Anda di halaman 1dari 32

Cherley Fanesa Maria Leuna1, Jenny Rantung

2 ARTIKEL PENELITIAN

STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN PERAWAT DALAM


MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF PADA
PASIEN DENGAN PENYAKIT TERMINAL DI RUANG ICU
RUMAH SAKIT ADVENT BANDUNG

PHENOMENOLOGICAL STUDY OF NURSES’


EXPERIENCE IN PROVIDING PALLIATIVE CARE ON
PATIENTS
WITH TERMINAL CASE IN INTENSIVE CARE UNIT

Cherley Fanesa Maria Leuna 1, Jenny Rantung2


Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Advent Indonesia
cherleyleuna@gmail.com

ABSTRAK
Pendahuluan: Kebutuhan pasien akan perawatan paliatif di Indonesia
semakin meningkat sedangkan pelayanan perawatan yang diberikan oleh
perawat masih terbatas dan belum dapat diberikan secara menyeluruh.
Tujuan: Tujuan penelitian ini untuk mengeksplorasi pengalaman perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan paliatif pada pasien terminal.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi melalui teknik wawancara mendalam yang melibatkan 6 orang
perawat yang bekerja di Ruang Perawatan Kritis ICU Rumah Sakit Advent
Bandung, yang dipilih dengan menggunakan metode purposive sampling.
Analisa data hasil wawancara mendalam dan semi struktur menggunakan
tahap analisis menurut Collaizi. Hasil: Hasil penelitian mendapatkan 5 tema
yaitu: Koping Perawat, Adaptasi Perawat, Hambatan dalam proses
perawatan, Perilaku caring Perawat dan development of self-efficacy.
Diskusi: Saran bagi perawat agar dapat mengikuti seminar – seminar,
workshop ataupun pelatihan paliatif guna meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan dalam perawatan paliatif. Saran bagi bidang penelitian
selanjutnya adalah melakukan penelitian tentang pengalaman keluarga
merawat pasien paliatif, atau tingkat pengetahuan perawat dalam menerapkan
perawatan paliatif.

Kata Kunci: Pasien terminal, Pengalaman perawat, Perawatan paliatif.

ABSTRACT
Introduction: Client needs in palliative nursing care in Indonesia is increased,
while the nursing care that given by a nurse still limited and cannot be given
thoroughly. Purpose: The purpose of this study was to explore the experience
of nurses in providing palliative care nursing in terminal patients. Method:
This research uses qualitative method with phenomenology approach through
in- depth interview technique that involved 6 nurses working in the Critical
Care Room in the Adventist Hospital of Bandung. The selected by using
purposive sampling method. Analysis of data result of in-depth interview and JURNAL
semi structure using analysis phase according Collaizi. Results: The results
of the research get 5 themes, namely: nurse helmets, nurse adaptation,
barriers in the process of care, caring behavior Nurse and development of SKOLASTIK
self-efficacy. Discussion: Advice for nurses to equip themselves by attending
seminars, workshops or palliative training to improve knowledge and skills in KEPERAWATAN
palliative care. Suggestions for the field of research may carry out other Vol, 4, No. 2
studies such as family experience of caring for palliative patients, patient Juli – Desember 2018
coping behavior in the treatment process, factors that inhibit terminal patient
care processes, the relationship of nurse knowledge level in applying palliative
ISSN: 2443 – 0935
care, caring behavior relationship to quality of life of terminal patients.
E-ISSN 2443 - 16990
Suggestions for subsequent
| Jurnal Skolastik Jurnal
Keperawatan | Vol.4,
Skolastik No.2 | Jul
Keperawatan – Des No.2
| Vol.4, 2018 | Jul – Des 2018 | 1
STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN PERAWAT DALAM MEMBERIKAN ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF PADA PASIEN
DENGAN PENYAKIT TERMINAL DI RUANG ICU RUMAH SAKIT ADVENT BANDUNG

research are to conduct research on family experience of caring for terminal


patients or the nurse knowledge level in applying palliative care.

Keywords: Patient terminal, Experience nurse, Palliative care.

PENDAHULUAN Sejak tahun 2005, WHO


mencanangkan terapi holistik yang
Dunia teknologi semakin maju dan disebut sebagai perawatan paliatif
modern. Banyak penelitian telah (palliative care). Perawatan paliatif
dilakukan, terutama di bidang adalah sistem perawatan terpadu untuk
kesehatan sendiri. Sehingga meningkatan kualitas hidup, dengan
menghasilkan intervensi terbaru untuk meringankan nyeri, dan penderitaan
pemecahan masalah yang terjadi. lain, memberikan dukungan spiritual
Banyak penyakit menular dapat dan psikososial mulai sejak diagnosa
dicegah, penyakit lainnya dapat ditegakan sampai akhir hayat dan
diobati, sebagian dilakukan dukungan terhadap keluarga yang
pembedahan dan berbagai cara sesuai merasa kehilangan atau berduka.
dengan kemajuan Ilmu Pengetahuan Kematian merupakan konsekuensi
dan Teknologi yang ada. Tetapi belum paling buruk yang dialami seorang
ada pengobatan yang dapat memberi pasien dengan penyakit terminal.
kesembuhan pada pasien dengan Kondisi kritis menuju kematian
penyakit terminal. menjadi tahapan kehidupan yang
paling menakutkan bagi setiap orang
Pasien dengan penyakit terminal, tidak (Benini, 2008).
dapat disembuhkan dengan perawatan
secara kuratif. Terapi kuratif dapat Di Indonesia, perawatan paliatif telah
membantu mengurangi tanda dan diperkenalkan ke dalam sistem
gejala yang dirasakan. Kebutuhan pelayanan kesehatan di Indonesia sejak
pasien terminal adalah perawatan yang tahun 1989, melalui Peraturan Menteri
dapat membantu mengurangi Kesehatan No.
penderitaan dari proses penyakit secara 604/MENKES/SK/IX/1989 tentang
fisik, sosial dan psikologi. program pengendalian Kanker
Nasional. Dengan peraturan ini,
Penyakit yang membutuhkan pemerintah menciptakan empat
perawatan paliatif yaitu: penyakit kelompok kerja, salah satunya
kanker, penyakit degeneratif, penyakit difokuskan pada pengembangan
paru obstruktif kronis, cystic fibrosis, perawatan paliatif dan manajemen
stroke, Parkinson, gagal jantung/heart nyeri untuk pasien kanker. Perawatan
failure, penyakit genetika dan penyakit paliatif telah dimulai sejak tahun 1992
infeksi seperti HIV/AIDS yang dan telah menjadi agenda pemerintah
memerlukan perawatan paliatif, Indonesia pada tahun 2007 dengan
disamping kegiatan promotif, diterbitkannya Keputusan Menteri
preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Kesehatan Republik Indonesia
(Kepmenkes RI Nomor: 812, 2007). No.812/Menkes/SK/VII/2007 tentang
Kebijakan Perawatan Paliatif.
Di Indonesia Rumah sakit yang Pihak yang terlibat dalam pelayanan
mampu memberikan pelayanan perawatan paliatif salah satu
perawatan paliatif masih terbatas di diantaranya adalah perawat. Pelayanan
lima ibu kota propinsi yaitu Jakarta, yang diberikan berupa asuhan
Yogyakarta, Surabaya, Denpasar dan keperawatan secara langsung kepada
Makassar. Ditinjau dari besarnya pasien (individu dan keluarga) sesuai
kebutuhan dari pasien, jumlah dokter dengan kriteria dan kompetensi modul
yang mampu memberikan pelayanan pelatihan yang terstandar. Dengan
perawatan paliatif juga masih terbatas. harapan bahwa perawat dapat
Keadaan sarana pelayanan perawatan mengetahui lebih jauh mengenai
paliatif di Indonesia masih belum kesehatan pasien dan keluarga. Serta
merata sedangkan pasien memiliki hak mampu mengidentifikasi, mengkaji,
untuk mendapatkan pelayanan yang memberikan dan mengelola sesuai
bermutu, komprehensif dan holistik, asuhan keperawatan paliatif. (Asmadi,
maka diperlukan kebijakan perawatan 2008).
paliatif di Indonesia yang memberikan
arah bagi sarana pelayanan kesehatan Hasil studi pendahuluan yang
untuk menyelenggarakan pelayanan dilakukan pada bulan Maret 2014
perawatan paliatif. (Kepmenkes RI didapatkan data bahwa jumlah anak
Nomor: 812, 2007). yang menerima perawatan paliatif di
Yayasan Rumah Rachel pada tahun
Penelitian Davies et al (2008) 2013 adalah sebanyak 350 anak
menyatakan bahwa hambatan dalam menderita kanker dan HIV. Anak
memberikan paliatif yaitu akses sebanyak 70% dari penderita paliatif
terbatas penyedia perawatan paliatif, terminal tersebut meninggal dengan
ketidakpastian dalam prognosis dan rasa nyaman.
hasil pengobatan dan kurangnya
komunikasi serta hambatan dari METODE
pemberi perawatan. Banyak penelitian
telah mencatat bahwa kurangnya Desain yang digunakan dalam
pendidikan dan pelatihan keterampilan penelitian ini adalah metode penelitian
adalah penghalang untuk perawatan studi fenomenologi. Metode kualitatif
paliatif. digunakan untuk menggali
karakteristik pengalaman
Untuk pengembangan dan peningkatan perawat dalam
mutu perawatan paliatif diperlukan memberikan asuhan keperawatan
pemenuhan sarana, prasarana dan paliatif pada pasien dengan penyakit
peralatan kesehatan dan non kesehatan, terminal. Pendekatan yang digunakan
pendidikan dan pelatihan yang seperti yang di atas yaitu, pendekatan
berkelanjutan/Continuing Professional induktif fenomenologi. Fokus
Development untuk perawatan paliatif penelitian adalah pada karakteristik
(SDM) untuk jumlah, jenis dan pengalaman perawat dalam
kualitas pelayanan, menjalankan memberikan asuhan keperawatan
program keselamatan pasien/patient paliatif pada pasien dengan penyakit
safety. (Kepmenkes RI Nomor: 812, terminal. Tujuan menggunakan
2007). pendekatan induktif adalah menggali
80 | Jurnal Skolastik Keperawatan | Vol.4, No.2 | Jul – Des 2018
fenomena karakteristik
pengalaman

