623 477 PB
623 477 PB
FAL AK
p ISSN 2620-617X
Journal of Forestry Research
FAL AK
Journal of Forestry Research p-ISSN 2620-617X
Journal Faloak is a 3-agency consortium journals, the Indonesian Institute of Technology for Research and Development of Non-Timber Forest Products
Technology, Kupang Research and Development Center for Environment and Forestry and Humanitarian Research and Development Center and
Manokwari. This journal contains research results in Silviculture, Environmental Services, Biometrics, Harvesting and Processing of Wood and Non-
Timber Forest Products, Protection, Resource Conservation, Socio Economic and Policy, Plant Ecology, Microbiology and Biotechnology, Nature of Wood
and Plants, Hydrology and Soil Conservation. Published twice a year in April and October. First published in April 2017 in electronic version and started
volume 2 No. 1 April 2018 published in print version.
PENANGGUNG JAWAB : Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu
Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kupang
Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manokwari
Mitra Bestari (Peer reviewer) : 9. Dr. Lina Karlinasari, S.Hut.MSc.F. (Institut Pertanian Bogor/Sifat
1. Prof. Dr. Gustan Pari, M.Si (Pusat Penelitian dan Pengembangan Mekanis Kayu dan Nondestruktif Hasil Hutan)
Hasil Hutan/ Pengolahan Hasil Hutan 10. Dr. Irawan Wijaya Kusuma, S.Hut, M.P. Teknologi Hasil Hutan,
2. Prof. DR. Budi Leksono, MP (Balai Besar Penelitian dan Universitas Mulawarman
Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan 11. Andi Dirpan, STP., M.Si., PhD. (Universitas Hasanudin
/Pemuliaan, Silvikultur) Makassar/ Teknologi Pasca Panen)
3. Prof. Dr. Charli Natanubun, S.Hut, M.Si (Universitas 12. Dr. Saptadi Darmawan, S.Hut, M.Si (Pusat Penelitian dan
Cendrawasih) Pengembangan Hasil Hutan/ Pengolahan Hasil Hutan)
4. Dr. Siti Latifah, S.Hut., M.Sc.F (Universitas Mataram/ Sosekjak 13. Dr. Liliana Baskorowati, S.Hut., MP (Balai Besar Penelitian dan
dan Biometrika) Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan/
5. Dr. Ir. Ludji Michael Riwu Kaho, M.Si (Universitas Cendana/ Pemuliaan, Silvikultur)
Kehutanan dan Lingkungan) 14. Asep Hidayat, S.Hut, M.Agr, Ph.D (Pusat Penelitian dan
6. Dr. Markum (Universitas Mataram/Sosial Ekonomi Kebijakan) Pengembangan Hutan/ Mikrobiologi Hutan)
7. Dr. Soni Trison, S.Hut., M.Si (Fakultas Kehutanan Institus 15. Sumardi, S.Hut, M.Sc (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pertanian Bogor/ Sosial Kehutanan) Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan/ Pemuliaan,
8. Dr. Alim Setiawan Slamet, S.TP., M.Si. Institut Pertanian Bogor Silvikultur)
Alamat Redaksi :
Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu
Jalan Darma Bakti No. 7 Langko, Lingsar, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat
Telepon/Fax : 0370-6175552/6175482
Email : jurnalfaloak@gmail.com
Website : mataram.litbang.menlhk.go.id
Jurnal Penelitian Kehutanan e-ISSN 2579-5805
FAL AK
Journal of Forestry Research p-ISSN 2620-617X
i
UCAPAN TERIMAKASIH
Dewan Redaksi Jurnal Penelitian Kehutanan Faloak mengucapkan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada Dewan Redaksi dan Mitra Bestari (peer reviewers) yang telah menelaah,
analisa naskah yang dimuat pada edisi Vol. 2 No. 2, Oktober 2018 :
iii
Jurnal Penelitian Kehutanan e-ISSN 2579-5805
FAL AK
Journal of Forestry Research p-ISSN 2620-617X
DAFTAR ISI
CONTENTS
Deteksi Dan Identifikasi Jenis Tumbuhan Asing Invasif Di Taman Wisata Alam
Gunung Meja Manokwari, Papua Barat
(Identification of Invasive Plant Species at Gunung Meja Recreational Park,
Manokwari West Papua)
Sarah Yuliana & Krisma Lekitoo......................................................…………………… 89-102
Teknik Pembibitan Spesies Kayu Kuku (Pericopsis mooniana) Untuk Reklamasi
Lahan Bekas Tambang Tanah Liat
(Nursery Technique of Pericopsis mooniana For Clay Post-Mining Land of
Reclamation)
Suhartati & Didin Alfaizin ...............…...................……………………………............ 103-114
Nilai Ekonomi Buah, Kayu Bakar Dan Air Di Hutan Lindung Wosi Rendani
(Economic Value of Fruit, Firewood and Water in Wosi Rendani's Forest)
Iga Nurapriyanto, Bahruni & Sambas Basuni .....….....…………………………………. 115-126
ii
Jurnal Penelitian Kehutanan e-ISSN 2579-5805
FAL AK
Journal of Forestry Research p-ISSN 2620-617X
UDC 630.18
JPK Faloak, Vol. 2 No. 2, Oktober 2018, hal: 89-102
Deteksi Dan Identifikasi Jenis Tumbuhan Asing Invasif Di Taman Wisata Alam Gunung Meja Manokwari, Papua Barat
Sarah Yuliana1 & Krisma Lukitoo1 (1Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manokwari)
Salah satu ancaman terhadap kawasan lindung dan wisata alam adalah invasi tumbuhan asing yang seringkali mempengaruhi
kondisi keanekaragaman hayati, fungsi-fungsi alami serta mengurangi keindahan kawasan. Taman Wisata Alam (TWA) Gunung
Meja, Manokwari, Papua Barat telah menghadapi masalah sebaran tumbuhan asing invasif. Tulisan ini bertujuan untuk mendeteksi
dan mengidentifikasi jenis-jenis tumbuhan asing invasif yang menyebar di daerah tepi kawasan TWA Gunung Meja. Survei lapangan
dengan metode penjelajahan diikuti dengan observasi dan identifikasi jenis dilaksanakan dalam penelitian ini. Hasil penelitian
menunjukkan adanya 39 jenis tumbuhan asing dari 19 famili, yang berpotensi invasif dan mulai menyebar di tepi kawasan TWA
Gunung Meja. Jenis-jenis ini berasal dari famili Asteraceae dan Fabaceae (masing-masing 8 jenis), famili Convolvulaceae,
Commelinaceae, Euphorbiaceae, Lamiaceae, Piperaceae,dan Verbenaceae, (masing-masing 2 jenis), serta masing-masing 1 jenis dari
famili Acanthaceae, Aristolochiaceae, Bignoniaceae, Cannaceae, Cyperaceae, Malvaceae, Menispermaceae, Phyllantaceae,
Poaceae, Rubiaceae and Solanaceae. Jenis-jenis tersebut berasal dari beragam habitus seperti semak, rumput, teki, perdu, liana, dan
pohon. Terdapat sedikitnya 5 (lima) jenis tumbuhan yang perlu diwaspadai, yaitu Chromolaena odorata (L.) R.M.King & H.Rob.,
Lantana cammara L., Merremia peltata (L.) Merrill, Mikania micrantha H.B.K., dan Spathodea campanulata P.Beauv. Jenis-jenis
tersebut secara nasional dan global dikenal sebagai jenis asing invasif yang sangat berpotensi menyebabkan degradasi ekosistem dan
hilangnya habitat.
