Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mikobakterium tuberkulosis. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga
memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ
Insidensi TB dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh
dunia. Demikian pula di Indonesia, Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan, baik
dari sisi angka kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun
diagnosis dan terapinya. Dengan penduduk lebih dari 200 juta orang, Indonesia menempati
urutan ketiga setelah India dan China dalam hal jumlah penderita di antara 22 negara dengan
tahun 1986 merupakan penyebab kematian keempat. Pada tahun 1999 WHO Global
pertahun dengan 262.000 BTA positif atau insidens rate kira-kira 130 per 100.000 penduduk.
Sulawesi Tenggara ditemukan 3.105 kasus, menurun dibandingkan tahun 2015 dengan 3.268
kasus. Pada tahun 2017 di Sulawesi Tenggara ditemukan 2.587 kasus, menurun dibandingkan
tahun 2016 dengan 3.105 kasus. Pada tahun 2018 di Sulawesi Tenggara ditemukan 3.965
kasus, meningkat dibandingkan tahun 2017 dengan 2.587 kasus. Sedangkan pada tahun 2018
di Sulawesi Tenggara ditemukan 4.551 kasus, meningkat dibandingkan tahun 2018 dengan
3.965 kasus.
B. Rumusan Masalah
1
2. Apa saja etiologi dari Tuberculosis?
tenggara?
C. Tujuan
6 Untuk mengetahui distribusi kasus penyakit dalam 4 tahun terakhir di provinsi sulawesi
tenggara.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TBC
Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya
termasuk meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Smeltzer & Bare, 2002).
tuberculosis dan ditandai oleh pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan oleh
hipersensifitas yang diperantarai sel (cell mediated hypersensitivity) (Wahid dan Suprapto,
2014).
B. Etiologi
Penyakit Tuberkulosis disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini
berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh
karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA) (Depkes RI, 2008). Basil ini tidak
berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari dan sinar ultraviolet
(Nurarif dan Kusuma, 2013), tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap
dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur selama beberapa tahun
Ada dua macam mikobakteria tuberkulosis yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil tipe
bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberkulosis usus. Basil tipe human bisa
berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal dari penderita TBC terbuka (Nurarif dan
Kusuma, 2013).
3
C. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala Tuberculosis menurut Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam (2006) dapat
1. Demam
Umumnya subfebris, kadang-kadang 40-410C, keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya
tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
2. Batuk
Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk
radang. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif). Keadaan setelah timbul
peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum atau dahak). Keadaan yang lanjut
berupa batuk darah haematoemesis karena terdapat pembuluh darah yang cepat.
3. Sesak nafas
Pada gejala awal atau penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan
ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah bagian
paru-paru.
4. Nyeri dada
Gejala ini dapat ditemukan bila infiltrasi radang sudah sampai pada pleura, sehingga
5. Malaise
Penyakit TBC paru bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan
anoreksia, berat badan makin menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot dan keringat
malam. Gejala semakin lama semakin berat dan hilang timbul secara tidak teratur.
D. Patofisiologi
Tempat masuk kuman mycobacterium adalah saluran pernafasan, infeksi tuberculosis
terjadi melalui (airborn) yaitu melalui instalasi dropet yang mengandung kuman-kuman basil
tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Basil tuberkel yang mempunyai permukaan
alveolis biasanya diinstalasi sebagai suatu basil yang cenderung tertahan di saluran hidung atau
cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruangan alveolus
biasanya di bagian lobus atau paru-paru atau bagian atas lobus bawah basil tuberkel ini
4
membangkitkan reaksi peradangan, leukosit polimortonuklear pada tempat tersebut dan
Setelah hari-hari pertama masa leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang
terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler
ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal atau proses dapat
juga berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak, dalam sel basil juga
menyebar melalui gestasi bening reginal. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh
limfosit, nekrosis bagian sentral lesi yang memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti
keju-lesi nekrosis kaseora dan jaringan granulasi di sekitarnya terdiri dari sel epiteloid dan
fibrosis menimbulkan respon berbeda, jaringan granulasi menjadi lebih fibrasi membentuk
jaringan parut akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
kelenjar getah bening regional dari lesi primer dinamakan komplet ghon dengan mengalami
pengapuran. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan dimana
bahan cairan lepas ke dalam bronkus dengan menimbulkan kapiler materi tuberkel yang
dilepaskan dari dinding kavitis akan masuk ke dalam percabangan keobronkial. Proses ini
dapat terulang kembali di bagian lain dari paru-paru atau basil dapat terbawa sampai ke laring,
Kavitis untuk kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dengan meninggalkan
jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkijaan dapat
mengontrol sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitasi
penuh dengan bahan perkijuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang terlepas. Keadaan ini
dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama dan membentuk lagi hubungan dengan
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme atau
lobus dari kelenjar betah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang kadang-
kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai
penyebaran limfo hematogen yang biasanya sembuh sendiri, penyebaran ini terjadi apabila
focus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk ke dalam sistem
5
E. Determinan
Menurut Felly Happy Hardini dan Rini Mutahar (2011), faktor-faktor resiko terjadinya TB
1. Umur
Umur memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian tuberkulosis pada orang dewasa.
