Anda di halaman 1dari 16

Nama : Annisa Muntazhari

NIM : 6130018033

TUGAS RANGKUMAN MATERI PENYAKIT HIDUNG

SOAL

1. Infeksi : jenis penyakitnya apa saja?


2. Tumor : jenis-jenis tumor jinak dan ganas?
3. Trauma : jenis-jenisnya apa saja dan penyakit sinus paranasal?
4. Infeksi : apa saja penyakitnya?
5. Tumor : apa saja penyakitnya?
6. Trauma : apa saja penyakitnya?

JAWAB

1. Infeksi
a. Rhinitis Akut
- Definisi : peradangan mukosa hidung <12 minggu
- Patofisiologi : awal mula disebabkan oleh virus (Rhinovirus, Myxovirus,
virus ECHO), bakteri (Streptococcus, Pneumococcus Haemophylus
influenza), factor eksternal (temperatur panas dan dingin yang mendadak),
factor internal (daya tahan tubuh yang menurun). Stadium permulaan terjadi
vasokontriksi yang diikuti vasodilatasi, odem dan meningkatnya kelenjar
seromucinous dan sel goblet. Selanjutnya infiltrasi leukosit dan desguamasi
epitel. Secret mula-mula encer, jernih kemudian berubah menjadi kental. Pada
stadium resolusi terjadi prolifesi sel epitel yang rusak dan mukosa menjadi
normal kembali
- Gejala : hidung tersumbat, bersin, mata berair, demam, malaise
- Pemeriksaan fisik : mukosa kemerahan (hiperemi), konka vasodilatasi
(konka odem), secret encer maupu kental
- Penatalaksanaan : < 3 hari (self limiting) disebabkan oleh virus yaitu bisa
dengan isitrahat yang cukup, makan makanan yang bergizi, tidak merokok.
Jika >3 hari diberikan antibiotic bila secret kuning kehijauan, antipiretik untuk
sumer, dekongestan jika hidung tersumbat.
- Komplikasi : bronchitis, laryngitis, faringitis, otitis media akut, sinusitis
b. Rhinitis Kronis
- Definisi : Infeksi berulang dalam hidung dan sinus atau sebagai lanjutan dari
Rhinitis alergi dan vasomotor.
- Patofisiologi : disebabkan oleh deviasi septum kontralateral sebagai
kompensasi untuk melindungi mukosa hidung dari pengeringan akibat aliran
udara berlebih (hipertrofi konka unilateral) serta bisa juga disebabkan rinitis
alergi dan rinitis non alergi. Faktor lingkungan (debu dan tembakau) dan
kehamilan juga bisa menyebabkan pembengkakan pada konka.
- Gejala : Sumbatan hidung, sekret biasanya banyak, mukopurulen dan kadang-
kadang disertai dengan nyeri kepala. Nyeri pada bagian pangkal hidung atau
wajah bagian tengah, pilek berkepanjangan, gejala-gejala alergi hidung seperti
sering bersin, hidung terasa gatal, mata berair dan gatal, terasa ada ingus yang
sulit dikeluarkan, mudah timbul pendarahan hidung (mimisan) akibat
membuang ingus terlalu kuat, tidur mendengkur atau dengan mulut terbuka.
- Pemeriksaan fisik : Ditemukan konka yang hipertrofi, terutama konka
inferior. Permukaannya berbenjol-benjol ditutupi oleh mukosa yang hipertrofi.
- Penatalaksanaan : dapat dilakukan dengan dua cara, pengobatan
medikamentosa atau tindakan operatif. Medikamentosa dilakukan untuk
mengatasi faktor etiologi dan sumbatan hidung dengan cara memperkecil
ukuran konka dengan pemberian dekongestan topikal. Terapi medikamentosa
bisa melibatkan pemberian antihistamin, dekongestan, kortikostreoid, sel mast
stabilizer, dan imunoterapi.
- Komplikasi : sinusitis
c. Rinitis Sika
- Definisi : Merupakan peradangan kronis mukosa hidung berupa mukosa
kering dan dapat merupakan stadium awal rhinitis atrofi. Bentuk dari Rhinitis
atrofi anterior yang ringan dimana secara klinisnya tidak memberikan
gambaran yang berat seperti rhinitis atrofi.
