Anda di halaman 1dari 82

Jurnal Penelitian Kehutanan e ISSN 2579-5805

FAL AK
p ISSN 2620-617X
Journal of Forestry Research

Volume 2 Nomor 2 Oktober 2018

BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOG HASIL HUTAN BUKAN KAYU


BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN KUPANG
BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN MANOKWARI
BADAN PENELITIAN PENGEMBANGAN DAN INOVASI
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

A. PENDAHULUAN pasang surut (terutama dipantai yang


HutanJURNAL
mangrove dapat didefinisikan terlindung, laguna, sepanjang sungai dan
e-ISSN 2579-5805
sebagai suatu hutan Vol.tumbuh
yang 2 No.2
di muaraOktober
Hal. 71-138
daerah sungai) yang
2018tergenang
p-ISSN pada saat pasang
2620-617X
FALOAK
Jurnal Penelitian Kehutanan e-ISSN 2579-5805

FAL AK
Journal of Forestry Research p-ISSN 2620-617X

Volume 2 Nomor 2 Oktober 2018


Jurnal Faloak merupakan jurnal konsorsium 3 instansi yaitu Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu, Balai Penelitian
dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kupang dan Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan manokwari.
Jurnal ini memuat hasil-hasil penelitian di bidang Bidang Silvikultur, Jasa Lingkungan, Biometrik, Pemanenan dan Pengolahan Hasil Hutan Kayu dan
Bukan Kayu, Perlindungan, Konservasi Sumberdaya, Sosial Ekonomi dan Kebijakan, Ekologi Tumbuhan, Mikrobiologi dan Bioteknologi, Sifat Dasar
Kayu dan Tumbuhan, Hidrologi dan Konservasi Tanah. Terbit dua kali dalam setahun pada bulan April dan Oktober. Terbit perdana pada bulan April
2017dalam versi elektronik dan mulai volume 2 No 1 April 2018 terbit dalam versi cetak.

Journal Faloak is a 3-agency consortium journals, the Indonesian Institute of Technology for Research and Development of Non-Timber Forest Products
Technology, Kupang Research and Development Center for Environment and Forestry and Humanitarian Research and Development Center and
Manokwari. This journal contains research results in Silviculture, Environmental Services, Biometrics, Harvesting and Processing of Wood and Non-
Timber Forest Products, Protection, Resource Conservation, Socio Economic and Policy, Plant Ecology, Microbiology and Biotechnology, Nature of Wood
and Plants, Hydrology and Soil Conservation. Published twice a year in April and October. First published in April 2017 in electronic version and started
volume 2 No. 1 April 2018 published in print version.

PENANGGUNG JAWAB : Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu
Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kupang
Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manokwari

DEWAN REDAKSI (Editor Board)


Ketua (Editor in Chief) : Agus Sukito, S.Hut., M.Agr., Ph.D (BPPTHHBK/ Biofarmaka)
Anggota (Members) :
1. Dr. Kresno Agus Hendarto, S.Hut., MM (Balai Penelitian dan 4. Dr. Ir. Puja Mardi Utomo (Balai Penelitian dan Pengembangan
Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan / Sosial Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manokwari/Silvikultur)
Ekonomi dan Kebijakan) 5. Dr. Ryke Nandini, S.Si., M.Si (Balai Penelitian dan Pengembangan
2. Dr. Budiyanto Dwi Prasetyo (Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu/Konservasi Tanah dan Air)
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kupang / Sosiologi) 6. Amalia Indah Prihantini, S.Hut, M.Agr, Ph.D (Balai Penelitian dan
3. Dr. Gerson N.D. Njurumana (BPPLHK Kupang / Konservasi) Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu/ Biofarmaka)

Mitra Bestari (Peer reviewer) : 9. Dr. Lina Karlinasari, S.Hut.MSc.F. (Institut Pertanian Bogor/Sifat
1. Prof. Dr. Gustan Pari, M.Si (Pusat Penelitian dan Pengembangan Mekanis Kayu dan Nondestruktif Hasil Hutan)
Hasil Hutan/ Pengolahan Hasil Hutan 10. Dr. Irawan Wijaya Kusuma, S.Hut, M.P. Teknologi Hasil Hutan,
2. Prof. DR. Budi Leksono, MP (Balai Besar Penelitian dan Universitas Mulawarman
Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan 11. Andi Dirpan, STP., M.Si., PhD. (Universitas Hasanudin
/Pemuliaan, Silvikultur) Makassar/ Teknologi Pasca Panen)
3. Prof. Dr. Charli Natanubun, S.Hut, M.Si (Universitas 12. Dr. Saptadi Darmawan, S.Hut, M.Si (Pusat Penelitian dan
Cendrawasih) Pengembangan Hasil Hutan/ Pengolahan Hasil Hutan)
4. Dr. Siti Latifah, S.Hut., M.Sc.F (Universitas Mataram/ Sosekjak 13. Dr. Liliana Baskorowati, S.Hut., MP (Balai Besar Penelitian dan
dan Biometrika) Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan/
5. Dr. Ir. Ludji Michael Riwu Kaho, M.Si (Universitas Cendana/ Pemuliaan, Silvikultur)
Kehutanan dan Lingkungan) 14. Asep Hidayat, S.Hut, M.Agr, Ph.D (Pusat Penelitian dan
6. Dr. Markum (Universitas Mataram/Sosial Ekonomi Kebijakan) Pengembangan Hutan/ Mikrobiologi Hutan)
7. Dr. Soni Trison, S.Hut., M.Si (Fakultas Kehutanan Institus 15. Sumardi, S.Hut, M.Sc (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pertanian Bogor/ Sosial Kehutanan) Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan/ Pemuliaan,
8. Dr. Alim Setiawan Slamet, S.TP., M.Si. Institut Pertanian Bogor Silvikultur)

PIMPINAN REDAKSI PELAKSANA


(Managing editor) : Kepala Seksi Data, Informasi dan Sarana Penelitian
Anggota (Members):
1. Ahmad Nur, S.Hum., M.E 3. Triko Slamet, S.Hut., M.Ak
2. Yobo Endra Prananta, S.Si, M.Kom 4. Rattah Pinnusa HH, S.Sos., M.Sc

Diterbitkan oleh (Published by):


Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu
Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kupang
Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manokwari
Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Alamat Redaksi :
Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu
Jalan Darma Bakti No. 7 Langko, Lingsar, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat
Telepon/Fax : 0370-6175552/6175482
Email : jurnalfaloak@gmail.com
Website : mataram.litbang.menlhk.go.id
Jurnal Penelitian Kehutanan e-ISSN 2579-5805

FAL AK
Journal of Forestry Research p-ISSN 2620-617X

Volume 2 Nomor 2 Oktober 2018

BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI HASIL HUTAN BUKAN KAYU


BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN KUPANG
BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN MANOKWARI
BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

JURNAL e-ISSN 2579-5805


Vol. 2 No.2 Hal. 71-138 Oktober 2018 p-ISSN 2620-617X
FALOAK

i
UCAPAN TERIMAKASIH

Dewan Redaksi Jurnal Penelitian Kehutanan Faloak mengucapkan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada Dewan Redaksi dan Mitra Bestari (peer reviewers) yang telah menelaah,
analisa naskah yang dimuat pada edisi Vol. 2 No. 2, Oktober 2018 :

Agus Sukito, S.Hut., M.Agr., Ph.D


(Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu/Biofarmaka)
Dr. Budiyanto Dwi Prasetyo
(Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kupang /Sosiologi)
Dr. Soni Trison, S.Hut., M.Si
(Devisi Kebijakan Kehutanan Institus Pertanian Bogor/Sosial Kehutanan)
Dr. Liliana Baskorowati, S.Hut., MP
(Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan/
Pemuliaan, Silvikultur)
Dr. Gerson N.D. Njurumana
(Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kupang /Konservasi)
Dr. Kresno Agus Hendarto, S.Hut., MM
(Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan/Ekonomi Kehutanan)
Muhammad Husni Idris, SP., M.Sc., Ph.D (Program Studi Kehutanan Universitas Mataram/
Hidrologi)

iii
Jurnal Penelitian Kehutanan e-ISSN 2579-5805

FAL AK
Journal of Forestry Research p-ISSN 2620-617X

Volume 2 Nomor 2 Oktober 2018

DAFTAR ISI
CONTENTS

Potensi Pengembangan Tanaman Asli Setempat Dalam Sistem Agroforestri: Studi


Kasus Di Desa T’eba Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur
(The Potential of Native Plants Development in Agroforestry System: a Case Study of
T'eba Village, Timor Tengah Utara Regency, Nusa Tenggara Timur)
Hery Kurniawan & Eko Pujiono ....................................................................................... 71-88

Deteksi Dan Identifikasi Jenis Tumbuhan Asing Invasif Di Taman Wisata Alam
Gunung Meja Manokwari, Papua Barat
(Identification of Invasive Plant Species at Gunung Meja Recreational Park,
Manokwari West Papua)
Sarah Yuliana & Krisma Lekitoo......................................................…………………… 89-102
Teknik Pembibitan Spesies Kayu Kuku (Pericopsis mooniana) Untuk Reklamasi
Lahan Bekas Tambang Tanah Liat
(Nursery Technique of Pericopsis mooniana For Clay Post-Mining Land of
Reclamation)
Suhartati & Didin Alfaizin ...............…...................……………………………............ 103-114

Nilai Ekonomi Buah, Kayu Bakar Dan Air Di Hutan Lindung Wosi Rendani
(Economic Value of Fruit, Firewood and Water in Wosi Rendani's Forest)
Iga Nurapriyanto, Bahruni & Sambas Basuni .....….....…………………………………. 115-126

Keberhasilan Stek Pucuk Tanaman Gyrinops versteegii Melalui Pemilihan Media


Akar dan Zat Pengatur Tumbuh
(Success Level of The Shoot Cutting on Gyrinops versteegii By Choosing The Rooting
Media and Hormonal Application )
Ali Setyayudi. .........................................….....…………………………………. ......... 127-138

ii
Jurnal Penelitian Kehutanan e-ISSN 2579-5805

FAL AK
Journal of Forestry Research p-ISSN 2620-617X

Volume 2 Nomor 2 Oktober 2018

Lembar Abstrak ini boleh diperbanyak tanpa izin dan biaya


UDC 630.26
JPK Faloak, Vol. 2 No. 2, Oktober 2018, hal: 71-88
Potensi Pengembangan Tanaman Asli Setempat Dalam Sistem Agroforestri: Studi Kasus Di Desa T’eba Kabupaten Timor
Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur
Hery Kurniawan1 & Eko Pujiono2 (1Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Serat Tanaman Hutan Kuok, 2Balai Penelitian dan
Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kupang )
Cendana (Santalum album Linn.), gaharu (Gyrinops versteegii (Gilg.) Domke) dan kayu papi (Exocarpus latifolia R.Br.)
merupakan tanaman asli Nusa Tenggara Timur (NTT) yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Desa T'eba merupakan salah satu desa di
Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) yang memiliki sejarah potensi jenis cendana dan kayu papi. Sementara jenis gaharu
merupakan jenis introduksi yang menunjukkan pertumbuhan cukup bagus di Desa T'eba. Meski demikian, potensi pengembangan
ketiga jenis ini di Desa T'eba belum banyak diungkap dalam bentuk laporan penelitian atau publikasi lainnya. Melalui metode
wawancara terstruktur dan survei lapangan, penelitian ini mencoba menganalisis potensi pengembangan tanaman asli tersebut dalam
sistem agroforestri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum potensi pengembangan untuk ketiga jenis ini dengan pola
agroforestri adalah tinggi, terutama dilihat dari aspek kesesuaian lahan dan tingkat penerimaan sosial masyarakat, serta manfaat
ekonomi yang akan diperoleh. Hasil ini dapat dimanfaatkan oleh pihak terkait dalam merumuskan rencana atau strategi
pengembangan sistem agroforestri, terutama dalam hal kebijakan pemilihan jenis tanaman.
Kata kunci: tanaman asli NTT, cendana, gaharu, kayu papi, sistem agroforestri, tingkat penerimaan masyarakat

UDC 630.18
JPK Faloak, Vol. 2 No. 2, Oktober 2018, hal: 89-102
Deteksi Dan Identifikasi Jenis Tumbuhan Asing Invasif Di Taman Wisata Alam Gunung Meja Manokwari, Papua Barat
Sarah Yuliana1 & Krisma Lukitoo1 (1Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manokwari)
Salah satu ancaman terhadap kawasan lindung dan wisata alam adalah invasi tumbuhan asing yang seringkali mempengaruhi
kondisi keanekaragaman hayati, fungsi-fungsi alami serta mengurangi keindahan kawasan. Taman Wisata Alam (TWA) Gunung
Meja, Manokwari, Papua Barat telah menghadapi masalah sebaran tumbuhan asing invasif. Tulisan ini bertujuan untuk mendeteksi
dan mengidentifikasi jenis-jenis tumbuhan asing invasif yang menyebar di daerah tepi kawasan TWA Gunung Meja. Survei lapangan
dengan metode penjelajahan diikuti dengan observasi dan identifikasi jenis dilaksanakan dalam penelitian ini. Hasil penelitian
menunjukkan adanya 39 jenis tumbuhan asing dari 19 famili, yang berpotensi invasif dan mulai menyebar di tepi kawasan TWA
Gunung Meja. Jenis-jenis ini berasal dari famili Asteraceae dan Fabaceae (masing-masing 8 jenis), famili Convolvulaceae,
Commelinaceae, Euphorbiaceae, Lamiaceae, Piperaceae,dan Verbenaceae, (masing-masing 2 jenis), serta masing-masing 1 jenis dari
famili Acanthaceae, Aristolochiaceae, Bignoniaceae, Cannaceae, Cyperaceae, Malvaceae, Menispermaceae, Phyllantaceae,
Poaceae, Rubiaceae and Solanaceae. Jenis-jenis tersebut berasal dari beragam habitus seperti semak, rumput, teki, perdu, liana, dan
pohon. Terdapat sedikitnya 5 (lima) jenis tumbuhan yang perlu diwaspadai, yaitu Chromolaena odorata (L.) R.M.King & H.Rob.,
Lantana cammara L., Merremia peltata (L.) Merrill, Mikania micrantha H.B.K., dan Spathodea campanulata P.Beauv. Jenis-jenis
tersebut secara nasional dan global dikenal sebagai jenis asing invasif yang sangat berpotensi menyebabkan degradasi ekosistem dan
hilangnya habitat.
Kata kunci: tumbuhan asing invasif, taman wisata alam gunung meja, manokwari

UDC 630.22
JPK Faloak, Vol. 2 No. 2, Oktober 2018, hal: 103-114
Teknik Pembibitan Spesies Kayu Kuku (Pericopsis mooniana) Untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang Tanah Liat
Suhartati1 & Didin Alfaizin1 (1Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar)
Karakteristik lahan bekas tambang pada umumnya adalah terbuka, sangat panas, tingkat kesuburannya sangat rendah dan
mudah tererosi. Pemilihan dan penggunaan tanaman jenis lokal dalam kegiatan reklamasi akan lebih memberikan jaminan
keberhasilan karena jenis tersebut relatif lebih adaptif. Pericopsis mooniana Thw. merupakan jenis lokal Sulawesi yang mampu
beradaptasi pada lahan tidak produktif, namun pertumbuhan jenis tanaman kayu kuku untuk lahan bekas tambang tanah belum
dipelajari secara intensif. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data dan informasi pertumbuhan dan mutu bibit kayu kuku

iv
dengan berbagai komposisi media tanam yang sesuai dengan kondisi lahan bekas tambang tanah liat. Penelitian dilakukan pada
rumah kaca BPPLHK Makassar selama empat bulan antara bulan Mei hingga Agustus 2016. Rancangan yang digunakan adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan 6 komposisi media. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan bibit
lebih baik menggunakan media bekas tambang tanah liat, atau media campuran tanah, kompos, pasir, dan NPK, jika dibandingkan
dengan menambahkan isolat mikoriza. Rerata Nilai Indeks Mutu Bibit (IMB) yang didapatkan ≥0.50 dengan rerata pertambahan
tinggi dan diameter bibit sebesar ≥19 cm dan ≥2 mm, serta rerata Nisbah Pucuk Akar sebesar 2. Secara umum, bibit tanaman kayu
kuku tumbuh baik pada media bekas tambang tanah liat mirip dengan pertumbuhan bibit pada media tanah, namun tidak
membutuhkan penambahan bahan organik dan mikoriza. Hal ini menunjukkan potensi jenis kayu kuku sebagai tanaman rehabilitasi
bekas tambang tanah liat. Bibit kayu kuku sebaiknya ditanam di lahan bekas tambang tanah liat setelah berumur empat bulan di
persemaian.
Kata kunci : Lahan bekas tambang, indeks mutu bibit, media tanam, pembibitan, P. mooniana Thw.

UDC 630.9
JPK Faloak, Vol. 2 No. 2, Oktober 2018, hal: 115-126
Nilai Ekonomi Buah, Kayu Bakar Dan Air Di Hutan Lindung Wosi Rendani
Iga Nurapriyanto1, Bahruni2 & Sambas Basuni2 (1Balai Litbang dan Inovasi Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manokwari, 2Fakultas
Kehutanan Intitut Pertanian Bogor)
Penilaian sumber daya hutan merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk membantu mengarahkan upaya-upaya
konservasi. Pemanfaatan salah satu jenis hasil hutan tanpa memperhatikan azas keberlanjutan dapat berpotensi mengurangi atau
menghilangkan manfaat hutan lainnya. Buah pangan, kayu bakar dan air adalah tiga hasil hutan yang nyata dimanfaatkan masyarakat
sekitar lahan berhutan Manokwari Papua Barat. Tujuan penelitian adalah (1). Menghitung potensi buah, kayu bakar dan air di HLWR;
dan (2). Mengestimasi nilai ekonomi potensi buah, kayu bakar dan air di HLWR. Penilaian potensi nilai ekonomi didasarkan pada
hasil analisis vegetasi melalui pendekatan nilai guna langsung. Nilai didekati dengan harga pasar, harga pengganti, tingkat upah dan
harga pengadaan. Nilai ekonomi potensi buah sebesar Rp. 65.982.607/ha, stok kayu bakar Rp. 58.580.022/ha, dan air Rp.
21.355.503.432/th.
Kata kunci : Hutan lindung wosi rendani, nilai ekonomi, buah, kayu bakar, air

UDC 630.232
JPK Faloak, Vol. 2 No. 2, Oktober 2018, hal: 127-138
Keberhasilan Stek Pucuk Tanaman Gyrinops versteegii Melalui Pemilihan Media Akar Dan Zat Pengatur Tumbuh
Ali Setyayudi1 (1Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu)
Bervariasinya produksi gaharu pada tanaman Grynops versteegii merupakan salah satu permasalahan utama dalam
pembudidayaan gaharu. Upaya menekan variasi produksi gaharu adalah budidaya jenis tersebut yang sudah mempunyai poduksi
gaharu tinggi melalui perbanyakan vegetatif, sehingga hasil gaharu yang diharapkan akan lebih konsisten. Stek pucuk merupakan
perbanyakan vegetatif yang paling murah dan mudah, namun demikian beberapa penelitian menunjukkan tingkat keberhasilan yang
masih rendah terutama untuk jenis Gyrinops versteegii. Penggunaan media akar dan pemberian hormon yang tepat merupakan faktor
yang menentukan keberhasilan perbanyakan stek pucuk. Penelitian untuk meningkatkan keberhasilan stek pucuk G. versteegii perlu
dilakukan. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini ditujukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan stek pucuk tanaman G. versteegii
dengan perlakuan pemberian hormon perakaran dan media akar. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap berkelompok
(randomized complete block design/RCBD) dengan enam perlakuan media yaitu tanah, tanah+pupuk organik (3:1), cocopeat+pasir
(1:1), cocopeat+pasir+pupuk organik (1:1:2), tanah+cocopeat+pasir (2:1:1), dan tanah+cocopeat+pasir+pupuk organik (5:3:3:4).
Hormon IBA dan NAA dengan konsentrasi 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm serta kontrol 0 ppm digunakan dalam penelitian ini. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan stek pucuk dipengaruhi oleh penggunaan media dan hormon; dimana perakaran terbaik
ditemukan pada stek pucuk dengan media tanah dan penggunaan IBA konsentrasi 200 ppm.
Kata kunci : Stek pucuk, gaharu, media akar, hormon

v
Jurnal Penelitian Kehutanan e-ISSN 2579-5805

FAL AK
Journal of Forestry Research p-ISSN 2620-617X

Volume 2 Nomor 2 Oktober 2018

The abstrack may be reproduced without permision or charge


UDC 630.26
JPK Faloak, Vol. 2 No. 2, Oktober 2018, page: 71-88
The Potential of Native Plants Development in Agroforestry System: a Case Study of T'eba Village, Timor Tengah Utara Regency,
Nusa Tenggara Timur
Hery Kurniawan1 & Eko Pujiono2 (1Research and Development of Forest Plant Fiber Technology Kuok Non Timbre Forest
Froduct,2Research and Development Environment and Forestry Kupang)
Sandalwood (Santalum album Linn.), agarwood (Gyrinops versteegii (Gilg.) Domke) and papi wood (Exocarpus latifolia
R.Br.) are native plants of Nusa Tenggara Timur (NTT) province with high economic value. T'eba village is one of the villages in Timor
Tengah Utara (TTU) Regency which has a history of potential of sandalwood and papi wood. While, agarwood is an introduced
species that shows quite good growth in the T'eba village. Unfortunately, the potential of these three native plant species development
in T'eba Village had not yet been adequately expressed by research reports or other publication. Through structured-interview
method and field observation, this research attemps to analyse the potential of theses native plants development in agroforestry
system. Results indicated that the development of these three native plants in agroforestry system is high potential, especially viewed
from the land suitability and social acceptability aspects, as well as the economic benefits to be gained. Such results could be useful
for stakeholder to formulate plan or strategy in agroforestry development, especially in plant selection policy.
Keywords : Native plants of NTT, sandalwood, agarwood, papi wood, agroforestry system, social acceptability

UDC 165.41
JPK Faloak, Vol. 2 No. 2, Oktober 2018, page: 89-102
Identification of Invasive Plant Species at Gunung Meja Recreational Park, Manokwari West Papua
Sarah Yuliana1& Krisma Lekitoo( 1Research & Development of Environment and Forests Manokwari)
One of the threats to the protected and natural recreational park is invasion of exotic species, which alters the stability of
biodiversity, natural functions, and decreases park's value. Gunung Meja Recreational Park (RP), Manokwari, West Papua has to
deal with the issues of exotic plant species. This paper aim was to detect and identify invasive plant species on the edges of the RP.
Field surveys with exploration method followed by observation and identification were taken to list invasive plants in this research.
The results showed 39 species from 19 families spread on the RP edges. These species were mostly Asteraceae and Fabaceae (eight
species each), then Commelinaceae, Convolvulaceae, Euphorbiaceae, Lamiaceae, Piperaceae and Verbenaceae, (two species each),
and one species each from the family of Acanthaceae, Aristolochiaceae, Bignoniaceae, Cannaceae, Cyperaceae, Malvaceae,
Menispermaceae, Phyllantaceae, Poaceae, Rubiaceaeand Solanaceae. Invasive plant species encountered from various form of
habitus, which were shrubs, grass, sedge, clumps, lianas, and trees. At least five species need more attention, which were
Chromolaena odorata (L.) R.M.King & H.Rob., Lantana cammara L., Merremia peltata (L.) Merrill, Mikania micrantha H.B.K., and
Spathodea campanulata P.Beauv. These species have already listed nationally and globally as Invasive Alien Species which
potentially bring detrimental impacts on biodiversity and ecosystem.
Keywords : Invasive plant species, Gunung Meja Recreational Park, Manokwari

UDC 630.238
JPK Faloak, Vol. 2 No. 2,Oktober 2018, page: 103-114
Nursery Technique of Pericopsis mooniana For Clay Post-Mining Land of Reclamation
Suhartati1 & Didin Alfaizin1 ( 1Research & Development Environment and Forestry Makassar)
Characteristics of post-mining land is generally open, extremely hot, extremely low fertility rates and easy to erosion. The
selection and utilization of local plant species in the reclamation activities will further provide a guarantee of success, because these
types of relatively more adaptive. Pericopsis mooniana Thw.is one of the local species from Sulawesi which is capable to adapt in
unproductive land, however the growth of P. mooninana species for clay post-mining area has not been studied intensively. TThis
study aims to obtain data and information on growth and quality of kayu kuku seedlings with various composition of planting media,
in accordance with the clay post-mining land. The study was conducted in greenhouse BPPLHK Makassar for four months

vi
(May to August) using a completely randomized design (CRD) with 6 treatments media composition. The results showed that seedling
growth was better using clay post-mining soil, or mix media of soil, compost, sand and NPK fertilizer compare to mycorrhiza isolates
addition for reclamation. The mean value Seed Quality Index of ≥ 0,50 obtained with a mean increase in height and diameter of
seedlings of ≥19 cm and ≥2 mm, and the mean of top root ratio is 2 point. . Generally, seedling's of Pericopsis plants growth well in
clay post-mining media similar to seedling growth in soil media, but not require additional fertilizer and mycorrhiza. Pericopsis
species is potentially developed for clay post-mining land rehabilitation after four months in nursery.
Keywords : Post-mining land, seed quality index, planting media, nursery, P. mooniana Thw.

UDC 630.9
JPK Faloak, Vol. 2 No. 2,Oktober 2018, page : 115-126
Economic Value of Fruit, Firewood and Water in Wosi Rendani's Forest
Iga Nurapriyanto1 , Bahruni2 & Sambas Basuni2 (1Research and Development Institute of Enviromental and Forestry Manokwari,
2
Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University)
Valuation of forest resources is one way that can be used to assist conservation efforts. The utilization of any kind of forest
product without regard to the principle of sustainability may potentially reduce or eliminate other forest benefits. Fruit, firewood and
water are the three forest products that are actually utilized by the people around the forested land of Manokwari West Papua.
Valuation of potential economic value is based on the result of vegetation analysis through direct use approach. The research aims are
(1). Calculate the potential of fruit, firewood and water in Wosi Rendani fores; and (2). Estimate the economic value of fruit, firewood
and water potential in Wosi rendani forest. Value is approximated by market price, wage price, wage rate and procurement price. The
economic value of the fruit potential is Rp. 65,982,607/ha, stock of firewood Rp. 58.580.022/ha, and water Rp. 21.355.503.432/year.
Keywords : Protected forest wosi rendani, economic value, fruit, firewood, water

UDC 630.8232
JPK Faloak, Vol. 2 No. 2,Oktober 2018, page : 127-138
Success Level of The Shoot Cutting on Gyrinops versteegii By Choosing The Rooting Media and Hormonal Application
Ali Setyayudi1 (Research and Development Institute of Technology Non Timber Forest Product)
The variety of agarwood production in the Grynops versteegii plant is one of the main problems in the agarwood cultivation.
Efforts to reduce the variation is by cultivating high agarwood production through vegetative propagation, thus the results of the
agarwood are expected to be more consistent. Shoot cuttings are the most inexpensive and easy vegetative propagation, however
some studies showed a low success propagation rate especially for Gyrinops versteegii. Several factors determine the succed of shoot
cuttings propagation i.e: media of rooting and hormon application. Therefore, research to improve the success of G. versteegii shoot
cuttings should be conducted.. Based on those issues, the research aimed to determine the influence of the rooting media and hormone
on the shoot cutting of Gyrinops verteegii. This study used a randomized complete block design (RCBD) with six media treatments
they are soils, soil+compost (3:1), cocopeat+sand (1:1), cocopeat+sand+ compost (1:1:2), soil+cocopeat+sand (2:1:1), and
soil+cocopeat+sand+compost (5:3:3:4). IBA and NAA hormones with a concentration of 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm and 0 ppm
(control) were used in this study. The results showed that the success of shoot cuttings was influenced by the media and hormones;
where the best rooting found on the shoot cuttings using soil as media and 200 ppm IBA.
Keywords : shot cutting, gaharu, rooting media, hormone

vii
POTENSI PENGEMBANGAN TANAMAN ASLI SETEMPAT
DALAM SISTEM AGROFORESTRI: STUDI KASUS DI DESA T’EBA
KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA, NUSA TENGGARA TIMUR

(The Potential of Native Plants Development in Agroforestry System: A Case Study


of T’eba Village, Timor Tengah Utara Regency, Nusa Tenggara Timur)

Hery Kurniawan1 & Eko Pujiono2


1
Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Serat Tanaman Hutan Kuok
Jl. Raya Bangkinang Kuok Km. 9, Bangkinang, Riau 28294, Telp. 0762 - 7000121
2
Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kupang
Jl. Untung Surapati No. 7. PO. Box. 69, Kupang, NTT 85115, Telp. 0380 - 823357
Email : herykurniawan2012@gmail.com

ABSTRACT
Sandalwood (Santalum album Linn.), agarwood (Gyrinops verst eegii (Gilg.) Domke) and papi
wood (Exocarpus latifolia R.Br.) are native plants of Nusa Tenggara Timur (NTT) province with high
economic value. T'eba village is one of the villages in Timor Tengah Utara (TTU) Regency which h as a
history of potential of sandalwood and papi wood. While, agarwood is an introduced species that shows
quite good growth in the T'eba village. Unfortunately, the potential of these three native plant species
development in T'eba Village had not yet been adequately expressed by research reports or other
publication. Through structured-interview method and field observation, this research attemps to
analyse the potential of theses native plants development in agroforestry system. Results indicated that
the development of these three native plants in agroforestry system is high potential, especially viewed
from the land suitability and social acceptability aspects, as well as the economic benefits to be gained.
Such results could be useful for stakeholder to formulate plan or strategy in agroforestry development,
especially in plant selection policy.
Keywords: Native plants of NTT, sandalwood, agarwood, papi wood, agroforestry system, social
acceptability

