Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Struktur beton merupakan struktur yang paling banyak digunakan di dunia. Mulai dari
bangunan sederhana seperti rumah atau perkantoran, hingga bangunan yang rumit seperti
bendungan ataupun gedung pencakar langit, hampir semua menggunakan beton sebagai
material utama untuk membangunnya.Beton merupakan material bangunan yang terbentuk
dari campuran antara agregat halus, agregat kasar, pasir, dan air. Hampir semua struktur beton
merupakan beton bertulang karena pada dasarnya beton tidak kuat terhadap gaya tarik, hanya
sekitar 8%-15% dari kekuatan tekannya, sehingga perlu dikombinasikan dengan baja sehingga
gaya tarik akibat beban dapat dipikul oleh baja. Kelemahan beton dalam tekuk akibat bentuk
baja yang langsing juga akan dihilangkan karena baja ada pada beton sehingga tidak akan
mengalami tekuk. Oleh karena itu, kombinasi dari kedua material ini menghasilkan sifat-sifat
yang lebih baik dibandingkan sifat masing-masing bahan jika berdiri sendiri. Perencanaan
struktur pada sebuah struktur sederhana seperti Gedung Dosen Terpadu UIN SUSKA RIAU
harus memenuhi beberapa aspek agar penggunaan struktur ini dapat berjalan sebagai mana
mestinya. Perencanaan suatu struktur sederhana meliputi perencanaan kolom, pelat, dan balok.
Semua komponen struktur haruslah memenuhi kaidah-kaidah yang berlaku yang berasal dari
sains, hasil penelitian, maupun standar yang berlaku untuk memenuhi nilai kekuatan,
keamanan, dan kenyamanan bagi penggunanya.

1
1.2 Rumusan Masalah

a) Bagaimana mendesain tulangan untuk suatu struktur Gedung Dosen Terpadu UIN SUSKA
RIAU ?

b) Bagaimana menentukan kemampuan layan suatu struktur Gedung Dosen Terpadu UIN
SUSKA RIAU ?

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan laporan kali ini adalah:

a) Mendesain tulangan dari suatu struktur Gedung Dosen Terpadu UIN SUSKA RIAU yang
memenuhi standar SNI.

b) Menentukan kemampuan layan suatu struktur Gedung Dosen Terpadu UIN SUSKA RIAU.

2
BAB II

KRITERIA DESAIN
2.1 Proses Desain

Proses desain meliputi desain balok, pelat, dan kolom pada struktur Gedung Dosen Terpadu UIN
SUSKA RIAU ini dimulai dengan menghitung preliminary design untuk ketiga komponen struktur
tersebut sehingga mendapatkan dimensi yang sesuai. Setelah mendapatkan dimensi yang sesuai,
dilakukan pemodelan struktur, pembebanan, dan analisis gaya dengan menggunakan bantuan
software ETABS. Dalam pemodelan, perlu didefinisikan elemen struktur seperti penampang,
material, dan pembebanan. Langkah selanjutnya adalah analisis gaya-gaya dan pendesainan
tulangan sesuai dengan SNI sehingga struktur dapat menahan pengaruh beban terfaktor yang
bekerja. Langkah terakhir adalah menggambarkan desain penulangan ketiga komponen struktur
tersebut dengan menggunakan software AutoCAD.

2.2 Peraturan Acuan

Perencanaan suatu struktur harus memenuhi standar nasional yang diatur dalam SNI-2847-2013
mengenai persyaratan beton struktural untuk bangunan gedung, meliputi balok, kolom, dan
peraturan mengenai tulangan, spasi tulangan, dll. Selain itu, peraturan yang perlu dipenuhi yaitu
SNI- 1727-2013 mengenai beban untuk perencanaan perencanaan bengunan atau struktur lain.

2.2.1 Balok dan Pelat

Pelat merupakan komponen struktural yang langsung dikenai beban di atasnya. Balok merupakan
komponen struktural yang menyalurkan beban dari pelat menuju ke kolom. SNI- 2847-2013
mengatur mengenai tinggi minimum balok dan pelat yang diizinkan (jika tidak dilakukan control
terhadap lendutan). Dimensi ini digunakan untuk preliminary design pada balok dan pelat.
Berdasarkan pasal 9.5 SNI-2847-2013, dimensi balok dan pelat diatur seperti pada tabel di bawah
ini.

3
Tabel 2.1 Peraturan Dimensi Balok dan Pelat

Untuk laporan kali ini, untuk kemudahan, dimensi tinggi balok ditentukan dengan menggunakan
L/12
persamaan h = dengan L adalah panjang bentang balok. Untuk lebar balok, digunakan
h
persamaan 𝑏 = . Kedua dimensi tersebut dibulatkan ke atas dengan kelipatan 50 mm agar mudah
2
dalam pembuatan dan pengerjaan di lapangan.

