Anda di halaman 1dari 14

Nama : Novia Aquaristy Hutabarat

NIM : 06101181924011
Prodi : Pendidikan Kimia Indralaya
Tanggal : 4 Maret 2021

RESUME
PENGOLAHAN LIMBAH SLUDGE TREATMENT
1. Pengertian Sludge (Limbah Lumpur)

Sludge adalah limbah berlumpur yang dihasilkan selama proses untuk


menghilangkan belerang dari batubara. Sludge juga merupakan limbah padat yang
berupa hasil samping (by profuct) yang dihasilkan dari proses pembuatan latex
pekat jenis centrifuge latex. Sludge atau lumpur adalah sebuah permasalah klasik
yang biasanya akan terikut pada hampir semua sistem pengolahan air limbah.
Dalam jumlah kecil, pengurusan sludge memang tidak menjadi cost yang
memberatkan, namun lain halnya kalau ternyata air limbahkita mengandung
sludge dalam jumlah yang masif yang mengakibatkan cost membengkak.

2. Sumber Sludge

Sludge organik yang berasal dari kolam pengedap awal (primary settling
tank) dan kolam pengendap akhir (secondary settling primary settling tank)
disebut primary sludge yang merupakan endapan padatan yang ikut mengalir
bersama air limbah, sedangkan sludge dari secondary settling tank disebut
secondary sludge, merupakan endapan mikroba sisa yang dibuang dari unit
Instalasi Pengolahan Air Limbah (Wastewater Treatment Plant). (Ikbal dkk,
2006) beban persatuan luas, Waktu penahan hidrolis, waktu penahanan
lumpur dan lain-lain.

3. Perlakuan/Treatment Limbah Sludge yang Kurang Tepat

Pada beberapa industri, sludge ini hanya ditumpuk pada lahan kosong disekitar
pabrik atau dijadikan sebagai tanah urukan. Cara seperti ini jelas tidak tepat,
karena bahan-bahan organik sludge akan mencemari lingkungan serta air tanah di
sekitarnya. Pada sebagian industri, volume sludge diperkecil dengan cara
mengurangi kadar airnya dengan alat belt press. Ada juga industri yang
menggunakan fasilitas drying bed untuk mengeringkan sludgenya. cara ini selain
membutuhkan lahan yang sangat luas, pengeringan dengan sludge drying bed
sangat tergantung pada kondisi cuaca. Di samping cara-cara di atas, ada juga
industri yang membakar sludge yang dihasilkannya. Syarat terakhir ini disamping
boros energi karena untuk membakar sludge secara sempurna diperlukan suhu
sekitar 800°C, pembakaran tidak sempurna akan mencemari udara.

4. Sludge Teratment

Beberapa perlakuan limbah sludge yang kurang tepat tersebut perlu dicarikan
solusi baru yang mudah dan murah untuk diaplikasikan dalam pengolahan sludge.
Diantaranya sebagai berikut :

 Sludge Biology Anaerobic Teratment

Salah satu cara yang tepat untuk mengolah limbah organik berpolutan tinggi
seperti sludge organik adalah proses fermentasi metana atau proses biologi
anaerobik. Proses ini dikenal tidak saja hemat energi, tetapi sekaligus proses yang
menghasilkan energi berupa biogas metana (CH 4) dari penguraian polutan-polutan
organik. Disamping itu proses ini sangat bersahabat dengan lingkungan, karena
3)
produk akhir hasil pengolahan adalah senyawa-senyawa yang sudah stabil .
Diharapkan dengan alternatif baru ini jumlah produksi sludge dapat dikurangi
secara signifikan sehingga bisa membantu kalangan industri dalam pengoperasian
IPAL dan mengelola sludgenya.

Berikut contoh penelitian dalam pengolahan sludge biology anaerobic treatment

- BAHAN DAN METODA


1) Sludge

Sludge yang diolah pada penelitian ini diambil dari salah satu IPAL
Kawasan (PT. A) yang berlokasi di Cikarang, Jawa Barat. Sludge
yang diteliti merupakan sludge campuran (mixed sludge) dari primary
dan secondary sludge dengan perbandingan 1 volume berbanding 2
volume (1 vol : 2 vol).
2) Mikroba Anaerobik