ABSTRAK
Cendana (Santalum album Linn.), gaharu (Gyrinops verst eegii (Gilg.) Domke) dan kayu papi
(Exocarpus latifolia R.Br.) merupakan tanaman asli Nusa Tenggara Timur (NTT) yang memiliki nilai
ekonomi tinggi. Desa T’eba merupakan salah satu desa di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) yang
memiliki sejarah potensi jenis cendana dan kayu papi. Sementara jenis gaharu merupakan jenis
introduksi yang menunjukkan pertumbuhan cukup bagus di Desa T’eba. Meski demikian, potensi
pengembangan ketiga jenis ini di Desa T’eba belum banyak diungkap dalam bentuk laporan penelitian
atau publikasi lainnya. Melalui metode wawancara terstruktur dan survei lapangan, penelitian ini
mencoba menganalisis potensi pengembangan tanaman asli tersebut dalam sistem agroforestri. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa secara umum potensi pengembangan untuk ketiga jenis ini dengan pola
agroforestri adalah tinggi, terutama dilihat dari aspek kesesuaian lahan dan tingkat penerimaan sosial
masyarakat, serta manfaat ekonomi yang akan diperoleh. Hasil ini dapat dimanfaatkan oleh pihak terkait
dalam merumuskan rencana atau strategi pengembangan sistem agroforestri, terutama dalam hal
kebijakan pemilihan jenis tanaman.
Kata kunci: Tanaman asli NTT, cendana, gaharu, kayu papi, sistem agroforestri, tingkat penerimaan
masyarakat
Jurnal Vol. 2 No.2 Oktober 2018: 71-88

I. PENDAHULUAN (Widiyanti, Purnaweni, & Soeprobowati,


Cendana (Santalum album Linn.), 2013).
gaharu (Gyrinops versteegii (Gilg.) Domke) Hasil hutan bukan kayu (cendana)
dan kayu papi (Exocarpus latifolia R.Br.) merupakan hasil jangka panjang, oleh
merupakan tanaman asli Nusa Tenggara karena itu diperlukan adanya tambahan
Timur (NTT) yang sudah dikenal secara teknologi yang sesuai dengan kebutuhan
luas. Keberadaannya saat ini sudah mulai petani di lapangan. McWilliam (2005)
langka di lapangan disebabkan eksploitasi berpendapat bahwa cendana memiliki
yang kurang terkontrol dan rendahnya potensi untuk dikembangkan sebagai
keberhasilan penanamannya (Sumanto, pertanaman karena periode waktu yang
Sutrisno & Kurniawan, 2011). Sebelum dibutuhkan untuk mendapatkan kayu teras
tahun 2000, cendana masih merupakan matang kurang lebih 15-20 tahun. Namun
komoditi andalan spesifik bagi Provinsi demikian, tidak diharapkan bahwa tanaman
NTT maupun Indonesia. Cendana kini dikembangkan dengan pola monokultur
berada diambang kepunahan (Bano Et, cendana disebabkan karakteristik parasit
2001). Cendana di Indonesia pada saat ini cendana menuntut cendana bergantung pada
termasuk kategori rentan (Vulnerable) tanaman inang sepanjang hidupnya,
berdasarkan kriteria IUCN (2015) dan hal sehingga pola tanam campuran cendana
ini telah terjadi sejak tahun 1998. Pada sisi dengan jenis tanaman inang dibutuhkan.
yang lain, permasalahan ini semakin Agroforestri sebagai salah satu
kompleks dengan adanya tekanan dari bentuk penggunaan lahan, diyakini mampu
masyarakat dalam hal pemenuhan memberikan sumbangan terhadap upaya
kebutuhan lahan untuk pangan. mengatasi masalah kerusakan lingkungan
Upaya peningkatan produktivitas dan sekaligus sebagai salah satu pendekatan
hasil hutan kayu cendana, gaharu dan kayu dalam pengentasan kemiskinan di pedesaan
papi terkendala oleh adanya tekanan (Rajati, Kusmana, Darusman, & Saefuddin,
masyarakat untuk kebutuhan lahan 2006). Kegiatan domestikasi pohon untuk
bercocok tanam. Selain itu, masyarakat dikembangkan pada sistem agroforestri saat
belum sepenuhnya menguasai teknik ini telah masuk dekade ketiga. Pada dekade
budidaya cendana, gaharu dan kayu papi ini, kegiatan diarahkan pada pengembangan
secara baik (Fatmawati, 2011). Sehingga serta perluasan ilmu pengetahuan dan
perlu adanya terobosan teknologi yang teknologi (Iptek) sebagai dasar domestikasi
mampu menjembatani antara kebutuhan pohon-pohon agroforestri dan penelitian
pangan masyarakat dan upaya pelestarian terapan untuk mendukung pengembangan
dan pengembangan cendana di masyarakat. program dalam rangka meningkatkan
Sebagai contoh, di Desa Asumanu, perekonomian/ mata pencaharian petani
Kecamatan Raihat, Kabupaten Belu, NTT, kecil/miskin (Leakey et al., 2012). Pola
meskipun potensi untuk mengembangkan penanaman agroforestri diharapkan secara
cendana sangat besar, namun berdasarkan simultan menjadi solusi terhadap kebutuhan
hasil pengamatan kelestarian fungsi petani, tujuan pelestarian dan usaha
produksi, fungsi ekologi, dan fungsi sosial pengembangan cendana di lahan
menunjukan pengelolaannya belum lestari masyarakat.

72
Potensi Pengembangan Tanaman Asli Setempat ...
(Hery Kurniawan & Eko Pujiono)

Input pola pertanian berupa tanaman II. METODE PENELITIAN


pertanian non kehutanan diharapkan
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
mampu menjawab kebutuhan petani dalam
jangka pendek. Kebutuhan jangka Penelitian dilakukan di Desa T’eba,
menengah dapat dipenuhi dengan jenis- Kecamatan Biboki Tanpah, Kabupaten
jenis MPTS (Multi Purpose Trees System), TTU, Provinsi NTT. Penelitian dilakukan
juga alternatif lainnya seperti gaharu. pada bulan Juni Tahun 2015.
Gaharu akan memberikan hasil dalam B. Metode Penelitian
jangka menengah dengan memanennya Penelitian ini dilakukan
dalam 10-15 tahun. Hal ini disebabkan menggunakan metode survei sosial secara
karena nilai ekonominya dan peluang pasar langsung dengan melakukan wawancara
yang menjanjikan. Sedangkan kayu papi, yang terstruktur dan melalui kuesioner.
merupakan kayu aromatik yang dapat Penentuan responden dilakukan secara
digunakan sebagai substitusi cendana. Kayu purposive, terhadap masyarakat petani Desa
Papi memiliki peluang pasar yang cukup Teba, dan terhadap tokoh-tokoh kunci yang
besar, mengingat semakin menurunnya ada. Jumlah responden untuk masyarakat
suplai kayu cendana di pasaran. petani adalah 38 responden yang terdiri dari
Penanaman kayu papi dengan pola 3 Wanita dan 35 Laki-laki. Sementara untuk
agroforestri diharapkan selain dapat tokoh kunci diperoleh sampel sebanyak 7
memenuhi kebutuhan jangka pendek dan (tujuh) orang yang terdiri dari Kepala Desa,
jangka panjang bagi petani, juga akan 2 (dua) orang mantan Kepala Desa, dan
meningkatkan suplai kayu papi di pasaran, seorang Sekretaris Desa, serta 3 (tiga) orang
dan pada akhirnya mampu mengurangi laju Ketua Kelompok Tani.
penurunan populasi cendana. Dipilihnya Desa T’eba sebagai lokasi
Pengembangan ketiga jenis ini penelitian adalah berdasarkan survei lokasi
dengan teknik agroforestri, tentunya calon plot agroforestri yang akan dibangun.
memerlukan studi terhadap kesiapan dan Pemilihan calon lokasi plot uji coba
minat masyarakat tersebut. Jenis yang agroforestri berdasarkan beberapa kriteria,
sesuai, masyarakat yang siap (paham dan yakni : 1. Jarak lokasi calon plot ke sumber
trampil), serta tersedianya materi dan iptek air, 2. Aksesibilitas sampai di lokasi calon
yang mendukung pengembangan ketiga plot, 3. Bentuk lahan calon plot (rata,
jenis tersebut merupakan faktor utama yang bergelombang, miring), 4. Kepadatan
sangat berpengaruh terhadap tingkat naungan (berat, sedang, ringan), 5.
keberhasilan pengembangan ketiga jenis Ketersediaan tenaga kerja (jarak ke
tersebut. Tulisan ini merupakan salah satu perkampungan dan minat), 6. Resiko
studi kasus yang memberikan gambaran gangguan dari ternak dan api, 7. Status
tentang potensi pengembangan ketiga jenis kepemilikan lahan (pribadi/komunal). Selain
tersebut serta kesiapan masyarakat dalam itu, di Desa T’eba ini, juga terdapat tegakan
menerimanya, dalam rangka memberikan kayu papi yang tumbuh secara alami.
dukungan dari aspek iptek berdasarkan Sedangkan untuk jenis cendana dan gaharu
penelitian survey. diketahui dapat tumbuh baik di desa ini.

73
Jurnal Vol. 2 No.2 Oktober 2018: 71-88

III. HASIL DAN PEMBAHASAN dan 4 umumnya memiliki jenis tanah


Kambisol Ustik dan Grumusol. Beberapa
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
karakteristiknya adalah ketersediaan oksigen
1. Kondisi Umum baik, kadar lengas antara 1,06 – 1,46 gr/cm3.
Secara administratif Desa T’eba Kandungan pasir rata-rata 74,33% dan
terletak di Kecamatan Biboki Tanpah, 70,33%, kandungan debu rata-rata adalah
Kabupaten TTU, Provinsi Nusa Tenggara 13,5% dan 21%, serta kandungan litanya
Timur. Desa T’eba dibatasi oleh Desa Takberi adalah 12,17% dan 8,67%. Kedalaman solum
di sebelah utara, Desa Triumanu di sebelah rata-rata adalah < 40 cm, kandungan N rata-
selatan, Desa Teba Timur di sebelah timur rata 0,27% dan 0,33%, kandungan P2O5 rata-
dan Desa Oenbit di sebelah barat (Gambar rata 68,36 ppm dan 63,6 ppm. Sedangkan
1). Desa T’eba terletak pada ketinggian kandungan K2O adalah 0,75 dan 0,65
sekitar 1.500 meter dari permukaan laut. me/100.
Terkait kondisi iklim, suhu rata-rata harian di Berdasarkan Profil Desa tahun 2014,
desa ini tercatat sekitar 24oC dan memiliki desa ini memiliki lahan luas sekitar 1.178
jumlah bulan basah (bulan hujan) maksimal 6
hektar yang dipergunakan untuk pertanian,
bulan. Berdasarkan hasil penelitian Sumardi perkebunan, pemukiman, hutan dan untuk
dan kawan-kawan (2016), Kecamatan Biboki prasarana umum lainnya (Tabel 1).
Tanpah (termasuk desa T’eba) masuk dalam
kelas kesesuaian 3 dan 4. Kelas sesuai 3

Gambar 1. Peta lokasi Desa T’eba


Figure 1. Map of T’eba village location

74
Potensi Pengembangan Tanaman Asli Setempat ...
(Hery Kurniawan & Eko Pujiono)

Tabel 1. Penggunaan lahan di Desa T’eba


Table 1. Land use in T’eba Village
Jenis Prenggunaan Lahan (Type of land use) Luas (large) (ha)
Sawah tadah hujan 40
Lahan kering - tegal/ladang 150
Lahan kering - pemukiman 10
Lahan kering - pekarangan 568
Perkebunan - kebun rakyat 200
Fasilitas umum - tanah kas desa 0,9
Fasilitas umum - lap olahraga 1
Fasilitas umum - kantor desa 1,5
Fasilitas umum - makam 4
Fasilitas umum - jalan 3
Hutan - Hutan Produksi Terbatas 200
Total (Total) 1.178,4
Sumber : Profil Desa T’eba tahun 2014
Source : Profile of T’eba Village 2014

2. Potensi Sumber Daya Alam penggunaan lahan berupa hutan, komoditas


Potensi sumber daya alam di Desa yang ada yaitu: hasil hutan kayu (jati dan
T’eba didominasi oleh sektor pertanian. mahoni) serta hasil hutan bukan kayu (bambu
dan madu hutan). Gambaran mengenai
Komoditas utama sektor pertanian tanaman
komoditas potensial, luasan dan
pangan adalah padi ladang. Komoditas tanaman produktivitasnya disajikan pada Tabel 2.
pangan yang lain adalah sayuran jenis tomat Masyarakat mempergunakan hasil
dan terung, kacang turis dan talas. Selain itu, tanamannya untuk memenuhi kebutuhannya
terdapat juga komoditas buah-buahan seperti, sendiri dan sebagian juga dijual. Mekanisme
mangga, pepaya, pisang dan nangka yang dapat pemasaran yang ada di Desa T’eba, baik untuk
ditemukan di ladang, kebun maupun tanaman pangan, buah, perkebunan maupun
hasil hutan, sebagian besar melalui jasa
pekarangan rumah. Berdasarkan luasannya,
pengepul/tengkulak (Anonim, 2014). Selain
komoditas padi ladang memiliki luasan terbesar, bertani, masyarakat/petani juga memelihara
diikuti oleh mangga, pisang, pepaya dan hewan sebagai ternak. Jenis populasi ternak
nangka. Sedangkan untuk produktivitas (hewan besar) yang dominan adalah sapi, kuda,
tanaman tertinggi adalah padi ladang yakni babi, kambing, anjing dan kucing, sementara
sekitar 1,5 ton per hektar dan kedua adalah ternak unggasnya berupa ayam dan bebek.
kemiri (100 kw/ha) (Tabel 2). Sumberdaya air merupakan kebutuhan
Selain tanaman pertanian, di Desa T’eba utama dalam mendukung aktivitas sektor
juga terdapat tanaman-tanaman perkebunan, pertanian dan peternakan serta untuk kehidupan
meskipun luas penanamannya tidak terlalu masyarakat sehari-hari. Di Desa T’eba, potensi
besar. Komoditas perkebunan tersebut berupa sumberdaya air terdiri dari dua mata air, empat
jambu mente, kemiri dan kelapa. Sebagaimana sumur gali, satu pipa, dua embung dan fasilitas
diketahui bahwa kondisi iklim semi arid NTT perpipaan hasil swadaya masyarakat. Semua
berpengaruh pada sebagian besar petani (81%)
dalam kondisi baik dan dimanfaatkan oleh total
yang menggantungkan hidupnya pada sektor
pertanian lahan kering (Njurumana, 300 Kepala Keluarga (KK).
Hidayatullah & Butarbutar, 2008). Untuk

75
Jurnal Vol. 2 No.2 Oktober 2018: 71-88

Tabel 2. Komoditas potensial di Desa T’eba, luasan dan produktivitasnya


Table 2. Potential Commodities in T'eba Village, its area and productivity
Komoditas (Commodity) Luas (Large) (ha) Produktivitas (Productivity)
Tan. Pertanian – padi ladang 40 1,5 ton/ha
Tan. Pertanian – tomat 0,01 ton/ha
Tan. Pertanian – terong 0,01 ton/ha
Tan. Pertanian – kacang turis 0,1 ton/ha
Tan. Pertanian – talas 0,1 ton/ha
Tan. Buah-buahan – mangga 4 -
Tan. Buah-buahan – pepaya 1,6 -
Tan. Buah-buahan –pisang 2,7 -
Tan. Buah-buahan – nangka 0,5 -
Tan. Perkebunan – kelapa 0,5 24 kw/ha
Tan. Perkebunan – jambu mente 4,6 6,66 kw/ha
Tan. Perkebunan – kemiri 1,5 100 kw/ha
Hasil hutan kayu – jati 6 m3/ha
Hasil hutan kayu – mahoni 3,5 m3/ha
Hasil hutan bukan kayu – bambu 5 m3/ha
Hasil hutan bukan kayu – madu 30 liter/th
Sumber : Profil Desa T’eba tahun 2014
Source : Profile of T’eba Village 2014

3. Potensi Sumber Daya Manusia dan 301 KK, dengan rata jumlah anggota per KK
Kesejahteraan Masyarakat sebanyak 4 orang. Kepadatan penduduk
sebesar 0,84 atau sekitar 1 jiwa/km2. Struktur
a. Kependudukan
Data kependudukan tahun 2014 kependudukan menunjukkan fenomena
menyebutkan bahwa jumlah penduduk Desa piramida, dimana penduduk usia muda lebih
T’eba adalah sekitar 1.188 orang, dengan dominan daripada yang usia tua. Grafik
komposisi penduduk Desa T’eba dapat dilihat
rincian 542 orang laki-laki dan 646 orang
pada Gambar 2.
perempuan. Jumlah kepala keluarga sebanyak

Gambar 2. Komposisi penduduk berdasarkan usia


Figure 2. Population composition based on age

76
Potensi Pengembangan Tanaman Asli Setempat ...
(Hery Kurniawan & Eko Pujiono)

b. Pendidikan penduduk yang tamat SLTP (17%) dan


Berdasarkan tingkat pendidikan, tamat SLTA (9%) (Pemerintah Desa T’eba,
sebagian besar penduduk Desa T’eba 2014). Distribusi jumlah penduduk
menyelesaikan pendidikan pada tingkat berdasarkan tingkat pendidikan
sekolah dasar (sekitar 37%), diikuti oleh selengkapnya disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Jumlah penduduk berdasar tingkat pendidikan


Figure 3. Population based on educational level

c. Mata pencaharian laki dan 291 orang perempuan. Dengan kata


Pemerintah Desa T’eba tahun 2014 lain proporsi tenaga kerja yang
melaporkan bahwa sebagian besar penduduk dikategorikan sebagai usia produktif di
bermata pencaharian sebagai petani, hanya Desa T’eba sekitar 46% dari jumlah total
beberapa orang saja yang bekerja sebagai jumlah penduduk.
karyawan swasta, pedagang dan Pegawai 5. Tingkat kesejahteraan
Negeri Sipil. Dari 301 Kepala Keluarga
(KK) yang ada, 256 KK diantaranya (atau Berdasarkan tingkat kesejahteraan
sekitar 85%) bermatapencaharian sebagai keluarga, sebagian besar keluarga yang ada
petani. Desa T’eba termasuk dalam kategori
sejahtera 1 dan 2. Jumlah KK sangat miskin
4. Ketenagakerjaan dan miskin sekitar 30% dari total jumlah
Data Pemerintah Desa T’eba tahun KK. Distribusi jumlah KK berdasarkan
2014 melaporkan bahwa jumlah Penduduk tingkat kesejahteraannya disajikan pada
yang masuk usia kerja produktif sebanyak Tabel 3.
544 orang, dengan rincian 253 orang laki-

77
Jurnal Vol. 2 No.2 Oktober 2018: 71-88

Tabel 3. Kesejahteraan keluarga


Table 3. Family welfare
Kategori tingkat sejahtera (Prosperity category) Jumlah (Quantity) (KK)
Keluarga prasejahtera (sangat miskin) 22
Sejahtera 1 (miskin) 84
Sejahtera 2 92
Sejahtera 3 103
Sejahtera 3 - plus -
Total (Total) 301
Sumber : Profil Desa T’eba tahun 2014
Source : Profile of T’eba Village

B. Aspek Pengelolaan Lahan dan Ekonomi Timor termasuk daerah yang dekat dengan
1. Pengelolaan Lahan perbatasan NKRI-Timor Leste, memang
Masyarakat di desa T’eba membagi didominasi oleh lahan kering (Priyanto &
penggunaan lahan menjadi sawah tadah hujan, Diwyanto, 2014).
ladang/kebun dan pekarangan. Sawah tadah Terkait dengan sistem agroforestri yang
hujan pada umumnya ditanami padi, terletak berkembang, hasil observasi lapangan
dekat dengan pemukiman (dengan radius menemukan bahwa memang sudah ada
terjauh sekitar 1 km) dan dilakukan pada lahan beberapa petani yang menanam tanaman
yang relatif datar sampai landai. Ladang/ kebun pangan dan tanaman kayu secara bersamaan.
biasanya di tanami jagung, kacang-kacangan, Beberapa pola yang bisa diidentifikasi adalah
umbi-umbian dan tanaman kayu/tanaman pola pohon batas (trees along border) dan pola
kehutanan. Ladang/kebun pada umumnya campur (mixed). Hasil rekapitulasi responden
terletak agak jauh dari pemukiman (>1 km) dan menunjukkan bahwa sekitar 40% responden
memiliki tingkat kemiringan lahan landai menanam tanaman kayu dan tanaman pangan
sampai curam. Penggunaan lahan yang lainnya secara bersamaan dengan pola campur (jarak
adalah pekarangan, yaitu pemanfaatan lahan di tanam tidak beraturan), hanya sebagian kecil
sekitar rumah tempat tinggal. yang menanam dengan pola trees along border.
Kegiatan pertanian sudah dilakukan Kebanyakan petani (±60%) menanam tanaman
oleh masyarakat T’eba sejak lama, sejak zaman pangan terpisah dengan tanaman kayu
penduduk pertama dulu menetap di Desa Teba. (lahannya terpisah), dengan pertimbangan agar
Hasil rekapitulasi kuisioner menunjukkan tajuk tanaman kayu tidak menghambat
bahwa sekitar 34% ladang/kebun yang dibuat, pertumbuhan tanaman pangan. Hal ini sesuai
pada awalnya adalah semak belukar. Sedangkan dengan pernyataan Yanti (2012), bahwa
20% responden menyatakan bahwa lahan yang tanaman pangan masih mendominasi lahan
dibuat ladang/kebun sebelumnya adalah lahan wanatani. Meskipun sebagian besar sudah
yang memang kosong, sementara sisa sesuai dengan kelas kesesuaian lahannya,
responden yang lain memilih tidak menjawab. namun kondisi ini dapat berakibat pada semakin
Informasi ini menunjukkan bahwa kondisi terkurasnya unsur hara mikro lahan wanatani
kebun masyarakat Desa T’eba merupakan semi arid. Permasalahan ini sebagaimana
pertanian lahan kering. Kondisi lahan di Pulau dikemukakan oleh Banjarnahor (2016),

78
Potensi Pengembangan Tanaman Asli Setempat ...
(Hery Kurniawan & Eko Pujiono)

berdasarkan hasil penelitiannya di Tanzania ada di desa T’eba berdasarkan pendapat


terkait produksi pangan di daerah minim air dan responden disajikan pada Tabel 4. Dalam hal
kesuburan tanah, dilaporkan bahwa persoalan diversifikasi pertanian, NTT mengalami pola
yang juga krusial untuk diatasi adalah kendala yang menurun namun tetap berada di atas
umum bersama yang dihadapi petani yaitu indeks nasional. Menurut Saparita (2005), hal
rendahnya produksi tanaman sehingga terjadi ini mengindikasikan bahwa pada wilayah
persaingan penggunaan biomassa tanaman tersebut pertanian sedang berjalan ke arah
untuk kebutuhan manusia, ternak, dan tanah. spesialisasi. Di sisi lain, pertumbuhan tanaman
Faktor pembatas aktual dalam produksi cendana dan kayu papi yang cukup lambat juga
tanaman lokal perlu diinvestigasi lebih lanjut. menjadi alasan kuat untuk dapat ditanam
Dalam konteks ini maka konsep agroforestri bersama tanaman semusim. Hasil penelitian
dapat berperan sebagai solusi untuk mengatasi (Kurniawan, 2012) menunjukkan bahwa tingkat
permasalahan lahan. persaingan tajuk cendana pada Kabupaten TTU,
Jenis tanaman pangan yang dominan termasuk Desa T’eba secara umum masih
adalah padi dan jagung, sedangkan tanaman rendah. Hal ini berarti masih tersedia cukup
kayu yang dominan adalah jati dan mahoni. ruang untuk budidaya tanaman pertanian
Secara lengkap rekapitulasi jenis tanaman yang semusim.

Tabel 4. Jenis Tanaman yang dikembangkan di Desa T’eba


Table 4. Plants species developed in T’eba village
Jenis tanaman Prosentase jawaban responden
(Plant type) (Percentage of respondents' answers)
Tanaman Pangan:
Jagung 93%
Padi 78%
Ubi 48%
Kacang 15%
Tanaman Kayu:
Jati 93%
Mahoni 78%
Gmelina 4%
Tanaman lainnya (buah, MPTS):
Mangga 67%
Mente 52%
Pisang 19%
Pepaya 15%
Kemiri 15%
Asam 7%
Kelapa 7%

Keterangan : 27 dari 35 responden menjawab pertanyaan tentang jenis tanaman (n=27)


Remarks: 27 of 35 respondents answered questions about plant types
Sumber: Pengolahan data primer, 2015
Source: Primary data processing, 2015

79
Jurnal Vol. 2 No.2 Oktober 2018: 71-88

Diversifikasi usaha tani sudah lama pada data ini maka ada sekitar 371 hektar lahan
dipraktekkan petani lahan kering di NTT. pertanian lahan kering yang dapat dimanfaatkan
Beberapa jenis tanaman dikombinasikan oleh untuk penanaman jenis cendana, kayu papi dan
petani secara arif dalam diversifikasi usaha tani. gaharu dengan pola agroforestri. Tentunya
Jumlah tanaman jagung yang banyak disebabkan potensi lainnya pada pola tanaman tunggal juga
adanya Program Jagungisasi yang merupakan sangat mungkin untuk dikembangkan.
salah satu program unggulan Pemda NTT. Selain Penanaman dengan pola agroforestri sangat
mengusahakan berbagai tanaman pangan seperti memungkinkan sebagaimana yang dinyatakan
padi, jagung dan ubi-ubian untuk memenuhi oleh (Hendrisman et al., 2001) pembudidayaan
kebutuhan pangan, petani dapat mengusahakan kayu cendana dapat dilakukan pada batas-batas
kacang-kacangan yang dapat memberikan lahan usaha pertanian, batas padang
manfaat bagi petani baik dalam hal penyediaan penggembalaan dan pematang kebun yang dapat
pangan sumber protein juga yang penting adalah berfungsi ganda yaitu sebagai penguat teras dan
dapat meningkatkan pendapatan petani karena tanda batas kepemilikan lahan. Pembudidayaan
kacang-kacangan memiliki harga jual yang dapat juga melalui reboisasi lahan agroforestri
tinggi dibanding jenis pangan lainnya (Leki, dengan pola Hutan Tanaman Industri yang
2010). berwawasan kemasyarakatan.
Kepala rumah tangga merupakan
2. Ekonomi masyarakat
pelaksana utama dalam aktivitas bertani. Namun Bahasan aspek ekonomi difokuskan
begitu, anggota keluarga lain juga turut kepada tingkat konsumsi (biaya), pendapatan
dilibatkan dalam aktivitas pertanian. Hasil dan analisis usaha tani aktivitas pertanian.
rekapitulasi responden terkait pembagian kerja Estimasi seberapa besar pengeluaran petani
dalam aktivitas bertani menunjukkan bahwa dalam satu tahun difokuskan pada pengeluaran
sekitar 88% istri, 64% anak dan 24% lansia (>60 untuk konsumsi dan pengeluaran untuk kegiatan
tahun) turut membantu kepala rumah tangga sosial. Hasil rekapitulasi responden
dalam aktivitas pertanian. Kondisi ini seperti menunjukkan bahwa besarnya pengeluaran
yang dijelaskan oleh Zypchyn (2012) bahwa
petani adalah sekitar 8,3 juta rupiah per tahun
wanita memainkan peran penting dalam usaha atau sekitar 700 ribu rupiah per bulan.
tani pangan organik dan keberlanjutannya. Usaha
Selengkapnya mengenai pengeluaran petani
tani pangan termasuk kebun yang relatif jauh disajikan pada Tabel 5.
lokasinya dari pekarangan, meski dipandang Kegiatan pertanian merupakan sumber
sebagai salah satu bagian sistem pertanian lahan utama penghasilan masyarakat. Sebagian besar
kering masyarakat NTT, dan mesti dipandang masyarakat dikategorikan sebagai petani
sebagai extended home garden bagi masyarakat subsisten, dimana petani membudidayakan
NTT (Ngongo dan Marawali, 2016). tanaman pangan secukupnya untuk memenuhi
Apabila melihat data luasan lahan kering kebutuhan sendiri. Pertanian subsisten secara
baik pada tegal/ladang, pemukiman, pekarangan umum menggunakan masukan sarana produksi
dan kebun, jumlah total luasnya adalah 928 (input) rendah yang berasal dari bahan yang
hektar. Berdasarkan informasi yang tersedia di lokasi usahatani, yaitu benih dari hasil
dikumpulkan diperoleh keterangan bahwa ada panen musim tanam sebelumnya, pupuk
sekitar 40% masyarakat yang menanam kandang dosis rendah, dan pengelolaan tanaman
tanamannya secara campuran. Bila mengacu secara tradisional (Sutoro, 2015).

