Anda di halaman 1dari 17

JURNAL PRAKTIKUM TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

“UJI STERILITAS”

Dosen Pengampu :
Dwi Nurahmanto, S.Farm., M.Sc., Apt.

Anggota Kelompok A2-3 :


Debi Listiyana (172210101068)
Adinda Kusuma P. (172210101069)
Ardyakinanti F. (172210101070)
Theodora Rayenda (172210101075)
Dini Dwi Listiarini (172210101076)
Alifa Prihatiningsih (172210101077)
Yesi Anita Rini F. (172210101078)

TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL


BAGIAN FARMASETIKA FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2020
I. Tujuan Praktikum
a. Untuk mengetahui apakah proses yang telah dilakukan berjalan dengan baik
b. Untuk menguji apakah sediaan steril yang telah dibuat memenuhi persyaratan yang
telah ditetapkan.
c. Memahami dan melakukan uji sterilitas.

II. Latar Belakang


Sediaan farmasetika terdiri dari sediaan yang bersifat steril dan non steril. Sediaan
non steril merupakan sediaan yang dalam pembuatannya tidak memerlukan proses
sterilisasi. Sebaliknya, sediaan steril adalah sediaan yang dalam pembuatannya
memerlukan proses dan tindakan sterilisasi. Syarat sediaan steril yaitu terbebas dari
mikroorganisme, tidak toksik dan memiliki tingkat kemurnian tinggi karena disuntikkan
melalui kulit atau diadministrasikan pada membran mukosa ke bagian dalam tubuh. Pada
prinsipnya ini termasuk sediaam parenteral, mata, dan irigasi (Lachman dkk., 2008).
Sediaan dikatakan steril apabila memenuhi nilai Sterility Assurance Level (SAL) dengan
probabilitas sama atau lebih baik dari 10-6 , artinya dalam satu juta sediaan yang
disterilkan hanya boleh maksimum 1 yang tidak steril. Bila proses pembuatan produk
menggunakan teknik aseptik (aseptic processing) maka SAL = 10-4 , artinya dalam
sepuluh ribu sediaan yang disterilkan hanya boleh maksimum 1 yang tidak steril (Lukas,
2006).
Uji sterilitas dilakukan terhadap produk dan bahan yang sebelumnya telah
mengalami proses pensterilan. Dalam uji sterilisasi, diperlukan adanya validasi. Hal ini
untuk menjamin bahwa proses sterilisasi dapat berjalan dengan efektif. Sampel bisa
diambil dari kemasan atau wadah akhir suatu produk, atau sebagai bagian dari tangki bulk
cairan atau dari bahan bulk lainnya (Lachman dkk., 2008). Uji sterilitas bermanfaat untuk
mengetahui validitas proses sterilisasi dan melakukan kontrol kualitas sediaan steril. Uji
ini harus direncanakan dengan baik untuk menghindari hasil positif palsu. Positif palsu
dapat terjadi karena kontaminasi lingkungan maupun kesalahan yang dilakukan oleh
personil. Lingkungan harus didesain sesuai dengan persyaratan ruang steril yang telah
ditetapkan oleh Farmakope terutama mengenai jumlah mikroorganisme maupun jumlah
partikel yang hidup di udara. Media yang digunakan untuk uji sterilitas hendaknya
dipersiapkan dengan baik dan telah teruji kemampuannya di dalam menumbuhkan
mikroorganisme yang dapat berupa jamur maupun bakteri.
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV (1995), uji sterilitas digunakan untuk
menetapkan apakah suatu bahan atau sediaan farmasi yang diharuskan steril memenuhi
syarat sesuai dengan uji sterilitas seperti yang tertera pada masing-masing monografi,
dimana untuk penggunaannya sesuai dengan prosedur pengujian sterilitas sebagai bagian
dari pengawasan mutu pabrik, seperti yang tertera dalam sterilisasi dan jaminan sterilitas
bahan. Uji sterilitas ini dapat dilakukan pada sediaan obat seperti obat tetes mata,injeksi,
infus maupun pada alat kesehatan seperti kasa steril, jarum suntik,benang bedah, dan lain-
lain (Depkes RI, 1995).