Sebagai sumber mikroba anaerobik untuk mengolah sludge, diambil


cairan dalam bioreaktor anaerobik Rumah Pemotongan Hewan
Cakung (RPH), Jakarta Timur. Sebelum digunakan untuk mengolah
sludge, terlebih dulu dilakukan pengujian apakah cairan mikroba
anaerob tersebut masih aktif atau tidak. Caranya yaitu cairan mikroba
yang telah diambil dimasukkan kedalam botol bermulut lebar
mempunyai volume 1 liter yang difungsikan sebagai bioreaktor
(Gambar 4). Botol ditutup dengan karet yang telah diberi 2 buah
lobang. Lobang pertama digunakan untuk tempat sampling,
sedangkan yang kedua untuk tempat keluar biogas menuju tangki
penampung biogas (gas holder). Setiap hari cairan didalam botol
diambil dalam jumlah tertentu, kemudian limbah sintetis dalam
jumlah yang sama dimasukkan ke dalam botol sebagai
pengganti cairan yang diambil. Limbah sistetis yang digunakan adalah
larutan gula sebagai sumber karbon dengan konsentrasi 25 g/l.
Keaktifan mikroba diamati dari jumlah biogas yang dihasilkan setiap
hari sebagai hasil penguraian senyawa karbon gula. Gas holder
dilengkapi dengan skala pembacaan untuk mengetahui jumlah
produksi biogas.

3) Bioreaktor anaerobik

Bioreaktor yang digunakan untuk mengolah sludge adalah tangki


berbentuk silinder yang dibuat dari bahan akrilik, mempunyai tinggi
48 cm, diameter 20 cm dan volume operasi 12 liter. Pengadukan isi
bioreaktor dilakukan dengan cara mensirkulasikan cairan didalam
bioreaktor dengan bantuan pompa jenis Handy Pump (Shimisu dan
Wilo, Jepang) kapasitas 20 l/menit. Pengadukan dilakukan secara
kontinyu selama 24 jam dalam satu hari. Pengadukan berfungsi untuk
membebaskan biogas yang terbentuk serta menjaga homogenitas
cairan dalam bioreaktor. Gas holder yang digunakan untuk
menampung biogas juga dibuat dalam bahan akrilik bervolume 10
liter. Gambar 5 adalah rangkaian peralatan yang digunakan untuk
penelitian pengolahan sludge dengan proses biologi anaerobik. Mula-
mula kedalam bioreaktor dimasukkan cairan mikroba anaerobik
sebanyak 11,75 liter dan limbah sintetis yang mengandung gula
sebagai sumber karbon sebanyak 0,25 liter. Mula-mula bioreaktor
diberi umpan limbah sintetis. Setelah biogas mulai terbentuk yaitu
setelah 3 hari, limbah sintetis sebagai umpan bioreaktor diganti
dengan sludge campuran dari IPAL PT. A. Pengambilan cairan dari
dalam bioreaktor dan pemasukan umpan baru kedalam bioreaktor
dilakukan setiap hari secara “draw-and-fill”, yaitu cairan didalam
bioreaktor diambil dalam jumlah tertentu, kemudian sludge segar
dalam jumlah yang sama dimasukkan kedalam bioreaktor. Cairan
hasil olahan kemudian dianalisa untuk mengetahui pH dan konsentrasi
bahan organik yang tersisa. Metode draw and fill digunakan karena
jumlah draw and fill setiap hari sedikit, disamping itu konsentrasi
padatan dalam sludge cukup tinggi sehingga pengumpanan sludge
dengan pompa secara kontinyu sulit dilakukan. Jumlah produksi
biogas setiap hari diketahui dari pembacaan skala gas holder. Dalam
selang waktu tertentu, biogas dalam gas holder disampling dan
dianalisa untuk mengetahui konsentrasi gas CH4 dan CO2. Penelitian
dilaksanakan pada suhu ruangan.

4) Analisa

Beberapa parameter penting yang dianalisa dalam pengolahan sludge


adalah sebagai berikut:

a. pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan Horiba pH Meter F-
22 (Horiba, Jepang). Sebelum digunakan, elektroda pH meter
dikalibrasi dengan larutan standar 4,01 dan 6,86.
b. Produksi Gas
Jumlah produksi biogas diukur menggunakan gas holder yang
dilengkapi skala pembacaan. Komposisi biogas meliputi CH4. dan
CO2 diukur menggunakan serbuk CaO. Biogas didalam gas holder
diambil menggunakan syringe dari bahan gelas bervolume 100 ml.
Kemudian diinjeksikan kedalam botol bertutup rapat yang berisi
serbuk CaO. Dalam botol, gas CO2 akan bereaksi dengan serbuk CaO
membentuk CaCO3, sedangkan gas CH4. akan balik kembali kedalam
syringe. Selisih jumlah gas awal dan akhir dalam syringe adalah
jumlah gas CO2, sedangkan gas yang masih tersisa dalam syringe
adalah gas CH4. Disini diasumsi bahwa biogas hanya mengandung
gas CO2 dan gas CO4.
c. Chemicals Oxygen Demand (COD)
COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi
polutan organik dalam jumlah tertentu dan merupakan salah satu
parameter penting dalam menetapkan tingkat pencemaran. Semakin
tinggi kadar COD, maka tingkat pencemaran limbah tersebut juga
makin tinggi. COD yang diukur disini adalah COD total, meliputi
COD dalam cairan dan COD dalam padatan sludge. Metoda yang
digunakan mengikuti prosedur Hach (methode no. 430). Slugde
setelah diencerkan dimasukkan kedalam reagent Hach, kemudian
dipanaskan dalam COD reaktor pada suhu 150℃ selama 120 menit.
Setelah dingin, konsentrasi COD diukur dengan Spektrofotometer
(Hach DR/2000, Amerika) pada panjang gelombang 420 nm. Nilai
yang terbaca pada spektrometer kemudian dikalikan dengan tingkat
pengenceran yang dilakukan diawal proses, maka akan diperoleh
konsentrasi COD (mg/l)
d. Total Solid (TS) dan Total Volatile Solid (TVS)
TS dan TVS merupakan parameter penting dalam pengolahan limbah
yang mempunyai konsentrasi padatan tinggi seperti sludge. TS adalah
jumlah padatan total dalam limbah, meliputi padatan terlarut dan tidak
larut, sedangkan TVS menunjukkan jumlah bahan organik yang
terdapat didalam TS. Mula-mula sampel dalam jumlah tertentu
dimasukkan kedalam cawan porselin yang telah ditimbang beratnya
(A g). Cawan dipanaskan diatas water bath pada suhu 105oC untuk
menguapkan air dalam sludge, kemudian dikeringkan dalam drying
oven 105 ºC selama 1 malam. Setelah didinginkan, berat cawan dan
sludge kering ditimbang (B g). Selanjutnya sludge kering dibakar
dalam burner pada suhu 600℃ selama 30 menit. Setelah dingin,
cawan dan abu sisa pembakaran ditimbang (C g). Besarnya TS adalah
pengurangan B dengan A (mg/l), sedangkan nilai TVS adalah selisih
antara B dengan C (mg/l).
e. Suspended Solid (SS) dan Volatile Suspended Solid (VSS)
Disamping TS dan TVS, parameter SS dan VSS juga cukup penting
dalam pengolahan sludge. TS menunjukkan jumlah padatan yang
tersuspensi dalam limbah, sedangkan VSS adalah jumlah material
organik dalam SS. Cara mengukur konsentrasi SS dan VSS hampir
sama dengan cara mengukur konsentrasi TS dan TVS. Karena disini
yang diukur hanya padatan sludgenya saja, maka cairan yang ada
dalam sludge harus dipisahkan, yaitu dengan alat sentrifugator
(Kokusan, type H 103, Jepang). Caranya, sampel dalam jumlah
tertentu dimasukkan kedalam tabung khusus yang dilengkapi penutup,
kemudian disentrifius pada kecepatan 4.000 rpm selama 10 menit.
Cairan supernatan yang terpisah pada dibagian atas dibuang dan
padatan dipindahkan kedalam cawan porselin. Langkah-langkah
selanjutnya adalah sama seperti cara analisa parameter TS dan TVS.

 Sludge Wasteswater Treatment Plant

Sejalan dengan pengoperasian Wastewater Treatment Plant. A kumulasi


sludge dari hari ke hari juga terus bertambah sehingga menimbulkan masalah
baru cukup serius dilingkungan pabrik. Pemanfaatan lumpur (sludge) sebagai
pupuk kompos merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan sebagai
upaya untuk pengelolaan lingkungan. Diperlukan serangkaian penelitian
sehubungan dengan penggunaan lumpur tersebut, mengingat lumpur yang
digunakan dalam industri pangan yang berbeda akan mempunyai sifat kimia
yang berbeda, sementara untuk sifat fisika dan biologinya cenderung sama.
Lumpur limbah adalah produk sampingan dari air limbah yang diolah. Ini terdiri
dari bahan organik dan anorganik, konsentrasi besar nutrisi tanaman, bahan kimia
organik, serta patogen. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengolah lumpur
tersebut dengan benar untuk meminimalkan dampak lingkungannya. Berikut
adalah ikhtisar singkat tentang proses pengolahan lumpur untuk membantu Anda
mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang teknik pengolahan dan
persyaratan proses:

 Langkah 1 - Penebalan Lumpur

Langkah pertama dalam rencana pengolahan lumpur limbah disebut pengentalan.


Dalam langkah ini, lumpur limbah dikentalkan dalam pengental gravitasi untuk
mengurangi volume keseluruhan, sehingga memungkinkan penanganan lumpur
dengan mudah. Flotasi udara terlarut adalah alternatif lain yang dapat digunakan
secara efektif untuk mengentalkan lumpur dengan menggunakan gelembung udara
untuk memungkinkan massa padat mengapung ke atas.