- Patofisiologi : Penyebab utama dari rintits ini tidak diketahui secara jelas,
tetapi secara umum rhinitis ini pada alkoholisme, anemia, nutrisi yang buruk
dan bisanya selalu berhubungan dengan cuaca yang kering, panas dan
pekerjaan yang berdebu. Defisiensi dan tidak aktifnya kelenjar seromukus dan
terjadi metaplasia epitel kolumnar bersilia menjadi epitel kuboid atau epitel
skuamosa dan terjadi defisiensi dari mucus blanket. 
- Gejala : Mengeluh tidak nyaman, rasa iritasi atau rasa kering di mukosa
hidung.
- Pemeriksaan fisik : kadang epistaksis dan krusta krusta tipis, kering, berbau
agak keputih-putihan terutama bagian depan septum dan ujung depan konka
inferior.
- Penatalaksanaan : bisa diberi obat cuci hidung, salep dexpanthenol,
semprotan hidung yang mengandung dexpanthenol. Dexpanthenol
meningkatkan penyembuhan luka, merangsang epitelisasi dan memiliki sidat
anti inflamasi. Antikolinergik, antihistamin, kortikosteroid nasal topikal
- Komplikasi : perforasi septum nasi
d. Rhinitis vasomotor
- Definisi : disebut juga dengan istilah rhinitis non-alergi. Pada kondisi ini,
terjadi peradangan pada bagian dalam hidung yang tidak disebabkan oleh
adanya pemicu alergi.
- Patofisiologi : Rhinitis vasomotor terjadi akibat pelebaran pembuluh darah di
dalam hidung. Hal ini menyebabkan pembengkakan, hidung tersumbat, dan
hidung dipenuhi dengan lendir. Hingga saat ini, belum diketahui secara pasti
mengapa pelebaran pembuluh darah ini dapat terjadi. Diduga terdapat
beberapa pemicu dari kondisi ini, seperti: Infeksi virus yang terkait dengan
flu. Konsumsi makanan atau minuman panas dan pedas. Konsumsi minuman
beralkohol. Paparan bahan iritan dari lingkungan, seperti parfum, asap, atau
perokok pasif. Pengguna obat-obatan tertentu, seperti aspirin, ibuprofen,
antihipertensi, beta blockers, atau antidepresan. Pengidap penyakit tertentu,
seperti hipotiroidisme. Perubahan cuaca atau musim yang kering. Perubahan
hormon akibat kehamilan, menstruasi, atau kontrasepsi oral.
- Gejala : Hidung beringus, hidung tersumbat, fungsi penciuman menurun,
bersin-bersin, lendir pada tenggorokan.
- Pemeriksaan fisik : Tes alergi (tes tusuk kulit dan tes darah) untuk
mengidentifikasi alergi yang dimiliki pengidap, serta endoskopi hidung untuk
melihat gambaran mukosa hidung. Pada sebagian kasus, dokter akan meminta
untuk dilakukan CT scan pada daerah sinus untuk melihat kemungkinan yang
mengarah pada sinusitis atau polyposis.
- Penatalaksanaan : Prinsip pengobatan utama pada rhinitis vasomotor adalah
menghindari faktor penyebab munculnya gejala, misalnya memakai masker
ketika sedang membersihkan debu rumah atau menghindari bau parfum yang
menyengat. Namun selain itu, ada beberapa obat yang bisa dilakukan untuk
mengatasi gejalanya, yaitu: Obat semprot hidung cairan saline. Obat semprot
kortikosteroid, seperti fluticasone atau triamcinolone. Dekongestan, seperti
pseudoephedrine
- Komplikasi : polip hidung, sinusitis, dan infeksi telinga
e. Rhinitis alergi
- Definisi : Gangguan fungsi hidung yang terjadi setelah pajanan alergen
melalui inflamasi yang diperantarai oleh Imunoglobulin E yang spesifik
terhadap alergen tersebut pada mukosa hidung
- Patofisiologi : permukaan mukosa hidung dan lamina propria terdapat sel
mast dan basofil, yang merupakan unsur terpenting pada patofisiologi rinitis
alergi. Orang yang tersensitisasi alergen inhalan seperti tungau debu rumah,
kecoa, kucing, anjing atau pollen, sel mast dan basofilnya akan diselaputi oleh
IgE terhadap alergen spesifik tersebut. Paparan ulang terhadap alergen
tersebut memicu suatu rangkaian kejadian yang meliputi respons fase cepat
dan fase lambat yang menimbulkan gejala rinitis alergi. Respons fase cepat
timbul dalam beberapa menit setelah paparan. Paparan terhadap alergen
menyebabkan migrasi sel mast dan basofil yang sudah diselaputi IgE spesifik
dari lamina propria ke permukaan epitel. Bagian Fc dari molekul IgE
berikatan dengan permukaan sel sementara bagian Fab bebas untuk menerima
molekul alergen. Jika alergen berikatan dengan dua molekul IgE yang terikat
pada permukaan sel, maka preformed mediator seperti histamin dilepaskan
dari sel. Mediator lain kemudian dibentuk dari metabolism fosfolipid
membran menjadi asam arakhidonat dan selanjutnya menjadi suatu rangkaian
newly generated mediator seperti leukotrien, prostaglandin, prostasiklin, dan
tromboksan. Respons fase cepat pada rinitis alergi ini menyebabkan timbulnya
secara mendadak bersin, gatal hidung, tersumbatnya hidung dan rinore.
