Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Literatur Review
1. Pengertian Intra Uterine Device (IUD)
Kontrasepsi adalah pencegahan terbuahinya sel telur oleh sel sperma
(konsepsi) atau pencegahan menempelnya sel telur yang telah dibuahi ke
dinding rahim (Taufan Nugroho dkk, 2014). Keluarga Berencana (KB) adalah
upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur
kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai dengan hak
reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas (BKKBN, 2015).
Intra Uterine Device (IUD) adalah salah satu alat kontrasepsi modern
yang telah dirancang sedemikian rupa (baik bentuk, ukuran, bahan, dan masa
aktif fungsi kontrasepsinya), diletakkan dalam kavum uteri sebagai usaha
kontrasepsi, menghalangi fertilisasi, dan menyulitkan telur berimplementasi
dalam uterus (Hidayati, 2009). AKDR adalah suatu alat untuk mencegah
kehamilan yang efektif, aman dan refersible yang terbuat dari plastik atau
logam kecil yang dimasukkan dalam uterus melalui kanalis servikalis
(Imelda, 2018).
Pengertian AKDR atau IUD atau Spiral adalah suatu benda kecil yang
terbuat dari plastik yang lentur, mempunyai lilitan tembaga atau juga
mengandung hormon dan di masukkan ke dalam rahim melalui vagina dan
mempunyai benang (Handayani, 2010).
Intra Uterine Device (IUD) adalah suatu alat kontrasepsi yang
dimasukkan ke dalam rahim yang bentuknya bermacam-macam, terdiri dari
plastik (polythyline), ada yang dililit tembaga (Cu) ada pula yang tidak, tetapi
ada pula yang dililit dengan tembaga bercampur perak (Ag). Selain itu ada
pula yang batangnya berisi hormon progesterone. (Kusmarjati, 2011).
2. Cara Kerja IUD
Menurut Saifudin (2010), cara kerja IUD adalah sebagai berikut :
a. Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopi.
b. Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri.
c. AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu,
walaupun AKDR membuat sperma sulit masuk kedalam alat reproduksi
perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi.
d. Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus.
3. Macam-macam IUD
Beberapa macam-macam IUD yang dipakai di Indonesia antara lain :
a. Copper-T

Gambar 2.1 Jenis IUD Copper-T


Menurut Imbarwati (2009), IUD berbentuk T, terbuat dari bahan
polyethelen dimana pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat
tembaga halus. Lilitan tembaga halus ini mempunyai efek anti fertilitas
(anti pembuahan) yang cukup baik. Menurut ILUNI FKUI (2010),
Spiral jenis copper T (melepaskan tembaga) mencegah kehamilan
dengan cara menganggu pergerakan sperma untuk mencapai rongga
rahim dan dapat dipakai selama 10 tahun.
b. Progestasert IUD

Gambar 2.2 Jenis Progestasert IUD


Progestasert IUD adalah melepaskan progesteron dan hanya
efektif untuk 1 tahun, dapat digunakan untuk kontrasepsi darurat
Copper-7. Menurut Imbarwati (2009), IUD ini berbentuk angka 7
dengan maksud untuk memudahkan pemasangan. Jenis ini mempunyai
ukuran diameter batang vertikal 32 mm dan ditambahkan gulungan
kawat tembaga luas permukaan 200 mm2, fungsinya sama dengan lilitan
tembaga halus pada IUD Copper-T.
c. Multi load

Gambar 2.3 Jenis IUD Multi Load


Menurut Imbarwati (2009), IUD ini terbuat dari plastik
(polyethelene) dengan dua tangan kiri dan kanan berbentuk sayap yang
fleksibel. Panjang dari ujung atas ke ujung bawah 3,6 cm. Batang diberi
gulungan kawat tembaga dengan luas permukaan 250 mm2 atau
375mm2 untuk menambah efektifitas. Ada tiga jenis ukuran multi load
yaitu standar, small, dan mini.
d. Lippes loop

