Anda di halaman 1dari 21

TEORI PIAGET AGAMA DAN MORAL

MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Teori Pembelajaran PAUD
Dosen Pengampu: Dr. Aam Kurnia, M.Pd

PIAUD VI-A

Kelompok 2

Ghina Andira Rismayana 1162100018

Heti Noor Komala 1162100020

Latifah Asmul Fuziah 1162100024

PRODI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI (PIAUD)


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya bagi dan milik Allah SWT yang telah memberikan kasih
sayangnya kepada kita selaku hamba-Nya yang selalu berusaha untuk terus taat
terhadap apa yang menjadi ketetapannya. Sholawat serta salam semoga selalu
terlimpah curahkan kepada suri tauladan umat Nabi Muhammad SAW. Semoga
Allah senantiasa meridhoi penulis dalam pembuatan makalah ini yang berjudul
“Teori Piaget dalam Agama dan Moral”.

Pada makalah ini penulis akan memaparkan beberapa teori tentang agama
dan moral dari seorang ilmuan yang bernama Jean Piaget. Makalah ini dapat
terlaksana dan selesai tepat pada waktunya berkat bantuan dari beberapa pihak
khususnya kelompok 2. Penulis mengucapkan terimakasih pula kepada dosen
mata kuliah Teori Pembelajaran PAUD yakni Dr. Aam Kurnia, M.Pd.

Dan harapan penulis semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan


bagi para pembaca khususnya untuk penulis. Terlepas dari semua itu, penulis
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Semoga kedepannya penulis dapat memperbaiki
sehingga menjadi lebih baik.

Bandung, Februari 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................

A. Pengertian Perkembangan Agama pada Anak Usia Dini.......


B. Pengertian Perkembangan Moral pada Anak Usia Dini..........................
C. Fase-fase Perkembangan Agama pada Anak Usia Dini .........................
D. Karaketristik Moral Menurut Piaget.......................................................
E. Tahapan-tahapan Perkembangan Moral Menurut Piaget........................
F. Urgensi Tentang Perkembangan Agama dan Moral Menurut
Piaget.......................................................................................................

BAB V PENUTUP.................................................................................................

A. Kesimpulan..............................................................................................
B. Saran........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini perkembangan teknologi sangat gencar sekali. Hal ini
terlihat dari beberapa fenomena terkait barang dan alat-alat teknologi.
Semakin gencarnya teknologi yang berkembang pun banyak karakter anak
yang kurang memiliki nilai keagamaan dan rusaknya sebuah moral karena
berbagai faktor.
Penelitian ilmiah yang mengkaji asal-usul munculnya nilai-nilai
moral dan keagmaan pada anak-anak sehingga saat ini masih
langka,walaupun sebenarnya penelitian ini termasuk dalam wilayah
psikologi terutama menyentuh wilayah dalam diri atau keagamaan.
Pada umumnya agama seseorang di tentukan oleh pendidikan,
pengalaman dan latihan-latihan yang dilaluinya pada masa kecilnya
dahulu. Pengalaman dalam kehidupan rumah tangga merupakan peletak
dasar dalam pertumbuhan dan perkembangan agama pada setiap anak. Hal
ini kelak akan berlanjut dalam pendidikannya di sekolah, sehingga
pendidikan agama di lingkungan keluarga mempunyai peranan penting
dan sangat menentukan.
Peranan orang tua dalam menumbuhkan jiwa agama bagi anaknya,
memberikan prospek kehidupan anak pada masa yang akan datang. Orang
tua yang mengerti tentang urgensi pertumbuhan dan perkembangan agama
dalam kehidupan anak yang memberikan suatu kecenderungan kepada
aturan-aturan agama yang harus dilaksanakan dalam praktek hidupnya
sehari-hari. Hal seperti inilah dapat dimanfaatkan untuk melatih anak
dalam membiasakan menjalankan ibadah agama dan penuh rasa disiplin
dan tanggung jawab.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan perkembangan agama pada anak usia dini?
2. Apa yang dimaksud dengan perkembangan moral pada anak usia dini?