Histamin merupakan mediator utama dan telah diteliti dengan baik pada rinitis
alergi. Histamin menimbulkan gejala melalui mekanisme langsung dan tidak
langsung. Efek langsung meliputi peningkatan permeabilitas epitel, sehingga
memudahkan kontak antigen dengan basofil dan sel mast pada lamina propria,
dan meningkatkan dilatasi dan permeabilitas vaskular. Hal ini memerlukan
interaksi histamin dengan reseptor H1 dan H2 pada pembuluh darah. Secara
tidak langsung, histamin merangsang reseptor H1 pada saraf sensorik,
mengawali jalur refleks parasimpatetik yang menyebabkan bersin, gatal dan
hipersekresi kelenjar. Respons fase lambat terjadi dalam waktu 4-8 jam
setelah paparan alergen dan merupakan suatu proses cellular-driven dengan
adanya infiltrasi eosinofil, neutrofil, basofil, limfosit T dan makrofag, yang
melepaskan mediator inflamasi dan sitokin tambahan dan memperpanjang
respons proinflamasi. Respons fase lambat ini diperkirakan sebagai penyebab
gejala kronis dan persisten dari rinitis alergi, terutama sumbatan hidung,
anosmia, hipersekresi mukus dan hiperresponsif nasal terhadap alergen yang
sama atau alergen lainnya dan iritan. Paparan alergen yang terus-menerus
seringkali menyebabkan keadaan inflamasi kronis.
- Gejala : bersin-bersin, hidung gatal, dan tersumbat. Selain itu, rhinitis alergi
juga dapat menyebabkan munculnya ruam di kulit, mata merah dan berair,
serta sakit tenggorokan.
- Pemeriksaan fisik : dicari gejala gatal pada hidung, telinga, palatum atau
tenggorok, sekret bening cair, kongesti nasal, nyeri kepala sinus, disfungsi
tuba estachius, bernafas lewat mulut atau mengorok, post nasal drip kronis,
batuk kronis non produktif, sering mendehem, dan kelelahan pagi hari.
- Penatalaksanaan : Tata laksana utama adalah penghindaran alergen.
Sedangkan pengobatan medikamentosa tergantung dari lama dan berat-
ringannya gejala. Pengobatan medikamentosa dapat berupa pilihan tunggal
maupun kombinasi dari antihistamin H1 generasi satu maupun generasi dua,
kortikosteroid intranasal, dan stabilisator sel mast. Imunoterapi spesifik
dianjurkan pada semua penderita rinitis kategori berat. Tindakan bedah hanya
dilakukan pada kasus selektif misalnya sinusitis dengan airfluid level atau
deviasi septum nasi.
- Komplikasi : Perburukan asma, bagi penderita rhinitis alergi yang juga
menderita asma. Sinusitis, akibat penyumbatan pada rongga hidung. Infeksi
telinga tengah atau otitis media, terutama pada anak-anak. Kelelahan, karena
menurunnya kualitas tidur.
f. Vestibulitis
- Definisi : Vestibulitis adalah infeksi pada kulit vestibulum
- Patofisiologi : asal vestibulitis paling sering berkembang sebagai akibat dari
infeksi, ketika bakteri Staphylococcus memasuki luka di hidung. Biasanya
terjadi karena iritasi dari sekret dari rongga hidung (rinore) akibat inflamasi
mukosa yang menyebabkan hipersekresi sel goblet dan kelenjar seromusinosa.
