa usus. Diare persisten terjadi disertai dengan darah
terlihat pada hari ketiga dan keempat pasca infeksi. Dehidrasi akibat enteritis yang
parah merupakan penyebab fatalnya penyakit pada kucing yang dapat menyebabkan
kematian. Sekitar 50-90% dari kucing yang tertular virus panleukopenia berakhir
dengan kematian dan karena itu sangat penting untuk melihat gejala-gejala klinis sejak
awal. Walaupun FPV dapat menginfeksi kucing pada semua umur, anak kucing adalah
yang paling rentan dengan tingkat mortalitas mencapai lebih dari 90%. Anak kucing
yang menderita panleukopenia perakut akan mati dalam waktu 24 jam setelah timbul
gejala klinis (Murphy dkk., 1999).
Pada kasus kucing Gredi, gejala klinis yang muncul adalah lesu, nafsu makan
turun, muntah dan diare selama 2 hari. Turgor kulit lambat menandakan kucing juga
mengalami dehidrasi.
Gambar 1. (kiri) Dehidrasi dan muntah merupakan gejala klinis yang menonjol pada Feline
Panleukopenia (Truyen dkk., 2009).
Gambar 2. (kanan) Hemoragi enteritis adalah gambaran umum dari Feline Panleukopenia, mengarah ke
manifestasi klinis ciri khas hemoragi diare (Truyen dkk., 2009).
Diagnosa
Pada kasus kucing Gredi, hasil pemeriksaan darah menunjukkan ada penurunan
leukosit dari normal yaitu 950 sel/µL, menurut Weiss dan Wardrop (2010) nilai normal
leukosit pada kucing adalah 5.500-19.500 sel/µL. Sehingga diketahui bahwa kucing
Gredi mengalami leukopenia. Hasil tes kit FPV kucing Gredi menunjukkan ada dua
garis yang muncul (“T” dan “C”) pada jendela hasil. Sehingga dapat diketahui bahwa
kucing Gredi positif mengalami FPV.
Terapi
Prinsip terapi pada kasus FPV adalah dengan pemberian terapi cairan,
pengontrolan infeksi sekunder, dan terapi suportif. Hal ini bertujuan untuk
mengembalikan sistem kekebalan tubuh yang hilang akibat infeksi, memperbaiki
dehidrasi dan mengembalikan keseimbangan elektrolit. Prognosa untuk kucing yang
terinfeksi FPV bervariasi tergantung pada umur, status kesehatan dan nutrisi kucing,
keparahan infeksi dan perawatan yang maksimal. Terapi dan perawatan yang baik
diharapkan dapat menurunkan tingkat mortalitas penderita FPV.
Terapi cairan yang dapat diberikan contohnya Ringer Dextrose 5% yang
merupakan campuran 1:1 dari Ringer lactate dan Dextrose 5% untuk mengembalikan
kondisi cairan tubuh dan elektrolit serta ion K. Pemulihan cairan dan elektrolit dengan
menggunakan infus intravena sangat penting sebagai terapi simtomatik. Pengontrolan
infeksi sekunder dengan memberikan antibiotik untuk menghindari terjadinya sepsis.
Antibiotik yang dapat diberikan pada pasien panleukopenia yaitu antibiotik
berspektrum luas seperti co-amoxiclav, piperacillin yang dikombinasikan dengan
aminoglikosida, floroquinolone, cefalosporin, atau piperacillin/tazobactam. Pada kasus
kucing Gredi antibiotik yang diberikan yaitu amoxicillin. Amoxicillin merupakan
antibiotik betalaktam yang bekerja menghambat pembentukan dinding sel bakteri.
Amoxicillin memiliki spektrum luas karena dapat digunakan pada bakteri gram positif
maupun negatif. Antiemetik dapat diberikan pada kucing yang menunjukkan gejala
mual dan muntah. Pada kasus kucing Gredi diberikan Vetadryl® atau diphenhydramine
HCL yang merupakan antihistamin yang bekerja menghambat histamin pada reseptor
H1. Diphenhydramine HCL juga dapat digunakan sebagai sedasi, antikolinergik, dan
antitussive. Diphenhydramine HCL yang diberikan pada hewan kecil berfungsi sebagai
antiemetik (). Kucing yang mengalami anemia juga dapat diberikan obat yang memacu
terjadinya hematopoiesis. Pada kasus kucing Gredi diberikan Hematodin yang
mengandung kobalt asetat dan cyanocobalamin. Kobalt berfungsi untuk meningkatkan
aktivitas eritropoiesis dengan merangsang peningkatan produksi eritropoietin yang
mengontrol produksi sel darah merah. Cyanocobalamin yang merupakan vitamin B12
penting untuk pertumbuhan, hematopoiesis dan nukleoprotein (pembentukan sel darah
merah dan protein), serta sintesis mielin. Cyanocobalamin juga berpartisipasi dalam
metabolisme lemak dan karbohidrat serta sintesis protein yang dapat meningkatkan
kondisi dan stamina pasien (Hartmann, 2017; Plumb, 2011; Subronto, 2010; Truyen
dkk., 2009).
Pencegahan
Pencegahan dari Feline panleukopenia virus yang efektif adalah dengan cara
pemberian vaksinasi pada kucing. Anjuran program vaksinasi FPV menurut Day dalam
WSAVA Guidelines (2016) adalah sebagai berikut:
Dimulai 6-8 2 dosis dan Booster saat 6 bulan Modified Live Vaccine →
minggu, diulang diulang 2-4 atau 1 tahun lalu Parenteral atau intranasal.
2-4 minggu minggu setiap tahun sekali Killed vaccine →
kemudian kemudian (high risk area) atau 3
Parenteral
hingga berumur tahun sekali (low risk
16 minggu area)
Dawson, S., Willoughby, K., Gaskell, R.M. 2001. A Field Trial To Assess The Effect
Off Vaccination Against Feline Herpesvirus, Feline Calicivirus, And Feline
Panleukopenia Virus In 6 Week Old. Journal of Feline Medicine and Surgery
vol 3(1).
Day, M. J. 2016. Guidelines for The Vaccination of Dogs and Cats. WSAVA Global
Veterinary Community.
Greene. 2012. Infectious Disease of the Dog and Cat 4th ed. Missouri (US): Elsevier
Saunder.
Horzinek, M.C., Addie, S. Belak, C.B. 2013. Update of the 2009 Guidelines on
prevention and management of feline infectious disease: Feline Panleukopenia.
Journal of Feline Medicine and Surgery. 15 (7)
Murphy, F. A., Gibbs, E.P.J., Horzineck, M.C. 1999. Veterinary Virology. Edisi ke 3.
Academic Press, USA.
Skyes, J.E. 2014. Feline Panleukopenia Virus Infection and Other Viral Enteritides in
Canine and Feline Infectious Disease. Missouri: Elsevier Saunders.
Subronto. 2010. Penyakit Infeksi Parasit dan Mikroba pada Anjing dan Kucing.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Syafriati, T. 2004. Deteksi antibodi penyakit feline panleukopenia pada kucing dengan
menggunakan teknik ELISA. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner. Hal 761-762.
Syafriati, T., dan Sendow, I. 2003. Keberadaan penyakit Feline Panleukopenia (FPL)
pada kucing di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan
dan Veteriner. 761-766.
Tilley, P., dan Smith, J.R. 2011. Blackwell’s Five Minute Veterinary Consult: Canine
and Feline. John Wiley and Sons, Inc.