Anda di halaman 1dari 5

Nama : Annisa Muntazhari

NIM : 6130018033

TUGAS INFEKSI PENYAKIT HIDUNG

a. Rhinitis Akut
- Definisi : peradangan mukosa hidung <12 minggu
- Patofisiologi : awal mula disebabkan oleh virus (Rhinovirus, Myxovirus,
virus ECHO), bakteri (Streptococcus, Pneumococcus Haemophylus
influenza), factor eksternal (temperatur panas dan dingin yang mendadak),
factor internal (daya tahan tubuh yang menurun). Stadium permulaan terjadi
vasokontriksi yang diikuti vasodilatasi, odem dan meningkatnya kelenjar
seromucinous dan sel goblet. Selanjutnya infiltrasi leukosit dan desguamasi
epitel. Secret mula-mula encer, jernih kemudian berubah menjadi kental. Pada
stadium resolusi terjadi prolifesi sel epitel yang rusak dan mukosa menjadi
normal kembali
- Gejala : hidung tersumbat, bersin, mata berair, demam, malaise
- Pemeriksaan fisik : mukosa kemerahan (hiperemi), konka vasodilatasi
(konka odem), secret encer maupu kental
- Penatalaksanaan : < 3 hari (self limiting) disebabkan oleh virus yaitu bisa
dengan isitrahat yang cukup, makan makanan yang bergizi, tidak merokok.
Jika >3 hari diberikan antibiotic bila secret kuning kehijauan, antipiretik untuk
sumer, dekongestan jika hidung tersumbat.
- Komplikasi : bronchitis, laryngitis, faringitis, otitis media akut, sinusitis
b. Rhinitis Kronis
- Definisi : Infeksi berulang dalam hidung dan sinus atau sebagai lanjutan dari
Rhinitis alergi dan vasomotor.
- Patofisiologi : disebabkan oleh deviasi septum kontralateral sebagai
kompensasi untuk melindungi mukosa hidung dari pengeringan akibat aliran
udara berlebih (hipertrofi konka unilateral) serta bisa juga disebabkan rinitis
alergi dan rinitis non alergi. Faktor lingkungan (debu dan tembakau) dan
kehamilan juga bisa menyebabkan pembengkakan pada konka.
- Gejala : Sumbatan hidung, sekret biasanya banyak, mukopurulen dan kadang-
kadang disertai dengan nyeri kepala. Nyeri pada bagian pangkal hidung atau
wajah bagian tengah, pilek berkepanjangan, gejala-gejala alergi hidung seperti
sering bersin, hidung terasa gatal, mata berair dan gatal, terasa ada ingus yang
sulit dikeluarkan, mudah timbul pendarahan hidung (mimisan) akibat
membuang ingus terlalu kuat, tidur mendengkur atau dengan mulut terbuka.
- Pemeriksaan fisik : Ditemukan konka yang hipertrofi, terutama konka
inferior. Permukaannya berbenjol-benjol ditutupi oleh mukosa yang hipertrofi.
- Penatalaksanaan : dapat dilakukan dengan dua cara, pengobatan
medikamentosa atau tindakan operatif. Medikamentosa dilakukan untuk
mengatasi faktor etiologi dan sumbatan hidung dengan cara memperkecil
ukuran konka dengan pemberian dekongestan topikal. Terapi medikamentosa
bisa melibatkan pemberian antihistamin, dekongestan, kortikostreoid, sel mast
stabilizer, dan imunoterapi.
- Komplikasi : sinusitis
c. Rinitis Sika
- Definisi : Merupakan peradangan kronis mukosa hidung berupa mukosa
kering dan dapat merupakan stadium awal rhinitis atrofi. Bentuk dari Rhinitis
atrofi anterior yang ringan dimana secara klinisnya tidak memberikan
gambaran yang berat seperti rhinitis atrofi.
- Patofisiologi : Penyebab utama dari rintits ini tidak diketahui secara jelas,
tetapi secara umum rhinitis ini pada alkoholisme, anemia, nutrisi yang buruk
dan bisanya selalu berhubungan dengan cuaca yang kering, panas dan
pekerjaan yang berdebu. Defisiensi dan tidak aktifnya kelenjar seromukus dan