Jurnal Skolastik Keperawatan | Vol.4, No.2 | Jul – Des 2018 | 81


perawat dalam memberikan asuhan hanya 1 dokter saja yang bertugas
keperawatan paliatif. Sampel yang sebagai dokter penanggungjawab
digunakan pada penelitian adalah harian dan 1 perawat sebagai
perawat yang bekerja di Ruang ICU supervisor atau penanggung jawab
Rumah Sakit Advent Bandung, dan mutu.
memiliki pengalaman bekerja minimal
tiga tahun di ICU dalam merawat 2. Gambaran Key Informant
pasien terminal. Penelitian
Kriteria yang digunakan untuk Partisipan dalam penelitian ini adalah
memilih sampel dalam penelitian ini perawat yang bekerja di Ruang
adalah sampel merupakan perawat Perawatan Kritis ICU, Rumah Sakit
yang bekerja di Ruang ICU Rumah Advent Bandung. Karakteristik dari
Sakit Advent Bandung. Dengan masing-masing partisipan dalam
kriteria pendidikan minimal D3 penelitian ini akan diuraikan sebagai
Keperawatan, memiliki pengalaman berikut:
klinik minimal tiga tahun dalam
merawat pasien Tabel 1. Karakteristik Partisipan
terminal. Berdomisili di Bandung dan
berkewarganegaraan Indonesia serta Inisial Umur Pendidikan
Terakhir
Tempat
Bekerja
Pengalaman
Bekerja
bersedia dalam penelitian. Sampel berjenis
kelamin perempuan dan laki- laki. Ibu A 32 D3 Kep ICU 7 tahun
( K1) Tahun
Bapak 31 S-1 Kep ICU 7 tahun
HASIL DAN PEMBAHASAN R Tahun Ners
(K2)
Ibu L 32 S-1 Kep HCU 5 tahun
1. Gambaran Tempat Penelitian (K3) Tahun Ners
Ibu E 50 D3 Kep ICCU 20 tahun di
(K4) Tahun ICU
Saat ini perawat di Ruang Perawatan Bapak
A (K5)
47
Tahun
S-1Kep
Ners
ICU 24 tahun

ICU, Rumah Sakit Advent Bandung Ibu H 39 S1 Kep ICCU 12 Tahun


(K6) Tahun Ners
berjumlah 21 orang, terdiri dari 19
perawat yang telah bersetifikat dan Responden yang memenuhi kriteria
mendapatkan pelatihan keperawatan diberikan penjelasan tentang tujuan
kritis selama 3 bulan dianataranya dan manfaat penelitian, serta risiko
pelatihan ACLS dan BTCLS dimana yang mungkin dialami selama
pelatihan ini memberikan pengetahuan penelitian. Responden yang
dan menyatakan bersedia untuk ikut
meningkatkan ketrampilan perawat sebagai responden penelitian, diminta
yang bekerja diruang perawatan kritis. menandatangani informed consent.
Perawat S1 berjumlah 19 orang dan
perawat D3 berjumlah 2 orang. Selain Wawancara yang dilakukan oleh
itu staff di Ruang perawatan ICU Investigator kepada para Key
Rumah Sakit Advent Bandung sebagai Informant dilakukan dalam kurun
tenaga penunjang atau Nurse Aid 3 waktu 10-20 menit. Jumlah Key
orang, administrasi 1 orang dan teknisi Informant dalam penelitian ini adalah
1 orang,1dokter kepala instalasi dan enam orang, yang terdiri dari empat
wanita dan dua laki-laki yang memiliki
pengalaman kerja miminal 3 tahun 3. Hasil Penelitian dan Pembahasan
dalam merawat pasien terminal
melalui purposive Sampling. Hasil penelitian menemukan lima tema
utama yang menggambarkan
Pada wawancara tahap pertama diikuti pengalaman perawat dalam
oleh enam partisipan dan pada tahap memberikan asuhan keperawatan
kedua diikuti oleh lima partisipan. paliatif pada pasien terminal
Karena Key Informant kelima berdasarkan Teori from Novice To
mengundurkan diri dalam penelitian. Expert Benner, Teori Adaptasi Roy,
Key Informant disingkat sebagai KI. Teori Science of Caring Watson dan
Pengambilan data dilaksanakan di Teori Self-efficacy Bandura.
Ruang Perawatan Kritis ICU Rumah
Sakit Advent Bandung pada pada Beberapa teori keperawatan yang
tanggal 01 Maret 2018 sampai 05 digunakan pada pembahasan hasil
April penelitian, sesuai dengan pengalaman
2018. yang dialami oleh Key Informant.
Seperti Teori from Novice to Expert
Pada pengambilan data melalui metode dari Benner, dimana teori ini
wawancara semi struktur, dilakukan menggambarkan pengalaman Key
dengan rata–rata waktu selama 5–10 Informant, sebagai perawat
menit. Setelah peneliti mendapatkan Novice/pemula pada pengalaman
semua data dari ke enam Key pertama merawat pasien terminal dan
Informant, peneliti melakukan FGD. menjadi proficient/perawat yang cakap
Focus Group Discussion (FGD), atau dalam pekerjaanya.
yang disebut dengan Diskusi
Kelompok Terarah dilakukan pada Tema yang muncul sebagai hasil dari
tanggal 09 April 2018, jam 09.30 WIB penelitian adalah: Koping Perawat,
di ruangan ICCU, lantai 2, Rumah Adaptasi Perawat, Hambatan dalam
Sakit Advent Bandung. proses perawatan, Perilaku caring
Jumlah Key Informant Perawat dan development of self-
yang hadir dalam FGD adalah efficacy. Bagian berikut diuraikan
sebanyak 4 orang, dan 1 orang Key secara jelas masing-masing tema.
Informant dilakukan by phone
(wawancara melalui telepon seluler), 4. Koping Perawat
karena tidak dapat hadir saat dilakukan
FGD. Tujuan dari dilakukanya FGD Tema pertama yang muncul ini adalah
adalah untuk memfalidasi data yang berdasarkan pengalaman terbanyak
telah diperoleh dari Key Informant, yang dialami oleh Key Informant,
serta mengaklarifikasi setiap jawaban dapat terlihat pada tabel berikut:
dari Key Informant dan menuliskan
data baru yang didapatkan saat
melakukan FGD pada hasil transkrip
yang lengkap.
Tabel 2. Tema ke-1

Kognator

Pengetahuan

Kognator
Takut, Biasa – biasa saja sedih, kasihan, empati, merasa kehilangan, labil
Pengelolahan
Emosi

Diskusi
dengan
keluarga
Kognator Koping
Perawat
keluarga
Pengelolahan
Membantu informasi &
memberikan solusi pertimbangan

Membantu
menentukan pilihan

Sakit, Menangis,
melakukan tindakan Regulator
perawatan
Jawaban hasil wawancara gagal jantung/heart failure,
Key Informant sehubungan
dengan pengetahuan dan
pemahaman tentang perawatan
paliatif pada pasien terminal
adalah sesuai dengan pembahasan
pada bab dua, konsep dasar
keperawatan adalah paliatif.

