Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Konsumsi dalam arti ekonomi adalah semua penggunaan barang dan jasa yang
dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan tujuan manusia mengkonsumsi
adalah agar memperoleh kepuasan setinggi-tingginya dan mencapai tingkat kemakmuran dalam
arti terpenuhinya berbagai macam keperluan baik kebutuhan pokok, sekunder, barang mewah,
maupun kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani.
Konsumsi dalam pengertian umum berarti memakai barang-barang hasil produksi.
Menurut istilah ekonomi, konsumsi berarti kegiatan menggunakan, memakai, atau menghasilkan
barang dengan maksud memenuhi kebutuhan. Faktor yang sangat menentukan terhadap besar
kecilnya jumlah pengeluaran untuk konsumsi adalah pendapatan. Semakin besar pendapatan
semakin besar pula pengeluaran. Pada bab selanjutnya kita akan memperdalam lagi mengenai
konsumsi dalam islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan konsumsi dan Ruang Lingkup konsumsi?
2. Apa saja prinsip dan tujuan konsumsi dalam islam?
3. Bagaimana Kemaslahatan dalam konsumsi islam?
C. Tujuan Penulisan
1. Agar mengetahui apa pengertian konsumsi beserta ruang lingkupnya.
2. Agar mengetahui prinsip-prinsip dan tujuan konsumsi dalam islam.
3. Agar mengetahui maslahatan dalam konsumsi.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Ruang Lingkup Konsumsi


Konsumsi dalam arti ekonomi adalah semua penggunaan barang dan jasa yang
dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan tujuan manusia mengkonsumsi
adalah agar memperoleh kepuasan setinggi-tingginya dan mencapai tingkat kemakmuran dalam
arti terpenuhinya berbagai macam keperluan baik kebutuhan pokok, sekunder, barang mewah,
maupun kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani.
Konsumsi dalam pengertian umum berarti memakai barang-barang hasil produksi.
Menurut istilah ekonomi, konsumsi berarti kegiatan menggunakan, memakai, atau menghasilkan
barang dengan maksud memenuhi kebutuhan. Faktor yang sangat menentukan terhadap besar
kecilnya jumlah pengeluaran untuk konsumsi adalah pendapatan. Semakin besar pendapatan
semakin besar pula pengeluaran.
Kebutuhan-kebutuhan hidup yang sangat penting bagi kehidupan manusia yang
apabila tidak terpenuhi manusia tidak dapat hidup, kebutuhan-kebutuhan tersebut adalah:
a) Makanan
Makanan dipandang sebagai kebutuhan pokok manusia yang paling penting.
Manusia dapat hidup tanpa pakaian dan tempat tinggal dalam kondisi-kondisi tertentu tapi tidak
dapat tanpa makanan.
b) Pakaian
Setelah makan, kebutuhan lain yang penting bagi manusia adalah pakaian yang
berfungsi melindungi manusia dari panas dan dingin dan agar nampak indah dan bagus
kepribadian manusia tersebut.
c) Tempat tinggal
Sama halnya dengan makanan dan pakaian, manusia juga membutuhkan tempat
berlindung dari kehidupan luar. Oleh karena itu Islam juga telah memberi perhatian terhadap
yang satu ini.

