Bab Ii Tinjauan Pustaka: Assosiation of America, 2009)
Bab Ii Tinjauan Pustaka: Assosiation of America, 2009)
TINJAUAN PUSTAKA
Cedera kepala adalah kerusakan otak yang disebabkan oleh benturan fisik
kemampuan kognitif serta fisik, baik sementara atau permanen (Brain Injury
peningkatan insiden cedera otak, terutama pada usia produktif karena dampak dari
kecelakaan lalu lintas yang terjadi. Hal ini membuat cedera kepala menjadi salah
Pada tahun 2010, berdasarkan data Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) di Amerika Serikat menyatakan bahwa 2,5 juta orang masuk ke
Unit Gawat Darurat (UGD) karena cedera kepala, 87 persen mendapatkan terapi
hanya di UGD, 11 persen rawat inap dan 2 persen meninggal (CDC, 2014).
Angka kejadian cedera otak tertinggi adalah pada kelompok usia dewasa
muda yang berusia 15-24 tahun, dimana kejadian pada laki-laki 58% lebih banyak
7
8
Cedera kepala dibagi menjadi cedera primer dan sekunder. Cedera primer
adalah cedera yang disebabkan oleh kekuatan dari luar yang mempengaruhi
akselerasi dan deselerasi cepat, gelombang ledak atau trauma langsung yang
menembus tempurung kepala. Fokal lesi yang dihasilkan seperti kontusio, laserasi
Sedangkan pada cedera difus menyebabkan edema otak dan cedera axonal. Cedera
difus kurang terlihat pada gambaran neuroimaging, namun akan tampak jelas
adalah kerusakan axonal yang luas pada otak, akibat dari trauma, hypoxia,
biokimiawi yang kompleks terjadi dalam beberapa menit sampai beberapa hari
EDH dengan insiden 2,7 hingga 4 persen dari seluruh pasien cedera kepala
dan 22 hingga 56 persen dalam keadaan koma saat masuk ke unit gawat darurat.
Terbanyak karena kecelakaan lalu lintas 53 persen dan akibat terjatuh 30 persen.
Sering terjadi pada usia 20 hingga 30 tahun dan jarang di usia tua lebih dari 60
tahun dan anak kurang dari 2 tahun, perbandingan laki dan perempuan adalah 4
sedangkan pada EDH oleh trauma langsung pada kepala yang menyebabkan
10
fraktur tulang kalvarium, rupturnya arteri dan vena meningeal media, vena diploik
hematoma di ruang potensial antara tabula interna tulang kalvarium dan duramater
EDH yang disebabkan oleh ruptur arteri meningeal dan sinus dura cepat
tinggi. Arteri meningeal media penyebab terbanyak, dari 102 pasien anak dan 387
volume massa otak, cairan cerebrospinal dan darah yang mensuplai otak pada
ruang intrakranial. Berdasarkan teori Monroe-Kelly, bila salah satu dari ketiga
dengan cedera kepala berat dan 5 hingga 10 persen cedera kepala sedang. Iskemik
otak sering disebabkan oleh cedera primer, dan dapat menyebar atau lebih sering
gejala defisit neurologis yang muncul, terkait dengan jarak EDH dengan jaras
motorik batang otak. EDH dibagian frontal atau subfrontal akan lambat
yang cukup besar pada daerah temporal akan mendesak unkus dan girus
hipokampus kearah garis tengah dan tepi bebas tentorium dan akan menyebabkan
penurunan GCS, adanya lucid interval selama beberapa jam dan kemudian terjadi
telah menurunkan mortalitas pasien EDH. Penentuan lokasi dan perkiraan volume
hematoma, MLS dan fokal lesi lain dapat segera diketahui. Gambaran EDH
adalah lesi hiperdens berbentuk bikonveks (Perron, 2008). Sebagian besar (70
letak EDH sangat mempengaruhi outcome. Indikasi operasi EDH adalah massa
hematoma kira-kira 40 ml, MLS lebih dari 5 mm, ketebalan EDH lebih dari 5
tindakan operasi akan meningkatkan mortalitas pada pasien (Golden et al, 2013).
13
mengunakan Glasgow Outcome Scale (GOS). Penilaian tiga bulan pasca operasi
yang didasari oleh kapabilitas sosial pasien dikombinasikan efek mental dan
defisit neurologis. GOS dibagi lima kategori, yaitu: (Jennet et al, 2005)
tanpa asisten
4. Vegetatif persisten. Pasien hanya mampu menuruti perintah ringan saja atau
bicara sesaat
5. Meninggal dunia.
statistik dan penggunaan yang lebih praktis. Outcome favorable, terdiri dari
unfavorable, terdiri dari vegetatif persisten dan meninggal (Jennet et al, 2005).