Gambar 2.4 Jenis IUD Lippes Loop


Menurut Imbarwati (2009), IUD ini terbuat dari polyethelene,
berbentuk huruf spiral atau huruf S bersambung. Untuk memudahkan
kontrol, dipasang benang pada ekornya. Lippes loop terdiri dari 4 jenis
yang berbeda menurut ukuran panjang bagian atasnya. Tipe A
berukuran 25 mm (benang biru), tipe B 27,5 mm (benang hitam), tipe C
berukuran 30 mm (benang kuning) dan tipe D berukuran 30 mm dan
tebal (benang putih). Lippes loop mempunyai angka kegagalan yang
rendah. Keuntungan dari pemakaian IUD jenis ini adalah bila terjadi
perforasi, jarang menyebabkan luka atau penyumbatan usus, sebab
terbuat dari bahan plastik.
4. Keuntungan IUD
Menurut Saifudin (2010), beberapa keuntungan dari IUD adalah sebagai
berikut :
a. Sebagai kontrasepsi, efektifitasnya tinggi
Sangat efektif 0,6-0,8 kehamilan/100 perempuan dalam 1 tahun pertama
(1 kegagalan dalam 125-170 kehamilan).
b. AKDR dapat efektik segera setelah pemasangan.
c. Metode jangka panjang (10 tahun proteksi dari CuT-380A dan tidak perlu
diganti).
d. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat-ingat.
e. Tidak mempengaruhi hubungan seksual.
f. Meningkatkan kenyamanan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil.
g. Tidak ada efek samping hormonal dengan Cu AKDR ( CuT-380A).
h. Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI.
i. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila
tidak terjadi infeksi).
j. Dapat digunakan sampai menopause (1 tahun atau lebih setelah haid
terakhir).
k. Tidak ada interaksi dengan obat-obat.
l. Membantu mencegah kehamilan ektopik.
5. Kerugian IUD
Menurut Saifudin (2010), beberapa kerugian dari IUD adalah sebagai berikut:
a. Efek samping yang mungkin terjadi:
1) Perubahan siklus haid (umum pada 3 bulan pertama dan akan
berkurang setelah 3 bulan).
2) Haid lebih lama dan banyak.
3) Perdarahan (spotting) antar menstruasi.
4) Saat haid lebih sakit.
b. Komplikasi lain:
1) Merasakan sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah
pemasangan.
2) Perdarahan berat pada waktu haid atau di antaranya yang
memungkinkan penyebab anemia.
3) Perforasi dinding uteru (sangat jarang apabila pemasangannya
benar).
c. Tidak mencegah IMS termasuk HIV/AIDS.
d. Tidak baik digunakan pada perempuan dengan IMS atau perempuan yang
sering berganti pasangan.
e. Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS,
memakai AKDR dapat memicu infertilitas.
f. Tidak mencegah terjadinya kehamilan ektopik terganggu karena fungsi
AKDR untuk mencegah kehamilan normal.
6. Mekanisme Kerja IUD
a. Mekanisme kerja AKDR sampai saat ini belum diketahui secara pasti,
ada yang berpendapat bahwa AKDR sebagai benda asing yang
menimbulkan reaksi radang setempat, dengan sebutan leukosit yang
dapat melarutkan blastosis atau sperma. Mekanisme kerja AKDR yang
dililiti kawat tembaga mungkin berlainan. Tembaga dalam konsentrasi
kecil yang dikeluarkan ke dalam rongga uterus juga menghambat khasiat
anhidrase karbon dan fosfatase alkali. AKDR yang mengeluarkan
hormon juga menebalkan lender sehingga menghalangi pasasi sperma
(Prawirohardjo, 2005).
b. Sampai sekarang mekanisme kerja AKDR belum diketahui dengan pasti,
kini pendapat yang terbanyak ialah bahwa AKDR dalam kavum uteri
menimbulkan reaksi peradangan endometrium yang disertai dengan
sebutan leukosit yang dapat menghancurkan blastokista atau sperma.
Sifat-sifat dari cairan uterus mengalami perubahan-perubahan pada
pemakaian AKDR yang menyebabkan blastokista tidak dapat hidup
dalam uterus. Walaupun sebelumnya terjadi nidasi, penyelidik-penyelidik
lain menemukan sering adanya kontraksi uterus pada pemakaian AKDR
yang dapat menghalangi nidasi. Diduga ini disebabkan oleh
meningkatnya kadar prostaglandin dalam uterus pada wanita
(Wiknjoastro, 2005).
c. Sebagai metode biasa (yang dipasang sebelum hubungan sexual terjadi)
AKDR mengubah transportasi tuba dalam rahim dan mempengaruhi sel
telur dan sperma sehingga pembuahan tidak terjadi. Sebagai kontrasepsi
darurat (dipasang setelah hubungan sexual terjadi) dalam beberapa kasus
mungkin memiliki mekanisme yang lebih mungkin adalah dengan
mencegah terjadinya implantasi atau penyerangan sel telur yang telah
dibuahi ke dalam dinding rahim
d. Menurut Saifuddin (2010), mekanisme kerja IUD adalah:
1) Menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopi.
2) Mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai kavum uteri.
3) AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu
walaupun AKDR membuat sperma sulit ke dalam alat reproduksi
perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk fertilisasi.
4) Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur ke dalam uterus.
7. Kontraindikasi IUD
Menurut Kusumaningrum (2009), kontraindikasi dari pemasangan IUD
adalah sebagai berikut :
a. Hamil atau diduga hamil.
b. Infeksi leher rahim atau rongga panggul, termasuk penderita penyakit
kelamin.
c. Pernah menderita radang rongga panggul.
d. Penderita perdarahan pervaginam yang abnormal.
e. Riwayat kehamilan ektopik.
f. Penderita kanker alat kelamin.
8. Efek Samping IUD
Menurut Sujiantini dan Arum (2009), Efek samping dari pemasangan
IUD adalah sebagai berikut :
a. Perdarahan (menoragia atau spotting menoragia).
b. Rasa nyeri dan kejang perut.
c. Terganggunya siklus menstruasi (umumnya terjadi pada 3 bulan pertama
pemakaian).
d. Disminore.
e. Gangguan pada suami (sensasi keberadaan benang IUD dirasakan sakit
atau mengganggu bagi pasangan saat melakukan aktivitas seksual)
f. Inveksi pelvis dan endometrium.
Menurut Zahra (2008), efek samping dari penggunaan IUD pada minggu
pertama, mungkin ada pendarahan kecil. Ada perempuan-perempuan pemakai
spiral yang mengalami perubahan haid, menjadi lebih berat dan lebih lama,
bahkan lebih menyakitkan. Tetapi biasanya semua gejala ini akan lenyap
dengan sendirinya sesudah 3 bulan.
9. Pemasangan IUD
a. Alat dan bahan dalam pemasangan IUD adalah sebagai berikut :

Gambar 2.5 Alat untuk memasang IUD


Menurut Sujiantini dan Arum (2009), beberapa peralatan dalam
pemasangan IUD adalah sebagai berikut :
1) Bivalue speculum (speculum cocor bebek)
2) Tampontang
3) Tenakulum
4) Gunting
5) Mangkuk untuk larutan antiseptic
6) Sarung tangan dan barakscort
7) Duk steril
8) Kapas cebok
9) Cairan antiseptic (betadin)
b. Perlengkapan IUD