III. Teori Dasar


Uji sterilitas merupakan suatu cara pengujian untuk mengetahui suatu sediaan
atau bahan farmasi atau alat-alat kesehatan yang dipersyaratkan harus dalam keadaan
steril. Uji sterilitas dilakukan terhadap produk dan bahan yang sebelumnya telah
mengalami proses pensterilan yang telah diberlakukan. Hasilnya membuktikan bahwa
prosedur sterilisasi dapat diulang secara efektif. Tetapi umumnya disetujui bahwa kontrol
yang dilaksanakan selama proses validasi memberikan jaminan lebih efektifnya proses
sterilisasi. Uji ini dilakukan terhadap sampel yang dipilih untuk mewakili keseluruhan lot
bahan tersebut. Sampel bisa diambil dari kemasan atau wadah akhir suatu produk, atau
sebagai bagian dari tangki bulk cairan atau dari bahan bulk lainnya (Lachman dkk., 2008).
Menurut Farmakope Indonesia Edisi V (2014), uji sterilitas dapat dilakukan
dengan dua metode yaitu :
1. Metode inokulasi langsung
Metode inokulasi langsung merupakan metode uji sterilitas dengan cara
menginokulasikan sediaan farmasi yang akan diuji ke dalam media dan ditambahkan
sejumlah kecil inokulum mikroba viable (tidak lebih dari 100 koloni) ke dalam media.
Volume sediaan farmasi yang diuji tidak lebih dari 10% volume media. Metode
inokulasi langsung dapat digunakan untuk cairan, salep dan minyak yang tidak larut
dalam isopropilmiristat, zat padat, kapas murni, perban, pembalut, benang bedah dan
bahan sejenisnya, alat kesehatan steril, dan alat suntik kosong atau terisi steril.
2. Metode penyaringan membran
Metode penyaringan membran merupakan metode uji sterilitas dengan cara
menyaring sediaan farmasi yang akan diuji melalui membran dan ditambahkan
sejumlah kecil inokulum mikroba viable (tidak lebih dari 100 koloni) ke dalam
pembilas steril terakhir yang digunakan untuk membilas penyaring. Penyaring
membran yang digunakan memiliki porositas tidak lebih dari 0.45 µm yang telah
terbukti efektif menahan mikroba. Metode penyaringan membran dapat digunakan
untuk sediaan yang mudah disaring, sediaan yang berkadar alkohol tinggi, sediaan
yang mengandung minyak, sediaan yang larut dalam pelarut air atau minyak, dan
sediaan yang tidak memiliki efek antimikrobial pada kondisi pengujian.

Media berfungsi untuk menumbuhkan mikroba, isolasi, memperbanyak jumlah,


menguji sifat-sifat fisiologi dan perhitungan jumlah mikroba. Proses pembuatan media
harus disterilisasi dan menerapkan metode aseptis untuk menghindari kontaminasi pada
media. Dalam Farmakope Indonesia Edisi V (2014), disebutkan terdapat dua media yang
dapat digunakan dalam uji sterilitas sediaan yaitu media cair tioglikolat dan soybean-
casein digest medium.
Media uji memenuhi syarat jika terjadi pertumbuhan yang nyata dalam semua
wadah media yang diinokulasi dalam kurun waktu 7 hari. Uji sterilitas dinyatakan tidak
absah jika media uji menunjukkan respon pertumbuhan yang tidak memadai. Apabila
media segar tidak digunakan dalam waktu 2 hari, maka media disimpan dalam tempat
yang gelap, lebih baik pada suhu 2°C-25°C. Jika media siap pakai disimpan dalam wadah
yang tidak tertutup kedap, dapat digunakan selama tidak lebih dari 1 bulan dengan
ketentuan media uji dalam kurun waktu 7 hari sebelum penggunaan dan indikator warna
memenuhi syarat. Jika disimpan dalam wadah tertutup kedap, media dapat digunakan
selama tidak lebih dari 1 tahun dengan ketentuan fertilitas media uji setiap 3 bulan dan
indikator warna memenuhi syarat (Depkes RI, 1995).
Sebelum media digunakan untuk uji sterilitas, pada media terlebih dahulu
dilakukan uji fertilitas untuk mengetahui kemampuan media untuk menumbuhkan bakteri.
Uji fertilitas dilakukan terhadap tiap lot media siap pakai dan tiap bets dari media yang
dibuat menggunakan media kering atau dari bahannya. Uji fertilitas dilakukan dengan
cara menginokulasi sejumlah wadah tiap media secara terpisah dengan mikroba viable
dari tiap galur mikroba uji yang sesuai. Inkubasi tidak lebih dari 3 hari untuk bakteri dan
tidak lebih dari 5 hari untuk kapang. Media dapat digunakan jika terlihat pertumbuhan
mikroba yang jelas (Depkes RI, 2014).