80
Potensi Pengembangan Tanaman Asli Setempat ...
(Hery Kurniawan & Eko Pujiono)

Tabel 5. Pengeluaran petani


Table 5. Farmers expenditure
Pengeluaran/konsumsi (Expenditures/ Konsumsi/tahun Nilai (Price)
consumption) (consumption/year) (Rp/ tahun)
Komsumsi:
Beras 300 kg 2.550.000
Minyak Tanah 30 liter 150.000
Minyak Goreng 50 liter 600.000
Kayu Bakar 190 ikat 950.000
Listrik - 360.000
Anak Sekolah 1 anak 1.200.000
Bensin/ transport 360 liter 360.000
Sosial:
Acara Adat 3-4 kali 1.000.000
Acara Agama 10-12 kali 200.000
Acara Keluarga 3-4 kali 1.000.000
TOTAL (Total) 8.370.000
Keterangan (remarks): asumsi harga beras (assumption of rice price): Rp. 8.500,-/kg; harga minyak tanah kerosene
price : Rp. 5.000,-/liter; harga minyak goreng (cooking oil price): Rp. 12.000,-/botol; harga kayu Bakar
(firewood price): Rp. 5.000,-/ikat (sumber harga (price source): Kec. Biboki Tan Pah, 2014)
Sumber : Pengolahan data primer, 2015
Source : Primary data processing, 2015

Meskipun menurut Lassa (2009), ini hasil produksi pertanian atau hasil
kontribusi food crops terhadap Pendapatan lainnya akan dikuantitatifkan untuk dapat
Domestik Regional Bruto (PDRB) NTT mengetahui seberapa besar sebenarnya
turun drastis dari lebih dari 53.7% di akhir pendapatan yang diperoleh petani. Hasil
tahun 1960an hingga ke level 21% ditahun rekapitulasi responden menyebutkan bahwa
2006, namun sebagian besar penduduk NTT besarnya pendapatan petani sekitar 8,6 juta
masih menggantungkan hidupnya pada rupiah per tahun atau sekitar 716 ribu
sektor pertanian (Leki, 2010). Terlepas dari rupiah per bulan seperti dijelaskan Tabel 6.
tipe petani subsisten tersebut, dalam kajian

Tabel 6. Pendapatan petani


Table 6. Farmers income
Sumber Pendapatan (Revenue sources) Produksi/tahun (Production/year) Rp/tahun (Rp/year)
Hasil Pertanian/ Perkebunan:
Jagung 325 kg 1.300.000
Padi 400 kg 3.000.000
Mente 80kg 800.000
Hasil Ternak:
Sapi 1 ekor 2.000.000
Babi 1 ekor 1.500.000
Total (Total) 8.600.000
Keterangan (remarks): asumsi harga jagung (assumption of corn price): Rp. 4.000,-/kg; harga padi (rice price):
Rp. 7.500,-/liter; harga mente (cashew nut price) : Rp. 10.000,-/kg
Sumber : Pengolahan data primer, 2015 (Source : Primary data processing, 2015)

81
Jurnal Vol. 2 No.2 Oktober 2018: 71-88

Hasil perhitungan menunjukkan (2005), bahwa umumnya petani sudah


bahwa pengeluaran dan pendapatan petani mengalami ketergantungan terhadap
hampir sama. Ini sejalan dengan fakta yang teknologi pertanian, yang mana semua
menyebutkan bahwa tipe petani di Desa kebutuhannya, kecuali tenaganya sendiri,
T’eba adalah petani subsisten, dimana hasil diadakan oleh pihak lain dan harus
pertanian hanya cukup untuk pemenuhan mengeluarkan uang untuk mendapatkannya.
kebutuhan sendiri. Hal ini menunjukkan Selain perbandingan antara besarnya
adanya kondisi sebagaimana yang pengeluaran dan pendapatan rumah tangga
disebutkan oleh Leki (2010) bahwa dari petani seperti diuraikan sebelumnya,
segi ketersediaan sesungguhnya masyarakat dilakukan juga analisis usaha tani untuk
NTT pada umumnya mampu mengetahui sampai sejauh mana biaya yang
berswasembada pangan, namun kondisi ini dikeluarkan dalam bidang pertanian
perlu diwaspadai karena pangan yang dibandingkan dengan pendapatan dari
dihasilkan sebagian akan dijual untuk aktivitas pertanian. Hasil rekapitulasi analisis
memenuhi kebutuhan hidup lainnya. usaha tani disajikan pada Tabel 7.
Sebagaimana dijelaskan oleh Maguantara

Tabel 7. Analisis usaha tani untuk lahan sekitar 0,25 ha


Table 7. Analysis of farming for 0.25 hectar land
Komponen Biaya/ Pendapatan Jumlah Keterangan
(Cost / Revenue Component) (amount) (Remarks)
Biaya:
- Persiapan Lahan Agus-Okt
Bahan (cangkul, sabit, fungisida) 250.000
Ongkos Kerja 300.000
- Penamaman Des-Jan
Bibit (padi, jagung, kacang) 300.000
Bibit tan kayu (jati/ mahoni) - Cabutan alam
Ongkos Kerja 200.000
- Pemeliharaan Feb-Apr
Pemeliharaan & pemupukan 150.000
Ongkos Kerja 100.000
- Pemanenan Mei-Jun
Bahan (karung) 50.000
Ongkos Kerja 250.000
- Pemasaran hasil 50.000 Pasar/ Pengepul
Total biaya (Total cost) 1.650.000
Pendapatan:
- Hasil pertanian
Jagung 650.000 Musim Kemarau
Padi 1.150.000 Musim Hujan
Kacang 250.000 Musim kemarau
- Tan. kayu - Belum menghasilkan
Total pendapatan (Total income) 2.050.000
Selisih Pendapatan – Biaya (Income Difference – Costs) 400.000
Sumber : Pengolahan data primer, 2015
Source : Primary data processing, 2015

82
Potensi Pengembangan Tanaman Asli Setempat ...
(Hery Kurniawan & Eko Pujiono)

Tabel 7 menunjukkan bahwa jumlah Pengetahuan yang dimaksud meliputi


keuntungan yang didapat hampir sama pengetahuan tentang teknik budidaya, nilai
dengan jumlah biaya yang dikeluarkan. Hal ekonomi, potensi dan kesesuaian jenis.
ini mengindikasikan bahwa selama ini Tabel 8 mengindikasikan bahwa
kegiatan pertanian yang dilakukan oleh sebagian besar responden petani mengetahui
petani/ masyarakat di Desa T’eba hanya teknik budidaya dan nilai ekonomi jenis
cukup untuk memenuhi kebutuhan dan belum cendana dan kayu papi, sementara untuk jenis
banyak memberikan keuntungan. Kondisi ini gaharu mereka hanya sebagian kecil
senada dengan data yang dilaporkan oleh responden saja yang tahu. Terkait potensi,
Priyanto & Diwyanto (2014) yang petani menganggap bahwa potensi cendana
mengatakan bahwa masyarakat wilayah dan kayu papi sedikit, dan sebagian besar
perbatasan tergolong berpenghasilan rendah, menganggap gaharu tidak ada di sekitar Desa
dan kebutuhan pangan mencapai 71,45% dari T’eba. Untuk kesesuaian lahan dan
total pengeluaran. kesesuaian sosial (tingkat penerimaan
masyarakat) menunjukkan bahwa ketiga jenis
C. Persepsi Petani terhadap Agroforestri tersebut sesuai. Apabila dilihat dari peta
dengan Jenis Cendana, Kayu Papi dan kesesuaian lahan untuk cendana maka lokasi
Gaharu Desa T’eba masuk kelas sesuai 3 dan 4
Pertanyaan terkait persepsi petani (Sumardi, Hidayatullah, Yuniati, & Victorino,
difokuskan pada pengetahuan petani tentang 2016).
jenis cendana, kayu papi dan gaharu.

Tabel 8. Persepsi petani terhadap agroforestri dengan jenis cendana, kayu papi dan gaharu
Table 8. Perceptions of farmers on agroforestry with cendana, kayu papi and gaharu species
Persepsi petani (Perception of farmers) (%)
Parameter (Parameter)
Cendana Kayu Papi Gaharu
- Pengetahuan teknik budidaya:
Tahu 84% 84% 45%
Tidak Tahu 16% 16% 55%
- Pengetahuan nilai ekonomi:
Tahu 71% 74% 23%
Tidak Tahu 29% 26% 77%
- Potensi:
Banyak 15% 13% -%
Sedikit 81% 87% 17%
Tidak ada 4% -% 83%
- Kesesuaian Lahan:
Sesuai 96% 96% 67%
Tidak sesuai 4% 4% 33%
- Kesesuaian sosial:
Sesuai 96% 100% 68%
Tidak sesuai 4% -% 32%
Sumber : Pengolahan Data Primer, 2015
Source : Primary data processing, 2015

83
Jurnal Vol. 2 No.2 Oktober 2018: 71-88

Bersadarkan data tersebut dapat juga untuk jenis gaharu sudah ditanam oleh
diketahui bahwa masyarakat Desa T’eba sebagian masyarakat di Desa T’eba, dan
memiliki pengetahuan terkait budidaya menunjukkan performa pertumbuhan yang
ketiga jenis tersebut, meskipun perlu untuk cukup baik. Referensi pertanaman campuran
ditingkatkan lagi. Demikian pula terkait antara cendana dan gaharu saat ini masih
pengetahuan terkait potensi ekonomi dari sangat terbatas, penelitian Wijayanto dan De
ketiga jenis tersebut, meskipun mereka Araujo (2011), pertumbuhan tanaman pokok
mengatakan potensi ketiga jenis tersebut cendana (S. album) yang terbaik ditemukan
saat ini relatif sedikit, namun potensi pada pola agroforestri AF 2 (cendana, jati,
ekonominya mereka akui tinggi apabila mahoni, gaharu, jagung, singkong, kacang
dapat dibudidayakan. turis, dan labu) yang ditanam bersamaan
Selanjutnya terkait potensi yang ada dengan tanaman inang Sesbania spp,
dapat disimpulkan bahwa sebagian besar sedangkan pertumbuhan tanaman pokok
masyarakat menganggap bahwa ketiga jenis cendana terendah ditemukan pada pola
tersebut memiliki kesesuaian dengan kondisi agroforestri AF 3 (cendana, jati, mahoni,
lahan yang ada serta memiliki kelayakan gaharu, jagung dan labu) yang tidak ditanam
sosial atau tingkat penerimaan oleh bersama tanaman inang Sesbania spp. dan
masyarakat yang sangat tinggi. Terutama Cajanus cajan.
untuk jenis cendana yang angkanya bisa Dalam konteks revitalisasi paradigma
mencapai 96% dan kayu papi 100%. Hal ini dan kebijakan pembangunan pertanian baru
cukup wajar, mengingat kedekatan dari pendekatan SDA dan teknologi ke arah
masyarakat secara budaya dengan kedua pembangunan pertanian yang lebih holistik
jenis ini. Tanaman cendana adalah tanaman yakni meliputi SDA, SDM, teknologi dan
kehutanan yang sangat istimewa dan guna kelembagaan (Elizabeth, 2007), agroforestri
kayunya yang sangat tinggi (Sumanto et al., dapat dipandang dan ditempatkan sebagai
2011). Cendana adalah tumbuhan tropika cara untuk penguasaan lahan dan asset
yang persebaran alaminya terpusat di produktif, serta pengembangan basis
kawasan provinsi Nusa Tenggara Timur sumberdaya pertanian. Hasil analisa
(Wawo et al., 2008). Cendana merupakan mengenai aspek persepsi petani, aspek
spesies endemik asal Nusa Tenggara Timur pengelolaan lahan dan aspek ekonomi di
yang bukan hanya bernilai ekonomi namun atas dapat dimanfaatkan oleh pihak terkait
juga sebagai lambang pemersatu masyarakat dalam merumuskan rencana atau strategi
dan kearifan lokal di Provinsi NTT pengembangan sistem agroforestri, terutama
(Kurniawan et al., 2013). Sedangkan kayu terkait dengan kebijakan pemilihan jenis
papi merupakan family santalacea yang tanaman. Kendala utama bagi budidaya dan
memiliki sifat mirip cendana (Santalum pengembangan ketiga jenis ini adalah pada
album Linn.) dengan dalam hal ciri fisik orientasi masyarakat yang masih bertumpu
kayu dan keharumannya. Kayu papi pada tanaman pangan. Teknologi
merupakan tanaman asli yang tumbuh di agroforestri sebagai alternatif solusi terbaik
Desa T’eba pada sebagian lereng dan perlu untuk terus disosialisasikan ke
bukitnya. Sehingga jenis kayu papi ini telah masyarakat.
dikenal baik oleh masyarakat. Demikian

84
Potensi Pengembangan Tanaman Asli Setempat ...
(Hery Kurniawan & Eko Pujiono)

IV. KESIMPULAN Biologi, Volume 5, (Masalah Cendana


Cendana (S. album) dan Kayu Papi NTT), 469–475.
(E.latifolia) di Desa T’eba memiliki potensi Elizabeth, R. (2007). Fenomena Sosiologis
pengembangan berbasis agroforestri yang Metamorphosis Petani : Ke Arah
sangat tinggi dilihat dari aspek kemampuan Keberpihakan Pada Masyarakat Petani
dan pengetahuan masyarakat, serta kesesuaian di Pedesaan Yang Terpinggirkan Terkait
Konsep Ekonomi Kerakyatan Socio-
lahan dan penerimaan sosial masyarakatnya.
Metamorphosis Phenomenon of
Sedangkan untuk jenis gaharu (G. versteegii) Farmers : Towards the Favor of
meskipun dari aspek pengetahuan masyarakat Disadvantage Farmer’s Community in
dalam hal budidaya rendah, namun R. Forum Penelitian Agro Ekonomi,
masyarakat menilai jenis ini memiliki 25(1), 29–42.
kesesuaian lahan dan kesesuaian sosial yang Fatmawati. (2011). Analisis Kebijakan
cukup tinggi. Pada aspek ekonomi, sebagian Pengelolaan Cendana di Kabupaten
besar masyarakat (>70%) menilai jenis Timor Tengah Selatan. Institut Pertanian
cendana dan kayu papi memiliki nilai Bogor.
ekonomi tinggi, dan hanya 23% masyarakat Hendrisman, M., Sosiawan, H., & Irianto, G.
yang memiliki pengetahuan terkait nilai (2001). Kajian Evaluasi Lahan Untuk
ekonomi gaharu. Kendala paling utama Pengembangan Cendana Dinusa
adalah kebutuhan lahan untuk bercocok Tenggara Timur. Berita, Volume
5,(Nomor 5), 599–603.
tanam. Pengembangan cendana, kayu papi
dan gaharu dengan pola agroforestri, potensial IUCN. Santalum album, Sandalwood. The
untuk dikembangkan di Desa T’eba pada IUCN Red List of Threatened Species
1998, versi 2015., e.T31852A9 Asian
lahan seluas ± 371 hektar. Regional Workshop (Conservation &
Sustainable Management of Trees,
Ucapan Terima Kasih : Ucapan terima kasih Vietnam, August 1996). The IUCN Red
disampaikan kepada seluruh pihak yang telah List of Threatened Species 1998. 1–6
membantu penelitian ini, khususnya kepada (2015). www.iucnredlist.org.
Sda. Martinus Lalus beserta keluarga, serta https://doi.org/http://dx.doi.org/10.2305/
seluruh masyarakat Desa T’eba yang telah IUCN.UK.1998.RLTS.T31852A966506
mendukung penelitian ini dengan sangat baik 6.en
dan sabar.
Kurniawan, H. (2012). Strata Tajuk Dan
DAFTAR PUSTAKA Kompetisi Pertumbuhan Cendana
(Santalum album Linn.) di Pulau Timor
Anonim. (2014). Profil Desa T’eba tahun (Crown Stratum and Growth
2014. Pemerintah Desa T’eba, Competition of Cendana (Santalum
Kecamatan Biboki Tanpah, Kabupaten album Linn.) in Timor Island) Plan
TTU. Pengembangan dan Pelestarian Cendana
Banjarnahor, D. (2016). Tipologi Rumah Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahu.
Tangga Tani Sebagai Titik Masuk Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea,
Pertanian Konservasi: Studi Kasus di Vol.1 No.2, 103–115.
Semi-Ringkai Tanzania. Jurnal Kurniawan, H., Soenarno, & Prasetyo, N. A.
Pertanian Tropik, 3(2), 100–108. (2013). Kajian Beberapa Aspek Ekologi
Bano Et, H. H. (2001). Makalah kajian. Berita Cendana (Santalum album Linn.) Pada
Lahan Masyarakat di Pulau Timor

85
Jurnal Vol. 2 No.2 Oktober 2018: 71-88

(Some Aspects of Ecology of Cendana Butarbutar, T. (2008). Kondisi Tanah


(Santalum album Linn.) on Private Pada Sistem Kaliwu Dan Mamar Di
Lands in Timor Island)* Hery Timor Dan Sumba (Condition of Soil at
Kurniawan 1 , Soenarno 2 , dan/ and Mamar and Kaliwu System In Timor
Nurhuda Adi Prase. Penelitian Hutan and Sumba). Info Hutan, V(1), 45–51.
Dan Konservasi Alam, Vo. 10 No., 33– Priyanto, D., & Diwyanto, K. (2014).
49. Pengembangan pertanian wilayah
Lassa, J. A. (2009). Memahami Kebijakan perbatasan Nusa Tenggara Timur dan
Pangan dan Nutrisi Indonesia : Studi Republik Demokrasi Timor Leste.
Kasus Nusa Tenggara Timur 1958- Pengembangan Inovasi Pertanian, 7(4),
2008. Journal of NTT Studies, 1((1)), 207–220.
28–45. Rajati, T., Kusmana, C., Darusman, D., &
Leakey, R. R. B., Weber, J. C., Page, T., Saefuddin, A. (2006). Optimalisasi
Cornelius, J. P., Akinnifesi, F. K., Pemanfaatan Lahan Kehutanan Dalam
Roshetko, J. M.,… Jamnadass, R. Kesejahteraan Sosial Ekonomi
(2012). Tree Domestication in Masyarakat Desa Sekitar Hutan : Studi
Agrofrestry: Progress in The Second Kasus di Kabupaten Sumedang ( The
Decade (2003-2012). In D. Nair, P.K., Optimization of Forest Land Utilization
Garrity (Ed.), Agroforestry – The Future to Improve Environment Quality and
of Global Land Use (pp. 145–173). People Welfare Surrounding The F.
USA: Springer. Jurnal Manajemen Hutan Tropika,
XII(1), 38–50.
Leki, S. (2010). Kajian Kebijakan Pertanian
dalam Memenuhi Kebutuhan Dasar Saparita, R. (2005). Perkembangan
Penduduk di NTT. (W. Adiningtyas, Komersialisasi Pertanian di Indonesia
Ed.). Kupang. Retrieved from dan Proyeksinya 2005-2050. AGRISEP,
www.perkumpulanpikul.or.id Vol.4 No., 1–16.
Maguantara, Y. N. (2005). Pembenahan Tata Sumanto, S. E., Sutrisno, E., & Kurniawan,
Produksi Pertanian Pangan: Strategi dan H. (2011). Analisis Kebijakan dan
Praktik Menuju Kedaulatan Petani. Strategi Litbang Kehutanan dalam
Jurnal Analisis Sosial, 10(1), 43–66. Pengembangan Cendana di Nusa
Tenggara Timur (Policy Analysis and
McWilliam, A. (2005). Haumeni , Not Many :
Forestry Research Strategy on
Renewed Plunder and Mismanagement
Sandalwood Development in East Nusa
in the Timorese Sandalwood Industry.
Tenggara). Jurnal Analisis Kebijakan
Modern Asian Studies, 39(2), 285–320.
Kehutanan, Vol. 8(No. 3), 189–209.
https://doi.org/10.1017/S0026749X0400
158 Sumardi, Hidayatullah, M., Yuniati, D., &
Victorino, B. A. (2016). Analisis
Ngongo, Y., & Marawali, H. H. (2016).
Kesesuaian Lahan Untuk Budidaya
Sistem Pertanian Lahan Pekaragan
Cendana (Santalum album Linn .) di
Mendukung Ketahanan Pangan Daerah
Pulau Timor. Jurnal Penelitian
Semi-Arid : Kasus Kawasan Rumah
Kehutanan Wallacea, 5(1), 61–77.
Pangan Lestari di Provinsi Nusa
https://doi.org/10.18330/jwallacea.2016.
Tenggara Timur. Jurnal Pengkajian
vol5iss1pp61-77
Dan Pengembangan Teknologi
Pertanian, 18, No.3, 291–302. Sutoro. (2015). Determinan Agronomis
Njurumana, G. N. D., Hidayatullah, M., & Produktivitas Jagung (The Agronomic
Factors Determining Maize

86
Potensi Pengembangan Tanaman Asli Setempat ...
(Hery Kurniawan & Eko Pujiono)

Productivity). Iptek Tanaman Pangan, Wijayanto, N., & De Araujo, J. (2011).


10(1), 39–46. Pertumbuhan Tanaman Pokok Cendana
(Santalum album Linn.) pada Sistem
Wawo, A. H., Syarif, F., & Budiardjo. (2008).
Agroforestri di Desa Sanirin,
Peranan Pohon Induk dan Pengaruh
Kecamatan Balibo, Kabupaten
Pemupukan Daun Terhadap Pola
Bobonaro, Timor Leste Growth. Jurnal
Pertumbuhan Semai Cendana (Santalum
Silvikultur Tropika, 03(01), 119–123.
album L.). Penelitian Hayati, 14, 55–
61. Yanti, R. (2012). Pendekatan Ekosistem
Wanatani Semi Arid Khatulistiwa dalam
Widiyanti, M. P., Purnaweni, H., &
Pengelolaan Pertanian Berkelanjutan
Soeprobowati, T. R. (2013).
(di Kecamatan Amarasi, Kabupaten
Pengelolaan Cendana di Desa Asumanu,
Kupang, Nusa Tenggara Timur).
Kecamatan Raihat, Kabupaten Belu,
Universitas Indonesia.
Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
In Pengelolaan Cendana di Desa Zypchyn, K. (2012). Getting Back to the
Asumanu, Kecamatan Raihat, Garden: Reflections on gendered
Kabupaten Belu, Propinsi Nusa behaviours in home gardening. Earth
Tenggara Timur (NTT) (pp. 13–18). Common Journal, 2(1), 19. Retrieved
Semarang: Program Studi Lingkungan from https://journals.macewan.ca/index.
UNDIP. php/earthcommon/article/view/60

87
Jurnal Vol. 2 No.2 Oktober 2018: 71-88

88
DETEKSI DAN IDENTIFIKASI JENIS TUMBUHAN ASING INVASIF
DI TAMAN WISATA ALAM GUNUNG MEJA MANOKWARI,
PAPUA BARAT

(Identification of Invasive Plant Species at Gunung Meja Recreational Park,


Manokwari West Papua)

Sarah Yuliana1 & Krisma Lekitoo1


1
Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manokwari
Jl. Inamberi – Pasir Putih, Susweni, Manokwari 98312, Telp/fax (0986) 213441
Email: sarahkeiluhu@gmail.com, krisma_lekitoo@yahoo.co.id

ABSTRACT
One of the threats to the protected and natural recreational park is invasion of exotic species, which
alters the stability of biodiversity, natural functions, and decreases park’s value. Gunung Meja Recreational
Park (RP), Manokwari, West Papua has to deal with the issues of exotic plant species. This paper aim was to
detect and identify invasive plant species on the edges of the RP. Field surveys with exploration method
followed by observation and identification were taken to list invasive plants in this research. The results
showed 39 species from 19 families spread on the RP edges. These species were mostly Asteraceae and
Fabaceae (eight species each), then Commelinaceae, Convolvulaceae, Euphorbiaceae, Lamiaceae, Piperaceae
and Verbenaceae, (two species each), and one species each from the family of Acanthaceae, Aristolochiaceae,
Bignoniaceae, Cannaceae, Cyperaceae, Malvaceae, Menispermaceae, Phyllantaceae, Poaceae, Rubiaceaeand
Solanaceae. Invasive plant species encountered from various form of habitus, which were shrubs, grass, sedge,
clumps, lianas, and trees. At least five species need more attention, which were Chromolaena odorata (L.)
R.M.King & H.Rob., Lantana cammara L., Merremia peltata (L.) Merrill, Mikania micrantha H.B.K., and
Spathodea campanulata P.Beauv. These species have already listed nationally and globally as Invasive Alien
Species which potentially bring detrimental impacts on biodiversity and ecosystem.
Keywords: Invasive plant species, Gunung Meja Recreational Park, Manokwari

ABSTRAK
Salah satu ancaman terhadap kawasan lindung dan wisata alam adalah invasi tumbuhan asing yang
seringkali mempengaruhi kondisi keanekaragaman hayati, fungsi-fungsi alami serta mengurangi keindahan
kawasan. Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Meja, Manokwari, Papua Barat telah menghadapi masalah
sebaran tumbuhan asing invasif. Tulisan ini bertujuan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi jenis-jenis
tumbuhan asing invasif yang menyebar di daerah tepi kawasan TWA Gunung Meja. Survei lapangan dengan
metode penjelajahan diikuti dengan observasi dan identifikasi jenis dilaksanakan dalam penelitian ini. Hasil
penelitian menunjukkan adanya 39 jenis tumbuhan asing dari 19 famili, yang berpotensi invasif dan mulai
menyebar di tepi kawasan TWA Gunung Meja. Jenis-jenis ini berasal dari famili Asteraceae dan Fabaceae
(masing-masing 8 jenis), famili Convolvulaceae, Commelinaceae, Euphorbiaceae, Lamiaceae,
Piperaceae,dan Verbenaceae, (masing-masing 2 jenis), serta masing-masing 1 jenis dari famili Acanthaceae,
Aristolochiaceae, Bignoniaceae, Cannaceae, Cyperaceae, Malvaceae, Menispermaceae, Phyllantaceae,
Poaceae, Rubiaceae and Solanaceae. Jenis-jenis tersebut berasal dari beragam habitus seperti semak,
rumput, teki, perdu, liana, dan pohon. Terdapat sedikitnya 5 (lima) jenis tumbuhan yang perlu diwaspadai,
yaitu Chromolaena odorata (L.) R.M.King & H.Rob., Lantana cammara L., Merremia peltata (L.) Merrill,
Mikania micrantha H.B.K., dan Spathodea campanulata P.Beauv. Jenis-jenis tersebut secara nasional dan
global dikenal sebagai jenis asing invasif yang sangat berpotensi menyebabkan degradasi ekosistem dan
hilangnya habitat.
Kata kunci: Tumbuhan asing invasif, taman wisata alam gunung meja, manokwari
Jurnal Vol. 2 N0.2 Oktober 2018: 89-102

I. PENDAHULUAN nilotica di TN Baluran, Jawa Timur (Siregar


Kawasan-kawasan lindung dan wisata dan Tjitrosoedirdjo, 1999), Acacia decurrens
alam di seluruh dunia merupakan kawasan di TN Gunung Merapi (Gunawan et al.,
yang sangat rentan terhadap gangguan dan 2015), invasi Chromolaena odorata di
ancaman, baik yang berasal dari dalam wilayah Pangandaran dan Taman Nasional
maupun dari luar kawasan. Ancaman tersebut (TN) Ujung Kulon, Jawa Barat
dapat mempengaruhi secara langsung kualitas (Tjitrosoemito, 1999), serta invasi Merremia
keanekaragaman hayati sekaligus potensi peltata di TN Bukit Barisan Selatan (Yansen
lainnya yang mampu disediakan kawasan et al., 2015). Di lokasi-lokasi tersebut, invasi
bagi manusia yang memanfaatkannya. Salah tumbuhan asing telah menunjukkan dampak
satu ancaman terhadap kawasan alami yang yang sangat besar pada kawasan, baik
berasal dari luar kawasan adalah keberadaan terhadap kondisi ekologisnya maupun
jenis-jenis tumbuhan invasif, terutama jenis pengaruh ekonomisnya. Sedangkan untuk
asing invasif (IAS-Invasive Alien Species). wilayah Papua, informasi menyangkut jenis-
Keberadaan jenis-jenis tersebut telah jenis invasif masih terbatas.
diketahui memberi dampak yang cukup besar Salah satu kawasan hutan yang juga
pada suatu ekosistem alami. Secara langsung difungsikan sebagai pengatur tata air dan
jenis-jenis tersebut mengancam keberadaan taman wisata adalah Taman Wisata Alam
jenis-jenis alami dan ekosistemnya, sekaligus (TWA) Gunung Meja Manokwari. Kawasan
menyebabkan penurunan kualitas dan fungsi ini ditetapkan sebagai hutan wisata c.q.
kawasan, juga hilangnya habitat dan Taman Wisata Alam dengan fungsi
berkurangnya nilai keindahan terutama pada perlindungan berdasarkan Surat Keputusan
kawasan wisata (Anonim, 2016). Spesies Menteri Pertanian No. 19/Kpts/Um/1990.
asing invasif pada tumbuhan merupakan TWA Gunung Meja pada dasarnya merupakan
jenis-jenis tumbuhan yang dapat tumbuh kawasan hutan dataran rendah dengan potensi
secara cepat pada suatu daerah dan flora dan fauna yang sangat beragam, baik
memberikan dampak atau pengaruh dari tumbuhan berkayu dan non-kayu, serta
merugikan secara ekologis maupun ekonomis fauna burung, mamalia dan herpetofauna
(Anonim, 2000; Wittenberg dan Cock, 2001; (Leppe dan Tokede, 2004). Kawasan ini
Zimdahl, 2007). Beberapa ciri utama jenis- terletak berbatasan langsung dengan Kota
jenis invasif tersebut meliputi kemampuan Manokwari, Provinsi Papua Barat. Batas-
untuk tumbuh dan bereproduksi secara cepat, batas kawasan yang berupa jalan, pemukiman
seringkali mampu untuk bereproduksi secara penduduk beserta daerah perkebunannya
vegetatif dan tersebar secara luas, memiliki membuat TWA Gunung Meja sangat rentan
toleransi yang luas terhadap beragam kondisi terhadap pengaruh aktifitas manusia. Adanya
lingkungan serta umumnya berhubungan jalan yang melintas di dalam kawasan juga
dengan aktifitas manusia. membuat kawasan tersebut memiliki akses
Beberapa contoh invasi tumbuhan asing masuk yang sangat besar. Pengaruh aktifitas
yang telah dicatat di Indonesia terjadi di manusia yang begitu besar menandakan
beragam ekosistem alami. Contoh-contoh adanya peluang terjadinya penyebaran
invasi tersebut tampak pada kasus Acacia tumbuhan-tumbuhan asing yang berpotensi

90
Deteksi Dan Identifikasi Jenis Tumbuhan...
(Sarah Yuliana & Krisma Lekitoo)

menginvasi kawasan sekaligus merubah dilakukan di sepanjang tepi kawasan TWA


fungsi dan keindahan kawasan,terutama Gunung Meja Manokwari, terutama yang
dimulai dari bagian tepinya. Dengan beberapa berbatasan dengan jalan, hutan percobaan,
pertimbangan di atas, maka penelitian perkebunan dan pemukiman masyarakat.
yang bertujuan untuk mendeteksi dan Pengamatan hanya dilakukan sampai dengan
mengidentifikasi jenis-jenis tumbuhan asing jarak 5 meter dari tepi jalan, perkebunan dan
invasif yang menyebar di daerah tepi kawasan pemukiman, sejauh tumbuhan berpotensi
TWA Gunung Meja menjadi sangat invasif ini dapat dijumpai. Setiap jenis
diperlukan. tumbuhan invasif yang dijumpai
didokumentasikan, diambil contoh sampelnya
II. BAHAN DAN METODE dan dicatat ciri-ciri morfologinya untuk
mempermudah identifikasi (Waterhouse,
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di daerah 2003).
tepi kawasan Taman Wisata Alam Gunung Identifikasi jenis-jenis invasif ini
Meja Manokwari, Papua Barat (Gambar 1) dilakukan menggunakan bantuan tenaga
pada minggu IV bulan Juli 2016 sampai pengenal jenis, didukung dengan checklist
dengan minggu I bulan Agustus 2016. serta informasi dari beberapa buku acuan dari
Lowe et al.(2000), Soerjani et al.(1987),
B. Metode Penelitian Weber (2003) serta database Invasive Species
Kegiatan deteksi dan identifikasi dari lembaran data (factsheet) pada
dilakukan dengan pengamatan dan ww.cabi.or (2016). Hasil pengenalan awal,
pengenalan jenis secara langsung di lapangan identifikasi dan dokumentasi jenis-jenis ini
dan pengambilan contoh spesimen tumbuhan selanjutnya ditabulasi dan dideskripsi jenis-
asing invasif yang dilakukan dengan metode jenis pentingnya.
jelajah (Rugayah et al., 2004). Penjelajahan