Gambar 2.6 Perlengkapan pemasangan IUD


Menurut Sujiantini dan Arum (2009), perlengkapan dalam
pemasangan IUD adalah sebagai berikut :
1) Meja ginekologi
2) Lampu sorot/lampu senter
3) Kursi duduk
4) Tempat klorin 0,5 %
5) Tempat sampah basah
c. Pemasangan IUD
Menurut Prawirohardjo (2008), IUD dapat dipasang dalam keadaan
sebagai berikut :
1) Sewaktu haid sedang berlangsung
Karena keuntungannya pemasangan lebih mudah karena servik pada
waktu agak terbuka dan lembek. Rasa nyeri tidak seberapa keras,
perdarahan yang timbul sebagai akibat pemasangan tidak seberapa
dirasakan, kemungkinana pemasangan IUD pada uterus yang sedang
hamil tidak ada.
2) Sewaktu post partum
Pemasangan IUD setelah melahirkan dapat dilakukan :
a) Secara dini yaitu dipasang pada wanita yang melairkan
sebelum dipulangkan dari rumah sakit
b) Secara langsung yaitu IUD dipasang dalam masa 3 bulan
setelah partus atau abortus
c) Secara tidak langsung yaitu IUD dipasang sesudah masa tiga
bulan setelah partus atau abortus
3) Sewaktu abortus.
4) Beberapa hari setelah haid terakhir.
d. Cara pemasangan IUD
1) Konseling pra pemasangan
a) Menjelaskan cara kerja KB IUD.
b) Menjelaskan keuntungan dan kerugian KB IUD.
c) Menjelaskan cara pemasangan KB IUD.
d) Menjelaskan jadwal kunjungan ulang pra pemasangan atau
setelah pemasangan yaitu satu minggu setelah pemasangan, enam
bulan setelah pemasangan, satu tahun setelah pemasangan.
e) Sedang hamil (diketahui hamil atau sedanghamil).
f) Perdarahan vagina yang tidak diketahui sebabnya.
g) Sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servitis).
h) Diketahui menderita TBC pelvic.
i) Kanker alat genital.
j) Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm (BKKBN, 2009).
2) Pemasangan
a) Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan.
b) Masukan lengan IUD di dalam kemasan sterilnya, pakai kembali
sarung tangan yang baru.
c) Pasang spekulum vagina untuk melihat serviks.
d) Lakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada vagina dan serviks.
e) Jepit bibir serviks dengan tenakulum.
f) Masukan IUD ke kanalis servikalis dengan tekhnik tanpa sentuh,
kemudian dorong ke dalam kavum uteri hingga mencapai fundus.
g) Tahan pendorong (plunger) dan tarik selubung (inserter) ke
bawah sehingga lengan IUD bebas.
h) Setelah pendorong ditarik ke luar, baru keluarkan selubung.
i) Gunting benang IUD, keluarkan tenakulum dan spekulum
dengan hati-hati.
j) Dekontaminasi dan pencegahan pasca tindakan
10. Kunjungan Ulang setelah Pemasangan IUD
Menurut BKKBN (2003), jadwal kunjungan ulang setelah pemasangan
IUD adalah sebagai berikut :
a. 1 minggu pasca pemasangan
b. 2 bulan pasca pemasang
c. Setiap 6 bulan berikutnya
d. 1 tahun sekali
e. Bila terlambat haid 1 minggu
f. Perdarahan banyak dan tidak teratur
Pendapat lain menurut Prawirohardjo (2008), pemeriksaan sesudah IUD
dipasang dilakukan pada:
a. 1 minggu pasca pemasangan
b. 3 bulan berikutnya
c. Berikutnya setiap 6 bulan
11. Pemeriksaan pada saat Kunjungan Ulang
Menurut Varney, Kriebs dan Gegor (2006), Setelah IUD dipasang klien
harus diarahkan untuk menggunakan preparat spermisida dan kondom pada
bulan pertama. Tindakan ini akan memberi perlindungan penuh dari konsepsi
karena IUD menghambat serviks, uterus, dan saluran tuba falopii, tempat
yang memungkinkan pembuahan dan penanaman sel telur dan ini merupakan
kurun waktu IUD dapat terlepas secara spontan. Klien harus melakukan
kunjungan ulang pertamanya dalam waktu kurang lebih enam minggu.
Kunjungan ini harus dilakukan setelah masa menstruasi pertamanya pasca
pamasangan IUD. Pada waktu ini, bulan pertama kemungkinan insiden IUD
lebih tinggi untuk terlepas secara spontan telah berakhir. IUD dapat diperiksa
untuk menentukannya masih berada pada posisi yang tepat. Selain itu, klien
harus memiliki pengalaman melakukan pemeriksaan IUD secara mandiri dan
beberapa efek samping langsung harus sudah diatasi. Kunjungan ulang
memberi kesempatan untuk menjawab pertanyaan dan memberi semangat
serta meyakinkan klien. Diharapkan, hal ini membuahkan hasil berupa
peningkatan jumlah pengguna IUD. Data-data terkait IUD berikut dapat
diperoleh pada kunjungan ulang ini.
a. Riwayat
1) Masa menstruasi (dibandingkan dengan menstruasi sebelum
menggunakan IUD)
a) Tanggal
b) Lamanya
c) Jumlah aliran
d) Nyeri
2) Diantara waktu menstruasi (dibading dengan sebelum
menggunakan IUD)
a) Bercak darah atau perdarahan: lamanya, jumlah
b) Kram: lamanya, tingkat keparahan
c) Nyeri punggung: lokasi, lamanya, tingkat keparahan.
d) Rabas vagina: lamanya, warna, bau, rasa gatal, rasa terbakar
saat berkemih (sebelum atau setelah urine mulai mengalir)
3) Pemeriksaan benang
a) Tanggal pemeriksaan benang yang terakhir
b) Benang dapat dirasakan oleh pasangan selama melakukan
hubungan seksual
4) Kepuasaan terhadap metode yang digunakan (baik pada wanita
maupun pasangannya)
5) Setiap obat yang digunakan: yang mana, mengapa
6) Setiap kunjungan ke dokter atau keruang gawat darurat sejak
pemasangan IUD : mengapa
7) Penggunaan preparat spermisida dan kondom : kapan, apakah ada
masalah
8) Tanda-tanda dugaan kehamilan jika ada indikasi
b. Pemeriksaan fisik
1) Pemeriksaan abdomen untuk mengetahui adanya nyeri tekan pada
bagian bawah abdomen
2) Pemeriksaan untuk mengetahui adanya nyeri tekan akibat CVA,
jika diindikasikan untuk diagnose banding
3) Tanda-tanda kemungkinan kehamil, jika ada indikasi.
c. Pemeriksaan pelvic
1) Pemeriksaan speculum
a) Benang terlihat
b) Panjang benang : pemotongan benang bila ada indikasi
c) Rabas vagina: catat karakteristik dan lakukan kultur dan
apusan basah bila diindikasikan.
2) Pemeriksaan bimanual
a) Nyeri ketika serviks atau uterus bergerak
b) Nyeri tekan pada uterus
c) Pembesaran uterus
d) Nyeri tekan pada daerah sekitar
e) Tanda-tanda kemungkinan kehamilan bila diindikasikan
d. Laboratorium
1) Hemoglobin atau hematokrit
