Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH KASUS MANDIRI

KOASISTENSI KLINIK INTERNA HEWAN KECIL

Feline Panleukopenia Virus pada Kucing Gredi

Disusun oleh:
Urfa Amira
20/458248/KH/10618
A.2020.1

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2020
Feline Panleukopenia Virus

Feline panleukopenia yang bisa disebut juga Feline distemper, Infectious


enteritis, Cat fever atau Cat typhoid adalah penyakit yang sangat infeksius dengan
tingkat mortalitas yang tinggi pada kucing terutama anak kucing, kucing sakit, dan
kucing yang tidak divaksin dibandingkan kucing tua yang mempunyai kekebalan
bawaan (Syafriati, 2004). Morbiditas dan mortalitas tertinggi terjadi pada anak kucing
hingga usia 12 bulan. Kematian pada kucing juga dapat disebabkan adanya komplikasi
dari infeksi sekunder oleh bakteri. Tingkat mortalitas dapat mencapai 25-90% pada
panleukopenia akut dan 100% pada infeksi perakut (Hartmann, 2017). Penyebab utama
dari feline panleukopenia disebabkan oleh virus famili Parvoviridae dengan gejala
klinis yang ditandai dengan leukopenia, muntah, depresi, dehidrasi, dan diare (Tilley
dan Smith, 2011). Virus ini dapat menginfeksi kucing lewat kontak langsung via feses
atau oral dengan kucing penderita panleukopenia atau lewat peralatan (tempat tidur,
tempat pakan dan minum, dsb), lalat, dan manusia yang dapat bertindak sebagai vektor
mekanis. Parvovirus bersifat stabil di lingkungan dan dapat bertahan beberapa bulan
hingga tahun di lingkungan yang optimal (Dawson dkk., 2001).

Etiologi

Feline panleukopenia virus (FPV; atau disebut juga feline parvovirus)


disebabkan oleh virus DNA untai tunggal, tidak beramplop, simetri ikosahedral
berukuran kecil yang homogen secara serologis dari famili Parvoviridae, subfamili
Parvovirinae, genus Protoparvovirus. Secara genetik, struktural, dan antigen terkait erat
dengan mink enteritis virus (MEV) dan canine parvovirus tipe 2 (CPV-2) yang
menyebabkan canine parvoviral enteritis. Semua virus tersebut ditetapkan sebagai
anggota spesies Carnivore protoparvovirus 1. FPV dapat menginfeksi semua famili
Felidae dan beberapa spesies Viverridae, Procyonidae, dan Mustelidae (Greene, 2012;
Squires, 2020).
Virus ini sangat stabil, mampu bertahan selama 1 tahun pada suhu kamar pada
bahan organik dan fomites padat. Pada luar ruangan, parvovirus dalam tinja dapat
bertahan selama 5 hingga 10 bulan atau lebih, namun panas dan udara kering atau
pembuangan debris organik dapat mempercepat inaktivasinya. Virus ini tahan panas
hingga 56oC selama 30 menit dan tetap dapat bertahan untuk waktu lama pada suhu
yang lebih rendah. FPV juga dapat bertahan hidup pada desinfeksi alkohol 70 dan
berbagai pengenceran yodium organik, fenolat, dan senyawa ammonium kuaterner.
Parvovirus dapat dinonaktifkan dengan cairan pemutih/bleach (5.25% sodium
hipoklorit), formaldehyde 4%, asam perasetat, natrium hidroksida (0,1 M pada pH 12,8
atau lebih tinggi), dan 1% glutaraldehyde 10 menit pada suhu kamar. Desinfeksi
dengan panas dengan suhu minimal 90oC selama 10 menit (Greene, 2012).

Patogenesis

Parvovirus memiliki genom molekul single-stranded DNA yang membutuhkan


sel aktif membelah (S-phase) untuk replikasi sehingga pertumbuhannya hanya pada
jaringan yang membelah secara mitosis. Semua parvovirus otonom memerlukan
polymerase DNA sel untuk mensintesis rantai DNA, hal ini merupakan langkah
pertama replikasi DNA virus dan merupakan prasyarat untuk transkripsi. Virus ini
dapat menginfeksi dengan cepat terutama pada sel dengan aktivitas mitosis yang tinggi
seperti sumsum tulang, jaringan limfoid, dan sel kripte usus (kelenjar usus). Infeksi
akhir pada kucing prenatal dan awal neonatal dapat menyebabkan beberapa lesi limfoid
dan sumsum tulang, pada sistem saraf pusat (SSP) seperti serebrum, serebelum, retina,
dan saraf optik juga dapat terpengaruh (Greene, 2012; Truyen dkk., 2009).