Kata kunci: tumbuhan asing invasif, taman wisata alam gunung meja, manokwari
UDC 630.22
JPK Faloak, Vol. 2 No. 2, Oktober 2018, hal: 103-114
Teknik Pembibitan Spesies Kayu Kuku (Pericopsis mooniana) Untuk Reklamasi Lahan Bekas Tambang Tanah Liat
Suhartati1 & Didin Alfaizin1 (1Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar)
Karakteristik lahan bekas tambang pada umumnya adalah terbuka, sangat panas, tingkat kesuburannya sangat rendah dan
mudah tererosi. Pemilihan dan penggunaan tanaman jenis lokal dalam kegiatan reklamasi akan lebih memberikan jaminan
keberhasilan karena jenis tersebut relatif lebih adaptif. Pericopsis mooniana Thw. merupakan jenis lokal Sulawesi yang mampu
beradaptasi pada lahan tidak produktif, namun pertumbuhan jenis tanaman kayu kuku untuk lahan bekas tambang tanah belum
dipelajari secara intensif. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data dan informasi pertumbuhan dan mutu bibit kayu kuku
iv
dengan berbagai komposisi media tanam yang sesuai dengan kondisi lahan bekas tambang tanah liat. Penelitian dilakukan pada
rumah kaca BPPLHK Makassar selama empat bulan antara bulan Mei hingga Agustus 2016. Rancangan yang digunakan adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan 6 komposisi media. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan bibit
lebih baik menggunakan media bekas tambang tanah liat, atau media campuran tanah, kompos, pasir, dan NPK, jika dibandingkan
dengan menambahkan isolat mikoriza. Rerata Nilai Indeks Mutu Bibit (IMB) yang didapatkan ≥0.50 dengan rerata pertambahan
tinggi dan diameter bibit sebesar ≥19 cm dan ≥2 mm, serta rerata Nisbah Pucuk Akar sebesar 2. Secara umum, bibit tanaman kayu
kuku tumbuh baik pada media bekas tambang tanah liat mirip dengan pertumbuhan bibit pada media tanah, namun tidak
membutuhkan penambahan bahan organik dan mikoriza. Hal ini menunjukkan potensi jenis kayu kuku sebagai tanaman rehabilitasi
bekas tambang tanah liat. Bibit kayu kuku sebaiknya ditanam di lahan bekas tambang tanah liat setelah berumur empat bulan di
persemaian.
Kata kunci : Lahan bekas tambang, indeks mutu bibit, media tanam, pembibitan, P. mooniana Thw.
UDC 630.9
JPK Faloak, Vol. 2 No. 2, Oktober 2018, hal: 115-126
Nilai Ekonomi Buah, Kayu Bakar Dan Air Di Hutan Lindung Wosi Rendani
Iga Nurapriyanto1, Bahruni2 & Sambas Basuni2 (1Balai Litbang dan Inovasi Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manokwari, 2Fakultas
Kehutanan Intitut Pertanian Bogor)
Penilaian sumber daya hutan merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk membantu mengarahkan upaya-upaya
konservasi. Pemanfaatan salah satu jenis hasil hutan tanpa memperhatikan azas keberlanjutan dapat berpotensi mengurangi atau
menghilangkan manfaat hutan lainnya. Buah pangan, kayu bakar dan air adalah tiga hasil hutan yang nyata dimanfaatkan masyarakat
sekitar lahan berhutan Manokwari Papua Barat. Tujuan penelitian adalah (1). Menghitung potensi buah, kayu bakar dan air di HLWR;
dan (2). Mengestimasi nilai ekonomi potensi buah, kayu bakar dan air di HLWR. Penilaian potensi nilai ekonomi didasarkan pada
hasil analisis vegetasi melalui pendekatan nilai guna langsung. Nilai didekati dengan harga pasar, harga pengganti, tingkat upah dan
harga pengadaan. Nilai ekonomi potensi buah sebesar Rp. 65.982.607/ha, stok kayu bakar Rp. 58.580.022/ha, dan air Rp.
21.355.503.432/th.
Kata kunci : Hutan lindung wosi rendani, nilai ekonomi, buah, kayu bakar, air
UDC 630.232
JPK Faloak, Vol. 2 No. 2, Oktober 2018, hal: 127-138
Keberhasilan Stek Pucuk Tanaman Gyrinops versteegii Melalui Pemilihan Media Akar Dan Zat Pengatur Tumbuh
Ali Setyayudi1 (1Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu)
Bervariasinya produksi gaharu pada tanaman Grynops versteegii merupakan salah satu permasalahan utama dalam
pembudidayaan gaharu. Upaya menekan variasi produksi gaharu adalah budidaya jenis tersebut yang sudah mempunyai poduksi
gaharu tinggi melalui perbanyakan vegetatif, sehingga hasil gaharu yang diharapkan akan lebih konsisten. Stek pucuk merupakan
perbanyakan vegetatif yang paling murah dan mudah, namun demikian beberapa penelitian menunjukkan tingkat keberhasilan yang
masih rendah terutama untuk jenis Gyrinops versteegii. Penggunaan media akar dan pemberian hormon yang tepat merupakan faktor
yang menentukan keberhasilan perbanyakan stek pucuk. Penelitian untuk meningkatkan keberhasilan stek pucuk G. versteegii perlu
dilakukan. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini ditujukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan stek pucuk tanaman G. versteegii
dengan perlakuan pemberian hormon perakaran dan media akar. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap berkelompok
(randomized complete block design/RCBD) dengan enam perlakuan media yaitu tanah, tanah+pupuk organik (3:1), cocopeat+pasir
(1:1), cocopeat+pasir+pupuk organik (1:1:2), tanah+cocopeat+pasir (2:1:1), dan tanah+cocopeat+pasir+pupuk organik (5:3:3:4).
Hormon IBA dan NAA dengan konsentrasi 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm serta kontrol 0 ppm digunakan dalam penelitian ini. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan stek pucuk dipengaruhi oleh penggunaan media dan hormon; dimana perakaran terbaik
ditemukan pada stek pucuk dengan media tanah dan penggunaan IBA konsentrasi 200 ppm.
Kata kunci : Stek pucuk, gaharu, media akar, hormon
v
Jurnal Penelitian Kehutanan e-ISSN 2579-5805
FAL AK
Journal of Forestry Research p-ISSN 2620-617X
UDC 165.41
JPK Faloak, Vol. 2 No. 2, Oktober 2018, page: 89-102
Identification of Invasive Plant Species at Gunung Meja Recreational Park, Manokwari West Papua
Sarah Yuliana1& Krisma Lekitoo( 1Research & Development of Environment and Forests Manokwari)
One of the threats to the protected and natural recreational park is invasion of exotic species, which alters the stability of
biodiversity, natural functions, and decreases park's value. Gunung Meja Recreational Park (RP), Manokwari, West Papua has to
deal with the issues of exotic plant species. This paper aim was to detect and identify invasive plant species on the edges of the RP.
Field surveys with exploration method followed by observation and identification were taken to list invasive plants in this research.
The results showed 39 species from 19 families spread on the RP edges. These species were mostly Asteraceae and Fabaceae (eight
species each), then Commelinaceae, Convolvulaceae, Euphorbiaceae, Lamiaceae, Piperaceae and Verbenaceae, (two species each),
and one species each from the family of Acanthaceae, Aristolochiaceae, Bignoniaceae, Cannaceae, Cyperaceae, Malvaceae,
Menispermaceae, Phyllantaceae, Poaceae, Rubiaceaeand Solanaceae. Invasive plant species encountered from various form of
habitus, which were shrubs, grass, sedge, clumps, lianas, and trees. At least five species need more attention, which were
Chromolaena odorata (L.) R.M.King & H.Rob., Lantana cammara L., Merremia peltata (L.) Merrill, Mikania micrantha H.B.K., and
Spathodea campanulata P.Beauv. These species have already listed nationally and globally as Invasive Alien Species which
potentially bring detrimental impacts on biodiversity and ecosystem.
Keywords : Invasive plant species, Gunung Meja Recreational Park, Manokwari
UDC 630.238
JPK Faloak, Vol. 2 No. 2,Oktober 2018, page: 103-114
Nursery Technique of Pericopsis mooniana For Clay Post-Mining Land of Reclamation
Suhartati1 & Didin Alfaizin1 ( 1Research & Development Environment and Forestry Makassar)
Characteristics of post-mining land is generally open, extremely hot, extremely low fertility rates and easy to erosion. The
selection and utilization of local plant species in the reclamation activities will further provide a guarantee of success, because these
types of relatively more adaptive. Pericopsis mooniana Thw.is one of the local species from Sulawesi which is capable to adapt in
unproductive land, however the growth of P. mooninana species for clay post-mining area has not been studied intensively. TThis
study aims to obtain data and information on growth and quality of kayu kuku seedlings with various composition of planting media,
in accordance with the clay post-mining land. The study was conducted in greenhouse BPPLHK Makassar for four months
vi
(May to August) using a completely randomized design (CRD) with 6 treatments media composition. The results showed that seedling
growth was better using clay post-mining soil, or mix media of soil, compost, sand and NPK fertilizer compare to mycorrhiza isolates
addition for reclamation. The mean value Seed Quality Index of ≥ 0,50 obtained with a mean increase in height and diameter of
seedlings of ≥19 cm and ≥2 mm, and the mean of top root ratio is 2 point. . Generally, seedling's of Pericopsis plants growth well in
clay post-mining media similar to seedling growth in soil media, but not require additional fertilizer and mycorrhiza. Pericopsis
species is potentially developed for clay post-mining land rehabilitation after four months in nursery.