2) Urinalis rutin sesuai indikasi untuk diagnosis banding
3) Kultur serviks dan apusan basah, jika ada indikasi
4) Tes kehamilan, jika ada indikasi
Apabila hasil pemeriksaan diatas memuaskan, maka klien akan
mendapatkan jadwal untuk melakukan pemeriksaan fisik rutinnya. Pada
kunjungan tersebut bidan akan melakukan hal-hal seperti mengkaji riwayat
penapisan umum yaitu pemeriksaan fisik dan pelvic, pap smear, kultur
klamedia dan gonorea, tes laboratorium rutin lain dan pengulangan
kunjungan ulang IUD seperti dijelaskan diatas. Pengarahan supaya klien
memeriksakan IUD, kapan harus menghubungi bila muncul masalah atau
untuk membuat perjanjian sebelum kunjungan tahunnya dapat ditinjau
kembali bersama klien selama kunjungan ulang ini.
12. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan IUD
a. Faktor internal
1) Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu dan terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu
(Notoatmodjo, 2007). Sebagian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Kognitif merupakan domain
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Tingkat
pengetahuan yang cukup tentang kontrasepsi merupakan dasar bagi
pasangan suami istri sehingga diharapkan semakin banyak yang
memilih metode IUD (Nomleni dkk, 2014).
Hasil penelitian Putri dan Ratmawati (2015), menyimpulkan
bahwa pengetahuan mempunyai hubungan dengan pemilihan alat
kontrasepsi Intra Uterine Device (IUD) di wilayah kerja Puskesmas
Pagentan 2 dan dibuktikan secara statistik (p=0,004). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa responden dengan pengetahuan cukup lebih
memilih untuk menggunakan alat kontrasepsi IUD daripada
menggunakan kontrasepsi lain.
2) Pendidikan
Pendidikan merupakan proses perubahan dan peningkatan
pengetahuan, pola pengetahuan, pola pikir dan perilaku masyarakat.
Adanya dinamika berbagai aspek maka proses pendidikan akan terus
menerus dan berkesinambungan sehingga masyarakat mampu
menerima gagasan invasif secara rasional dan bertanggungjawab
(BKKBN, 2008). Pendidikan seseorang mempengaruhi perilaku
sehari-hari, orang yang berpendidikan tinggi belum tentu
menggunakan KB yang efektif.
3) Paritas
Menurut Subiyatun dkk (2009), jumlah anak mempengaruhi
pemilihan kontrasepsi yang akan digunakan. Semakin banyak anak
yang dimiliki maka akan semakin besar kecenderungan untuk
menghentikan kesuburan sehingga lebih cenderung untuk memilih
metode kontrasepsi jangka panjang.
4) Usia
Usia seseorang memempengaruhi jenis kontrasepsi yang dipilih.
Responden berusia di atas 20 tahun memilih AKDR karena secara
fisik kesehatan reproduksinya lebih matang dan memiliki tujuan
yang berbeda dalam menggunakan kontrasepsi. Usia diatas 20 tahun
merupakan masa menjarangkan dan mencegah kehamilan sehingga
pilihan kontrasepsi lebih ditujukan pada kontrasepsi jangka panjang.
Responden kurang dari 20 tahun lebih memilih Non AKDR karena
usia tersebut merupakan masa menunda kehamilan sehingga memilih
kontrasepsi selain AKDR yaitu pil, suntik, implan, dan kontrasepsi
sederhana
b. Faktor eksternal
1) Dukungan suami
Lingkungan sosial mempengaruhi penggunaan dan pemilihan
alat kontrasepsi (BKKBN, 2008). Dorongan atau motivasi yang
diberikan kepada istri dari suami, keluarga maupun lingkungan
sangat mempengaruhi ibu dalam menggunakan suatu metode
kontrasepsi (Manuaba, 1998). Seorang wanita jika suaminya
mendukung kontrasepsi, kemungkinan dia menggunakan kontrasepsi
meningkat, sebaliknya ketika wanita merasa gugup berkomunikasi
dengan suaminya tentang kontrasepsi atau suaminya membuat
pilihan kontasepsi, kemungkinan dia menggunakan metode
kontrasepsi menurun (Widyawati dkk, 2012).
Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Nuryati
dan Fitria (2014), diketahui bahwa terdapat pengaruh dukungan
suami dalam menggukan MKJP (p = 0,0001). Hal tersebut
menunjukkan bahwa dukungan suami sangat berpengaruh terhadap
pemakaian alat kontrasepsi yang dipakai istrinya. Penelitian tersebut
sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Nomleni dkk (2014)
tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan pemilihan alat
kontrasepsi IUD yang dibuktikan secara statistik (p = 0,018).
2) Kenyamanan seksual
Menurut Widyawati dkk (2012), penggunaan AKDR dapat
berpengaruh pada kenyamanan seksual karena menyebabkan nyeri
dan pendarahan post coitus ini disebabkan karena posisi benang
AKDR yang mengesek mulut rahim atau dinding vagina sehingga
menimbulkan pendarahan dan keputihan. Akan tetapi, pendarahan
yang muncul hanya dalam jumlah yang sedikit. Pada beberapa kasus
efek samping ini menjadi penyebab bagi akseptor untuk melakukan
drop out, terutama disebabkan dukungan yang salah dari suami.
3) Kepercayaan
Meskipun program KB sudah mendapat dukungan departemen
agama dalam Memorandum of Understanding (MoU) nomor 1 tahun
2007 dan nomor 36/HK.101/FI/2007 setiap agama mempunyai
pandangan yang berbeda terhadap KB sesuai agamanya (Yanti dkk,
2012). Kepercayaan yang positif disertai dengan pengetahuan yang
baik akan meningkatkan probabilitas individu untuk menggunakan
IUD.
4) Budaya
Budaya adalah pandangan serta pemahaman masyarakat tentang
tubuh, seksualitas, dan kesehatan perempuan berkontribusi terhadap
kerentanan tubuh dan kesehatan reproduksi perempuan. Akseptor
yang budayanya mendukung menggunakan metode kontrasepsi IUD
dan sebaliknya.
5) Pemberian Informasi
Salah satu faktor yang mempengaruhi pemilihan kontrasepsi
adalah pemberian informasi. Informasi yang memadai mengenai
berbagai metode KB akan membantu klien untuk menentukan
pilihan alat kontrasepsi. Pemberian informasi yang memadai
mengenai efek samping alat kontrasepsi, selain akan membantu klien
mengetahui alat yang cocok dengan kondisi kesehatan tubuhnya,
juga akan membantu klien menentukan pilihan metode yang sesuai
dengan kondisinya (Maika dan Kuntohadi, 2009).
13. Pathway