Infeksi Sistemik
Parvovirus masuk melalu rute fecal-oral, kemudian virus bereplikasi pada
jaringan limfoid di orofaring selama 18-24 jam lalu virus didistribusikan ke organ dan
jaringan lain didalam tubuh melalui pembuluh darah. Ketika titer antibodi mencukupi
maka tidak akan timbul gejala klinis, sebaliknya bila titer antibodi tidak mencukupi
maka selama 2-7 hari akan terjadi viremia ke seluruh jaringan tubuh, terutama ke
jaringan limfoid, intestinum, dan sumsum tulang belakang. Pada jaringan limfoid yang
terinfeksi akan terjadi nekrosis sehingga aktifitas pembentukan limfosit terganggu.
Limfopenia mungkin akan timbul secara langsung sebagai akibat dari limfositolisis
atau secara tidak langsung karena mengikuti migrasi limfosit ke jaringan. Hal ini
mengakibatkan immunosupresif fungsional. Replikasi virus pada usus terutama pada
jejunum dan ileum menyebabkan memendeknya vili usus dan terkadang dapat
menyebabkan hilangnya sel epitel usus. Virus bereplikasi pada sel kripte lieberkuhn
yang aktif membelah mengakibatkan terganggunya regenerasi pada epitel sel. Hal ini
menyebabkan maldigesti, malabsorpsi, dan peningkatan permeabilitas usus sehingga
tekanan osmotik meningkat dan terjadi pergeseran air dan elektrolit dari rongga usus
yang kemudian menyebabkan terjadinya diare. Infeksi virus akan menekan produksi
leukosit di sumsum tulang sehingga menyebabkan leukopenia (Sykes, 2014; Truyen
dkk., 2009).

Tabel 1. Konsekuensi patologis dan manifestasi klinik dari infeksi FPV (Truyen dkk., 2009).
In Utero
Infeksi awal dalam rahim dapat menyebabkan gangguan reproduksi pada betina
bunting seperti kematian embrio dini dan resorpsi dengan infertilitas. Infeksi pada
pertengahan hingga akhir masa gestasi dapat menyebabkan aborsi dan mumifikasi
fetus. Menjelang akhir masa gestasi, infeksi akan menyebabkan kelahiran anak kucing
hidup dengan berbagai tingkat kerusakan pada jaringan saraf seperti retina, nervus
optik, dan cerebrum. FPV dapat menyebabkan efek berbeda walau berasal dari induk
yang sama. Beberapa anak kucing tampak tidak terpengaruh, tetapi mungkin
menyimpan virus secara subklinis hingga 8-9 minggu pada beberapa kasus (Greene,
2012; Sykes, 2014).