2.2.2 Kolom

Kolom merupakan komponen struktural yang menyalurkan beban dari balok ke pondasi bawah.
Kolom menerima beban aksial tekan dan torsi akibat dari beban di atasnya dan beban pada balok
dan pelat. Momen torsi yang disalurkan dapat berupa momen uniaksial (1 sumbu) ataupun biaksial
(2 sumbu).

Desain kolom dirancang sedemikian rupa sehingga pengaruh tekuk tidak dominan sehingga
keruntuhan pada kolom terjadi bukan akibat dari tekuk, melainkan terjadi akibat beban luar yang
bekerja saja. Berdasarkan pasal 10.10.1 SNI-2847-2013, dimensi kolom agar tidak terjadi pengaruh
tekuk harus memenuhi persamaan berikut

𝑘𝑙
≤ 22 𝜆

Dengan k: rasio kelangsingan

l: panjang batang

𝐼
: Radius of gyration = √ Dalam referensi lain, persamaan kolom agar tidak tekuk adalah sebagai
𝐴

4
𝑘𝑙
berikut ≤ 36 𝜆

Karena dianggap persamaan pada SNI terlalu konservatif.

Pada laporan kali ini, persamaan yang digunakan adalah persamaan yang kedua.

2.2.3 Kombinasi Beban

Dalam perencanaan struktur, beban harus dikombinasikan dengan faktor-faktor tertentu sehingga
mendapatkan envelope dari keseluruhan beban yang menghasilkan beban ultimate sebagai dasar
perencanaan. Kombinasi beban terfaktor diatur dalam SNI-1727-2013 pasal 2.3.2 yaitu sebagai
berikut.

a) 1.4D

b) D + 1.6 L + 0.5 (Lr atau S atau R)

c) D + 1.6 (Lr atau S atau R) + (L atau 0.5 W)

d) 1,2D+1,0W+L+0,5(LratauSatauR)

e) 1,2D+1,0E+L+0,2S

f) 0,9D+1,0W

g) 0,9D+1,0E

Dengan

D: dead load (beban mati) E: beban gempa L: live load (beban hidup) Lr: beban hidup atap

S: beban salju R: beban hujan W: beban angin

2.2.4 Asumsi DesainDesain pada komponen struktur didasarkan pada asumsi yang diatur pula dalam
SNI-2847- 2013. Asumsi yang digunakan antara lain.

a) Regangan maksimum yang dapat dimanfaatkan pada serat tekan beton terluar adalah 0.003

b) Tegangan tulangan 𝜎𝑠 = 𝐸𝑠 × 𝜀𝑠 ≤ 400 𝑀𝑃𝑎

c) Distribusi tegangan beton dianggap berbentuk persegi ekivalen

5
d) Untuk fc’<28 MPa, 1 diambil sebesar 0.85. Untuk fc’>28 MPa, 1 direduksi sebesar 0.05 untuk
setiap kelebihan kekuatan sebesar 7 MPa. Tetapi nilai 1 tidak boleh lebih dari 0.65.

2.2.5 Beban Lentur dan Aksial SNI-2847-2013 mengatur mengenai beban lentur dan beban aksial
pada komponen struktur pada pasal 10. Secara umum, peraturan mengenai beban lentur dan aksial
adalah sebagai berikut.

a) Desain beban aksial ØPn dari komponen struktur tekan tidak boleh melebihi ØPn max yang

dihitung dengan persamaan ∅𝑃𝑛𝑚𝑎𝑥 = 0.85 ∅[0.85𝑓𝑐 (𝐴𝑔 − 𝐴𝑠) + 𝑓𝑦𝐴𝑠] untuk komponen

struktur dengan tulangan spiral, dan ∅𝑃𝑛𝑚𝑎𝑥 = 0.80 ∅[0.85𝑓𝑐 (𝐴𝑔 − 𝐴𝑠) + 𝑓𝑦𝐴𝑠] untuk
komponen struktur dengan tulangan pengikat

0.25 √𝑓𝑐′
b) Luas tulangan minimum pada komponen struktur lentur: 𝐴𝑠𝑚𝑖𝑛 = 𝑏𝑤 𝑑 tapi tidak
1.4
lebih kecil dari 𝑏𝑤 𝑑 𝑓𝑦 𝑓𝑦

0.85 𝑓𝑐 𝛽1 0.003
Luas tulangan maksimum pada komponen struktur lentur: 𝐴𝑠𝑚𝑎𝑥 = 𝜌𝑚𝑎𝑥 𝑏 𝑑 = ′
dengan smax = 0.004

2.2.6 Beban Geser

SNI-2847-2013 mengatur mengenai beban geser pada komponen struktur pada pasal 11. Secara
umum, peraturan mengenai beban lentur dan aksial adalah sebagai berikut.

 Desain penampang yang dikenai geser harus didasarkan pada ∅𝑉𝑛 ≥ 𝑉𝑢 dimana Vu adalah gaya
geser terfaktor pada penampang dan Vn adalah kekuatan geser nominal yang dihitung dengan
persamaan 𝑉𝑛 = 𝑉𝑠 + 𝑉𝑐 dengan Vc adalah gaya geser yang disediakan oleh beton dan Vs
adalah gaya geser yang disediakan oleh tulangan sengkang.