Keluarga Berencana

Sederhana Modern

Tanpa Alat Dengan Alat Hormonal Non hormonal

Metode lendir serviks Spermisida


Senggama terputus Kondom IUD Steril
MAL Diafragma Kontrasepsi Kontrasepsi Implant
Metode Kalender kombinasi progestin
Proses Inflamasi
Septik di
endometrium
Penambahan suplai
Kadar estrogen dan Progestin
progestin
progesteron
dipertahankan Leukosit
tetap tinggi Rangsang diproduksi dan
Pembuluh darah
hipotalamus lendir serviks
endometrium rapuh
(Vasodilatasi) bertambah kental
Tubuh mengasumsikan kehamilan
Pusat pengendali
Spotting nafsu makan Keputihan
Produksi FSH dan LH terhambat Haid bertambah
Nafsu makan
meningkat
Tidak terjadi ovulasi

BB naik
Amenorea
B. Implikasi Untuk Praktek dan Strategi Pengajaran (Implications For Practice
and Teaching Strategies)
Standar Asuhan Kebidanan Keluarga Berencana
Prinsip pelayanan kontrasepsi saat ini adalah memberikan kemandirian pada ibu
dan pasangan untuk memilih metode yang diinginkan. Pemberi pelayanan
berperan sebagai konselor dan fasilitator, sesuai langkah-langkah di bawah ini:
1. Jalin komunikasi yang baik dengan ibu
Beri salam kepada ibu, tersenyum, perkenalkan diri anda. Gunakan
komunikasi verbal dan non-verbal sebagai awal interaksi dua arah. Tanya ibu
tentang identitas dan keinginannya pada kunjungan ini.
2. Nilailah kebutuhan dan kondisi ibu
Tanyakan tujuan ibu berkontrasepsi dan jelaskan pilihan metode yang dapat
diguakan untuk tujuan tersebut. Tanyakan juga apa ibu sudah memikirkan
pilihan metode tertentu. Tanyakan status kesehatan ibu dan kondisi medis
yang dimilikinya.
Tabel 2.1 Pilihan metode kontrasepsi berdasarkan tujuan pemakainya
Urutan
Fase menunda Fase menjarangkan Fase tidak hamil
priorita
kehamilan kehmilan (anak ≤2) lagi (anak ≥3)
s
1 Pil AKDR Steril
2 AKDR Suntikan AKDR
3 Kondom Minipil Implan
4 Implan Pil Suntikan
5 Suntikan Implan Kondom
6 Kondom Pil
3. Berikan informasi mengenai pilihan metode kontrasepsi yang dapat
digunakan ibu
Berikan informasi yang obyektif dan lengkap tentang berbagai metode
kontrasepsi: efektivitas, cara kerja, efek samping, dan komplikasi yang dapat
terjadi serta upaya-upaya untuk menghilangkan atau mengurangi berbagai
efek yang merugikan tersebut (termasuk sistem rujukan).
4. Bantu ibu menentukan pilihan
Bantu ibu memilih metode kontrasepsi yang paling aman dan sesuai bagi
dirinya. Beri kesempatan pada ibu untuk mempertimbangkan pilihannya.
Apabila ingin mendapat penjelasan lanjutan, anjurkan ibu untuk
berkonsultasi kembali atau dirujuk pada konselor atau tenaga kesehatan yang
lebih ahli.
5. Jelaskan secara lengkap mengenai metode kontrasepsi yang telah dipilih ibu
Setelah ibu memilih metode yang sesuai baginya, jelaskanlah mengenai:
a. Waktu, tempat, tenaga, dan cara pemasangan/pemakaian alat kontrasepsi
b. Rencana pengamatan lanjutan setelah pemasangan
c. Cara mengenali efek samping/komplikasi
d. Lokasi klinik keluarga berencana (KB)/tempat pelayanan untuk
kunjungan ulang bila diperlukan
e. Waktu penggantian/pencabutan alat kontrasepsi (BKKBN 2011).
Bila ibu ingin memulai pemakaian kontrasepsi saat itu juga, lakukan
penapisan kehamilan dengan menanyakan pertanyaan-pertanyaan di bawah
ini:
a. Apakah Anda mempunyai bayi yang berumur kurang dari 6 bulan DAN
menyusui secara eksklusif DAN tidak mendapat haid selama 6 bulan
tersebut?
b. Apakah Anda pantang senggama sejak haid terakhir atau bersalin?
c. Apakah Anda baru melahirkan bayi kurang dari 4 minggu?
d. Apakah haid terakhir dimulai 7 hari terakhir (atau 12 hari terakhir bila
klien ingin menggunakan AKDR)?
e. Apakah Anda mengalami keguguran dalam 7 hari terakhir (atau 12 hari
terakhir bila klien ingin menggunakan AKDR)?
f. Apakah Anda menggunakan metode kontrasepsi secara tepat dan
konsisten?
Bila ada jawaban “YA” pada satu atau lebih pertanyaan di atas, metode
kontrasepsi dapat mulai digunakan. Bila semua dijawab “TIDAK”, ibu harus
melakukan tes kehamilan atau menunggu haid berikutnya
6. Rujuk ibu bila diperlukan
Rujuk ke konselor yang lebih ahli apabila di klinik KB ini ibu belum
mendapat informasi yang cukup memuaskan, atau rujuk ke fasilitas
pelayanan kontrasepsi/kesehatan yang lebih lengkap apabila klinik KB
setempat tidak mampu mengatasi efek samping/komplikasi atau memenuhi
keinginan ibu. Berikan pelayanan lanjutan setelah ibu dikirim kembali oleh
fasilitas rujukan (kunjungan ulang pasca pemasangan).