 Langkah 2 - Pencernaan Sludge

Setelah mengumpulkan semua padatan dari lumpur limbah, mulailah proses


pencernaan lumpur. Ini adalah proses biologis di mana padatan organik yang ada
di lumpur diuraikan menjadi zat yang stabil. Proses ini juga membantu
mengurangi massa total padatan, sekaligus menghancurkan patogen yang ada
untuk memudahkan pengeringan. Proses pencernaan lumpur adalah proses dua
fase. Tahap pertama, lumpur padat kering dipanaskan dan dicampur dalam tangki
tertutup untuk memungkinkan pencernaan anaerobik oleh bakteri pembentuk
asam. Bakteri ini menghidrolisis molekul besar protein dan lipid yang ada dalam
lumpur dan memecahnya menjadi molekul kecil yang larut dalam air, yang
kemudian difermentasi menjadi berbagai asam lemak. Lumpur kemudian mengalir
ke tangki kedua di mana ia diubah oleh bakteri lain untuk menghasilkan campuran
karbon dioksida (CO2) dan metana, setelah itu metana dikumpulkan dan
digunakan kembali untuk menyalakan tangki pencernaan dan menghasilkan
tenaga (tergantung pada kuantitas yang diambil. ).

 Langkah 3 - Pengeringan
Setelah mengambil gas yang berguna dan produk samping lainnya, sisa lumpur
kemudian dikeringkan sebelum dibuang. Dalam kebanyakan kasus, lumpur yang
dikeringkan biasanya mengandung sejumlah besar air, sebanyak 70 persen,
meskipun dalam bentuk padat. Oleh karena itu, penting untuk mengeringkan dan
mengeringkan lumpur terlebih dahulu. Meskipun menggunakan tempat tidur
pengeringan lumpur adalah cara paling umum untuk melakukan proses ini, proses
ini sangat memakan waktu dan mungkin memerlukan waktu berminggu-minggu
sebelum prosesnya selesai. Untuk mempercepat proses ini, rencana pengelolaan
limbah juga menggunakan alat pemisah padat-cair untuk melaksanakan proses ini.
Faktanya, sentrifugasi perlahan menjadi salah satu metode pengurasan lumpur
yang paling disukai. Dengan melewatkan lumpur melalui centrifuge, akan lebih
mudah untuk mengambil semua air dan memudahkan penanganan limbah padat
dalam waktu yang lebih singkat dengan biaya yang lebih rendah. Alternatif lain
termasuk filter vakum drum putar dan pers filter sabuk.

 Langkah 4 - Pembuangan

Setelah lumpur dikeringkan secara efektif, lumpur dapat dikubur di bawah tanah
di tempat pembuangan akhir sanitasi atau dapat digunakan sebagai pupuk,
tergantung pada komposisi kimianya. Jika lumpur terlalu beracun untuk
digunakan kembali atau dikubur, Anda cukup membakar lumpur dan
mengubahnya menjadi abu.

Sementara lumpur limbah biasanya diolah menggunakan rencana tindakan


standar, sangat penting untuk memperhitungkan aspek-aspek seperti asal-usul
limbah, proses pengolahan yang digunakan untuk mengurangi limbah menjadi
lumpur, serta kemungkinan produk sampingan yang dapat diambil dari itu untuk
digunakan lebih lanjut sebelum memilih rencana pengolahan lumpur. Ini tidak
hanya akan membantu Anda mengoptimalkan hasil keseluruhan, tetapi juga akan
membantu Anda mengurangi biaya dengan menyelamatkan bahan yang berguna
untuk penggunaan sekunder sebelum pembuangan akhir.
Sumber Referensi :

Cahyadi, D. 2016. Pemanfaatan Limbah Lumpur (Sludge) Wastewater Treatment


Plant PT. X sebagai Bahan Baku Kompos. Jurnal JTM. 5 (1) : 31-36.
Link Download :
https://www.researchgate.net/publication/315533635_PEMANFAATAN_LIMBA
H_LUMPUR_SLUDGE_WASTEWATER_TREATMENT_PLANT_PTX_SEBA
GAI_BAHAN_BAKU_KOMPOS
Nugroho, L., Ikbal. Pengolahan Sludge dengan Proses Biologi Anaerobik. Jurnal
Teknologi Lingkungan. 7 (1) : 80 – 89.
Link Download : http://www.kelair.bppt.go.id/Jtl/2006/vol7-1/09sludge.pdf
Patel, J. 2018. 4-Step Wastewater Sludge Treatment Process. (Online)
https://www.wateronline.com/doc/step-wastewater-sludge-treatment-process-0001
(Diakses pada 25 Februari 2021).
PERTAMINA. 2001. Pedoman Pengelolaan Limbah Sludge Minyak Pada
Kegiatan Operasi Pertamina. Jakarta: Pertamina.
GAMBAR PPT PENGOLAHAN LIMBAH SLUDGE TREATMENT

Anda mungkin juga menyukai