Keywords : Post-mining land, seed quality index, planting media, nursery, P. mooniana Thw.
UDC 630.9
JPK Faloak, Vol. 2 No. 2,Oktober 2018, page : 115-126
Economic Value of Fruit, Firewood and Water in Wosi Rendani's Forest
Iga Nurapriyanto1 , Bahruni2 & Sambas Basuni2 (1Research and Development Institute of Enviromental and Forestry Manokwari,
2
Faculty of Forestry, Bogor Agricultural University)
Valuation of forest resources is one way that can be used to assist conservation efforts. The utilization of any kind of forest
product without regard to the principle of sustainability may potentially reduce or eliminate other forest benefits. Fruit, firewood and
water are the three forest products that are actually utilized by the people around the forested land of Manokwari West Papua.
Valuation of potential economic value is based on the result of vegetation analysis through direct use approach. The research aims are
(1). Calculate the potential of fruit, firewood and water in Wosi Rendani fores; and (2). Estimate the economic value of fruit, firewood
and water potential in Wosi rendani forest. Value is approximated by market price, wage price, wage rate and procurement price. The
economic value of the fruit potential is Rp. 65,982,607/ha, stock of firewood Rp. 58.580.022/ha, and water Rp. 21.355.503.432/year.
Keywords : Protected forest wosi rendani, economic value, fruit, firewood, water
UDC 630.8232
JPK Faloak, Vol. 2 No. 2,Oktober 2018, page : 127-138
Success Level of The Shoot Cutting on Gyrinops versteegii By Choosing The Rooting Media and Hormonal Application
Ali Setyayudi1 (Research and Development Institute of Technology Non Timber Forest Product)
The variety of agarwood production in the Grynops versteegii plant is one of the main problems in the agarwood cultivation.
Efforts to reduce the variation is by cultivating high agarwood production through vegetative propagation, thus the results of the
agarwood are expected to be more consistent. Shoot cuttings are the most inexpensive and easy vegetative propagation, however
some studies showed a low success propagation rate especially for Gyrinops versteegii. Several factors determine the succed of shoot
cuttings propagation i.e: media of rooting and hormon application. Therefore, research to improve the success of G. versteegii shoot
cuttings should be conducted.. Based on those issues, the research aimed to determine the influence of the rooting media and hormone
on the shoot cutting of Gyrinops verteegii. This study used a randomized complete block design (RCBD) with six media treatments
they are soils, soil+compost (3:1), cocopeat+sand (1:1), cocopeat+sand+ compost (1:1:2), soil+cocopeat+sand (2:1:1), and
soil+cocopeat+sand+compost (5:3:3:4). IBA and NAA hormones with a concentration of 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm and 0 ppm
(control) were used in this study. The results showed that the success of shoot cuttings was influenced by the media and hormones;
where the best rooting found on the shoot cuttings using soil as media and 200 ppm IBA.
Keywords : shot cutting, gaharu, rooting media, hormone
vii
POTENSI PENGEMBANGAN TANAMAN ASLI SETEMPAT
DALAM SISTEM AGROFORESTRI: STUDI KASUS DI DESA T’EBA
KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA, NUSA TENGGARA TIMUR
ABSTRACT
Sandalwood (Santalum album Linn.), agarwood (Gyrinops verst eegii (Gilg.) Domke) and papi
wood (Exocarpus latifolia R.Br.) are native plants of Nusa Tenggara Timur (NTT) province with high
economic value. T'eba village is one of the villages in Timor Tengah Utara (TTU) Regency which h as a
history of potential of sandalwood and papi wood. While, agarwood is an introduced species that shows
quite good growth in the T'eba village. Unfortunately, the potential of these three native plant species
development in T'eba Village had not yet been adequately expressed by research reports or other
publication. Through structured-interview method and field observation, this research attemps to
analyse the potential of theses native plants development in agroforestry system. Results indicated that
the development of these three native plants in agroforestry system is high potential, especially viewed
from the land suitability and social acceptability aspects, as well as the economic benefits to be gained.
Such results could be useful for stakeholder to formulate plan or strategy in agroforestry development,
especially in plant selection policy.
Keywords: Native plants of NTT, sandalwood, agarwood, papi wood, agroforestry system, social
acceptability
ABSTRAK
Cendana (Santalum album Linn.), gaharu (Gyrinops verst eegii (Gilg.) Domke) dan kayu papi
(Exocarpus latifolia R.Br.) merupakan tanaman asli Nusa Tenggara Timur (NTT) yang memiliki nilai
ekonomi tinggi. Desa T’eba merupakan salah satu desa di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) yang
memiliki sejarah potensi jenis cendana dan kayu papi. Sementara jenis gaharu merupakan jenis
introduksi yang menunjukkan pertumbuhan cukup bagus di Desa T’eba. Meski demikian, potensi
pengembangan ketiga jenis ini di Desa T’eba belum banyak diungkap dalam bentuk laporan penelitian
atau publikasi lainnya. Melalui metode wawancara terstruktur dan survei lapangan, penelitian ini
mencoba menganalisis potensi pengembangan tanaman asli tersebut dalam sistem agroforestri. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa secara umum potensi pengembangan untuk ketiga jenis ini dengan pola
agroforestri adalah tinggi, terutama dilihat dari aspek kesesuaian lahan dan tingkat penerimaan sosial
masyarakat, serta manfaat ekonomi yang akan diperoleh. Hasil ini dapat dimanfaatkan oleh pihak terkait
dalam merumuskan rencana atau strategi pengembangan sistem agroforestri, terutama dalam hal
kebijakan pemilihan jenis tanaman.
Kata kunci: Tanaman asli NTT, cendana, gaharu, kayu papi, sistem agroforestri, tingkat penerimaan
masyarakat
Jurnal Vol. 2 No.2 Oktober 2018: 71-88
72
Potensi Pengembangan Tanaman Asli Setempat ...
(Hery Kurniawan & Eko Pujiono)
73
Jurnal Vol. 2 No.2 Oktober 2018: 71-88
74
Potensi Pengembangan Tanaman Asli Setempat ...
(Hery Kurniawan & Eko Pujiono)
75
Jurnal Vol. 2 No.2 Oktober 2018: 71-88
3. Potensi Sumber Daya Manusia dan 301 KK, dengan rata jumlah anggota per KK
Kesejahteraan Masyarakat sebanyak 4 orang. Kepadatan penduduk
sebesar 0,84 atau sekitar 1 jiwa/km2. Struktur
a. Kependudukan
Data kependudukan tahun 2014 kependudukan menunjukkan fenomena
menyebutkan bahwa jumlah penduduk Desa piramida, dimana penduduk usia muda lebih
T’eba adalah sekitar 1.188 orang, dengan dominan daripada yang usia tua. Grafik
komposisi penduduk Desa T’eba dapat dilihat
rincian 542 orang laki-laki dan 646 orang
pada Gambar 2.
perempuan. Jumlah kepala keluarga sebanyak
76
Potensi Pengembangan Tanaman Asli Setempat ...
(Hery Kurniawan & Eko Pujiono)
77
Jurnal Vol. 2 No.2 Oktober 2018: 71-88
B. Aspek Pengelolaan Lahan dan Ekonomi Timor termasuk daerah yang dekat dengan
1. Pengelolaan Lahan perbatasan NKRI-Timor Leste, memang
Masyarakat di desa T’eba membagi didominasi oleh lahan kering (Priyanto &
penggunaan lahan menjadi sawah tadah hujan, Diwyanto, 2014).
ladang/kebun dan pekarangan. Sawah tadah Terkait dengan sistem agroforestri yang
hujan pada umumnya ditanami padi, terletak berkembang, hasil observasi lapangan
dekat dengan pemukiman (dengan radius menemukan bahwa memang sudah ada
terjauh sekitar 1 km) dan dilakukan pada lahan beberapa petani yang menanam tanaman
yang relatif datar sampai landai. Ladang/ kebun pangan dan tanaman kayu secara bersamaan.
biasanya di tanami jagung, kacang-kacangan, Beberapa pola yang bisa diidentifikasi adalah
umbi-umbian dan tanaman kayu/tanaman pola pohon batas (trees along border) dan pola
kehutanan. Ladang/kebun pada umumnya campur (mixed). Hasil rekapitulasi responden
terletak agak jauh dari pemukiman (>1 km) dan menunjukkan bahwa sekitar 40% responden
memiliki tingkat kemiringan lahan landai menanam tanaman kayu dan tanaman pangan
sampai curam. Penggunaan lahan yang lainnya secara bersamaan dengan pola campur (jarak
adalah pekarangan, yaitu pemanfaatan lahan di tanam tidak beraturan), hanya sebagian kecil
sekitar rumah tempat tinggal. yang menanam dengan pola trees along border.
