Anda di halaman 1dari 18

Transformasi, Transduksi, Dan Konjugasi Sebagai Bentuk Rekombinasi Pada Bakteri,

Serta Rekombinasi Pada Bakteriofage


RQA 7
disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Genetika 2
Yang dibina oleh Prof. Dr Hj. Siti Zubaidah, M. Pd dan Deny Setiawan M.Pd

Oleh Kelompok 13/Off G :


Annasa Sabatia (170342615589)
Nur Raiyan Jannah (180342618004)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Oktober 2020
TRANSFORMASI GENETIK
Transformasi merupakan suatu proses transfer informasi genetik dengan bantuan
potongan DNA ekstraseluler. Dalam hal ini, fragmen DNA yang berasal dari bakteri donor
diambil oleh bakteri lain dalam kedudukan sebagai bakteri resepien. Dapat dikatakan jika
bakteri donor dan bakteri resipien berbeda secara genetik, maka akan dihasilkan rekombinan
genetik yang terbentuk melalui peristiwa pindah silang yang melibatkan fragmen DNA dari
donor dan DNA atau kromosom resepien. Sel yang mengalami transformasi disebut
transfroman. Pada 1944 Oswald Avery dkk. Membuktikan bahwa DNA bertanggung jawab
terhadap perubahan genetik yang terjadi akibat transformasi.
Transformasi Alami dan Transformasi Buatan
Pada transformasi alami, bakteri mampu mengambil fragmen DNA secara alami
sehingga mengalami transformasi secara genetik, contohnya seperti Bacillus subtilis.
Sedangkan pada transformasi yang direkayasa, secara genetik bakteri telah diubah terlebih
dahulu agar memungkinkan terjadi transformasi, hal ini yang menyebabkan bakteri dapat
mengambil fragmen DNA sehingga mengalami transformasi, contohnya pada E. coli.
Pengambilan molekul DNA oleh bakteri resipien adalah suatu proses aktif yang
membutuhkan energy. Proses tersebut tidak mencakup peristiwa masuknya molekul DNA
secara pasif melalui dinding sel maupun membrane sel yang permiabel. Tidak seluruh sel
bakteri mengalami transformasi secara alami. Spesies yang dapat melakukan transformasi
memiliki mekanisme enzimatik yang terlibat pada peristiwa pengambilan fragmen DNA
maupun proses rekombinasi.
Proses Transformasi
Proses transformasi berlangsung dalam beberapa tahap, yaitu:
Tahap 1 : Molekul DNA unting ganda berikatan pada tapak
reseptor yang terdapat di permukaan sel, bersifat reversible.
Tahap 2 : Pengambilan DNA donor yang bersifat irreversible.
DNA donor menjadi resisten terhadap enzim DNase di dalam
medium.
Tahap 3 : Konversi molekul DNA donor yang berupa unting
ganda menjadi molekul unting tunggal melalui degradasi
nukleotida terhadap salah satu unting.
Tahap 4 : Integrasi seluruh atau sebagian unting tunggal DNA
donor tersebut ke dalam kromosom resipien.
Tahap 5 : Segregasi dan ekspresi fenotipik gen donor yang telah
terintegrasi.

Gambar 1. Contoh bagan urutan kejadian transformasi bakteri


Berkenaan dengan masuknya DNA donor ke dalam sel resipien, sudah ada model
yang menduga bahwa suatu enzim eksonukleasi spesifik menarut satu unting DNA donor ke
dalam resipien. Dalam hal ini penarikan unting DNA donor tersebut didukung oleh energy
yang diperoleh dari degradasi unting komplementer.
Ketiga tahap pertama dari proses transformasi yang disebutkan tidak bersifat spesifik
untuk DNA yang homolog. Di lain pihak tahap keempat bersifat spesifik untuk DNA yang
homolog. Dalam hal ini sudah diketahui bahwa suatu bakteri kompeten akan menjalani tahap
1, 2, dan 3 sama baiknya di saat akan mengambil DNA thymus anak sapi maupun DNA asing
lainnya. Pada sebagian transformasi yang telah ditelaah diketahui bahwa ukuran fragmen
DNA donor adalah sekitar 20.000 pasang nukleotida.
Pemetaan Kromosom Bakteri melalui Kejadian Transformasi
Rekombinasi transformasi pada bakteri dapat dimanfaatkan untuk pemetaan
kromosom bakteri. Secara operasional transformasi dapat digunakan untuk mengungkap
peutan gen, urutan gen, serta jarak peta. Penanda genetik pada kromosom donor yang
digunakan berdekatan satu sama lain, maka saat letak penanda pada kromosom donor
berjauhan, penanda tidak akan pernah terbawa molekul DNA pentransformasi yang sama;
penanda tersebut selalu terletak pada fragmen DNA yang berlainan.
Pada DNA donor terdapat gen x+ y+ sedangkan gen x y terletak pada DNA resipien.
Peluang transformasi simultan adalah produk dari peluang transformasi tiap gen sendiri-
sendiri. Dalam hal ini jika terjadi frekuensi transformasi per gen adalah 1 dalam 103 sel, maka
diharapkan frekuensi transformasi x+ y+ adalah sebesar 1 dalam 106 sel resepien (10-3 x 10-3).
Oleh karena itu, jika jarak dua gen berdekatan keduanya sering terbawa pada fragmen DNA
yang sama, maka frekuensi kontransformasi seharusnya mendekati frekuensi transformasi
satu gen.
Urutan gen pada kromosom bakteri dapat juga ditetapkan atas dasar data transformasi.
Contohnya jika gen p dan q sering mengalami kontransformasi, demikian pula gen q dan o
juga sering mengalami kontransformasi, tetapi gen o dan p jarang mengalami
kontransformasi. Maka urutan gen pada kromoson bakteri itu adalah p-q-o.
Para ahli genetika memang dapat mengontrol ukuran fragmen-fragmen DNA yang
digunakan pada sesuatu percobaan transformasi. Oleh karena itu peluang kontransformasi
dari dua gen dapat dihubungkan dengan ukuran molekuler DNA pentransformasi. Secara
operasional dengan menghubungkan frekuensi kontransformasi dengan ukuran rerata DNA
pentransformasi.