2
Pada umumnya orang-orang berpendapat bahwa kebutuhan pokok manusia terdiri
dari tiga macam yaitu: sandang, pangan dan papan. Tanpa terpenuhinya ketiga pokok ini,
manusia tidak akan bisa hidup dengan baik. Memang benar ketiganya sangat penting bagi
kelangsungan hidup manusia, tetapi sebenarnya masih sebatas pada bentuk materi saja. Dalam
pandangan Islam kebutuhan manusia lebih luas dari sekedar ketiga kebutuhan tersebut, karena
mereka hanya terkait urusan duniawi semata.
Menurut Asy-Syathibi, rumusan kebutuhan manusia dalam Islam terdiri dari 3
tingkatan, yaitu: kebutuhan al-dharuriyyah (yang bersifat pokok, mendasar); kebutuhan al-
hajiyyah (yang bersifat kebutuhan); dan at-tahsiniyyah (bersifat penyempurna, pelengkap).
1) Kebutuhan Dharuriyyat
Kebutuhan (need) merupakan konsep yang lebih bernilai daripada keinginan
(want). Keinginan hanya ditetapkan, berdasarkan konsep utility, tetapi kebutuhan didasarkan atas
konsep maslahah. Adapun kebutuhan dharuriyyat mencakup lima unsur pokok, yaitu: Hifzh al-
Din (pemeliharaan agama), Hifzhal-Nafs(pemeliharaan jiwa), Hifzh al-Aql (pemeliharaan akal),
Hifzh al-Nasl (pemeliharaan keturunan), Hifzh al-Mal(pemeliharaan harta).
Lima kebutuhan dharuriyat yang mencakup lima hal diatas merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan. Manusia hanya dapat melangsungkan hidupnya dengan baik jika
kelima macam kebutuhan itu terpenuhi dengan baik pula.
2) Kebutuhan al-hajiyyah
Kebutuhan al-hajiyyah adalah suatu yang diperlukan oleh manusia dengan
maksud untuk membuat ringan, lapang dan nyaman dalam menanggulangi kesulitan-kesulitan
kehidupan.
3) Kebutuhan al-tahsiniyyah
Kebutuhan al-tahsiniyyah dimaksudkan untuk mewujudkan dan memelihara hal-
hal yang menunjang peningkatan kualitas kelima pokok kebutuhan mendasar manusia dan
menyangkut hal-hal yang terkait akhlak mulia. Dengan kata lain al-tahsiniyyah dimaksudkan
agar manusia dapat melakukan yang terbaik untuk penyempurnaan pemeliharaan lima unsur
pokok
Dari ketiga kebutuhan manusia diatas, maka konsumsi dharuriyat harus lebih
diutamakan daripada kebutuhan hajiyat dan tahsiniyat. Karena posisi hajiyat dan tahsiniyat layak

3
dipenuhi apabila seorang konsumen punya kelebihan uang setelah yang dharuriyat telah
terpenuhi terlebih dahulu.
Ruang Lingkup Dari Konsumsi itu sendiri adalah
a. Halal dan Haram
Adalah sesuatu yang diperbolehkan (diperkenankan), yang terlepas dari ikatan
larangan, dan diizinkan oleh pembuat syari’at untuk dilakukan. Haram adalah sesuatu yang
dilarang oleh pembuat syari’at dengan larangan yang pasti, dimana orang yang melanggarnya
akan dikenakan hukuman (siksa) diakhirat,dan adakalanya dikenai hukuman juga didunia.
Haram adalah sesuatu yang Allah SWT larang. Oleh karena itu seorang muslim
harus dapat mengidentifikasi apa yang halal dan apa yang tidak. Menurut Hosen terdapat
beberapa kriteria makanan haram, secara garis besar terbagi 2,yakni :
- Haram li dzathi, haram dalam substansinya (zat-nya) yang pada dasarnya
memang dilarang oleh agama dan sudah jelas rambu-rambunya didalam
AlQur’an. Menurut wujudnya terdapat dua kriteria yang haram dikonsumsi
- Haram li Ghairi, suatu hal yang pada dasarnya (secara zat) tidak dilarang
dalam agama, tetapi menjadi haram karena ada hal lain yang membuatnya
menjadi haram, misalnya dalam cara mendapatkan suatu makanan dengan
cara yang haram dan yang bathil, seperti mencuri, suap, menipu, judi dan
sebagainya.