Batasan Spasi antar tulangan Batasan spasi antar tulangan yang diatur dalam SNI antara lain.

 Jarak bersih antara tulangan sejajar dalam lapis yang sama, tidak boleh kurang dari d b
ataupun 25 mm.

 Bila tulangan sejajar tersebut diletakkan dalam dua lapis atau lebih, tulangan pada lapis atas
harus diletakkan tepat di atas tulangan di bawahnya dengan spasi bersih antar lapisan tidak
boleh kurang dari 25 mm.

 Pada komponen struktur tekan yang diberi tulangan spiral atau sengkang pengikat, jarak
bersih antar tulangan longitudinal tidak boleh kurang dari 1,5d b ataupun 40 mm.

 Pembatasan jarak bersih antar batang tulangan ini juga berlaku untuk jarak bersih antara
6
suatu sambungan lewatan dengan sambungan lewatan lainnya atau dengan batang tulangan
yang berdekatan.

 Pada dinding dan pelat lantai yang bukan berupa konstruksi pelat rusuk, tulangan lentur
utama harus berjarak tidak lebih dari tiga kali tebal dinding atau pelat lantai, ataupun 500
mm.

 Bundel tulangan :

 Kumpulan dari tulangan sejajar yang diikat dalam satu bundel sehingga bekerja dalam satu
kesatuan tidak boleh terdiri lebih dari empat tulangan per bundel.

 Bundel tulangan harus dilingkupi oleh sengkang atau sengkang pengikat.

 Pada balok, tulangan yang lebih besar dari D-36 tidak boleh dibundel o

 Masing-masing batang tulangan yang terdapat dalam satu bundel tulangan yang berakhir
dalam bentang komponen struktur lentur harus diakhiri pada titik yang berlainan, paling
sedikit dengan jarak 40db secara berselang

 Jika pembatasan jarak dan selimut beton minumum didasarkan pada diameter

tulangan db maka satu unit bundel tulangan harus diperhitungkan sebagai tulangan tunggal dengan
diameter yang didapat dariluas ekuivalen penampang gabungan.

2.2.8 Kuat rencana

Kuat rencana suatu komponen struktur, sambungannya dengan komponen struktur lain, dan
penampangnya, sehubungan dengan perilaku lentur, beban normal, geser, dan torsi, harus diambil
sebagai hasil kali kuat nominal, yang dihitung berdasarkan ketentuan dan asumsi dari tata cara ini,
dengan suatu faktor reduksi kekuatan ø.

Faktor reduksi kekuatan ø ditentukan sebagai berikut :

 Lentur, tanpa beban aksial. ø = 0,80

 Beban aksial, dan beban aksial dengan lentur. (untuk beban aksial dengan lentur, kedua nilai
kuat norminal dari beban aksial dan momen harus dikalikan dengan nilai ø tunggal yang
sesuai

 Geser dan torsi

 Faktor reduksi untuk geser pada komponen struktur penahan gempa yang kuat geser

7
nominalnya lebih kecil dari pada gaya geser yang timbul sehubungan dengan
pengembangan kuat lentur nominalnya. ø = 0,55

 Faktor reduksi untuk geser pada diafragma tidak boleh melebihi faktor reduksi
minimum untuk geser yang digunakan pada komponen vertikal dari sistem pemikul
beban lateral.

 Geser pada hubungan balok-kolom dan pada balok perangkai yang diberi tulangan
diagonal. ø = 0,80

 Tumpuan pada beton kecuali untuk daerah pengakuran pasca tarik. Ø = 0,65 o
Daerah pengakuran pasca tarik. ø = 0,85

 o Penampang lentur tanpa beban aksial pada komponen struktur pratarik dimana
panjang penanaman strand-nya kurang dari panjang penyaluran yang ditetapkan. =
0,75

2.2.9 Lendutan/Defleksi

Lendutan/ defleksi ditentukan untuk menentukan apakah suatu struktur tersebut memenuhi
kemampuan layan suatu struktur. Lendutan pada struktur diatur dalam SNI-2847-2013 pada pasal
9.5 yang ditampilkan dalam tabel berikut.

Tabel 2.2 Lendutan izin maksimum yang dihitung

8
BAB III

PEMODELAN DAN PEMBEBANAN STRUKTUR

3.1 Hasil Preliminary Design

Sebelum menghitung preliminary design, perlu diketahui dahulu gambaran umum dari struktur.
Untuk gambaran umum pada struktur Gedung Dosen Terpadu UIN SUSKA RIAU yang dibuat
dijelaskan sebagai berikut.