1
3. Bagaimana fase-fase perekembangan agama pada anak?
4. Apa saja karakteristik moral menurut piaget?
5. Apa saja tahapan-tahapan perkembangan moral menurut piaget?
6. Bagaimana urgensi tentang perkembangan agama dan moral menurut
piaget?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui perkembangan agama pada anak usia dini.
2. Untuk mengetahui perkembangan moral pada anak usia dini.
3. Untuk mengetahui fase-fase perekembangan agama pada anak.
4. Untuk mengetahui karakteristik moral menurut piaget.
5. Untuk mengetahui tahapan-tahapan perkembangan moral menurut
piaget.
6. Untuk mengetahui urgensi tentang perkembangan agama dan moral
menurut piaget?

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perkembangan Agama pada AUD
Pada umumnya agama seseorang di tentukan oleh pendidikan,
pengalaman dan latihan-latihan yang dilaluinya pada masa kecilnya dahulu.
Pengalaman dalam kehidupan rumah tangga merupakan peletak dasar dalam
pertumbuhan dan perkembangan agama pada setiap anak. Hal ini kelak akan
berlanjut dalam pendidikannya di sekolah, sehingga pendidikan agama di
lingkungan keluarga mempunyai peranan penting dan sangat menentukan.
Dr. Zakiah Daradjat mengatakan bahwa : ”seseorang yang pada masa
kecilnya tidak pernah mendapatkan didikan agama, maka pada masa
dewasanya nanti, ia tidak akan merasakan pentingnya agama dalam hidupnya”.
Lain halnya dengan orang yang diwaktu kecilnya mempunyai pengalaman
agama, misalnya ibu-bapaknya adalah orang yang tahu beragama, lingkungan
social dan kawan-kawannya juga hidup menjalankan agama, terbiasa
menjalankan ibadah, ditambah pula dengan pendidikan agama, secara sengaja
di rumah, sekolah dan masyaraka. Maka orang-orang itu akan dengan
sendirinya mempunyai kecenderungan kepada hidup dalam aturan-aturan
agama, terbiasa menjalankan ibadah, takut melangkahi larangan-larangan
agama dan dapat merasakan betapa nikmatnya hidup beragama.
Peranan orang tua dalam menumbuhkan jiwa agama bagi anaknya,
memberikan prospek kehidupan anak pada masa yang akan datang. Orang tua
yang mengerti tentang urgensi pertumbuhan dan perkembangan agama dalam
kehidupan anak yang memberikan suatu kecenderungan kepada aturan-aturan
agama yang harus dilaksanakan dalam praktek hidupnya sehari-hari. Hal
seperti inilah dapat dimanfaatkan untuk melatih anak dalam membiasakan
menjalankan ibadah agama dan penuh rasa disiplin dan tanggung jawab.
Bagaimana si anak mengenal Tuhan?
Anak-anak mulai mengenal Tuhan, melalui bahasa. Dari kata-kata
orang yang ada di lingkungannya, yang pada permulaan di terima secara
acuh tak acuh saja. Akan tetapi setelah ia melihat orang dewasa

3
menunjukkan rasa kagum dan takut pada Tuhan, maka mulailah ia
merasa sedikit gelisah dan ragu tentang suatu yang gaib yang tidak dapat
dilihatnya itu, mungkin ia akan ikut membaca dan mengulang kata-kata
yang diucapakan oleh orang tuanya. Lambat laun tanpa disadarinya, akan
masuklah pemikiran tentang Tuhan dalam pembinaan kepribadiannya
dan menjadi obyek pengalaman yang agamis. Tidak adanya perhatian
terhadap Tuhan pada permulaan adalah karena ia belum mempunyai
pengalaman yang akan membawanya kesana, baik pengalaman yang
menyenangkan, ataupun yang menyusahkan. Akan tetapi setelah ia
melihat reaksi orang-orang di sekelilingnya, yang disertai oleh emosi
atau perasaan tertentu, maka timbullah pengalaman tertentu, yang makin
lama makin meluas dan mulailah perhatiannya terhadap kata Tuhan itu
tumbuh. Biasanya pengalaman itu pada mulanya tidak menyenangkan,
karena merupakan ancaman bagi integritas kepribadiannya, karena itulah
perhatian anak-anak tentang Tuhan pada permulaan merupakan sumber
kegelisahan atau ketidaksenangannya.
Ada seseorang yang terkenang perihal kesalahpahamannya mengenai
konsep Tuhan di saat ia masih kanak-kanak. Ketika salah seorang anggota
keluarganya meninggal dunia, ayahnya memberikan penjelasan mengenai
kejadian itu bahwa seseorang telah memohon kepada Allah untuk“membawa”
nyawa orang tersebut. Informasi ini memunclkan rasa takut dalam dirinya
mengenai orang-orang yang bisa melakukann hal tersebut. Secara kebetulan ia
membuat kesalahan ketika ia bersama ibunya di tengah jalan, ibunya akan
menakut-nakuti dengan menunjuk seorang polisi yang ada di depannya seraya
mengatakan bahwa ia akan meminta polisi tersebut untuk “membawanya”.
Jadi, selama masa kanak-kanaknya, ia mendapatkan pemahaman yang keliru
tentang konsep Tuhan, dengan membandingkan Allah seperti orang yang
mengenakan seragam kaku yang menakutkan.
Karena Allah itu tidak kasatmata, namun nama-Nya sering disebut-sebut
di rumahnya, kecenderungan bagi si anak, hal itu akan membentuk gambaran
mental yang di susun berdasarkan pemehaman yang ia miliki. Gambaran