B. Prinsip dan Tujuan Konsumsi Dalam Islam


Ada tiga prinsip dasar konsumsi yang digariskan oleh islam, yakni konsumsi barang
halal, konsumsi barang suci dan bersih dan tidak berkelebihan.
1. Halal, seorang muslim diperintahkan dalam islam untuk memakan makanan yang halal
(sah menurut hukum dan di izinkan) dan tidak mengambil yang haram (tidak sah
menurut hukum dan terlarang).
2. Prinsip kebersihan dan menyehatkan, al-Quran memerintahkan manusia: hai sekalian
manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat dibumi, dan janganlah
kamu mengikuti langkah-langjah setan, karena setan itu adalah musuh yang nyata
bagimu.(QS. Al-Baqorah :168).

4
Demikianlah alQuran suci mengingatkan manusia untuk makan makanan yang baik
yang telah allah anugerahkan kepada kita.
3. Prinsip kesederhanaan, dalam konsumsi berarti bahwa orang haruslah mengambil
makanan dan minuman sekedarnya dan tidak berlebihan karena makan berlebihan itu
berbahaya bagi kesehatan. alQuran juga mengatakan : makan dan minumlah, dan
janganlah berlebih-lebihan, sesungguhnya allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan (QS al-A’raaf :31).1

Selanjutnya, ada beberapa prinsip dalam berkonsumsi yang membedakannya dengan


prilaku konsumsi nonmuslim (konvesional). Prinsip- prinsip tersebut antara lain:

a. Prinsip Syariah
Pertama, memperhatikan tujuan konsumsi, tujuan konsumsi tidak hanya mencapai
kepuasaan dari konsumsi barang, melainkan berfungsi ibadah dan rangka mendapat ridha allah
SWT.
Kedua, memperhatikan kaidah ilmiah, dalam berkonsumsi juga harus
memperhatikan prinsip kebersihan, dalam artinya barang yang dikonsumsi harus bebas dari
kotoran dan penyakit, menyehatkan, bernilai gizi dan memiliki manfaat tidak kemudharatan.
Ketiga, memperhatikan bentuk konsumsi, artinya tidak terlepas dari keridhaan allah
atau tidak, karena pada hakikatnya teori konvenssional tidak mengenal tuhan. Dari segi bentuk
konsumsi seorang muslim harus memperhatikan apapun yang di konsumsinya, berhubungan
dengan adanya batasan barang yang di konsumsi, misalnya mengonsumsi daging babi, bangkai
darah, minuman keras,judi dan lain sebagainya.
b. Prinsip kuantitas
Pertama, sederhana tidak bermewah-mewahan, sesungguhnya kuantitas konsumsi
yang terpuji dalam konsumsi yang terpuji dalam kondisiyang wajar dan sederhana. Dalam
berkonsumsi hendaknya menghindari sikap bermewah-mewahan.
Kedua, kesesuaian antara pemasukan dengan konsumsi adalah hal yang sesuai
dengan fitrah manusia dan realita. Oleh karena itu aksiomatik ekonomi adalah pemasukan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan konsumen individu. Dimana