IV. ALAT DAN BAHAN


4.1 Alat :
 Tabung reaksi
 Erlemeyer
 Pinset
 Corong kaca
 Beaker glass
 Pipet tetes
 Spuit injeksi
 Batang pengaduk
 Cawan petri
 Inkubator
 Kertas saring
 Gelas ukur

4.2 Bahan :
 Aquadest
 Alkohol 70%
 Media cair tioglikolat
 Soybean-casein digest medium

V. Metode
5.1.Metode Pembuatan Media
a. Pembuatan Media Tioglikolat Cair
 Bahan :
 L-Sistin P 0,5 g
 Natrium klorida P 2,5 g
 Glukosa P (C6H12O6.H2O) 5,5 g
 Agar P, granul (kadar air tidaklebih dari 15 %) 0,75 g
 Ekstrak ragi P (larut dalam air) 5,0 g
 Digesti pancreas kasein P 15,0 g
 Natrium tioglikolat P atau 0,5 g
 Asam tioglikolat P 0,3 mL
 Larutan natrium resazurin P (1 dalam 1000) dibuat segar 1,0 mL
 Air 1000 mL
 pH setelah sterilisasi 7,1 ± 0,2
 Cara Pembuatan :
Campur dan panaskan hingga larut. Atur pH larutan hingga setelah
sterilisasi 7,1 ± 0,2, menggunakan natrium hidroksida 1 N. Jika perlu saring
selagi panas menggunakan kertas saring. Tempatkan media dalam tabung yang
sesuai, yang memberikan perbandingan permukaan dengan kedalaman media
sedemikian rupa sehingga tidak lebih dari setengah bagian atas media yang
mengalami perubahan warna sebagai indikasi masuknya oksigen pada akhir
masa inkubasi.Sterilisasi dalam autoklaf.Jika lebih dari sepertiga bagian atas
terjadi warna merah muda, media dapat diperbaiki satu kali dengan pemanasan
di atas tangas air atau dalam uap yang mengalir bebas hingga warna merah
muda hilang. Media siap digunakan jika tidak lebih dari sepersepuluh bagian
atas media berwarna merah muda.Gunakanlah media Tioglikolat Cair untuk
inkubasi dalam kondisi aerob.
b. Pembuatan Soybean-Casein Digest Medium
 Bahan
 Digesti pankreas kasein P 17.0 g
 Digesti papaik tepung 3.0 g
 kedele Natrium klorida P 5.0 g
 Kalium fosfat dibasa P 2.5 g
 Glukosa P (C6H12O6.H2O) 2,5 g
 Air 1000 mL
 pH setelah sterilisasi 7,3 ± 0,2
 Cara Pembuatan:
Larutkan semua bahan padat dalam air, hangatkan hingga larut.
Dinginkan larutan hingga suhu kamar, dan jika perlu atur pH larutan hingga
setelah sterilisasi 7,3 ± 0,2 menggunakan natrium hidroksida 1 N. Saring jika
perlu, dan bagikan dalam tabung yang sesuai. Sterilisasi dengan uap air.
Gunakan Soybean-Casein Digest Medium untuk inkubasi dalam kondisi aerob.
(Depkes RI, 1995)
5.2.Metode Uji Sterilitas
Dalam uji sterilitas, dapat digunakan metode dengan membiakkan bakteri pada media
kemudian dihitung jumlah koloni yang terbentuk. Perhitungan koloni juga dapat
dilakukan dengan menggunakan mikroskop, penimbangan, kekeruhann
(Turbidimetri), dan cell counter. Uji sterilisasi umumnya dilakukan dengan inokulasi
dan penyaringan membran.
a. Metode Inokulasi Langsung ke Dalam Media Uji
Dipindahkan sejumlah sediaan uji ke dalam media hingga volume sediaan tidak
lebih dari 10% volume media, kecuali dinyatakan lain.