4
mental tersebut dapat berbeda antara satu orang dengan orang yang lain.
Gambaran-gambaran mental yang demikian sangat dipengaruhi oleh
penjelasan-penjelasan dari kedua orang tuanya mengenai hal-hal yang disukai
Allah dan hal-hal yang dibenci-Nya.
Adanya perhatian terhadap Tuhan menunjukkan mulai timbulnya naluri
agama pada anak-anak. Wolter Housten Clark telah mengemukakan
pendapatnya bahwa : “jika anak dibiarkan hidup tanpa agama dan hidup dalam
lingkungan tak beragama, maka ia akan menjadi dewasa tanpa mengenal
agama.
Sesungguhnya tidak mengenal adanya agama, banyak terletak pada
situasi dan lingkungan rumah tangga. Apabila orang tua di rumah tangga lalai
dan memandang enteng terhadap pembinaan jiwa agama pada anak-anaknya,
maka disinilah letak factor kekosongan jiwa agama, yang menyebabkan anak
hidu jauh dari kehidupanagama. Namaun sebaliknya apabila orang tua benar-
benar menaruh perhatian yang sungguh-sungguh terhadap pembinaan jiwa
agam anaknya, maka akan Nampak pengaruh positifnya yang dapat
menyebabkan anak timbul semangat dan gairahnya dalam menjalankan /
melaksanakan ibadah agama secara konsekuen.
Itulah sebabnya, maka orang tua harus dapat menjadikan dirinya sebagai
suri tauladan bagi anak-anaknya, baik dari segi ucapan, perbuatan maupun
dalam segi tindakannya.
Di dalam ajaran agama islam terdapat ajakan untuk menyuruh menjaga
diri sendiri da keluarga, sebagaimana firman Allah swt, dalam Qs. At-Tahrim :
6, yang berbunyi :

‫يايهاالذين امنواقواانفسكم واهليكم نارا‬

Artinya :
“hai sekalian orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari
(siksaan) api neraka…”
Memelihara diri dan keluarga adalah membutuhkan sikap keteladanan
dan perhatian yang kontinu, tidak cepat putus asa, lemah semangat dan

5
sebagainya. Apa yang telah dipercayai anak adalah, tergantung pada apa yang
di terima dari kedua orang tuanya di rumah, dan atau guru di sekolah serta apa
yang telah dilihat dan disarankan di lingkungan masyarakatnya.
Si anak menerima agama secara global, sebab masih belum mampu
berfikir logis. Penerimaan tersebut adalah mereka mengikuti kehendak orang
tuanya. Kepercayaan agama bagi anak akan lebih mudah tertanam jiwa anak,
apabila melalui ceritera-ceritera atau dongeng-dongeng orang sakt, atau
ceritera agama, ceritera nenek moyang dahulu, serta kisah-kisah tokoh agama
dan sebagainya.
Kepercayaan agama bagi anak akan bertambah lagi, melalui latihan-
latihan dan didikan yang diterima dalam lingkungannya. Biasanya
kepercayaan itu berdasarkan konsepsi-konsepsi yang nyata dan konkrit
sehingga anak tersebut mudah mengasosiasikannya dengan kehidupan sehari-
hari. Anak-anak tersebut menerima agama berdasarkan gambaran yang
pernah dilihatnya atau pernah di dengarnya dan lain sebagainya. Potensi
keagamaan yang ada pada diri setiap anak akan berkembang sesuai dengan
pertumbuhan dan perkembangan fisik dan psychisnya semakin besar anak
tersebut, maka akan semakin jelas faham akan ajaran agama dilakukannya itu.
Dengsan demikian pertumbuhan dan perkebangan jiwa agama bagi anak akan
semakin sempurna pula.
Sesungguhnya pertumbuhan dan perkembangan agama pada jiwa
agama bagi anak sedikit demi sedikit menjadi lebih actual, yang
menyebabkan pengertian anak terhadap manfaat agama akan mendapatkan
lapangan baru dalam dirinya. Bertambahnya pengertian mereka akan mudah
mudah pula menimbulkan perhatian yang serius dan terfokus sehingga agama
bagi anak tersebut memberikan motivasi dan gairah dalam praktek hidup
sehari-hari. Kita tidak heran apabila ada anak yang mempertahankan diri
pribadinya, baik karena hasil didikan maupun karena pengaruh bakat dan
situasi lingkungannya.
Apabila agama telah mendapatkan tempat yang terhormat di hati anak,
maka sudah barang tentu segala ucapan, perbuatan dan tingkah lakunya akan