1
Muhammad Sharif,”Sistem Ekonomi Islam”, (Kencana:Prenada MediaGroup,2012), hlm. 138.

5
permintaan menjadi bertambah jika pemasukan bertambah, dan permintaan menjadi berkurang
jika pemasukan menurun disertai tetapnya faktor-faktor yang lain.
c. Prinsip prioritas
Pertama, untuk nafkah diri, istri, anak dan saudara. Nafkah diri manusia diwajibkan
untuk memenuhi kebutuhan diri dan mendahulukannya atas pemenuhan kebutuhan orang lain.
Nafkah istri harus di penuhi oleh suaminya karena ikatan dirinya kepada suaminya. Nafkah
kerabat sebab wajibnya nafkah tersebut adalah adanya keharaman untuk memutuskan
silaturrahmi. Nafkah untuk yang membantu isti, menjadi tanggung jawab dan suami dan istri
tersebut. Nafkah untuk budak, pada masa perbudakan seorang pemilik budak wajib memberikan
nafkah kepada para budak yang dimilikinya.
Kedua, untuk memperjuangkan agama allah, diantara karunia yang diberikan
kepada hamba mukmin- Nya adalah karunia berupa harta dan adanya semangat untuk
membelanjakan harta itu dijalan yang di benarkan oleh syariat. Pembelanjjan harta dijalan allah,
sebagai balasannya allah SWT akan menggantikannya dengan surga. Pengeluaran dijalan allah
tersebut dapat berbentuk pengeluaran untuk membiayai dakwah agama agar islam tersebar
keseluruh alam, pengeluaran dijalan allah dapat berbentuk bantuan langsung ke orang miskin
atau orang yang memerlukandi dalam masyarakat.
d. Prinsip moralitas
Memiliki arti mengandung makna ketika berkonsumsi terhadap suatu barang, maka
dalam rangka menjaga martabat manusia yang mulia, berbeda dengan makhluk allah lainnya.
Sehingga dalam berkonsumsi harus menjaga adap dan etika (tertib) yang disunahkan oleh nabi
Muhammad SAW. Contoh, ketika makan memakai tangan kanan, membaca doa, dan tidak
mencela makanan dan sebagainya.2
Dalam buku lain, juga ada 4 prinsipnya, yaitu:

1. Prinsip Keadilan
Syarat ini mengandung arti ganda yang penting mengenai mencari rezeki secara halal
dan tidak dilarang dalam hukum islam. Dalam soal makanan & minuman yang terlarang adalah
darah, daging binatang yang telah mati sendiri, daging babi, dan daging binatang yang
disembelih diserukan nama selain nama Allah SWT. Tiga golongan pertama dilarang karena
hewan-hewan ini berbahaya bagi tubuh, sebab yang berbahaya bagi tubuh tentu berbahaya pula
2
Lukman Hakim, “Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam”, (PT.Gelora Aksara Pratama,2012),hlm.129.

6
bagi jiwa. Larangan terakhir berkaitan dengan segala sesuatu yang langsung membahayakan
moral dan spiritual, karena seolah hal ini sama dengan mempersekutukan Tuhan. Kelonggaran
diberikan bagi orang-orang yang terpaksa, dan bagi orang yang pada suatu ketika tidak
mempunyai makanan untuk dimakan. Ia boleh makan makanan yang terlarang itu sekadar yang
dianggap perlu untuk kebutuhannya ketika itu saja.

2. Prinsip Kebersihan
Syarat yang kedua ini tercantum dalam Al-Qur’an maupun Sunnah tentang makanan.
Harus baik atau cocok untuk dimakan, tidak kotor ataupun menjijikkan sehingga merusak selera.
Karena itu, tidak semua yang diperkenankan boleh dimakan dan diminum dalam semua keadaan.
Dari semua yang diperbolehkan makan dan minumanlah yang bersih dan bermanfaat.

3. Prinsip Kesederhanaan
Prinsip ini mengatur perilaku manusia mengenai makanan dan minuman adalah sikap
tidak berlebih-lebihan, yang berarti janganlah makan secara berlebihan. Terdapat dalam Q.s
Al-‘Araaf ayat 31 :
          
      
Artinya : Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki)
mesjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.

Dan terdapat dalam Q.s Al-Maidah ayat 87 :

          
       

Artinya :Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah
Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas.

Arti penting ayat-ayat ini adalah kenyataan bahwa kurang makan dapat memengaruhi
pembangunan jiwa dan tubuh, demikian pula bila perut diisi secara berlebih-lebihan tentu akan

7
ada pengaruhnya pada perut. Praktik memantangkan jenis makanan tertentu dengan tegas tidak
dibolehkan dalam islam.

4. Prinsip Kemurahan Hati


Dengan menaati perintah islam tidak ada bahaya maupun dosa ketika kita memakan
dan meminum makanan halal yang disediakan tuhan karena kemurahan hatinya. Selama
maksudnya adalah untuk kelangsungan hidup dan kesehatan yang lebih baik dengan tujuan
menunaikan perintah tuhan dengan keimanan yang kuat dalam tuntutannya, dan perbuatan adil
sesuai dengan itu, yang menjamin persesuaian bagi semua perintahnya.

