Anda di halaman 1dari 18

Konsep Dasar Appendisitis

A. Defenisi Appendisitis

Appendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai

cacing ( apendiks ). Usus buntu sebenarnya adalah sekum(caecum). Infeksi ini bisa

mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah segera untuk

mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya. ( Wim de Jong et al, 2010).

Apendisitis merupakan inflamasi akut pada apendisitis verniformis dan merupakan

penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. (Brunner&Suddarth, 2014).

Usus buntu atau apendis merupakan bagian usus yang terletak dalam

pencernaan. Untuk fungsinya secara ilmiah belum diketahui secara pasti, namun usus

buntu ini terkadang banyak sekali sel-sel yang berfungsi untuk mempertahankan atau

imunitas tubuh. Dan bila bagian usus ini mengalami infeksi akan sangat terasa sakit

yang luar biasa bagi penderitanya (Saydam Gozali, 2015).

Apendiks merupakan perluasan sekum yang rata-rata panjang adalah 10 cm.

Ujung apendiks dapat terletak di berbagai lokasi, terutama dibelakang sekum.

Apendiksitis merupakan penyakit bedah mayor yang paling sering terjadi, walaupun

apendiksitis dapat terjadi setiap usia (Gruendemann 2015).

Apendiktomi menurut Jitowiyono & Kristiyanasari (2016) adalah operasi

untuk mengangkat apendiksitis yang dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan

resiko perforasi. Jadi appendiktomi adalah Apendiktomi adalah suatu tindakan

pembedahan untuk mengangkat apendiks, harus segera dilakukan tindakan untuk


1
menurunkan risiko perforasi apendiks, peritonitis. Sayatan dilakukan pada garis tegak
lurus pada garis yang menghubungkan spina iliaka anterior superior (SIAS) dengan

umbilicus pada batas sepertiga lateral (titik Mc Burney).

Laparatomi merupakan suatu potongan pada dinding abdomen dan yang telah

didiagnosa oleh dokter dan dinyatakan dalam status atau catatan medik klien.

Laparatomi adalah suatu potongan pada dinding abdomen seperti caesarean section

sampai membuka selaput perut (Jitowiyono, 2010).

Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen.

Laparatomi yaitu insisi pembedahan melalui pinggang (kurang begitu tepat), tapi

lebih umum pembedahan perut (Harjono, 2016). Ramali Ahmad (2010) mengatakan

bahwa laparatomi yaitu pembedahan perut, membuka selaput perut dengan operasi.

Sedangkan menurut Arif Mansjoer (2014), laparotomi adalah pembedahan yang

dilakukan pada usus akibat terjadinya perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus

halus dan usus besar.

Jadi, dari referensi diatas yang di maksud dengan apendisitismerupakan suatu

peradangan pada bagian usus (Caecum) yang disebabkan karena ada obstruksi yang

mengharuskan dilakukannya tindakan bedah.

B. Anatomi dan Fisiologi Apendiks

a. Anatomi Apendiks

Gambar 2.3 Apendiks (yayanakhya.Wordpress.com)


Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira- kira 10 cm (4

inci), lebar 0,3 - 0,7 cm dan isi 0,1 cc melekat pada sekum tepat dibawah katup

ileosekal. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu : taenia anterior,medial dan posterior.

Secara klinis, apendiks terletak pada daerah Mc.Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis

yang menghubungkan spina iliaka anterior superior kanan dengan pusat. Lumennya

sempit dibagian proksimal dan melebar dibagian distal. Namun demikian, pada bayi,

apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya.

Persarafan parasimpatis pada apendiks berasal dari cabang nervus vagus yang

mengikuti arteri mesentrika superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan

simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada

apendisitis bermula disekitar umbilikus.

b. Fisiologi Apendiks

Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya

dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Lendir dalam

apendiks bersifat basa mengandung amilase dan musin. Immunoglobulin sekretoar

yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat

disepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah IgA. Immunoglobulin tersebut

sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi.

Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun

tubuh karena jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan dengan

jumlahnya disaluran cerna dan diseluruh tubuh. Apendiks berisi makanan dan

mengosongkan diri secara teratur kedalam sekum. Karena pengosongannya tidak

efektif dan lumennya cenderung kecil, maka apendiks cenderung menjadi tersumbat

dan terutama rentan terhadapinfeksi ( Sjamsuhidayat, 2014)


3
C. Klasifikasi
Sedangkan menurut Sjamsuhidayat dan De (2015), apendisitis diklasifikasikan

menjadi 2 yaitu :

1. Apendisitis akut

Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang

mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak

disertai rangsangan peritoneum lokal. Gejala apendisitis akut nyeri samar-samar

dan tumpul yang merupakan nyeri visceral didaerah epigastrium disekitar

umbilicus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu

makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ketitik mcBurney.

Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan

nyeri somatic setempat.

2. Apendisitis kronis

Diagnosis apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya riwayat

nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara

makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah

fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial maupun total lumen

apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan adanya sel

inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-

5%.

D. Etiologi

Penyebab appendicitis adalah adanya obstruksi pada lumen appendikeal oleh

apendikolit, hyperplasia folikel limfoid submukosa, fekalit (material garam kalsium,

debris fekal ) atau parasit (Katz, 2013). Apendisitis penyebabnya paling umum adalah
4
inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen. Kira-kira 7% dari
populasi akan mengalami apendisitis pada waktu yang bersamaan dalam hidup

mereka: pria lebih sering dipengaruhi wanita, dan remaja lebih sering dari pada

dewasa. Diantara beberapa faktor diatas, maka yang paling sering ditemukan dan kuat

dugaannya sebagai penyebab appendisitis adalah faktor penyumbatan oleh tinja/feces

dan hyperplasia jaringan limfoid.

Penyumbatan atau pembesaran inilah yang menjadi media bagi bakteri untuk

berkembang biak. Perlu diketahui bahwa dalam tinja/feces manusia sangat mungkin

sekali telah tercemari oleh bakteri/kuman Escherichia Coli, inilah yang sering kali

mengakibatkan infeksi yang berakibat pada peradangan usus buntu (Anonim,2014).

Adapun penyebab lain terhadap apendisitis yaitu :

1. Sumbatan lumen

2. Kostipasi (kebiasaan memakan yang rendah serat) tinja yang keras.

3. Hyperplasia jaringan limfoid

E. Manifestasi Klinis

Manifestasi Klinis menurut Lippicott williams &wilkins (2011)

Nyeri periumbilikal atau epigastik kolik yang tergeneralisasi maupun

setempat. Pada kasus apendisitis dapat diketahui melalui beberapa tanda nyeri antara

lain : Rovsing’s sign, Psoas sign dan Jump sign.

a. Apendiksitis

1) Nyeri samar-samar

2) Terkadang terasa mual dan muntah

3) Anoreksia.

4) Disertai demam dengan suhu 37,5-38,5˚C

5) Diare
5
6) Konstipasi
7) Nilai leukosit meningkat dari rentang normal.

b. Apendiksitis perforasi

1) Nyeri yang dirasakan di ulu hati, kemudian berpindah diperut kanan

bawah lalu nyeri dirasakan diseluruh bagian perut. Nyeri dirasakan

terus-menerus dan tidak menjalar, nyeri semakin memberat.

2) Mual dan muntah sampai keluar lender

3) Nafsu makan menurun

4) Konstipasi BAB

5) Tidak ada flaktus

6) Pada auskultasi, bising usus normal atau meningkat pada awal apendisitis

dan bising melemah jika sudah terjadi perforasi.

7) Demam dengan suhu 37,5-38,5˚C

8) Temuan hasil USG Abdomen berupa cairan yang berada disekitar

appendiks menjadi sebuah tanda sonographik penting.

9) Respirasi retraktif.

10) Rasa perih yang semakin menjadi.

11) Spasma abdominal semakin parah.

12) Rasa perih yang berbalik (menunjukan adanya inflamasi peritoneal).

F. Patofisiologi disertai Web of caution

Appendiks terimflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau

tersumbat, kemungkinan oleh fekalit (massa dank eras dan fases), tumor, atau benda

asing. Proses imflamasi meninggkatkan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen


6
atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jamterlokalisasi di kuadrat
kanan bawah dari abdomen. Akhirnya appendiks yang terimflamasi menjadi pus.

Setelah dilihat penyebab dari appediksitis adalah adanya obstruksi pada lumen

appendikeal oleh apendikolit, hyperplasia folikel limfoid submukosa, fekalit (material

garam kalsium, debris fekal ) atau parasit (Katz ,2014 ).

Kondisi obtruksi akan meningkat kan tekanan intraluminal dan peningkatan

perkembangan bakteri. Hal lain akan terjadi peningkatan kogesif dan penuruna pada

perfusi pada dinding apendiks yang berkelanjutan pada nekrosis dan imflamasi, maka

permukaan eksudat terjadi pada permukaan serosa apendiks (santacroce,2014)

Dengan selanjutnya proses obtruksi, bakteri akan berproliferasi dan

meningkatkan tekanan intraluminal dan membentuk infiltrate pada mukosa dinding

apendiks yang disebut dengan apendisitis mukosa, dengan manifestasi ketidak

nyamanan abdomen.