Kegiatan pertanian sudah dilakukan Kebanyakan petani (±60%) menanam tanaman
oleh masyarakat T’eba sejak lama, sejak zaman pangan terpisah dengan tanaman kayu
penduduk pertama dulu menetap di Desa Teba. (lahannya terpisah), dengan pertimbangan agar
Hasil rekapitulasi kuisioner menunjukkan tajuk tanaman kayu tidak menghambat
bahwa sekitar 34% ladang/kebun yang dibuat, pertumbuhan tanaman pangan. Hal ini sesuai
pada awalnya adalah semak belukar. Sedangkan dengan pernyataan Yanti (2012), bahwa
20% responden menyatakan bahwa lahan yang tanaman pangan masih mendominasi lahan
dibuat ladang/kebun sebelumnya adalah lahan wanatani. Meskipun sebagian besar sudah
yang memang kosong, sementara sisa sesuai dengan kelas kesesuaian lahannya,
responden yang lain memilih tidak menjawab. namun kondisi ini dapat berakibat pada semakin
Informasi ini menunjukkan bahwa kondisi terkurasnya unsur hara mikro lahan wanatani
kebun masyarakat Desa T’eba merupakan semi arid. Permasalahan ini sebagaimana
pertanian lahan kering. Kondisi lahan di Pulau dikemukakan oleh Banjarnahor (2016),
78
Potensi Pengembangan Tanaman Asli Setempat ...
(Hery Kurniawan & Eko Pujiono)
79
Jurnal Vol. 2 No.2 Oktober 2018: 71-88
Diversifikasi usaha tani sudah lama pada data ini maka ada sekitar 371 hektar lahan
dipraktekkan petani lahan kering di NTT. pertanian lahan kering yang dapat dimanfaatkan
Beberapa jenis tanaman dikombinasikan oleh untuk penanaman jenis cendana, kayu papi dan
petani secara arif dalam diversifikasi usaha tani. gaharu dengan pola agroforestri. Tentunya
Jumlah tanaman jagung yang banyak disebabkan potensi lainnya pada pola tanaman tunggal juga
adanya Program Jagungisasi yang merupakan sangat mungkin untuk dikembangkan.
salah satu program unggulan Pemda NTT. Selain Penanaman dengan pola agroforestri sangat
mengusahakan berbagai tanaman pangan seperti memungkinkan sebagaimana yang dinyatakan
padi, jagung dan ubi-ubian untuk memenuhi oleh (Hendrisman et al., 2001) pembudidayaan
kebutuhan pangan, petani dapat mengusahakan kayu cendana dapat dilakukan pada batas-batas
kacang-kacangan yang dapat memberikan lahan usaha pertanian, batas padang
manfaat bagi petani baik dalam hal penyediaan penggembalaan dan pematang kebun yang dapat
pangan sumber protein juga yang penting adalah berfungsi ganda yaitu sebagai penguat teras dan
dapat meningkatkan pendapatan petani karena tanda batas kepemilikan lahan. Pembudidayaan
kacang-kacangan memiliki harga jual yang dapat juga melalui reboisasi lahan agroforestri
tinggi dibanding jenis pangan lainnya (Leki, dengan pola Hutan Tanaman Industri yang
2010). berwawasan kemasyarakatan.
Kepala rumah tangga merupakan
2. Ekonomi masyarakat
pelaksana utama dalam aktivitas bertani. Namun Bahasan aspek ekonomi difokuskan
begitu, anggota keluarga lain juga turut kepada tingkat konsumsi (biaya), pendapatan
dilibatkan dalam aktivitas pertanian. Hasil dan analisis usaha tani aktivitas pertanian.
rekapitulasi responden terkait pembagian kerja Estimasi seberapa besar pengeluaran petani
dalam aktivitas bertani menunjukkan bahwa dalam satu tahun difokuskan pada pengeluaran
sekitar 88% istri, 64% anak dan 24% lansia (>60 untuk konsumsi dan pengeluaran untuk kegiatan
tahun) turut membantu kepala rumah tangga sosial. Hasil rekapitulasi responden
dalam aktivitas pertanian. Kondisi ini seperti menunjukkan bahwa besarnya pengeluaran
yang dijelaskan oleh Zypchyn (2012) bahwa
petani adalah sekitar 8,3 juta rupiah per tahun
wanita memainkan peran penting dalam usaha atau sekitar 700 ribu rupiah per bulan.
tani pangan organik dan keberlanjutannya. Usaha
Selengkapnya mengenai pengeluaran petani
tani pangan termasuk kebun yang relatif jauh disajikan pada Tabel 5.
lokasinya dari pekarangan, meski dipandang Kegiatan pertanian merupakan sumber
sebagai salah satu bagian sistem pertanian lahan utama penghasilan masyarakat. Sebagian besar
kering masyarakat NTT, dan mesti dipandang masyarakat dikategorikan sebagai petani
sebagai extended home garden bagi masyarakat subsisten, dimana petani membudidayakan
NTT (Ngongo dan Marawali, 2016). tanaman pangan secukupnya untuk memenuhi
Apabila melihat data luasan lahan kering kebutuhan sendiri. Pertanian subsisten secara
baik pada tegal/ladang, pemukiman, pekarangan umum menggunakan masukan sarana produksi
dan kebun, jumlah total luasnya adalah 928 (input) rendah yang berasal dari bahan yang
hektar. Berdasarkan informasi yang tersedia di lokasi usahatani, yaitu benih dari hasil
dikumpulkan diperoleh keterangan bahwa ada panen musim tanam sebelumnya, pupuk
sekitar 40% masyarakat yang menanam kandang dosis rendah, dan pengelolaan tanaman
tanamannya secara campuran. Bila mengacu secara tradisional (Sutoro, 2015).
80
Potensi Pengembangan Tanaman Asli Setempat ...
(Hery Kurniawan & Eko Pujiono)
Meskipun menurut Lassa (2009), ini hasil produksi pertanian atau hasil
kontribusi food crops terhadap Pendapatan lainnya akan dikuantitatifkan untuk dapat
Domestik Regional Bruto (PDRB) NTT mengetahui seberapa besar sebenarnya
turun drastis dari lebih dari 53.7% di akhir pendapatan yang diperoleh petani. Hasil
tahun 1960an hingga ke level 21% ditahun rekapitulasi responden menyebutkan bahwa
2006, namun sebagian besar penduduk NTT besarnya pendapatan petani sekitar 8,6 juta
masih menggantungkan hidupnya pada rupiah per tahun atau sekitar 716 ribu
sektor pertanian (Leki, 2010). Terlepas dari rupiah per bulan seperti dijelaskan Tabel 6.
tipe petani subsisten tersebut, dalam kajian
81
Jurnal Vol. 2 No.2 Oktober 2018: 71-88
82
Potensi Pengembangan Tanaman Asli Setempat ...