TRANSDUKSI PADA BAKTERI


Transduksi di temukan pada 1952 oleh N. Zinder, Joshua Lederberg serta Ester
Lederberg. Transduksi adalah rekombinasi genetik pada bakteri yang diperantarai oleh fag
(Gardner, dkk., 1991; Russel, 1992). Dalam hal ini transduksi terjadi setelah terlebih dahulu
suatu partikel fag membawa sebuah kromosom dari atu bakteri (donor) ke bakteri lain
(resipien).
Fag Virulen dan Virulen Sedang
Fag yang terlibat pada proses transduksi ini tergolong yang bersifat virulen maupun yang
virulen sedang. Fag virulen selalu memperbanyak diri dan memecahkan (merobekkan) sel
inang setelah infeksi. Di lain pihak fag yang bersifat virulen sedang mempunyai dua alternatif
pilihan setelah infeksi, yaitu menjalani siklus litik atau menjalani jalur lisogenik selama
menjalani siklus litik, fag melakukan reproduksi dan memecahkan sel inang; sedangkan
selama menjalani siklus lisogenik, kromosom fag diintegrasikan ke dalam kromosom inang
dan bereplikasi seperti halnya segmen-segmen kromosom inang yang lain. Kromosom fag
yang terintegrasi dengan kromosom sel inang disebut juga sebagai profag (Russel, 1992). (A)
Siklus hidup litik suatu fag virulen, misalnya T2 dan T4, (B) Siklus hidup fag yang bersifat
virulen sedang semacam fag λ (Russel, 1992).

(A)

(B)

Berkenaan dengan siklus lisogenik, sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar diatas,
kadang-kadang mekanisme yang mempertahankan kromosom fag tetap terintegrasi dengan
kromosom inang terganggu atau hilang, yang berakibat kromosom fag terpisah lagi dari
kromosom inang, dan fag selanjutnya menjalani siklus litik. Terpisahnya kembali kromosom
fag dari kromosom inang dapat juga diinduksi oleh faktor lingkungan semacam radiasi sinar
ultraviolet. Perlu diperhatikan bahwa terintegrasinya kromosom fag ke dalam kromosom
inang terjadi melalui mekanisme rekombinasi spesifik tapak (Gardner, dkk., 1991).
Macam Transduksi
Dewasa ini dikenal dua tipe transduksi yaitu transduksi umum (generalized transduction)
dun transduksi khusus (specialized transduction) atau transduksi terbatas (restricted
transduction). Fenomena transduksi tersebut ditemukan tatkala para peneliti tersebut tengah
mengkaji apakah suatu mekanisme konjugasi terjadi pada bakteri Salmonella typhimurium.
Transduksi Umum
Pada transduksi umum, potongan DNA bakteri yang ditangkap oleh fag yang kemudian
dipindahkan ke bakteri resipien, merupakan potongan acak kromosom bakteri (Russel, 1992).
Potongan acak DNA bakteri itu juga tidak dintegrasikan pada tapak-tapak pelekatan yang
khusus (Gardner, dkk., 1991). Dalam hal ini gen apapun dapat ditransduksikan. Transduksi
umum diperantarai oleh beberapa fag virulen dan yang bersifat virulen sedang tertentu, yang
kromosomnya tidak terintegrasi di tapak pelekatan khusus pada kromosom inang. Partikel-
partikel fag yang terlibat pada tansduksi umum diproduksi selama siklus litik. Berikut adalah
bagan kejadian transduksi umum antara starin E.coli yang diperantai oleh fag P1:

Tidak semua fag virulen memperantarai transduksi (Gardner, dkk., 1991). Sebagai
contoh misalnya yang berkaitan dengan fag T yang bernomor genap (T2, T4, dan T6). Fag-
fag tersebut melakukan degradasi atas DNA inang serta memanfaatkan kembali nukleotida-
nukleotidanya untuk kepentingan sintesis DNA fag. Di lain pihak fag-fag lain mungkin sama
sekali tidak melakukan degradasi terhadap DNA inang, dan karena ukuran kromosom inang
terlalu besar sehingga menyulitkan pembungkusannya secara utuh, maka fag-fag itu tidak
dapat membentuk partikel-partikel pentrasduksi. Demikian pula fag-fag yang lain lagi, proses
pematangan dapat bersifat sangat spesifik untuk DNA fag yang menghalangi pembungkusan
fragmen-fragmen DNA inang. Dalam hal ini hanya sejumlah kecil fag virulen yang diketahui
memperantarai transduksi,
Berkenaan dengan transduksi umum tersebut, setelah suatu fag pentransduksi
menyuntikkan sebuah fragmen DNA inang ke dalam sel resipien, fragmen tersebut dapat
terintegrasi ke dalam kromosom inang atau tidak terintegrasikan dan tetap berada bebas
dalam sitoplasma (Gardner, dkk., 1991). Integrasi ke dalam kromosom inang berlangsung
mirip dengan integrasi DNA yang melakukan transformasi, terkecuali bahwa segmen DNA
yang diintegrasikan merupakan unting ganda. Jika fragmen DNA yang disuntikkan tidak
terintegrasikan ke dalam kromosom inang, maka fragmen tersebut tidak melakukan replikasi
dan akan diwariskan hanya ke satu sel turunan selama tiap pembelahan sel, Dalam hal ini
gen-gen yang terletak pada fragmen kromosom yang ditransduksikan dapat diekspresikan,
sekalipun fragmen-fragmen tersebut tidak terintegrasi, dan sel-sel yang membewahi fragmen
pentransduksi yang tidak terintegrasi disebut sebagai transductan abortif. Pada kondisi
seperti tersebut sel-sel itu dinyalakan secara parsial bersifat diploid dan dapat digunakan
untuk melaksenakan uji komplementasi.
Frekuensi produksi partikel pentransduksi rendah, yaitu hanya satu di antara 10 5-107
partikel turunan yang ada di dalam suatu lisat mengandung DNA bakteri (Gardner, dkk.,
1991). Oleh karena itu peluang suatu sel mengalami dua kali transduksi untuk penanda-
pendanda genetik yang terbawa pada dua partikel transduksi yang berbeda dapat diabaikan.
Dalam hubungan ini kotransduksi dua atau lebih penanda genetik memperlihatkan bahwa
letak penanda-penanda itu relative berdekatan (Gardner, dkk., 1991; Russel, 1992); dan
frekuensi kotransduksi dua penanda manapun merupakan petunjuk tentang tingkat pautan
antara keduanya. Sebagai contoh misalnya, jika penanda a+ dan b+ mengalami kotransduksi,
serta penanda b+ dan c+ juga mengalami kotransduksi, tetapi penanda a+ dan c+ tidak
mengalami kotransduksi, maka urutan atau susunan ketiga penanda tadi adalah a+- b+- c+.
Strain E.coli donor adalah leu+ thr+ azir. Strain E.coli tersebut dapat hidup pada medium
minimal serta resisten terhadap racun metabolik sodium azida. Sel resipien adalah leu thr azir.
Strain E.coli resipien ini membutuhkan suplemen leusin dan threonin dalam medium
kulturnya serta sensitif terhadap sodium azida. Fag Pl ditumbuhkan pada sel-sel donor bakteri
serta lisat fag digunakan untuk perlakuan transduksi terhadap sel bakteri resipien. Lebih
lanjut transduktan diseleksi untuk setiap penanda donor dan kemudian dianalisis untuk
keberadaan penanda yang tidak diseleksi lainnya. Data transduksi untuk mengungkap urutan
gen:

Terlihat bahwa jika transduktan yang diseleksi adalah leu+, 50 % di antaranya yang ikut
ditransduksi adalah azir dan 2 % lainnya yang juga ditransduksi adalah thr +; jika transduktan
yang diseleksi adalah thr+, ternyata 3 % di antaranya yang ikut ditransduksi adalah leu +
sedangkan tidak ada (0 %) azir yang ikut ditransduksi. Makna paling sederhana dari data
semacam itu adalah bahwa letak gen leu lebih dekat dengan gen thr dibanding terhadap gen
azi. Bagan letak, urutan, dan jarak taksiran gen thr, leu, azi pada E.coli:

Transduksi Khusus
Transduksi khusus diperantarai oleh fag yang bersifat virulen sedang. Fag-fag tersebut
hanya mentransduksi fragmen tertentu dari kromosom bakteri, Salah satu contoh fag yang
melakukan transduksi khusus adalah fag λ yang menginfeksi E.coli (Gardner, dkk., 1991;
Russel, 1992). Kromosom fag-fag dapat berintegrasi pada satu atau sejumlah kecil tapak
pelekatan khusus dari kromosom bakteri (Gardner, dkk., 1991; Russel, 1992). Kromosom
fag-fag yang bersifat virulen sedang semacam itu dapat melakukan replikasi secara otonom
(tidak tergantung dari replikasi kromosom inang) serta dapat pula melakukan replikasi dalam
keadaan terintegrasi dengan kromosom inang (replikasi tersebut terjadi selayaknya
kromosom fag merupakan suatu bagian dari kromosom inang). Oleh karena itu terlihat bahwa
kromosom fag semacam itu berperilaku seperti layaknya episom (Gardner, dkk., 1991)
Integrasi kromosom fag semacam λ yang melakukan transduksi khusus diperantarai atau
terjadi melalui suatu rekombinasi antara bentukan kromosom fag intraseluler yang sirkuler di
satu pihak dengan kromosom bakteri yang juga tergolong sirkuler. Peristiwa rekombinasi itu
terjadi pada tapak pelekatan spesifik di kedua kromosom terkait (Garcdner, dk., 1991).
Peristiwa rekombinasi spesifik tapak itu menyebabkan terjadinya insersi linier kovalen
kromosom fag, ke dalam kromosom bakteri. Bagan inisiasi dan eksisi kromosom fag λ:

Seperti diketahui, gen-gen litik itu terlibat pada reproduksi virus maupun proses lisis sel
inang. Mekanisme represi tersebut berlangsung dalam suatu system sirkuit represor-represor-
promotor, mirip dengan yang dijumpai pada operon bakteri. Represi gen-gen yang
bertanggung jawab terhadap reproduksi fag λ serta proses lisis sel inang (E.coli) :

Berkenaan dengan mekanisme represi tersebut gen C1, fag λ mengkode protein represor
yang mempunyai berat molekul 27.000. Dalam kondisi dimer atau tetramer protein represor
itu berikatan dengan ke dua daerah operator yang mengontrol transkripsi gen-gen λ yang
terlibat pada pertumbuhan litik. Pengikatan protein represor dengan ke dua daerah operator
itu menghalangi polimerase RNA berikatan dengan ke dua promoter, sehingga tidak dapat
mengkatalisasi proses transkripsi (ke dua operator yaitu O1, dan OR tumpang tindih dengan
urut urutan promoter). Dengan cara seperti ini gen-gen fag λ mengalami represi.
Suatu bakteri yang mengandung sebuah profag dinyatakan bersifat lisogenik (Gardner,
dkk., 1991; Russel, 1992); dan hubungan antara profag-inang lazim disebut sebagat lisogeni.
Sebuah sel yang lisogenik kebal terhadap infeksi kedua (lanjutan) oleh fag yang şama
(Gardner, dkk., 1991), karena gen-gen litik fag yang sudah meninfeksi mengalami represi
seperti halnya yang terjadi pada profag.
Fag-fag yang bersifat virulen sedang jarang mengalami transisi spontan dari yang
bersifat lisogenik (profag) menjadi yang bersifat litik, yaitu sekitar satu di dalam 105
pembelahan sel (Gardner, dkk., 1991). Sebenamya transisi semacam itu dapat juga diinduksi,
misalnya dengan bantuan radiasi UV. Yang terjadi selama transisi itu adalah profag terbebas
dari kromosom inang. Setelah terbebas dari kromosom inang, kromosom fag akan melakukan
replikasi secara otonom. Proses terbebasnya profag dari kromosom_inang juga merupakan
suatu proses yang spesifik tapak seperti layaknya proses integrasi.
Proses terbebasnya profag dari kromosom inang (proses eksisi) biasanya berlangsung sangat
teliti dalam pengertian bahwa pemotongan atau pemisahan profag tersebut terjadi persis-
dengan ukurannya di saat integrasi (Gardner, dkk., 1991). Namun demikian kadang
pemotongan profag terjadi pada suatu tapak lain dan bukan pada tapak pelekatan yang awal.
Dalam hubungan ini jika kenyataan seperti tersebut benar-benar terjadi, maka suatu
penggalan kromosom fag tertinggal pada kromosom inang; dan demikian pula satu penggalan
inang terbawa oleh kromosom fag. Bagan pembentukan suatu partikel pentransduksi khusus
λdg dengan kromosom λ yang terbebas membawa suatu segmen DNA inang yang
mengandung daerah gal; dan pada suatu bagian profag λ yang mengandung gen J tertinggal
pada kromosom inang:

Kesalahan pemotongan dan pemisahan profag seperti tersebut adalah penyebab


terbentuknya partikel-partikel pentransduksi khusus (Gardner, dkk., 1991). Dalam hal ini
hanya gen-gen inang yang terletak berdekatan dengan tapak insersi profag dapat terpisah
bersama DNA fag serta terbungkus di dalam partikel-partikel fag. Jelas terlihat bahwa proses
transduksi khusus memang hanya berperan terhadap transfer gen yang terletak di dalam suatu
rentang jarak sempit di ke dua sisi tapak pelekatan profag Oleh karena itu biasanya fag λ
hanya mentransduksi penanda gal dan gen bio. Seperti diketahui fag λ melakukan integrasi
pada daerah antara gen gal dan gen bio; gen gal dibutuhkan dalam rangka pemanfaatan
galaktose sebagai sumber energi, sedangkan gen bio dibutuhkan (esensial) dalam rangka
sintesis biotin. Di lane pihak fag pentransduksi khusus ᶲ80 melakukan integrasi di dekat gen
trp E.coli. Oleh karena itu fag ᶲ80 berkemampuan mentransduksi penanda (gen) trp (yang
dibutuhkan dalam rangka sintesis asam amino triptofan).
Jika partikel pentransduksi khusus terbentuk selama pemisahan profag dari kromosom
inang, maka hanya lisat fag yang dihasilkan oleh induksi sel-sel lisogenik seharusnya
memiliki aktivitas pentransduksi (Gardner, dkk., 1991). Dalam hal ini memang jika bakteri
diinfeksi oleh fag-fag pentransduksi khusus pada kondisi litik, maka tidak akan ada partikel
pentransduksi di dalam lisat fag. Frekuensi partikel-partikel pentransduksi di dalam lisat yang
dihasilkan melalui induksi sel-sel lisogenik adalah sekitar satu di dalam 106 partikel turunan.
Pada transduksi umum dan transformasi, rekombinasi mengganti suatu segmen kromosom
resipien dengan suatu segmen kromosom donor. Akan tetapi pada transduksi khusus, segmen
DNA donor dan kromosom fag ditambahkan kepada kromosom resipien menghasilkan suatu
transduktan diploid parsial. Dibawah ini a) Integrasi suatu kromosom dengan yang membawa
gal+ kepada suatu kromosom resipien gal membentuk sebuah transduktan diploid parsial
gal+/gal- (heterogenot); b)Integrasi lanjutan (fag helper) membentuk sebuah lisogen ganda λ+
/λdg :

Fenomena diploidi parsial dampak transduksi mengundang beberapa konsekuensi


penting yang akan dikaji lebih lanjut. Mari kita perhatikan atau bayangkan suatu kromosom λ
yang membawahi gen-gen gal sebagaimana yang telah ditunjukkan pada diatas. Dalam hal ini
fag pentransduksi yang dihasilkan disebut sebagai suatu λdg (λdg defective gal). Fag λ tersebut
bersifat defektif karena gen-gen yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan pematangan pada
kondisi litik sudah diganti oleh DNA bakteri. Oleh karena itu partikel pentransduksi λdg hanya
dapat bereproduksi jika ada suatu fag λ wild type yang berperan sebagai helper.
Bilamana lisogen λ gal+ diinduksi oleh radiasi UV, partikei-partikel λ dengan yang
jarang terbentuk, membawani satu gen atau lebih dari satu gen gal+ donor, tergantung kepada
ukuran segmen DNA bakteri yang dibawa bersama (Gardner, dkk., 1991).
Jika partikel-partikel λdg ini menginfeksi sel-sel resipien gal-, maka partikel λdg tersebut
berintegrasi dengan bantuan suatu daerah gal atau pada tapak pelekatan λ. (Tanda-tanda pada
gal- digunakan untuk menunjuk atau menyatakan suatu alela mutan dari gal +; dalam hal ini
sel-sel gal tidak mampu memanfaatkan galaktose sebagai suatu sumber karbon). Lebih lanjut,
jika rasio fag/bakteri cukup tinggi, sehingga sel-sel resipien juga terinfeksi oleh fag λyang
wild-type, maka suatu genom wild-type biasanya berintegrasi dengan bantuan rekombinasi
yang terjadi di dalam tapak pelekatan λ yang normal. Integrasi suatu genom wild-type tersebut
menyebabkan terbentuknya transduktan vang merupakan lisogen ganda, yaitu yang
membawa satu profag λ+ serta satu λdg. Transduktan tersebut tergolong diploid parsial
gal+/gal- yang disebut sebagai heterogenot gal+/gal, serta mengandung suatu eksogenos gal+
(fragmen DNA donor) maupun suatu endogenot gal- (kromosom resipien).
Heterogenot gal+/gal- adalah transduktan primer dan bersifat tidak stabil (Gardner, dkk.,
1991). Heterogenot tersebut memisahkan sel-sel gal- dengan frekuensi sekitar satu di dalam
1000 pembelahan sel. Segregan gal- ini dapat dijelaskan melalui pemisahan (eksisi)
kromosom λdg. Lebih lanjut, karena kromosom λdg, tidak dapat bereproduksi tanpa suatu fag
helper, maka kromosom λdg itu dapat hilang begitu saja (tercrna) selama pembelahan sel. Di
lain pihak rekombinasi gen dapat juga terjadi diantara eksogenot gal+ dan endogenot gal-,
yang mentransfer penanda gal+ kepada endogenot sehingga terbentuklah tranduksi gal+ yang
stabil.
Telah disebutkan bahwa sebuah sel lisogenik kebal terhadap infeksi kedua oleh fag yang
sama. Dalam hubungan ini, karena gen-gen λ pengontrol kekebalan ada pada kromosom λ dg,
maka transduktan diploid parsial juga kebal terhadap infeksi λ lanjutan (Gardner, dkk., 1991).
Jika transduktan berupa lisogen ganda λdg – λ+ diinduksi dengan radiasi UV, maka lisogen
tersebut akan menghasilkan lisat yang mengandung 50 % partikel λdg dan 50 % partikel λdg.
Kedua profag itu akan dilepaskan dan akan bereplikasi dengan efisiensi seimbang
menggunakan produk gen yang dikode oleh genom λ.
Lisat semacam yang telah dikemukakan disebut sebagai lisat Hft (Higt frequency
transduction lysates). Lisat Hft sangat membantu analisis genetik, memanfaatkan transduksi
khusus yang mengalami peningkatan dramatic frekuensi transduksi. Lisat Hft dapat
diproduksi dengan cara lain dari yang telah dikemukakan. Dalam hal ini lisat semacam itu
dapat diperoleh melalui infeksi heterogenot gal+/gal- dengan λ wild type ataupun melalui
induksi heterogenot tersebut dengan radiasi UV.