6
menjurus kepada sifat-sifat yang terpuji. Dengan demikian akan terlihatlah
bahwa perkembangan perasaan agama bagi anak akan semakin tinggi, sesuai
dengan ketinggian agama yang dianutnya.
Allah semakin dekat kepada jiwa anak, manakala anak tersebut juga
semakin dekat oula kepada Allah. Ia mulai mendengar kata hatinya tentang
akhlak, dan Allah menjadi pantulan dari suara hatinya. Hal ini telah
dikemukakan dalam filsafat “KANT” yang menganggap bahwa morallah
yang merupakan jalan untuk menyampaikan kita kepada Allah.
B. Perkembangan Moral pada AUD
Moral adalah tingkah laku yang telah diatur atau ditentukan oleh etika.
Moral sendiri dibedakan menjadi dua, yaitu moral baik dan moral jahat. Moral
baik ialah segala tingkah laku yang dikenal pasti oleh etika sebagai baik, begitu
juga sebaliknya dengan moral yang jahat.
Berikut beberapa pengertian moral :
1. Moral adalah nilai yang berlaku dalam suatu lingkungan
sosial dan mengatur tingkah laku seseorang.
2. Moral ialah suatu tendensi rohani untuk melakukan
seperangkat standar dan norma yang mengatur perilaku
seseorang dan masyarakat.
3. Moral adalah suatu kebaikan yang disesuaikan dengan ukuran
- ukuran tindakan yang diterima oleh umum, meliputi
kesatuan sosial atau lingkungan tertentu.
Perkembangan moral
Perkembangan moral adalah perubahan penalaran, perasaan, dan
perilaku tentang standar mengenai benar dan salah. Perkembangan moral
memiliki dimensi intrapersonal, yang mengatur aktifitas seseorang ketika
dia terlibat dalam interaksi sosial dan dimensi interpersonal yang mengatur
interaksi sosial dan penyelesaian konflik. (Santrock, 2007 ;Gibbs,2003 ;
Power,2004 ; Walker &Pitts,1998)[6] Perkembangan moral berkaitan
dengan aturan-atuaran dan ketentuan tentang apa yang seharusnya
dilakukan oleh seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain

7
Pada usia Taman Kanak-kanak, anak telah memiliki pola moral yang
harus dilihat dan dipelajari dalam rangka pengembangan moralitasnya.
Orientasi moral diidentifikasikan dengan moral position atau ketetapan
hati, yaitu sesuatu yang dimiliki seseorang terhadap suatu nilai moral yang
didasari oleh aspek motivasi kognitif dan aspek motivasi afektif. Menurut
John Dewey tahapan perkembangan moral seseorang akan melewati 3 fase,
yaitu premoral, conventional dan autonomous. Anak Taman Kanak-kanak
secara teori berada pada fase pertama dan kedua. Oleh sebab itu, guru
diharapkan memperhatikan kedua karakteristik tahapan perkembangan
moral tersebut.
Sedangkan menurut Piaget, seorang manusia dalam perkembangan
moralnya melalui tahapan heteronomous dan autonomous. Seorang guru
Taman Kanak-kanak harus memperhatikan tahapan hetero-nomous karena
pada tahapan ini anak masih sangat labil, mudah terbawa arus, dan mudah
terpengaruh. Mereka sangat membutuhkan bimbingan, proses latihan, serta
pembiasaan yang terus-menerus.
Manusia merupakan makhluk etis atau makhluk yang mampu
memahami kaidah-kaidah moral dan mampu menjadikannya sebagai
pedoman dalam bertutur kata, bersikap, dan berperilaku. Kemampuan
seperti di atas bukan merupakan kemampuan bawaan melainkan harus
diperoleh melalui proses belajar. Anak dapat mengalami perkembangan
moral jika dirinya mendapatkan pengalamanan bekenaan dengan moralitas.
Perkembangan moral anak ditandai dengan kemampuan anak untuk
memahami aturan, norma, dan etika yang berlaku (Slamet Suyanto, 2005:
67). Mengingat moralitas merupakan factor penting dalam kehidupan
manusia maka manusia sejak dini harus mendapatkan pengaruh yang
positif untuk menstimulasi perkembangan moralnya.
C. Fase-fase Perkembangan Agama pada AUD
Menurut Zakiah Darajat (dalam Lilis Suryani dkk., 2008: 1.9), agama
suatu keimanan yang diyakini oleh pikiran, diresapkan oleh perasaan, dan
dilaksanakan dalam tindakan, perkataan, dan sikap.  Perkembangan nilai-nilai

8
agama artinya perkembangan dalam kemampuan memahami, mempercayai,
dan menjunjung tinggi kebenaran-kebenaran yang berasal dari Sang Pencipta,
dan berusaha menjadikan apa yang dipercayai sebagai pedoman dalam bertutur
kata, bersikap dan bertingkah laku dalam berbgaia situasi.
Pemahaman anak akan nilai-nilai agama menurut Ernest Harms (dalam
Lilis Suryani dkk., 2008; 1.10 – 1.11) berlangsung melalui 3 tahap, yaitu
sebagai berikut:
1. Tingkat Dongeng ( The fairy tale stage )
Tahap yang pertama adalah tingkat dongeng. Hal ini ditandai dengan
kesenangan anak – anak bercerita hal –  hal yang luar biasa seperti
kebesaran, kehebatan dan kekuatan Tuhan. Dan pada tahap ini, tidak
jarang anak membandingkan Tuhan dengan tokoh – tokoh yang ia kenal
seperti batman, power rangers atau tokoh yang lainnya yang menurutnya
hebat.
2. Tingkat Kenyataan ( The Realistic Stage )
Tahap yang kedua adalah tingkat kenyataan. Ini tampak dengan mulai
pahamnya anak –anak tentang sosok Tuhan yaag di percayai sebagai
sosok yang kuat, serta maha pencipta. Dari sini anak akna menyadari
bahwa kepatuhan kepadaNya adalah suatu hal yang lumrah dan mesti 
umatNya lakukan. Hal inilah yang menyebabkan mereka bergairah atau
semangat mengikuti acara – acara keagaman sesuai dengan agama yang
dianutnya.
3. Tingkat Individu ( The Individual Stage )
Tahap yang ketiga adalah tingkat individu. Tanda ini terlihat pada
sensitivitas keberagamaan anak. Dan yang paling penting sobat, tahap ini
dobagi atau dikategorikan menjadi tiga bagian, antara lain :
- Konsep ketuhanan yang konvensional dan konsevatif. Seorang anka
akan takut kepda kemurkaan Allah, serta adanya ketakutan akan
negaraka. Sedangkan dibalik itu sobat, orang yang baik akan masuk
ke surga yang konon sipercaya semua orang adalah tempat yang

9
paling indah yang akan dihuni oleh ornag baik yang beriman kepada
Tuhannya.
- Konsep ketuhanan yang lebih murni yang dinyatakan dengan
pandangan yang bersifat personal (perorangan). Pada tahap ini, anak
ingin meniru Tuhan dan ingin cederng dekat dengannya. Seorang
anak ingin merasakan sentuhan kasih Tuhan dan menampung
internalisaasi kekuatan Tuhan. Pada tahap ini, seorang anak akan
benar – benar mengadalkan Tuhannya dalam segenap aspek
kehidupannya.
- Konsep ketuhanan yang bersifat humanistik. Tanda ini tampak pada
pengakuan mereka akan pentingnya sebuah keadilan. Buruknya
perbuatan jahat, selalu tertoreh falam hatinya, sehingga apabila
seoranga anak melakukan hal buruk tersebut ia akna merasa gelisah,
bingung, sedih, dan juga adanya rasa malu karena sudah melakukan

hal tersebut. [ CITATION Wil13 \l 1057 ]