Bisa juga akibat trauma karena dikoret-koret. Furunkel dapat terjadi pada
vestibulum nasi dan potensial berbahaya karena infeksi dapat menyebar ke
vena fasialis, vena oftalmika lalu ke sinus kavernosus sehingga terjadi
tromboflebitis sinus kavernosus. Hal ini dapat terjadi karena vena fasialis dan
vena oftalmika tidak mempunyai katup. Oleh karena itu sebaiknya jangan
memencet atau melakukan insisi pada furunkel, kecuali jika sudah jelas
terbentuk abses.
- Gejala : rasa sakit di hidung, dan benjolan atau bisul di hidung
- Pemeriksaan fisik : kemerahan di dalam dan di luar lubang hidung, benjolan
seperti jerawat di pangkal bulu hidung, kerak di sekitar lubang hidung akibat
penumpukan bakteri
- Penatalaksanaan : Antibiotika dosis tinggi harus selalu diberikan.
- Komplikasi :selulitis
g. Furunkel Vertibulum Nasi
- Definisi: Infeksi akut yang terjadi pada kelenjar sebaceus atau folikel rambut
pada vestibulum nasi.
- Patofisiologi : Karena bakteri Staphylococcus aureus & Streptococcus.
Bakteri tersebut menimbulkan masalah apabila terdapat gangguan atau
kerusakan pada epitel hidung, yang dapat dipicu oleh kebiasaan-kebiasaan
seperti menggaruk-garuk atau mengorek-ngorek hidung, mencabut bulu
hidung, dan tindik hidung, Infeksi nantinya menyebabkan nekrosis jaringan
dan menghasilkan pus yang mengisi rongga kosong di bawah permukaan
kulit.
- Gejala : Dari infeksi ini pasien merasa nyeri pada puncak hidung.
- Pemeriksaan fisik : akan tampak nodus eritematosa, nyeri, berbentuk
kerucut, yang di tengahnya terdapat pus
- Penatalaksanaan : pemberian antibiotik, baik topikal maupun peroral
- Komplikasi : Infeksi ini dapat mengalami komplikasi secara potensial
berbahaya apabila infeksi mulai menyebar → v. fasialis → v. oftalmika →
sinus kavernosus → thromboplebitis sinus kavernosus.
h. Selulitis
- Definisi : Infeksi pada puncak hidung & dorsum nasi akibat perluasan
furunkel pada vestibulum nasi
- Patofisiologi : Karena bakteri Streptococcus & Staphylococcus. Kedua jenis
bakteri ini dapat tumbuh dan berkembang pada kulit yang terluka, seperti luka
operasi, luka gores, dan gigitan serangga
- Gejala : Hidung bengkak, kemerahan, nyeri
- Pemeriksaan fisik : kulit berwarna kemerahan, bengkak, terasa lembut dan
hangat jika disentuh, kulit melepuh, kulit bernanah atau berair
- Penatalaksanaan : obat antibiotik golongan penisilin, sefalosporin, makrolid,
atau clindamycin. paracetamol atau ibuprofen, bisa diberikan untuk mengatasi
nyeri dan demam yang dialami oleh penderita selulitis.
- Komplikasi : sepsis, infeksi tulang, limfadenitis, gangrene
2. Tumor
a. Karsinoma Nasofaring
- Definisi : Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang berasal dari epitel
mula nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring
- Etiologi :
Penyebab timbulnya karsinoma nasofaring masih belum jelas. Namun banyak
yg berpendapat bahwa berdasarkan penelitian-penelitian epidemiologia dan
eksperimental, ada tiga faktor yang berpengaruh, yakni:
 Faktor genetik (ras mongolid)
 Faktor virus (virus EIPSTEIN BARR)
 Faktor lingkungan (polusi asap kayu bakar, bahan karsinogenik, dll).
Banyak ditemukan pada usia 40-50 tahun, laki-laki lebih banyak daripada wa
dengan perbandingan 3:1.
- Gejala Klinis
 Gejala dini : merupakan gejala pada saat tumor masih terbatas pada
nasofaring
 Telinga : tinitus. pendengaran berkurang, grebek-grebek.