2.3.1 Usia
Usia pada beberapa penelitian menjadi salah satu faktor risiko yang
(Hukkelhoven et al, 2003). Faktor pemberat pada pasien lansia seperti gangguan
jantung dan koagulopati, menjadi faktor risiko yang secara signifikan dapat
Penelitian pada pasien EDH berusia lebih dari 60 tahun memiliki outcome
tahun sebesar 56 persen (Jennet et al, 1981). Penelitian prospektif pada 5.600
pasien, didapatkan hasil yang buruk pada pasien berusia lebih dari 55 tahun,
dibandingkan dengan pasien yang berusia lebih muda 35 tahun. Sedangkan pada
penelitian lainnya dari hasil follow-up setelah 6 bulan, mortalitas antara pasien
yang dilakukan tindakan operasi dan tidak pada usia lebih dari 65 tahun keduanya
dan universal dalam menilai status kesadaran pasien setelah cidera otak. GCS
dapat digunakan sebagai indikator outcome pasien EDH post trepanasi evakuasi
hematoma dan berhubungan dengan lucid interval, dimana adanya periode sadar
hingga 45 persen pada cidera otak berat, 3 hingga 12 persen pada cedera kepala
sedang dan 1 dari 500 pasien pada cedera kepala ringan (Thurman and Guerrero,
1999). Pada pasien EDH 22 hingga 56 persen dalam keadaan koma saat masuk ke
unit gawat darurat dengan riwayat lucid interval sebanyak 456 (47 persen) dari
15
963 pasien (Bullock et al, 2006). Penelitian pada 115 pasien EDH didapatkan 23
pasien meninggal dengan GCS awal kurang dari 8 dan 2 pasien dengan GCS lebih
dari 8. Dan pada 9 pasien (12 persen) tanpa lucid interval meninggal dari 73
pasien dan 14 (33 persen) dari 42 pasien dengan lucid interval (Ozkan et al,
2007). Penelitian yang dilakukan pada 9 pasien EDH dengan GCS awal kurang
meninggal (Mushtaq et al, 2005). Dan pasien dengan GCS 3 hingga 5 memiliki
9 persen (Bullock et al, 2006). Pada penelitian lainnya, pasien dengan GCS 3
pasien GCS 5 hingga 6 sebanyak 52,6 persen dan 26 persen pasien dengan GCS 7
hingga 8 (Saini et al, 2012). Pada pasien cedera kepala berat komponen motorik
dari GCS memiliki predictive value yang lebih besar, karena respons mata dan
verbal biasanya absen atau lebih rendah pada pasien ini. Pasien dengan GCS
kurang atau sama dengan 5 atau komponen motorik dari GCS kurang atau sama
lebih dari 5 dan motorik lebih dari 3 (Ting et al, 2010). Outcome yang secara
Sehingga dapat dikatakan GCS merupakan alat yang dapat digunakan dalam
Pupil abnormal adalah pupil anisokor, dilatasi bilateral atau refleks yang
uncal disebabkan oleh edema otak atau lesi massa intrakranial yang menekan
diteliti karena secara tidak langsung dapat memprediksi keadaan dan outcome
abnormal dan 62 persen pasien dalam keadaan koma (Bullock et al, 2006). Pupil
operasi segera dilakukan 70 menit setelah pupil dilatasi (Cohen et al, 1996).
Sedangkan pupil anisokor kontralateral dengan fokal lesi atau pupil dilatasi
dilatasi bilateral. Didapatkan 100 persen hasil akhir yang baik pada pupil anisokor
dan 90% yang disertai hemiparese dan hanya 1 pasien yang meninggal dengan
pupil dilatasi bilateral (Bricolo and Pasut, 1984). Pasien anisokor ipsilateral
dengan hematoma sebanyak 40 pasien dan pupil dilatasi bilateral (refleks pupil
negatif) 61 pasien didapatkan outcome favorable hanya 10 pasien (25 persen) dan
berhubungan dengan outcome unfavorable (Manley et al, 2001). Selain itu salah
satu parameter kuat yang berhubungan dengan mortalitas yang tinggi adalah
tetapi juga untuk mengetahui volume EDH, mengukur MLS dan fokal lesi lain
17
yang menyertai EDH. Besarnya volume serta letak EDH secara langsung akan
menyebabkan midline shift (MLS) dan peningkatan TIK. Volume lebih dari 30 ml
kecil disertai GCS kurang dari 8, MLS lebih dari 0,5 cm dan tanda herniasi otak
(Maas et al, 2005; Sastrodiningrat, 2006; Lumenta et al, 2010). Hal ini pada
regio parietal dan frontal. Dan MLS lebih dari 1 cm sebanyak 88 pasien dengan
angka mortalitas 25 persen, serta dari 34 pasien dengan volume lebih dari 90 ml
pasien yang meninggal sebesar 4 persen (Ozkan et al, 2007). Sama dengan hasil
penelitian pada pasien dengan volume EDH kurang atau sama dengan 30 ml
memiliki hasil akhir yang baik pasca operasi dibandingkan volume lebih dari 30
volume EDH sebagai faktor yang mempengaruhi outcome pasca operasi (Tataranu
L, et al 2014).
Pasien EDH yang disertai fokal lesi lain didapatkan sebesar 30 persen dari
CT Scan kepala. Dominan kontusio dan ICH, diikuti SDH dan edema otak. Pasien
pasca operasi. Tingginya mortalitas sebesar 74 persen pasien EDH dengan SDH
18
dan GCS 3 hingga 5, sedangkan pasien EDH dengan GCS 3 hingga 5 tanpa fokal
lesi lain didapatkan angka mortalitas 36 persen dan hanya 9 persen pada GCS 6
hingga 8 (Bullock et al, 2006). Penelitian lainnya, dari 315 pasien didapatkan 33
persen pasien EDH disertai dengan fokal lesi lainnya (Lee et al, 1998).
Durasi pre-operasi adalah lama waktu dari trauma hingga tindakan operasi
Penelitian pada 19 pasien EDH pasca operasi, dua pasien dengan durasi
dengan penelitian lainnya, tindakan operasi yang dilakukan kurang dari 12 jam
(Rubiano et al, 2009). Berbeda dengan penelitian pada 200 pasien yang tindakan
operasi dilakukan kurang dari 4 jam, tidak didapatkan hubungan bermakna antara
probabilitas hidup yang baik karena pasien cedera kepala yang tidak mendapatkan
outcome unfavorable (Zauner and Muizelaar, 2004; Kim, 2010; Golden et al,
2013).