KONJUGASI PADA BAKTERI


Konjugasi merupakan suatu proses transfer informasi genetik satu arah yang terjadi
melalui kontak sel langsung antara suatu sel bakteri donor dan suatu sel bakteri resipien. Sel
bakteri donor dipandang sebagai yang berkelamin jantan, sedangkan sel resipien dipandang
berkelamin betina. Konjugasi juga diartikan sebagai fusi temporer dua organisme sel tunggal.
Konjugasi pertama kali ditemukan oleh J. Lederberg dan E.L Tatum yang melakukan
percobaan pada dua strain E.coli yang berbeda kebutuhan nutrisinya yaitu A dan B. Strain A
bergenotip met bio thr+ leu+ thi+ sedangkan strain B bergenotip met+ bio+ thr leu thi. Strain
mutan yang membutuhkan tambahan nutrisi pada medium pertumbuhannya agar dapat tetap
hidup. Strain yang membutuhkan tambahan nutrisi dalam medium pertumbuhannya disebut
auxotroph sedangkan strain wild type disebut dengan prototroph.
Menurut Bernard Davis dengan percobaannya menggunakan perangkat tabung U
dapat diketahui bahwa kontak antar sel memang dibutuhkan agar terjadi suatu perubahan
genetic sebagaimana yang dilaporkan Lederberg dan Tatum. Selama konjugasi berlangsung,
terjadi transfer DNA dari sel donor ke sel resipien melewati suatu penghubung antar sel
khusus yang disebut dengan tabung konjugasi. Sel donor memiliki karakteristik pembeda
berupa adanya juluran tambahan serupa rambut di permukaan sel yang disebut dengan F pili
(sex pili). Sel-sel bakteri yang memiliki suatu F factor akan membentuk tabung konjugasi
yang akan menghubungkan sel donor dengan sel resipien.
Sel-sel F+ mempunyai kemampuan membentuk F pili maupun tabung konjugasi yang
nantinya akan melakukan transfer materi genetic, sedangkan sel F- tidak memiliki
kemampuan seperti tersebut.
Bakteri F+, F- dan Hfr
a. Sel donor memiliki faktor F otonom yang tidak terintegrasi disebut dengan sel F+
b. Sel resipien sel yang tidak mengandung faktor F
Sel-sel F+ mempunyai kemampuan membentuk F pili maupun tabung konjugasi yang
nantinya akan melakukan transfer materi genetic, sedangkan sel F- tidak memiliki
kemampuan seperti tersebut.

Percobaan yang dilakukan oleh Cavalli-Sforza diperoleh suatu strain bakteri donor
yang mempunyai laju frekuensi rekombinasi yang sangat tinggi atau 1000 kali lebih tinggi
dibanding laju frekuensi rekombinasi pada strain F+. Strain ini disebut sebagai strain Hfr
(High frequency recombination) yang juga disebut dengan strain F+ khusus. Perbedaan antara
strain Hfr dan strain F+ adalah bahwa setelah rekombinasi sel F- hampir tidak pernah
berubah menjadi sel F+ ataupun sel Hfr, namun setelah konjugasi yang menyebabkan
terjadinya rekombinasi antara sel F+ dan sel F-, sel resipien itu selalu menjadi sel F+. dalam
hal ini agar sel resipien menjadi sel F+, sel resipien tersebut harus menerima transfer factor F
utuh.

Terkadang faktor F yang terntegrasi dengan inang terlepas. Akibat dari hal itu adalah
bahwa faktor F yang terlepas tadi membawa sebagian kecil kromosom inang yang letaknya
berdekatan dengan tempat terintegrasinya faktor F. Fenomena itulah yang menyebabkan
terbentuknya F1 (F prime). Sel yang memiliki faktor F1 masih bisa melakukan konjugasi
dengan sel F-. hal itu disebabkan karena sifat dari faktor F masih ada. Sehingga saat konjugasi
berlangsung, akan terbentuk faktor F+. Fenomena trasnfer gen-gen kromosom dari suatu sel
bakteri donor ke sebuah sel resipien oleh faktor F disebut sebagai sex duction.

Faktor F1
Terkadang faktor F yang terntegrasi dengan inang terlepas. Akibat dari hal itu adalah
bahwa faktor F yang terlepas tadi membawa sebagian kecil kromosom inang yang letaknya
berdekatan dengan tempat terintegrasinya faktor F. Fenomena itulah yang menyebabkan
terbentuknya F1 (F prime). Sel yang memiliki faktor F1 masih bisa melakukan konjugasi
dengan sel F-. hal itu disebabkan karena sifat dari faktor F masih ada. Sehingga saat konjugasi
berlangsung, akan terbentuk faktor F+. Fenomena trasnfer gen-gen kromosom dari suatu sel
bakteri donor ke sebuah sel resipien oleh faktor F disebut sebagai sex duction.

Percobaan Konjugasi yang Terputus dari E. Wollman dan F. Jacob


Digunakan dua strain yaitu Hfr H- dan F-. Kedua strain tersebut dicampur dalam
medium pertumbuhan pada suhu 37 derajat celcius. Kemudian seiring waktu mulai
melakukan konjugasi. Sampel diambil dan diaduk kuat dalam blender untuk memutuskan
tabung konjugasi serta memisahkan sel-sel. Hasilnya, jika sel yang berkonjugasi dipisahkan
pada waktu 8 menit pertama setelah pencampuran belum ada ekspresi rekombinan. Kemudian
untuk 8 setengah menit terdapat gen thr+ dan leu+ yang ditransfer. Selanjutnya gen-gen lain
menyusul dengan waktu yang lebih lama. Pada menit setelah bukti pentransferan pertama
terdeteksi, terjadi peningkatan frekuensi rekombinan.