Gejala Klinis

Tanda klinis pada penderita FPV muncul sekitar 10 hari setelah infeksi. Masa
inkubasi rata-rata 5 hari (kisaran 5-10 hari), mulai saat 2-5 hari setelah infeksi
leukopenia terjadi dan paling hebat 5- 6 hari setelah infeksi, ketika sel darah putih
mencapai kurang dari 100/cc darah. Gejala-gejala panleukopenia pada kucing meliputi:
kehilangan nafsu makan, demam tinggi (lebih dari 40°C) yang berlangsung selama
kurang lebih 24 jam dan jika bentuk perakut akan terjadi kematian. Suhu akan kembali
normal dan meningkat kembali pada hari ke tiga dan empat, pada saat itu akan disertai
dengan adanya kelesuan, anoreksia, muntah berulang, depresi, kejang, dehidrasi parah
dan diare berdarah yang intermiten dalam jumlah banyak terjadi sekitar 2-4 hari setelah
demam. Kucing akan duduk di dekat air atau tempat minumnya, seperti haus, dan
anemia (Greene, 2012; Murphy dkk., 1999).
Diare jarang terjadi terutama pada tahap awal, tetapi jika terjadi akan sangat
banyak dan berair serta bercampur dengan darah. Terjadinya diare berdarah akibat
kerusakan pada sel-sel mukosa usus. Diare persisten terjadi disertai dengan darah
terlihat pada hari ketiga dan keempat pasca infeksi. Dehidrasi akibat enteritis yang
parah merupakan penyebab fatalnya penyakit pada kucing yang dapat menyebabkan
kematian. Sekitar 50-90% dari kucing yang tertular virus panleukopenia berakhir
dengan kematian dan karena itu sangat penting untuk melihat gejala-gejala klinis sejak
awal. Walaupun FPV dapat menginfeksi kucing pada semua umur, anak kucing adalah
yang paling rentan dengan tingkat mortalitas mencapai lebih dari 90%. Anak kucing
yang menderita panleukopenia perakut akan mati dalam waktu 24 jam setelah timbul
gejala klinis (Murphy dkk., 1999).
Pada kasus kucing Gredi, gejala klinis yang muncul adalah lesu, nafsu makan
turun, muntah dan diare selama 2 hari. Turgor kulit lambat menandakan kucing juga
mengalami dehidrasi.

Gambar 1. (kiri) Dehidrasi dan muntah merupakan gejala klinis yang menonjol pada Feline
Panleukopenia (Truyen dkk., 2009).
Gambar 2. (kanan) Hemoragi enteritis adalah gambaran umum dari Feline Panleukopenia, mengarah ke
manifestasi klinis ciri khas hemoragi diare (Truyen dkk., 2009).

Diagnosa

Diagnosis penyakit FPV dapat dilakukan berdasarkan sejarah penyakit, gejala


klinis, isolasi dan identifikasi virus, serologi, hematologi serta menggunakan FPV
Rapid Test. Pemeriksaan gejala klinis belum dapat memberikan hasil yang spesifik
terhadap agen penyebab penyakit sehingga perlu pemeriksaan lebih lanjut melalui
pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan lanjutan yang bisa dilakukan untuk peneguhan
diagnosa adalah pemeriksaan hematologi. Hasil pemeriksaan hematologi dapat melihat
jumlah leukosit. Penurunan total leukosit menjadi salah satu hal yang menciri pada
feline panleukopenia, semakin rendah total leukositnya semakin memperburuk
prognosa. Walaupun dapat menjadi dasar diagnosa, namun jumlah total leukosit belum
mampu memberikan hasil yang spesifik karena beberapa penyakit yang juga
menunjukkan penurunan total leukosit. Diagnosa banding dari FPV seperti Feline
Infectious Peritonitis (FIP), Feline Immunodeficiency Virus (FIV), dan Taxoplasmosis
akut (Syafriati, 2004).
Pengujian yang lebih spesifik adalah uji serologi menggunakan tes kit FPV
dengan melihat adanya antigen virus dari feses kucing yang terinfeksi. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan mengambil sampel dari swab feses, kemudian dimasukkan ke dalam
pengencer uji dan ditunggu sampai beberapa menit. Supernatan kemudian diteteskan
kedalam lubang sampel sebanyak 4 tetes. Interpretasi tes positif ditandai dengan
munculnya dua garis merah (“T” dan “C”) dan negatif jika hanya muncul satu garis
merah pada bagian kontrol, hasil tidak valid jika garis atau band ungu tidak terlihat
setelah melakukan tes. Tes ini dapat dilakukan dalam waktu 5-10 menit (Mosallanejad
dkk., 2009).

Gambar 3. Cara penggunaan tes kit FPV (Clinkenbeard, 2010).

Pada kasus kucing Gredi, hasil pemeriksaan darah menunjukkan ada penurunan
leukosit dari normal yaitu 950 sel/µL, menurut Weiss dan Wardrop (2010) nilai normal
leukosit pada kucing adalah 5.500-19.500 sel/µL. Sehingga diketahui bahwa kucing
Gredi mengalami leukopenia. Hasil tes kit FPV kucing Gredi menunjukkan ada dua
garis yang muncul (“T” dan “C”) pada jendela hasil. Sehingga dapat diketahui bahwa
kucing Gredi positif mengalami FPV.