Menurut teori sistem tubuh, semakin bertambah usia seseorang maka organ tubuh dan
sistem lainnya membuat perubahan. Perubahan ini merubah kerentanan seseorang untuk
berbagai penyakit. Dengan kata lain, semakin berumurnya seseorang, semakin meningkat
2. Jenis Kelamin
Tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian penyakit
tuberkulosis. Menurut WHO, penyakit tuberkulosis ini lebih tinggi terjadi pada laki-laki
dibandingkan dengan wanita karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok
tembakau dan meminum alkohol, sehingga terjadi penurunan sistem pertahanan tubuh dan
3. Tingkat Pendidikan
Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan kejadian tuberkulosis
pada orang dewasa. Tingkat pendidikan dapat berpengaruh secara tidak langsung terhadap
angka kejadian suatu penyakit. Hal ini dibuktikan dengan semakin baik tingkat pendidikan
formal masyarakat, secara tidak langsung akan menurunkan angka kesakitan dan kematian
Tingkat pendapatan berkaitan dengan kemiskinan yang akan berpengaruh pada status
kesehatan masyarakat.
5. Status Gizi
Status gizi mempengaruhi kejadian tuberkulosis pada orang dewasa. Menurut Etjang (1991)
disebabkan oleh adanya sumber penularan (penderita) dan adanya orang-orang yang rentan
dalam masyarakat. Kerentanan akan tuberkulosis ini terjadi karena daya tahan tubuh yang
6
rendah yang disebabkan oleh : gizi yang buruk, terlalu lelah, kedinginan dan cara hidup
yang tidak teratur. Dengan kata lain gizi yang buruk akan menyebabkan penurunan daya
tahan tubuh seseorang yang menjadi rentan terhadap penularan penyakit tuberkulosis.
6. Kebiasaan Merokok
memperlemah paru dan menyebabkan paru lebih mudah terinfeksi kuman tuberkulosis.
Asap rokok dalam jumlah besar yang dihirup dapat meningkatkan risiko keparahan
7. Ventilasi Rumah
Ada hubungan yang bermakna antara ventilasi rumah dengan kejadian tuberkulosis pada
orang dewasa. Rumah dengan luas ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan
Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan memberikan pengaruh bagi penghuinya.
Luas rumah yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan berjubel
(overcrowded). Hal ini tidak sehat karena disamping menyebabkan kurangnya konsumsi
oksigen, juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, terutama
tuberkulosis akan mudah menular kepada anggota keluarga lain. Dengan kata lain rumah
yang tidak memenuhi standar kepadatan rumah memiliki kemungkinan besar untuk
terinfeksi tuberkulosis.
Hasil penelitian di Gambia, Afrika menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
secara statistik antara riwayat kontak penularan dengan anggota keluarga yang menderita
TB paru dengan kejadian tuberkulosis. Orang yang memiliki riwayat kontak dengan dengan
anggota keluarga yang juga menderita TB paru mempunyai risiko terkena tuberkulosis 4
kali lebih besar. Tingkat penularan tuberkulosis di lingkungan keluarga penderita cukup
tinggi, dimana seorang penderita rata-rata dapat menularkan kepada 2-3 orang di dalam
rumahnya, sehingga riwayat kontak penderita dalam satu keluarga dengan anggota keluarga
yang lain yang sedang menderita TB Paru merupakan hal yang sangat penting.
7
F. Distribusi Kasus Penyakit Dalam 4 Tahun Terakhir Di Provinsi Sulawesi Tenggara
1. Tahun 2016
Pada tahun 2016 di Sulawesi Tenggara ditemukan 3.105 kasus baru BTA positif (BTA+),
menurun dibandingkan tahun 2015 dengan 3.268 kasus. Seperti trend yang terjadi pada
tahun-tahun sebelumnya, penemuan kasus baru tertinggi yang dilaporkan masih berasal dari
3 kabupaten yaitu Kabupaten Muna, Konawe dan Kota Kendari. Jumlah kasus baru di tiga
kabupaten tersebut mencapai ˃50% dari keseluruhan kasus baru BTA+ di Sulawesi
Tenggara.