Data yang didapat berdasarkan


hasil wawancara, Key Informant
menjawab bahwa perawatan
paliatif diberikan kepada pasien
kanker, tetap memenuhi
kebutuhan sampai sakaratul
maut, memberikan
dukungan spiritual, memberikan
perawatan yang
maksimal sesuai dengan order
dokter dan permintaan dari
keluarga, memberikan motivasi,
emossional suport, memberikan
penjelasan tentang kondisi pasien
atau melakukan klarifikasi kepada
keluarga, mengurangi penderitaan
pasien, melakukan pendekatan
pada keluarga dan mempersiapkan
keluarga untuk masa berdukacita.
Hal ini sesuai dengan Kepmenkes
(2013), Perawatan paliatif
diperlukan karena: Setiap orang
berhak dirawat dan mati secara
bermartabat, menghilangkan
nyeri: fisik, emosional, spiritual
dan sosial adalah hak
asasi manusia, perawatan
paliatif adalah
kebutuhan mendesak seluruh
dunia untuk orang yang hidup
dengan penyakit terminal lanjutan.

Penyakit yang membutuhkan


perawatan paliatif yaitu: penyakit
kanker, penyakit degeneratif,
penyakit paru obstruktif kronis,
cystic fibrosis, stroke, Parkinson,
penyakit genetika dan
penyakit infeksi seperti “...berikan kebutuhannya
HIV/AIDS yang walaupun disaat – saat yang
memerlukan perawatan sakaratul maut ya kita penuhi
paliatif, disamping kebutuhan dia...”
kegiatan promotif,
preventif, kuratif, dan …pasien yang sudah jelek menuju
rehabilitatif. sakaratul maut perlu di itu perlu
(Kepmenkes RI dukungan spiritualnya juga…”
Nomor: 812, 2007).
“...paliatif itu ya pasien – pasien
Dari hasil wawancara terminal ya? Perawatan pada
didapati satu dari pasien – pasien terminal...”
partisipan
mengungkapkan
perawatan paliatif
cenderung untuk pasien
kanker, tiga partisipan
lain mengungkapkan
tetap memberikan
perawatan yang
maksimal sesuai order
dokter dan keputusan
keluarga sampai
sakaratul maut, satu
partisipan
mengungkapkan
pentingnya dukungan
spiritual dan satu partisipan
lain
mengungkapkan pasien
paliatif perlu diberikan
motivasi, semangat,
emossional support,
dan memberikan
penjelasan tentang
kondisi selama proses
perawatan.
Berikut
pernyat
aan
partisip
an,
yaitu:
“...paliatifkan
sebenarnya dia
cenderungnya untuk ya
pasien yang kanker...
“...melakukan perawatan yang ini juga dikemukakan berdasarkan
semaksimal walaupun dia penelitian di Jerman (2008)
terminal...” tentang stess kerja, bahwa perawat
perlu mengenal sumber stress dulu
“...tetap memberikan e perawatan untuk terbebas dari
terapi sampai titik penghabisan, permasalahannya.
kecuali keluarga menolak...”
Hal ini juga sesuai dengan
“...pendekatan pada keluarga, penelitian dari De weerdt (2008)
untuk mempersiapkan e apa mengatakan ada pengaruh yang
mental mereka untuk menghadapi kuat dari tingkat lamanya
kematian...” pengalaman seseorang terhadap
kemampuan untuk mengatur
“...memberikan perawatan sesuai emosi. Pengaruh lamanya
order, sesuai keputusan keluarga pengalaman dapat bersifat
juga...” langsung maupun tidak langsung
terhadap pengaturan emosi.
“…ya kita dukung kita kasih Perawat yang tidak memiliki
motivasi, pasien semangat, kasih pengalaman pada lingkungan kerja
emosional support, tetap kita yang baru memerlukan adaptasi
kasih penjelasan… terhadap pengaturan emosi dan
stress saat melakukan pekerjaan.
“…nggak memperpanjang Dari hasil wawancara yang
penderitaanya…” dilakukan pada keenam Key
Informant didapati dua dari
Hasil wawancara berikutnya pada partisipan mengungkapkan
pengalaman yang dialami Key perasaan takut ketika pertama kali
Informant dalam pengelolahan merawat pasien tidak sadar,
emosi saat memberikan karena lingkungan kerja yang baru
perawatan, perawat mengalami dan belum mengetahui cara
stres kerja pada awalnya. Dimana mengoperasikan peralatan di ICU.
Key Informant merasakan takut Dua partisipan lain
saat pertama kali merawat pasien mengungkapkan perasaanya biasa
terminal, karena lingkungan kerja – biasa saja tidak ada rasa takut,
yang baru dan memerlukan saat pertama kali merawat pasien
adaptasi tentang penggunaan alat yang tidak sadar atau pasien kritis
dan perawatan pada pasien yang Tetapi dua dari partisipan ini
tidak sadar. merasa kasihan, empati, dan sedih
melihat kondisi yang dirasakan
Menurut Ashby (2009) bahwa pasien dan keluarga dan satu
stress dapat juga terjadi karena partisipan lain mengungkapkan
orang tersebut tidak merniliki memiliki perasaan yang labil
sumber daya dan ketrampilan ketika berkomunikasi dengan
yang bisa membantunya keluarga yang labil atau panik saat
memecahkan masalah yang dihadapkan dengan pengambilan
dihadapi. Pendapat
keputusan. Berikut pernyataan “...karena mereka panik trus
partisipan, yaitu: keputusannya labil nah itu kadang
“...sebenarnya sih emang membuat kita juga jadi labil.”
awalnya e masuk ke ICU itu ya
takut sih untuk merawat pasien Selain itu didapatkan juga
yang nggak sadar...” pengalaman partisipan dalam
Pengelolahan informasi &
“...perasaanya mah biasa – biasa pertimbangan, yaitu: berdiskusi
aja, nggak ada rasa takut...” dengan keluarga tentang kondisi
kesehatan pasien, memberi jawab
“...yang pasti pertama itu ada pada keluarga yang sering
rasa takut, takut salah...” bertanya, membantu memberikan
solusi dan membantu keluarga
“...pertama pengalamanya ya menentukan dalam proses
sedih...” perawatan.
Hal ini tentu sesuai dengan hasil
“...selanjutnya ya masih sama penelitian yang dilakukan oleh
masih merasakan kasihan... Latour, dkk (2009), menyatakan
bahwa sebagian besar perawat
“...nggak ada rasa takut, biasa intensive care Eropa terlibat dalam
aja, paling kasihan, empati kita diskusi dengan keluarga tentang
ya...” akhir kehidupan dan proses
pengambilan keputusan oleh
“...mengalami apa yang dia keluarga.
rasakan...”
Salah satu peran perawat menurut
“...semua pasien di ICU kasihan Potter dan Perry (2010) adalah
gua...” peran pemberi perawatan dimana
perawat memfokuskan asuhan
“...turut merasakan bagaimana pada kebutuhan kesehatan pasien
rasa sakit yang dia rasakan setiap secara holistik, meliputi upaya
hari...” mengembalikan kesehatan emosi,
spiritual dan sosial. Sejalan
“...merasa kehilangan banget...” dengan tujuan dari perawatan
paliatif
“...yang pastinya perasaan sedih Pada tahap ini pengalaman Key
itu ada ya, kasihan...” Informant dikategorikan sebagai
proses adaptasi kognator, sesuai
“...pernah dulu dirawat di ICU, dengan teori yang dikemukakan
cuman ya saat dia meninggal ya oleh Roy, terdapat dua mekanisme
kita merasa itulah yang terbaik kontrol. Yang terbagi atas
buat dia, maksudnya sedih juga, regulator dan kognator yang
ya itu tadi empati...” merupakan subsistem.