5. Prinsip Moralitas
Bukan hanya mengenai makan dan minuman langsung tetapi dengan tujuan
terakhirnya, yakni untuk peningkatan kemajuan nilai-nilai moral dan spiritual. Seorang muslim
diajarkan untuk menyebut nama Allah sebelum makan dan menyatakan terima kasih kepadanya
setelah makan. Dengan demikian ia akan merasakan kehadiran ilahi pada waktu memenuhi
keinginan-keinginan fisiknya. Hal ini penting artinya karena islam menghendaki perpaduan nilai-
nilai hidup material dan spiritual yang berbahagia.3

Tujuan konsumsi seseorang dalam islam:


1. Untuk mengharap ridho Allah SWT
Tercapainya kebaikan dan tuntutan jiw yang mulia harus direalisasikan unruk
mendapatkan pahala dari Allah SWT. Allah telah memberikan tuntutan kepada para hamba Nya
agar menjadikan alokasi dana sebagai bagian dari amal sholeh yang dapat mendekatkan seorang
muslim kepada tuhannya dan untuk mendapatkan surga dengan segala kenikmatan yang ada
didalamnya. Seorang muslim ketika dihadapkan dengan sumber syariat akan mengarahkan
jiwanya pada urgensi pencapaian ketaatan dan keridhaan allah. Kehidupan dunia merupakan
jalan menuju akhirat yang memang menjadi tujuan orang shaleh dalam setiap aktivitas mereka.

2. Untuk mewujudkan kerja sama antar anggota masyarakat


Takdir manusia hidup didunia ini berbeda-beda, ada yang ditakdirkan menjadi
kaya dan malah sebaliknya. Diantara mereka berada di level pertengahan, sementara yang lain

3
P3EI, “Ekonomi Islam”, (Jakarta:Rajawali,2011),hlm.145

8
adallah golongan atas. Ada juga sekelompok masyarakat yang ditakdirkan untuk memerhatikan
kehidupan kaum miskin. Para pengambil kebijakan mengambil posisi untuk menanggung
kebutuhan mereka, menyelesaikan persoalan mereka, dan bertanggung jawab atas kemiskinan
mereka.
Tidak pantas bagi seorang muslim melihat kerabat,tetangga atau saudara muslim
dalam kondisi kelaparan, kedinginan,kemiskinan sementara dia dalam keadaan berkecukupan
dan dia tidak melakukan uasaha apapun untuk menanggulangi penderitaan yang menimpa
mereka. Pada kondisi semacam ini tidak dikatakan sebagai seseorang yang beriman,
sebagaimana sabda Rasulullah SAW: tidak termasuk orang yang beriman kepadaku orang yang
malam harinya dalam keadaan kenyang, sementara tetangganya dalam kelaparan.
Mengulurkan bantuan makanan kepada orang yang kelaparan merupakan perbuatan
utama yang didalamnya terkandung nilai tolong menolong antar manusia dan mengokohkan
pondasi jaminan diantara mereka.
3. Untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab individu terhadap kemakmuran diri,
keluarga dan masyarakat sebagai bagian aktivitas dan dinamisasi ekonomi.
Islam telah memberi kewajiban adanya pemberian nafkah terhadap beberapa
kelompok masyarakat yang termasuk kedalam kategori saudara dan yang digolongkan sebagai
saudara.
Kewajiban memberikan nafkah akan menumbuhkan rasa tanggung jawab.
Pribadi yang dibentuk oleh rasa tanggung jawab akan memenuhi nafkah yang di bebankan itu. Ia
dituntut untuk bekerja demi mewujudkan kemakmuran diri dan keluarganya, bahkan masyarakat
sekitarmya melalui usaha dan pencarian rezeki sebagiamana sabda nabi SAW: ingatlah setiap
kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan diminta tanggung jawab atas yang dipimpinnya.
Seorang laki-laki merupakan pemimpin keluarga dan ia akan diminta pertanggungjawabkan
atas mereka.