Jika sediaan uji memiliki aktifitas antimikroba, uji dilakukan setelah sediaan
dinetralisasi dengan bahan parenteral yang sesuai atau dengan mengencerkan
sediaan dalam sejumlah media yang cukup.

Jika diperlukan penggunaan sediaan dalam volume besar, lebih baik digunakan
media yang lebih pekat dan dilakukan pengenceran bertahap.

Jika sesuai, media pekat dapat ditambah

 Larutan Minyak (FI V, hal 1346)


Digunakan media yang telah ditambahkan bahan pengemulsi yang sesuai dengan
kadar seperti yang tertera pada uji kesesuaian metode, misalnya polisorbat 80P
dengan kadar 10g/L.
 Salep dan Krim (FI V, hal 1347)
Disiapkan dengan mengencerkan kurang lebih 1 dalam 10 bahan pengemulsi
yang sudah dipilih ke dalam pengencer yang sesuai, seperti Cairan A

Sediaan yang telah diencerkan dipindahkan ke dalam media yang tidak


mengandung bahan pengemulsi.

Media yang telah diinokulasi, diinkubasi selama tidak kurang dari 14 hari.
Diamati biakan beberapa kali, selama masa inkubasi.

Pada saat pengamatan, dikocok secara perlahan biakan pada sediaan yang
mengandung minyak setiap hari.

Jika digunakan Media Cair Tioglikolat untuk mendeteksi mikroba anaerob,


media tidak boleh dikocok atau dicampur perlahan dengan maksud untuk
mempertahankan kondisi anaerob.
 Zat Padat (FI V, hal 1347)
Diambil sejumlah sediaan dalam bentuk kering padat (atau sudah dibuat
suspensi dealam pengencer steril pada kemasan langsung)

Dipindahkan bahan ke dalam 200 ml Media Cair Tioglikolat , dan campur.

Dengan cara yang sama, dipindahkan bahan ke dalam 200 ml Soybean Casein
Digest Medium, dan campur. Dilakukan uji sterilitas seperti diatas.

b. Metode Teknik Penyaringan Membran


Teknik penyaringan membran digunakan untuk bahan cair yang tidak dapat
diuji dengan cara inokulasi langsung ke media uji, uji tidak kurang dari volume dan
jumlah yang terterap pada pemilihan spesimen uji dan masa inkubasi. Penyaringan
membran dengan porositas <0,45 µm terbukti efektif dalam menghambat mikroba.
Contoh, penyaring selulosa nitrat untuk larutan yang mengandung ait, minyak, dan
larutan yang mengandung alkohhol dengan kadar rendah dan penyaring selulosa
asetat untuk larutan yang mengandung alkohol dengan kadar tinggi. Penyaring
khusus yang sesuai mungkin diperlukan untuk sediaan tertentu seperti antibiotik.
Teknik pengujian dibawah ini menggunakan membran dengan diameter
<50mm. Jika digunakan penyaring dengan diameter berbeda, volume larutan
pengencer dan pembilas juga harus diseusaikan. Peralatan penyaring dan membran
disterilisasi dengan cara yang sesuai. Peralatan dirancang hingga larutan uji dapat
dimasukkan dan diaring pada kondisi aseptik, memindahkan membran ke dalam
media secara aseptik, atau dapat dilakukan inubasi setelah media dimasukkan ke
dalam alat penyaring itu sendiri.
Cairan pengencer dan pembilas untuk penyaringan membran:
 Cairan A
Dilarutkan 1 g peptic digest of animal tissue dalam air hingga 1 L. jika perlu
disaring atau sentrifus hingga jernih.

Diatur pH hingga 7,1±0,2. Dibagiakn ke dalam wadah-wadah, dan disterilisasi


menggunakan proses yang telah divalidasi.
 Cara Pembuatan Untuk Penisilin atau Sefalosporin
Jika diperlukan, tambahkan secara aseptik pada cairan A sejumlah β-laktamase
steril yang cukup untuk menginaktifkan aktifitas residu antibiotik pada
membran setelah larutan uji disaring (lihat Media Untuk Golongan Penisilin dan
Sefalosforin)
 Cairan D
Untuk setiap liter cairan A ditambahkan 1 ml polisorbat 80 P

Diatur pH hingga 7,1±0,2. Dibagiakn ke dalam wadah-wadah, dan disterilisasi


menggunakan proses yang telah divalidasi.