Gambar 1. Peta situasi kawasan TWA gunung meja manokwari - Sumber: Leppe & Tokede (2004)
Figure 1. Situation map of Gunung Meja recreational park of manokwari – Source: Leppe and Tokede (2004)

91
Jurnal Vol. 2 N0.2 Oktober 2018: 89-102

III. HASIL DAN PEMBAHASAN telah mengalami invasi pada bagian tepi
Kawasan TWA Gunung Meja kawasan. Invasi pada daerah ini diakibatkan
Manokwari sebagai kawasan hutan yang oleh 39 jenis tumbuhan invasif (Tabel 1).
berada paling dekat dengan kota Manokwari

Tabel 1. Daftar Jenis Tumbuhan Asing Invasif di Tepi Kawasan TWA Gunung Meja
Table 1. List of Invasive Alien Plants at the Edge Area of Gunung Meja Recreational Park
No. (Number) Famili (Family) Spesies (Species) Habitus (Habitus)
1. Acanthaceae Strobilanthes crispus Bl. Semak
2. Aristolochiaceae Aristolochia tagala Cham. Liana
3. Asteraceae Ageratum conyzoides L. Semak
4. ,, Bidens pilosaL. Semak
5. ,, Chromolaena odorata (L.) R.M.King Semak
6. ,, Erigeron sumatrensisRetz. Semak
7. ,, Mikania micrantha Kunth. Liana
8. ,, Spilanthes acmella (L.) C.B. Clarke Semak
9. ,, Synedrella nodiflora(L.) Gaertn. Semak
10. ,, Vernonia cinerea (L.) Less Semak
11. Bignoniaceae Spathodea campanulataBeauv. Pohon
12. Cannaceae Canna hybrida Hort ex Back Herba
13. Commelinaceae Commelina benghalensis L. Herba
14. ,, Tradescantiapendula Bosse Herba
15. Convulvulaceae Ipomoea quamoclit L. Liana
16. ,, Merremia peltata (L.) Merr. Liana
17. Cyperaceae Cyperus kyllingia Endl. Teki
18. Euphorbiaceae Euphorbia geniculata Ort. Herba
19. ,, Euphorbia hirta L. Semak
20. Fabaceae Alysicarpus monilifer (L.) DC. Semak
21. ,, Calliandra calothrysus Meissn. Perdu
22. ,, Centrosema pubescens Benth. Liana
23. ,, Crotalaria indica L. Semak
24. ,, Desmodium gangeticum(L.) DC. Semak
25. ,, Leucaena leucocephala (Lam) de Wit Perdu
26. ,, Mimosa pudica L. Semak
27. ,, Pueraria javanica (Benth.) Benth. Semak
28. Lamiaceae Clerodendron paniculatum L. Semak
29. ,, Hyptis capitata (L.) Jacq. Semak
30. Malvaceae Sida rhombifolia L. Semak
31. Menispermaceae Cyclea barbata L. Miers. Liana
32. Phyllantaceae Phyllantus niruri L. Semak
33. Piperaceae Peperomia pelucida(L.) Kunth. Semak
34. ,, Piper aduncum L. Perdu
35. Poaceae Themeda arguens (L.) Hack. Semak
36. Rubiaceae Borreria laevis (Lamk.) Griseb. Semak
37. Solanaceae Physalis angulata L. Herba
38. Verbenaceae Lantana cammaraL. Semak
39. ,, Stachytarpeta jamaicensis L. Semak
Catatan: Informasi famili dan habitus diperoleh berdasarkan Lowe et al.(2000), Soerjani et al. (1987), Weber
(2003), dan Database Online ISSG (2016) dan CABI (2016)
(Notes: Information of family and habitus of each species are based on Lowe et al. (2000)Soerjani et al.
(1987), Weber (2003), and online Database of ISSG (2016) and CABI (2016))

92
Deteksi Dan Identifikasi Jenis Tumbuhan...
(Sarah Yuliana & Krisma Lekitoo)

Jenis-jenis invasif tersebut berasal dari tumbuhan air (Sindel, 2000; Zimdahl, 2007).
19 famili, dengan famili Asteraceae dan Setiap bentuk habitus tersebut akan dapat
family Fabaceae memiliki anggota terbanyak, memberi akibat yang sangat berbeda pada
yaitu 8 jenis. Selanjutnya diikuti oleh famili ekosistem alami dan spesies flora dan fauna
Commelinaceae, Convulvulaceae, Lamiaceae, di dalamnya. Sebagai contoh, tumbuhan
Piperaceae, Verbenaceae dan Euphorbiaceae invasif yang berbentuk semak dapat
(masing-masing 2 jenis), serta masing-masing membentuk rumpun yang rapat dan padat saat
1 jenis pada famili Poaceae, Cyperaceae, berhasil menginvasi dan menguasai suatu
Acanthaceae, Aristolochiaceae, Bignoniaceae, daerah. Semak-semak ini kemudian pada
Cannaceae, Malvaceae, Menispermaceae, akhirnya secara langsung akan mencegah dan
Phyllantaceae, Rubiaceae, dan Solanaceae. menghambat pertumbuhan bibit dan semai
Sedangkan dari segi tipe habitus, jenis- jenis-jenis tumbuhan asli di daerah tersebut.
jenis tumbuhan invasif yang dijumpai Sementara seperti yang teramati di
memiliki habitus beragam, dengan semak daerah tepian kawasan TWA Gunung Meja
merupakan kelompok yang paling banyak Manokwari, tumbuhan invasif yang berbentuk
dijumpai, diikuti oleh liana dan herba liana, tumbuhan pemanjat dan merambat
(Gambar 2). dapat tumbuh rapat menutupi tumbuhan asli
Jenis-jenis tumbuhan invasif yang yang ada sehingga secara langsung
dijumpai pada tepi kawasan TWA Gunung mengurangi kemampuan tumbuhan tersebut
Meja menunjukkan jumlah yang cukup tinggi, untuk memperoleh cahaya matahari. Dampak
dibandingkan dengan 31 jenis yang dijumpai selanjutnya yang mungkin terjadi adalah
di TN Tanjung Puting (Sunaryo & kematian jenis-jenis asli karena kalah
Girmansyah, 2015). Namun kondisi ini masih berkompetisi akan sumberdaya yang
lebih sedikit daripada 74 jenis yang dijumpai dibutuhkannya serta berkurangnya keindahan
di TN Gunung Gede-Pangrango (Sunaryo & kawasan. Sebagai contoh, jenis Mentangan
Tihurua, 2010), dan termasuk dalam 2000 Merremia peltata (L.) Merrill yang dijumpai
jenis tumbuhan invasif yang diperkirakan saat pengamatan tumbuh menutupi
terdapat di seluruh kawasan di Indonesia pepohonan asli dan mengurangi kesempatan
(Anonim, 2003). Tipe habitus tumbuhan pepohonan tersebut dalam mendapatkan
invasif di tepi kawasan TWA Gunung Meja cahaya matahari, sementara sulur-sulur
yang beragam juga tidak jauh berbeda dengan perakarannya ikut membelit pepohonan
kondisi yang dijumpai di TN Tanjung Putting, penyokongnya. Di TN Bukit Barisan Selatan,
Kalimantan Tengah (Sunaryo & Girmansyah, tumbuhan ini berkembang menjadi sumber
2015) dan TN Gunung Halimun-Salak, Jawa kerusakan ekosistem asli (Yansen, Wiryono,
Barat (Sunaryo, Uji, 2012). Pada dasarnya, Deselina, Hidayat, M. & Depari, 2015).
tumbuhan invasif diketahui dapat muncul Beragamnya bentuk habitus dan
dalam bentuk habitus atau forma yang sangat kelompok famili tumbuhan invasif yang
beragam, mulai dari bentuk pohon, semak, dijumpai di tepi kawasan TWA Gunung Meja
liana, tumbuhan pemanjat atau merambat, juga menandakan adanya kemampuan
rerumputan, herba dan jenis-jenis tumbuhan penyebaran tumbuhan melalui mode dispersal
sukulen, termasuk tumbuhan yang memiliki yang beragam pula. Pada dasarnya,
umbi-umbian, rhizoma, sampai dengan keberhasilan suatu tumbuhan invasif untuk

93
Jurnal Vol. 2 N0.2 Oktober 2018: 89-102

menduduki suatu kawasan alami sekaligus Berdasarkan pengamatan pula, penyebaran


mengalahkan jenis-jenis asli dalam kompetisi jenis-jenis invasif ini lebih mudah terjadi di
sumberdaya seperti air, nutrisi tanah dan tepi-tepi jalan dan perbatasan dengan kebun
cahaya matahari di kawasan tersebut terletak penduduk yang dibuka dengan cara dibakar.
pada kemampuannya melakukan penyebaran Kondisi ini diketahui mendukung penyebaran
(Abywijaya I. K; Hikmat A. ; Widyatmoko beberapa jenis invasif yang berupa semak-
D., 2014; Hodkinson D; Thompson K, 1997; semak dan rerumputan untuk menduduki
Sindel, 2000; Zimdahl, 2007). lokasi-lokasi terbuka di tepi kawasan TWA
Tingkat keberhasilan invasi suatu jenis Gunung Meja.
tumbuhan asing dalam suatu kawasan alami Penelitian ini juga telah mendeteksi dan
akan sangat tinggi apabila tumbuhan tersebut mendokumentasikan beberapa jenis invasif
memiliki benih (propagul) yang mampu yang harus dipertimbangkan keberadaan dan
tersebar dan terdistribusi secara luas dan pengelolaannya secara lebih cermat dan
cukup jauh dari tumbuhan induknya, seksama di masa mendatang (dihubungkan
sekaligus mampu memenangkan kompetisi dengan ISSG – CABI (Anonim, 2016). Jenis-
dengan tumbuhan lainnya terutama tumbuhan jenis tersebut telah terdaftar secara nasional
asing dengan menguasai dan menduduki dan global sebagai jenis asing invasif yang
daerah tersebut (Junaedi, 2014; Sindel, 2000; sangat berpotensi merusak jenis-jenis asli dan
Westcott, D. & Dennis, n.d.; Zimdahl, 2007). keanekaragaman hayati, menyebabkan
Sebagai contoh, jenis-jenis invasif yang degradasi ekosistem dan hilangnya habitat.
menghasilkan biji sebagai propagul akan Jenis-jenis itu adalah Chromolaena odorata
dapat menyebar dengan bantuan agen (L.) R. M. King & H. Rob., Lantana
dispersal yang beragam. Bantuan angin, cammara L., Merremia peltata (L.) Merrill,
udara, hewan bahkan oleh manusia menjadi Mikania micrantha H. B. K.,dan Spathodea
beberapa cara umum penyebaran jenis-jenis campanulata P. Beauv.(Gambar 3-5).
invasif yang sangat umum terjadi, yang secara Penjelasan singkat masing-masing jenis
alami akan berkaitan ciri-ciri alami jenis-jenis tersebut adalah seperti pada bagian berikut ini
tersebut (Hodkinson D; Thompson K, 1997; (Anonim, 2016; Lowe, S., Browne, M.,
Master, 2015; Williams, J. & West, 2000). Boudjelas, S., 2000).

Gambar 2. Habitus tumbuhan invasif pada tepi kawasan TWA Gunung Meja Manokwari
Figure 2. Habitus of invasive alient plant at the edge of Gunung Meja RP Manokwari

94
Deteksi Dan Identifikasi Jenis Tumbuhan...
(Sarah Yuliana & Krisma Lekitoo)

1. Chromolaena odorata (L.) R.M.King & merupakan tumbuhan perennial yang


H.Rob. biasanya berbunga pada musim kering
Jenis ini berasal dari famili Asteraceae (Gambar 3). Kirinyuh diketahui tumbuh
dan dikenal secara umum sebagai Siam weed dengan baik di tempat yang mendapat cukup
atau di Indonesia sebagai Kirinyuh. cahaya, terutama di daerah terbuka, padang
Tumbuhan ini berbentuk semak, memiliki rumput, tepi-tepi perkebunan dan hutan.
daun berbentuk oval dengan tepi bergerigi,

Gambar 3. Chromolaena odorata (L.) R. M. King & H. Rob


Figure 3. Chromolaena odorata (L.) R. M. King & H. Rob

Kirinyuh merupakan jenis asli dari lantana dan di Indonesia sebagai tembelekan
wilayah Amerika Tengah dan Selatan, bersifat atau bunga tai ayam. Lantana merupakan
sangat invasif karena mampu menghasilkan tumbuhan semak perennial dengan warna
propagul yang sangat banyak, dapat menyebar bunga yang sangat beragam, umumnya
dengan bantuan angin, melekat pada bulu berupa tanaman hias, dan mula-mula
hewan dan kaos kaki atau pakaian manusia, diintroduksi di daerah-daerah tropis di seluruh
bahkan juga secara vegetatif. Jenis ini di dunia dari daerah asalnya di Amerika Tengah
Indonesia telah lama dideteksi kehadirannya dan Selatan (Gambar 4). Tumbuhan ini
di Papua, dijumpai di Taman Hutan Raya menyebar dengan bijinya, juga dapat menjadi
(Tahura) Dr. Moh. Hatta, Padang, Sumatera tumbuhan pemanjat. Jenis ini diketahui
Barat serta menginvasi kawasan Pangandaran tercatat kawasan TN Meru Betiri wilayah TN
dan TN Ujungkulon, Jawa Barat dan TN Alas Alas Purwo, Tahura Dr. Moh. Hatta, Padang,
Purwo, Jawa Timur (Solfiyeni, 2015; Tihurua, dan Cagar Alam (CA) Pulau Sempu, Jawa
E., Sunaryo & Wiriadinata, 2014; Tjitro Timur (Abywijaya I. K; Hikmat A. ;
soemito S, 1999; Waterhouse, 2003). Widyatmoko D., 2014; Master, 2015;
Purwono, B., Wardhana, B., Wijanarko, K.,
2. Lantana cammara L.
Setiowati W. & Kurniawati, 2002; Tihurua,
Jenis ini berasal dari famili
E., Sunaryo & Wiriadinata, 2014).
Verbenaceae, dikenal secara umum sebagai

95
Jurnal Vol. 2 N0.2 Oktober 2018: 89-102

Gambar 4. Lantana cammara L.


Figure 4. Lantana cammara L.

3. Merremia peltata (L.) Merrill perennial berbatang teguh dengan daun


Jenis ini berasal dari famili membulat, dapat tumbuh memanjat hingga
Convulvulaceae, dikenal secara umum ketinggian 30 m (Gambar 5). Merupakan jenis
sebagai meremia atau di Indonesia sebagai asli dari Afrika Timur dan menyebar sampai
mantangan.Tumbuhan ini berbentuk liana dengan ke wilayah Asia dan Pasifik.

Gambar 5. Merremia peltata (L.) Merrill


Figure 5. Merremia peltata (L.) Merril

Mantangan diketahui memiliki sengaja ditanam sebagai tanaman hias. Jenis


propagul berupa biji, akibat terbawa dalam ini seringkali mampu menutupi pepohonan
material tanah yang dipindahkan atau dan tumbuhan asli hutan yang pada akhirnya

96
Deteksi Dan Identifikasi Jenis Tumbuhan...
(Sarah Yuliana & Krisma Lekitoo)

mematikan jenis-jenis asli tersebut. Indonesia. Catatan mengenai kehadiran jenis


Kemampuannya untuk tumbuh lagi melalui ini di Papua telah diketahui sejak awal tahun
trubusan dan tunas-tunas dari akar 2000-an,dijumpai pula tumbuh di Tahura Dr.
menyebabkan upaya eradikasi seringkali Moh Hatta, Padang, Sumatera Barat, Tahura
sulit dilakukan. Jenis ini telah menimbulkan Sultan Thaha Saifuddin, Jambi, Taman Hutan
masalah invasi serius di kawasan TN Bukit Pendidikan dan Penelitian Biologi (HPPB)
Barisan Selatan (Master, 2015; Yansen, Universitas Andalas (Nursanti, 2018; Sahira,
Wiryono, Deselina, Hidayat, M. & Depari, M., 2016; Solfiyeni, 2015; Waterhouse,
2015). 2003).
Individu muda tumbuhan ini mampu
4. Mikania micrantha Kunth. tumbuh cepat dalam waktu singkat,
Jenis ini berasal dari famili Asteraceae menggunakan pepohonan sebagai tempat
dengan nama umum mile-a-minute atau merambatnya, kemudian segera menutupi
Sembung rambat di Indonesia. Jenis ini tumbuhan penyokongnya. Jenis ini diketahui
merupakan liana perennial yang cepat merupakan jenis asli daerah Amerika Selatan
tumbuh, menghasilkan sangat banyak biji, yang telah menyebar ke seluruh dunia dan
dan mampu pula berkembang biak secara dikenal sebagai tumbuhan invasif di daerah-
vegetatif (Gambar 6). Individu muda daerah terbuka sekitar perkebunan dan hutan
tumbuhan ini mampu tumbuh cepat dalam di seluruh Indonesia. Catatan mengenai
waktu singkat, menggunakan pepohonan kehadiran jenis ini di Papua telah diketahui
sebagai tempat merambatnya, kemudian sejak awal tahun 2000-an, dijumpai pula
segera menutupi tumbuhan penyokongnya. tumbuh di Tahura Dr. Moh Hatta, Padang,
Jenis ini diketahui merupakan jenis asli Sumatera Barat, Tahura Sultan Thaha
daerah Amerika Selatan yang telah menyebar Saifuddin, Jambi, Taman Hutan Pendidikan
ke seluruh dunia dan dikenal sebagai dan Penelitian Biologi (HPPB) Universitas
tumbuhan invasif di daerah-daerah terbuka Andalas (Nursanti, 2018; Sahira, M., 2016;
sekitar perkebunan dan hutan di seluruh Solfiyeni, 2015; Waterhouse, 2003).

Gambar 6. Mikania micrantha


Figure 6. Mikania micrantha

97
Jurnal Vol. 2 N0.2 Oktober 2018: 89-102

5. Spathodea campanulata P.Beauv. berasal dari famili Asteraceae dan famili


Spathodea campanulata P. Beauv. Fabaceae. Famili Asteraceae dikenal
berasal dari famili Bignoniaceae, dikenal memiliki banyak anggota yang berbentuk
secara umum sebagai African tulip tree dan semak, liana, hingga pohon dan memiliki
di Indonesia sebagai kayu tulip Afrika atau kemampuan dispersal yang sangat luas
Kiacret. Jenis ini merupakan pohon yang dengan biji yang mudah menyebar dengan
dapat mencapai tinggi 35 m dan dbh 175 cm, bantuan angin, atau dibantu oleh hewan dan
mampu menghasilkan buah dan biji yang manusia. Jenis-jenis Asteraceae sangat
banyak, dapat disebarkan oleh angin, dan mudah menginvasi suatu ekosistem alami
didukung dengan batang dan perakaran yang terutama dimulai dari bagian tepi ekosistem
kokoh (Gambar 7). dan daerah-daerah yang telah terkena
Kiacret sering ditanam secara luas pengaruh manusia (Hodkinson D; Thompson
sebagai pohon hias, dan telah menyebar dari K, 1997; Westcott, D.& Dennis, n.d.;
Afrika sampai ke seluruh dunia. Jenis ini Zimdahl, 2007). Sebagai tambahan,
perlu diwaspadai karena sangat mudah meskipun penghitungan dominasi jenis dan
menyebar dan tumbuh di daerah lembab, pendugaan populasi tidak dilakukan untuk
dekat perairan dan ekosistem alami karena di mengukur tingkat invasibilitas atau menduga
banyak tempat di dunia telah menunjukkan resiko jenis-jenis invasif ini terhadap
kemampuannya untuk menginvasi daerah kawasan, perkiraan terhadap resiko invasi
pertanian dan hutan alam yang semula hanya dilakukan berdasarkan ciri-ciri umum
tertutup. dari famili tumbuhan yang dominan saja,
Penelitian ini menunjukkan bahwa didukung dengan informasi dari literatur
jenis-jenis invasif terbanyak yang dijumpai terkait.

Gambar 7. Spathodea campanulata P. Beauv.


Figure 7. Spathodea campanulata P. Beauv.

Peran manusia dalam membantu ekosistem alami. Sebagian besar tumbuhan


penyebaran spesies invasif sering menjadi invasif mulai menyebar di sekitar kawasan
mode dispersal utama yang memungkinkan hutan karena terbawa secara tidak sengaja
berhasilnya invasi suatu jenis tumbuhan di oleh manusia atau hewan yang lewat di dekat

98
Deteksi Dan Identifikasi Jenis Tumbuhan...
(Sarah Yuliana & Krisma Lekitoo)

kawasan, atau dari tanaman-tanaman hias yang B. Saran


dibuang dari taman-taman, atau dari tanaman Penelitian deskriptif menyangkut
yang tumbuh keluar dari taman-taman deteksi keberadaan dan identifikasi jenis
masyarakat dan fasilitas-fasilitas wisata yang tumbuhan berpotensi invasif seringkali
berada di dekat kawasan. Selain itu, jenis-jenis dianggap tidak terlalu penting, informatif
invasif dapat juga berasal dari daerah pertanian ataupun bermakna seperti penelitian-
dan penggembalaan yang awalnya tumbuh penelitian yang bersifat kuantitatif. Penelitian
karena terbawa dalam bibit-bibit tanaman seperti pendugaan populasi, perkiraan resiko
pangan atau sebagai pakan ternak (Hodkinson kerusakan akibat invasi, perhitungan dampak
D; Thompson K, 1997; Soerjani, A., ekonomi dan fisik serta langkah-langkah
Kostermans, A. & Tjitrosoepomo, 1987; penanggulangan atau eradikasinya seringkali
Westcott, D.& Dennis, n.d.; Williams, J.& dianggap jauh lebih penting daripada adanya
West, 2000). Dalam penelitian ini, sebagian pengakuan dini dan pelaporan awal. Namun
besar jenis-jenis yang dijumpai tampak berasal sesungguhnya, penelitian deskriptif berupa
dari proses terbawa secara tidak sengaja oleh deteksi awal keberadaan jenis-jenis berpotensi
manusia dan tumbuh keluar dari taman-taman, invasif dan identifikasinya ini merupakan
dan daerah perkebunan di sekitar kawasan langkah awal dari pengamatan secara rutin,
TWA Gunung Meja. maupun perencanaan untuk penanggulangan
atau monitoring tahap awal dalam proses
IV. KESIMPULAN DAN SARAN invasi (Tjitrosoedirdjo, 2005; Waterhouse,
A. Kesimpulan 2003; Wittenberg, R. & Cock, 2001). Melalui
Secara keseluruhan sebanyak 39 jenis langkah deteksi awal dan memulai pelaporan
tumbuhan asing invasif dari 19 famili yang secara rutin, perhatian terhadap resiko
tergolong dalam 4 bentuk habitus telah keberadaan jenis-jenis berpotensi invasif
dijumpai selama penelitian di tepi kawasan dapat ditingkatkan menuju langkah
TWA Gunung Meja Manokwari. Jumlah jenis penanggulangan selanjutnya.
terbanyak berasal dari famili Asteraceae dan
Fabaceae. Habitus jenis tumbuhan invasif yang Ucapan Terima Kasih : Penulis
diamati beragam mulai dari rumput, teki, mengucapkan terima kasih kepada Julanda
herba, semak, liana, dan pohon. Penelitian ini Noya dan Nithanel Benu yang sudah
menunjukkan sedikitnya 5 jenis tumbuhan membantu selama pengumpulan data di
yang perlu diwaspadai perkembangannya, lapangan sampai dengan analisis data.
yaitu Chromolaena odorata (L.)R.M.King &
H.Rob., Lantana cammara L., Merremia DAFTAR PUSTAKA
peltata (L.) Merrill, Mikania micrantha Abywijaya I. K; Hikmat A. ; Widyatmoko D.
H.B.K., dan Spathodea campanulata P.Beauv. (2014). Keanekaragaman dan pola
Jenis-jenis tersebut telah terdaftar secara sebaran spesies tumbuhan asing invasif
nasional dan global sebagai jenis asing invasif di Cagar Alam Pulau Sempu, Jawa
Timur. Jurnal Biologi Indonesia, 10(2),
yang sangat berpotensi merusak jenis-jenis
221–235.
asli dan keanekaragaman hayati, menyebabkan
degradasi ekosistem dan hilangnya habitat. Anonim. (2000). IUCN Guideline for
Prevention for the Biodiversity Loss
Caused by Alien Invasive Species.

99
Jurnal Vol. 2 N0.2 Oktober 2018: 89-102

Retrieved from Bandar Lampung: Lembaga Penelitian


http://www.intranet.iucn.org/webfiles/d dan Pengabdian Universitas Lampung.
oc/sscwebsite
Nursanti, A. A. (2018). Keanekaragaman
Anonim. (2003). Penyebaran Jenis Tumbuhan tumbuhan invasif di kawasan Taman
Asing di Indonesia. Jakarta: Hutan Raya Sultan Thaha Saifuddin,
Kementerian Lingkungan Hidup Jambi. Media Konservasi, 23(1), 85–91.
Republik Indonesia dan SEAMEO Purwono, B., Wardhana, B., Wijanarko, K.,
Biotrop. Setiowati W. & Kurniawati, D. (2002).
Anonim. (2016). Invasive Alien Species Keanekaragaman Hayati dan
Database - Invasive Species Specialist Pengenalan Jenis Asing Invasif. Jakarta:
Group. Retrieved from Kantor Menteri Lingkungan Hidup RI
http://www.issg.org/gisd dan The Nature Conservansy.
CABI. (2016). Invasive Species Rugayah, E. A. W. & P. (2004). Pedoman
Compendium. Retrieved from Pengumpulan Data Keanekaragaman
www.cabi.org/isc Flora. Bogor: Pusat Penelitian Biologi-
LIPI.
Gunawan H; Heriyanto N ; Subiandono E;
Mas’ud A; Krisnawati H. (2015). Invasi Sahira, M., S. & S. (2016). Analisis vegetasi
jenis eksotis pada areal terdegradasi tumbuhan asing invasif di kawasan
pasca erupsi di Taman Nasional Gunung Taman Hutan Raya Dr. Moh. Hatta,
Merapi. In Prosiding Seminar Nasional Padang, Sumatera Barat. In . Prosiding
Masyarakat Biodiversitas Indonesi (pp. Seminar Nasional Masyarakat
1027–1033). sinne locco: Masyarakat Biodiversitas Indonesia Vol. 2 No. 1
Biodiversitas Indonesia. (pp. 60–64). sinne locco: Masyarakat
Biodiversitas Indonesia.
Hodkinson D; Thompson K. (1997). Plant
Dispersal: The Role of Man. Journal of Sindel, B. (2000). Weeds and Their Impac. In
Applied Ecology, (34), 1484–1496. R.G. & F.J. Richardson (Ed.),
Australian Weed Management Systems
Junaedi, D. I. (2014). Inventarisasi tumbuhan
(pp. 3–18). Victoria, Australia.
eksotik di lokasi hutan sisa Kebun Raya
Cibodas dan analisis kluster faktor- Siregar C &Tjitrosoedirjo S. (1999). Acacia
faktor lingkungannya. Buletin Kebun nilotica Invasion in Baluran National
Raya, 17(1), 1–8. Park, East Java (No. Special
Publication 61).
Leppe, D; Tokede, M. J. (2004). Potensi
Biofisik Hutan Wisata Alam Gunung Soerjani, A., Kostermans, A. &
Meja Manokwari. Manokwari. Tjitrosoepomo, G. (1987). Weeds of
Rice in Indonesia. Jakarta: Balai
Lowe, S., Browne, M., Boudjelas, S., de P.
Pustaka.
M. (2000). 100 of the World’s Worst
Invasive Alien Species: A Selection from Solfiyeni, S. & C. (2015). Keanekaragaman
the Global Invasive Species Database. tumbuhan asing invasif di Hutan
sinne locco: ISSG-SSC-IUCN. Pendidikan dan Penelitian Biologi
(HPPB) Universitas Andalas. In
Master, J. (2015). Jenis-jenis tumbuhan asing
rosiding Nasional Biosains 2.
invasif pada koridor jalan yang
Denpasar-Bali, 19-20 November 2015
melintasi Taman Nasional Bukit
(pp. 1–7). Denpasar: Biosains.
Barisan. In Prosiding Seminar Nasional
Sains & Teknologi VI (pp. 762–771). Sunaryo, Uji, T. . T. E. F. (2012). Komposisi

100
Deteksi Dan Identifikasi Jenis Tumbuhan...
(Sarah Yuliana & Krisma Lekitoo)

Jenis dan Potensi Ancaman Tumbuhan serious weeds in northern Australia,


Asing Invasif di Taman Nasional Papua New Guinea and Papua
Gunung Halimun-Salak, Jawa Barat. (Indonesia). Telopea, 10(1), 488–485.
Berita Biologi, 11(2), 231–239. Weber, E. (2003). Invasive Plants of the
Sunaryo & Girmansyah, D. (2015). World: A Reference Guide to
Identifikasi Tumbuhan Asing di Taman Environmental Weeds. Wallingford:
Nasional Tanjung Puting, Kalimantan CABI Publishing.
Tengah. In Prosiding Seminar Nasional Westcott, D.& Dennis, A. (n.d.). The ecology
Masyarakat Biodiversitas Indonesia. of seed dispersal in rainforests:
Volume 1, Nomor 5, Agustus 2015 (pp. Implication for weed spread and
1034–1039). sinne locco: Masyarakat aframework for weed wanagement. In
Biodiversitas Indonesia. A. G. and M. Setter (Ed.), Weeds of
Sunaryo & Tihurua, E. . (2010). Catatan Rainforests and Associated Ecosystems
Jenis-jenis Tumbuhan Asing dan Invasif (pp. 19–23). Cairns: CRC for Tropical
di Taman Nasional Gunung Gede Rainforest Ecology and Management.
Pangrango, Jawa Barat. Berita Biologi, Williams, J.& West, C. (2000). Environmental
10(2), 267–269. weeds in Australia and New Zealand:
Tihurua, E., Sunaryo & Wiriadinata, H. issues and approaches to management.
(2014). Tumbuhan Asing Invasif di Austral Ecology, (25), 425–444.
Resort Rowobendo, Taman Nasional Wittenberg, R. &Cock, M. (2001). Invasive
Alas Purwo, Jawa Timur, Indonesia. In Alien Species: A Toolkit of Best
Prosiding Seminar Biologi. Semarang: Prevention and Management Practices.
Universitas Negeri Semarang. Wallingford, Oxon: CAB International.
Tjitrosoedirdjo, S. S. (2005). Inventory of the Yansen, Wiryono, Deselina, Hidayat, M. &
invasive alien species in Indonesia. Depari, E. (2015). The expansion of
Biotropia, 25, 67–73. Merremia peltata (L.) Merrill in
Tjitrosoemito S. (1999). The Establishment of fragmented forest of Bukit Barisan
Procecidocharesconnexa in West Java: Selatan National Park enhanced by its
A biological control agent of ecophysiological attributes. Biotropia,
Chromolaenaodorata. Biotropia, (12), 22(1), 25–32.
19–23.
Zimdahl, R. (2007). Fundamentals of Weed
Waterhouse, B. M. (2003). Know your Science. London: Academic Press
enemy: recent records of potentially Elsevier.