 Bentang arah Y: 8500 mm

 Bentang arah X: 3⁄4 x 8500 = 6375 mm

 Lantai dasar ke lantai 1: 4 m

 Lantai 1 ke lantai 2: 3.5 m

 Panjang overstake: 1,2 m

Untuk spesifikasi material yang digunakan ialah sebagai berikut.

 fc’ balok dan pelat: 30 MPa.

 fc’ kolom: 40 MPa

 Modulus elastisitas (Ec) beton balok dan pelat: 4700√𝑓𝑐′ = 4700√30 = 25742.96

 Modulus elastisitas (Ec) beton kolom: 4700√𝑓𝑐′ = 4700√40 = 29725.41

  fy baja: 400 MPa

 Es: 200000

Setelah itu dihitung preliminary design pada struktur untuk mendesain awal ukuran balok, pelat, dan
kolom pada suatu system bangunan.

9
a. Preliminary Design Balok panjang (arah Y)

Panjang bentang dari balok telah ditentukan sebelumnya yaitu 8500 mm. Sesuai dengan
𝐿
aturan yang berlaku, tinggi balok ini mengikuti rumus h = dan dibulatkan ke atas dengan
kelipatan 50 12 mm. Dari panjang bentang 8500 mm, didapatkan tinggi balok yaitu 750 mm.
h
setelah ditentukan tinggi balok, ditentukan lebar balok. Lebar balok mengikuti aturan 𝑏 =
2
dengan pembulatan ke atas dengan kelipatan 50 mm. didapatkan lebar balok yaitu 400 mm.

b. Preliminary Design Balok pendek (arah X)

Panjang bentang dari balok telah ditentukan sebelumnya yaitu 3⁄4 dari panjang bentang
panjang. Panjang balok pendek didapatkan yaitu 6375 mm. Sesuai dengan aturan yang
𝐿
berlaku, tinggi balok ini mengikuti rumus h = dan dibulatkan ke atas dengan kelipatan 50
mm. Dari panjang bentang 12 6375 mm, didapatkan tinggi balok yaitu 550 mm. setelah
h
ditentukan tinggi balok, ditentukan lebar balok. Lebar balok mengikuti aturan 𝑏 = dan
2
dibulatan ke atas dengan kelipatan 50 mm didapatkan lebar balok yaitu 300 mm.

c. Preliminary Pelat

Ukuran pelat sudah ditentukan sebelumnya yaitu memiliki tinggi 150 mm.

d. Preliminary Kolom

Untuk desain kolom, ditentukan dahulu tributary area untuk setiap kolom dan dicari kolom
yang paling kritis untuk bagian interior dan eksterior. Untuk kolom interior, tributary areanya
adalah

10
Gambar 3.1 Tributary Area kolom interior

Sedangkan untuk kolom eksterior, tributary area yang paling kritis adalah sebagai berikut:

Gambar 3.2 Tributary Area kolom eksterior

Setelah ditentukan tributary area untuk kolom interior dan eksterior, maka ditentukan beban yang
bekerja akibat beban sendiri dari pelat, balok, dan kolom yang nantinya akan dipikul oleh kolom di
bawahnya. Kolom lantai 1 dan kolom lantai 2 haruslah memiliki dimensi yang sama agar mudah
dalam pengerjaan di lapangan nantinya. Oleh karena itu, jika setelah dihitung didapatkan dimensi
yang berbeda, maka kolom lantai 2 harus disamakan dengan lantai 1 dan dihitung kembali apakah
dengan ukuran tersebut masih aman dipikul oleh lantai 1.

11
Gambar 3.3 pemodelan Struktur Gedung Dosen Terpadu ( EtaB)

Preliminary Design
Data – data dan Asumsi Perencanaan
Berikut ini adalah data - data umum dan asumsi yang dipakai dalam perencanaan :

12
PERHITUNGAN STRUKTUR

1. Lokasi :KotaPekanbaru

2. Jumlah lantai : 4 Lantai

3. Tinggi total bangunan : 20 m

4. Panjang total : 45 m
bangunan
5. Lebar total bangunan : 41 m

6. Fungsi bangunan : Ruang Dosen

7. Dimensi balok :

13
PERHITUNGAN STRUKTUR

1. Lokasi : Kota Pekanbaru

2. Jumlah lantai : 4 Lantai

3. Tinggi total bangunan : 20 m

4. Panjang total bangunan : 45 m

5. Lebar total bangunan : 41 m

6. Fungsi bangunan : Ruang Dosen

7. Dimensi balok :

 B1 : 700 mm x 350 mm

 B2 : 600 mm x 300 mm

 Ba1 : 500 mm x 300 mm

 Ba2 : 500 mm x 200 mm

 Ba3 : 300 mm x 150 mm

8. Dimensi kolom :
 K1 pedential : 600 mm x 600 mm

 K1 : 600 mm x 600 mm

 K3 : 400 mm x 400 mm

 K4 : 400 mm x 400 mm

 K5 : 200 mm x 200 mm

 Kp : 150 mm x 150 m

4) Tebal Pelat Deck :

 Lantai : 130 mm

 Bondek T = 0.75

5) Mutu Beton : (K-300)

14
6) Mutu Baja (fy) : Ø ≤ 12 (BJTD 24 ) Ø >12 (BJTD 40 )