Gunakan cairan ini untuk bahan uji yang mengandung lesitin atau minyak, atau
untuk alat kesehatan yang beretiket lumen steril.

 Cairan K

Dilarutkan 5,0 g peptic digest of animal tissue; 3,0 g beef extract dan 10,0 g
polisorbat 80 P dalam air hingga 1 liter

Diatur pH hingga 6,9 ± 0,2. Bagikan ke dalam wadah-wadah, dan sterilisasi


menggunakan proses yang telah divalidasi

Gunakan cairan ini untuk bahan uji yang mengandung lesitin atau minyak, atau
untuk alat kesehatan yang beretiket lumen steril.
 Larutan dalam air (Farmakope Indonesia Edisi V, hal 1345)

Dipindahkan isi wadah atau beberapa wadah yang akan diuji ke dalam satu
membran atau beberapa membran, jika perlu diencerkan dengan pengencer steril
yang dipilih sesuai volume yang digunakan pada Uji Kesesuaian Metode

Disaring segera, Jika sediaan mempunyai daya antimikroba, cuci membran tidak
kurang dari tiga kali dengan cara menyaring tiap kali dengan sejumlah volume
pengencer yang digunakan pada Uji Kesesuaian Metode

Setiap pencucian tidak lebih dari 5 kali 100 ml per membran

Dipindahkan seluruh membran utuh ke dalam media atau potong menjadi dua
bagian yang sama secara aseptik dan pindahkan masing-masing bagian ke dalam
dua media yang sesuai

Digunakan volume yang sama pada tiap media seperti pada Uji Kesesuaian
Metode

Sebagai pilihan lain, pindahkan media ke dalam membran pada alat penyaring.
Inkubasi media selama tidak kurang dari 14 hari

 Zat padat yang dapat larut (Farmakope Indonesia Edisi V, hal 1345)

Dilarutkan dalam pelarut yang sesuai, air steril untuk injeksi, natrium klorida
steril, atau larutan steril yang sesuai seperti Cairan

Dilakukan uji seperti tertera pada Larutan dalam Air menggunakan penyaring
membran yang sesuai untuk pelarut yang telah dipilih
 Minyak dalam larutan minyak (Farmakope Indonesia Edisi V, hal 1345)

Gunakan untuk tiap media tidak kurang dari sejumlah sediaan. Minyak dan
larutan minyak viskositas rendah dapat disaring melalui membran kering tanpa
pengenceran

Diencerkan minyak kental dengan pengencer steril seperti isopropil miristat P


yang tidak mempunyai daya antimikroba pada kondisi pengujian

Dibiarkan minyak menembus membran dengan gaya beratnya sendiri, kemudian


saring dengan menggunakan tekanan atau penghisapan secara bertahap

Dicuci membran tidak kurang dari tiga kali dengan cara menyaring, tiap kali
dengan 100 ml larutan steril yang sesuai, seperti Cairan A yang mengandung
bahan pengemulsi

Dipindahkan membran atau beberapa membran ke dalam media seperti tertera


pada Larutan dalam Air, dan inkubasi pada suhu dan waktu yang sama

 Salep dan Krim (Farmakope Indonesia Edisi V, hal 1346)


\
Salep dengan basis lemak dan emulsi air dalam minyak diencerkan sampai 1%
dalam isopropil miristat P seperti metode diatas, jika perlu dengan pemanasan
tidak lebih dari 40ºC

Pada kasus tertentu, mungkin diperlukan pemanasan tidak lebih dari 44ºC

Disaring sesegera mungkin, dan lakukan seperti pada Minyak dan Larutan
minyak
 Zat Padat untuk Injeksi Selain Antibiotik (Farmakope Indonesia Edisi V, hal
1346)
Konstitusi bahan uji seperti tertera pada etiket dan lakukan pengujian seperti
tertera pada Larutan dalam Air atau Larutan Minyak. [Catatan Jika perlu, dapat
ditambahkan pengencer berlebih untuk membantu konstitusi dan penyaringan].
 Zat Padat Antibiotik untuk Injeksi (Farmakope Indonesia Edisi V, hal 1346)
 Produk ruahan yang dikemas < 5 gr dari 20 wadah