(Hery Kurniawan & Eko Pujiono)
Tabel 8. Persepsi petani terhadap agroforestri dengan jenis cendana, kayu papi dan gaharu
Table 8. Perceptions of farmers on agroforestry with cendana, kayu papi and gaharu species
Persepsi petani (Perception of farmers) (%)
Parameter (Parameter)
Cendana Kayu Papi Gaharu
- Pengetahuan teknik budidaya:
Tahu 84% 84% 45%
Tidak Tahu 16% 16% 55%
- Pengetahuan nilai ekonomi:
Tahu 71% 74% 23%
Tidak Tahu 29% 26% 77%
- Potensi:
Banyak 15% 13% -%
Sedikit 81% 87% 17%
Tidak ada 4% -% 83%
- Kesesuaian Lahan:
Sesuai 96% 96% 67%
Tidak sesuai 4% 4% 33%
- Kesesuaian sosial:
Sesuai 96% 100% 68%
Tidak sesuai 4% -% 32%
Sumber : Pengolahan Data Primer, 2015
Source : Primary data processing, 2015
83
Jurnal Vol. 2 No.2 Oktober 2018: 71-88
Bersadarkan data tersebut dapat juga untuk jenis gaharu sudah ditanam oleh
diketahui bahwa masyarakat Desa T’eba sebagian masyarakat di Desa T’eba, dan
memiliki pengetahuan terkait budidaya menunjukkan performa pertumbuhan yang
ketiga jenis tersebut, meskipun perlu untuk cukup baik. Referensi pertanaman campuran
ditingkatkan lagi. Demikian pula terkait antara cendana dan gaharu saat ini masih
pengetahuan terkait potensi ekonomi dari sangat terbatas, penelitian Wijayanto dan De
ketiga jenis tersebut, meskipun mereka Araujo (2011), pertumbuhan tanaman pokok
mengatakan potensi ketiga jenis tersebut cendana (S. album) yang terbaik ditemukan
saat ini relatif sedikit, namun potensi pada pola agroforestri AF 2 (cendana, jati,
ekonominya mereka akui tinggi apabila mahoni, gaharu, jagung, singkong, kacang
dapat dibudidayakan. turis, dan labu) yang ditanam bersamaan
Selanjutnya terkait potensi yang ada dengan tanaman inang Sesbania spp,
dapat disimpulkan bahwa sebagian besar sedangkan pertumbuhan tanaman pokok
masyarakat menganggap bahwa ketiga jenis cendana terendah ditemukan pada pola
tersebut memiliki kesesuaian dengan kondisi agroforestri AF 3 (cendana, jati, mahoni,
lahan yang ada serta memiliki kelayakan gaharu, jagung dan labu) yang tidak ditanam
sosial atau tingkat penerimaan oleh bersama tanaman inang Sesbania spp. dan
masyarakat yang sangat tinggi. Terutama Cajanus cajan.
untuk jenis cendana yang angkanya bisa Dalam konteks revitalisasi paradigma
mencapai 96% dan kayu papi 100%. Hal ini dan kebijakan pembangunan pertanian baru
cukup wajar, mengingat kedekatan dari pendekatan SDA dan teknologi ke arah
masyarakat secara budaya dengan kedua pembangunan pertanian yang lebih holistik
jenis ini. Tanaman cendana adalah tanaman yakni meliputi SDA, SDM, teknologi dan
kehutanan yang sangat istimewa dan guna kelembagaan (Elizabeth, 2007), agroforestri
kayunya yang sangat tinggi (Sumanto et al., dapat dipandang dan ditempatkan sebagai
2011). Cendana adalah tumbuhan tropika cara untuk penguasaan lahan dan asset
yang persebaran alaminya terpusat di produktif, serta pengembangan basis
kawasan provinsi Nusa Tenggara Timur sumberdaya pertanian. Hasil analisa
(Wawo et al., 2008). Cendana merupakan mengenai aspek persepsi petani, aspek
spesies endemik asal Nusa Tenggara Timur pengelolaan lahan dan aspek ekonomi di
yang bukan hanya bernilai ekonomi namun atas dapat dimanfaatkan oleh pihak terkait
juga sebagai lambang pemersatu masyarakat dalam merumuskan rencana atau strategi
dan kearifan lokal di Provinsi NTT pengembangan sistem agroforestri, terutama
(Kurniawan et al., 2013). Sedangkan kayu terkait dengan kebijakan pemilihan jenis
papi merupakan family santalacea yang tanaman. Kendala utama bagi budidaya dan
memiliki sifat mirip cendana (Santalum pengembangan ketiga jenis ini adalah pada
album Linn.) dengan dalam hal ciri fisik orientasi masyarakat yang masih bertumpu
kayu dan keharumannya. Kayu papi pada tanaman pangan. Teknologi
merupakan tanaman asli yang tumbuh di agroforestri sebagai alternatif solusi terbaik
Desa T’eba pada sebagian lereng dan perlu untuk terus disosialisasikan ke
bukitnya. Sehingga jenis kayu papi ini telah masyarakat.
dikenal baik oleh masyarakat. Demikian
84
Potensi Pengembangan Tanaman Asli Setempat ...
(Hery Kurniawan & Eko Pujiono)
85
Jurnal Vol. 2 No.2 Oktober 2018: 71-88
86
Potensi Pengembangan Tanaman Asli Setempat ...
(Hery Kurniawan & Eko Pujiono)
87
Jurnal Vol. 2 No.2 Oktober 2018: 71-88
88
DETEKSI DAN IDENTIFIKASI JENIS TUMBUHAN ASING INVASIF
DI TAMAN WISATA ALAM GUNUNG MEJA MANOKWARI,
PAPUA BARAT
ABSTRACT
One of the threats to the protected and natural recreational park is invasion of exotic species, which
alters the stability of biodiversity, natural functions, and decreases park’s value. Gunung Meja Recreational
Park (RP), Manokwari, West Papua has to deal with the issues of exotic plant species. This paper aim was to
detect and identify invasive plant species on the edges of the RP. Field surveys with exploration method
followed by observation and identification were taken to list invasive plants in this research. The results
showed 39 species from 19 families spread on the RP edges. These species were mostly Asteraceae and
Fabaceae (eight species each), then Commelinaceae, Convolvulaceae, Euphorbiaceae, Lamiaceae, Piperaceae
and Verbenaceae, (two species each), and one species each from the family of Acanthaceae, Aristolochiaceae,
Bignoniaceae, Cannaceae, Cyperaceae, Malvaceae, Menispermaceae, Phyllantaceae, Poaceae, Rubiaceaeand
Solanaceae. Invasive plant species encountered from various form of habitus, which were shrubs, grass, sedge,
clumps, lianas, and trees. At least five species need more attention, which were Chromolaena odorata (L.)
R.M.King & H.Rob., Lantana cammara L., Merremia peltata (L.) Merrill, Mikania micrantha H.B.K., and
Spathodea campanulata P.Beauv. These species have already listed nationally and globally as Invasive Alien
Species which potentially bring detrimental impacts on biodiversity and ecosystem.
Keywords: Invasive plant species, Gunung Meja Recreational Park, Manokwari
ABSTRAK
Salah satu ancaman terhadap kawasan lindung dan wisata alam adalah invasi tumbuhan asing yang
seringkali mempengaruhi kondisi keanekaragaman hayati, fungsi-fungsi alami serta mengurangi keindahan
kawasan. Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Meja, Manokwari, Papua Barat telah menghadapi masalah
sebaran tumbuhan asing invasif. Tulisan ini bertujuan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi jenis-jenis
tumbuhan asing invasif yang menyebar di daerah tepi kawasan TWA Gunung Meja. Survei lapangan dengan
metode penjelajahan diikuti dengan observasi dan identifikasi jenis dilaksanakan dalam penelitian ini. Hasil
penelitian menunjukkan adanya 39 jenis tumbuhan asing dari 19 famili, yang berpotensi invasif dan mulai
menyebar di tepi kawasan TWA Gunung Meja. Jenis-jenis ini berasal dari famili Asteraceae dan Fabaceae
(masing-masing 8 jenis), famili Convolvulaceae, Commelinaceae, Euphorbiaceae, Lamiaceae,
Piperaceae,dan Verbenaceae, (masing-masing 2 jenis), serta masing-masing 1 jenis dari famili Acanthaceae,
Aristolochiaceae, Bignoniaceae, Cannaceae, Cyperaceae, Malvaceae, Menispermaceae, Phyllantaceae,
Poaceae, Rubiaceae and Solanaceae. Jenis-jenis tersebut berasal dari beragam habitus seperti semak,
rumput, teki, perdu, liana, dan pohon. Terdapat sedikitnya 5 (lima) jenis tumbuhan yang perlu diwaspadai,
yaitu Chromolaena odorata (L.) R.M.King & H.Rob., Lantana cammara L., Merremia peltata (L.) Merrill,
Mikania micrantha H.B.K., dan Spathodea campanulata P.Beauv. Jenis-jenis tersebut secara nasional dan
global dikenal sebagai jenis asing invasif yang sangat berpotensi menyebabkan degradasi ekosistem dan
hilangnya habitat.