15
PEMBEBANAN STRUKTUR

A. MATERIAL STRUKTUR

Struktur gedung didesain menggunakan bahan beton bertulang dengan mutu


dan persyaratan sesuai dengan standar peraturan yang ada sebagai berikut:

Kuat beton yang disyaratkan, fc’ = 25 Mpa

Modulus elastisitas beton, Ec = 4700 √𝑓�′ = 23500 Mpa = 23500000 kN/m2


Angka poison, Ʋ = 0,2

Modulus geser, G = Ec / [ 2(1 + Ʋ)] = 8757,91 Mpa = 8757910 kN/m2

B. BAJA TULANGAN

Diameter ≤ 12 mm menggunakan baja tulangan polos BJTP 24 dengan tegangan

leleh, fy = 400 MPa

Diameter > 12 mm menggunakan baja tulangan ulir BJTD 40 dengan tegangan

leleh, Fy = 400 MPa

C. BAJA PROFIL

Mutu baja profil yang digunakan untuk struktur baja harus memenuhi syarat setara
dengan BJ 40 dengan tegangan leleh fy = 400 MPa

Bahan struktur beton yang digunakan adalah dengan spesifikasi berikut

: Mass per unit volume = 2,4

F’c (mutu kuat tekan beton) = 25 MPa

Fy (tegangan leleh tulangan utama) BJ40 = 400 MPa = 400000

KNm Fys (tegangan leleh tulangan geser/sengkang), BJ 24 =240 MPa

16
D. DETAIL ELEMEN STRUKTUR

Elemen-elemen struktur yang digunakan dalam perencanaan gedung ditunjukkan


sebagai berikut:

 Jenis struktur = beton bertulang


 Kode balok = B1 – 40x75
= B2 – 40x70
 Kolom = K1 – 60/60

E. PEMBEBANAN

Jenis beban yang bekerja pada gedung meliputi:

1. Beban mati sendiri elemen struktur ( Self Weight


) Meliputi : berat balok, kolom, shear wall, dan
plat
2. Beban mati elemen tambahan ( Superimposed Dead Load )
Meliputi : dinding, keramik, plesteran, plumbing, mechanical,

17
dll

18
3. Beban hidup ( Live Load ) : berupa beban luasan yang ditinjau berdasarkan
fungsi bangunan
4. Beban gempa ( Earthquake Load ) : ditinjau terhadap beban gempa static.

KOMBINASI PEMBEBANAN

Struktur bangunan dirancang mampu menahan beban mati, hidup dan gempa sesuai
peraturan SNI gempa 03-1726-2002 pasal 4.1.1 dimana gempa rencana ditetapkan
mempunyai periode ulang 500 tahun, sehingga probabilitas terjadinya terbatas pada
10% selama umur gedung 50 tahun. Kombinasi pembebanan yang digunakan
mengacu pada SNI beton 03-2847-2002 pasal 11.2 sebagai berikut:

Kombinasi = 1,4 D

Kombinasi = 1,2 D + 1,6 L

Kombinasi = 1,2 D + Lr ± 1

Keterangan :

D : Beban mati ( dead load ), meliputi berat sendiri gedung (self weight, SW) dan
beban mati tambahan (superimposed dead load,D)

L : Beban Hidup (live load), tergantung fungsi gedung

Lr : Beban hidup yang boleh direduksi dengan factor pengali 0,5

E : Beban Gempa (earthquake load), dintinjau terhadap gempa static (EQx,EQy),


gempa dinamik respon spectrum (RSPx,RSPy) , dan gempa dinamik time history
(THx,Thy)

rincian kombinasi Pembebanan.

19
PERHITUNGAN BEBAN MATI (dead load)

20
Beban mati yang bekerja pada plat lantai gedung ,meliputi :

Beban pasir setebal 1 cm = 0,01 x 16 = 0,16 kN/m2

Beban spesi setebal 3 cm = 0,03 x 22 = 0,66 kN/m2

Beban plafon dan penggantung = 0,2 kN/m2

Beban instalasi ME = 0,25 kN/m2

Total beban mati pada plat lantai = 1,49 kN/m2

Beban mati pada pelat atap gedung meliputi :

Berat waterproofing dengan aspal setebal 2 cm = 0,02 x 14 = 0,28

kN/m2 Beban plafon dan penggantung = 0,2 kN/m2

Beban instalasi ME = 0,25 kN/m2

Total beban mati pada plat lantai = 0,73 kN/m2

Beban mati tambahan = baja ringan + atap = 0.089 + 0.015 KN/m

Beban mati pada balok meliputi beban dinding pasangan ½ batu = 4 x 2,5 = 10

kN/m2 PERHITUNGAN BEBAN HIDUP (Live load)

21
Besar nya beban hidup lantai bangunan menurut tata cara perencanaan pembebanan untuk
bangunan hotel adalah 2.5 kN/m2 , dan beban yang bekerja pada lantai atap sebesar = 1 Kn/m2.