Kognator merupakan gambaran


respon yang berkaitan dengan
perubahan kognitif dan emosi, denial atau menolak, tidak
termasuk didalamnnya persepsi, menerima maka partisipan
proses informasi, pembelajaran, menganjurkan untuk lebih banyak
membuat alasan dan emosional berdoa biar keluarga dapat lebih
(Wills, 2011). Menurut Roy, iklas. Berikut pernyataan
Stimulus untuk subsistem partisipan, yaitu:
kognator dapat secara eksternal “...jadi memang ada keluarga
maupun internal. Perilaku output yang menolak ya tinggal suruh
dari subsistem regulator dapat aja mereka tanda tangan tapi
menjadi stimulus umpan balik harus diingetin bahwa udah kata
untuk subsistem kognator. sepakat dari keluarga...”
Kognator kontrol proses “...keluarga yang menolak segala
berhubungan dengan fungsi otak sesuatu terapi yang diberikan dan
dalam memproses informasi, itu harus ditanda tangan di
penilaian dan emosi. Persepsi atau informed consent, e penolakan
proses informasi berhubungan rawat inap dengan terapi dan
dengan proses internal dalam serta yang lain – lainnya. Ada
memilih atensi, mencatat dan form penolakan disitu “
mengingat. Belajar berkorelasi
dengan proses imitasi, “...ada keluarga yang yang
reinforcement (penguatan) dan menerima ada yang tidak
insight (pengertian yang menerima, awal – awalnya
mendalam). mereka tidak menerima, misalnya
Penyelesaian masalah dan banyak bertanya, biasanya kita
pengambilan keputusan adalah anjurkan mereka banyak berdoa
proses internal yang berhubungan biar lebih iklas kan itu sih
dengan penilaian atau analisa. biasanya...”
Emosi adalah proses pertahanan
untuk mencari keringanan, Data berikut dari hasil wawancara
mempergunakan penilaian dan didapatkan bahwa Key Informant
kasih sayang. mengalami respon regulator.
Respon regulator adalah respon
Dari hasil wawancara didapati dua terhadap fisiologi tubuh, dimana
dari partisipan mengungkapkan hal ini dialami oleh perawat saat
ada keluarga yang menolak memberikan perawatan kepada
memberikan tindakan perawatan pasien, perawat merasakan proses
maka hal tersebut akan empati yang membuat perawat
didiskusikan bersama keluarga tidak hanya menangis tetapi juga
untuk pengambilan keputusan bahkan bisa sampai jatuh sakit
terkait dengan menandatangi karena memikirkan pasien yang
informed consent atau form dirawat.
penolakan, satu partisipan lain
mengungkapkan ada juga pasien Menurut Roy, subsistem regulator
dan keluarga yang mengalami mempunyai komponen-
komponen:
input-proses dan output. Input lain mengungkapkan
sebagai stimulus dapat berupa merasakasihan dengan kondisi
internal atau eksternal. Transmiter pasien, satu partisipan lain
subsistem regulator adalah kimia, mengungkapkan tetap
neural atau endokrin. Refleks menjalankan proses perawatan
otonom adalah respon neural brain sesuai permintaan keluarga
sistem dan spinal cord yang walaupun sudah tidak ada harapan
diteruskan sebagai perilaku output untuk sembuh. Berikut pernyataan
dari subsistem regulator. Banyak partisipan, yaitu:
proses fisiologis yang dapat dinilai “.... ikut merasakan apa yang e
sebagai perilaku subsistem pasien itu rasakan sih, jadi
regulator. kadang bisa e kebawa emosi, bisa
sakit, bisa nangis, bisa sampe
Hasil penelitian Thomas et al nangis gitu...”
(2009) yang mengatakan bahwa
dalam proses perawatan, perawat “...semua pasien di ICU kasihan
yang sering menunjukkan sikap gua, nafas – nafas aja nggak bisa,
caring dengan cara berbicara masih perlu dibantuin gitu, tensi
dengan ramah dan santun, aja itu dibantu bantu...”
mempunyai perhatian, penuh
minat dalam menolong klien, dan “...ada juga emang keluarga yang
membina hubungan yang saling sampe tidak ada harapanpun
menguntungkan dengan minta dibuatin maksimal ...”
penampilan yang relijius dalam
setiap melakukan tindakannya. 5. Proses Adaptasi
Dapat mengalami proses empati
yang dalam terhadap pasien. Tema kedua yang muncul adalah
Seperti menangis, merasa berdasarkan pengalaman kedua
kehilangan yang dalam terhadap terbanyak yang dialami oleh Key
pasien yang dirawat. Informant, dapat terlihat pada tabel
berikut:
Dari hasil wawancara didapati
satu dari partisipan
mengungkapkan merasakan
empati yang dalam sampai
terbawa emosi yang bisa
membuatnya menangis dan
bahkan sampai sakit, dan satu
partisipan
Tabel 3 Tema ke-2

Kode Kategori Tema

Novice

Perawat Pemula

Proficient
Proses
Perawat Cakap, Adaptasi
memahami secara
holistik

erja butuh penyesuaian Mampu beradaptasi Mampu menghadapi kondisi pasien & keluarga
enang merawat melakukan perawatan