Kata kunci: Tumbuhan asing invasif, taman wisata alam gunung meja, manokwari
Jurnal Vol. 2 N0.2 Oktober 2018: 89-102
90
Deteksi Dan Identifikasi Jenis Tumbuhan...
(Sarah Yuliana & Krisma Lekitoo)
Gambar 1. Peta situasi kawasan TWA gunung meja manokwari - Sumber: Leppe & Tokede (2004)
Figure 1. Situation map of Gunung Meja recreational park of manokwari – Source: Leppe and Tokede (2004)
91
Jurnal Vol. 2 N0.2 Oktober 2018: 89-102
III. HASIL DAN PEMBAHASAN telah mengalami invasi pada bagian tepi
Kawasan TWA Gunung Meja kawasan. Invasi pada daerah ini diakibatkan
Manokwari sebagai kawasan hutan yang oleh 39 jenis tumbuhan invasif (Tabel 1).
berada paling dekat dengan kota Manokwari
Tabel 1. Daftar Jenis Tumbuhan Asing Invasif di Tepi Kawasan TWA Gunung Meja
Table 1. List of Invasive Alien Plants at the Edge Area of Gunung Meja Recreational Park
No. (Number) Famili (Family) Spesies (Species) Habitus (Habitus)
1. Acanthaceae Strobilanthes crispus Bl. Semak
2. Aristolochiaceae Aristolochia tagala Cham. Liana
3. Asteraceae Ageratum conyzoides L. Semak
4. ,, Bidens pilosaL. Semak
5. ,, Chromolaena odorata (L.) R.M.King Semak
6. ,, Erigeron sumatrensisRetz. Semak
7. ,, Mikania micrantha Kunth. Liana
8. ,, Spilanthes acmella (L.) C.B. Clarke Semak
9. ,, Synedrella nodiflora(L.) Gaertn. Semak
10. ,, Vernonia cinerea (L.) Less Semak
11. Bignoniaceae Spathodea campanulataBeauv. Pohon
12. Cannaceae Canna hybrida Hort ex Back Herba
13. Commelinaceae Commelina benghalensis L. Herba
14. ,, Tradescantiapendula Bosse Herba
15. Convulvulaceae Ipomoea quamoclit L. Liana
16. ,, Merremia peltata (L.) Merr. Liana
17. Cyperaceae Cyperus kyllingia Endl. Teki
18. Euphorbiaceae Euphorbia geniculata Ort. Herba
19. ,, Euphorbia hirta L. Semak
20. Fabaceae Alysicarpus monilifer (L.) DC. Semak
21. ,, Calliandra calothrysus Meissn. Perdu
22. ,, Centrosema pubescens Benth. Liana
23. ,, Crotalaria indica L. Semak
24. ,, Desmodium gangeticum(L.) DC. Semak
25. ,, Leucaena leucocephala (Lam) de Wit Perdu
26. ,, Mimosa pudica L. Semak
27. ,, Pueraria javanica (Benth.) Benth. Semak
28. Lamiaceae Clerodendron paniculatum L. Semak
29. ,, Hyptis capitata (L.) Jacq. Semak
30. Malvaceae Sida rhombifolia L. Semak
31. Menispermaceae Cyclea barbata L. Miers. Liana
32. Phyllantaceae Phyllantus niruri L. Semak
33. Piperaceae Peperomia pelucida(L.) Kunth. Semak
34. ,, Piper aduncum L. Perdu
35. Poaceae Themeda arguens (L.) Hack. Semak
36. Rubiaceae Borreria laevis (Lamk.) Griseb. Semak
37. Solanaceae Physalis angulata L. Herba
38. Verbenaceae Lantana cammaraL. Semak
39. ,, Stachytarpeta jamaicensis L. Semak
Catatan: Informasi famili dan habitus diperoleh berdasarkan Lowe et al.(2000), Soerjani et al. (1987), Weber
(2003), dan Database Online ISSG (2016) dan CABI (2016)
(Notes: Information of family and habitus of each species are based on Lowe et al. (2000)Soerjani et al.
(1987), Weber (2003), and online Database of ISSG (2016) and CABI (2016))
92
Deteksi Dan Identifikasi Jenis Tumbuhan...
(Sarah Yuliana & Krisma Lekitoo)
Jenis-jenis invasif tersebut berasal dari tumbuhan air (Sindel, 2000; Zimdahl, 2007).
19 famili, dengan famili Asteraceae dan Setiap bentuk habitus tersebut akan dapat
family Fabaceae memiliki anggota terbanyak, memberi akibat yang sangat berbeda pada
yaitu 8 jenis. Selanjutnya diikuti oleh famili ekosistem alami dan spesies flora dan fauna
Commelinaceae, Convulvulaceae, Lamiaceae, di dalamnya. Sebagai contoh, tumbuhan
Piperaceae, Verbenaceae dan Euphorbiaceae invasif yang berbentuk semak dapat
(masing-masing 2 jenis), serta masing-masing membentuk rumpun yang rapat dan padat saat
1 jenis pada famili Poaceae, Cyperaceae, berhasil menginvasi dan menguasai suatu
Acanthaceae, Aristolochiaceae, Bignoniaceae, daerah. Semak-semak ini kemudian pada
Cannaceae, Malvaceae, Menispermaceae, akhirnya secara langsung akan mencegah dan
Phyllantaceae, Rubiaceae, dan Solanaceae. menghambat pertumbuhan bibit dan semai
Sedangkan dari segi tipe habitus, jenis- jenis-jenis tumbuhan asli di daerah tersebut.
jenis tumbuhan invasif yang dijumpai Sementara seperti yang teramati di
memiliki habitus beragam, dengan semak daerah tepian kawasan TWA Gunung Meja
merupakan kelompok yang paling banyak Manokwari, tumbuhan invasif yang berbentuk
dijumpai, diikuti oleh liana dan herba liana, tumbuhan pemanjat dan merambat
(Gambar 2). dapat tumbuh rapat menutupi tumbuhan asli
Jenis-jenis tumbuhan invasif yang yang ada sehingga secara langsung
dijumpai pada tepi kawasan TWA Gunung mengurangi kemampuan tumbuhan tersebut
Meja menunjukkan jumlah yang cukup tinggi, untuk memperoleh cahaya matahari. Dampak
dibandingkan dengan 31 jenis yang dijumpai selanjutnya yang mungkin terjadi adalah
di TN Tanjung Puting (Sunaryo & kematian jenis-jenis asli karena kalah
Girmansyah, 2015). Namun kondisi ini masih berkompetisi akan sumberdaya yang
lebih sedikit daripada 74 jenis yang dijumpai dibutuhkannya serta berkurangnya keindahan
di TN Gunung Gede-Pangrango (Sunaryo & kawasan. Sebagai contoh, jenis Mentangan
Tihurua, 2010), dan termasuk dalam 2000 Merremia peltata (L.) Merrill yang dijumpai
jenis tumbuhan invasif yang diperkirakan saat pengamatan tumbuh menutupi
terdapat di seluruh kawasan di Indonesia pepohonan asli dan mengurangi kesempatan
(Anonim, 2003). Tipe habitus tumbuhan pepohonan tersebut dalam mendapatkan
invasif di tepi kawasan TWA Gunung Meja cahaya matahari, sementara sulur-sulur
yang beragam juga tidak jauh berbeda dengan perakarannya ikut membelit pepohonan
kondisi yang dijumpai di TN Tanjung Putting, penyokongnya. Di TN Bukit Barisan Selatan,
Kalimantan Tengah (Sunaryo & Girmansyah, tumbuhan ini berkembang menjadi sumber
2015) dan TN Gunung Halimun-Salak, Jawa kerusakan ekosistem asli (Yansen, Wiryono,
Barat (Sunaryo, Uji, 2012). Pada dasarnya, Deselina, Hidayat, M. & Depari, 2015).
tumbuhan invasif diketahui dapat muncul Beragamnya bentuk habitus dan
dalam bentuk habitus atau forma yang sangat kelompok famili tumbuhan invasif yang
beragam, mulai dari bentuk pohon, semak, dijumpai di tepi kawasan TWA Gunung Meja
liana, tumbuhan pemanjat atau merambat, juga menandakan adanya kemampuan
rerumputan, herba dan jenis-jenis tumbuhan penyebaran tumbuhan melalui mode dispersal
sukulen, termasuk tumbuhan yang memiliki yang beragam pula. Pada dasarnya,
umbi-umbian, rhizoma, sampai dengan keberhasilan suatu tumbuhan invasif untuk
93
Jurnal Vol. 2 N0.2 Oktober 2018: 89-102
Gambar 2. Habitus tumbuhan invasif pada tepi kawasan TWA Gunung Meja Manokwari
Figure 2. Habitus of invasive alient plant at the edge of Gunung Meja RP Manokwari
94
Deteksi Dan Identifikasi Jenis Tumbuhan...