Waktu Getar Alami (T)

Berdasarkan UBC ( Uniform Building Code ) 1997 1630.2.2, estimasi atau perkiraan waktu getar
alami gedung dengan beton dapat dihitung dengan rumus:

T = 0,0731 x H0,75

= 0,0731 x 200,75 = 0,691 detik

Pada ETABS didapat waktu getar struktur mode 1 (T1) pada arah X adalah
sebesar 0.5985 detik, berarti struktur gedung kemungkinan akan mengalami gerakan setiap
0.5985 detik.

Pada ETABS didapat waktu getar struktur mode 2 (T2) pada arah Y adalah
sebesar 0.5566 detik, berarti struktur gedung kemungkinan akan mengalami gerakan setiap
0.5566 detik.

Dalam SNI gempa pasal 5.6 disebutkan bahwa waktu getar alami fundamental
harus dibatasi untuk mencegah penggunaan struktur gedung yang terlalu fleksibel dengan
persyaratan T1< ζ n, dimana n adalah jumlah lantai dan koofisien ζ tergantung dari zona gempa
yang terdapat pada table koofisien ζ yang membatasi waktu getar alami fundamental struktur
gedung terhadap wilayah gempa. Wilayah gempa untuk kota Pekanbaru terdapat pada
wilayah gempa 3 dengan koofisien ζ = 0,18.

22
Lokasi gedung berada pada zona 3, maka ζ = 0,18

23
Maka T1 < ζ x n

0.5383 < 0,18 x 5

0.5383 < 0.9 ---OK, waktu getar struktur gedung memenuhi persyaratan.

Gedung mempunyai kekakuan yang cukup.

Menentukan faktor keutamaan (I) dan faktor jenis struktur (K)


(dari tabel), gedung-gedung lain, I = 1.0
Portal dengan daktalitas penuh, K = 1.0

Perhitungan beban gempa nominal (V)

24
Beban gempa nominal static ekivalen yang terjadi di tingkat dasar dapat dihitung
berdasarkan zona gempa, fakktor reduksi untuk jenis struktur yang digunakan, fungsi gedung
dan berat total gedung dengan persamaan :
𝑋𝐼
�= .�

Dimana 𝑅𝑡
:
C = Nilai factor respon gempa yang ditentukan berdasarkan wilayah gempa,
kondisi tanah dan waktu getar alami (T)
I = Faktor keutamaan gedung (berdasarkan SNI Gempa 1726-2002 pasal
4.1.2) R = Faktor reduksi gempa (berdasarkan SNI Gempa 1726-2002 pasal
4.3.3)
Wt = Berat total gedung termasuk beban hidup yang sesuai (direduksi).

Nilai factor respon gempa berdasarkan wilayah gempa dan jenis tanah ditentukan sebagai
berikut Kategori tanah sedang, maka C = 0,33/T

Karena waktu getar struktur arah X dan Y berbeda maka nilai factor respon gempa juga
berbeda. Nilai spectrum gempa rencana dihitung sebagai berikut :
Gempa static arah X ( mode 1) , T1 = 0.5985 detik ---C1 = 0,33/0.5985 =
0.5513 Gempa static arah Y ( mode 2) , T2 = 0.5566 detik ---C2 = 0,33/0.5566
= 0.5928 Beban geser nominal untuk perhitungan gempa static dapat dihitung
sebagai berikut :
25
Karena struktur gedungdidesain dengan daktilitas penuh, diambil factor daktilitas = 5,3

maka R = 8,5.

26
Besarnya koefisien gaya geser gempa untuk arah X dan Y dapat dihitung sebagai berikut :

 Koefisien gaya geser dasar gempa arah X = C1 x I/R = 0,5513 x 1/8,5 = 0.0648
 Koefisien gaya geser dasar gempa arah Y = C1 x I/R = 0,5928 x 1/8,5 = 0.0697

Eksentrisitas Rencana (ed)


SNI Gempa 1726- 2002 pasal 5.4.3 menyebutkan bahwa : Antara pusat massa dan pusat
rotasi lantai tingkat harus ditinjau suatu eksentrisitas rencana e d. Apabila ukuran
horisontal terbesar denah struktur gedung pada lantai tingkat itu, diukur tegak lurus pada
arah pembebanan gempa dinyatakan dengan ‘b’, maka eksentrisitas rencana ed harus
ditentukan sebagai berikut :
untuk 0 < e ≤ 0,3 b , maka ed = 1,5 e + 0,05 atau ed = e – 0,05 b
Nilai dari keduanya dipilih yang pengaruhnya paling menentukan untuk unsur atau
subsistem struktur gedung yang ditinjau, dimana eksentrisitas (e) adalah
pengurangan antara pusat massa dengan pusat rotasi.