Sebenarnya tubuh manusia juga melakukan usaha pertahanan untuk membtasi

proses peradangan ini dengan cara menutupi apendiks dengan omentum dan usus

halus sehingga terbentuk massa periapendikular yang secara salah dikenal dengan

istilah infiltrate apendiks berlanjut kondisi apendiks akan meningkat risiko terjadinya

perforasi dan pembentukan massa periapendikular. perforasi dengan cairan inflamasi

dan bakteri masuk ke rongga abdomen lalu memberikan respon imflamasi berbentuk

periotenum atau terjadi pada peritonitis. (Tzanakis, 2015).

G. Pemeriksaan penunjang

1. Laboratorium

Jumlah leukosit diatas 10.000 ditemukan pada lebih dari 90% anak dengan

appendicitis akuta. Jumlah leukosit pada penderita appendicitis berkisar antara


7
12.000 - 18.000/mm3. Peningkatan persentase jumlah neutrofil (shift to the
left) dengan jumlah normal leukosit menunjang diagnosis klinis appendicitis.

Jumlah leukosit yang normal jarang ditemukan pada pasien dengan

appendicitis.

2. Pemeriksaan Urinalisis

membantu untuk membedakan appendicitis dengan pyelonephritis atau batu

ginjal. Meskipun demikian, hematuria ringan dan pyuria dapat terjadi jika

inflamasi appendiks terjadi di dekat ureter.

3. Ultrasonografi Abdomen (USG)

Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk

menunjang diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala appendicitis.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan

spesifitasnya lebih dari 90%.

Gambaran USG yang merupakan kriteria diagnosis appendicitis acuta adalah

appendix dengan diameter anteroposterior 7 mm atau lebih, didapatkan suatu

appendicolith, adanya cairan atau massa periappendix. False positif dapat

muncul dikarenakan infeksi sekunder appendix sebagai hasil dari salphingitis

atau inflammatory bowel disease. False negatif juga dapat muncul karena

letak appendix yang retrocaecal atau rongga usus yang terisi banyak udara

yang menghalangi appendiks.

4. CT-Scan

CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis

appendicitis akut jika diagnosisnya tidak jelas.sensitifitas dan spesifisitasnya

kira-kira 95-98%. Pasien- pasien yang obesitas, presentasi klinis tidak jelas,

dan curiga adanya abscess, maka CT-scan dapat digunakan sebagai pilihan
8
test diagnostik. Diagnosis appendicitis dengan CT-scan ditegakkan jika
appendix dilatasi lebih dari 5-7 mm pada diameternya. Dinding pada appendix

yang terinfeksi akan mengeci.

H. Penatalaksaan

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi

penanggulangan konservatif dan operasi

1. Penanggulangan konservatif

Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak

mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian

antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita Apendisitis

perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta

pemberian antibiotik sistemik

2. Operasi

Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan Apendisitis maka tindakan yang

dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan

appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan

perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).

3. Pencegahan Tersier

Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasi

yang lebih berat seperti komplikasi intra-abdomen. Komplikasi utama adalah

infeksi luka dan abses intraperitonium. Bila diperkirakan terjadi perforasi maka

abdomen dicuci dengan garam fisiologis atau antibiotik. Pasca appendektomi

diperlukan perawatan intensif dan pemberian antibiotik dengan lama terapi


9
disesuaikan dengan besar infeksi intra-abdomen.
I. Komplikasi

Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor

keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita

meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan

diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat

melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas

dan mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak

kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-

75% pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan

orang tua.43 Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih

pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi,

sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi

diantaranya:

1. Abses

Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di

kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula- mula berupa flegmon

dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila

Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum

2. Perforasi

Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke

rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi

meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70%

kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas

lebih dari 38,50C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan leukositosis
10
terutamapolymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas
maupun mikroperforasi dapat menyebabkan peritonitis.

3. Peritonitis

Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang

dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada

permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas

peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya

cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.

Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen,

demam, dan leukositosis.

11
Asuhan Keperawatan Teori

A. Pengkajian

1. Indetitas klien

Biasanya indetitas klien terdiri Nama, umur, jenis kelamin, status, agama,

perkerjaan, pendidikan, alamat ,penanggung jawaban juga terdiri dari nama,umur

penanggung jawab ,hub.keluarga, dan perkerjaan.

2. Alasan masuk

Biasanya klien waktu mau dirawat kerumah sakit denga keluhan sakit perut di kuadran

kanan bawah, biasanya disertai muntah dan BAB yang sedikit atau tidak sama sekali,

kadang –kadang mengalami diare dan juga konstipasi.