101
Jurnal Vol. 2 N0.2 Oktober 2018: 89-102

102
TEKNIK PEMBIBITAN SPESIES KAYU KUKU (Pericopsis mooniana)
UNTUK REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG TANAH LIAT

(Nursery Technique of Pericopsis mooniana For Clay Post-Mining Land of Reclamation)

Suhartati1 & Didin Alfaizin1


1
Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar
Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 16 Makassar, Sulawesi Selatan, Kode Pos 90243
Telp. (0411) 554049, Fax. (0411) 554058
Email : suhartatiwello@yahoo.co.id

ABSTRACT
Characteristics of post-mining land is generally open, extremely hot, extremely low fertility rates and
easy to erosion. The selection and utilization of local plant species in the reclamation activities will further
provide a guarantee of success, because these types of relatively more adaptive. Pericopsis mooniana Thw.is
one of the local species from Sulawesi which is capable to adapt in unproductive land, however the growth of
P. mooninana species for clay post-mining area has not been studied intensively. This study aims to obtain
data and information on growth and quality of kayu kuku seedlings with various composition of planting
media, in accordance with the clay post-mining land. The study was conducted in greenhouse BPPLHK
Makassar for four months (May to August) using a completely randomized design (CRD) with 6 treatments
media composition. The results showed that seedling growth was better using clay post-mining soil, or mix
media of soil, compost, sand and NPK fertilizer compare to mycorrhiza isolates addition for reclamation.
The mean value Seed Quality Index of ≥ 0,50 obtained with a mean increase in height and diameter of
seedlings of ≥ 19 cm and ≥ 2 mm, and the mean of top root ratio is 2 point. . Generally, seedling’s of
Pericopsis plants growth well in clay post-mining media similar to seedling growth in soil media, but not
require additional fertilizer and mycorrhiza. Pericopsis species is potentially developed for clay post-mining
land rehabilitation after four months in nursery.
Keywords: Post-mining land, seed quality index, planting media, nursery, P. mooniana Thw.

ABSTRAK
Karakteristik lahan bekas tambang pada umumnya adalah terbuka, sangat panas, tingkat kesuburannya
sangat rendah dan mudah tererosi. Pemilihan dan penggunaan tanaman jenis lokal dalam kegiatan reklamasi
akan lebih memberikan jaminan keberhasilan karena jenis tersebut relatif lebih adaptif. Pericopsis mooniana
Thw. merupakan jenis lokal Sulawesi yang mampu beradaptasi pada lahan tidak produktif, namun
pertumbuhan jenis tanaman kayu kuku untuk lahan bekas tambang tanah belum dipelajari secara intensif.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data dan informasi pertumbuhan dan mutu bibit kayu kuku
dengan berbagai komposisi media tanam yang sesuai dengan kondisi lahan bekas tambang tanah liat.
Penelitian dilakukan pada rumah kaca BPPLHK Makassar selama empat bulan antara bulan Mei hingga
Agustus 2016. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan 6
komposisi media. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan bibit lebih baik menggunakan media
bekas tambang tanah liat, atau media campuran tanah, kompos, pasir, dan NPK, jika dibandingkan dengan
menambahkan isolat mikoriza. Rerata Nilai Indeks Mutu Bibit (IMB) yang didapatkan ≥ 0.50 dengan rerata
pertambahan tinggi dan diameter bibit sebesar ≥ 19 cm dan ≥ 2 mm, serta rerata Nisbah Pucuk Akar sebesar
2. Secara umum, bibit tanaman kayu kuku tumbuh baik pada media bekas tambang tanah liat mirip dengan
pertumbuhan bibit pada media tanah, namun tidak membutuhkan penambahan bahan organik dan mikoriza.
Hal ini menunjukkan potensi jenis kayu kuku sebagai tanaman rehabilitasi bekas tambang tanah liat. Bibit
kayu kuku sebaiknya ditanam di lahan bekas tambang tanah liat setelah berumur empat bulan di persemaian.
Kata kunci: Lahan bekas tambang, indeks mutu bibit, media tanam, pembibitan, P mooniana Thw.
Jurnal Vol. 2 No.2 Oktober 2018: 103-114

I. PENDAHULUAN struktur tanah rusak, serta kekurangan bahan


Kegiatan penambangan merupakan organik dan unsur hara esensial. Selain itu
salah satu bentuk pengelolaan sumber daya solum tanah menjadi dangkal dan tanpa
alam yang umumnya dilakukan dengan cara lapisan atas (top soil). Kondisi tersebut
‘land clearing’ yaitu menebang habis vegetasi mengakibatkan tanah menjadi labil bagi
pada lahan yang akan ditambang. Hal ini pertumbuhan tanaman serta terjadi pemadatan
menyebabkan vegetasi dan tanah terbongkar tanah (Lestari & Santoso, 2011).
sehingga terjadi perubahan kondisi Perubahan kondisi lingkungan yang
lingkungan pada lahan bekas tambang terjadi pada lahan bekas tambang dan
tersebut (Sudarmonowati, et al., 2009). sekitarnya adalah salah satu konsekuensi
Dampak kegiatan penambangan yaitu terjadi dari kegiatan penambangan. Perubahan
kerusakan ekosistem berupa pemadatan tanah, lingkungan tersebut dapat diperbaiki namun
penurunan unsur hara, toksisitas lahan dan tidak dapat kembali ke kondisi semula. Salah
kemasaman lahan yang mengakibatkan satu cara untuk memperbaikinya yaitu dengan
penurunan produktivitas lahan dan degradasi kegiatan reklamasi. Selain bertujuan untuk
keanekaragaman hayati. Dyahwanti & Nur mencegah erosi atau mengurangi kecepatan
(2007) menyebutkan bahwa masalah utama aliran air limpasan, reklamasi dilakukan untuk
pada lahan bekas tambang adalah adanya menjaga lahan agar tidak labil dan lebih
perubahan lingkungan seperti erosi dan produktif (Sudarmonowati et al., 2009).
sedimentasi. Aktivitas penambangan dapat Reklamasi diharapkan memberikan nilai
menyebabkan peningkatan kandungan logam tambah bagi lingkungan dan menciptakan
berat di tanah yang berpotensi masuk ke kondisi yang jauh lebih baik dibandingkan
lingkungan perairan, penurunan kuantitas dan dengan kondisi pasca tambang.
kualitas air, hilangnya habitat, berkurangnya Keberadaan jenis–jenis lokal untuk
keragaman hayati dan perubahan bentang regenerasi alami sangat penting, karena
alam. dengan pemilihan dan penggunaan tanaman
Kerusakan lingkungan sebagai dampak jenis lokal (native spesies) dalam kegiatan
dari aktivitas penambangan tidak hanya reklamasi akan lebih memberikan jaminan
terjadi di lokasi tambang itu sendiri, akan keberhasilan karena jenis tersebut relatif lebih
tetapi juga berdampak pada daerah-daerah adaptif (Reubens et al., 2007). Selain itu,
sekitarnya (Dyahwanti & Nur, 2007). pengembangan jenis lokal berarti telah
Karakteristik lahan bekas tambang pada melestarikan materi genetik dari populasi
umumnya adalah terbuka, sangat panas, jenis lokal tersebut, serta mencegah
tingkat kesuburannya sangat rendah, mudah kemungkinan terjadinya invasi spesies dari
tererosi, berpotensi menghasilkan air asam jenis-jenis eksotik atau non lokal.
tambang dan miskin keanekaragaman hayati. Kayu kuku (Pericopsis mooniana
Kondisi lahan bekas tambang tidak memenuhi THW) merupakan jenis lokal Sulawesi yang
persyaratan sebagai tapak yang dapat mampu beradaptasi pada lahan–lahan
mendukung kolonisasi tumbuhan dari aspek marjinal dan tidak produktif. Spesies ini dapat
fisik, kimia dan biologi tanah. Karakteristik ditemukan di daerah CA Lamedai, yang mana
tapak pada lahan bekas tambang tidak pada kawasan tersebut mengalami kerusakan
memiliki horison/lapisan tanah, tekstur dan akibat deforestasi dan aktivitas penambangan

104
Teknik Pembibitan Spesies Kayu Kuku ...
(Suhartati & Didin Alfaizin)

(Lestari & Santoso, 2011). Kayu kuku dapat Masing - masing unit pengamatan
dikembangkan dengan menggunakan media terdiri atas tiga ulangan dengan tiap ulangan
tanam dari lahan - lahan yang tidak produktif terdiri dari lima tanaman. Parameter yang
(Alfaizin, 2016). Penelitian ini bertujuan diamati adalah pertumbuhan bibit di
untuk memperoleh data dan informasi persemaian, meliputi variabel, tinggi bibit,
pertumbuhan dan mutu bibit kayu kuku diameter batang, jumlah daun dan nisbah
(Pericopsis mooniana Thw.) dengan berbagai pucuk akar, serta indeks mutu bibit (IMB).
komposisi media tanam yang sesuai dengan
kondisi lahan bekas tambang tanah liat. D. Tahapan Kegiatan
Tahapan kegiatan dalam penelitian ini
II. METODE PENELITIAN antara lain:
1. Persiapan bibit tanaman kayu kuku,
A. Lokasi dan Waktu Penelitian yang benihnya diperoleh dari Cagar
Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Alam (CA) Lamedai, Kabupaten
(green house) Balai Penelitian dan Kolaka, Sulawesi Tenggara disemaikan
Pengembangan Lingkungan Hidup dan di persemaian dan dikondisikan setiap
Kehutanan Makassar (BPPLHKM), di hari dengan penyiraman dan perawatan
Makassar. Penelitian dilakukan selama empat dari serangan jamur dan hama.
2. Persiapan media pembibitan yang
bulan antara bulan Mei hingga Agustus 2016.
terdiri atas 6 jenis komposisi media
B. Bahan dan Alat yang telah ditentukan. Media tanah (top
Bahan yang digunakan yaitu: bibit kayu soil) yang digunakan memiliki
karakteristik yaitu tekstur lempung liat,
kuku asal benih dari Cagar Alam CA.
pH tanah agak masam, kandungan
Lamedai) di Kab. Kolaka Sulawesi Tenggara. bahan organik tergolong sedang, unsur
Bahan media adalah tanah bekas tambang hara makro termasuk sedang. Media
tanah liat, tanah lapisan atas (topsoil), bekas tambang tanah liat diperoleh dari
kompos, mikoriza, tanah, pasir, polybag, areal PT. Semen Bosowa, Kabupaten
bahan kimia (pupuk NPK, insektisida, Maros, Sulawesi Selatan. Hasil analisis
fungisida). tanah bekas tambang yang digunakan
sebagai media percobaan yaitu,
Alat yang digunakan yaitu: roll meter,
bertekstur liat berpasir, pH masam,
kompas, GPS, pH meter, termometer, oven, bahan organik dan unsur hara termasuk
calipper, alat - alat pertanian. rendah. Mikoriza yang digunakan
merupakan produk MK1 BPPLHKM,
C. Rancangan Penelitian
dan kompos yang digunakan yaitu
Penelitian ini menggunakan matang dan sesuai dengan standar
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pabrik.
perlakuan 6 macam komposisi media yaitu: 3. Persiapan bibit yang diinokulasi
dengan isolat mikoriza pada saat
M1 = Media Tanah Bekas Tambang penyapihan sebanyak 5 g/bibit tanaman
(MTBT) sesuai anjuran dalam kemasan produk.
M2 = MTBT + Kompos (2:1) 4. Pengukuran variabel pengamatan
M3 = MTBT + Kompos + 0,2 g NPK dilakukan 4 minggu (pengukuran awal)
M4 = MTBT + 5 g Mikoriza dan 16 minggu (pengukuran akhir)
M5 = Tanah + Kompos + Pasir (3:1:1) (Feryanti, 2012; Alfaizin, 2016).
M6 = Tanah+Kompos+Pasir + 0,2 g NPK

105
Jurnal Vol. 2 No.2 Oktober 2018: 103-114

5. Pengukuran pertumbuhan tinggi tanaman dilakukan penimbangan hingga mencapai


dilakukan dengan menggunakan mistar berat konstan. Penelitian sebelumnya
yang diukur mulai dari pangkal batang menggunakan suhu 106oC dan 70oC yang
hingga ujung batang (pucuk). ternyata merusak sampel (Alfaizin, 2016)
6. Pengukuran diameter batang menggunakan dan suhu.
kaliper dan diukur pada ketinggian titik 2 8. Pengamatan nisbah pucuk - akar (top root
cm dari pangkal batang. Data yang ratio) merupakan perbandingan dari
dianalisis adalah pertambahan tinggi dan biomassa pucuk dengan biomassa akar
diameter bibit tanaman, dengan cara bibit tanaman (Dickson., et. al, 1960).
pengukuran terakhir dikurangi dengan
pengukuran awal.
7. Pengamatan pertambahan jumlah daun
dilakukan dengan cara menghitung jumlah
daun pada akhir pengamatan. Pengamatan 9. Indeks Mutu Bibit (IMB) yaitu mutu fisik
biomassa bibit tanaman dilakukan pada yang mengindikasikan kekuatan atau daya
akhir pengamatan, dihitung berdasarkan adapatasi tanaman setelah ditanaman di
berat kering dengan mengambil sampel
pada masing-masing unit percobaan. lapangan (Andrade et al., 2015). IMB
Bagian pucuk dan akar dipisah, selanjutnya dilakukan pada akhir pengamatan.
dioven pada suhu 80oC selama 72 jam dan

III. HASIL DAN PEMBAHASAN terhadap pertumbuhan tinggi tanaman kayu


kuku. Media yang terbaik adalah media dengan
A. Hasil
Berdasarkan hasil uji keragaman, komposisi tanah, kompos, pasir dan NPK (M6),
penggunaan berbagai komposisi media namun berbeda tidak nyata dengan media Tanah
pembibitan tanaman kayu kuku di persemaian Bekas Tambang (M1), dan Tanah + Kompos +
berpengaruh nyata terhadap variabel Pasir (M5). Berdasarkan data pengamatan
pertumbuhan tinggi bibit tanaman, biomassa pertumbuhan diameter batang yang terbaik
(bobot pucuk dan akar), dan indeks mutu bibit; adalah media (M1), dan (M5), namun secara
namun berpengaruh tidak nyata terhadap statistik berbeda tidak nyata dengan semua
pertumbuhan diameter batang dan nisbah pucuk perlakuan. Hasil ini menunjukkan pembibitan
akar bibit tanaman kayu kuku di persemaian. tanaman kayu kuku untuk tujuan reklamasi
lahan tambang disarankan menggunakan media
1. Pertambahan Tinggi dan Diameter tanah dari bekas tambang, atau menggunakan
Batang
Hasil uji Tukey pengaruh komposisi media campuran kompos dan pasir, tidak perlu
penambahan pupuk kimia. Pertumbuhan paling
media pembibitan terhadap pertambahan tinggi
dan diameter batang bibit tanaman kayu kuku di tinggi adalah penggunaan media M6 sebesar
persemaian, disajikan dalam Tabel 1. Dalam 19,47 cm, namun pertumbuhan diameter paling
Tabel 1, menunjukkan bahwa penggunaan kecil (1,77 mm), sehingga penampilan
berbagai jenis komposisi media berbeda nyata pertumbuhan tanaman tidak seimbang.

106
Teknik Pembibitan Spesies Kayu Kuku ...
(Suhartati & Didin Alfaizin)

Tabel 1. Hasil uji pertumbuhan tinggi dan diameter bibit kayu kuku umur 4 bulan di persemaian
Table 1. The result of the height and diameter for P. mooniana seedling of 4 months age at nursery
Komposisi media Tinggi Komposisi media Diamater
(Media composition) (Height) (cm) (Media composition) (Diameter) (mm)
*MBT + Kompos + NPK (M3) 13,98 a Tanah+Kompos+Pasir+NPK (M6) 1,77
(PMS + Compost + NPK) (Soil + Compost + Sand + NPK)
MBT + Kompos (M2) 14,63 a MBT + Kompos + NPK (M3) 1,85
(PMS + Compost ) (PMS + Compost + NPK)
MBT + Mikoriza (M4) 18,07 a MBT + Kompos (M2) 1,95
(PMS + Mycorrhizzae) (PMS + Compost )
Tanah + Kompos + Pasir (M5) 19,34 ab MBT + Mikoriza (M4) 1,98
(Soil + Compost + Sand) (PMS + Mycorrhizzae)
Tanah Bekas Tambang (M1) 19,35 b Tanah + Kompos + Pasir (M5) 2,08
(Post-Mining Soil ) (Soil+ Compost + Sand)
Tanah + Kompos + Pasir + NPK (M6) 19,47 b Tanah Bekas Tambang(MBT)(M1) 2,09
(Soil + Compost + Sand + NPK) (Post-Mining Soil
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata
Remarks : Number that followed by the same letters at the same column are not significant
*Media Bekas Tambang (MBT);Post-Mining Soil (PMS)

2. Pertambahan Jumlah Daun 3. Bobot Biomassa


Penggunaan berbagai komposisi Hasil uji Tukey pengaruh komposisi
media pembibitan tidak berpengaruh nyata media pembibitan terhadap bobot biomassa
terhadap pertambahan jumlah daun. yang terdiri atas berat bagian kering pucuk
Berdasarkan pengamatan, rerata jumlah dan bagian akar tanaman kayu kuku umur 4
daun adalah 10-13 helai, pada bibit bulan di persemaian, disajikan dalam
tanaman kayu kuku umur 4 bulan di Tabel 2.
persemaian.

Tabel 2. Hasil uji berat bagian pucuk dan akar bibit kayu kuku umur 4 bulan di persemaian
Table 2. The result of Top Root Weight for P. mooniana seedling of 4 months age at nursery
Komposisi media Berat pucuk Komposisi media Beratakar
(Media composition) (Top Weight) (gr) (Media composition) (Root Weight) (gr)
MBT* + Kompos (M2) 1,36 a MBT + Kompos (M2) 0,68 a
MBT + Mikoriza (M4) 1, 40 a MBT + Mikoriza (M4) 0,69 a
MBT + Kompos + NPK (M3) 2,54 a MBT + Kompos + NPK (M3) 1,24 ab
Tanah Bekas Tambang (MBT) 2,95 ab Tanah Bekas Tambang (MBT) 1,39 bc
(M1) (M1)
Tanah + Kompos + Pasir 3,09 b Tanah + Kompos + Pasir
1,45 c
(M5) (M5)
Tanah + Kompos + Pasir + 3,65 b Tanah + Kompos + Pasir + 1,58 c
NPK (M6) NPK (M6)
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang berbeda
tidak nyata
Remarks : Number that followed by the same letters at the same column are not significant
*Media Bekas Tambang (MBT); Post-Mining Soil (PMS)

107
Jurnal Vol. 2 No.2 Oktober 2018: 103-114

Dalam Tabel 2, menunjukkan bahwa persemaian, disajikan dalam Gambar 1.


perlakuan komposisi media pembibitan Berdasarkan uji statistik bahwa perlakuan
berbeda nyata terhadap berat bagian pucuk media tidak berpengaruh terhadap nilai nisbah
dan akar pada bibit tanaman kayu kuku. pucuk akar dan yang terbaik adalah M1, M5
Jenis media yang terbaik adalah komposisi dan M6. Rerata nilai nisbah pucuk akar pada
Tanah Bekas Tambang (M1), Tanah + semua perlakuan komposisi media adalah ≥
Kompos + Pasir (M5) dan Tanah + Kompos + 2,00.
Pasir + NPK (M6), ketiga jenis media tersebut Perlakuan komposisi media berbeda
berbeda tidak nyata, serta menghasilkan nilai nyata terhadap nilai Indeks Mutu Bibit (IMB)
bobot biomassa bagian pucuk ≥ 2,95 dan tanaman kayu kuku. Nilai IMB yang terbaik
bagian akar › 1,39. adalah pada perlakuan M1, M5 dan M6 yaitu
memiliki nilai IMB sebesar ≥ 0,50, ketiga
4. Nisbah Pucuk Akar dan Indeks Mutu perlakuan tersebut tidak berbeda nyata,
Bibit namun berbeda nyata dengan perlakuan
Nilai nisbah pucuk akar dan indek mutu lainnya. IMB yang dihasilkan pada penelitian
bibit tanaman kayu kuku umur 4 bulan di ini, temasuk dalam kategori baik.

Gambar 1. Nilai Nisbah pucuk akar dan indeks mutu bibit kayu kuku umur 4 bulan di persemaian
Figure 1.Value of top root ratio and index of seedling quality for P. mooniana 4 months ages at nursery

B. Pembahasan sebaliknya pertumbuhan diameter batangnya


1. Pertambahan tinggi dan diameter paling kecil, hal ini disebabkan bahwa energi
batang lebih besar ke arah vertikal, sehingga
Pertumbuhan paling baik pada menghambat pertumbuhan arah lateral atau
penggunaan media campuran Tanah + diameter batang. Kondisi bibit tersebut dapat
Kompos + Pasir + NPK (M6), namun dianggap kurang baik karena tidak seimbang

108
Teknik Pembibitan Spesies Kayu Kuku ...
(Suhartati & Didin Alfaizin)

antara pertumbuhan tinggi dan diameter batang Penggunaan media bekas tambang tanah
(Dickson et al., 1960). Salah satu indikasi liat dengan inokulasi mikoriza pada semai
kualitas bibit yang baik adalah keseimbangan kayu kuku kurang mempengaruhi
antara pertumbuhan tinggi tanaman dan pertumbuhannya. Hal ini kemungkinan tanah
diameter batang. Bibit yang berkualitas baik bekas tambang tanah liat mengandung unsur
adalah bibit yang dapat bertahan dan kokoh kalsium (Ca) yang rendah, sehingga kurang
ketika di tanaman di lapangan. Berdasarkan memfiksasi unsur fospor (P) menyebabkan
hasil percobaan ini, dinyatakan bahwa asosiasi tanaman dengan mikoriza kurang
pembibitan tanaman kayu kuku tidak perlu efektif. Prayudyaningsih (2013) menyebutkan
subtitusi unsur hara terutama penambahan bahwa penggunaan media dari tanah bekas
pupuk NPK. Kondisi ini dapat disebabkan tambang batu kapur serta semai diinokulasi
bahwa tanah yang digunakan sebagai media mikoriza dapat mempengaruhi pertumbuhan
pembibitan mengandung unsur hara makro bibit tanaman jati. Kondisi kadar unsur Ca
yang tergolong sedang (hasil uji laboratorium), yang tinggi pada lahan bekas tambang batu
sehingga penggunaan pupuk NPK kurang kapur akan memfiksasi unsur P membentuk
efektif. mineral Kalsium Fosfat yang membentuk
Pertambahan tinggi bibit tanaman kayu asosiasi tanaman dengan mikoriza sehingga
kuku umur 4 bulan di persemaian tidak dimungkinkan memperoleh unsur hara yang
menunjukkan perbedaan yang signifikan. cukup sehingga berpengaruh terhadap
Begitu pula untuk komposisi media pertumbuhan tanaman.
pembibitan tanaman kayu kuku tidak Adriani (2012) menyebutkan bahwa
berpengaruh terhadap pertumbuhan diameter pembibitan tanaman kayu kuku yang
batang. Namun dari semua media yang menggunakan media campuran tanah dan
digunakan, media yang terbaik adalah Tanah sabut kelapa serta semai diinokulasi dengan
Bekas Tambang (M1) serta campuran Tanah + mikoriza menghasilkan pertambahan tinggi
Kompos + Pasir (M5). Hal ini menunjukkan 14,74 cm. Hasil penelitian ini lebih rendah jika
bahwa adanya potensi kayu kuku yang dapat dibandingkan hasil penelitian yang
dimanfaatkan untuk tujuan reklamasi, karena menggunakan media bekas tambang tanah liat
akan lebih efisien menggunakan tanah bekas dan semai yang diinokulasi mikoriza, yaitu
tambang, atau media campuran tanah dan menghasilkan pertambahan tinggi 18,07 cm.
kompos serta pasir, jika dibandingkan dengan Dengan begitu, walaupun penggunaan
menambahkan isolat mikoriza dan juga pupuk mikoriza tidak lebih baik jika dibandingkan
NPK. dengan media tanah bekas tambang, akan
Karakterisitik lahan bekas tambang tanah tetapi pertumbuhan tanaman masih lebih baik
liat yang miskin hara tidak menghambat jika dibandingkan dengan media yang hanya
pertumbuhan bibit tanaman kayu kuku. menggunakan tanah atau dengan penambahan
Dengan unsur hara yang rendah, bibit justru sabut kelapa. Hal ini diduga pengaruh dari
memperlihatkan pertumbuhan yang baik. Salah media yang menggunakan media bekas
satu faktor yang mempengaruhi yaitu kondisi tambang, sehingga respon tanaman lebih baik
tersebut sesuai dengan habitat alami spesies karena kesesuaiannya dengan habitat alami
kayu kuku yaitu tumbuh pada tanah kering kayu kuku.
dan kurang subur.

109
Jurnal Vol. 2 No.2 Oktober 2018: 103-114

2. Pertambahan jumlah daun Pengunaan media tanah bekas tambang


Pembibitan tanaman kayu kuku dengan tanah liat sebagai media pembibitan tanaman
menggunakan berbagai komposisi media kayu kuku menghasilkan berat kering bagian
pembibitan memiliki jumlah daun antara 10-13 pucuk sebesar 2,95 g dan berat kering bagian
helai pada umur 4 bulan di persemaian. akar 1,39 gr pada umur 4 bulan di persemaian.
Penggunaan berbagai komposisi media Jika dibandingkan dengan hasil penelitian
pembibitan tidak berpengaruh nyata terhadap Adriani (2012) pada lahan bekas tambang
pertambahan jumlah daun. Hasil penelitian nikel, tentunya agak berbeda, yang mana
tersebut memberikan pengertian bahwa diketahui penggunaan media bekas tambang
pertumbuhan kayu kuku pada tahap pembibitan nikel sebagai pembibitan tanaman kayu kuku
menghasilkan rerata jumlah daun yang cukup menghasilkan berat kering pucuk sebesar 0,42
untuk menopang pertumbuhan bibit (Adriani, g dan berat kering akar 0,22 gr pada umur yang
2012). Jumlah daun pada tanaman dapat sama. Hal dimungkinkan karena lahan bekas
mempengaruhi proses metabolisme, terutama tambang tanah liat terdapat perbedaan
fotosintesis yang berkaitan dengan intersepsi mendasar pada struktur kimia dan fisika tanah
cahaya yang diterima oleh daun. Selain itu, masing-masing tambang.
unsur nitrogen (N) berperan dalam
4. Nisbah Pucuk Akar dan Indeks Mutu
pembentukan klorofil dalam daun (Laude &
Bibit
Tambing, 2010). Fungsi unsur N dalam Dickson et al., (1960) menyatakan bahwa
tanaman diantaranya adalah untuk sintesis nilai rasio pucuk dan akar yang baik berkisar
protein yang digunakan dalam pembelahan antara 1-3 dan yang terbaik adalah yang
dan pembesaran sel. Sintesis protein akan mendekati nilai minimum yaitu satu. Hal ini
berjalan baik jika tidak kekurangan unsur N, mengindikasikan bahwa perkembangan
menyebabkan pembentukan jaringan vegetatif vegetatif pada bibit tanaman kayu kuku
terutama daun dan peningkatan ukuran seimbang antara pertumbuhan pucuk dan akar.
sel sehingga pertumbuhan tanaman Kondisi tersebut merupakan salah satu indikasi
dan jumlah daun meningkat (Fitrianah et al., adanya perbaikan kualitas bibit tanaman.
2012). Nilai nisbah pucuk akar tidak
selamanya berkorelasi dengan kinerja
3. Bobot Biomassa pertumbuhan bibit di lapangan. Kestabilan
Hasil yang terbaik untuk rerata bobot pertumbuhan bibit di lapangan sebagian besar
kering bagian pucuk sebesar ≥ 2,95 g, serta ditentukan oleh kemampuan bibit dalam
rerata bobot kering bagian akar sebesar 1,5 gr. memproduksi akar baru. Dengan melihat hasil
Variabel berat kering bagian pucuk dan akar yang diperoleh pada penelitian ini, dapat
hasilnya sama dengan pertumbuhan tingggi dikatakan bibit sudah siap tanam di lapangan
bahwa yang terbaik adalah penggunaan media karena keseimbangan pertumbuhan batang/
tanah bekas tambang (M1). Walaupun pucuk dengan akar. Keseimbangan ini
penggunaan media bekas tambang mengindikasikan bahwa bibit tanaman kayu
menunjukkan nilai tertinggi, akan tetapi tahan terhadap kahat unsur hara maupun air
pengaruhnya tidak signifikan jika dibandingkan sehingga diharapkan bibit yang berkualitas baik
dengan penggunaan campuran tanah dan adalah bibit yang dapat bertahan dan kokoh
kompos atau pasir. ketika ditanam di lapangan.