D. Karakteristik Moral Menurut Piaget


1. Tidak mendalam ( unreflective )
Hal ini sangat kentara dengan perspektif yang mengungkapkan Tuhan
seperti makluk lainnya, seperti punya mata, telinga dan yang lainnya. (Baca
juga mengenai tahap perkembangan bahasa pada anak)
2. Egosentris (Egocentric Orientation )
Anak mengharapkan adanya imbalan bagi semua aktivitas yang
dilakukannya. Ada kecederungan anak tidka mau disalahkan, namun
senang mendapat pujian. (Baca juga mengenai tahap perkembangan
kognitif anak)
3. Eksperimentasi ( Experimentation )
Anak mengharapkan adanya pembuktian akan keyakinan yang ada dalam
benaknya. (Baca juga mengenai cara meningkatkan percaya diri pada anak)
4. Inisiatif ( initiative )

10
Misalnya ditandai dengan pikiran bahwa ia mudah keluar dari kepungan
api neraka, karena pengalaman setiap berbuat kesalahan tidak akan
mendapat azab yang sering di takut – takutkan. (Baca juga mengenai cara
meningkatkan keberanian pada anak)
5. Spontanitas ( Spontaenity )
Misalnya tampak pada pertanyaan atau jawaban yang dilontarkan anak
dengan polosnya. Seorang akan akna mengemukakan dengan persis apa
yang baru dilihat atau di dengarnya. (Baca juga mengenai cara
meningkatkan keberanian pada anak)
6. Verbalis dan Ritualis
Yang diindikasikan dengan hapalan –  hapalan yang tanpa adanya makna.
(Baca juga mengenai cara meningkatkan kreativitas pada anak)
7. Imitatif
Tampak pada peniruan yang nyata dilakukan oleh anak, seperti berdoa dan
beribadah kepada Tuhannya. Pembiasaan keluarga akan sangat
berpengaruh pada kebiasaan anak ini nantinya.
8. Rasa Heran dan Kagum
Ditandai dengan keinginan yang kuat anak menjadi sakri dan mendapat
limpahan kekuatan Tuhan. Serta mempertanyakan kehebatan dan kekuatan
Tuhan. [ CITATION dos17 \l 1057 ]
E. Tahapan-tahapan Perkembangan Moral
a. Perkembangan Moral Jean Piaget
Perkembangan moral berkaitan dengan aturan-aturan dan ketentuan-
ketentuab tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh orang dalam
berinteraksi dengan orang lain. Para pakar perkembangan anak
mempelajari tentang bagaimana anak-anak berpikir, berprilaku dan
menyadari tentang aturan-aturan tersebut. Minat terhadap bagaimana
perkembangan moral yang dialami oleh anak membuat piaget secara
instensif melakukan observasi dan wawancara dengan anak-anak usia 4-12
tahun, ada 2 macam studi yang dilakukan piaget mengenai perkembangan
moral anak dan remaja:

11
1. Melakukan observasi terhadap sejumlah anak yang bermain
kelereng, sambil mempelajari bagaimana mereka bermain dan
memikirkan aturan-aturan permainan.
2. Menanyakan kepada anak-anak pertanyaan tentang aturan-
aturan etis, misalnya mencuri, berbohong, hukuman dan
keadilan.

Dari hasil studi yang telah dilakukan tersebut, Piaget menyimpulkan


bahwa anak-anak berpikir dengan 2 cara yang sangat berbeda tentang
moralitas, tergantung pada kedewasaan perkembangan mereka, antara lain:

1. Heteronomous Morality
Merupakan tahap pertama perkembangan moral menurut teori Piaget
yang terjadi kira-kira pada usia 4-7 tahun. Keadilan dan aturan-aturan
dibayangkan sebagai sifat-sifat dunia yang tidak boleh berubah, yang
lepas dari kendali manusia. Pemikir Heteronomous menilai
kebenaran atau kebaikan perilaku dengan mempertimbangkan akibat
dari perilaku itu, bukan maksud dari pelaku.
Misalnya, memecahkan 12 gelas secara tidak sengaja lebih buruk
daripada memecahkan 1 gelas dengan sengaja, ketika mencoba
mencuri sepotong kue.
Pemikir Heteronomous yakin bahwa aturan tidak boleh berubah dan
digugurkan oleh semua otoritas yang berkuasa.
Ketika Piaget menyarankan agar aturan diganti dengan aturan baru
(dalam permainan kelereng), anak-anak kecil menolak. Mereka
bersikeras bahwa aturan harus selalu sama dan tidak boleh diubah.
Meyakini keadilan yang immanen, yaitu konsep bahwa bila suatu
aturan dilanggar, hukuman akan dikenakan segera.
Yakin bahwa pelanggaran dihubungkan secara otomatis dengan
hukuman.
2. Autonomous Morality

12
a. Tahap kedua perkembangan moral menurut teori Piaget, yang
diperlihatkan oleh anak-anak yang lebih tua (kira-kira usia 10
tahun atau lebih). Anak menjadi sadar bahwa aturan-aturan dan
hukum-hukum diciptakan oleh manusia dan dalam menilai suatu
tindakan, seseorang harus mempertimbangkan maksud-maksud
pelaku dan juga akibat-akibatnya.
b. Bagi pemikir Autonomos, maksud pelaku dianggap sebagai yang
terpenting.
c. Anak-anak yang lebih tua, yang merupakan pemikir Autonomos,
dapat menerima perubahan dan mengakui bahwa aturan hanyalah
masalah kenyamanan, perjanjian yang sudah disetujui secara
sosial, tunduk pada perubahan menurut kesepakatan.
d. Menyadari bahwa hukuman ditengahi secara sosial dan hanya
terjadi apabila seseorang yang relevan menyaksikan kesalahan
sehingga hukuman pun menjadi tak terelakkan.

Piaget berpendapat bahwa dalam berkembang anak juga menjadi


lebih pintar dalam berpikir tentang persoalan sosial, terutama tentang
kemungkinan-kemungkinan dan kerjasama. Pemahaman sosial ini
diyakini Piaget terjadi melalui relasi dengan teman sebaya yang
saling memberi dan menerima. Dalam kelompok teman sebaya,
setiap anggota memiliki kekuasaan dan status yang sama,
merencanakan sesuatu dengan merundingkannya, ketidaksetujuan
diungkapkan dan pada akhirnya disepakati. Relasi antara orangtua
dan anak, orangtua memiliki kekuasaan, sementara anak tidak,
tampaknya kurang mengembangkan pemikiran moral, karena aturan
selalu diteruskan dengan cara otoriter.[ CITATION Nur14 \l 1057 ]

Tabel teori dua Tahap Perkembangan Moral Piaget

Umur Tahap Ciri Khas


4-7 Tahun Realisme Moral Memusatkan pada akibat-akibat
perbuatan

13
7-10 Tahun Pra Operasional Aturan-aturan tak berubah
11 Tahun ke Konkret Operasional Hukum atas pelanggaran bersifat
atas otomatis
Otonomi moral, perubahan secara
bertahap kepemilikan realisme
dan moral tahap kedua
resiprositas
Formal Operasional 1.Mempertimbangkan tujuan-
tujuan perilaku moral
2.Menyadari bahwa aturan moral
adalah kesepakatan tradisi yang
dapat berubah

F. Urgensi Perkembangan Agama dan Moral AUD


Masa kanak-kanak adalah masa yang sangat rentan, dimana masa ini sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Ketika
anak masih di usia dini, orangtua harus mendidik dan mengajarkan nilai-nilai
pendidikan kepada anak untuk membantu menunjang kehidupan anak di masa
yang akan datang.
Pendidikan agama dan moral sangat membantu anak dalam memasuki
tahapan selanjutnya. Karena pendidikan agama dan moral adalah salah satu
pendidikan yang penting yang harus diajarkan dan dibiasakan kepada anak
sejak usia dini.
1. Pendidikan agama
Pendidikan agama merupakan pendidikan dasar untuk anak. Karena jika
anak di tanamkan pendidikan agama sejak usia dini, maka pendidikan
umum yang lainnya juga akan mengikuti pendidikan agama. Dikarenakan
pendidikan umum sudah tercakup di dalam pendidikan agama.
Pendidikan agama adalah pendidikan yang di dalamnya terdapat
pengetahuan yang dapat membentuk kepribadian dan sikap seorang anak.