3. Riwayat kehehatan

a. Riwayat kesehatan sekarang

Biasanya keluhan yang terasa pada klien yaitu merasakan nyeri

b. Riwayat kesehatan dahulu

Biasanya klien memiliki kebiasaan memakan makanan rendah serat, juga

bisa memakan yang pedas-pedas.

c. Riwayat kesehatan keluarga


Biasanya tidak ada pengaruh ke penyakit keturunan seperti hipertensi,

hepatitis , DM, TBC, dan asma.

d. Pemeriksaan Fisik
12
Biasanya kesadaran klien normal yaitu composmetis, E :4 V:5 M:6. Tanda-
tanda vital klien biasanya tidak normal karena tubuh klien merasakan nyeri

dimulai dari tekanan darah biasanya tinggi, nadi takikardi dan pernafasan

biasanya sesak ketika klien merasakan nyeri.

e. Kepala

Pada bagian kepala klien bisanya tidak ada masalah kalau penyakitnya itu

apenditis mungkin pada bagian mata ada yang mendapatkan mata klien

seperti mata panda karena klien tidak bisa tidur menahan sakit.

f. Leher

Pada bagian leher biasanya juga tidak ada terdapat masalah pada klien yang

menderita apedisitis.

g. Thorak

Pada bagian paru-paru biasanya klien tidak ada masalah atau gangguan

bunyi normal paru ketika di perkusi bunyinya biasanya sonor kedua lapang

paru dan apabila di auskultrasi bunyinya vesikuler. Pada bagian jantung

klien juga tidak ada masalah bunyi jantung klien regular ketika di

auskultrasi, Bunyi jantung klien regular (lup dup), suara jantung ketiga

disebabkan osilasi darah antara orta dan vestikular. Suara jantung terakir

(S4) tubelensi injeksi darah. Suara jantung ketiga dan ke empat disebab kan

oleh pengisian vestrikuler, setelah fase isovolumetrik dan kontraksi atrial

tidak ada kalau ada suara tambahan seperti murmur (suara gemuruh,

berdesir)

h. Abdomen

Pada bagian abdomen biasanya nyeri dibagian region kanan bawah atau

pada titik Mc Bruney. Saat di lakukan inspeksi. Biasanya perut tidak


13
ditemui gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada klien dengan
komlikasi perforasi. Benjolan perut kanan bawah dapat dilihat pada massa

atau abses periapedikular. Pada saat di palpasi biasnya abdomen kanan

bawah akan didapatkan peninggkatan respons nyeri. Nyeri pada palpasi

terbatas pada region iliaka kanan, dapat disertai nyeri lepas. Kontraksi otot

menunjukan adanya rangsangan periotenium parietale. Pada penekanan

perut kiri bawah akan dirasaka nyeri diperut kanan bawah yang disebut

tanda rofsing. Pada apendisitis restroksekal atau retroileal diperlukan

palpasi dalam untuk menemukan adanya rasa nyeri.

14
B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (mis.inflamasi,

iskemia, neoplasma) dibuktikan dengan tanda mayor dan minor

2. Hipetermi berhubungan dengan proses penyakit (mis. Infeksi, kanker) dibuktikan

dengan tanda mayor dan minor

3. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme

dibuktikan dengan tanda mayor dan minor

4. Resiko infeksi dibuktikan denganpeningkatan paparan organism pathogen

lingkungan

C. Intervensi Keperawatan

1. Nyeri akut

 Manajemen nyeri

 Pemberian analgesik

 Manajemen kenyamanan lingkungan

 Edukasi manajemen nyeri

2. Hipetermi

 Manjemen hipertermi

 Pemantauan cairan

 Pemantauan obat

 Edukasi dehidrasi

3. Defisit nutrisi
15
 Manajemen nutrisi
 Manajemen cairan

 Pemantauan cairan

 Pemantauan nutrisi

4. Resiko infeksi

 Manjaemen imunisasi/vaksinasi

 Pencegahan infeksi

 Pemantauan nutrisi

 Pemberian obat

16
DAFTAR PUSTAKA

Braunwald E, Hauser S1, Jameson Jl, 2005. Harrison’s Prinsiple Of Internal.

Brunner & Suddarth. 2013, Keperawatan Medikal Bedah: Jakarta: EGC. Brunner,

Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : ECG. Brunner dan

Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung

Santacroce R, Craig S. 2014. Appendicitis. Available from:

http://www.emedicine.com [Accessed on May, 30th 2015].

Sjamsuhidajat, R. dan De Jong W. 2015. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Sjamsuhidajat & de jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta: EGC. Smeltzer,

Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2015, Buku Ajar Keperawatan medikal Bedah .

Syamsuhidayat, R., Jong, W.D. 2014. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta : EGC.

Syaifuddin. 2014. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi 2.

Jakarta: Salemba Medika.

Williams, L & Wilkins. 2011. Nursing : Memahami Berbagai Macam Penyakit. Alih

Bahasa Paramita. Jakarta : PT. Indeks.

WHO. World Health Statistics 2015: World Health Organization; 2015

17
LAPORAN PENDAHULUAN

APENDISITIS AKUT

DI SUSUN OLEH

Sitti Rahmawati R.K S.Kep

JP020.02.022

CI INSTITUSI

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA

JAYA PALU
18
2021

Anda mungkin juga menyukai