Besarnya eksentrisitas rencana (ed) tiap lantai dihitung pada Tabel berikut
: Tabel 8.10. Perhitungan Eksentrisitas Rencana (ed) Tiap Lantai

27
Analisis Gempa Dinamik Respons
Spektrum
Analisis beban gempa dinamik respons spektrum ditentukan oleh percepatan gempa rencana
dan massa total struktur. Dalam analisis struktur terhadap beban gempa, massa bangunan
sangat menentukan besarnya gaya inersia akibat gempa. Maka massa tambahan yang diinput
pada ETABS meliput i massa akibat beban mat i tambahan dan beban hidup yang direduksi
dengan faktor reduksi 0,3 (sesuai fungsi gedung).
Massa akibat berat sendiri (self weight) elemen struktur sudah dihitung secara otomatis

oleh program. Jadi hanya perlu input massa tambahan (berupa plesteran, dinding, keramik, dll)
Respons Spektrum Gempa Rencana
Dalam analisis beban gempa dinamik, respons spektrum disusun berdasarkan respons
terhadap
percepatan tanah (ground acceleration) hasil rekaman gempa. Desain spectrum merupakan
representasi gerakan tanah (ground motion) akibat getaran gempa yang pernah terjadi pada
suatu lokasi. Hal- hal yang dipertimbangkan adalah zona gempa dan jenis tanah. Desain kurva
respons spektrum untuk zona gempa 3 dengan kondisi tanah sedang adalah sebagai berikut :

28
a. Redaman struktur beton (damping) =
0,05
Merupakan perbandingan redaman struktur beton dengan redaman kritis =
0,05.

29
b. Modal Combination :
▪ CQC (Complete Quadratic Combination)
Penjumlahan respons ragam getar untuk struktur gedung tidak beraturan
yang memiliki waktu- waktu getar alami yang berdekatan, apabila selisih
nilai waktu gerarnya kurang dari 15%.
▪ SRSS (Square Root of the Sum of Squares)
Untuk struktur gedung tidak beraturan yang memiliki waktu getar alami
yang berjauhan.

c. Input Response Spectra


Faktor keutamaan (I) = 1 (untuk gedung perkantoran)
Faktor reduksi gempa (R) = 8,5 (untuk daktalitas
penuh)
Faktor skala gempa arah X = (G x I)/ R = 9,81 x 1/ 8,5 =
1,15 Faktor skala gempa arah Y = 30% x Gempa arah X =
0,346

Analisis Gempa Dinamik Time History


Berdasarkan SNI Gempa 03-1726-2002 Pasal 7.3.1. Perhitungan respons dinamik struktur
gedung terhadap pengaruh gempa rencana, dapat dilakukan dengan metode analisis dinamik 3
dimensi berupa analisis respons dinamik linier dan non linier time history (riwayat waktu)
dengan suatu akselerogram gempa yang diangkakan sebagai gerakan tanah masukan.
Percepatan muka tanah asli dari gempa masukan harus diskalakan ke taraf pembebanan gempa
nominal

tersebut, sehingga nilai percepatan puncak A = = Ao x I


R
Dimana :
A = percepatan puncak gempa rencana pada taraf pembebanan nominal sebagai
gempa masukan untuk analisis respons dinamik linier riwayat waktu
struktur gedung.
Ao = percepatan puncak muka tanah akibat pengaruh gempa rencana
30
berdasarkan wilayah gempa dan jenis tanah tempat struktur gedung
I = faktor keutamaan gedung ( I =1, untuk gedung perkantoran).
R = faktor reduksi gempa berdasarkan SNI Gempa 03-1726-2002 Pasal 4.3.6

31
Besarnya nilai percepatan puncak muka tanah akibat pengaruh gempa rencana
(Ao) ditunjukkan pada Tabel berikut.

Maka besarnya nilai A = Ao x I = 0.23*1/0.85 = 0.027 g

R
Nilai percepatan puncaknya gempa El Centro sebesar 0,3194 g
Agar percepatan akselerogram tersebut sesuai target, maka diperlukan faktor pengali
sebagai berikut :
▪ Faktor skala = (0,027 / 0,3194) x 9,81 = 0,8289.
Dengan 30% arah tegak lurusnya = 0,03 x 0,8289 = 0,284.
Berdasarkan Gambar 8.48, waktu rekaman total gempa El Centro adalah 11,988 detik
dengan interval waktu rata- rata (Output Time Step Size) 0,05 detik. Maka besarnya
Number of Output Time Steps adalah waktu total dibagi interval waktu rata- rata = 11,988 /
0,05
→ 240
Nilai tersebut untuk arah X dan Y dengan redaman struktur beton (damping) sebesar 5%
sesuai SNI Gempa 03-1726- 2002 Pasal 7.2.3.