4. Untuk meminimalisasi pemerasan dengan menggali sumber-sumber nafkah


Media dan sumber nafkah sangat banyakdan beragam. Negara mempunyai
kewajiban untuk menjaga, baik dengan membuka lapangan kerja, meningkatkan upah, dan
memenuhi kebutuhan orang-orang yang masih dalam kekurangan.

9
Demikian juga kewajiban kaum yang berharta untuk memberikan nafkah akan
memperbanyak sisi penting dalam kehidupan. Orang yang diberikan infak atau sedekah akan
menggunakan pemberian itu untuk memenuhi kebutuhan diri dan orang-orang yang berada
dibawah tanggung jawabnya.
5. Supaya Negara melakukan kewajiban terhadap warga Negara yang masih miskin
Dapat dilakukan dengan jalan:
a. Penyediaan lapangan kerja bagi pengangguran
b. Pemberian nafkah kepada golongan masyarakat yang tidak memiliki sumber
penghasilan serta tidak ada orang yang menjamin nafkahnya.
c. Menyediakan pendidikan dan sarana kesehatan secara gratis, karena
sesungguhnya penyakit dan kebodohan merupakan musuh bersama suatu
bangsa. Kemudahan sarana pendidikan, saran kesehatan dan pelayanan
penyembuhan orang-orang sakit merupakan bidang mendasar yang harus
dijaga oleh Negara sebagai bentuk pelayanan kapada para warganya.
d. Penyediaan tempat tinggal untuk menampung orang-orang lemah, panti
jompo, orang gila dan orang-orang yang terganggu mentalnya.
e. Negara harus menanggung masyarakat yang berkekurangan yang terancam
pleh adanya bahaya kelaparan, tertimpa wabah penyakit, kehilangan hak-hak,
sarana beribadah dan sebagainya.

C. Maslahah Dalam Konsumsi


Maslahah terdiri dari manfaat dan berkah. Demikian pula dalam hal perilaku
konsumsi, seorang konsumen akan mempertimbangkan manfaat dan berkah yang dihasilkan
dari kegiatan konsumsinya. Konsumen merasakan adanya manfaat suatu kegiatan konsumsi
ketika ia mendapatkan pemenuhan kebutuhan fisik atau psikis atau material. Disisi lain, berkah
akan diperoleh ketika ia mengkonsumsi barang atau jasa yang dihalalkan oleh syariat islam.
1. Kebutuhan dan keinginan
Keinginan adalah hasrat atau harapan seseorang yang jika dipenuhi belum tentu
akan meningkatkan kesemournaan fungsi manusia ataupun suatu barang. Misalnya,ketika
seseorang membangun rumah ia menginginkan warna yang nyaman, interior yang rapi dan
indah, ruangan yang longgar dan sebagainya. Kesemua hal itu belum tentu akan memberikan