Pemetaan Kromosom E. coli  atas Dasar Hasil Percobaan Konjugasi Terputus


Interval waktu kemunculan tipe rekombinan antara suatu gen penanda dengan yang
lainnya dapat digunakan sebagai suatu ukuran jarak genetic. Data percobaan konjugasi
menunjukkan bahwa transfer kromosom berlangsung dalam laju yang konstan sehingga
interval linterval waktu ini benar-benar dapat digunakan untuk memperkirakan jarak fisik
antar gen penanda pada kromosom. Selain itu, satuan waktu menit cukup sesuai untuk
digunakan sebagai satuan standar pengukuran jarak fisik antar gen pada kromosom E.coli.

Dalam percobaannya, Wollman dan Jacob menemukan sebuah perbedaan yang


penting yaitu meskipun gen-gen selalu ditransfer secara linear, gen yang masuk ke sel
resipien terlebih dahulu dan yang kemudian tampaknya berbeda sesuai dengan strain Hfr
yang digunakan. Laju masuknya gen berbeda-beda untuk tiap strain sehingga ditemukan satu
pola yang jelas. Perbedaan besar antara tiap strain adalah titik awal serta arah masuknya gen
gen dilihat dari titik awal tersebut.

Pemetaan Kromosom E. coli atas Dasar Percobaan Konjugasi yang Tidak Terputus


Selain menggunakan percobaan konjugasi yang terputus, pemetaan kromosom
pada E. coli juga bisa menggunakan percobaan konjugasi yang tidak terputus. Pada
percobaan ini, proses konjugasi tidak diputus, artinya dibiarkan secara langsung selama 1-2
jam. Beberapa gen diseleksi dan ada yang digunakan sebagai penanda. Misalnya saja thr+,
leu+, str+ yang diseleksi dan dihitung. Kemudian azi+, ton+, tac+, gal+ yang digunakan sebagai
penanda rekombinan. Ternyata, frekuensi rekombinan menurun sebagai suatu fungsi jaraknya
dari penanda rekombinan thr+ leu+. Semakin jauh jaraknya dari penanda patokan thr+ leu+,
frekuensi tiap penanda rekombinan lain juga berkurang. Hal ini disebabkan karena dua hal:

1. Putusnya tabung konjugasi maupun kromosom resipien


2. Tiap dua penanda diintegrasikan ke dalam kromosom resipien melalui rekombinan
memiliki peluang yang rendah.
REKOMBINASI PADA FAG BAKTERI
Rekombinasi genetik juga terjadi pada lingkungan fag bakteri yang telah dibuktikan
oleh beberapa tim penelitian sekitar tahun 1947.
Rekombinasi Intergenik dan Pemetaan Fag Bakteri
Rekombinasi intergenik adalah rekombinasi yang melibatkan dua lokus (dua strain
yang berbeda). Contohnya pada percobaan yang dilakukan oleh Harsey dan Rotman pada
1949 yakni dengan menggunakan sistem E. coli T2 yang bergenotip h+r (rentang inang wild
type, lisis cepat) dan hr+(rentang inang lebar, lisis normal). Pada percobaan tersebut
menggunakan fag untuk menginfeksi bakteri. Setelah satu jam, bakteri lisis dan turunan dari
fag ini dikembangkan pada medium yang sudah berisi campuran E. coli strain B dan B/2. Jika
pada percobaan tersebut tidak terjadi rekombinasi, maka kedua genotip induk inilah yang
ditemui pada gentip turunan. Namun juga ditemukan genotip rekombinan hr+ dan hr
disamping genotip-genotip induk. Hasil percobaan tersebut berupa plak yang ada pada media

cawan petri. bagan percobaan rekombinasi fag bakteri T2 memanfaatkan infeksi simultan h+r
dan hr+ :

Perhitungan frekuensi (presentase) rekombinan dihitung atas dasar rumus sebagai


berikut:
(h+r+) + (hr) / plak total x 100 = frekuensi rekombinan
Nilai frekuensi rekombinan itu merefleksikan jarak antar gen. Berikut adalah tabel percobaan
Rekombinasi Fag Bakteri T2 Memanfaatkan Infeksi Simultan Strain h+r dan hr+ :

Dalam hal ini Hershey mengajukan hipotesis yang menyatakan bahwa

 Ada 3 kelompok pautan pada fag T2

 Proses penggabungan (kombinasi) secara bebas (independent assortment) antara


kemompok-kelompok pautan itu ditandai oleh frekuensi rekombinasi sebesar 30%, dan
bukan sebesar 50%.
Tidak hanya terbatas pada fag T2, melainkan juga dilakuakan percobaan rekombinasi
fag bakteri yang memanfaatkan infeksi simultan tiga strain yang melibatkan tiga gen. hasil
percoban ini bahkan digunakan untuk pemetaan gen fag.Berikut hasil percobaan rekombinasi

fag bakteri T2 memanfaatkan infeksi simultan tiga strain yang masing-masingnya melibatkan
tiga gen (Strickberger, 1985).
Kejadian rekombinasi hanya dapat terjadi karena ada pertukaran genetik antara ketiga
strain, pertukaran genetik itu berlangsung melalui dua alternatif cara:
1. Terjadi dua rekombinasi berurutan dalam sel yang sama; kombinasi yang pertama
berlangsung antara kromosom dua strain, sedangkan rekombinasi kedua berlangsung
antara strain rekombinan yang telah terbentuk dan strain ketiga.
2. Terjadi “perkawinan serempak” antara ketiga kromosom dari ketiga strain pada suatu
waktu yang sama.
Kejadian unik yang mengakibatkan terjadinya rekombinasi pada fag ternyata juga
berdampak pada nilai interferensi genetik, yang bersangkut paut dengan nilai frekuensi
rekombinasi pada daerah kromosom fag yang berdekatan. Pada kebanyakan makhluk hidup,
nilai interferensi gnetik positif yang menandakan bahwa peristiwa pindah silang yang terjadi
pada daerah kromosom akan menghambat pindah silang pada bagian kromosom yang ada
didekatnya. Pada banyak persilangan antar fag, interferensi genetik justru negatif. Hal itu
berarti bahwa pindah silang pada suatu daerah kromosom akan meningkatkan kejadian
pindah silang pada daerah kromosom di dekatnya.
Terdapat fenomena lainnya yang disebut dengan high negative interference. Pada
fenomena ini frekuensi rekombinasi ganda dapat meningkatkan mencapai nilai yang 30 kali
lebih tinggi daripada frekuensi harapan. Salah satu contoh yaitu pada data yang terungkap
pada persilangan tiga gen yang dilakukan oleh Chase dan Doermann. Persilangan ini
dilakukan antara berbagai mutan r pada fag T4, dan frekuensi harapan. Jika frekuensi
rekombinan pada dua interval kromosom berdekatan menjadi lebih kecil maka terjadi
peningkatan interferensi negatif yang mencolok. Jadi, perpasangan dan pertukaran yang
terjadi di lingkup suatu daerah kromosom yang kecil akan meningkatkan peluang pertukaran
genetik tambahan di dalam kelas daerah sempit tersebut.