C. Implikasi Hasil Penelitian (Implication for research)


Evidence Based Midwifery (EBM) mengakui nilai bukti harus berkontribusi
pada praktek dan profesi kebidanan. Jurnal kualitatif mencakup aktif serta
sebagai penelitian kuantitatif, analisis filosofis dan konsep serta tinjauan pustaka
terstruktur, tinjauan sistematis, kohort studi, terstruktur, logis dan transparan,
sehingga bidan benar dapat menilai arti dan implikasi untuk praktek, pendidikan
dan penelitian lebih lanjut.
Evidence Based Midwifery (EBM) dalam kegagalan KB IUD dalam
dijelaskan sebagai berikut :
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu dan terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2007). Hasil
penelitian Putri dan Ratmawati (2015), menyimpulkan bahwa pengetahuan
mempunyai hubungan dengan pemilihan alat kontrasepsi Intra Uterine
Device (IUD) di wilayah kerja Puskesmas Pagentan 2 dan dibuktikan secara
statistik (p=0,004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dengan
pengetahuan cukup lebih memilih untuk menggunakan alat kontrasepsi IUD
daripada menggunakan kontrasepsi lain.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mitha Destyowati
(2011), menyimpulkan bahwa pengetahuan mempunyai hubungan dengan
minat pemakaian kontrasepsi IUD di Des Harjobinangun Kecamatan Grabak
Kabupaten Purworejo dengan hasil statistik (p=0,000). Hasil penelitian
menunjukan bahwa responden yang memiliki pengetahuan tentang
kontrasepsi IUD baik 62,5% berminat memakai IUD. Responden yang
memiliki pengetahuan tentang IUD cukup sebanyak 84,0% berminat
memakai IUD, pengetahuan responden tentang kontrasepsi IUD kurang
sebanyak 100 % tidak berminat memakai IUD.
2. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses perubahan dan peningkatan
pengetahuan, pola pengetahuan, pola pikir dan perilaku masyarakat.
Pendidikan seseorang mempengaruhi perilaku sehari-hari, orang yang
berpendidikan tinggi belum tentu menggunakan KB yang efektif. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Abrar Jurisman, Ariadi dan Roza Kurniati
tentang hubungan karakteristik ibu dengan pemilihan kontrasepsi di
Puskesmas Padang Pasir, Padang hasil analisis bivariat menunjukkan tingkat
pendidikan memiliki hubungan yang bermakna dengan pemilihan
kontrasepsi (p=0,000), sedangkan umur dan jumlah anak tidak memiliki
hubungan yang bermakna dengan pemilihan kontrasepsi (p=0,590). Dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan bermakna antara tingkat pendidikan
dengan pemilihan kontrasepsi. Seseorang dengan tingkat pendidikan tinggi
cenderung memilih kontrasepsi IUD.
3. Dukungan suami
Dorongan atau motivasi yang diberikan kepada istri dari suami,
keluarga maupun lingkungan sangat mempengaruhi ibu dalam
menggunakan suatu metode kontrasepsi (Manuaba, 1998). Berdasarkan
penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Nuryati dan Fitria (2014),
diketahui bahwa terdapat pengaruh dukungan suami dalam menggukan
MKJP (p = 0,0001). Hal tersebut menunjukkan bahwa dukungan suami
sangat berpengaruh terhadap pemakaian alat kontrasepsi yang dipakai
istrinya. Penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan
Nomleni dkk (2014) tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan
pemilihan alat kontrasepsi IUD yang dibuktikan secara statistik (p = 0,018).
4. Pemberian Informasi
Salah satu faktor yang mempengaruhi pemakaian kontrasepsi adalah
pemberian informasi. Pemberian informasi yang memadai mengenai efek
samping alat kontrasepsi harus dijelaskan pada klien (Maika dan Kuntohadi,
2009). Terkadang akibat dari kurangnya infirmasi yang diberikan pada
klien, klien kurang mengetahui kapan harus kontrol ulang dan tidak jarang
terjadi kegagalan IUD akibat malposisi dan lain sebagainya.
Beberapa jurnal yang membahas tentang malposisi dan perubahan letak
dari pemasangan IUD salah satunya dilakukan oleh Dirk Wildemeersch,
Thomas Hasskamp dan Norman D Goldstuck (2016) dengan judul
Malposition And Displacement Of Intrauterine Devices-Diagnosis,
Management And Prevention menyimpulkan bahwa Ultrasonography and
hysteroscopy are the best and most practical methodologies to diagnose
malposition and the possible existence of uterine anomalies (Ultrasonografi
dan histeroskopi adalah metodologi terbaik dan paling praktis untuk
mendiagnosis malposisi dan kemungkinan adanya anomali uterus).