2. Tahun 2017
Pada tahun 2017 di Sulawesi Tenggara ditemukan 2.587 kasus baru BTA positif (BTA+),
menurun dibandingkan tahun 2016 dengan 3.105 kasus. Tidak seperti trend yang terjadi
pada tahun-tahun sebelumnya, penemuan kasus baru tertinggi yang dilaporkan pada tahun
2017 berasal dari 4 kabupaten yaitu Kota Kendari, Kabupaten Konawe, Kolaka, Baubau,
dan Bombana. Jumlah kasus baru di empat kabupaten tersebut mencapai ˃50% dari
3. Tahun 2018
Pada tahun 2018 di Sulawesi Tenggara ditemukan 3.965 kasus baru BTA positif (BTA+),
4. Tahun 2019
Pada tahun 2018 di Sulawesi Tenggara ditemukan 4.551 kasus baru BTA positif (BTA+),
G. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
a. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan
b. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan missal terhadap kelompok – kelompok populasi
c. Vaksinasi BCG
(Muttaqin, 2008)
2. Pengobatan
Tuberkulosis paru diobati terutama dengan agen kemoterapi ( agen antituberkulosis ) selama
periode 6 sampai 12 bulan. Lima medikasi garis depan digunakan adalah Isoniasid ( INH ),
Penyebab :
1. Belum semua faskes melapor kasus menggunakan SITB, Wifi TB, Integrasi SIMRS-SITB
Solusi :
1. Monitoring dan umpan balik ke faskes secara rutin, refreshing penggunaan SITB di faskes
menggunakan TCM
5. Melibatkan mantan pasien TB, komunitas, toga, kader dalam kegiatan investigasi kontak
face shield)
9. Meningkatkan peran asosiasi rumah sakit untuk meningkatkan penemuan dan pelaporan
kasus TB
9
Treatment Succes Rate rendah
Penyebab :
Solusi :
1. Memanfaatkan digital teknologi melalui kampanye media sosial, hotline layanan TB dalam
pemantauan pasien untuk pengobatan, pelacakan kasus mangkir misalnya melalui aplikasi
EMPATI, dll.
2. Memanfaatkan jasa pengiriman obat dengan ojek online atau kurir internal
3. Monitoring dan umpan balik secara rutin ke faskes, serta refreshing penggunaan SITB ke
faskes
Penyebab :
4. Durasi pengobatan yang lama pada pasien TB RO (jangka pendek 9-12 bulan dan jangka
Solusi :
2. Mempercepat usaha penyediaan akses universal untuk layanan diagnosis dan pengobatan
TB RO yang berkualitas
terdiagnosis
10
4. Pemberian layanan berpusat pasien (patient-centered services) untuk semua pasien,
termasuk pengobatan ramah pasien dan dukungan psikososial yang dibutuhkan untuk
kab/kota, didukung dengan mentoring dan asistansi dari tingkat provinsi dan nasional
PROGRAMER
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TBC
Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya
termasuk meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Smeltzer & Bare, 2002).
berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh
karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA) (Depkes RI, 2008).
Untuk Provinsi Sulawesi Tenggara, jumlah penderita TB pada tahun 2016 di Sulawesi
Tenggara ditemukan 3.105 kasus, menurun dibandingkan tahun 2015 dengan 3.268 kasus.
Pada tahun 2017 di Sulawesi Tenggara ditemukan 2.587 kasus, menurun dibandingkan tahun
2016 dengan 3.105 kasus. Pada tahun 2018 di Sulawesi Tenggara ditemukan 3.965 kasus,
meningkat dibandingkan tahun 2017 dengan 2.587 kasus. Sedangkan pada tahun 2018 di
Sulawesi Tenggara ditemukan 4.551 kasus, meningkat dibandingkan tahun 2018 dengan
3.965 kasus.
B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini masih terdapat begbagai kekurangan, oleh karena itu
kami mengharapkan kepada para pembaca untuk dapat memberikan masukan yang bersifat
12
DAFTAR PUSTAKA
Amril, Y., 2002. Keberhasilan Directly Observed Therapy (DOT) Pada Pengobatan TB Paru
Kasus Baru di BP4 Surakarta. Tesis. Jakarta : Bagian Pulmonologi dan Kedokteran
Respirasi FKUI
Aris, M., 2000. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penularan Tuberkulosis Paru di Kabupaten
Bahar, A., 2000. Tuberkulosis Paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor Soeparman . jilid
Depkes RI., 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Gerdunas TB.
Notoatmodjo, S., 2000. Penanggulangan Penderita TB Agar Tidak Lalai Berobat. Jakarta:
Pandit, N., & Choudary, S.K., 2006. A Study of Treatment Compliance in Direct Observe
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara. 2016, Propil Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara. 2017, Propil Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara. 2018, Propil Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara. 2019, Propil Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi
13