Dipindahkan secara aseptik masing-masing lebih kurang 300 mg zat padat ke


dalam labu Erlenmeyer steril 500 ml

Dilarutkan dalam lebih kurang 200 ml Cairan A; atau konstitusi masing-masing


dari 20 wadah, seperti tertera pada etiket dan pindahkan sejumlah larutan atau
suspensi setara dengan 300 mg zat padat ke dalam labu Erlenmeyer steril 500 ml

Dilarutkan dalam lebih kurang 200 ml Cairan A. Lakukan uji seperti tertera pada
Larutan dalam Air atau Minyak dan Larutan Minyak

 Produk ruahan yang dikemas > 5gr dari 6 wadah

Dipindahkan secara aseptik masing-masing lebih kurang 1 g zat padat ke dalam


labu Erlenmeyer steril 500 ml

Dilarutkan dalam lebih kurang 200 ml Cairan A dan campur; atau konstitusi
masingmasing dari 6 wadah seperti tertera pada etiket

Dipindahkan sejumlah larutan yang setara dengan lebih kurang 1 g zat padat ke
dalam labu Erlenmeyer steril 500 ml

Dilarutkan dalam lebih kurang 200 ml Cairan A. Lakukan uji seperti tertera pada
Larutan dalam Air

 Zat Padat Antibiotik, Ruahan dan Campuran (Farmakope Indonesia Edisi V, hal
1346)

Secara aseptik diambil secukupnya zat padat dari sejumlah wadah,campur


hingga diperoleh komposit yang setara dengan lebih kurang 6 gr zat padat

Dipindahkan ke dalam labu Erlenmeyer steril 500 ml, larutkan dalam lebih
kurang 200 ml Cairan A. Lakukan uji seperti tertera pada Larutan Air
 Sediaan Aerosol (Farmakope Indonesia Edisi V, hal 1346)

Untuk sediaan cair dalam bentuk aerosol bertekanan, dibekukan wadah dalam
campuran etanol P-es kering pada suhu minimal -20° selama lebih kurang 1 jam

Jika memungkinkan, biarkan propelan menguap sebelum wadah dibuka secara


aseptik, dan pindahkan isinya ke dalam labu pengumpul steril

Ditambahkan 100 ml Cairan D ke dalam labu pengumpul, dan campur perlahan-


lahan

Dilakukan uji seperti tertera pada Larutan dalam Air atau Minyak dan Larutan
Minyak

VI. Kriteria Penerimaan


Dilakukan uji sterilitas untuk mengetahui sediaan tersebut sudah steril apa
tidak. Uji sterilitas ada yang harus dicapai atau jumlah minimum dari setiap uji.
6.1.Berikut jumlah minimum uji sterilitas menurut FI V.
a. Jumlah yang digunakan untuk tiap media
Isi Jumlah minimum yang digunakan
perwadah (Kecuali dinyatakan lain)
Larutan
Kurang dari 1ml Seluruh isi tiap wadah
1 – 40 ml setengah isi tiap wadah, tetapi
tidak kurang dari 1 ml
Lebih dari 40 ml, tidak lebih dari 100 20 ml
ml
Lebih dari 100 ml 10% isi wadah, tetapi tidak kurang
dari 20 ml
Larutan antibiotik 1 ml
Sediaan larut dalam air lainnya atau Seluruh isi tiap wadah, sebanding
dalam isopropil Miristat dengan tidak kurang dari 200 mg
Sediaan yang tidak larut, krim,dan Gunakan isi tiap wadah yang
salep, yang tersuspensi atau teremulsi sebanding dengan tidak kurang dari
200 mg
Zat Padat
Kurang dari 50 mg Seluruh isi tiap wadah
50 mg atau lebih, tetapi kurang dari Setengah isi tiap wadah, tetapi tidak
300mg kurang dari 50 mg
300 mg – 5 g 150 mg
Lebih besar dari 5 g 500 mg
Benang bedah dan peralatan bedah 3 potongan untuk helai (panjang
lainnya untuk penggunaan dokter tiap potong 30 cm)
hewan
Pembalut/ kapas/perban (dalam 100 mg per kemasan
kemasan)
Benang bedah dan bahan sejenis yang Seluruh alat
dikemas untuk penggunaan sekali
pakai
Alat Kesehatan lainnya Seluruh alat, potong kecil kecil atau
diuraikan