14
Tujuan diajarkannya pendidikan agama kepada anak sejak dini yaitu agar
anak dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang memiliki
karakter yang baik sejak usia dini.
Disamping pendidikan agama, terdapat pula pendidikan moral. Kata
moral memiliki arti “kebiasaan”. Jadi, moral adalah membiasakan
memberikan pengajaran tentang baik dan buruk sesuatu seperti perilaku,
sikap, budi pekerti, perbuatan dan lain sebagainya, sehingga anak dapat
menilai dan membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Seperti
hal nya t ahapan dari piaget yang disebutkan diatas.
Sejatinya, pendidikan agama dan moral untuk anak usia dini harus
diberikan secara seimbang agar anak bisa memiliki kepribadian yang
baik.
Penanaman pendidikan agama dan moral kepada anak sejak dini adalah
hal yangh sangat penting karena jika anak hanya memiliki kepintaran saja
tanpa akhlak, moral dan etika yang baik, maka kepintaran itu tidak akan
bermanfaat kepada kehidupan si anak.[ CITATION Lut17 \l 1057 ]
“Seseorang yang berakhlak pasti berilmu, tapi yang berilmu belum tentu
berakhlak”.

15
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan di dalam makalah ini dapat diambil kesimpulan bahw
arasa keagamaan yang terdapat dalam diri anak bersifat instinktif (fitri),
sebagiamana dalam aspek-aspek psikis lainnya. Meskipun anak terlahir dalam
keadaan fitrah, peran orang tua snagat berpengaruhg dalam perkembangan agama
dan moral pada nak usia dini.dengan demikian nilai-nilai ajaran agama dan moral
dalam kehidupan seorang anak akan memberikan pengaruh atau dampak positif
hingga anak memasuki jenjang pendidikan berikutnya.
B. SARAN
Perkembangan agama dan moral untuk anak usia dini sangat berperan penting
untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anak yang lebih baik ditinjau
dari segi agama maupun moral nya, dan makalah ini masih memliki berbagai jenis
kekurangan dengan demikian penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat
membangun untuk perbaikan dalam makalah selanjutnya.

16
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, L. (2017). Apa Pentingnya Pendidikan Agama dan Moral pada AUD.
Kompasiana Beyond Bloggers.

Baihaqi, W. (2013). Psikologi Agama. Cibeunying Kidul: CV.Insan Mandiri.

Nurhidayati494. (2014). Teori Perkembangan Moral Piaget.

psikologi, d. (2017, Februari 25). https://dosenpsikologi.com/tahap-perkembangan-


beragama-pada-anak.

Hurlock, E. B., 1999. Perkembangan Anak Jilid 2 (Edisi 6). Penerbit Erlangga :
Jakarta

Santrock, Jhon W, 2011. Masa Perkembangan Anak. Salemba Humanika : Jakarta

Berk , Laura E. (2003). Child Developmen. USA: Pearson Education, Inc.

Clinicchildren. (2009). Tahap Perkembangan Moral Kohlberg. [Online]. Tersedia:


http://developmentbehaviourclinic.wordpress.com/2009/08/26/tahap-perkembangan-
moral-kohlberg/

Desmita. (2006). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Rosda Karya.

Muhammad Baitul A. (2010). Teori Perkembangan Moral Kohlberg. [Online].


Tersedia:http://www.psikologizone.com/teori-perkembangan-moral-kohlberg [7
Oktober 2010).

Sujiono Yuliani Nurani & Syamsiatin eriva. (2003). Perkembangan Perilaku Anak
Usia Dini. Jakarta: Pusdiani Press UNJ.

Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas. (2010). Moral. [Online].


Tersedia:http://id.wikipedia.org/wiki/Moral [7 Oktober 2010].

Wikipedia Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas. (2010). Tahap Perkembangan


Moral Kohlberg. [Online]. Tersedia:
http://id.wikipedia.org/wiki/Tahap_perkembangan _moral_Kohlberg [7 Oktober
2010].

Valmbad .(2005). Teori Perkembangan Moral. [Online]. Tersedia: http://valmband.


multiply.com/journal/item/9 [7 Oktober 2010

16
17

Anda mungkin juga menyukai