terjadi metaplasia epitel kolumnar bersilia menjadi epitel kuboid atau epitel
skuamosa dan terjadi defisiensi dari mucus blanket. 
- Gejala : Mengeluh tidak nyaman, rasa iritasi atau rasa kering di mukosa
hidung.
- Pemeriksaan fisik : kadang epistaksis dan krusta krusta tipis, kering, berbau
agak keputih-putihan terutama bagian depan septum dan ujung depan konka
inferior.
- Penatalaksanaan : bisa diberi obat cuci hidung, salep dexpanthenol,
semprotan hidung yang mengandung dexpanthenol. Dexpanthenol
meningkatkan penyembuhan luka, merangsang epitelisasi dan memiliki sidat
anti inflamasi. Antikolinergik, antihistamin, kortikosteroid nasal topikal
- Komplikasi : perforasi septum nasi
d. Rhinitis vasomotor
- Definisi : disebut juga dengan istilah rhinitis non-alergi. Pada kondisi ini,
terjadi peradangan pada bagian dalam hidung yang tidak disebabkan oleh
adanya pemicu alergi.
- Patofisiologi : Rhinitis vasomotor terjadi akibat pelebaran pembuluh darah di
dalam hidung. Hal ini menyebabkan pembengkakan, hidung tersumbat, dan
hidung dipenuhi dengan lendir. Hingga saat ini, belum diketahui secara pasti
mengapa pelebaran pembuluh darah ini dapat terjadi. Diduga terdapat
beberapa pemicu dari kondisi ini, seperti: Infeksi virus yang terkait dengan
flu. Konsumsi makanan atau minuman panas dan pedas. Konsumsi minuman
beralkohol. Paparan bahan iritan dari lingkungan, seperti parfum, asap, atau
perokok pasif. Pengguna obat-obatan tertentu, seperti aspirin, ibuprofen,
antihipertensi, beta blockers, atau antidepresan. Pengidap penyakit tertentu,
seperti hipotiroidisme. Perubahan cuaca atau musim yang kering. Perubahan
hormon akibat kehamilan, menstruasi, atau kontrasepsi oral.
- Gejala : Hidung beringus, hidung tersumbat, fungsi penciuman menurun,
bersin-bersin, lendir pada tenggorokan.
- Pemeriksaan fisik : Tes alergi (tes tusuk kulit dan tes darah) untuk
mengidentifikasi alergi yang dimiliki pengidap, serta endoskopi hidung untuk
melihat gambaran mukosa hidung. Pada sebagian kasus, dokter akan meminta
untuk dilakukan CT scan pada daerah sinus untuk melihat kemungkinan yang
mengarah pada sinusitis atau polyposis.
- Penatalaksanaan : Prinsip pengobatan utama pada rhinitis vasomotor adalah
menghindari faktor penyebab munculnya gejala, misalnya memakai masker
ketika sedang membersihkan debu rumah atau menghindari bau parfum yang
menyengat. Namun selain itu, ada beberapa obat yang bisa dilakukan untuk
mengatasi gejalanya, yaitu: Obat semprot hidung cairan saline. Obat semprot
kortikosteroid, seperti fluticasone atau triamcinolone. Dekongestan, seperti
pseudoephedrine
- Komplikasi : polip hidung, sinusitis, dan infeksi telinga
e. Rhinitis alergi
- Definisi : Gangguan fungsi hidung yang terjadi setelah pajanan alergen
melalui inflamasi yang diperantarai oleh Imunoglobulin E yang spesifik
terhadap alergen tersebut pada mukosa hidung
- Patofisiologi : permukaan mukosa hidung dan lamina propria terdapat sel
mast dan basofil, yang merupakan unsur terpenting pada patofisiologi rinitis
alergi. Orang yang tersensitisasi alergen inhalan seperti tungau debu rumah,
kecoa, kucing, anjing atau pollen, sel mast dan basofilnya akan diselaputi oleh
IgE terhadap alergen spesifik tersebut. Paparan ulang terhadap alergen
tersebut memicu suatu rangkaian kejadian yang meliputi respons fase cepat