 Hidung : pilek kronik, ingus/dahak bercampur darah.
 Gejala lanjut : merupakan gejala yang timbul oleh penycharan tumor
secara ekspansif, infiltratif, dan metastasis.
 Ekspansif
o Ke muka : menyumbat koane, terjadi buntu hidung
o Ke bawah : mendesak palatum mole; "bombans".
terjadi gangguan menclan/sesak.
 Infiltratif
o Ke atas : Masuk ke foramen laserum, menyebabkan
sakit kepala, paresis paralisis N III, IV, V, VI secara
sendiri atau bersama sama, menyebabkan,gangguan
pada mata (ptosis, diplopi, oftalmoplegi, neuralgi
trigeminal).
o Ke samping :
 Menekan N IX, X: paresis palatum mole, faring,
gangguan menclan Menekan N XI : gangguan
fungsi otot sternokleido mastoideus dan otot
trapezius,
 Menekan N XII: deviasi lidah.
 Metastasis
o Melalui aliran getah bening, menyebabkan pembesaran
kelenjar getah be ning leher (Kaudal dari ujung
mastoid, dorsal dari angulus mandibula, medial dari
otot sternokleidomastoideus).
o Metastasis jauh ke hati, paru, ginjal, limpa, tulang dan
sebagainya.
- Diagnosis
 Anamnesis yang cermat.
 Pemeriksaan fisik :
Inspeksi luar: Wajah, mata, rongga mulut, leher.
 Pemeriksaan THT :
 Otoskopi : Liang telinga, membran timpani.
 Rinoskopi anterior : Pada tumor endofitik tak jelas kelainan di
rongga hidung, mungkin hanya banyak sekret Pada tumor
eksofitik, tampak tumor di bagian belakang rongga hidung
tertutup sekret mukopurulen, fenomena palatum mole negative
 Rinoskopi posterior : Pada tumor endofitik tak terlihat masa,
mukosa nasofaring tampak agak menonjol, tak rata dan
vaskularisasi meningkat. Tumor eksofitik tampak masa
kemerahan. Bila perlu rinoskopi posterior dilakukan dengan
menarik palatum mole ke depan dengan kateter Nelaton.
 Faringoskopi dan Laringoskopi : Kadang-kadang faring
menyempit karena penebalan jaringan faring Refleks muntah
dapat menghilang (negatif). Dapat dijumpai kelainan fungsi
laring.
 Rontgen : (dilakukan atas indikasi tertentu, bila tersedia
fasilitas), Tengkorak lateral, Water, Dasar tengkorak, "CT
scan".
 Pemeriksaan tambahan
Biopsi: Biopsi sedapat mungkin diarahkan pada tumor/dacrah yang
dicurigai. Dilakukan dengan anestesi lokal. Biopsi minimal dilakukan
pada dua tempat (kiri dan kanan), melalui rinoskopi anterior, bila perlu
dengan bantuan cermin melalui rinoskopi posterior. Bila perlu biopsi
dapat diulang sampai tiga kali. Bila tiga kali biopsi hasil negatif,
sedang secara klinis mencurigakan adanya karsinoma nasofaring,
biopsi dapat diulangi dengan anestesi umum. Biopsi melalui
nasofaringoskopi dilakukan bila penderita trismus, atau kea daan
umum kurang baik. Biopsi kelenjar getah bening leher dengan
aspirasijarum halus dilakukan bila terjadi keraguan apakah kelenjar
tersebut suatu metastasis.
- Diagnosis Banding
 TBC nasofaring
 Adenoid persisten (pada anak)
 Angiofibroma nasofaring (pada laki-laki muda)
- Terapi
 Terapi utama: Radiasi (40X20-6000 R).
 Terapi tambahan : Kemoterapi
Empat minggu setelah radiasi selesai, dilakukan evaluasi klinis, dan
biopsi. Bila hasil biopsi negatif dan klinis membaik, dilakukan
pemeriksaan fisik serta biopsi ulang tiap bulan (pada tahun pertama).