110
Teknik Pembibitan Spesies Kayu Kuku ...
(Suhartati & Didin Alfaizin)

Komposisi media memberikan pengaruh memenuhi persyaratan tinggi bibit lebih dari 19
terhadap nilai Indeks Mutu Bibit (IMB) bibit cm.
tanaman kayu kuku. Nilai IMB yang terbaik
dengan nilai indeks mutu sebesar ≥0,50, yang IV. KESIMPULAN DAN SARAN
salah satu diantara medianya yaitu Media Bekas
A. Kesimpulan
Tambang. IMB yang diperoleh pada penelitian Pertumbuhan bibit tanaman kayu kuku
ini temasuk dalam kategori baik. Ferianty (Pericopsis mooniana Thw.) yang terbaik
(2012) menyebutkan bahwa bibit tanaman kayu
terlihat pada media bekas tambang tanah liat
kuku yang diinokulasi mikoriza dapat tanpa penambahan bahan organik dan mikoriza
menghasilkan nilai IMB sebesar 0,14 pada dengan rerata pertumbuhan tinggi sebesar 19,35
umur tiga bulan di persemaian. Penggunaan cm dan diameter sebesar 2,08 mm, serta IMB
media bekas tambang pada kayu kuku umur sebesar 0,5. Nilai pertumbuhan tinggi, diameter
empat bulan diperoleh indeks mutu bibit
dan IMB kayu kuku mirip dengan media tanah+
sebesar 0,57 (Alfaizin, 2016), sedangkan nilai kompos + pasir + NPK. Hal ini menunjukkan
IMB pada bibit yang diinokulsi mikoriza yang bahwa kayu kuku merupakan spesies yang
diperoleh pada penelitian ini yaitu 0,26 pada cocok untuk digunakan sebagai tanaman
umur empat bulan di persemaian. Kalau rehabilitasi lahan bekas tambang tanah liat.
merujuk pada hasil yang diperoleh, nilai IMB Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan
kayu akan memberikan respon yang berbeda, bahwa kayu kuku mampu tumbuh di lahan
sesuai dengan kondisi media tanamnya. bekas tambang tanah liat setelah pembibitan
Perbedaan ini dimungkinkan bahwa kayu kuku dipersemaian selama empat bulan.
cenderung memberikan repon yang baik sesuai
dengan kemampuan adaptasinya pada kondisi
B. Saran
lahan marjinal. Kondisi ini kemudian dapat Pada penelitian pembibitan tanaman kayu
menjadi tolak ukur untuk melihat kemampuan kuku tidak memerlukan penambahan pupuk,
kayu kuku untuk uji lapangan. walaupun kondisi miskin unsur hara seperti
Hendromono (2003) menyebutkan bahwa
halnya tanah bekas tambang. Hal ini disebabkan
nilai IMB mengindikasikan tingkat ketahanan persyaratan tumbuh pada habitat spesies kayu
bibit tanaman di lapangan. Standar nilai
kuku tidak memerlukan kondisi tanah yang
minimal IMB yang baik adalah ›0,09, namun subur, walaupun memerlukan aerasi tanah yang
masing-masing spesies memiliki standar nilai baik.
IMB yang berbeda-beda. Suatu jenis tanaman
yang memiliki nilai IMB ›0,09 menandakan
bahwa tanaman tersebut mempunyai tingkat DAFTAR PUSTAKA
ketahanan yang tinggi di lapangan. Korelasi Adriani. (2012). Pengaruh Inokulasi Fungi
nilai IMB dengan ketahanan bibit di lapangan Mikoriza Arbuskula dan Sabut Kelapa
terhadap Pertumbuhan Bibit Kayu Kuku
akan menentukan mutu bibit itu sendiri. Mutu
(Pericopsis mooniana Thw.), pada
bibit merupakan ekspresi terhadap kemampuan Media Tanah Bekas Tambang Nikel.
bibit dalam beradaptasi dan tumbuh dengan Universitas Haluoleo.
baik setelah penanaman. Berdasarkan
Alfaizin, D. (2016). Potensi Kayu Kuku
penampilan morfologinya, bibit kayu kuku (Pericopsis mooniana Thw.) Untuk
dikategorikan siap tanam karena telah Revegetasi Lahan Kritis. In Prosiding

111
Jurnal Vol. 2 No.2 Oktober 2018: 103-114

Seminar Biologi from Basic Science to untuk Rehabilitasi Hutan dan Lahan.
Comprehensive Education. Retrieved Buletin Peneltian Dan Pengembangan
from Kehutanan, 4(1), 11–20.
Andrade, F. ., Petter, F. A., Junior, B. H. M., Laude, S., & Tambing, Y. (2010).
Goncalves, L. G., Schossler, T. R., & Pertumbuhan dan Hasil Bawang Daun
Nobrega, J. C. A. (2015). Formulation (Allium fistulosum L.) pada Bebagai
Of Alternative Subtrate in the Initial Dosis Pupuk Kandang Ayam. Jurnal
Formation of Ingazeiro Seedlings. Agroland, 17(2), 144–148.
Scienta Agraria Paranesis, 14(4), 234– Lestari, D. A., & Santoso. (2011). Inventory
239. and habitat study of orchids species in
Dickson, A., Leaf, A. L., & Hosner, J. F. Lamedai Nature Reserve, Kolaka,
(1960). Quality Appraisal of White Southeast Sulawesi. Biodiversitas,
Spruce and White Pine Seedling Stock Journal of Biological Diversity, 12(1),
In Nurseries. The Forestry Chronicle, 28–33.
36(1), 10–13. Prayudyaningsih, R. (2013). Pertumbuhan
Dyahwanti, & Nur, I. (2007). Kajian Dampak Semai Alstonia scholaris, Acacia
Lingkungan Kegiatan Penambangan auruculiformis dan Muntingia calabura
Pasir Pada Daerah Sabuk Hijau yang Diinokilasi Fungi Mikoriza
Gunung Sumbing Di Kabupaten Arbuskula pada Media Tanah Bekas
Temanggung. Universitas Dipenogoro. Tambang Kapur. Jurnal Penelitian
Kehutanan Wallaceae, 3(1), 13–23.
Feryanti. (2012). Efektivitas Inokulasi Fungi
Mikoriza Arbuskula dan Pemberian Reubens, B., Heyn, M., Gebrehiwot, K.,
Sabut Kelapa terhadap Peningkatan Hermy, M., & Muys, B. (2007).
Pertumbuhan Bibit Kayu Kuku Persistent Soil Seed Banks for Natural
(Pericopsis mooniana THW). Rehabilitation of Dry Tropical Forests
Universitas Haluoleo. in Northern Ethiopia. Tropicultura,
25(4), 204–214.
Fitrianah, L., Fatimah, S., & Hidayat, Y.
(2012). Pengaruh Komposisi Media Sudarmonowati, E., Novi, S., Hartati, N. S.,
Tanam terhadap Pertumbuhan dan Taryana, N., & Siregar, U. J. (2009).
Kandungan Saponin pada Dua Varietas Sengon Mutan Putatif Tahan Tanah Eks-
Tanaman Gendola (Basella sp.). Tambang Emas. Journal of Applied and
Agrovigor, 5(1), 34–46. Industrial Biotechnology in Tropical
Region, 2(2), 1–5.
Hendromono. (2003). Kriteria Penilaian Mutu
Bibit dalam Wadah yang Siap Tanam

112
Teknik Pembibitan Spesies Kayu Kuku ...
(Suhartati & Didin Alfaizin)

Lampiran 1. Hasil analisa contoh tanah media pembibitan tanaman kayu kuku
Appendix 1. Results of the analysis of soil samples of media for kayu kuku plant nurseries
Tanah MBT
Parameter Tanah
Nilai Kategori Nilai Kategori
Liat (Clay) 35,8% 43%
Debu (Silt) 34,37% 4%
Pasir (Sand) 21,45% 53%
Kelas Tekstur Lempung Liat Liat (Clay)
(Class Texture) (Clay Loam)
pH H2O 5,45 Asam (Acid) 4,99 Asam (Acid)
Bahan Organik (Organic Matter)
C 0,22% Sangat Rendah 0,58% Sangat Rendah
(Very low) (Very low)
N 0,21% Sedang (Medium) 0,11% Rendah (Low)
P2O5 Bray 19,6 mg/100 g Sedang (Medium) 17 mg/100 g Sedang (Medium)
Kapasitas Tukar Kation (Cation Exchange Capacity)
Ca 4,14 me/100 g Rendah (Low) 2,32 me/100 g Rendah (Low)
Mg 4,19 me/100 g Tinggi (High) 0,26 me/100 g Sangat Rendah
(Very low)
K 3,16 me/100 g Sangat Tinggi 0,47 me/100 g Sedang (Medium)
(Very High)
Na 1,74 me/100 g Sangat Tinggi 0,28 me/100 g Rendah (Low)
(Very High)
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium BPTP, Maros

113
Jurnal Vol. 2 No.2 Oktober 2018: 103-114

114
NILAI EKONOMI BUAH, KAYU BAKAR DAN AIR
DI HUTAN LINDUNG WOSI RENDANI

(Economic Value of Fruit, Firewood and Water in Wosi Rendani’s Forest)

Iga Nurapriyanto1, Bahruni2, Sambas Basuni2


1
Balai Litbang dan Inovasi Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manokwari
2
Fakultas Kehutanan Intitut Pertanian Bogor
Jl. Inamberi – Pasir Putih, Susweni, Manokwari 98312, Telp/fax (0986) 213441
Email : igasharky@yahoo.co.id

ABSTRACT
Valuation of forest resources is one way that can be used to assist conservation efforts. The utilization
of any kind of forest product without regard to the principle of sustainability may potentially reduce or
eliminate other forest benefits. Fruit, firewood and water are the three forest products that are actually
utilized by the people around the forested land of Manokwari West Papua. Valuation of potential economic
value is based on the result of vegetation analysis through direct use approach. The research aims are (1).
Calculate the potential of fruit, firewood and water in Wosi Rendani fores; and (2). Estimate the economic
value of fruit, firewood and water potential in Wosi rendani forest. Value is approximated by market price,
wage price, wage rate and procurement price. The economic value of the fruit potential is Rp. 65,982,607/ha,
stock of firewood Rp. 58.580.022/ha, and water Rp. 21.355.503.432/year.
Keywords: Protected forest wosi rendani, economic value, fruit, firewood, water

ABSTRAK
Penilaian sumber daya hutan merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk membantu
mengarahkan upaya-upaya konservasi. Pemanfaatan salah satu jenis hasil hutan tanpa memperhatikan azas
keberlanjutan dapat berpotensi mengurangi atau menghilangkan manfaat hutan lainnya. Buah pangan, kayu
bakar dan air adalah tiga hasil hutan yang nyata dimanfaatkan masyarakat sekitar lahan berhutan Manokwari
Papua Barat. Tujuan penelitian adalah (1). Menghitung potensi buah, kayu bakar dan air di HLWR; dan (2).
Mengestimasi nilai ekonomi potensi buah, kayu bakar dan air di HLWR. Penilaian potensi nilai ekonomi
didasarkan pada hasil analisis vegetasi melalui pendekatan nilai guna langsung. Nilai didekati dengan harga
pasar, harga pengganti, tingkat upah dan harga pengadaan. Nilai ekonomi potensi buah sebesar Rp.
65.982.607/ha, stok kayu bakar Rp. 58.580.022/ha, dan air Rp. 21.355.503.432/th.
Kata kunci: Hutan lindung wosi rendani, nilai ekonomi, buah, kayu bakar, air

I. PENDAHULUAN Untuk menjamin tercapainya tujuan tersebut


Undang-undang Kehutanan nomor maka diperlukan keberadaan hutan dengan
41 tahun 1999 telah mengamanatkan luasan yang cukup dan sebaran yang
bahwa pengelolaan sumber daya alam proposional; mengoptimalkan aneka fungsi
dapat diupayakan melalui fungsi hutan yang meliputi fungsi konservasi,
konservasi, lindung dan produksi fungsi lindung, dan fungsi produksi untuk
dengan memperhitungkan kelangsungan mencapai manfaat lingkungan, sosial,
persediaannya dan lingkungan sekitar budaya, dan ekonomi, yang seimbang dan
(Indonesia, 1999). Tujuan yang ingin dicapai lestari; meningkatkan daya dukung daerah
adalah untuk sebesar-besar kemakmuran aliran sungai; meningkatkan kemampuan
rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan. untuk mengembangkan kapasitas dan
Jurnal Vol. 2 N0.2 Oktober 2018: 115-126

keberdayaan masyarakat secara partisipatif, untuk kebutuhan selain bidang kehutanan.


berkeadilan, dan berwawasan lingkungan Kendati demikian, peran lahan berhutan
sehingga mampu menciptakan ketahanan dalam kawasan masih nyata terlihat dari
sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap aktivitas pemungutan beberapa hasil hutan
akibat perubahan eksternal; dan menjamin oleh masyarakat yang bermukim di dalam
distribusi manfaat yang berkeadilan dan sekitar kawasan, diantaranya adalah
dan berkelanjutan. Pencapaian tujuan pemungutan buah penghasil bahan pangan,
pengelolaan hutan akan semakin efektif jika kayu bakar dan air. Berkurangnya luas lahan
para pemangku kepentingan (stakeholders) berhutan di dalam kawasan HLWR
memiliki kesadaran tentang pentingnya dikhawatirkan dapat turut menurunkan
hutan dalam memberikan berbagai manfaat kemampuan penyediaan ketiga hasil hutan
dalam kehidupan. tersebut. Di lain sisi informasi menyangkut
Hutan Lindung Wosi Rendani (HLWR) potensi buah, kayu bakar dan air dalam
adalah salah satu kawasan lindung di kawasan HLWR masih minim, padahal
Kabupaten Manokwari Papua Barat informasi menyangkut kondisi hutan penting
berdasarkan surat penunjukkan Gubernur dibutuhkan sebagai bahan pertimbangan
Irian Barat nomor 118/GIB/1969, tanggal 5 dalam pengelolaan hutan lebih lanjut.
Agustus 1969 (Barat, 1969). Penunjukkan (Nurrochmat et al., 2012) menyatakan
didasarkan pada pentingnya menjaga penyebab menurunnya kuantitas dan kualitas
ketersediaan air dari beberapa sumber mata suatu kawasan hutan antara lain disebabkan
air di dalam kawasan, mencegah bahaya oleh kegagalan pengelolaan formal dan
kekeringan, banjir, erosi, serta memelihara faktor sosial masyarakat dimana mereka
keawetan dan kesuburan tanah. Luas lahan menggantungkan hidupnya dari keberadaan
berhutan dengan kondisi alami di dalam hutan. Beberapa penyebab kegagalan
kawasan disinyalir semakin berkurang. pengelolaan hutan dan sumber dayanya
(Dinas Kehutanan Kabupaten Manokwari, sebagaimana disebutkan oleh (Hadi, 2012),
2012) memperkirakan luas lahan berhutan (Suparmoko & Maria, 2011) adalah
tersisa 88,19 ha (29,33%) dari luas kawasan kurangnya data dan informasi tentang sifat,
(300,65 ha). Kondisi ini dikhawatirkan dapat persebaran dan kelimpahan hasil hutan; dan
mengurangi produktivitas hutan (dalam) masih rendahnya pengetahuan serta
menjalankan fungsinya. kesadaran masyarakat terhadap manfaat
(Chay, 2010), (Paimin, Budi, & Ratna, ekosistem hutan dalam jangka panjang.
2012), (Suparmoko & Maria, 2011), dan Selain itu (Arnoldo-Hermosilla, 2006)
(Endang, 2013) menyebutkan bahwa menyebutkan bahwa faktor ekonomi sangat
pemanfaatan hutan yang tidak terkendali berperan dalam pengambilan keputusan
akan berdampak negatif terhadap lingkungan menyangkut perubahan lahan berhutan
hidup yaitu menurunnya produktivitas dan menjadi penggunaan lain, mempertahankan
kualitas hutan (forest degradation). atau mengganti jenis-jenis tumbuhan
Permasalahan yang diduga menjadi tertentu yang dapat memberikan keuntungan
penyebab berkurangnya luas lahan berhutan ekonomi lebih baik.
dalam kawasan HLWR salah satunya adalah Hal ini dapat memposisikan hutan
meningkatnya kebutuhan lahan berhutan sebagai pemberi keuntungan eksternal dari

116
Nilai Ekonomi Buah, Kayu Bakar dan Air...
(Iga Nurapriyanto, Bahruni & Sambas Basuni)

aktivitas lain yang dilakukan di luar bidang dalam kawasan, sedangkan lokasi pemilihan
kehutanan. Keberadaan hutan masih kurang responden difokuskan di Kampung Soribo
dihargai, bahkan lahan hutan sering dirubah Kelurahan Distrik Manokwari Barat; Rukun
untuk kegiatan lain yang diyakini dapat Warga (RW) 15 dan 16 Kelurahan Wosi
memberikan manfaat ekonomi lebih tinggi. Distrik Manokwari Barat; dan RW 01 dan 02
Salah satu upaya konservasi untuk Kelurahan Sowi Distrik Manokwari Selatan
meningkatkan penghargaan dan kesadaran Kabupaten Manokwari Provinsi Papua
terhadap peran hutan adalah dengan Barat. Pertimbangan dipilihnya lokasi
melakukan internalisasi manfaat hutan yang contoh didasarkan pada jarak lokasi terdekat
ditunjukkan dengan nilai ekonomi. dan berbatasan langsung dengan lahan
Upaya pemberian nilai hutan ini berhutan maupun kawasan HLWR.
bahkan telah menjadi perhatian tingkat Pengambilan data lapangan selama dua
internasional terutama sejak The Conference bulan sejak bulan April hingga Mei 2013.
of the Parties (COP) ke empat dalam Lokasi penelitian seperti pada Gambar 1.
keputusanIV/10 tentang Measures for
B. Pemilihan Responden
Implementing the Convention on Biological Metode yang digunakan dalam
Diversity (CBD) yang menekankan pada memilih responden adalah purposive
pengukuran insentif ekonomi dan digunakan sampling. (Afifuddin & Ahmad, 2009)
sebagai sarana pendidikan publik dan menyebutkan bahwa pemilihan responden
kesadaran; serta untuk penaksiran dan dengan metode purposive sampling
mengurangi dampak kerugian (Secretariat of bergantung pada tujuan penelitian tanpa
the Convention on Biological Diversity, memperhatikan kemampuan generalisasinya.
2005). Responden adalah kepala keluarga yang
Penelitian difokuskan pada tiga produk melakukan kegiatan pemungutan buah, kayu
hutan yang nyata masih dimanfaatkan untuk bakar dan air dari kawasan HLWR.
kebutuhan harian masyarakat lokal yaitu Keseluruhan responden berjumlah 114 KK.
buah penghasil pangan (food), kayu bakar
Dari jumlah tersebut dapat dikelompokkan
(energy) dan air (water) dari kawasan menjadi responden pemungut buah sebanyak
HLWR. Penilaian ditekankan pada potensi
31 KK, 37 KK pemungut kayu bakar, 114
ketersediaan dan estimasi nilai ekonominya. KK pengguna air, dan responden pemilik
Diharapkan hasil penelitian dapat kebun berjumlah 34 KK.
meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan Lokasi domisili responden berada di
kesadaran tentang pentingnya peranan hutan dalam dan sekitar yang berdekatan dengan
Wosi Rendani. kawasan HLWR. Responden yang
berdomisili di dalam kawasan (kampung
II. BAHAN DAN METODE Soribo Kelurahan Wosi) berjumlah 18 KK,
A. Lokasi dan Waktu Penelitian dan 96 KK bermukim di sekitar kawasan
Pengambilan plot contoh vegetasi yaitu di kelurahan Wosi (RW 15 dan 16) dan
hutan difokuskan pada areal lahan berhutan Kelurahan Sowi (RW 01 dan 02).

117
Jurnal Vol. 2 N0.2 Oktober 2018: 115-126

Gambar 1. Lokasi penelitian


Figure 1. Research site

C. Pengolahan dan Analisis Data Pengambilan data spesies tumbuhan


Identifikasi spesies tumbuhan penghasil hutan pada lahan berhutan menggunakan
buah pangan dan spesies tumbuhan penghasil metode kombinasi yaitu gabungan metode
kayu bakar diketahui melalui analisis jalur dan garis berpetak sepanjang garis rintis
vegetasi. Berdasarkan data tersebut dapat (Indriyanto, 2010). Luas lahan berhutan yang
diketahui nilai potensi hutan. Pendekatan diukur adalah 88,19 ha. Jumlah petak
penentuan nilai didekati dengan harga pasar pengukuran adalah 51 petak dalam empat
(market price), harga barang pengganti jalur dengan intensitas sampling 2,313%.
(substitute price) dan biaya pengadaan sesuai Desain petak contoh dengan metode
dengan harga yang berlaku saat penelitian kombinasi disajikan pada Gambar 2.
berlangsung.

A=petak berukuran 20 x 20 m untuk pengamatan pohon (trees); B=petak berukuran 10 x 10 m untuk


pengamatan tiang (poles); C=petak berukuran 5 x 5 m untuk pengamatan pancang (sapling); D=petak
berukuran 2 x 2 m untuk pengamatan semai (seedling)

Gambar 2. Desain petak contoh dengan metode kombinasi


Figure 2. Sample plot design by combination method

118
Nilai Ekonomi Buah, Kayu Bakar dan Air...
(Iga Nurapriyanto, Bahruni & Sambas Basuni)

Risalah pohon diketahui dengan persamaan:


membuat petak contoh menggunakan metode
jalur, sedangkan pada fase permudaan (poles,
sapling dan seedling) menggunakan metode Vbi = ............ (2)
berpetak. Petak pengamatan pada tingkat
pohon dibuat sejajar arah rintisan, sedangkan Notasi: Vbi=potensi volume buah
pada fase permudaan diletakkan bersilangan (satuan/ha/tahun); Ki= densitas (n/ha);
vmin=potensi volume buah minimum pohon
dengan arah garis rintis. Dua jalur memotong spesies ke i dalam satu tahun (satuan/tahun);
garis kontur Barat - Timur sepanjang rintisan vmaks=potensi volume maksimum pohon
(0o52,955’S; 134o2,441’T hingga 0o52,928’S; spesies ke i dalam satu tahun (satuan/tahun).
134o2,667’T). Dua jalur lainnya diletakkan
pada arah Selatan - Utara (0o52,928’S; Nilai buah didekati dengan harga pasar
134o2,667’T - 0o52,867’S; 134o2,667’T). atau harga pengganti. Persamaan yang
Peletakan petak contoh dilakukan digunakan adalah:
secara purposive sampling. Kriteria pemilihan
lokasi petak didasarkan pada pertimbangan: …...........……………..(3)
a). Lokasi petak contoh dapat mewakili
kondisi alamiah vegetasi hutan setelah Notasi: Nbi=nilai buah spesies ke i
melakukan observasi permulaan yang cukup; (Rp/ha/tahun); pi=harga satuan pungutan
spesies ke i (Rp/satuan); vbi=potensi produksi
b). Lokasi petak contoh dapat mengakomodir
buah spesies ke i (satuan/ha/tahun); satuan
data yang dibutuhkan sesuai tujuan penelitian. dapat berupa buah, tumpuk, ikat atau karung.
Lokasi petak contoh berada pada bagian hutan
dimana kegiatan pemanfaatan buah, kayu 2. Pengukuran potensi dan nilai stok kayu
bakar dan air nyata dilakukan masyarakat; bakar
dan c). Ketersediaan waktu, tenaga dan biaya Potensi kayu bakar (stock) didasarkan
penelitian. pada nilai densitas pada tingkat tiang (poles)
dan pohon (trees) seperti persamaan (1).
1. Pengukuran potensi dan nilai buah
Volume stok kayu bakar dihitung dengan
Dasar pengukuran nilai potensi buah
persamaan:
adalah nilai densitas (kerapatan) pada tingkat
pohon. Densitas adalah jumlah individu
Vkb = ∑(0,25𝜋 d2tti)…………….………… (4)
tumbuhan penghasil buah per hektar (ni/ha).
Persamaan yang digunakan adalah: Notasi: Vkb=volume stok kayu bakar (m3);
𝜋=(22/7); d=diameter setinggi dada atau 1,3
m (m); tti=tinggi total tegakan spesies ke i
; (m)
Atau
Volume stok kayu bakar selanjutnya
............... (1) dibagi dengan luas plot pengamatannya. Luas
plot tingkat tiang adalah 100 m2 dan tingkat
pohon 400 m2. Volume hasil pengukuran
Notasi: K=densitas (n/ha); Ki= densitas selanjutnya dikonversi untuk menduga
spesies tumbuhan buah ke i (n/ha) potensi kayu bakar per hektar (m3/ha) dengan
persamaan:
Potensi volume buah ditaksir melalui

119
Jurnal Vol. 2 N0.2 Oktober 2018: 115-126

Vpot = ∑(vkb tiang + vkb pohon)………….…… (5) (Widada & Dudung, 2004) dan (Bambang,
2008) bahwa air hujan yang jatuh di daerah
Notasi vpot=volume stok kayu bakar tangkapan (catchment area) diresapkan ke
(m3/ha); vkb tiang=volume stok tingkat tiang
(m3/ha); vkb pohon=volume stok tingkat pohon dalam tanah (infiltrasi), disimpan sebagai
(m3/ha). tabungan kemudian dikeluarkan sebagai
mata air dan menjadi sumber air bagi sungai-
Nilai stok kayu bakar didekati dengan sungai serta mengairi daerah yang dilaluinya.
tingkat upah akibat curahan waktu yang Pendapat serupa juga disampaikan (Chay,
dibutuhkan pemungut kayu bakar (Rp/m3). 2010) bahwa debit aliran sungai pada
Nilai acuan pada Upah Minimum Regional dasarnya berasal dari aliran air tanah (ground
(UMR) Provinsi Papua Barat yaitu water flow) dari daerah tangkapan air di
Rp.1.720.000/bulan (Rp.9.451/jam) (BPS sekitar sungai tersebut.
2013b) melalui persamaan: Pengukuran volume air per tahun
secara umum merupakan hasil perkalian
Pkbi = ………………………………..(6) antara jumlah debit air dari tiap jenis aliran
Notasi: pkbi=harga kayu bakar dari responden yang diukur dan jumlah detik dalam satu
ke i (Rp/m3); ti= lama curahan waktu tahun. Secara umum volume air Wosi
responden ke i memungut kayu bakar Rendani adalah:
(jam/tahun); u=upah tenaga kerja (Rp/jam);
vi=volume kayu bakar yang diperoleh
responden ke i (m3/tahun). Satuan volume Vair =([ + )x ttot ...(8)
kayu bakar yang dipungut adalah hasil
konversi satuan stafelmeter (sm) ke satuan
kubik (1 sm=0,76 m3). Notasi vair= volume air (m3/tahun);ls=lebar
sungai (m); ds=kedalaman sungai (m);
Harga kayu bakar berdasarkan ps=panjang aliran ukur (m); t=lama aliran
persamaan (6) selanjutnya digunakan untuk (detik); ni= jumlah titik
menduga nilai potensi kayu bakar melalui pengamatan;vember=volume penampung (m3);
t=lama aliran (detik); fi=jumlah pengulangan
persamaan: (kali); ttot=jumlah detik per tahun (31.536.000
detik).
Nekb = (pkb x vtot)…….……………….... (7)
Nilai air per kubik yang digunakan
Notasi Nekb=nilai stok kayu bakar (Rp); sebagai dasar perhitungan adalah biaya
pkb=harga rata-rata kayu bakar (Rp/m3); pengadaan rata-rata yang dikeluarkan
vtot=volume total tegakan (m3). responden untuk keperluan air domestik
dengan berbagai cara pengambilan.
3. Pengukuran potensi dan nilai air Komponen perhitungan biaya pengadaan
Potensi air dibatasi pada potensi air antara lain berupa biaya penggunaan listrik,
permukaan pada lokasi I (sungai Rendani) biaya pengadaan pompa air, biaya pipa
yaitu koordinat 0o52,818’S dan 134o2,648T, paralon, biaya pembuatan sumur, biaya
lokasi II (pancuran) koordinat 0o52,449’S gorong-gorong, dan tarif dasar air rumah
tangga sesuai SK Bupati Manokwari Nomor
dan 134o2,768’T dan lokasi III (sungai)
320/202/1-10-2002 sebesar Rp.860/m3
koordinat 0o52,449’S dan 134o2,768’T. (Manokwari, 2013) dan upah tenaga kerja.
Pembatasan pengukuran pada aliran
permukaan didasarkan pada pendapat

120
Nilai Ekonomi Buah, Kayu Bakar dan Air...
(Iga Nurapriyanto, Bahruni & Sambas Basuni)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN sedangkan spesies lainnya kurang dari 10%.
Jika dibandingkan dengan besaran INP
A. Nilai Ekonomi Buah
Berdasarkan hasil analisis vegetasi keseluruhan spesies, maka INPP. Pinnata
pada lahan berhutan ditemukan 25 (28,74%) adalah 31,95%, L. domesticum 13,20%, A.
spesies tumbuhan penghasil pangan dari 87 altilis17,85%, N. lapaceum 8,37% dan S.
spesies (32 famili) seluruh tumbuhan tingkat cytherea 12,38%. Besaran INP kelima
pohon. Jumlah individu per hektar dan spesies tumbuhan tersebut termasuk dalam
taksiran potensi nilai ekonomi buah seperti sepuluh spesies tingkat pohon dengan INP
pada Gambar 3. tertinggi yaitu antara 6,34—31,95%,
Potensi nilai ekonomi buah di lahan sedangkan jumlah individunya antara 5,88—
berhutan HLWR diperkirakan sebesar Rp. 18,14 individu/ha. Jumlah individu/ha
65.982.607,31/ha/tahun. Kontribusi nilai seluruh spesies tumbuhan hutan adalah
lebih banyak dari P. pinnata 43,98%, A. 174,51 individu/ha.
altilis 15,81%, N. lapaceum 13,04%

Nilai (Rp/ha/th)/ value (Rp/ha/year)

P. venenosa 42211
C. floribunda 36765
P. edule 5719
P. obovata 72619
H. sylvestris 88582
H. irya 89914
A. incisus 91912
E. angustifolius 10723
G. latissima 183824
A. chempedens 191176
I. fagifer 218457
A. pavonina 220588
M. hollrungii 292969
M. glabosa 344669
M. indica 392157
V. rubescens 425405
M. fatua 546875
S. malacensis 784314
A. fretissi 833333
D. dao 1732026
S. cytherea 5294118
L. domesticum 5882353
N. lapaceum 8602941
A. altilis 10431373
P. pinnata 29019608

3a 3b
Gambar 3a. Densitas spesies tumbuhan penghasil buah di lahan berhutan
Figure 3a. Density of fruit tree species in forestry land
Gambar 3b. Taksiran Nilai ekonomi buah lahan berhutan
Figure3b. The fruit value economic estimateof forestry land