Adaptasi

Data yang didapat berdasarkan kerja yang baru pertisipan merasa takut
wawancara, ditemukan pada dalam merawat pasien yang tidak
pengalaman pertama Key Informant sadar, merasa takut apabila salah
setelah mengalami rotasi tempatkan mengoperasikan peralatan, takut salah
ketika memberikan perawatan pada ketahui, sehingga dibutuhkan
pasien. peningkatan pengetahuan perawat
Tetapi ada juga yang merasa biasa – melalui kegiatan seminar atau
biasa saja karena menurut mereka pelatihan.
merawat pasien di ICU sama halnya Adhisty, dkk (2016) menyatakan
dengan merawat pasien pada Ruang bahwa tenaga kesehatan khususnya
Perawatan biasa dan juga ada yang perawat memiliki beberapa hambatan
mengalami perasaan sedih karena dalam melakukan perawatan paliatif ini
keluarga pasien yang mengalami antara lain terbatasnya pengetahuan
perpisahan dengan orang terdekat perawat mengenai bagaimana cara
mereka. pemberian perawatan paliatif yang
berkualitas dan bagaimana menyiapkan
Berbeda dari pengalaman kerja kepribadian perawat agar pelayanan
ditempat sebelumnya, maka pada tahap paliatif dapat dioptimalkan
ini perawat membutuhkan adaptasi pemberiannya
dengan lingkungan tempat kerja yang Penelitian yang dilakukan oleh Ari dan
baru, dengan proses perawatan yang Insook (2013) menyatakan bahwa
kompleks, perlatan yang berbeda - perawat spesialis 2 (Expert) memiliki
beda dan sebagai perawat ICU tentu persepsi yang lebih baik dalam
dituntut untuk dapat mengoperasikan penanganan dan pemberian perawatan
peralatan tersebut dengan baik dalam dari pada perawat spesialis 1
memberikan perawat pada pasien. (Competent/Proficient), perawat
generalis (Novice/Advance Beginner),
Berdasarkan teori from Novice to dan perawat baru (New Nurse).
Expert oleh Benner, maka pada
pengalaman pertama ini, Key Menurut Sitinjak (2008), Pelayanan
Informant digambarkan sebagai kesehatan yang bermutu ditentukan
perawat novice. Novice adalah seorang oleh kualitas sumber daya manusia
pemula tanpa pengalaman dibidang (SDM). Salah satu upaya
yang sama. meningkatkan mutu pelayanan adalah
Menurut Benner, pada tahap ini dengan adanya pengembangan staf
seseorang tanpa latar belakang melalui
pengalaman pada situasinya, maka pengembangan karir perawat.
perintah yang jelas dan atribut yang Pengembangan karir perawat melalui
obyektif harus diberikan untuk jenjang karir terbukti dapat
memandu penampilannya, disini meningkatkan kepuasan kerja dan
perawat sulit untuk melihat situasi peningkatan kinerja perawat.
yang relevan dan irrelevan, pada tahap Hal ini didukung dengan penelitian Mc
ini Benner mengklasifikasikan perawat Ilfatrick, Mawhinney, dan Gilmour
pada level novice, jika ditempatkan (2010) mengatakan pendidikan dan
pada area atau situasi yang tidak pelatihan sangat penting untuk
familiar dengannya. meningkatkan kualitas paliatif dan
perawatan akhir hidup bagi pasien.
Ferell, dkk. (2010) yang menyatakan Pengembangan perawat profesional
bahwa perawat tidak dapat perawatan paliatif memiliki potensi
mempraktikkan apa yang mereka tidak untuk mengatasi beberapa tantangan
yang ada dalam pemberian
perawatan
paliatif dan membantu menjembatani
kesenjangan antara spesialis juga “...pengalaman pertamanya ya sedih
generalis pada perawatan paliatif. ya, karena pasti keluarga akan merasa
Dari hasil wawancara didapati dua dari kehilangan e keluarganya ya...”
partisipan mengungkapkan, pada
pengalaman pertama bekerja di ICU “...boleh dikasih seminar ya soalnya
setelah mengalami rotasi mereka saya belum pernah sepertinya ya
merasa takut dan satu partisipan lain supaya lebih menambah wawasan...”
mengungkapkan mengalami perasan
yang sedih pertama kali merawat Belajar dari pengalaman sebelumnya
pasien karena merasa kehilangan. Dan dengan lingkungan kerja yang sama,
kelima partisipan ini setujuh bahwa membuat Key Informant menjadi lebih
mereka perlu diberikan seminar – terbiasa dan semakin baik dalam
seminar ataupun pelatihan paliatif guna memberikan perawatan pada pasien
meningkatkan pengetahuan dan terminal.
ketrampilan dalam melakukan Pada pada tahap ini perawat
perawatan paliatif. Berikut pernyataan menunjukkan kemampuan dalam
partisipan, yaitu: pengelolahan ketrampilannya sesuai
“...Sebenarnya sih emang awal dengan pengetahuan yang diperoleh,
awalnya masuk ke ICU itu, ya takut juga memberikan perawatan dengan
sih untuk merawat pasien yang nggak lebih menyeluruh atau holistik dan
sadar...” lebih banyak berkomunikasi serta
melibatkan keluarga dalam proses
“...takut sih, tapi mengambil sisi perawatan.
positifnya biar ilmunya juga bisa
bertambah, berkembang sama Hal ini sesuai dengan data yang
ketrampilannya...” diperoleh saat wawancara. Dimana
Key Informant memiliki pengalaman
“...belum pernah ikut seminar tentang beberapa tahun pada lingkungan kerja
paliatif, harusnya pelatihannya juga yang sama, melibatkan keluarga dalam
perlu sih, biar kita digali juga ilmunya proses perawatan, memenuhi sesuai
up to date...” yang kebutuhan pasien, mengetahui
kondisi yang terjadi berdasarkan
“...perlu juga difasilitasi dengan proses penyakit pasien, memberikan
seminar atau pelatihan pada SDM ya perawatan secara menyeluruh (holistik)
itu boleh biar lebih di asa...” dan inisiatif dalam melakukan
perawatan.
“...Yang pasti pertama itu masuk ada
rasa takut, karena yang pertama baru Pada tahap ini Key Informant
masuk ICU, ya takut, pasti takut digambarkan sebagai perawat
salah...” Proficient atau perawat cakap didalam
pekerjaanya. Ini didukung oleh teori
“ seharusnya dibuka pelatihan yang Benner, bahwa perawat dikatakan
memang khusus supaya perawatnya sebagai Proficient ketika dia
bisa lebih caring. ” menunjukkan kemampuan untuk
melihat perubahan yang relevan pada didampingi dengan keluarga, iya
situasi, meliputi: pengakuan dan didoakan...”
mengimplementasikan respon
ketrampilan dari situasi yang “…penuhin kebutuhannya, kalau
dikembangkan, mereka misalnya pasiennya masih sadar ya
mendemonstrasikan peningkatan kita, bantu tanyain untuk BAB, BAK
percaya diri pada pengetahuan dan makanya kalau nggak bias ya kita
ketrampilannya, pada tingkat ini suapin, ya pokoknya kebutuhannya
perawat banyak terlibat dengan dailnya kita ini sih, kita penuhin…”
keluarga.
“...saat e mulai pasien, kita menilai
Hal ini didukung oleh penelitian yang saat kita masuk, apakah pasien dia
dilakukan oleh Ari dan Insook (2013) perlu perawatan paliatif apa tidak...”
menyatakan bahwa perawat spesialis 2
(Expert) memiliki persepsi yang lebih “...nafas – nafas aja nggak bisa, masih
baik dalam penanganan dan pemberian perlu dibantu, tensi aja itu dibantu...”
perawatan dari pada perawat spesialis
1 (Competent/Proficient), perawat “perawatan paliatif bukannya itu
generalis (Novice/Advance Beginner), secara keseluruhan, semua, itu
dan perawat baru (New Nurse). mencakup memberikan obat, e kita
semualah itu...”
Dari hasil wawancara didapati dua dari
partisipan mengungkapkan bahwa “...saat memberikan obat dan semua,
pasien yang membutuh perawatan ya karena kita pasti akan ada bersama
dinilai saat pertama kali masuk ICU, pasien terus selama jam kerja kita
dan tiga partisipan lain ya...”
mengungkapkan memberikan
perawatan dengan cara memenuhi “...walaupun dia terminal ya tetap
kebutuhan secara menyeluruh atau memberikan e perawatan terapi
holistik. Baik itu saat memberikan sampai titik penghabisan, pendekatan
obat, saat memberikan bantuan nafas, dengan keluarga untuk
memonitoring tensi, berkomunikasi mempersiapkan mental mereka untuk
dengan keluarga, menghadirkan menghadapi kematian...”
pemuka agama, memberi klarifikasi
kepada keluarga melalui nomor “...hmp sebenarnya saat pasien masuk
telepon yang ditinggalkan agar dapat intensive kita udah ketahuan oh ini
dihubungi dan satu partisipan lain pasiennya apa...”
mengungkapkan pada keadaan
terminal lanjutan pasien tidak perlu “...tinggalkan nomor yang bisa
lagi diberikan tindakan perawatan yang dihubungi, nomor telepon keluarga
maksimal tetapi didampingi oleh yang bisa dihubungi kalau misalnya
keluarga dan didoakan. Berikut terjadi sesuatu sama pasien...”
pernyataan partisipan, yaitu:
“...kalo pasiennya misalnya sudah “...kemudian hadirkan pemuka
tidak ada status kemajuan, bisa agama...”
“...saat kasih obat, saat panggil sedikit stres dibanding dengan
keluarga untuk memberitahu kondisi pengalaman pertama dalam bekerja.
pasien, disaat memang pasien butuh Dari hasil wawancara didapati tiga dari
untuk mendapatkan perawatan...” partisipan mengungkapkan setelah
beberapa tahun bekerja mereka dapat
Data berikutnya yang didapat adalah, menyesuaikan diri sehingga lebih
proses adaptasi yang dialami oleh Key terbiasa menghadapi situasi dalam
Informant. Dimana beberapa tahun tempat kerja, dan satu partisipan lain
bekerja pada lingkungan yang sama mengungkapkan takutnya berangsur–
Key Informant merasa senang, lebih angsur hilang dan semua partisipan
bisa dan terbiasa melakukan perawatan mengungkapkan merasa lebih senang
pada pasien dibandingkan pada awal dalam merawat pasien. Berikut
mereka melakukan perawatan pada pernyataan
pasien terminal. partisipan, yaitu:
“...lama – kelamaan ya takutnya
Dimana pada pengalama pertama berangsur – angsur jadi nggak takut
perawat pemula, mengalami rasa takut sih, jadi sudah terbiasa...”
dalam memberikan perawatan tetapi
perawat dapat menyesuaiakan diri “…senang – senang aja sih selama
dengan lingkungan kerja yang baru. ini…”
Menurut Roy, manusia sebagai Sistem
Adaptive (dapat menyesuaikan diri). “...pertama baru masuk di ICU, kan
Biasanya ketika mengalami stress atau harus penyesuaian, butuh penyesuaian
kelemahan/kekurangan mekanisme yang banyak...”
coping, biasanya manusia akan
berusaha untuk menanggulanginya “…kalo selanjut – selanjutnya
melalui cara dari pengalaman mereka. mungkin udah lebih terbiasa ya, kita
Menurut Supriyadi (2008), udah tau cara e maksudnya e gimana
pengetahuan juga dapat diartikan kita bisa menghadapi e pasien, merasa
sebagai sekumpulan informasi yang lebih terbiasa…”
dipahami, yang diperoleh dari proses
belajar selama hidup dan dapat “…merasa senang – senang…”
dipergunakan sewaktu-waktu sebagai
alat penyesuaian diri baik terhadap diri “…udah lebih terbiasa aja ya sama
sendiri maupun lingkungan. situasinya…”
Pengetahuan seseorang juga diperoleh “…pergumulan menghadapi mereka
dari pengalaman hidupnya. karena mereka panik, trus
Pengalaman membuat seseorang lebih keputusannya labil, tapi sampai sejauh
matang dalam mengambil keputusan ini sih nggak ya senang – senang aja
untuk memecahkan masalah atau sih…”
mengatasi stres.
Hal ini didukung oleh penelitian 6. Hambatan Dalam Proses
Danang (2010) yang menyimpulkan Perawatan
bahwa: Semakin lama bekerja semakin
Tema ketiga yang muncul adalah perawatan, dapat terlihat pada tabel
berdasarkan pengalaman hambatan berikut:
yang sering dialami selama proses
Tabel 4 Tema ke-3
Kode Kategori Tema

si pasien Penyakit pasien Vital sign Penderitaan akibat proses penyakit Meninggal