Bila hasil biopsi positif, radiasi ditambah (booster). Setelah radiasi
("full dose"), biopsi tetap positif diberikan kemoterapi. Bila tetap
negatif, pada tahun kedua pemeriksaan ulang dilakukan setiap 3 bulan,
kemudian pada tahun ketiga setiap 6 bulan, seterusnya setiap tahun
sampai 5 tahun
- Prognosis
Karena umumnya penderita datang pada stadium III/IV, prognosis biasanya
jelek
b. Karsinoma sinonasal
- Definisi : tumor rongga hidung dan sinus paranasal pada umumnya jarang
terjadi dan mewakili kelompok lesi heterogen pada kepala dan leher.
- Patofisiologi : penyebab pasti tidak diketahui, diduga nikel, debu kayu,
kromium dll. Alcohol, makanan yang diasin/diasap
- Gejala : tergantung asal tumor primer dan tumbuhnya, hidung buntu, pilek
kadang bercampur darah, berbau, deformitas, diplopia, ulkus di palatum,
sefalgi
- Pemeriksaan fisik : wajah asimetris, proptosis, ada massa, permukaan tidak
rata, rapuh, mudah berdarah
- Penatalaksanaan : operasi (maksilektomi), radioterapi, kemoterapi,
rekontruksi, rehabilitasi
c. Papilloma sinonasal
- Definisi : Papilloma sinonasal adalah tumor jinak epitel traktus sinonasal yang
tumbuh eksofitik atau endofitik, dengan atipia ringan sampai sedang, namun
tanpa invasi stroma. Tumor ini terdiri atas varian inverted papilloma,
exophytic papilloma, dan oncocytic papilloma.
- Patofisiologi : Penyebab papilloma sinonasal masih belum jelas.
Kemungkinan disebabkan alergi, sinusitis kronis, pulisi udara dan infeksi
human papilloma virus (HPV).
- Gejala : hidung tersumbat, secret hidung yang bercampur darah, nyeri kepala,
nyeri wajah
- Pemeriksaan fisik : tampak gambaran massa polipoid yang berwarna abu-
abu sampai merah muda dengan permukaan berpapil di lateral konka media
(meatus media)
- Penatalaksanaan : pengangkatan tumor secara komplit
- Komplikasi : keganasan
3. Trauma
A. Nasal
a. Hematoma Septum
- Definisi : Sebagai akibat trauma, pembuluh darah submukosa akan pecah
dan darah akan berkumpul diantara perikondrium dan tulang rawan
setum, dan membentuk hematoma pada septum
- Patofisiologi : Akibat trauma pada septum nasi yang merobek pembuluh
darah yang berbatasan dengan tulang rawan septum nasi. Darah akan
terkumpul pada ruang di antara tulang rawan dan mukoperikondrium.
Hematoma ini akan memisahkan tulang rawan dari mukoperikondrium,
sehingga aliran darah sebagai nutrisi bagi jaringan tulang rawan terputus,
maka terjadilah nekrosis.
- Gejala Klinis : Sumbatan hidung dan rasa nyeri
- Pemeriksaan Fisik : Pembengkakan unilateral atau bilateral pada septum
bagian depan, berbentuk bulat, licin dan berwarnah merah.
Pembengkakan dapat meluas sampai dinding lateral hidung sehingga
menyebabkan obstruksi total.
- Tatalaksana : Drainase segera, dilanjutkan pungsi atau aspirasi,
pemsangan tampon serta pemberian antibiotik.
- Komplikasi : Abses septum dan deformitas hidung luar seperti hidung
pelana.
b. Deviasi Septum
- Definisi : Pergeseran dari septum nasi yang dapat menyebabkan
obstruksi nasi.
- Patofisiologi : Nasal sebagian besar berkaitan dengan trauma. Tulang
rawan septum berperan sebagai penyangga struktural dorsum hidung
serta mempertahankan tingkat elastisitasnya. Septum nasal dapat
menerima gaya dalam jumlah besar tanpa deformitas permanen. Ketika
jumlah gaya yang diberikan pada kartilago nasal melebihi titik stres
biomekanisnya, maka kartilago nasal akan patah.
- Gejala Klinis : Sumbatan hidung bisa unilateral atau bilateral, sebab
pada sisi deviasi terdapat konka hipotrofi, sedangkan pada sisi
sebelahnya terjadi konka yang hipertrofi sebagai akibat mekanisme
kompensasi. Cephalgia, epistaksis, sumbatan ostium sinus paranasalis.
- Pemeriksaan Fisik : Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior ditemukan
adanya penonjolan septum ke arah deviasi.