b. Jumlah minimum bahan yang diuji sesuai dengan bahan dalam Bets
Jumlah Minimum wadah yang
Jumlah wadah dalam Bets diuji tiap media (Kecuali
dinyatakan lain)
Sediaan parenteral
Tidak lebih dari 100 wadah 10% atau 4 wadah, diambil yang
lebih besar
Lebih dari 100, tetapi tidak lebih dari 10 wadah
500 wadah
Lebih dari 500 wadah 2% atau 20 wadah, diambil yang
lebih
Kecil
Untuk sediaan volume besar 2% atau 10 wadah, diambil yang
lebih kecil
Zat Padat antibiotik
Produk ruahan dalam kemasan <5g 20 wadah
Produk ruahan dalam kemasan >5g 6 wadah
Produk ruahan dan campuran lihat Produk ruahan padat
Sediaan mata dan sediaan lain yang tidak disuntikkan

Tidak lebih dari 200 wadah 5% atau 2 wadah, diambil yang


lebih besar
Lebih dari 200 wadah 10 wadah
Jika sediaan dalam bentuk wadah
dosis tunggal,gunakan skema diatas
untuk sediaan parenteral
Benang bedah dan peralatan bedah 2% atau 5 kemasan, diambil yang
lainnya untuk penggunaan dokter lebih besar, sampai total maksimum
hewan 20
Kemasan
Tidak lebih dari 100 bahan 10% atau 4 bahan,diambil yang
lebih besar
Lebih dari 100, tetapi tidak lebih dari 10 bahan
500 bahan
Lebih dari 500 bahan 2% atau 20 bahan, diambil yang
lebih
Kecil
Produk ruahan padat
Sampai 4 wadah Tiap wadah
Lebih dari 4 wadah, tetapi tidak lebih 20% atau 4 wadah, diambil yang
dari 50 wadah lebih besar
Lebih dari 50 wadah 2% atau 10 wadah, diambil yang
lebih besar

6.2.Pengamatan dan Penafsiran Hasil Uji :


Pada interval waktu tertentu dan akhir periode inkubasi, amati secara visual
adanya pertumbuhan mikroba dalam media. Jika bahan uji menimbulkan kekeruhan
pada media sehingga tidak dapat ditetapkan secara visual ada atau tidaknya
pertumbuhan mikroba, 14 hari sejak mulai inkubasi, pindahkan sejumlah media (tiap
tabung tidak kurang dari 1 ml) ke dalam media segar yang sama, kemudian inkubasi
bersama-sama tabung awal selama tidak kurang dari 4 hari. Jika tidak terjadi
pertumbuhan mikroba, maka bahan uji memenuhi syarat sterilitas. Jika terbukti
terjadi pertumbuhan mikroba, maka bahan uji tidak memenuhi syarat sterilitas,
kecuali dapat ditunjukkan bahwa uji tidak absah disebabkan oleh hal yang tidak
berhubungan dengan bahan uji. Uji dikatakan tidak absah jika satu atau lebih kondisi
dibawah ini dipenuhi :
a. Data pemantauan mikrobiologi terhadap fasilitas uji sterilitas menunjukkan
ketidaksesuaian.
b. Pengkajian prosedur uji yang digunakan selama pengujian menunjukkan
ketidaksesuaian.
c. Pertumbuhan mikroba ditemukan pada kontrol negatif.
d. Setelah dilakukan identifikasi mikroba yang diisolasi dari hasil uji,
pertumbuhan mikroba (beberapa mikroba) dapat dianggap berasal dari
kesalahan pada bahan uji, atau teknik pengujian yang digunakan pada prosedur
uji sterilitas.
Jika pengujian dinyatakan tidak absah, lakukan uji ulang dengan jumlah
bahan yang sama dengan uji awal. Jika tidak terbukti terjadi pertumbuhan mikroba
pada uji ulang, maka contoh memenuhi syarat uji stenilitas. Jika ditemukan
pertumbuhan mikroba pada uji ulang, maka contoh tidak memenuhi syarat uji
sterilitas.
Daftar Pustaka

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Depkes RI.
Depkes RI. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta: Depkes RI
Lachman L., Herbert, A. L. & Joseph, L. K., 2008, Teori dan Praktek Industri Farmasi Edisi
III, 11191120, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Lukas, Stefanus. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta: CV. Andi Offset

Anda mungkin juga menyukai