Stimulus
Konteksual
Hambatan
Dalam
Proses
Perawatan

Stimulus
Residual

Data yang diperoleh pada saat hambatan dalam proses


wawancara adalah hambatan yang
dirasakan oleh Key Informant pada
pengalaman dalam memberikan asuhan
keperawatan paliatif pada pasien
terminal. Kondisi yang dialami pasien
akibat dari proses penyakit, Vital sign
yang sering mengalami perubahan
yang signifikan, pasien sering
menderita kesakitan akibat proses
penyakit dan bahkan sampai
meninggal dunia.
Roy mengemukakan bahwa stimulus
yang dapat menghambat di
kelompokkan menjadi tiga jenis
stimulus, antara lain: stimulus fokal,
stimulus kontekstual, dan
stimulus residual. Key
Informant mengalami adanya
perawatan yaitu kondisi pasien
dari proses penyakit. Sesuai
dengan teori Roy hambatan ini
kategorikan sebagai stimulus
kontekstual.
Stimulus kontekstual yaitu
semua stimulus lain baik internal
maupun eksternal yang
mempengaruhi situasi dan dapat
diobservasi, diukur dan secara
subyektif dilaporkan.
Rangsangan ini muncul secara
bersamaan dimana dapat
menimbulkan respon negatif
pada stimulus fokal.

Sumber stressor yang


menjadi hambatan
bisa berasal dari orang yang
terkena stresor itu sendiri
(internal sources) atau dari
luar (extemal
sources) yang bisa ada pada
keluarga
dan lingkungan baik lingkungan kerja pasien dan keluarga tentang penyakit
maupun lingkungan sekeliling kita. yang dialami, pertimbangan dan
(Barbara, 2008). keputusan yang dilakkukan keluarga,
dan pengobatan yang terhambat
Pada pengalaman perawat keluarga
Dari hasil wawancara didapati empat sering kali mengambil keputusan
dari partisipan mengungkapkan kondisi bersama untuk menghentikan proses
pasien dalam proses penyakit menjadi perawatan ataupun memilih untuk
faktor yang menghambat. Berikut menghentikan penderitaan pasien dari
pernyataan partisipan, yaitu: proses penyakit. Tetapi keputusan yang
“...kadang – kadang kondisi pasien diambil keluarga, terkadang dilakukan
tersebut ya, kondisi pasien ya udah saat mereka sedang dalam kondisi
selesai, sering gitu...” yang tidak stabil sehingga keputusan
yang diambil sering berubah - ubah.
“...jadi terhambat ya dari pasienya Hal ini tentu menjadi hambatan dalam
juga, kondisinya...” proses perawatan.
“...yang menhambat mungkin dalam Karena keluarga adalah orang terdekat
kondisi pasien, misalnya tiba – tiba pasien yang mempunyai peran yang
pasien itu e vital signnya e kondisinya sangat besar dalam memilih ataupun
menurun...” menentukan dan memberikan
keputusan selama proses perawatan
“...pernah dulu dirawat di ICU dia saat pasien dalam keadaan yang kritis.
meninggal, ya kita merasa itulah yang Faktor financial problem keluarga serta
terbaik buat dia, nggak sarana dan prasana yang disediakan
memperpanjang penderitaanya...” oleh Rumah Sakit, sering kali juga
menjadi faktor eksternal yang dapat
Data berikut yang diperoleh adalah mengahambat dalam proses perawatan.
pengaruh eksternal dalam hal ini
stimulus residul. Menurut Roy, Sumber stressor yang menjadi
stimulus residual yaitu sikap, hambatan bisa berasal dari orang yang
keyakinan dan pemahaman individu terkena stresor itu sendiri (internal
yang dapat mempengaruhi terjadinya sources) atau dari luar (extemal
keadaan tidak sehat, atau disebut juga sources) yang bisa ada pada keluarga
dengan Faktor Predisposisi, dimana dan lingkungan baik lingkungan kerja
pengaruh eksternal dapat juga maupun lingkungan sekeliling kita.
menyebabkan terjadinya kondisi Fokal. (Barbara, 2008).
Dalam pengalaman perawat, Dari hasil wawancara didapati tiga dari
ditemukan bahwa pada awalnya partisipan mengungkapkan keluarga
keluarga dan pasien mengalami fase menjadi faktor yang menghambat
denial dimana mereka tidak menerima dalam proses perawatan. Satu
dan menolak proses penyakit, faktor partisipan lain mengungkapkan
lain yang mendukung stimulus residual keterbatasan sarana dan prasarana serta
adalah masalah keuangan keluarga,
persepsi
kondisi financial dari keluarga.
Berikut pernyataan partisipan, yaitu: “...yang menghambat jika
“...kadang keluarga sih yang keluarga tidak siap...”
menghambat misalnya kita kadang
mau memberikan apa keluarga ada “...kadang ada yang sudah terminal
disitu jadi kan jadi menghambat...” gitu, sudah tidak mau diapa –
apain...”
“...kadang eh prasarana juga kan suka
terbatas kaya misalnya alkes atau apa, “...keputusan keluarga nggak mau
kalau misalnya dia pasien umum kalau dilakukan apa – apa ya, kita jadi
kita mau apa – apa kan harus, kalau nggak mau lakuin ya...”
misalnya udah over balance kan harus
keluarga suruh ke PBO atau apa “...kalau keluarga memutuskan untuk
gitu...” jangan kasih ini lagi, sudah cukup
begini tapi pengen dirawat disini, itu
“...kadang – kadang dari penerimaan kan jadi salah satu pertimbangan
pasien itu sendiri terhadap penyakit untuk kita memberikan perawatan...”
dia...”
7. Perilaku Caring Perawat
“...pertamanya kan ada yang dia
denial dulu...” Tema keempat yang muncul adalah
menggambarkan perilaku caring yang
“...keluarga yang memang betul – diterapkan perawat pada pengalaman
betul ini kan, yang maksudnya udah merawat pasien terminal, dapat terlihat
stres duluan...” pada tabel berikut:
“...pengobatan itu juga agak Tabel 5 Tema ke-4
terhambat...”

Kode Kategori Tema

anggap pasien sebagai saudara, Rasa kemanusiaan, Memberi Motivasi, Emossional Support, memberi dukungan spiritual
Perilaku Caring
Caring Perawat

Hasil wawancara yang dilakukan Sesuai dengan hasil wawancara bahwa


kepada perawat didapati bahwa, dalam perawat berkomunikasi dengan pasien
memberikan asuhan perawatan paliatif dan keluarga, menempatkan pasien
pada pasien perawat juga memberikan sebagai keluarga sendiri yang sedang
caring, sesuai dengan teori yang dirawat, memenuhi kebutuhan spiritual
dikemukakan oleh Watson, tentang pasien, melayani dengan sepenuh hati,
perilaku Caring pada seorang perawat. iklas, memberikan dukungan
emossional support, motivasi, dan
semangat kepada pasien dan juga memberikan motivasi, emossional
keluarga. suport dan memberi dukungan spiritual
kepada pasien dan juga keluarga.
Kepmenkes (2013), perawatan paliatif Berikut pernyataan partisipan, yaitu:
lebih berfokus pada dukungan dan “...kalo itu mah dengan e maksudnya
motivasi ke penderita. Kemudian dengan suka hati ya, bekerja dengan
setiap keluhan yang timbul dari pasien iklas kan, karena kita
ditangani dengan pemberian obat melayani berdasarkan
untuk mengurangi rasa sakit. Tuhan...”
Perawatan paliatif ini bisa
mengeksplorasi individu penderita dan “...menganggap pasien itu sebagai
juga keluarganya bagaimana perawat saudara kita...”
dapat memberikan perhatian khusus
terhadap penderitaan, dan “…perlu ditingkatkan ya mungkin
penanggulangannya serta kesiapan kehadiran pemuka agama…”
pasien dan keluarga dalam
menghadapi kematian. “…e sebenarnya dari hati nurani…”
Hasil penelitian dari Ardianas, dkk “…coba tempatkan diri kita kalau
(2010) ditemukan bahwa klien nggak keluarga kita, orang tua kita
mengharapkan perilaku caring yang diposisi seperti itu, harusnya kita lebih
holistik sehingga klien puas dengan perhatian ha a lebih care…”
pelayanan keperawatan. Dengan
kemampuan perawat memahami dan “…kemanusiaan aja,
mendukung emosi orang lain (dalam rasa
hal ini pasien) maka dapat mendorong kemanusiaan yang mendorong
perawat untuk menerima perasaan memberikan perawatan…”
klien baik positif maupun negatif
sehingga akan tercipta hubungan “…ya kita dukung kita kasih motivasi,
saling percaya yang merupakan salah pasien semangat, kasih emosional
satu wujud perilaku caring perawat. support, anjurkan banyak berdoa biar
Dari hasil wawancara didapati lima lebih iklas…” K6
dari partisipan menunjukkan perilkau
caring yang baik kepada pasien dan 8. Development of self efficacy
keluarga selama proses perawatan
dimana perawat menempatkan pasien Tema kelima yang muncul ini dapat
sebagai keluarga mereka sendiri, terlihat pada tabel berikut:
melayani dengan suka hati, iklas, serta
senantiasa
Tabel 6 Tema ke-5
Kode Kategori Tema