(Sarah Yuliana & Krisma Lekitoo)
Kirinyuh merupakan jenis asli dari lantana dan di Indonesia sebagai tembelekan
wilayah Amerika Tengah dan Selatan, bersifat atau bunga tai ayam. Lantana merupakan
sangat invasif karena mampu menghasilkan tumbuhan semak perennial dengan warna
propagul yang sangat banyak, dapat menyebar bunga yang sangat beragam, umumnya
dengan bantuan angin, melekat pada bulu berupa tanaman hias, dan mula-mula
hewan dan kaos kaki atau pakaian manusia, diintroduksi di daerah-daerah tropis di seluruh
bahkan juga secara vegetatif. Jenis ini di dunia dari daerah asalnya di Amerika Tengah
Indonesia telah lama dideteksi kehadirannya dan Selatan (Gambar 4). Tumbuhan ini
di Papua, dijumpai di Taman Hutan Raya menyebar dengan bijinya, juga dapat menjadi
(Tahura) Dr. Moh. Hatta, Padang, Sumatera tumbuhan pemanjat. Jenis ini diketahui
Barat serta menginvasi kawasan Pangandaran tercatat kawasan TN Meru Betiri wilayah TN
dan TN Ujungkulon, Jawa Barat dan TN Alas Alas Purwo, Tahura Dr. Moh. Hatta, Padang,
Purwo, Jawa Timur (Solfiyeni, 2015; Tihurua, dan Cagar Alam (CA) Pulau Sempu, Jawa
E., Sunaryo & Wiriadinata, 2014; Tjitro Timur (Abywijaya I. K; Hikmat A. ;
soemito S, 1999; Waterhouse, 2003). Widyatmoko D., 2014; Master, 2015;
Purwono, B., Wardhana, B., Wijanarko, K.,
2. Lantana cammara L.
Setiowati W. & Kurniawati, 2002; Tihurua,
Jenis ini berasal dari famili
E., Sunaryo & Wiriadinata, 2014).
Verbenaceae, dikenal secara umum sebagai
95
Jurnal Vol. 2 N0.2 Oktober 2018: 89-102
96
Deteksi Dan Identifikasi Jenis Tumbuhan...
(Sarah Yuliana & Krisma Lekitoo)
97
Jurnal Vol. 2 N0.2 Oktober 2018: 89-102
98
Deteksi Dan Identifikasi Jenis Tumbuhan...
(Sarah Yuliana & Krisma Lekitoo)
99
Jurnal Vol. 2 N0.2 Oktober 2018: 89-102
100
Deteksi Dan Identifikasi Jenis Tumbuhan...
(Sarah Yuliana & Krisma Lekitoo)
101
Jurnal Vol. 2 N0.2 Oktober 2018: 89-102
102
TEKNIK PEMBIBITAN SPESIES KAYU KUKU (Pericopsis mooniana)
UNTUK REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG TANAH LIAT
ABSTRACT
Characteristics of post-mining land is generally open, extremely hot, extremely low fertility rates and
easy to erosion. The selection and utilization of local plant species in the reclamation activities will further
provide a guarantee of success, because these types of relatively more adaptive. Pericopsis mooniana Thw.is
one of the local species from Sulawesi which is capable to adapt in unproductive land, however the growth of
P. mooninana species for clay post-mining area has not been studied intensively. This study aims to obtain
data and information on growth and quality of kayu kuku seedlings with various composition of planting
media, in accordance with the clay post-mining land. The study was conducted in greenhouse BPPLHK
Makassar for four months (May to August) using a completely randomized design (CRD) with 6 treatments
media composition. The results showed that seedling growth was better using clay post-mining soil, or mix
media of soil, compost, sand and NPK fertilizer compare to mycorrhiza isolates addition for reclamation.
The mean value Seed Quality Index of ≥ 0,50 obtained with a mean increase in height and diameter of
seedlings of ≥ 19 cm and ≥ 2 mm, and the mean of top root ratio is 2 point. . Generally, seedling’s of
Pericopsis plants growth well in clay post-mining media similar to seedling growth in soil media, but not
require additional fertilizer and mycorrhiza. Pericopsis species is potentially developed for clay post-mining
land rehabilitation after four months in nursery.
Keywords: Post-mining land, seed quality index, planting media, nursery, P. mooniana Thw.
ABSTRAK
Karakteristik lahan bekas tambang pada umumnya adalah terbuka, sangat panas, tingkat kesuburannya
sangat rendah dan mudah tererosi. Pemilihan dan penggunaan tanaman jenis lokal dalam kegiatan reklamasi
akan lebih memberikan jaminan keberhasilan karena jenis tersebut relatif lebih adaptif. Pericopsis mooniana
Thw. merupakan jenis lokal Sulawesi yang mampu beradaptasi pada lahan tidak produktif, namun
pertumbuhan jenis tanaman kayu kuku untuk lahan bekas tambang tanah belum dipelajari secara intensif.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data dan informasi pertumbuhan dan mutu bibit kayu kuku
dengan berbagai komposisi media tanam yang sesuai dengan kondisi lahan bekas tambang tanah liat.
Penelitian dilakukan pada rumah kaca BPPLHK Makassar selama empat bulan antara bulan Mei hingga
Agustus 2016. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan 6
komposisi media. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan bibit lebih baik menggunakan media
bekas tambang tanah liat, atau media campuran tanah, kompos, pasir, dan NPK, jika dibandingkan dengan
menambahkan isolat mikoriza. Rerata Nilai Indeks Mutu Bibit (IMB) yang didapatkan ≥ 0.50 dengan rerata
pertambahan tinggi dan diameter bibit sebesar ≥ 19 cm dan ≥ 2 mm, serta rerata Nisbah Pucuk Akar sebesar
2. Secara umum, bibit tanaman kayu kuku tumbuh baik pada media bekas tambang tanah liat mirip dengan
pertumbuhan bibit pada media tanah, namun tidak membutuhkan penambahan bahan organik dan mikoriza.
Hal ini menunjukkan potensi jenis kayu kuku sebagai tanaman rehabilitasi bekas tambang tanah liat. Bibit
kayu kuku sebaiknya ditanam di lahan bekas tambang tanah liat setelah berumur empat bulan di persemaian.
Kata kunci: Lahan bekas tambang, indeks mutu bibit, media tanam, pembibitan, P mooniana Thw.
Jurnal Vol. 2 No.2 Oktober 2018: 103-114
104
Teknik Pembibitan Spesies Kayu Kuku ...
(Suhartati & Didin Alfaizin)
(Lestari & Santoso, 2011). Kayu kuku dapat Masing - masing unit pengamatan
dikembangkan dengan menggunakan media terdiri atas tiga ulangan dengan tiap ulangan
tanam dari lahan - lahan yang tidak produktif terdiri dari lima tanaman. Parameter yang
(Alfaizin, 2016). Penelitian ini bertujuan diamati adalah pertumbuhan bibit di
untuk memperoleh data dan informasi persemaian, meliputi variabel, tinggi bibit,
pertumbuhan dan mutu bibit kayu kuku diameter batang, jumlah daun dan nisbah
(Pericopsis mooniana Thw.) dengan berbagai pucuk akar, serta indeks mutu bibit (IMB).
komposisi media tanam yang sesuai dengan
kondisi lahan bekas tambang tanah liat. D. Tahapan Kegiatan
Tahapan kegiatan dalam penelitian ini
II. METODE PENELITIAN antara lain:
1. Persiapan bibit tanaman kayu kuku,
A. Lokasi dan Waktu Penelitian yang benihnya diperoleh dari Cagar
Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Alam (CA) Lamedai, Kabupaten
(green house) Balai Penelitian dan Kolaka, Sulawesi Tenggara disemaikan
Pengembangan Lingkungan Hidup dan di persemaian dan dikondisikan setiap
Kehutanan Makassar (BPPLHKM), di hari dengan penyiraman dan perawatan
Makassar. Penelitian dilakukan selama empat dari serangan jamur dan hama.