- Tatalaksana : Ada 2 jenis tindakan operatif yang dapat dilakukan pada
pasien dengan keluhan yang nyata yaitu reseksi submukosa dan
septoplasti.
- Komplikasi : Sinusitis dan Obstructive sleep apnea.
c. Abses Septum
- Definisi : Penumpukan pus diantara tulang rawan septum nasi dan
perikondrium.
- Patofisiologi : Akibat furunkel intranasal, peradangan sinus, akibat
komplikasi operasi hidung dan penyakit sistemik. Abses septum nasi
hamper selalu didahului oleh hematoma septum nasi yang terinfeksi.
Infeksi gigi dapat menimbulkan abses septum.
- Gejala Klinis : Hidung tersumbat progresif, nyeri hebat, demam dan
nyeri kepala, disertai pembesaran dan nyeri pada kelenjar limfe.
- Pemeriksaan Fisik : Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior terlihat
pembengkakan septum yang membentuk bulat dengan permukaan licin.
- Tatalaksana : Insisi dan drainase pus, antibiotik dosis tinggi, analgetik
dan antipiretik.
Komplikasi : Nekrosis tulang rawan septum sehingga menyebabkan
perforasi septum.
d. Perforasi Septum
- Definisi : Timbulnya lubang pada septum. Trauma yang disebabkan oleh
kebiasaan mengorek hidung.
- Patofisiologi : Pada perforasi yang disebabkan oleh trauma, perforasi
terjadi akibat robekan dari mukoperikondrium yang membentuk ulkus.
Ulkus akibat trauma yang berkali-kali membentuk krustadan krusta
memperdalam ulkus sampai menyingkapkan tulang rawan. Tulang
rawanmenjadi nekrosis dari perforasi yang terjadi meluas ke membran
mukosa pada sisiyang berlawanan.
- Gejala Klinis : Timbul suara seperti bersiul saat inspirasi dan ekspirasi,
obstruksi hidung akibat krusta dan debris, epistaksis.
- Pemeriksaan Fisik : di kavum nasi dijumpai perforasi pada septum,
adanya krusta dan epistaksis
- Tatalaksana : Atasi penyakit yang mendasari, mengurangi krusta dengan
bilas hidung. Jika perforasi kecil ditutup flap, jika perforasi besar sulit
dilakukan penutupan secara operatif. Penutupan menggunakan silastic
button untuk mengurangi gejala.
- Komplikasi : Sinusitis dan Obstructive sleep apnea
e. Epistaksis
- Definisi :Pendarahan pada hidung.
- Patofisiologi :Robekan pada lapisan mukosa dan pembuluh darah yang
memvaskularisasi area hidung. Epistaxis diklasifikasikan menjadi
epistaxis anterior dan posterior berdasarkan lokasi anatomis dari sumber
perdarahan.
- Gejala klinis :Keluarnya darah dari hidung.
- Pemeriksaan Fisik : Pada anterior tampak hiperemis atau kebiasaan
mengorek hidung, pada posterior ditemukan pada pasien hipertensi,
arteriosklerosis atau kardiovaskular karena pecahnya arteri sfenopalatina.
- Tata laksana : Perbaiki keadaan umum, cari sumber pendarahan,
menghentikan pendarahan (anterior dan posterior)
- Komplikasi : Ulserasi dan perforasi septum hidung
B. Sinus Paranasalis
a. Blow Out Fracture
- Definisi : Trauma Tumpul Bola Mata Yang Menyebabkan Fraktur Pada
Lantai Orbita
- Patofisiologi : Adanya Trauma Tumpul Mengakibatkan Penekanan Bola Mata
Dan Menyebabkan Dinding Orbita Beresiko Menyebabkan Fracture, Mata
Akan Sebagian Jatuh Kebawah Kedalam Sinus Maksilaris , Menyebabkan
Enopthalmus, Dan Terjepitnya M.Rectus Inferior Atau M.Oblique Inferior.
- Gejala : Endoftalmos; Ekimosis Orbita, Sklera, Conjunctiva; Diplopia;
Hipestesi N. V2
- Pemeriksaan Fisik : Adanya Ekimosis Dan Edema Periorbita, Diplopia
Disertai Adanya Restriksi Gerak Bola Mata, Enophthalmus, Hipoglobus,
Emfisema Palpebra Dan Orbita, Dan Hipoestesia Di Daerah Distribusi Saraf
Infraorbita Yaitu Sekitar Kelopak Mata Bawah, Pipi, Palatum, Dan Bibir Atas.