D. Manajemen Kebidanan
1. Pengertian Manajemen Kebidanan
Menurut Mufdlilah, Asri H & Ima K (2010), Manajemen kebidanan adalah
pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode
pemecahan masalah secara sistematis, mulai dari pengkajian, analisis data,
diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
2. Langkah-Langkah Manajemen Kebidanan
Menurut Mufdlilah, Asri H & Ima K (2010), proses manajemen kebidanan
terdiri dari 7 langkah, yaitu :
a. Langkah I (pertama) : Pengumpulan data dasar
Langkah pertama merupakan langkah awal yang akan menentukan
langkah berikutnya. Mengumpulkan data adalah menghimbau informasi
tentang klien/orang yang meminta asuhan. Memilih informasi data yang
tepat diperlukan analisa suatu situasi yang menyangkut manusia yang
rumit karena sifatt manusia yang komplek.
Kegiatan pengumpulan data dimulai saat klien masuk dan
dilanjutkan secara terus mnerus selama proses asuhan kebidanan
berlangsung. Data dapat dikumpulkan dari berbagai sumber. Sumber
yang dapat memberikan informasi paling akurat yang dapat
diperolehsecepat mungkin dan upaya sekecil mungkin. Pasien adalah
sumber informasi yang akurat dan ekonomis, disebut sumber data
primer. Sumber data alternatif atau sumber data sekunder adalah data
yang sudah ada, praktikan kesehatan lain, anggota keluarga. Teknik
pengumpulan data ada tiga, yaitu :
1) Observasi, adalah pengumpulan data melalui indera : penglihatan
(perilaku, tanda fisik, kecacatan, ekspresi wajah), pendengaran
(bunyi batuk, bunyi nafas), penciuman (bau nafas, bau luka),
perabaan (suhu badan, nadi
2) Wawancara, adalah pembicaraan yang terarah yang umumnya
dilakukan paada pertemuan tatap muka. Dalam wawancara yang
penting diperhatikan adalah data yang ditanyakan diarahkan ke data
yang relefan.
3) Pemeriksaan, dilakukan dengan memakai instrumen/alat pengukur.
Tujuannya untuk memastikan batas dimensi angka, irama,
kuantitas. Misalnya : tinggi badan dengan meteran, berat badan
dengan timbangan, tekanan darah dengan tensi meter.
Secara garis besar, diklasifikasikan menjadi data subjektif dan data
objektif. Pada waktu pengumpulan data subjektif bidan harus :
mengembangkan hubungan antar personal yang efektif dengan
pasien/klien/yang diwawancarai, lebih memperhatikan hal-hal yang
menjadi keluhan utama pasien dan yang dicemaskan, berupaya
mendapatkan data/fakta yang sangat bermakna dalam kaitan dengan
masalah pasien.
Pada waktu pengumpulan data objektif bidan harus : mengamati
ekspresi dan perilaku pasien, mengamati perubahan/kelainan fisik,
memperhatikan aspek sosial budaya pasien, menggunakan teknik
pemeriksaan yang tepat dan benar, melakukan pemeriksaan yang tepat
dan benar, melakukan pemeriksaan yang terarah dan berkaitan dengan
keluahan pasien.
b. Langkah II (kedua) : Interprestasi data dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap
diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interprestasi
yang benar atas data-data yang dikumpulkan. Data dasar yang sudah
dikumpulkan diinterprestasikan sehingga ditemukan masalah atau
diagnosa yang spesifik.
Langkah awal dari perumusan masalah/diagnosa kebidanan adalah
pengolahan/analisa data yaitu menggabungkan menghubungkan data
satu dengan lainnya sehingga tergambar fakta.
Masalah adalah kesenjangan yang diharapkan dengan
fakta/kenyataan. Analisa adalah proses pertimbangan tentang nilai
sesuatu dibandingkan dengan standar. Standar adalah aturan/ukuran
yang telah diterima secara umum dan digunakan sebagai dasar
perbandingan dalam kategori yang sama. Hambatan yang berpotensi
tinggi menimbulkan masalah kesehatan (faktor risiko). Dalam bidang
kebidanan pertimbangan butir-butir tentang profil keadaan dalam
hubungannya dengan status sehat-sakit dan kondisi fisiologis yang
akhirnya menjadi faktor risiko agent yang akan mempengaruhi status
kesehatan orang bersangkutan.
Pengertian masalah/diagnosa adalah “suatu pernyataan dari
masalah pasien/klien yang nyata atau potensial dan membutuhkan
tindakan”. Dalam pengertian yang lain masalah/diagnosa adalah
“pernyataan yang menggambarkan masalah spesifik yang berkaitan
denagn keadaan kesehatan seseorang dan didasarkan pada penilaian
asuhan kebidanan yang bercorak negatif”.
Dalam asuhan kebidanan kata masalah dan diagnosa keduanya
dipakai karena beberapa masalah tidak dapat didefinisikan sebagai
diagnosa tetapi perlu tetap perlu dipertimbangkan untuk membuat
rencana asuhan yang menyeluruh. Masalah sering dihubungkan dengan
bagaimana wanita itu mengalami kenyataan terhadap diagnosa.
Diagnosa adalah diagnosa yang ditegakkan oleh bidan dalam
lingkup praktik kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa
kebidanan. Standar nomenlaktur diagnosa kebidanan :
5) Diakui dan telah disahkan oleh profesi
6) Berhubungan langsung dengan praktik kebidanan
7) Memiliki ciri khas kebidanan
8) Didukung oleh clinical judgement dalam praktek kabidanan
9) Dapat diselesaikan dengan pendekatan manajemen kebidanan.
c. Langkah III (ketiga) : Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial
Pada langkah ini kita mengidentifikasikan masalah atau diagnosa
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa potensial
lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah
diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila klien
memungkinkan dilakukan pencegahan, sambil mengamati klien bidan
diharapkan dapat bersiap-siap bila diagnosa/masalah potensial ini
bener-benar terjadi.
d. Langkah IV (keempat) : Mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan
yang memerlukan penanganan segera
Beberapa data menunjukan situasi emergensi dimana bidan perlu
bertindak segera, beberapa data menunjukkan situasi yang memerlukan
tindakan segera sementara menunggu instruksi dokter. Mungkin juga
memerlukan konsultasi dengan tim kesehatan lain. Bidan mengevaluasi
situasi setiap pasien untuk menentukan asuhan yang paling tepat.
Langkah ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen
kebidanan.
e. Langkah V (kelima) : Merencanakan asuhan yang komprehensif atau
menyeluruh
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh ditentukan
oleh langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan
manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasi
atau antisipasi pada langkah ini informasi/data dasar yang tidak lengkap
dilengkapi. Suatu rencana asuhan harus sama-sama disetujui oleh bidan
maupun klien agar efektif, karena pada akhirnya klien yang akan
melaksanakan rencana itu atau tidak. Oleh karena itu tugas dalam
langkah ini termasuk membuat dan pendiskusian rencana dengan klien
begitu juga termasuk penegasan akan persetujuannya.
Semua keputusan yang dibuat dalanm merencanakan suatu asuhan
yang komprehensif harus merefleksikan alasan yang benar,
berlandaskan pengetahuan, teori yang berkaitan dan up to date serta
divalidasikan dengan suami mengenai apa yang diinginkan klien dan
apa yang tidak inginkan. Rational yang berdasarkan asumsi dari
perilaku pasien yang tidak divalidasikan., pengetahuan teoritis yang
salah atau tidak memadai, atau data dasar yang tidak lengkap adalah
tidak sah akan menghasilkan asuhan pasien yang tidak lengkap adalah
tidak sah akan menghasilkan asuhan pasien yang tidak lengkap dan
mungkin juga tidak aman.
Perencaan supaya terarah, dibuat pola pikir dengan langkah sebagai
berikut : tentukan tujuan tindakan yang akan dilakukan yang berisi
tentang sasaran/target dan hasil yang akan dicapai, selanjutnya
ditentukan rencana tindakan sesuai dengan masalah/diagnosa dan tujuan
yang akan dicapai.
f. Langkah VI (keenam) : Melaksanakan perencanaan dan pelaksanaan
Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti yang
telah diuraikan pada langkah ke-5 dilaksanakan secara efisien dan
aman. Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau
sebagian dilakukan oleh bidan dan sebagian oleh klien, atau anggota tim
kesehatan lainnya. Jika bidan tidak melakukan sendiri, ia tetap memikul
tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya (memastikan
langkah tersebut benar-benar terlaksana). Dalam situasi dimana bidan
berkolaborasi dengan dokter dan keterlibatannya dalam manajemen
asuhan bagi pasien yang mengalami komplikasi, bidan juga
bertanggungjawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama
yang menyeluruh tersebut. Manajemen yang efisien akan menyingkat
waktu, biaya dan meningkatkan mutu asuhan.
g. Langkah VII (ketujuh) : Evaluasi
Pada langkah ke 7 ini dilakukan eveluasi keefektifan dari asuhan
yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan
apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan
sebagaimana telah diidentifikasikan didalam masalah dan diagnosa.
Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif
dalam pelaksanaannya. Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana
tersebut telah efektif sedang sebagian belum efektif.
3. Model Dokumentasi Asuhan Kebidanan SOAP
Model dokumentasi yang digunakan dalam asuhan kebidanan adalah dalam
bentuk catatan perkembangan, karena bentuk asuhan yang diberikan
berkesinambungandan menggunakan peoses yang terus menerus (Mufdlilah,
Asri H, Ima K: 2010). Metode pendokumentasian yang dilakukan dalam
asuhan kebidanan adalah SOAP. SOAP merupakan singkatan dari :
S : Subjektif, yaitu menggambarkan pendokumentasian hasil
pengumpulan data klien melalui anamnesis tanda gejala yang diperoleh
dari hasil bertanya pada pasien, suami dan keluarga. Pada persalinan
data lebih difokuskan lagi karena biasanya ibu yang melahirkan
ditempat bidan sudah melakukan kunjungan kehamilan di tempat bidan
dan bidan sudah mempunyai datanya. Sehingga fokus pendataan adalah
sejak kapan ibu merasakan mulas yang semakin meningkat, apakah ibu
sudah ada perasaan untuk meneran bersamaan dengan terjadinya
kontraksi, apakah ibu merasakan adanya tekanan pada anus. Tujuan
anamnesis adalah mengumpulka informasi tentang riwayat kesehatan,
kehamilan dan persalinan. Informasi ini digunakan dalam proses
membuat keputusan klinik untuk menentukan diagnosis dan
mengembangkan rencana dan perawatan yang sesuai (Depkes RI,
2007).
O : Objektif, yaitu menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan
fisik klien, lan dan tes diagnosis lain yang dirumuskan dalam data fokus
yang mendukung assesment. Tanda gejala objektif yang diperoleh dari
hasil pemeriksaan. Pemeriksaan yang dilakukan secara head to toe dan
terfokus disesuaikan dengan kebutuhan pemeriksaan pada ibu hamil.
A : Merupakan pendokumentasian hasil analisis dan intrepretasi
(kesimpulan) dari data subyektif dan objektif. Karena keadaan pasien
pasien yang setiap saat bisa mengalami perubahan dan akan ditemukan
informasi baru dalam data subjektif maupun data objektif, maka proses
pengkajian data akan menjadi sangat dinamis. Hal ini juga menuntut
bidan untuk sering melakukan analisis data yang dinamis tersebut dalam
rangka mengikuti perkembangan pasien dan analisis yang tepat dan
akurat mengikuti perkembangan data pasien akan menjamin cepat
diketahuinya perubahan pada pasien, dapat terus diikuti dan diambil
keputusan/tindakan yang tepat. Analisis data adalah melakukan
interpretasi data yang telah dikumpulkan, mencakup diagnosis/masalah
kebidanan, diagnosis/masalah potensial dan tindakan segera
(Muslihatun, 2009).
P : Planning/perencanaan adalah membuat rencana asuhan saat ini dan
yang akan datang. Rencana asuhan disusun berdasarkan hasil analisis
dan intrepretasi data. Penatalaksanaan (P) di SOAP juga mengandung
Implementasi dan Evaluasi. Pelaksanaan tindakan harus disetujui oleh
pasien, kecuali bila tindakan tidak dilaksanakan akan membahayakan
keselamatan pasien. Sebanyak mungkin pasien harus dilibatkan dalam
proses implementasi ini. Bila kondisi pasien berubah, analisis juga
berubah, maka rencana asuhan maupun implementasinya pun
kemungkinan besar akan ikut berubah atau harus disesuaikan
(Muslihatun, 2009).

Anda mungkin juga menyukai