Anda di halaman 1dari 2

Nama :syahrul

Alamat:Lombok utara NTB

Judul :Alasan Dharurat Menulis

Menulis adalah pekerjaan berat, bukan karena hasilnya tidak layak, bukan juga kerana
tidak fulus karena kantong tidak begitu terisi meski sudah dapat reward , namun karena
kemalasan dan bosan laksan iblislah yang menjadikan semuanya sulit, di tambah dengan
keinginan untuk dapat hasil instan nan flash, hal ini karena pengaruh perubahan zaman instan di
mana semuanya bisa mendapat hasil dengan cepat laksana mie instan, panaskan air, rebus dan
jadilah mie instan, meski tidak benar-benar instan. Hal lain juga yang menjadi dinding
penghalang siapapun yang memulai berita, tentu saja kekurangan perangkat yang di sebut ilmu,
dengan ilmulah kita tau bagaimana bagaimana teknik mencari dan mengumpulkan serta
mengolah dan menyajikan hingga menjadi tulisan dan jadilah sebuah karya, meski terlalu cepat.

Di tengah kebosanan itu tidak berarti bisa menghentikan dan menutup mati keinginan
untuk menulis, bisa saja kita masih ingin melakukannya, menunggu saat yang tepat alasan yang
tepat, sebab tidak setiap orang akan menulis meski pun ia ingin menulis, butuh alasan kuat,
dalam bahasa arabnya alasan tersebut di sebut dharuriayah , sesuatu yang akan di kerjakan
meski dengan paksaan, meski malas, meski kurang ilmu dan peralatan(sebut saja kita berasal dari
kalangan tidak mampu), namun dengan alasan dharuriyah akan membuat kebosanan menghilang
(jika tidak menghilang anggap anggap saja menghilang), itulah yang kita bisa temukan da
kehidupan, misalnya. Alasan dharuriyah ini pembagian kasarnya ada dua hal, pertama, menulis
adalah sumber makan fisik alias pengisi dompet atau istilah sosiologisnya menurut smaih athif
az-zain di sebut hajat al-‘udhwiyyah(kebutuhan fisik) dan jika hasilnya bagus maka pengisian
dompet ini juga akan menjadi menjadi lebih tebal bahkan tidak muat, na’asnya jika tidak berhasil
atau tidak di kerjakan sama sekali akan masuk dalam barisan tempat orang tidur di TPU(tempat
pemakaman umum), termasuk kedalam alasan ini pula, hal lain yang bersifat gharijiyyah
(naluriah), tentu saja kita bisa melihat orang yang berhasil merubah dunia adalah penulis dan
pembicara(orator), dengan tulisanlah banyak pemikiran di dunia ini bisa di jadikan dasar bagi
peradaban berikutnya, jika itu adalah tulisan berita maka akan bisa menjadi acuan dalam
aktivitas orang karena di sanalah informasi tentang banyak hal dalam kehidupan kita bisa saja
sangat efektik memulai langkah kita, perkerjaan, gaya, hubungan, dan lain sebagainya. Atas
dasar inilah tulisan tulisan yang di muat di Koran sangat member faedah yang besar bagi
khayalak umum, begitupun jika berada pada tataran pendidikan, medis, sejarah, sains dan
sterusnya baik dalam bentuk buku maupun majalah ataupun media berita. Lalu di mana alasan
gharijiyyahnya? Tentu pasti ada di antara kita yang tergila-gila menjadi penulis bukan karena
ingin mengisi kantong tapi karena ingin popular atau bahkan menjadi pahlawan yang di dari
masa ke masa, meski tergantung sberapa besar bobot tulisanya dan seberapa lihai ia menyusunya
hingga tulisan itu menjadi sangat menarik bagi pembaca. Motivasi seperti ini tentu saja bagi kita
yang tau akan adanya hari pembalasan sangatlah tidak menarik, jika hasil yang di dapat dari
menulis hanyalah berupa uang kemudian kita belanjakan dan stelahnya seiring dengan
pergantian masa , itu akan sirna. Begitupun popularitas karena setiap generasi dalam sebuah
peradaban akan selalu memiliki arah ketertarikan dan konsumsi bacaan yang berbeda kecuali al-
qur’an dan apa yang di tunjukinya, sebab al-qur’an adalah mukjizat dari rabbul ‘alamin, ia tidak
akan pernah hilang keajaiban di dalamnya meski masa berapa kalipun berganti, hingga kiamat.
Demkianlah alasan pertama,.

Hal kedua, adalah spirit ruhhiyyah meminjam ungkapan Muhammad Muhammad islamil,
jika spirit ruhiyyah ini kita jadikan landasan menulis kita niscaya bisa kita dapatkan apapun, dan
hebatnya bahkan jika tulisan kita jelek sekalipun jika ikhlas pasti akan mendapatkan reward
disisi pemilik ‘alam. Namun, harus menanggung sendiri kritikan pedas terutama dari monster
yang bernama editor, jika bisa menerima dan menggambil saripati atau hikmah darinya maka
pastilah sukses itu ada, Jika itu tulisan yang harus terlebih dahulu di lewati editor. Sedang jika itu
adalah tulisan yang langsung ke masyarakat nikmatilah masukan dari mereka, tentunya jika ada
yang mau baca. Kata kunci yang di pegang untuk meraih keberhsilannya adalah melakukannya
berulang-ulang atau mencoba terus menerus atau apapun sebutan lainnya, bakat bukanlah nomor
urut pertama dalam hal ini. Demikian sedikit keuntungan menjadikan alasan ruhiyyah menjadi
dasar kita menulis. Adapun yang menjadikanya dharuriyyah adalah karena perkara agama
tentunnya, dalam hal ini bisa kita sebut dengan alasan ideologis, jika islam di serang dengan
tulisan maka bukanlah hal yang baik jika kita mengatakan “biarkan saja” atau “kan ada yang
lain” atau yang senada denganya, jika islam di serang maka janganlah kita diam saja, lakukanlah
upaya, setidaknya dengan menulis sebagai bantahan, jadilah yang terdepan untuk membelanya,
tidak melakukannya berarti akan terkena imbas dari hadits nabi saw tentang amar makruf nahi
mungkar, yang pertama adalah dengan tangan, kemudian lisan dan terakhir adalah
membenci(lihat: shahih muslim dalam bab iman), menurut ulama membenci adalah selemah-
lemahnya iman. dharurat lainya adalah karena al-qur’an dan hadits butuh penjelasan hal inlah
yang menjadikan karya para ulama yang jilidnya sangatlah banyak, bayangkan jika tidak ada
tafsir atau syarah hadits yang di tulis oleh para ulama, bisa di pastikan hari ini akan terjadi
banyak kesalahan dalam memahaminya(meski sudah banyak karena pengaruh pembenci islam),
begitupun berita pada hari ini yang sejatinya akan menjadi sejarah bagi generasi stelah kita, apa
yang akan mereka pelajari jika kita tidak meninggalkan sebuah karya yang menjaga agama
mereka(islam) nantinya. Maka, marilah kita menulis untuk islam terjaga dan terus mengalir
dengan murni dari masa ke masa.

Anda mungkin juga menyukai