121
Jurnal Vol. 2 N0.2 Oktober 2018: 115-126

Mengacu pada pendapat (Pearce & tumpukan yang dijual, maka tiap tahun
Turner, 1990) bahwa nilai dapat menunjukkan responden rata-rata memungut 143,29
tingkat perhatian penggunanya. Selain itu tumpuk buah L. domesticum, P. pinnata
(Arnoldo-Hermosilla, 2006) menyebutkan 95,57 tumpuk/tahun dan N. lapaceum 42,10
bahwa faktor ekonomi sangat berperan dalam tumpuk/tahun. Hal ini menunjukkan nilai
pengambilan keputusan menyangkut guna buah dari spesies tumbuhan buah
perubahan lahan berhutan menjadi tersebut memiliki nilai guna yang lebih
penggunaan lain, mempertahankan atau tinggi dibandingkan spesies lainnya. Rata-
mengganti jenis-jenis tumbuhan tertentu yang rata nilai ekonomi buah yang dipungut
dapat memberikan keuntungan ekonomi lebih responden sebesar Rp.3.048.506,74/
baik; maka kondisi potensi nilai ekonomi dan KK/tahun.
jumlah individu seperti pada Gambar (3a) dan
(3b) dapat mengindikasikan tentang tingkat B. Nilai Kayu Bakar
kesukaan konsumen atau penggunanya Pemungutan kayu untuk keperluan
terhadap jenis-jenis tertentu. Jenis tersebut energi rumah tangga responden diperoleh
dipertahankan keberadaannya dalam hutan dari lokasi lahan berhutan dan kebun yang
karena dianggap dapat memberikan manfaat berada dalam kawasan HLWR. Sebanyak 32
(ekonomi). KK (86,49%) merupakan penduduk di
Jenis tumbuhan dengan kontribusi nilai Kelurahan Wosi dan 5 KK (13,51%) di
ekonomi yang besar memiliki harga pasar di Kelurahan Sowi. Kayu bakar yang diperoleh
Manokwari. Buah P. pinnata (matoa), N. dari dalam kawasan umumnya lebih banyak
lapaceum (rambutan) dan L. domesticum diperoleh dari lokasi kebun dibandingkan
(langsat) umumnya dijual dengan harga Rp. dari lokasi berhutan. Hal ini dapat dilihat
10.000/tumpuk (±0,5 kg), sedangkan A. altilis dari frekuensi, curahan waktu dan volume
dijual per butir berdasarkan ukurannya antara kayu yang dipungut seperti ditunjukkan pada
Rp. 10.000—20.000/butir. Berbeda dengan Gambar 4.
jenis tumbuhan lainnya yang tidak memiliki Komposisi frekuensi, curahan waktu
harga pasar, kontribusi nilai per hektarnya dan volume pemungutan kayu bakar
lebih kecil. menunjukkan bahwa aktivitas pemungutan
Responden pemungut buah berjumlah kayu bakar lebih banyak dilakukan di lokasi
31 KK dan berdomisili di dalam (51,61%) kebun dari pada di lokasi lahan berhutan.
dan sekitar kawasan HLWR (48,39%). Frekuensi pemungutan rata-rata per bulan
Responden pemungut buah lebih banyak dari lahan berhutan sebanyak 2,91
memungut buah yang memiliki harga jual. kali/KK/bulan yang dipungut selama 3,06
Kontribusi nilai ekonomi buah yang jam/KK/bulan sebanyak 0,28 m3/KK/bulan,
dipungut responden per tahun lebih banyak sedangkan pemungutan yang dilakukan di
diperoleh dari buah L. domesticum (47%), P. lokasi kebun rata-rata dilakukan sebanyak
pinnata (31,35%) dan N. lapaceum 0,88 kali/KK/bulan, selama 18,78
(13,81%), sedangkan buah lainnya jam/KK/bulan dengan volume 0,92
3
kurangnya dari 2,34%. Jumlah pungutan m /KK/bulan.
rata-rata jika dikonversikan ke dalam jumlah

122
Nilai Ekonomi Buah, Kayu Bakar dan Air...
(Iga Nurapriyanto, Bahruni & Sambas Basuni)

Gambar 4 Komposisi pemungutan kayu bakar di lahan berhutan dan lahan kebun. a) Frekuensi
pemungutan (kali/bulan); b) Curahan waktu (jam/bulan); c) Volume pungutan (m3/bulan)
Figure 4 Composition of firewood collecting in forestry land and cropland. a) The frequenty collecting
(times/month); b) The spending time (hour/month); c) The collecting volume (m3/month)

Lebih kecilnya komposisi pungutan identifikasi dan analisa vegetasi


kayu bakar di lokasi lahan berhutan ditemukan sembilan spesies tumbuhan
disebabkan karena: yang diminati responden sebagai kayu
1. Bahan bakar kayu masih tersedia saat bakar. INP spesies-spesies tersebut sangat
responden membuka lahan untuk rendah pada seluruh kelas
berkebun. pertumbuhannya, bahkan beberapa
2. Potensi spesies tumbuhan yang memiliki spesies tidak lagi ditemukan pada
kualitas pembakaran yang sangat baik di beberapa kelas pertumbuhan seperti
lahan berhutan telah berkurang. Hasil ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Indeks nilai penting spesies tumbuhan di lahan berhutan HLWR yang sering
digunakan sebagai kayu bakar
Table 1. Important value index of plans species at forestry land of HLWR which used as firewood
INP (IVI) (%)
Nama botani Fam
No. Semai Pancang Tiang Pohon
(Botanical name) Fam
Seedling Sapling poles trees
1 Celtis latifolia Ulm 0,490 3,496 1,094 2,339
2 Chionanthus macrocarpa Ole 0,000 0,730 0,000 0,000
3 Dracontomelon dao Ana 1,137 0,872 6,059 8,070
4 Homalium foetidum Fla 1,450 6,121 5,612 1,786
5 Intsia bijuga Fab 1,607 1,895 1,396 3,111
6 Intsia palembanica Fab 0,000 0,583 2,206 0,735
7 Pometia coreacea Sap 5,488 4,235 5,146 13,808
8 Pometia pinnata Sap 22,814 12,976 24,681 31,954
9 Spathiostemon javanensis Eup 4,175 3,070 0,000 0,000
Fam=Famili; IVI=Impotance Value Index; Ulm=Ulmaceae;Ole: Oleaceae; Ana=Anacardiaceae;
Fla=Flacourtiaceae; Fab=Fabaceae; Sap=Sapindaceae; Eup=Euphorbiaceae

123
Jurnal Vol. 2 N0.2 Oktober 2018: 115-126

Konsumsi kayu bakar rumah tangga sebesar 345,62 m3 /ha, maka dapat
responden, konsumsi per kapita dan nilai diperkirakan potensi kayu bakar per hektar
ekonominya seperti ditunjukkan pada di lahan berhutan sebesar Rp.
Tabel 2. 58.580.022,04/ha.
Nilai kayu bakar untuk kebutuhan
rumah tangga per tahun dari lahan berhutan C. Nilai Air Domestik
lebih kecil yaitu Rp. 562.716,76/KK/tahun Responden pengguna air yang berasal
(19,3%), sedangkan dari kebun Rp. dari dalam kawasan HLWR sebanyak 114
2.353.024,17/KK/ tahun (80,7%). Kondisi KK. Responden memperoleh air melalui
yang sama juga terlihat pada tingkat sungai (resapan) atau sumur. Pengambilan
konsumsi per kapita yaitu Rp. air yang berasal dari sungai dilakukan
117.289,16/kapita/tahun (18,67%), dan dari dengan cara menjadi pelanggan air PDAM,
kebun Rp. 510.783,63/kapita/tahun menyedot langsung dengan bantuan pompa
(81,33%). Nilai kayu bakar di lahan air atau mengambil langsung secara manual
berhutan adalah Rp. 169.493/m3 , sedangkan dengan cara dipikul. Kondisi yang sama jika
dari lahan kebun Rp. 213.717/m3 . pengambilan air yang bersumber dari
Berdasarkan nilai stok kayu bakar dan sumur, dilakukan dengan bantuan pompa air
potensi kayu bakar di lahan berhutan atau diambil secara manual.

Tabel 2. Nilai kayu bakar di lahan berhutan dan kebun responden dalam kawasan HLWR
Table 2. Firewood value at forestry land and responden’s cropland in HLWR area
Konsumsi
Lokasi Nilai (Value)
(Consumption) Persena
Pemungutan
(m3/KK/thn)(m3/kap/thn) (Rp/KK/thn) (Rp/kap/thn) (Percentagea)
Collecting (Rp/m3 )
(m3/house (m3/capita/ 3 (Rp3/househol/ (Rp3/capita/ (%)
area (Rp/m )
hold/year) year) year) year)
Lahan
berhutan
3,32 0,69 169.493 562.716,76 117.289,16 18,67
(Forestry
land)
Kebun
11,01 2,39 213.717 2.353.024,17 510.783,63 81,33
(Cropland)
Jumlah
14,33 3,08 2.915.740,93 628.072,79 100,00
Amount
a
n=37 KK; persen nilai per kapita (percentage of value per capita)

Berdasarkan berbagai cara pengambilan sebesar Rp. 4.867,41/m3. Kontribusi nilai


air tersebut, maka dapat diketahui nilai air paling besar diperoleh dari cara pengambilan
rata-rata per kubik untuk kebutuhan domestik air secara manual (dipikul). Hal ini
responden. Komponen biaya pengadaan, disebabkan pendekatan yang digunakan
jumlah respoden dan biaya yang dikeluarkan adalah dengan tingkat upah yang nilainya
seperti pada Tabel 3. lebih besar dibandingkan cara pengambilan
Nilai air tertimbang per kubik dari air lainnya.
berbagai cara pengambilan air oleh responden

124
Nilai Ekonomi Buah, Kayu Bakar dan Air...
(Iga Nurapriyanto, Bahruni & Sambas Basuni)

Potensi nilai air di dalam kawasan HLWR tersebut sebesar 0,1342 m3/detik. Volume air
Berdasarkan hasil pengukuran saat per tahun 4.232.894,58 m3/tahun. Jika nilai air
penelitian berlangsung, debit air terbesar tertimbang (Rp. 4.867,41/m3) digunakan
berasal dari sungai Rendani (Lokasi I) yaitu untuk menghitung nilai potensi air yang
0,1243 m3/detik (92,57%), sedangkan pada bersumber dari tiga lokasi sumber air, maka
lokasi II dan III masing-masing hanya 0,0025 nilai potensi air kawasan HLWR diperkirakan
m3/detik (1,87%) dan 0,0075 m3/detik sebesar Rp. 20.603.233.407,64/tahun seperti
(5,56%). Total debit air ketiga lokasi sumber ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengukuran debit air, pendugaan volume dan nilai ekonomi air di kawasan HLWR
Table 4. Water discharge measuring, volume estimate and water economic value at HLWR area
Sumber Pengukuran debit air (m3/det) Volumea
Nilai
Air Water discharge measurement (m3/tahun) Persen
(Rp/tahun)
Water Rerata Volumea (%)
I II III Value (Rp/year)
source (average) (m3year)
Lokasi 1 0,1772 0,1373 0,0583 0,1243 3.918.450,32 19.072.704.272,07 92,57
Lokasi 2 0,0023 0,0033 0,0019 0,0025 79.038,95 384.714.975,62 1,87
Lokasi 3 0,0062 0,0117 0,0045 0,0075 235.405,31 1.145.814.159,95 5,56
Jumlah
0,1857 0,1523 0,0647 0,1342 4.232.894,58 20.603.233.407,64 100,00
Amount
a 3
estimasi (asumsi volume air sesuai pengukuran); nilai air 1 m =Rp. 4.867,41
a
estimation (assumption of water volume is appropriate by measured); water value1 m3=Rp. 4.867,41

IV. KESIMPULAN DAN SARAN Arnoldo-Hermosilla, C. (2006).


Memperkokoh Pengelolaan Hutan
Potensi nilai ekonomi di lahan berhutan
Indonesia Melalui Pembaharuan Sistem
dalam kawasan HLWR yang berasal dari Penguasaan Tanah: Permasalahan dan
buah-buahan hanya sebesar Rp. Kerangka Tindakan. Bogor: World
65.982.607,31/ha, stok kayu bakar Rp. Agroforestry Centre.
58.580.022,04/ha, dan air sebesar Rp. Bambang, T. (2008). Hidrologi terapan.
20.603.233.407,64/tahun. Peran hutan Yogyakarta: Beta Offset.
tersebut berpotensi dapat ditingkatkan dengan
Barat, P. P. I. Surat Keputusan Gubernur
cara menambah luas lahan berhutan dalam Kepala Daerah Irian Barat Nomor
kawasan HLWR dan pengkayaan jenis-jenis 118/GIB/1969 Tanggal 5 Agustus 1969
tumbuhan yang memiliki nilai guna tinggi tentang penunjukan hutan wosi rendani
serta dapat mengakomodir kebutuhan sebagai hutan lindung hidrologi (1969).
masyarakat setempat. Indonesia.
Chay, A. (2010). Hidrologi dan Pengelolaan
DAFTAR PUSTAKA Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
UGM Press.
Afifuddin, & Ahmad, S. (2009). Metode
Dinas Kehutanan Kabupaten Manokwari.
penelitian kualitatif. Bandung: Pustaka
(2012). Laporan Inventarisasi Hutan
Setia.
Lindung Wosi Rendani. Manokwari.

125
Jurnal Vol. 2 N0.2 Oktober 2018: 115-126

Endang, S. (2013). Pengantar Ilmu Pearce, D. W., & Turner, R. K. (1990).


Kehutanan. Bogor: IPB Press. Economic Natural Resources and the
Environment. Great Britain: Harvester
Hadi, A. (2012). Konservasi Sumber Daya
Wheatsheaf.
Alam dan Lingkungan: Pendekatan
Ecosophy Bagi Penyelamatan Bumi. Secretariat of the Convention on Biological
Yogyakarta: UGM Press. Diversity. (2005). Handbook Of The
Convention On Biological Diversity :
Indonesia, P. R. Undang undang nomor 41
Including Its Cartagena Protocol On
tahun 1999 tentang Kehutanan (1999).
Biosafety (3rd ed.). Montreal. Canada:
Indonesia.
Friesen. Retrieved from
Indriyanto. (2010). Ekologi Hutan. Jakarta: http://www.fao.org/fileadmin/templates/
Bumi Aksara. soilbiodiversity/Downloadable_files/cb
Manokwari, P. D. A. M. K. (2013). Business d-handbook-all-en.pdf
plan Tahun 2013-2017 PDAM Suparmoko, & Maria, R. (2011). Ekonomika
Kabupaten Manokwari. Manokwari. Lingkungan. Yogyakarta: BPFE.
Nurrochmat, R, D., M, H., Fadhil, D, S., A, Widada, & Dudung, D. (2004). Nilai ekonomi
B., … ED, R. (2012). Ekonomi Politik air domestik dan irigasi pertanian: Studi
Kehutanan. Mengurai mitos dan fakta kasus di desa-desa sekitar Taman
pengelolaan hutan. Jakarta: INDEF. Nasional Gunung Halimun. Jurnal
Paimin, Budi, P. I., & Ratna, I. D. (2012). Manajemen Tropika, X(1), 15–27.
Sistem Perencanaan Pengelolaan Retrieved from
Daerah Aliran Sungai. Bogor: Balai http://jurnal.ipb.ac.id/index.php/jmht/art
Penelitian Teknologi Kehutanan icle/view/2783
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.

126
KEBERHASILAN STEK PUCUK TANAMAN Gyrinops versteegii
MELALUI PEMILIHAN MEDIA AKAR DAN ZAT PENGATUR TUMBUH

(Success Level of The Shoot Cutting On Gyrinops versteegii By Choosing The


Rooting Media and Hormonal Application)

Ali Setyayudi1
1
Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu
Jalan Dharma Bhakti No. 7 Langko Lingsar Lombok Barat, NTB 83371
Telp. (0370) 6573874, Fax. (0370) 6573841
Email : namaku_stia@yahoo.com

ABSTRACT
The variety of agarwood production in the Gyrinops versteegii plant is one of the main problems in
the agarwood cultivation. Efforts to reduce the variation is by cultivating high agarwood production
through vegetative propagation, thus the results of the agarwood are expected to be more consistent. Shoot
cuttings are the most inexpensive and easy vegetative propagation, however some studies showed a low
success propagation rate especially for Gyrinops versteegii. Several factors determine the succed of shoot
cuttings propagation i.e: media of rooting and hormon application. Therefore, research to improve the
success of G. versteegii shoot cuttings should be conducted.. Based on those issues, the research aimed to
determine the influence of the rooting media and hormone on the shoot cutting of Gyrinops verteegii. This
study used a randomized complete block design (RCBD) with six media treatments they are soils,
soil+compost (3:1), cocopeat+sand (1:1), cocopeat+sand+ compost (1:1:2), soil+cocopeat+sand (2:1:1),
and soil+cocopeat+sand+compost (5:3:3:4). IBA and NAA hormones with a concentration of 100 ppm,
200 ppm, 300 ppm and 0 ppm (control) were used in this study. The results showed that the success of
shoot cuttings was influenced by the media and hormones; where the best rooting found on the shoot
cuttings using soil as media and 200 ppm IBA.
Keywords: Shot cutting, gaharu, rooting media, hormone

ABSTRAK
Bervariasinya produksi gaharu pada tanaman Gyrinops versteegii merupakan salah satu
permasalahan utama dalam pembudidayaan gaharu. Upaya menekan variasi produksi gaharu adalah
budidaya jenis tersebut yang sudah mempunyai poduksi gaharu tinggi melalui perbanyakan vegetatif,
sehingga hasil gaharu yang diharapkan akan lebih konsisten. Stek pucuk merupakan perbanyakan vegetatif
yang paling murah dan mudah, namun demikian beberapa penelitian menunjukkan tingkat keberhasilan
yang masih rendah terutama untuk jenis Gyrinops versteegii. Penggunaan media akar dan pemberian
hormon yang tepat merupakan faktor yang menentukan keberhasilan perbanyakan stek pucuk. Penelitian
untuk meningkatkan keberhasilan stek pucuk G. versteegii perlu dilakukan. Berdasarkan hal tersebut,
penelitian ini ditujukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan stek pucuk tanaman G. versteegii dengan
perlakuan pemberian hormon perakaran dan media akar. Penelitian ini menggunakan rancangan acak
lengkap berkelompok (randomized complete block design/RCBD) dengan enam perlakuan media yaitu
tanah, tanah+pupuk organik (3:1), cocopeat+pasir (1:1), cocopeat+pasir+pupuk organik (1:1:2),
tanah+cocopeat+pasir (2:1:1), dan tanah+cocopeat+pasir+pupuk organik (5:3:3:4). Hormon IBA dan NAA
dengan konsentrasi 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm serta kontrol 0 ppm digunakan dalam penelitian ini. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan stek pucuk dipengaruhi oleh penggunaan media dan hormon;
dimana perakaran terbaik ditemukan pada stek pucuk dengan media tanah dan penggunaan IBA
konsentrasi 200 ppm.
Kata kunci: Stek pucuk, gaharu, media akar, hormon
Jurnal Vol. 2 N0.2 Oktober 2018: 127-138

I. PENDAHULUAN meskipun berasal dari satu induk betina yang


Gaharu merupakan salah satu hasil sama. Kondisi ini diidentifikasi akibat
hutan bukan kayu yang memiliki nilai perbanyakan tanaman G. versteegii banyak
ekonomi tinggi. Pemanfaatan gaharu banyak dilakukan secara generatif dengan biji atau
digunakan sebagai bahan baku obat-obatan, cabutan alam. Keturunan yang diperoleh dari
kosmetika, dan sarana keagamaan (Siran, biji belum tentu memiliki kemampuan yang
2011). Menurut Badan Standar Nasional sama dengan induknya dikarenakan
(2011) gaharu didefinisikan sebagai sejenis perkawinan silang antar individu yang belum
kayu dengan berbagai bentuk dan warna yang tentu bersifat unggul. Hal ini juga didukung
khas, serta memiliki kandungan resin wangi, dengan belum teridentifikasinya induk
berasal dari pohon atau bagian pohon tanaman G. versteegii dengan kualitas gaharu
penghasil gaharu yang tumbuh secara alami yang tinggi (pohon unggul) yang ada di
dan telah mati, sebagai akibat dari proses Indonesia. Berdasarkan data Balai Perbenihan
infeksi yang terjadi baik secara alami atau Tanaman Hutan (2014) di Nusa Tenggara
buatan pada pohon tersebut, dan pada Barat terdapat dua sumber benih yang sudah
umumnya terjadi pada pohon Aquilaria sp. tersertifikat namun masih memiliki tingkat
Salah satu tanaman penghasil gaharu adalah kualitas yang rendah yaitu masih pada level
jenis tanaman Gyrinops versteegii. Di Nusa teridentifikasi. Salah satu alternatif untuk
tenggara barat, G. versteegii merupakan mengatasi permasalahan tersebut adalah
tanaman endemik yang tumbuh secara alami melalui perbanyakan vegetatif yang
di kawasan hutan dan dibudidayakan oleh mempunyai kemampuan menghasilkan
masyarakat. individu yang seragam sehingga hasil yang
Sebelum masyarakat mengetahui diharapkan akan menyerupai induknya.
tentang budidaya gaharu, produksi gaharu Stek pucuk merupakan salah satu teknik
banyak dilakukan dengan berburu di kawasan penggandaan tanaman secara vegetatif yang
hutan. Akibat intensitas perburuan yang kuat telah banyak diaplikasikan pada berbagai
mengakibatkan tanaman G. versteegii tanaman. Salah satu keunggulan teknik
dibeberapa titik kawasan hutan NTB mulai perbanyakan stek pucuk adalah biaya
sulit ditemukan. Setelah masyarakat operasional yang lebih murah namun dapat
mengenal teknik budidaya tanaman G. menghasilkan tanaman baru dalam skala
versteegii, kini produksi gaharu banyak besar yang memiliki kondisi seragam dengan
dilakukan dengan berbagai teknik seperti tanaman induknya (Suprapto, 2004).
pelukaan batang, induksi mikroorganisme Kemampuan mengkopi atau cloning kondisi
maupun penggunaan cairan kimia. Salah satu induk kepada keturunannya menjadi sangat
permasalahan yang dihadapi dalam produksi berguna bagi perbanyakan tanaman penghasil
gaharu adalah hasil yang diperoleh tidak gaharu. Respon tanaman dalam proses
konsisten baik secara kualitas maupun pembentukan gaharu berlangsung dalam skala
kuantitas meskipun mendapatkan perlakuan individu sehingga kemampuan anakan belum
yang sama dan pohon berada pada lokasi tentu sama dengan induknya apabila
yang sama. Hal ini disebabkan karena diperbanyak melalui generatif. Menurut
kemampuan pembentukan gaharu disetiap Santoso et al., (2011) konsentrasi metabolit
individu tanaman G. versteegii berbeda-beda sekunder bervariasi antar spesies, antar

128
Keberhasilan Stek Pucuk Tanaman Gyrinops versteegii...
(Ali Setyayudi)

jaringan, antar pohon dalam spesies yang II. BAHAN DAN METODE
sama, dan antar musim, sehingga sifat A. Lokasi dan Waktu Penelitian
perbanyakan vegetatif yang mampu Penelitian dilaksanakan di persemaian
mengkloning sifat induknya diharapkan kantor Balai Litbang Teknologi Hasil Hutan
mampu mengurangi besarnya variasi tersebut. Bukan Kayu (HHBK) Mataram, yang
Oleh karena itu perbanyakan melalui stek berlokasi di desa Langko, Lingsar, Lombok
pucuk menjadi salah satu pilihan yang sesuai Barat. Materi pucuk tanaman yang digunakan
bagi perbanyakan tanaman penghasil gaharu. sebagai bahan penelitian diambil dari tegakan
Keberhasilan perbanyakan stek tanaman G. versteegii yang ada di arboretum kantor
dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal Balai Litbang Teknologi HHBK Mataram
tanaman. Faktor eksternal diantaranya kondisi juga. Penelitian dilaksanakan dari bulan Mei-
lingkungan seperti suhu, kelembaban, media September 2016.
tanam, dan rangsangan hormon (Hartmann &
Kester, 1975). Sedangkan faktor internal yang B. Alat dan Bahan
berpengaruh antara lain umur stek Peralatan yang digunakan berupa
(juvenilitas), kandungan bahan makanan dan sprayer, pisau cutter, gunting stek, gunting
hormon internal tanaman (Suprapto, 2004). kertas, polibag, box propagasi, penggaris,
Faktor internal dapat didekati melalui ember, gembor. Bahan-bahan yang dipakai
pemilihan pucuk yang akan digunakan adalah pucuk tanaman G. versteegii, tanah,
sebagai stek. Faktor eksternal lebih bersifat cocopeat, pupuk, pasir, IBA, NAA, alkohol,
fleksibel, dalam arti dapat diatur fungisida.
penggunaannya sehingga upaya peningkatan
keberhasilan perbanyakan dapat diusahakan. C. Rancangan Penelitian
Betraningrum (2009) menemukan bahwa stek Penelitian dilaksanakan dalam dua
pucuk tanaman G. versteegii dapat dilakukan tahapan yaitu ujicoba konsentrasi zat pengatur
dengan media tanah latosol serta dengan tumbuh dan ujicoba media perakaran terhadap
penambahan indole-3-butyric acid (IBA) keberhasilan pengakaran stek pucuk tanaman
sebanyak 450-500ppm. Oleh karena itu pada G. versteegii. Pada ujicoba konsentrasi zat
penelitian ini diarahkan untuk meningkatkan pengatur tumbuh dirancang secara acak
keberhasilan stek pucuk tanaman G. versteegii lengkap berblok atau sering disebut dengan
melalui penggunaan media perakaran tanah randomized complete block design (RCBD).
dan mengkombinasikannya dengan beberapa Perlakuan yang diuji adalah dua zat pengatur
bahan lain seperti cocopeat, kompos serta tumbuh jenis IBA dan NAA dengan
pasir. konsentrasi 100 ppm, 200 ppm, dan 300 ppm.
Sedangkan pada penggunaan zat Percobaan diulang sebanyak 4 ulangan (blok)
pengatur tumbuh, upaya peningkatan dengan boks propagasi. Masing-masing
keberhasilan stek pucuk tanaman G. versteegii perlakuan dalam satu ulangan dibuat 5 unit
dilakukan dengan penambahan penggunaan percobaan sehingga terdapat 35 stek per boks.
jenis zat pengatur tumbuh (ZPT) yaitu 1- Kontrol percobaan dilakukan dengan
Naphthaleneacetic acid (NAA) serta membuat stek tanpa pemberian zat pengatur
menurunkan konsentrasinya. tumbuh atau konsentrasi 0 ppm.

129
Jurnal Vol. 2 N0.2 Oktober 2018: 127-138

Pada ujicoba media akar, rancangan perbedaan signifikan, dilanjutkan dengan uji
percobaan yang digunakan berupa RCBD lanjut Duncan mulple range test (DMRT).
dengan 5 blok ulangan. Perlakuan yang Persamaan yang digunakan dalam analisa
diujikan berupa kombinasi media perakaran adalah:
yaitu media tanah, tanah+pupuk organik (3:1), Yijk = µ + T i + Bj + Kk + €ijk (Sastrosupadi,
cocopeat+pasir (1:1), cocopeat+pasir+pupuk 2000)
organik (1:1:2), tanah+cocopeat+pasir (2:1:1),
dan tanah+cocopeat+pasir+pupuk organik Dimana :
(5:3:3:4). Setiap perlakuan dilakukan Yijk = respon pengamatan dari perlakuan ke-i,
baris ke-j dan kolom ke-k
penanaman stek sebanyak 5 stek per boks µ = nilai tengah umum
sehingga dalam satu boks propagasi terdapat Ti = pengaruh perlakuan ke-i
30 stek pucuk. Parameter yang diamati adalah Bj = pengaruh baris ke-j
kemampuan tumbuh (daya adaptasi) yang K k = pengaruh kolom ke-k
€ijk = pengaruh galat karena perlakuan ke-i, baris
diamati setiap 2 minggu serta kemampuan ke-j, dan kolom ke-k
berakar yang diamati pada umur 3 bulan
setelah penyetekan. III. HASIL DAN PEMBAHASAN

D. Analisis Data A. Ujicoba penggunaan zat pengatur


Parameter data yang diamati dari tumbuh stek pucuk G. versteeegii
ujicoba perbanyakan stek pucuk tanaman G. Hasil anova menunjukkan bahwa persen
versteegii berupa persentase hidup, persentase akar sangat dipengaruhi oleh perbedaan zat
akar, jumlah akar, dan panjang akar dianalisa pengatur tumbuh. Dari analisis juga
dengan uji F atau analisa varian (ANOVA). menunjukkan bahwa zat pengatur tumbuh
Untuk membandingkan antar perlakuan yang tidak mempengaruhi kemampuan hidup,
diujikan. Bila hasil ANOVA menunjukkan jumlah akar maupun panjang akar (Tabel 1).

Tabel 1. ANOVA parameter perakaran stek pucuk tanaman G. versteegii pada ujicoba zat pengatur tumbuh
Table 1. ANOVA of G. versteegii rooting parameter on the growth regulator test
F hitung (F-count) Signifikan (significant) Interaksi (interaction)
Parameter
zpt kons zpt Kons F hitung sig
Persen hidup 0,017 1,182 0,898 0,340 0,541 0,659
(Life percentage)
Persen akar 5,461 5,437 0,029* 0,006** 0,943 0,437
(rooting percentage)
jumlah akar 1,954 1,431 0,167 0,243 0,567 0,639
(count of root)
panjang akar 1,568 2,071 0,216 0,114 0,533 0,661
(long of root)
Keterangan (remark) : *signifikan pada taraf 0,5 (significantly on the 0,5)
**signifikan pada taraf 0,1 (significantly on the 0,1)

Persentase hidup stek pucuk antar nilai yang sama sebesar 75% (Gambar 2).
perlakuan yang diberikan cukup bervariasi. Sedangkan pada perlakuan konsentrasi cukup
Rata-rata persentase hidup stek pucuk pada beragam, Tabel 2 menunjukkan konsentrasi
perlakuan NAA maupun IBA mempunyai 100 ppm memiliki persentase hidup yang

130
Keberhasilan Stek Pucuk Tanaman Gyrinops versteegii...
(Ali Setyayudi)

paling tinggi sebesar 85% dan yang terendah pengaruhnya terhadap persentase hidup stek
perlakuan 200 ppm sebesar 62,5%. Pemberian pucuk dibandingkan tanpa adanya pemberian
zat pengatur tumbuh tidak cukup signifikan ZPT (Tabel 1).