Gambar 4. Hasil tes kit FPV pada kasus kucing Gredi

Terapi

Prinsip terapi pada kasus FPV adalah dengan pemberian terapi cairan,
pengontrolan infeksi sekunder, dan terapi suportif. Hal ini bertujuan untuk
mengembalikan sistem kekebalan tubuh yang hilang akibat infeksi, memperbaiki
dehidrasi dan mengembalikan keseimbangan elektrolit. Prognosa untuk kucing yang
terinfeksi FPV bervariasi tergantung pada umur, status kesehatan dan nutrisi kucing,
keparahan infeksi dan perawatan yang maksimal. Terapi dan perawatan yang baik
diharapkan dapat menurunkan tingkat mortalitas penderita FPV.
Terapi cairan yang dapat diberikan contohnya Ringer Dextrose 5% yang
merupakan campuran 1:1 dari Ringer lactate dan Dextrose 5% untuk mengembalikan
kondisi cairan tubuh dan elektrolit serta ion K. Pemulihan cairan dan elektrolit dengan
menggunakan infus intravena sangat penting sebagai terapi simtomatik. Pengontrolan
infeksi sekunder dengan memberikan antibiotik untuk menghindari terjadinya sepsis.
Antibiotik yang dapat diberikan pada pasien panleukopenia yaitu antibiotik
berspektrum luas seperti co-amoxiclav, piperacillin yang dikombinasikan dengan
aminoglikosida, floroquinolone, cefalosporin, atau piperacillin/tazobactam. Pada kasus
kucing Gredi antibiotik yang diberikan yaitu amoxicillin. Amoxicillin merupakan
antibiotik betalaktam yang bekerja menghambat pembentukan dinding sel bakteri.
Amoxicillin memiliki spektrum luas karena dapat digunakan pada bakteri gram positif
maupun negatif. Antiemetik dapat diberikan pada kucing yang menunjukkan gejala
mual dan muntah. Pada kasus kucing Gredi diberikan Vetadryl® atau diphenhydramine
HCL yang merupakan antihistamin yang bekerja menghambat histamin pada reseptor
H1. Diphenhydramine HCL juga dapat digunakan sebagai sedasi, antikolinergik, dan
antitussive. Diphenhydramine HCL yang diberikan pada hewan kecil berfungsi sebagai
antiemetik (). Kucing yang mengalami anemia juga dapat diberikan obat yang memacu
terjadinya hematopoiesis. Pada kasus kucing Gredi diberikan Hematodin yang
mengandung kobalt asetat dan cyanocobalamin. Kobalt berfungsi untuk meningkatkan
aktivitas eritropoiesis dengan merangsang peningkatan produksi eritropoietin yang
mengontrol produksi sel darah merah. Cyanocobalamin yang merupakan vitamin B12
penting untuk pertumbuhan, hematopoiesis dan nukleoprotein (pembentukan sel darah
merah dan protein), serta sintesis mielin. Cyanocobalamin juga berpartisipasi dalam
metabolisme lemak dan karbohidrat serta sintesis protein yang dapat meningkatkan
kondisi dan stamina pasien (Hartmann, 2017; Plumb, 2011; Subronto, 2010; Truyen
dkk., 2009).

Pencegahan

Pencegahan dari Feline panleukopenia virus yang efektif adalah dengan cara
pemberian vaksinasi pada kucing. Anjuran program vaksinasi FPV menurut Day dalam
WSAVA Guidelines (2016) adalah sebagai berikut:

Vaksin anakan Vaksin dewasa Revaksinasi Keterangan

Dimulai 6-8 2 dosis dan Booster saat 6 bulan Modified Live Vaccine →
minggu, diulang diulang 2-4 atau 1 tahun lalu Parenteral atau intranasal.
2-4 minggu minggu setiap tahun sekali Killed vaccine →
kemudian kemudian (high risk area) atau 3
Parenteral
hingga berumur tahun sekali (low risk
16 minggu area)

Vaksinasi tidak disarankan pada kucing dibawah usia 6 minggu karena


dikhawatirkan masih memiliki antibody maternal yang dapat melawan dan menetralisir
vaksin tersebut. Pemberian pada hewan bunting juga tidak disarankan, namun apabila
diperlukan dapat menggunakan killed vaccine (Richard, 2013).