10
kepuasan bagi pemilik rumah. Keinginan terkait dengan suka atau tidak seseorang terhadap suatu
barang atau jasa,dan hal ini bersifat subjektif tidak bisa dibandingkan antar satu orang dengan
orang lain.
Ajaran islam tidak melarang manusia untuk memenuhi kebutuhan atau
keinginannya,selama dengan pemenuhan tersebut, maka martabat manusia akan meningkat.
Semua yang ada dibumi ini diciptakan untuk kepentingan manusia,namun manusia diperintahkan
untuk mengonsumsi barang atau jasa yang halal dan baik secara wajar, tidak berlebihan.
Pemenuhan kebutuhan ataupun keinginan tetap dibolehkan selama mampu menambah maslahah
atau tidak mendatangkan mudarat
2. Maslahah dan kepuasan
Maslahah dan kepuasan adalah identik. Sebagai contoh dua orang, zaid dan hindun
yang dalam keadaan sama, (rasa lapar dan kesukaan yang sama) sama-sama mengonsumsi
daging sapi. Zaid tidak mempermasalahkan kehalalan daging sapi sehingga dia mengkonsumsi
daging yang tidak halal. Sementara itu, hindun adalah orang yang sangat mematuhi perintah
Allah dan oleh karena itu, hanya memakan daging sapi yang halal (atau disembelih dengan
syariat. Dari kedua orang tersebut manfaat yang diterima oleh Zaid tetap sama dengan manfaat
yang diterima oleh Hindun. Namun maslahah yang diterima Hindun lebih besar dari maslahah
yang diterima oleh Zaid. Hal ini mengingat bahwa maslahah tidak saja berisi manfaat dari barang
yang dikonsumsi saja namun juga terdiri dari berkah yang terkandung dalam barang tersebut.
Dari contoh diatas dapat disimpulkan bahwa kepuasan adalah suatu akibat dari
terpenuhinya suatu keinginan sedangkan maslahah merupakan suatu akibat atas tepenuhinya
suatu kebutuhan atau fitrah.
3. Maslahah dan nilai-nilai ekonomi Islam
Misalnya terdapat dipasar beras dua orang konsumen yaitu hindun dan Zaid dan
karena ada musim paceklik maka beras yang mampu disediaakan produsen 100 kg/minggu.
Hindun membutuhkan beras 70kg/minggu dan Zaid membutuhkan beras 70kg/mimggu jika
Hindun dan Zaid hanya memikirkan kecukupan kebutuhan masing-masing, maka mereka akan
bersaing mendapatkan beras sebanyak-banyaknya, dan pada akhirnya mereka menawar dengan
harga lebih tinggi untuk mrdapatkan besar sejumlah 70kg dan yang lain akan mendapatkan
sisanya 30kg. dalam hal ini,Zaid dan Hindun mendapatkan manfaat duniawi sejumlah beras yang
ia beli yaitu 100kg untuk berdua,namun keduannya hanya mendapatkan keberkahan minimal

11
karena mereka masing-masing tidak memiliki niatan untuk beramal ketika melakukan konsumsi
lain halnya jika hindun dan Zaid berfikir untuk membantu orang lain ketika mereka berbelanja,
maka mereka akan saling memikirkan agar tidak merugikan konsumen lainnya.
Contoh diatas menunjukkan bahwa manfaat dan berkah yang diperoleh ketika
prinsip dan nilai-nilai islam diterapkan dalam perilaku ekonomi. Sebaliknya jika prinsip saja
yang dilaksanakan misal pemenuhan kebutuhan, maka menghasilkan manfaat duniawi semata.
Keberkahan akan muncul dalam kegiatan ekonomi-konsumsi disertai dengan niat dan perbuatan
yang baik seperti menolong orang lain,bertindak adil dan semacamnya.
4. Penentuan dan pengukuran maslahah bagi konsumen
Besarnya berkah yang diperoleh berkaitan langsung dengan frekuensi kegiatan
konsumsi yang dilakukan. Semakin tinggi frekuensi kegiatan yang bermaslahah, maka semakin
besar pula berkah yang akan diterima oleh pelaku konsumsi. Dalam Al-Quran, Allah
menjelaskan bahwa sertiap amal perbutan (kebaikan mauoun keburukan) akan dibalas dengan
pahala maupun siksa meskupun amal perbuatan itu sangatlah kecil. Dengan demikian dapat
ditafsirkan bahwa maslahah yang diterima perkalian antara pahala dan frekuensi kegiatan
tersebut. Demikian dalam hala konsumsi, besar nya berkah yang diterima konsumen tergantung
frekuensi konsumsinya semakin banyak barang atau jasa halal yang dionsumsi, maka akan
semakin besar pula yang akan diterima.
a. Formulasi maslahah
Maslahah yang terkandung undur manfaat dan berkah jika suatu kegiatan tidak
memberikan manfaat di dunia maka nilai keberkahannya menjadi tidak ada sehingga
maslahah dari kegiatan tersebut tidak ada.
b. Pengukuran maslahah konsumen
Maslahah konsumen dibedakan menjadi dua yaitu konsumsi yang ditujukan untuk
ibadah dan konsumsi untuk pemenuhan kebutuhan atau keinginan manusia. Contoh jenis
konsumsi yang pertama adalah pembelian barang atau jasa diberikan kepada orang
misikin, sedekah maupun ibadah lainnya. Sedangkan konsumsi jenis ke dua adalah
konsumsi untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan manusia sebagiamana konsumsi
sehari-hari.
c. Karakteristik manfaat dan berkah dalam konsumsi