Tabel 2. Hasil uji lanjut Duncan (DMRT)


Table 2. The result of dmrt
Konsentrasi persen hidup persen akar jumlah akar panjang akar
(concentration) (life percentage) (rooting percentage) (count of root) (long of the root)
0 ppm 75,00 a 28,33 b 1,45 a 1,42 a
100 ppm 85,00 a 73,13 a 6,55 a 12,13 a
200 ppm 62,50 a 77,08 a 9,16 a 12,97 a
300 ppm 77,50 a 52,50 ab 6,09 a 10,37 a
Rata-rata
75,00 57,76 5,81 9,22
(average)

Gambar 1. Prosentase hidup stek pucuk selama pengamatan tiga bulan setelah tanam
Figure 1. Life percentage of shoot cutting for three months observation

Proses kemunculan akar pada stek yang digunakan adalah pucuk-pucuk muda
menjadi penting dikarenakan akar merupakan dari tegakan G. versteegii yang ada di
organ penyerap unsur hara dari dalam media arboretum Kantor Balai Litbang Teknologi
sehingga stek dapat hidup. Namun demikian HHBK Mataram. Kondisi pucuk masih
proses pembentukan akar memerlukan waktu juvenil namun juga sudah cukup berkayu,
dan sebelum akar terbentuk, stek akan hidup sehingga memungkinkan memiliki kandungan
melalui cadangan makanan yang terkandung cadangan makanan untuk bertahan meskipun
dalam pucuk stek tersebut. Selain itu adanya belum memunculkan akar. Hal ini
daun pada stek akan dapat membantu kemungkinan besar yang menjadikan stek
penyediaan karbrohidrat melalui proses pucuk pada perlakuan kontrol tetap memiliki
fotosintesis (Tiara et al, 2017). Bahan stek persentase hidup yang tinggi bahkan masih

131
Jurnal Vol. 2 N0.2 Oktober 2018: 127-138

diatasnya perlakuan ZPT konsentrasi 200 mengalami penurunan menjadi sebesar 14%.
ppm. Meskipun mempunyai persentase Begitu juga data penelitian Firmansyah
berakar yang rendah namun persen hidupnya (2007) menunjukkan kematian stek pucuk
tetap tinggi hingga umur 3 bulan setelah Aquilaria crassna pada 6 minggu pertama
tanam. sebesar 22% dan mengalami penurunan pada
Persentase hidup per pengamatan minggu ke-11 menjadi 8% saja. Gejala yang
selama tiga bulan memiliki kecenderungan tampak adalah stek mengalami perubahan
yang hampir sama yaitu kematian stek pucuk daun menjadi layu kemudian terlepas dari
banyak terjadi di awal-awal pengamatan pucuk stek dan akhirnya mengalami
(Gambar 1). Pada bulan pertama setelah kematian.
penanaman stek banyak mengalami kematian Meskipun dari hasil analisis anova
kemudian pada bulan berikutnya kematian hanya parameter persentase berakar saja yang
mulai sedikit terjadi. Setelah pucuk dipotong, menunjukkan perbedaan signifikan, namun
diberi perlakuan, ditanam pada media hingga ketiga parameter tersebut memiliki
membentuk akar tentu akan mengalami kecenderungan respon yang sama terhadap
perubahan kondisi lingkungan. Banyak proses jumlah akar. Pemberian ZPT dengan
fisiologis yang akan terjadi dari recovery luka konsentrasi 100 ppm dan 200 ppm akan
bekas potongan hingga inisiasi pembentukan mempengaruhi kemampuan berakar stek yang
akar adventif. Hal tersebut yang menjadikan lebih baik daripada tanpa dilakukan
masa-masa awal penyetekan menjadi masa- perendaman ZPT. Namun pada perendaman
masa transisi stek pucuk menyesuaikan ZPT konsentrasi 300 ppm tidak cukup
dengan kondisi lingkungannya sehingga signifikan perbedaannya terhadap tanpa
rawan mengalami kematian. Data penelitian pemberian ZPT, meskipun persentasenya
Betrianingrum (2009) menunjukkan hal yang tetap lebih besar (Tabel 2). ZPT yang
sama yaitu 4 minggu awal stek pucuk G. digunakan adalah ZPT yang mempunyai zat
versteegii mengalami kematian sebesar 19% aktif berupa auksin yaitu IBA dan NAA.
dan pada bulan berikutnya atau 8 minggu

Gambar 2. Perbandingan data dua zat pengatur tumbuh


Figure 2. Comparison data from both of the growth regulator

132
Keberhasilan Stek Pucuk Tanaman Gyrinops versteegii...
(Ali Setyayudi)

Hasil yang diperoleh dalam penelitian perakaran stek. Faktor inilah yang menjadikan
ini melengkapi hasil penelitian Betrianingrum stek pucuk G. versteegii pada perlakuan IBA
(2009) yang menyatakan penggunaan ZPT lebih besar tingkat keberhasilannya daripada
dengan konsentrasi 550 ppm cukup efektif pada perlakuan NAA.
untuk merangsang pertumbuhan akar stek
pucuk G. versteegii. B. Ujicoba media akar stek pucuk tanaman
Menurut Rochiman & Harjadi, (1973) G. versteegii
penggunaan zat pengatur tumbuh pada Hasil analisis varians (Tabel 3)
konsentrasi yang terlalu tinggi dapat merusak menunjukkan bahwa perbedaan media tidak
eksplan, dikarenakan pembelahan sel kalus memberikan pengaruh terhadap persentase
akan berlebihan dan mencegah tumbuhnya hidup, jumlah akar, dan panjang akar stek
tunas dan akar, sedangkan pada konsentrasi namun demikian perbedaan media
dibawah optimum tidak efektif. Sehingga memperlihatkan pengaruh yang nyata
hasil penelitian ini memperluas jangkauan terhadap kemampuan berakar stek. Stek
konsentrasi efektif penggunaan IBA dan NAA pucuk mempunyai daya adaptasi yang lebih
sebagaimana yang dilakukan sebelumnya oleh baik (80%) ketika ditanam dengan media
Betraningrum antara 400-550 ppm. Pada tanah, dibandingkan ketika ditanam dengan
konsentrasi 100-200 ppm stek pucuk G. media campuran cocopeat+pasir (M3) yang
versteegii masih memiliki persentase berakar hanya menunjukkan daya adaptasi sebesar
yang cukup besar yaitu diatas 70%. 68%. Hasil analisa tersebut tidak
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa media M4 secara mutlak
IBA memiliki nilai efektifitas yang lebih baik mampu menjaga daya bertahan hidup stek
dibandingkan NAA. Persentase berakar stek pucuk lebih baik dari pada yang lainnya.
pucuk dengan penggunaan IBA sebesar 1,65 Perbedaan persentase hidup yang terjauh
kalinya dibandingkan dengan penggunaan hanya sebesar 16% saja, hasil ini
NAA (Gambar 2). Menurut Kusumo, (1984) menunjukkan bahwa keseluruhan media yang
IBA memiliki kandungan kimia lebih stabil, diujicobakan mampu menjaga kemampuan
daya kerja lebih lama dan lebih lambat hidup stek pucuk tanaman G. versteegii
translokasinya, sehingga memungkinkan dengan rata-rata sebesar 77,33% selama tiga
memperoleh respon yang lebih baik terhadap bulan.

Tabel 3. Hasil ANOVA parameter perakaran G. versteegii pada ujicoba media perakaran
Table 3. The result of ANOVA analysis from Gyrinops versteegii rooting parameter on the rooting media test
Hasil anova (result of ANOVA)
Parameter pengamatan
(Observation parameter) F hitung Signifikansi
(F-calculation) (significant)
Persen hidup (life percentage) 0,486 0,783
Persen akar (rooting percentage) 3,147 0,030*
Jumlah akar (number of the root) 1,157 0,342
Panjang akar (long of the root) 0,620 0,685
Keterangan (remark) : *terdapat perbedaan yang nyata diantara perlakuan (significantly different among the
treatment)

133
Jurnal Vol. 2 N0.2 Oktober 2018: 127-138

Tabel 4. Perbandingan parameter perakaran stek pucuk pada setiap media


Table 4.The comparison of the rooting parameter of shoot cutting on the every media
Persen Hidup Persen Akar Jumlah akar Panjang akar
Media pengakaran
(life percentage) (rooting (the number (long of the
(rooting media)
(%) percentage) (%) of the root) reet)(mm)
M1 (tanah) 80 a 85,00 a 10,03 a 30,60 a
M2 (tanah+organik) 72 a 49,67 b 4,39 a 11,90 a
M3 (cocopeat+pasir) 68 a 41,33 b 4,15 a 9,33 a
M4 (cocopeat+pasir+organik) 84 a 62,33 b 5,96 a 18,84 a
M5 (tanah+cocopeat+pasir) 80 a 38,00 b 4,29 a 18,67 a
M6 (tanah+cocopeat+pasir+organik) 80 a 51,67 b 3,72 a 14,92 a

Kematian stek banyak terjadi pada waktu 3 terlihat kecenderungan persentase hidup media
pengamatan 2 minggu hingga ketiga atau pada M3 (cocopeat+pasir) yang sedikit berbeda jika
saat umur 1-1,5 bulan setelah penyetekan. Bulan dibandingkan dengan kemampuan hidup pada
berikutnya hingga tiga bulan pengamatan media lainnya. Penggunaan media M3
kematian stek mulai jarang terjadi seperti yang (cocopeat+pasir) menunjukkan persentase
terlihat dalam Gambar 3. Hal ini kemungkinan kematian paling besar dibandingkan penggunaan
disebabkan karena pada masa sebulan awal stek media yang lain yaitu sebesar 32%. Dalam tabel
pucuk masih mengalami transisi antara kondisi Tabel 5 perbandingan kondisi media terlihat
setelah pemotongan pucuk hingga setelah media M3 memiliki kadar air yang paling besar
ditanam pada media pengakaran. diantara yang lain, hal ini mengakibatkan tingkat
Pada kondisi tersebut stek pucuk berada kerentanan kebusukan media M3 lebih besar
pada kondisi rawan mengalami kematian akibat daripada media yang lain. Kadar air yang besar
kekeringan atau pembusukan. Kematian stek ini berhubungan dengan komposisi media dalam
biasanya diawali dengan perubahan warna daun media M3 yaitu cocopeat+pasir. Kandungan
yang mulai nampak layu kemudian jatuh dari cocopeat media M3 berkorelasi dengan
tangkainya. Pada bagian batang stek biasanya tingginya kemampuan menyimpan air yang akan
mengalami pembusukan di bagian pangkal dan menyebabkan kelembapan yang tinggi dan
kemudian mengalami kematian. Dalam Gambar kebusukan pada stek pucuk (Cresswell, 2002).

Gambar 3. Grafik persentase hidup stek dalam perlakuan media akar


Figure 3. Graph of the life percentage on the rooting media treatment

134
Keberhasilan Stek Pucuk Tanaman Gyrinops versteegii...
(Ali Setyayudi)

Meskipun hasil analisis varians dari dapat diketahui bahwa penggunaan media
berbagai parameter yang diamati perbedaan stek M3 (cocopeat + pasir) bukan merupakan
media tanam stek pucuk hanya berbeda nyata media yang baik karena memberikan rerata
terhadap persen akar (Tabel 3), namun terendah dari semua parameter ukur.
demikian jika dilihat secara umum, rerata Sebagai acuan penggunaan media yang
penggunaan media M1 (tanah) mempunyai tepat dan mengetahui faktor-faktor apa yang
rerata yang tertinggi baik persen hidup, menyebabkan kemampuan berakar stek
persen akar, jumlah akar dan panjang akar terhadap media yang diuji cobakan, maka
dibandingkan penggunaan media stek yang analisis tanah beberapa media dilakukan
lain (Tabel 4). Dari Tabel 4 tersebut juga (Tabel 5).

Tabel 5. Hasil analisa sampel tanah media pengakaran


Table 5. Result of soil analysis of rooting media
Media pengakaran
Unsur Hara
(rooting media)
(soil nutrients)
M1 M2 M3 M4 M5 M6
pH 5,9 7,09 7,38 7,8 6,79 6,92
ka 32,68 43,85 50,12 31,82 41,23 36,32
bj 2,14 2,04 2,56 2,29 2,62 2,21
Ntot 0,19 0,24 0,09 0,09 0,14 0,2
C-or 0,59 1,88 2,63 2,17 1,64 1,51
NO3 33,32 29,68 36,37 29,56 29,62 36,81
NH4 44,43 37,1 65,47 51,73 51,84 58,82
tekstur lempung lempung pasir pasir pasir pasir
berpasir berpasir berlempung berlempung
P 0,16 0,2 0,3 0,26 0,24 0,24
K 0,52 0,33 0,15 0,58 0,04 0,46
Total

Ca 0,82 1,23 1,61 1,7 1,09 3,38


Mg 0,14 0,16 0,25 0,29 0,2 0,56
S 0,05 0,04 0,11 0,13 0,13 0,06
P 3,78 19,01 10,32 27,68 7,14 8,85
K 8,24 15,63 15,08 16,86 12,23 13,61
tersedia

Ca 133,64 170,26 72,44 85,05 106,82 109,78


Mg 17,06 18,27 14,37 16,08 16,12 16,48
S 25,34 73,7 25,28 50,37 117,09 108,31
KTK 11,3 15,08 3,77 5,02 8,39 7,13
Keterangan (remark) : analisa dilakukan oleh laboratorium tanah Badan Pengkajian Teknologi Pertanian
(BPTP) Nusa Tenggara Barat (analysis was done by soil laboratory on the BPTP Nusa
Tenggara Barat)

Pada Tabel 5 terlihat bahwa unsur hara Mg total dalam media M1 paling kecil
baik makro maupun mikro dalam media M1 daripada media lain, sedangkan unsur K total,
(tanah) tidak lebih banyak daripada media S total, P tersedia dan K tersedia pada media
yang lain. Unsur P, K-tersedia, Ca-total, dan M4 paling besar daripada media lain. Hal ini

135
Jurnal Vol. 2 N0.2 Oktober 2018: 127-138

menunjukkan bahwa keberadaan unsur hara distimulir (Yasman & Smith, 1987).
dalam media tidak signifikan berpengaruh Berdasarkan data analisa tanah Tabel 5, kadar
terhadap pembentukan akar stek pucuk. air pada media M1 (tanah) yaitu sebesar
Selain kandungan unsur hara, dalam tabel 5 32,68% dianggap mampu menjamin
terdapat juga data hasil analisa beberapa kelembaban dan suhu media yang sesuai
parameter sifat fisik tanah seperti kadar air, untuk perakaran stek. Teksturnya yang
berat jenis dan tekstur tanah. Kecenderungan cenderung lempung berpasir mampu menahan
kadar air media M1, M4 dan M6 yang air kemudian meneruskan kedasar media serta
mempunyai persentase akar terbesar, membuangnya ketika jenuh meskipun dengan
cenderung lebih kecil daripada kadar air pada intenistas penyiraman yang dilakukan
media yang lain (M2, M3, dan M5). sebanyak dua kali seminggu.
Kecenderungan berat jenis media Hasil dalam penelitian ini, dimana
terhadap persentase berakar tampak lebih media tanah yang mampu menghasilkan stek
bervariasi dimana berat jenis tertinggi pada pucuk dengan persentase berakar tertinggi
media M5 yang merupakan campuran sesuai dengan hasil penelitian Betrianingrum
tanah+cocopeat+pasir, sedang yang terendah (2009) yang juga menyatakan media akar
adalah M2 (tanah+kompos). Kecenderungan tanah memiliki persentase hidup dan akar stek
yang terlihat hanya pada media yang ada pucuk G. versteegii yang baik. Berdasarkan
penambahan cocopeat memiliki berat jenis persyaratan media menurut Hartmann &
lebih berat daripada media yang tidak ada Kester (1975) media tanah juga mampu
penambahan. Analisa tekstur yang dilakukan memenuhi kriteria seperti harus cukup kuat
hanya pada fraksi-fraksi tanah saja sehingga dan kompak sebagai pemegang stek, mampu
hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa mempertahankan kelembaban, memiliki
media M1 dan M2 bertekstur lempung aerasi dan drainase yang baik, bebas dari
berpasir, Media M3 dan M4 bertekstur pasir, benih tumbuhan liar, nematoda dan berbagai
serta media M5 dan M6 cenderung pasir organisme penyebab penyakit, tidak memiliki
berlempung. Berdasarkan fakta tersebut, salinitas yang tinggi, serta dapat disterilkan
hanya kadar air yang mempunyai dengan menggunakan panas tanpa
kecenderungan berpengaruh terhadap menimbulkan efek terhadap unsur-unsur
pengakaran stek pucuk tanaman G. versteegii penting bagi pertumbuhan stek. Oleh karena
yang ditanam. itu media tanah dapat direkomendasikan
Kadar air merupakan perbandingan sebagai media akar pada stek pucuk tanaman
jumlah air dalam suatu massa tanah. Kadar air G. Versteegi.
akan bertanggung jawab terhadap kelembaban
dan suhu didalam tanah yang sesuai untuk IV. KESIMPULAN DAN SARAN
proses pembentukan akar stek pucuk (pada Media perakaran tanah masih memiliki
penelitian ini tidak dilakukan pengukuran tingkat keberhasilan yang paling tinggi
suhu kelembaban media). Suhu dan dibandingkan media lain yang diuji yaitu
kelembaban yang baik untuk mendukung sebesar 85%, sedangkan zat pengatur tumbuh
pertumbuhan eksplan stek sekitar 25 oC – jenis IBA dengan konsentrasi 200 ppm
28oC dan kelembaban di atas 90%, pada memiliki tingkat keberhasilan paling tinggi
temperatur ini pembelahan sel akar akan yaitu sebesar 77,08%.

136
Keberhasilan Stek Pucuk Tanaman Gyrinops versteegii...
(Ali Setyayudi)

DAFTAR PUSTAKA Sitepu, I. ., Santosa, S., Najmulah, …


Badan Standar Nasional. (2011). SNI Aryanto. (2011). Teknologi induksi
pohon penghasil gaharu. In S. A. Siran
7631.2011. Retrieved from
& M. Turjaman (Eds.), Pengembangan
www.bsn.go.id
teknologi produksi gaharu berbasis
Balai Perbenihan Tanaman Hutan. (2014). pemberdayaan masyarakat sekitar
Daftar sumber benih tanaman hutan di hutan (pp. 77–96). Bogor: Pusat
propinsi Nusa Tenggara Barat. Penelitian dan Pengembangan Hutan
Retrieved April 4, 2015, from dan Konservasi Alam.
http://bpthbalinusra.net/
Sastrosupadi. (2000). Rancangan Percobaan
Betrianingrum, C. (2009). Kajian Praktis Bidang Pertanian (revisi).
Pertumbuhan Eksplan Pucuk Gaharu yogyakarta: penerbit kanisius.
(Gyrinops versteegii (Gilg) Domke)
Melalui Teknik Ex Vitro. Institut Siran, S. A. (2011). Perkembangan
Pemanfaatan Gaharu. In S. A. Siran &
Pertanian Bogor, bogor.
M. Turjaman (Eds.), Pengembangan
Cresswell, G. (2002). Coir dust a proven Teknologi Produksi Gaharu Berbasis
alternative to peat. In Proceedings of the Pemberdayaan Masyarakat (pp. 1–29).
Austral. Potting Mix Manufacturers bogor: Pusat Penelitian Dan
Conf., Sydney (pp. 1–5). Pengembangan Konservasi Dan
Firmansyah, Y. (2007). Pembiakan Vegetatif Rehabilitasi.
Tanaman Gaharu (Aquilaria crassna Suprapto, A. (2004). Auksin : Zat Pengatur
Pierre ex. Lecomte) dengan Stek Pucuk. Tumbuh Penting Meningkatkan Mutu
Bogor. Stek Tanamam. Jurnal Penelitian
Hardjowigeno, S. (1987). Ilmu Kesuburan Inovasi, 21(1), 81–90. Retrieved from
Tanah (Pertama). Jakarta. PT. Tiara., Noli, Z. A., & Chairul, . (2017).
Mediyatama Sarana Perkasa. Pengaruh Konsentrasi Iba Terhadap
Hartmann, H., & Kester, D. (1975). Plant Kemampuan Berakar Setek Pucuk
Propagation Principle and Practice Alstonia Scholaris (L.) R. Br. Sebagai
(fourth). New Jersey: Prentice Hall, Inc Upaya Penyediaan Bibit Untuk
Englewood. Revegetasi. Metamorfosa: Journal of
Biological Sciences, 4(1), 29–34.
Kusumo, S. (1984). zat pengatur tumbuh
tanaman. jakarta: CV. Jayaguna. Yasman, I., & Smith, W. (1987). Pengadaan
Bibit Dipterocarpaceae dengan Sistem
Rochiman, K., & Harjadi, S. . (1973). Cabutan dan Stek. In Simposium hasil
pembiakan vegetatif. fakultas pertanian penelitian. bogor: Balai Penelitian dan
IPB. Pengembangan Kehutanan Bogor.
Santoso, E., Irianto, R. S. ., Turjaman, M.,

137
Jurnal Vol. 2 N0.2 Oktober 2018: 127-138

138
Jurnal Penelitian Kehutanan

INDEKS PENULIS (AUTHORS INDEX)

Ali Setyayudi, “Keberhasilan Stek Pucuk Tanaman Gyrinops versteegii Melalui Pemilihan
Medi Akar Dan Zat Pengatur Tumbuh”, 2[2], 127-138

Bahruni, “Nilai Ekonomi Buah, Kayu Bakar Dan Air Di Hutan Lindung Wosi Rendani”,
2[2], 115-126

Didin Alfaizin “Teknik Pembibitan Spesies Kayu Kuku (Pericopsis mooniana) Untuk
Reklamasi Lahan Bekas Tambang Tanah Liat”, 2[2], 103-114.

Eko Pujiono, ”Potensi Pengembangan Tanaman Asli Setempat Dalam Sistem Agroforestri:
Studi Kasus Di Desa T’eba Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur”, 2[2],
71-88.

Hery Kurniawan, ”Potensi Pengembangan Tanaman Asli Setempat Dalam Sistem


Agroforestri: Studi Kasus Di Desa T’eba Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara
Timur”, 2[2], 71-88.

Iga Nurapriyanto, “Nilai Ekonomi Buah, Kayu Bakar Dan Air Di Hutan Lindung Wosi
Rendani”, 2[2], 115-126.

Krisma Lukitoo, “Deteksi Dan Identifikasi Jenis Tumbuhan Asing Invasif Di Taman Wisata
Alam Gunung Meja Manokwari, Papua Barat”, 2[2], 89-102.

Sambas Basuni, “Nilai Ekonomi Buah, Kayu Bakar Dan Air Di Hutan Lindung Wosi
Rendani”, 2[2], 115-126.

Sarah Yuliana, “Deteksi Dan Identifikasi Jenis Tumbuhan Asing Invasif Di Taman Wisata
Alam Gunung Meja Manokwari, Papua Barat”, 2[2], 89-102.

Suhartati, “Teknik Pembibitan Spesies Kayu Kuku (Pericopsis mooniana) Untuk Reklamasi
Lahan Bekas Tambang Tanah Liat”, 2[2], 103-114.

.
Jurnal Penelitian Kehutanan

INDEKS AFILIASI (AFFILIATION INDEX)

Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kupang 71

Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manokwari 89, 115

Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar 103

Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu 127

Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Serat Tanaman Hutan Kuok 71

Fakultas Kehutanan Intitut Pertanian Bogor 115


Jurnal Penelitian Kehutanan

INDEKS KATA KUNCI (KEYWORDS INDEX)

A L
Air 115 Lahan bekas tambang 103

B M
Buah 115 Manokwari 89
Media akar 127
C Media tanam 103
Cendana 71
N
G Nilai Ekonomi 115
Gaharu 71, 127,
R
P. mooniana Thw 103
H Pembibitan 103
Hormon 127
Hutan lindung Wosi Rendani 115
S
Sistem agroforestry 71
I Stek pucuk 127
Indek mutu bibit 103

T
K Taman wisata alam gunung meja 89
Kayu bakar 115 Tanaman asli NTT 71
Kayu papi 71 Tingkat penerimaan masyarakat 71
Tumbuhan asing invasif 89
PETUNJUK PENULIS

BAHASA: Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia dengan abstrak dalam bahasa Indonesia dan Inggris.
FORMAT: Naskah ditulis dalam format kertas berukuran A4, dengan margin atas 3 cm, margin bawah 3 cm, margin kiri dan kanan
masing-masing 2 cm. Panjang naskah hendaknya maksimal 20 halaman, termasuk lampiran. Jarak antara paragraf adalah satu spasi
tunggal.
JUDUL: Judul bersifat informatif, spesifik, efektif dan maksimal 15 kata. Jika naskah dalam bahasa Indonesia, ditulis terlebih dahulu
judul bahasa Indonesia kemudian diikuti judul dalam bahasa Inggris. Nama penulis ditulis secara lengkap di bawah judul tanpa
menyebutkan gelar. Di bawahnya, dicantumkan nama lembaga dan alamat lengkap tempat penulis bekerja beserta alamat e-mail penulis
pertama untuk korespondensi. Jika penulis lebih dari satu orang dan bekerja di lembaga yang sama, maka pencantuman satu alamat telah
dianggap cukup mewakili alamat penulis lainnya.
ABSTRAK: Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris yang masing-masing dilengkapi dengan kata kunci (keywords).
Dibuat tidak lebih dari 250 kata berupa intisari permasalahan secara menyeluruh, dan bersifat informative mengenai hasil yang dicapai.
KATA KUNCI: Kata kunci antara tiga sampai lima kata, dengan klasifikasi dari paling umum, penting dan dipisahkan dengan koma.
TABEL: Judul tabel dan keterangan yang diperlukan ditulis dengan bahasa Indonesia dan Ingggris dengan jelas dan singkat. Penomoran
tabel menggunakan angka Arab (1,2,...). Penggunaan tanda koma (,) dan titik (.) pada angka didalam tabel masing-masing menunjukan
nilai pecahan/decimal dan kebulatan seribu. Dilengkapi dengan sumber keterangan yang jelas di bawahnya.
GAMBAR: Grafik dan ilustrasi lain berupa gambar harus kontras, ukuran proporsional serta beresolusi tinggi. Setiap gambar dilengkapi
nomor urut, judul dan keterangan yang jelas dalam bahasa Indonesia dan Inggris.
FOTO: Foto harus mempunyai ketajaman yang baik, dilengkapi judul dan keterangan yang jelas dalam bahasa Indonesia dan Inggris.
DAFTAR PUSTAKA: Daftar Pustaka mengacu gaya Harvad atau American Psychological Assocation (APA), harus disusun menurut
abjad nama pengarang. (Tahun terbit), judul pustaka, media, Vol (No), Hal. Penerbitdan kota penerbit. Sumber kutipan primer paling
sedikit 80% dari total Daftar Pustaka. Kutipan tulisan sendiri dibatasi 30% dari total Daftar Pustaka. Kemutahiran kutipan paling lam
adalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir.
CONTOH PENGUTIPAN:
Buku: Penulis-nama belakang dan inisial nama depan, baik hanya satu penulis maupun banyak penulis. (Tahun publikasi). Judul buku
dengan hurup besar hanya di awal kata pertama italic. Tempat publikasi: Penerbit.
Puspitojati, T., Rachman, E., & Ginoga, K.L. (2014). Hutan tanaman pangan: Realitas, konsep dan pengembangan. Yogyakarta: PT.
Kanisius.
Bagian dari Buku:
Djaenudin, D. (2014). Kelayakan ekonomi usaha jasa lingkungan di KPHL Pohuwatu, Provinsi Gorontalo. Dalam B. Hernowo, & S.
Ekawati (Eds.) Operasionalisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH): Langkah awal menuju kemandirian. Yogyakarta: PT.
Kanisius.
Jurnal/Prosiding: Penulis Jurnal-Nama belakang dan inisial, baik satu atau lebih penulis (Tahun terbit). Judul artikel jurnal. Nama Jurnal
italic, volume (issue atau Nomor), Halaman.
Santoso, A., & Malik, J. (2012). Perekat berbasis resorsinol dari ekstrak limbah kayu merbau. Dalam G. Pari, A. Santoso, Dulsalam, J.
Balfas, & Krisdianto (Eds.) Prosiding Seminar Nasional Teknologi Mendukung Industri Hijau Kehutanan (hal.91-101).
Jurnal Elektronik dengan DOI: Nomor volume ditulis miring.
Turjaman, M., Tamai, Y., Santoso, E., Osaki, M., & Tawaraya, K. (2006). Arbuscular mycorrhizal fungi increased early growth of two
nontimber forest product species Dyera polyphylla and Aquilaria filaria under greenhouse conditions. Mycorrhiza, 16 (7), 459-64.
doi:10.1007/s00572-006-0059-4.
Jurnal tanpa DOI:
Hendra, D., Gusti, R.E.P., & Komarayati, S. (2014). Pemanfaatan limbah tempurung kemiri sunan (Aleurites trisperma) sebagai bahan
baku pada pembuatan arang aktif [Utilization of kemiri sunan shell waste as raw material in manufacturing of activated charcoal].
Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 32(4), 271-282.
Majalah Online:
Wong, J. (2015, November). Are Asian furniture manufacturers ready for industry 4.0? FDM Asia, 27 (6). Diakses dari
http://www.fdmasia.com/ebook/2015/NovDec/index.html#p=2
Surat Kabar Online:
Sasongko, A. (2016, Januari 28). Kesadaran masyarakat selamatkan satwa dilindungi meningkat. Republika. Diakses dari
http://www.republika.co.id
Surat Kabar Cetakan:
Laksmi, B.I., & Susanto, I. (2015, Agustus 10). Spesies dan kesejahteraan. Kompas, hal. 14.
Satwa dilindungi dijual secara daring. (2015, Agustus 2). Kompas, hal. 14.
Desertasi Doktor:
Siswiyanti, Y. (2015). Konstelasi politik kebijakan internasional perubahan iklim dalam pengelolaan hutan Indonesia secara lestari
(Desertasi Doktor). Institut Pertanian Bogor, Bogor.
BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOG HASIL HUTAN BUKAN KAYU
BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN KUPANG
BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN MANOKWARI

Alamat Redaksi: ISSN: 2579-5805


Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu
Jalan Darma Bakti No. 7 Langko, Lingsar, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat
Telepon/Fax : 0370-6175552/6175482
Email : jurnalfaloak@gmail.com
Website: http://ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/JPKF

Anda mungkin juga menyukai