Self Efficacy yang


tinggi Sehingga Development
mampu bereaksi yang Self Efficacy of self
positif terhadap efficacy
situasi yang alami

Dari hasil wawancara didapatkan mudah merasa cemas dan mudah


bahwa seluruh Key Informant menyerah dalam menghadapi
mempunyai effikasi diri yang tinggi hambatan. Mereka tidak akan
sehingga mampu untuk bereaksi yang melakukan upaya apapun untuk
positif tehadap situasi yang dialami mengatasi hambatan yang ada, karena
selama proses perawatan. percaya bahwa tindakan yang mereka
lakukan tidak akan membawa
Menurut Octary (2008), seorang pengaruh apapun.
perawat yang memiliki keyakinan
yang tinggi bahwa ia mampu Rachmawati (Khotimah, 2010),
melaksanakan tugas dengan baik, akan menyebutkan hasil survei yang
memiliki kepercayaan diri yang tinggi dilakukan Persatuan Perawat Nasional
pula dalam melaksanakan Indonesia (PPNI) tahun 2006,
pekerjaannya sehingga ketika menunjukkan sekitar 50,9% perawat
menghadapi situasi kurang kondusif. yang bekerja di empat profinsi di
Perawat dapat mampu menanggulangi Indonesia mengalami stres kerja.
situasi tersebut secara efektif tanpa Perawat sering mengalami pusing,
terlihat ragu-ragu dan cemas. lelah, tidak bisa istirahat karena beban
kerja yang tinggi dan menyita waktu.
Self efficacy yang tinggi membantu Tidak berbeda jauh, hasil data yang
individu untuk menyelesaikan tugas dihimpun PPNI pada Mei 2009 di
dan mengurangi beban kerja secara Makassar juga menunjukkan 51%
psikologis maupun fisik. Rutinitas perawat mengalami stres kerja, pusing,
pekerjaan yang memiliki tingkat lelah, kurang istirahat karena beban
kesulitan yang tinggi dan jam kerja kerja yang terlalu tinggi.
yang cukup panjang, seorang perawat
yang memiliki self efficacy tinggi Angka ini hanya menunjukkan
tidak akan mudah mengalami stres sebagian kecil dari keseluruhan jumlah
dalam pekerjaanya. perawat yang mangalami stres kerja di
beberapa wilayah di Indonesia.
Perawat yang merasa tidak yakin Apabila survei tersebut dilakukan di
dengan kemampuannya cenderung seluruh wilayah Indonesia maka
jumlahnya
tentu sangat besar. Hal ini tentu saja “…jadi keluarga juga terharu sih, e
akan mengganggu kualitas pelayanan benar – benar mengucapkan
yang diberikan oleh rumah sakit, terimakasih ke kita, karena sudah e
khususnya oleh perawat itu sendiri. mambantu dan merawat itu dengan
baik dan menjaga…”
Apabila perawat terus menerus
mengalami kecemasan karena merasa “…perasaannya mah biasa aja nggak
tidak mampu dalam menjalankan ada perasaan takut…”
tugasnya dengan baik maka ia rentan
mengalami stres kerja. Hal ini sesuai “…merasa lebih terbiasa dan juga
dengan pendapat dari Bliese, dkk setidaknya pelayanan yang kita
(dalam Mariza, 2011), yang berikan juga itu, jadi lebih berkualitas
menyatakan bahwa pekerjaan pun gitu…”
dapat benar-benar menjadi ancaman
dan sumber stres bagi individu yang “…kalau saya tidak merasa ada
tidak memiliki keyakinan dan self pengalaman yang tidak menyenangkan
efficacy tinggi. ya, merasa senang – senang saja
selama ini…”
Teori Self Efficacy pertama kali
dikembangkan oleh Bandura (dalam “ sebagai pegawai dan perawat pasti
Ghufron, 2010). Ia menyatakan bahwa memberikan sesuai dengan profesi kita
self efficacy adalah keyakinan individu dan tanggung jawab kita dalam
mengenai kemampuan dirinya dalam pekerjaan dan pelayanan kita, tetap
melakukan tugas atau tindakan yang harus diberikan sesuai dengan
diperlukan untuk mencapai hasil prosedur yang sudah ada. ”
tertentu.
“…tentunya mereka bisa terima kita
Dari hasil wawancara didapati lima lah ya karena kita ada
dari partisipan menunjukkan hasil disampingnya…”
yang positif. Dimana partisipan
memiliki Self Efficacy yang tinggi, “…perasaanya sama seperti merawat
dan mampu memberikan respon yang pasien yang lain, nggak ada rasa takut
baik dalam memberikan perawatan sih, biasa aja…”
serta memiliki managament stress
yang baik dalam pekerjaan. Berikut “…ya tetap kita harus melakukan
pernyataan partisipan, kewajiban kita, tetap harus kita kasih
yaitu: perawatan…”
“…lama kelamaan ya takutnya
berangsur – angsur jadi nggak takut “…melihat penderitaan ya gitu
sih jadi sudah terbiasa…” kitapun ikut merasaitu yang terbaik
untuk dia iya kan nggak
“…merasa senang – senang saja sih memperpanjang penderitaanya…”
selama ini…”
“…sampai sejauh ini nggak ada
pengalaman yang tidak
menyenangkanya, senang – senang keuangan, juga
aja sih…”

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan yang diperoleh dari


penelitian yang telah dilakukan pada
keenam Key Informant, dengan judul
“Studi Fenomenologi Pengalaman
Perawat Dalam Memberikan Asuhan
Keperawatan Palaitif Pada Pasien
Dengan Penyakit Terminal Diruang
ICU Rumah Sakit Advent Bandung,
didapatkan 5 tema antara lain :
1. Koping perawat pada pengalaman
perawat dalam memberikan asuhan
perawatan paliatif ditemukan hasil
bahwa perawat memiliki mekanisme
koping yang baik dalam pengaturan
stres selama melakukan proses
perawatan dan dalam menghadapi
keluarga.
2. Adaptasi perawat pada pengalaman
perawat dalam memberikan asuhan
perawatan paliatif ditemukan hasil
bahwa perawat mengalami proses
adaptasi yang baik. Perawat
mengalami peningkatan yang
progresif. Dari novice atau perawat
pemula menjadi perawat proficient
atau perawat yang cakap dalam
pekerjaannya yang dapat memberi
pelayanan perawatan secara
menyeluruh atau holistik serta mampu
melibatkan keluarga dalam perawatan.
3. Hambatan dalam proses perawatan
pada pengalaman perawat dalam
memberikan asuhan perawatan paliatif
ditemukan hasil bahwa terdapat dua
stimulus yang menjadi hambatan
dalam memberikan perawatan, yaitu
stimulus kontekstual, stimulus ini
berasal dari kondisi pasien akibat
proses penyakit. Kedua adalah
stimulus residual, stimulus eksternal
dalam hal ini keluarga, masalah
sarana dan prasana yang Hasil penelitian ini dapat menjadi
terbatas, tetapi keluarga masukan dan pertimbangan bagi
memiliki pengaruh yang besar Rumah Sakit khususnya untuk
dalam pengambilan keputusan. memenuhi dan meningkatkan proses
4. Perilaku caring perawat
pada pengalaman perawat dalam
memberikan asuhan perawatan
paliatif ditemukan hasil bahwa
walaupun tidak memahami
secara utuh perawatan paliatif
tetapi perawat mampu
menerapkan perilaku caring
yang baik selama melakukan
proses perawatan.
5. Development of self-efficacy
pada pengalaman perawat dalam
memberikan asuhan perawatan
paliatif ditemukan hasil bahwa
perawat memiliki effikasi diri
yang tinggi sehingga mampu
bereaksi yang positif selama
melakukan proses perawatan.