Penerapan higienitas dan manajemen pemeliharaan yang baik perlu dilakukan.


Kucing yang menunjukkan gejala klinis panleukopenia sebaiknya ditempatkan dalam
ruang isolasi. Perawatan yang baik secara signifikan akan menurunkan kematian akibat
virus tersebut (Horzinek dkk., 2013). Pemenuhan nutrisi dan gizi yang seimbang perlu
diperhatikan agar kebutuhan kucing dapat terpenuhi. Bila nutrisi terpenuhi maka
kondisi tubuh dapat terjaga dan tidak mudah terserang penyakit. Selain itu, desinfektan
natrium hipoklorit 1% dapat digunakan untuk mendesinfeksi kandang dan peralatan
lainnya yang digunakan oleh kucing (Syafriati dan Sendow, 2003).
Daftar Pustaka

Clinkenbeard, K.D., dan Meinkoth, J. 2010. Veterinary Hematology 6th Edition:


Hematology of Cats. Blackwell Publishing, USA.

Dawson, S., Willoughby, K., Gaskell, R.M. 2001. A Field Trial To Assess The Effect
Off Vaccination Against Feline Herpesvirus, Feline Calicivirus, And Feline
Panleukopenia Virus In 6 Week Old. Journal of Feline Medicine and Surgery
vol 3(1).

Day, M. J. 2016. Guidelines for The Vaccination of Dogs and Cats. WSAVA Global
Veterinary Community.

Greene. 2012. Infectious Disease of the Dog and Cat 4th ed. Missouri (US): Elsevier
Saunder.

Hartman, K. 2017. Feline panleukopenia – update on prevention and treatment. Thai J


Vet Med Suppl. 2017, 47: S101-S104.

Horzinek, M.C., Addie, S. Belak, C.B. 2013. Update of the 2009 Guidelines on
prevention and management of feline infectious disease: Feline Panleukopenia.
Journal of Feline Medicine and Surgery. 15 (7)

Mosallanejad, B., Avizeh, R., Ghorbanpoor Najafabadi, M. 2009. Antigenic detection


of Feline Panleukopenia virus (FPV) in diarrhoiec companion cats in Ahvaz
area. Iranian Journal of Veterinary Research, Shiraz University, Vol. 10, No. 3,
Ser. No. 28, 2009.

Murphy, F. A., Gibbs, E.P.J., Horzineck, M.C. 1999. Veterinary Virology. Edisi ke 3.
Academic Press, USA.

Plumb, D.C. 2011. Veterinary Drug Handbook 7th Edition. Stockholm(EU):PharmaVet


Inc.
Richard, A.S. 2013. Overview of Feline Panleukopenia. The Mecrk Veterinary Manual
Reference Guards, USA.

Skyes, J.E. 2014. Feline Panleukopenia Virus Infection and Other Viral Enteritides in
Canine and Feline Infectious Disease. Missouri: Elsevier Saunders.

Squires, R.A. 2020. Feline Panleukopenia. MSD Manual: Veterinary Manual.

Subronto. 2010. Penyakit Infeksi Parasit dan Mikroba pada Anjing dan Kucing.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Syafriati, T. 2004. Deteksi antibodi penyakit feline panleukopenia pada kucing dengan
menggunakan teknik ELISA. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner. Hal 761-762.

Syafriati, T., dan Sendow, I. 2003. Keberadaan penyakit Feline Panleukopenia (FPL)
pada kucing di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan
dan Veteriner. 761-766.

Tilley, P., dan Smith, J.R. 2011. Blackwell’s Five Minute Veterinary Consult: Canine
and Feline. John Wiley and Sons, Inc.

Truyen, U; Addie, D; Belak, S; Boucraut-Baralon, C; Egberink, H; Frymus, T;


Gruffyd-Jones, T; Hartman, K; Hosie, M. J; Lloret, A; Lutz, H; Marsilio, F;
Pennisi, M. G; Radford, A. D; Thiry, E; and Horzinek, M. C. Feline
Panleukopenia: ABCD Guidelines on Prevention and Management. Journal of
Feline Medicine and Surgery (2009) 11, 538-546.

Weiss, D. J. Wardrop, K.J. 2010. Schalm’s Veterinary Hematology. USA :Wiley-


Blackwell

Anda mungkin juga menyukai