Peraturan yang Digunakan


Peraturan yang digunakan adalah SNI Struktur Beton untuk Gedung 03-2847-2002
yang mengadopsi peraturan ACI 318-99. Perbedaan yang harus disesuaikan adalah faktor
reduksi untuk SNI Beton Indonesia. Perbedaan faktor reduksi tersebut karena masih
lemahnya tingkat pengawasan kerja dan mutu untuk proyek konstruksi di Indonesia.
32
Faktor reduksi berdasarkan SNI Beton 03-2847-2002 Pasal 11.3 adalah sebagai berikut.
▪ Reduksi lentur (bending) = 0,8
▪ Reduksi geser (shear) = 0,75

Efektivitas Penampang
Pada struktur beton pengaruh keretakan beton harus diperhitungkan terhadap
kekakuannya. Maka, momen inersia penampang unsur struktur dapat ditentukan
sebesar momen inersia penampang utuh dikalikan dengan persentase efektifitas
penampang berdasarkan SNI Beton 03-2847-2002 Pasal 12.11 sebagai berikut.
▪ Balok = 0,35 Ig Dinding struktural = 0,35 Ig
▪ Kolom = 0,70 Ig

33
BAB IV

KEBUTUHAN STRUKTUR GEDUNG DOSEN TERPADU UIN SUSKA RIAU

Lingkup kegiatan pekerjaan strurktur Gedung Dosen Terpadu UIN Suska Riau meliputi :

A. Rencana Pondasi bawah


Pondasi Struktur bawah gedung direncanakan menggunakan struktur jaringan rusuk
beton pasak vertikal. Dimana lingkup pekerjaan pondasi ini mencakup pekerjaan
bowplank, penimbunan bawah lantai, dan pengadaan pasak vertikal.
Pondasi rusuk beton pasak vertikal ini dilaksanakan oleh perusahaan pemegang hak
paten sebagai subcon.
Segala hal yang terkait dalam pelaksanaan pekerjaan struktur pondasi jaringan rusuk
beton pasak vertikal menjadi tanggung jawab pemegang hak paten. Pekerjaan
pondasi harus mengikuti modul bentuk yang telah dibuat oleh konsultan perencanaan.

Gambar. 4.1Denah pondasi

34
Gambar. 4.2 detail pondasi 1

Gambar. 4.3 detail pondasi 2

35
Gambar. 4.4 detail pondasi 3

Gambar. 4.5 detail pondasi 4

36
Gambar. 4.6rencana sloof

37
B. Rencana Kolom

Kolom direncanakan dengan kualitas mutu beton K300. Dimensi kolom dapat dilihat
pada tabel pembesian kolom

38
Gambar. 4.7 detail Pembesian Kolom

39
C. Rencana Balok

Rencana Balok direncanakan dengan kualitas mutu beton K250. Balok terdiri dari
bermacam tipe diseuaikan dengan kebutuhan struktur. Untuk Dimensi balok dan
pembesian dapat dilihat pada tabel detail balok.

Gambar. 4.8 Detail balok Lantai

40
D. Rencana Plat Lantai

Plat Lantai menggunakan bekisting dari plat bondek dengan ketebalan 7,2 mm,
dengan pembesian menggunakan besi wiremesh M10. Untuk plat dasar ketebalan
lantai beton 10 cm, sedangkan untuk lantai struktur lt. 1, lt.2, dan lt.3 memiliki
ketebalan 12 cm. untuk atap dak beton dibuat dengan ketebalan 10 cm.

Gambar. 4.9 Rencana Plat Lantai /steel dek lt.2

41
Gambar. 4.10 Rencana Plat Lantai /steel dek lt.3

Gambar. 4.11 Rencana Plat Lantai /steel dek lt.4

42
Gambar. 4.12 Rencana Plat Lantai /steel dek roofplan

43
Gambar. 4.13 Rencana besi Wiremesh M10 Elev. ±0.000

Gambar. 4.14 Rencana besi Wiremesh M10 Elev. ±5.000


44
Gambar. 4.15 Rencana besi Wiremesh M10 Elev. ±10.000

Gambar. 4.16 Rencana besi Wiremesh M10 Elev. ±15.000


45
Gambar. 4.17 Rencana besi Wiremesh M10 Elev. ±20.000

Gambar. 4.18 Detail Plat Lantai

46
E. Rencana Tangga Beton

Rencana tangga beton terdiri dari tiga titik tangga. Untuk bekisting tangga
menggunakan triplek 9mm dengan pembesian konvensional. Tangga beton
menggunakan mutu beton k250

Gambar. 4.19 Detail Tangga Darurat

47
Gambar. 4.20 Detail Tangga Depan

BAB V
PENUTUP

Pekerjaan struktur menjadi kunci terhadap suatu bangunan apakah aman ditempati/

48
difungsikan ataukah tidak. Dalam perhitungan struktur khususnya bangunan bertingkat maka
perhitungan harus dibuat dengan matang, agar tidak terjadi kesalahan dalam pembuatan
dimensi dan penulangan elemen struktur, seperti kolom dan balok. Perhitungan struktur
harus dilakukan oleh tenaga ahli yang benar- benar menguasai bidang perhitungan struktur
beton.
Demikianlah laporan struktur ini kami buat, semoga dapat bermanfaat dan bangunan yang
direncanakan dapat segera terlaksana dengan baik, aman dan lancar.

49
50

Anda mungkin juga menyukai