Rekombinasi Intragenik
Dewasa ini rekombinasi intragenik ternyata juga ditemukan pada fag. Rekombinasi
intragenik pada fag ini dilaporkan pada fag T4, yang merupakan buah karya kesohor dari
Seymor Benzer. Pada awal dekade 1950 Benzer melakukan pengamatan dan pengkajian rinci
terhadap lokus rll fag T4. Dalam hal ini Benzer berhasil melaksanakan percobaan yang
mengungkap keberadaan rekombinan-rekombinan genetik yang sangat jarang terjadi akibat
pertukaran yang berlangsung dalam gen, bukan antar gen sebagaimana yang dipaparkan
sebelumnya. Benzer juga berhasil menunjukkan bahwa peristiwa rekombinasi semacam itu
terjadi antar DNA fag-fag bakteri selama infeksi simultan terhadap E.coli.
Hasil akhir dari kerja Benzer adalah terungkapnya peta rinci dari lokus rll. Karena
informasi yang terungkap sangat rinci, maka kerja Benzer disebut sebagai analisis struktur
halus dari gen. Upaya pertama yang dilakukan benzer adalah melakukan isolasi atas sejumlah
besar mutan didalam lokus rll fag T4 (Klug dan Cummings, 2000). ternyata mutan dalam
lokus rll ini menghasilkan plak-plak yang berlainan jika dibiakkan pada cawan yang
mengandung E.coli strain B.
Kunci analisis Benzer terletak pada kenyataan bahwa mutan-mutan rll tidak dapat
melakukan lisis secara berhasil terhadap suatu strain E.coli yang lain, yaitu K12 (λ) yang
telah mengalami lisogenasi oleh fag, meskipun mutan-mutan itu mampu menginfeksi dan
melalukan lisis terhadap E.coli B. Fag strain wild-type mampu melakukan lisis terhadaop
kedua strain E.coli tersebut, strain B dan K12 (λ). Berkenaan dengan hal tersebut,
dibayangkan bahwa jika terjadi rekombinasi didalam lokus rll yang menghasilkan
rekombinasi wild-type itu dapat hidup didalam sel E.coli K12 (λ) dan mampu mengadakan
lisis terhadapnya, sedangkan mutan rekombinasi tidak mampu melakukannya. Dalam
hubungan ini dibayangkan bahwa populasi fag yang terdiri atas lebih dari 99,9 persen mutan
rll serta kurang dari 0,1 % strain wild-type dibiarkan menginfeksi strain K12, maka strain
rekombinan wild-type berhasil bereproduksi serta menghasilkan plak-plak wild-type; inilah
tahap kritis dalam upaya menemukan dan menghitung rekombinan-rekombinan yang sangat
jarang. Bagan rekombinasi intragenik antara dua mutan dalam lokus rll fag T4. Rekombinan-
rekombinan diuji melalui pembiakan dalam cawan yang mengandung E. coli strain B dan

K12 (λ):
Upaya lain juga dilakukan Benzer untuk menghitung jumlah total turunan mutan
maupun jumlah total rekombinan wild-type. Dalam hubungan ini Benzer memanfaatkan
teknik pengenceran serial, dan dengan teknik Benzer mampu menentukan mutan rll yang
dihasilkan pada E.coli B maupun jumlah total rekombinan wild-type yang melakukan lisis
terhadap E.coli K12 (λ). Percobaan tersebut terbukti dari kenyataan bahwa Benzer mampu
menemukan satu fag rekombinan wild-type yang tercampur diantara sekitar 100 juta fag
turunan mutan.
Benzer juga melakukan suatu upaya lagi dalam rangka lebih mengamankan
pelaksanaan percoobaan sekaligus menjaga ketelitian data atau hasil percobaan. Satu upaya
yang juga dilakukan itu adalah uji komplementasi. Uji komplementasi itu dilakukan karena
selama melakukan kontrol terhadap percobaannya terutama disaat E.coli strain K12 (λ) secara
simultan diinfeksi oleh pasangan strain mutan yang berbeda. Penjelasan atas fenomena yang
sangat membingungkan itu diperoleh melalui uji komplementasi, karena Benzer berpendapat
bahwa selama melakukan infeksi secara bersamaan, tiap strain mutan itu memberikan sesuatu
yang tidak dimiliki oleh strain lainnya dan jika hal itu terjadi maka fungsi atau kemampuan
strain wild-type akan pulih.
Pasangan-pasangan mutan uji yang melakukan komplementasi satu sama lain
dikelompokkan ke dalam komplementasi yang lain. Tiap kelompok komplementasi ini
disebut sebagai cistron oleh Benzer. Cistron A dan B pada lokus rll fag T4, sudah diketahui
sebagai dua buah gen yang berlainan. Melalui uji komplementasi, akhirnya seluruh mutan
pada lokus rll dapat dipisahkan menjadi dua yaitu cistron A dan B.
Bilamana banyak pasangan mutan diperlakukan pada uji komplementasi, maka tiap
mutan pasti terkelompok le dalam salah satu dari dua kelompok komplementasi, yang disebut
saja sebagai A dan B. tieap kelompok komplementasi ini disebut sebagai cistron oleh Benzer.
Cistron A dan B pada lokus rll fag T4, dan telah diketahui sebagai dua buah gen yang
berlainan. Melalui uji komplementasi tadi yang akhirnya seluruh mutan pada lokus rll, dapat
dipisahkan menjadi dua, yakni cistron A dan cistron B. pada percobaan rekombinasi
intragenetik dalam mengungkap rekombinasi intragenetik dalam cistron A serta mengungkap
rekombinasi intragenetik dalam cistron B, dan memanfaatkan mutan yang berbeda dalam
masing-masing cistron.
Seperti pada mahkluk lain eukariotik, nilai frekuensi rekombinan(dalam persen)
dipandang setara dengan jarak antara dua mutan, perhitungan perlu duakali dikarenakan tiap
peristiwa rekombinasi menghasilkan dua produk resiprok, hanya satu diantara wildtype yang
dideteksi. Sangat banyak rekombinasi instragenetik yang sama sekali tidak memunculkan
rekombinan wild type, ternyata hal itu bersangkut paut dengan mutan dalam daerah cistron A
dan B yang disebabkan oleh delesi.rekombinasi instragenetik yang memunculkan rekombinan
wildtype hanya terjadi antara mutan yang mempunyai latar belakang mutasi titik.jika suatu
mutan berlatar mutasi titik yang justru terletak dalam daerah cistron itu yang mengalami
delesi, maka rekombinan wildtype tidak pernah akan muncul. Fenomena ini juga perlu
dijernihkan lagi untuk mengamankan percobaan rekombinasi instragenetik A dan B. dalam
hal ini dilakukannya uji delesi untuk memastikan sesuatu mutan itu berlatar mutasi titik atau
delesi. Bagan yang memperlihatkan bahwa rekombinasi yang melibatkan sesuatu mutan
berlatar mutasi titik dengan suatu mutan berlatar delesi dalam sebuah cistron (misalnya A)
tidak akan memunculkan rekombinasi wild-type. Mutan berlatar mutasi titik terletak dalam
daerah yang mengalami delesi dalam cistron itu:

Setelah beberapa tahun melakukan percobaan rekombinasi genetik dala daerah cistron
A maupun B lokus rll fag T4, Banzer berhasil mengungkap gambaran peta genetik kedua
cistron. Secara operasional Benzer telah menganalisis sekitar 20000 mutan yang terletak
dalam daerah cistron A dan B; dan 307 di antaranya yang berhasil dipetakan. Pada gambar
8.7 ini terlihat bahwa ada tapak-tapak yang mengalami banyak mutasi (sehingga mempunyai
banyak mutan). Tapak-tapak semacam itu disebut sebagai titik panas atau hot spots (Klug dan
Cummings, 2000). Di lain pihak ada pula tapak-tapak yang tidak pernah mengalami mutasi
(sehingga tidak mempunyai mutan).
Hasil karya Benzer in berhasil diungkap mendahului kajian molekuler gen rinci yang
baru mampu dilaksanakan pada tahun 1960. Benzer memang berhasil membuktikan (1955)
bahwa suatu gen bukanlah suatu partikel yang tidak dapat dibagi, dibuktikan bahwa gen
adalah unit-unit mutasi dan rekombinasi yang tersusun dalam suatu susunan yang spesifik,
betapapun saat ini kita memandang bahwa hal ini itu memang yang demikian adanya, karena

sudah jelas diketahui bahwa gen atau per unit-unit itu adalah bagian dari molekul DNA yang
tersusun dari nukleotida-nukleotida. Suatu peta parsial mutan-mutan dalam daerah cistron A
dan B lokus rll fag T4 yang berhasil diungkap Benzer. Setiap kotak kecil menunjuk/mewakili
satu mutan:

QnA:

Annasa Sabatia (170342615589)


1. Bagaimana pendapat Wollman sebuah konjugasi dapat disebabkan oleh wujud
koromosom E.coli yang bersifar sirkuler?
Jawab: Wollman mengajukan postulat bahwa data yang ada pada gambar diatas
terjadi disebabkan oleh wujud kromosom E.coli. Pada gambar tersebut dinyatakan
bahwa jika titik awal transfer gen (O) berbeda antar strain, maka urutan gen yang
akan ditransfer berbeda-beda pula. Titik awal transfer gen (O) diduga berasal dari
strain Hfr faktor F berintegrasi ke dalam kromosom pada titik yang berbeda dan posisi
itulah yang menentukan tapak O.

2. Jelaskan bagaimana fenomena diploidi?


Jawab: Fenomena diploidi parsial dampak tranduksi khusus memberikan beberapa
konsekuensi penting yang akan dikaji lebih lanjut. Dalam hal ini fag pentransduksi
yang dihasilkan disebut sebagai suatu λdg (λ defective gal). Fag λ tersebut bersifat
detektif karena gen yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan pematangan pada
kondisi litik sudah diganti oleh DNA bakteri. Oleh karena itu partikel pentransduksi
λdg hanya dapat bereproduksi jika ada suatu fag λ wild type yang berperan sebagai
helper.
Nur Raiyan Jannah (180342618004)

1. Mengapa pada saat terjadi konjugasi antara strain Hfr dan sel F- hampir tidak pernah
berubah menjadi sel F+?
Jawaban:
Peristiwa tersebut bersangkut paut dengan keutuhan faktor F yang ditransfer.
Dalam hal ini agar bisa suatu sel resipien menjadi sel F+ , sel resipien tersebut harus
menerima transfer faktor F yang utuh. Akan tetapi dalam kenyataannya hanya
sebagian faktor F saja yang ditransfer pada awal proses konjugasi, sedangkan sisanya
berada pada ujung kromosom donor. Apabila ingin mendapatkan hasil berupa sel F+
maka seluruh kromosom donor harus ditransfer agar suatu sel resipien dapat
menerima sebuah faktor utuh. Akan tetapi hal ini jarang terjadi karena semua sel
bakteri yang sedang berkonjugasi sebenarnya tengah terayun keliling karena gerak
Brown sehigga peluang yang sangat besar bahwa pasangan konjugasi akan terpisah
jauh sebelum bagian tersisa faktor F ikut ditransfer.

2. Bagaimana jika terlepasnya faktor F dari kromosom inang berlangsung tidak teliti
atau tidak tepat sesuai sesuai ukurannya saat terintegrasi?

Jawaban:
Jika terlepasnya faktor F dari kromosom inang berlangsung tidak teliti atau
tidak tepat sesuai sesuai ukurannya saat terintegrasi. Maka sebagai akibatnya adalah
bahwa faktor F yang terlepas itu dapat mengandung sebagian kecil kromosom inang,
yang letaknya berdekatan dengan faktor F di saat berlangsungnya integrasi. Fenomena
semacam ini merupakan sebab terbentuknya faktor F1 (F prime). Faktor F1 adalah
faktor F yang mengandung sebagian kromosom bakteri, atau yang mengandung gen-
gen bakteri.

Anda mungkin juga menyukai