- Komplikasi : Hematoma Orbita, Emfisema Orbita, Infeksi, Infeksi Laten Dari
Implan, Neuropati Optik Dan Saraf Bagian Inferior Orbita, Diplopia,
Enoftalmos, Fistula Naso-Orbita, Dan Perpindahan Implan
- Tatalaksana : Reposisi Transantral, Infraorbital
b. Fraktur Os Frontalis
- Definisi : Trauma Yang Terjadi Pada Os Frontalis
- Patofisiologi : Dapat Timbul Liquor Jika Mengenai Dinding Posterior Yang
Merobek Duramater
- Gejala : Pusing, Sakit Kepala Berat, Kaku Pada Leher, Sulit Berbicara, Sulit
Bernapas, Sulit Menggerakkan Beberapa Bagian Tubuh, Memar Dan Bengkak
Di Sekitar Kedua Mata Atau Di Sekitar Telinga, Kerusakan Pada Tulang
Tengkorak Atau Wajah, Gangguan Pada Indra Tubuh, Seperti Kehilangan
Pendengaran Atau Mengalami Penglihatan Ganda, Muntah Terus-Menerus
Dan Menyembur, Keluar Darah Atau Cairan Bening Dari Telinga Atau
Hidung Perubahan Ukuran Pupil Mata, Kejang, Kehilangan Kesadaran
- Pemeriksaan Fisik : Nyeri Kepala, Kejang, Kehilangan Kesadaran
- Komplikasi : Infeksi Otak, Cidera Otak, Gegar Otak
- Tatalaksana : Eksplorasi, Reposisi, Fiksasi; Duraplasti; Perhatikan Duct.
Frontonasal, N. Supraorbital, N. Supratrocheal
c. Fraktur Mandibula
- Definisi : Putusnya Kontinuitas Tulang Mandibula
- Patofisiologi : Kemampuan Otot Mendukung Tulang Turun, Baik Yang
Terbuka Maupun Yang Tertutup. Kerusakan Pembuluh Darah Akan
Mengakibatkan Pendarahan, Maka Volume Darah Menurun. Cop Menurun
Maka Terjadi Perubahan Perfusi Jaringan. Hematoma Akan Mengeksudasi
Plasma Dan Proliferasi Menjadi Oedem Lokal Dan Terjadi Penumpukan Di
Dalam Tubuh. Fraktur Terbuka Atau Tertutup Akan Mengenai Serabut Syaraf
Yang Dapat Menimbulkan Gangguan Rasa Nyaman Nyeri.
- Gejala : Maloklusi
- Pemeriksaan Fisik : Rasa Sakit, Pembengkakan, Nyeri Tekan, Maloklusi,
Patahnya Gigi, Adanya Gap, Tidak Ratanya Gigi, Tidak Simetrisnya Arkus
Dentalis, Adanya Laserasi Intra Oral, Gigi Yang Longgar Dan Krepitasi.
- Komplikasi : Infeksi Atau Osteomyelitis
- Tatalaksana : Reposisi Dan Fiksasi
d. Trauma Maksila
- Definisi : Trauma Yang Menyebabkan Kerusakan Pada Bagian Maksila Dan
Daerah Wajah
- Patofisiologi : Adanya Trauma Menyebabkan Pendarahan Dan
Pembengkakan Di Daerah Yang Terkan Serta Terjadi Pembengkakan
- Gejala : Adanya Riwayat Terkena Benturan Atau Trauma Benda Tumpul
Serta Jatuh Dari Ketinggian
- Pemeriksaan Fisik : Epistaksis, Ekimosis (Periorbital, Konjungtival, Dan
Skleral), Edema, Dan Hematoma Subkutan Mengarah Pada Fraktur Segmen
Maksila Ke Bawah Dan Belakang. Mengakibatkan Terjadinya Oklusi
Prematur Pada Pergigian Posterior
- Komplikasi : Pendarahan Ekstensif Serta Gangguan Pada, Jalan Nafas Akibat
Pergeseran Fragmen Fraktur, Edema, Dan Pembengkakan Soft Tissue.
- Tatalaksana : Reposisi Dan Fiksasi

Anda mungkin juga menyukai