dan fase lambat yang menimbulkan gejala rinitis alergi. Respons fase cepat
timbul dalam beberapa menit setelah paparan. Paparan terhadap alergen
menyebabkan migrasi sel mast dan basofil yang sudah diselaputi IgE spesifik
dari lamina propria ke permukaan epitel. Bagian Fc dari molekul IgE
berikatan dengan permukaan sel sementara bagian Fab bebas untuk menerima
molekul alergen. Jika alergen berikatan dengan dua molekul IgE yang terikat
pada permukaan sel, maka preformed mediator seperti histamin dilepaskan
dari sel. Mediator lain kemudian dibentuk dari metabolism fosfolipid
membran menjadi asam arakhidonat dan selanjutnya menjadi suatu rangkaian
newly generated mediator seperti leukotrien, prostaglandin, prostasiklin, dan
tromboksan. Respons fase cepat pada rinitis alergi ini menyebabkan timbulnya
secara mendadak bersin, gatal hidung, tersumbatnya hidung dan rinore.
Histamin merupakan mediator utama dan telah diteliti dengan baik pada rinitis
alergi. Histamin menimbulkan gejala melalui mekanisme langsung dan tidak
langsung. Efek langsung meliputi peningkatan permeabilitas epitel, sehingga
memudahkan kontak antigen dengan basofil dan sel mast pada lamina propria,
dan meningkatkan dilatasi dan permeabilitas vaskular. Hal ini memerlukan
interaksi histamin dengan reseptor H1 dan H2 pada pembuluh darah. Secara
tidak langsung, histamin merangsang reseptor H1 pada saraf sensorik,
mengawali jalur refleks parasimpatetik yang menyebabkan bersin, gatal dan
hipersekresi kelenjar. Respons fase lambat terjadi dalam waktu 4-8 jam
setelah paparan alergen dan merupakan suatu proses cellular-driven dengan
adanya infiltrasi eosinofil, neutrofil, basofil, limfosit T dan makrofag, yang
melepaskan mediator inflamasi dan sitokin tambahan dan memperpanjang
respons proinflamasi. Respons fase lambat ini diperkirakan sebagai penyebab
gejala kronis dan persisten dari rinitis alergi, terutama sumbatan hidung,
anosmia, hipersekresi mukus dan hiperresponsif nasal terhadap alergen yang
sama atau alergen lainnya dan iritan. Paparan alergen yang terus-menerus
seringkali menyebabkan keadaan inflamasi kronis.
- Gejala : bersin-bersin, hidung gatal, dan tersumbat. Selain itu, rhinitis alergi
juga dapat menyebabkan munculnya ruam di kulit, mata merah dan berair,
serta sakit tenggorokan.
- Pemeriksaan fisik : dicari gejala gatal pada hidung, telinga, palatum atau
tenggorok, sekret bening cair, kongesti nasal, nyeri kepala sinus, disfungsi
tuba estachius, bernafas lewat mulut atau mengorok, post nasal drip kronis,
batuk kronis non produktif, sering mendehem, dan kelelahan pagi hari.
- Penatalaksanaan : Tata laksana utama adalah penghindaran alergen.
Sedangkan pengobatan medikamentosa tergantung dari lama dan berat-
ringannya gejala. Pengobatan medikamentosa dapat berupa pilihan tunggal
maupun kombinasi dari antihistamin H1 generasi satu maupun generasi dua,
kortikosteroid intranasal, dan stabilisator sel mast. Imunoterapi spesifik
dianjurkan pada semua penderita rinitis kategori berat. Tindakan bedah hanya
dilakukan pada kasus selektif misalnya sinusitis dengan airfluid level atau
deviasi septum nasi.
- Komplikasi : Perburukan asma, bagi penderita rhinitis alergi yang juga
menderita asma. Sinusitis, akibat penyumbatan pada rongga hidung. Infeksi
telinga tengah atau otitis media, terutama pada anak-anak. Kelelahan, karena
menurunnya kualitas tidur.

Anda mungkin juga menyukai