12
Maslahah yang diperoleh konsumen ketika membeli barang diantara nya sebagai
berikut:
1. Manfaat material yaitu diperolehnya tanbahan harta bagi konsumen akibat pembelian
suatu barang atau jasa manfaat material berupa murahnya harga diskon dan
semacamnya.
2. Manfaat fisik dan psikis yaitu terpenuhinya kebutuhan fisik atau psikis manusia
seperti rasa lapar,haus,kedinginan,kenyamanan dan sebagainya.
3. Manfaat intelektual yaitu terpenuhinya kebutuhan akal mausia ketika ia membeli
barang atau jasa seperti pengethuan,keterampilan dan semacamnya.
4. Manfaat terhadap lingkungan yaitu adanya eksternalitas positif dari pembelian
barang dan jasa yang dirasakan selain pembeli pada generasi yang sama.
5. Manfaat jangka panjang yaitu terpenuhinya kebutuhan duniawi jangka panjang atau
terjaganya generasi mendatang terhadap kerugian dari tidak membeli suatu barang
atau jasa.

Disamping kegiatan konsumsi yang halal dan bermanfaat akan memberikan


berkah kepada konsumen berkah ini antara lain:

a. Barang atau jasa yang dikonsumsi bukan barang yang haram


b. Tidak berlebih-lebihan dalam jumlah konsumsi
c. Diniatkan untuk mendapatkan ridha Allah.4

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
4
P3EI, “Ekonomi Islam”, (Jakarta:Rajawali,2011),hlm.129.

13
Konsumsi dalam arti ekonomi adalah semua penggunaan barang dan jasa yang
dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan tujuan manusia mengkonsumsi
adalah agar memperoleh kepuasan setinggi-tingginya dan mencapai tingkat kemakmuran dalam
arti terpenuhinya berbagai macam keperluan baik kebutuhan pokok, sekunder, barang mewah,
maupun kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani. Ada tiga prinsip dasar konsumsi yang
digariskan oleh islam, yakni konsumsi barang halal, konsumsi barang suci dan bersih dan tidak
berkelebihan. Maslahah terdiri dari manfaat dan berkah. Demikian pula dalam hal perilaku
konsumsi, seorang konsumen akan mempertimbangkan manfaat dan berkah yang dihasilkan dari
kegiatan konsumsinya. Konsumen merasakan adanya manfaat suatu kegiatan konsumsi ketika ia
mendapatkan pemenuhan kebutuhan fisik atau psikis atau material. Disisi lain, berkah akan
diperoleh ketika ia mengkonsumsi barang atau jasa yang dihalalkan oleh syariat islam.

B. SARAN
Demikian yang kami dapat paparkan mengenai “Konsumsi dalamislam”, tentunya kami
menyadari betul atas segala kekurangannya. Maka dari itu, kami harap para pembaca memberikan kritik
dan saran, demi sempurnanya makalah kami ini.

DAFTAR PUSTAKA
Sharif, Muhammad. 2012. Sistem Ekonomi Islam.Jakarta : KencanaPranadaMedia Group.
Hakim, Lukman. 2012. Prinsip-PrinsipEkonomi. Jakarta : PT.GeloraAksaraPratama.
P3EI.2011. Ekonomi Islam.Jakarta : Rajawali.

14

Anda mungkin juga menyukai