Saran
Peneliti memberikan saran dari
hasil penelitian yang dapat
berguna bagi perawat, rumah
sakit, dan bagi bidang
penelitian.

Perawat
Hasil penelitian ini dapat
menjadi masukan bagi perawat
dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien
terminal sesuai dengan kode etik
perawat dan panduan perawatan
paliatif.
Serta perawat dapat
memperlengkapi diri dengan
mengikuti seminar – seminar,
workshop ataupun pelatihan
paliatif guna
meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilan
dalam perawatan palaitif

Rumah Sakit
perawatan paliatif pada pasien terminal Sadjito Yogyakarta.
yang secara menyeruluh. Tesis.etd.repository.ugm.ac.id/...
/95916/.../S2-2016-352965-
Berdasarkan hasil penelitian didapati abstract.pdf
bahwa untuk meningkatkan proses
perawatan paliatif Rumah Sakit perlu Ari, M., & Insook, K. (2013).
memberikan seminar – seminar Relationship of perception of
tentang perawatan paliatif, serta clinical ladder system with
membuka pelatihan paliatif yang dapat professional self concept and
diikuti oleh setiap tim kesehatan empowerment based of nurses’
khususnya mereka yang bekerja pada clinical career stage. Journal of
Ruang Perawatan Kritis sehingga Korea Academy of Nursing
dapat memberikan pengetahuan dan Administration, 19 (3), 254–264.
ketrampilan yang sesuai dengan
kebutuhan pada perawatan paliatif. Bandura, A. (1997). Self Efficacy: The
Serta menghadirkan pemuka agama Exercise of Control. USA: W.H.
diluar agama advent untuk memenuhi Freemen dan Company
kebutuhan spiritual dan agama pasien
yang sedang dirawat maupun juga Barbara, JS, (2008) . Adaplation and
keluarga pasien. Membuat ruangan Growth Growth Psyhiatric
khusus untuk perawatan paliatif dan Mental Health Nursing,Fourth
menempatkan perawat serta tim edition, Lippincott.
kesehatan lainnya yang secara khusus
untuk perawatan paliatif apabila terjadi Campbell, M. L. (2013). Nurse to
peningkatan kebutuhan pasien akan nurse: perawatan paliatif.
perawatan paliatif di Rumah Sakit Diterjemahkan oleh Daniaty, D.
Advent. Jakarta: Salemba Medika
Bidang Penelitian Danang,P.(2009). Hubungan Stres
Penelitian ini diharapkan dapat Kerja Dengan Adaptasi Pada
menjadi data dasar tentang perawatan Perawat DiInstalasi Gawat
paliatif serta dapat juga dikembangkan Darurat Rsud Pandan Arang.
dalam penelitian lain, seperti: Diakses pada tangga 25 April
pengalaman keluarga merawat pasien 2018
paliatif, atau tingkat pengetahuan darihttp://etd.eprints.ums.ac.id
perawat dalam menerapkan perawatan
paliatif. Effendi, F & Makhfudli. (2009).
Keperawatan Kesehatan
DAFTAR PUSTAKA Komunitas: Teori dan Praktek
Dalam Keperawatan. Jakarta:
Asmadi. (2008). Konsep Dasar Salemba medika
Keperawatan. Jakarta: EGC
Ferrell, B., Virani, R., Paice, J. A.,
Adhisty, Effendy, Setiyarini. (2016). Coyle, N., & Coyne, P. (2009).
Pelayanan Paliatif pada Pasien Evaluation of palliative care
Kanker di RSUP Dr.
nursing education seminars. Psikologis dengan burn out pada
European Journal of Oncology Perawat RSU Budi Rahayu
Nursing, 14, 74-79 Pekalongan. Semarang: FPUNDIP.
Latour J. M., Fulbrook, P., & Albarran,
Ferrell, B.R., Virani R., Paice, J.A., J. W.(2009). EfCCNa survey:
Malloy, P., & Dahlin, C. (2010). European intensive care nurses’
Statewide efforts to improve attitudes and beliefs towards
palliative care. Critical Care end- of-life care. Nursing in
Nurse. Diakses dari Critical Care, 14 (3), 110–121.
http://www.ccnonline.org.
McIlfatrick, S., Mawhinney, A., &
Foster, George M. & Anderson, Gilmour, F. (2010). Assessing
Barbara Gallatin. (2008). the educational needs of
Medical Antropology. New palliative care link nurses.
York: John Wiley & Sons, Inc. International Journal of
Palliative Nursing, 16(11).
Ghufron, M. Nur & Rini Risnawita .S.
(2010). Teori-teori Moleong, L. J. (2016) Metodologi
Psikologi.Jogyakarta: Ar-ruzz Penelitian Kualitatif, Penerbit PT
Media. Remaja Rosdakarya Offset,
Bandung.
Herdiansyah, H. (2010). Metodologi
Penelitian Kuantitatif. Jakarta: National Consensus Project for Quality
Salemba. Palliative Care. (2010). Clinical
Practice Guidelines Domain
Kemekes RI. (2007) Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Notoatmodjo, S. (2010) Metodologi
Indonesia Nomor: Penelitian Kesehatan. Cetakan 3.
812 /Menkes/SK/VII/ Jakarta: Asdi Mahastya
2007 Tentang
Kebijakan Oktary, M. Anton. (2008). Hubungan
PerawatanPaliatif.Jakarta antara Self Efficacy dengan
Kecemasan pada Mahasiswa
Kemenkes RI. (2013). Pedoman yang sedang Mengerjakan
Teknis Pelayanan Paliatif Skripsi. Depok: FPUI.
Kanker. Jakarta.
Potter & Perry. (2010). Fundamental
Kemenkes RI . (2016). Panduan Of Nursing: Consep, Proses and
Asuhan Keperawatan Paliatif di Practice. Edisi 7. Vol. 3. Jakarta:
Rumah. Jakarta EGC
Khotimah, Kusnul. 2010. Hubungan Semiawan, R.(2010). Metode
antara Persepsi terhadap Penelitian Kualitatif. Jakarta:
Lingkungan Kerja Grasindo.
Sitinjak, L. (2008). Pengaruh Wasis, (2006). Pedoman Riset Praktis
penerapan sistem jenjang karir Untuk Profesi Keperawatan.
terhadap kepuasan perawat di RS Jakarta: EGC
PGI ”Cikini” Jakarta. Tesis tidak
dipublikasikan. Depok: FIK UI Watson, J. (2008). Original center for
human caring.
Streubert, H, & Carpenter, D. (1999). http://www2.uchsc.edu Diakses
Qualitative Research in Nursing: 25 April 2018.
Advancing the Humanistic
Perspective (2nd ed.). Wills, Evelyn. (2011) . Theoretical
Philadelphia. Basis for Nursing.
Sugiyono (2011) . Metode penelitian World Health Organization (2011),
kuntitatif kualitatif dan R&D. Palliative Care For Older People:
Alfabeta Better Practices.Europe

World Health Organization. (2014).


Sujarweni,W. (2014). Global Atlas of Palliative Care at
MetodePenelitian.Yogyakarta: the End of Life. Europe
Pustaka Baru Press

Thomas, Linda, Finch, Schoenhofer,


dan Green (2009) J.D,
Finch.L.P., Schoenhofer. S.O.
(2005). The caring relationship
created by nurse practitioners
and
the ones nursed:
Implication for practice.
http://www.medscape.com
diperoleh 25 April 2018.

Wahyuni, R. (2014). Hubungan


Kesiapan Orang Tua Dengan
Kualitas Hidup
Anak Yang Menderita Penyakit
Terminal Dalam Perawatan
Paliatif Di Yayasan Rumah
Rachel. Jakarta: Universitas Esa
Unggul Jakarta.
Diakses pada 10
Desember 2017, dari
https://www.scribd.com/docume
nt/362182070/UEU-
Undergraduate-3425-BABI

Anda mungkin juga menyukai