2. Persiapan media pembibitan yang
bulan antara bulan Mei hingga Agustus 2016.
terdiri atas 6 jenis komposisi media
B. Bahan dan Alat yang telah ditentukan. Media tanah (top
Bahan yang digunakan yaitu: bibit kayu soil) yang digunakan memiliki
karakteristik yaitu tekstur lempung liat,
kuku asal benih dari Cagar Alam CA.
pH tanah agak masam, kandungan
Lamedai) di Kab. Kolaka Sulawesi Tenggara. bahan organik tergolong sedang, unsur
Bahan media adalah tanah bekas tambang hara makro termasuk sedang. Media
tanah liat, tanah lapisan atas (topsoil), bekas tambang tanah liat diperoleh dari
kompos, mikoriza, tanah, pasir, polybag, areal PT. Semen Bosowa, Kabupaten
bahan kimia (pupuk NPK, insektisida, Maros, Sulawesi Selatan. Hasil analisis
fungisida). tanah bekas tambang yang digunakan
sebagai media percobaan yaitu,
Alat yang digunakan yaitu: roll meter,
bertekstur liat berpasir, pH masam,
kompas, GPS, pH meter, termometer, oven, bahan organik dan unsur hara termasuk
calipper, alat - alat pertanian. rendah. Mikoriza yang digunakan
merupakan produk MK1 BPPLHKM,
C. Rancangan Penelitian
dan kompos yang digunakan yaitu
Penelitian ini menggunakan matang dan sesuai dengan standar
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pabrik.
perlakuan 6 macam komposisi media yaitu: 3. Persiapan bibit yang diinokulasi
dengan isolat mikoriza pada saat
M1 = Media Tanah Bekas Tambang penyapihan sebanyak 5 g/bibit tanaman
(MTBT) sesuai anjuran dalam kemasan produk.
M2 = MTBT + Kompos (2:1) 4. Pengukuran variabel pengamatan
M3 = MTBT + Kompos + 0,2 g NPK dilakukan 4 minggu (pengukuran awal)
M4 = MTBT + 5 g Mikoriza dan 16 minggu (pengukuran akhir)
M5 = Tanah + Kompos + Pasir (3:1:1) (Feryanti, 2012; Alfaizin, 2016).
M6 = Tanah+Kompos+Pasir + 0,2 g NPK
105
Jurnal Vol. 2 No.2 Oktober 2018: 103-114
106
Teknik Pembibitan Spesies Kayu Kuku ...
(Suhartati & Didin Alfaizin)
Tabel 1. Hasil uji pertumbuhan tinggi dan diameter bibit kayu kuku umur 4 bulan di persemaian
Table 1. The result of the height and diameter for P. mooniana seedling of 4 months age at nursery
Komposisi media Tinggi Komposisi media Diamater
(Media composition) (Height) (cm) (Media composition) (Diameter) (mm)
*MBT + Kompos + NPK (M3) 13,98 a Tanah+Kompos+Pasir+NPK (M6) 1,77
(PMS + Compost + NPK) (Soil + Compost + Sand + NPK)
MBT + Kompos (M2) 14,63 a MBT + Kompos + NPK (M3) 1,85
(PMS + Compost ) (PMS + Compost + NPK)
MBT + Mikoriza (M4) 18,07 a MBT + Kompos (M2) 1,95
(PMS + Mycorrhizzae) (PMS + Compost )
Tanah + Kompos + Pasir (M5) 19,34 ab MBT + Mikoriza (M4) 1,98
(Soil + Compost + Sand) (PMS + Mycorrhizzae)
Tanah Bekas Tambang (M1) 19,35 b Tanah + Kompos + Pasir (M5) 2,08
(Post-Mining Soil ) (Soil+ Compost + Sand)
Tanah + Kompos + Pasir + NPK (M6) 19,47 b Tanah Bekas Tambang(MBT)(M1) 2,09
(Soil + Compost + Sand + NPK) (Post-Mining Soil
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata
Remarks : Number that followed by the same letters at the same column are not significant
*Media Bekas Tambang (MBT);Post-Mining Soil (PMS)
Tabel 2. Hasil uji berat bagian pucuk dan akar bibit kayu kuku umur 4 bulan di persemaian
Table 2. The result of Top Root Weight for P. mooniana seedling of 4 months age at nursery
Komposisi media Berat pucuk Komposisi media Beratakar
(Media composition) (Top Weight) (gr) (Media composition) (Root Weight) (gr)
MBT* + Kompos (M2) 1,36 a MBT + Kompos (M2) 0,68 a
MBT + Mikoriza (M4) 1, 40 a MBT + Mikoriza (M4) 0,69 a
MBT + Kompos + NPK (M3) 2,54 a MBT + Kompos + NPK (M3) 1,24 ab
Tanah Bekas Tambang (MBT) 2,95 ab Tanah Bekas Tambang (MBT) 1,39 bc
(M1) (M1)
Tanah + Kompos + Pasir 3,09 b Tanah + Kompos + Pasir
1,45 c
(M5) (M5)
Tanah + Kompos + Pasir + 3,65 b Tanah + Kompos + Pasir + 1,58 c
NPK (M6) NPK (M6)
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang berbeda
tidak nyata
Remarks : Number that followed by the same letters at the same column are not significant
*Media Bekas Tambang (MBT); Post-Mining Soil (PMS)
107
Jurnal Vol. 2 No.2 Oktober 2018: 103-114
Gambar 1. Nilai Nisbah pucuk akar dan indeks mutu bibit kayu kuku umur 4 bulan di persemaian
Figure 1.Value of top root ratio and index of seedling quality for P. mooniana 4 months ages at nursery
108
Teknik Pembibitan Spesies Kayu Kuku ...
(Suhartati & Didin Alfaizin)
antara pertumbuhan tinggi dan diameter batang Penggunaan media bekas tambang tanah
(Dickson et al., 1960). Salah satu indikasi liat dengan inokulasi mikoriza pada semai
kualitas bibit yang baik adalah keseimbangan kayu kuku kurang mempengaruhi
antara pertumbuhan tinggi tanaman dan pertumbuhannya. Hal ini kemungkinan tanah
diameter batang. Bibit yang berkualitas baik bekas tambang tanah liat mengandung unsur
adalah bibit yang dapat bertahan dan kokoh kalsium (Ca) yang rendah, sehingga kurang
ketika di tanaman di lapangan. Berdasarkan memfiksasi unsur fospor (P) menyebabkan
hasil percobaan ini, dinyatakan bahwa asosiasi tanaman dengan mikoriza kurang
pembibitan tanaman kayu kuku tidak perlu efektif. Prayudyaningsih (2013) menyebutkan
subtitusi unsur hara terutama penambahan bahwa penggunaan media dari tanah bekas
pupuk NPK. Kondisi ini dapat disebabkan tambang batu kapur serta semai diinokulasi
bahwa tanah yang digunakan sebagai media mikoriza dapat mempengaruhi pertumbuhan
pembibitan mengandung unsur hara makro bibit tanaman jati. Kondisi kadar unsur Ca
yang tergolong sedang (hasil uji laboratorium), yang tinggi pada lahan bekas tambang batu
sehingga penggunaan pupuk NPK kurang kapur akan memfiksasi unsur P membentuk
efektif. mineral Kalsium Fosfat yang membentuk
Pertambahan tinggi bibit tanaman kayu asosiasi tanaman dengan mikoriza sehingga
kuku umur 4 bulan di persemaian tidak dimungkinkan memperoleh unsur hara yang
menunjukkan perbedaan yang signifikan. cukup sehingga berpengaruh terhadap
Begitu pula untuk komposisi media pertumbuhan tanaman.
pembibitan tanaman kayu kuku tidak Adriani (2012) menyebutkan bahwa
berpengaruh terhadap pertumbuhan diameter pembibitan tanaman kayu kuku yang
batang. Namun dari semua media yang menggunakan media campuran tanah dan
digunakan, media yang terbaik adalah Tanah sabut kelapa serta semai diinokulasi dengan
Bekas Tambang (M1) serta campuran Tanah + mikoriza menghasilkan pertambahan tinggi
Kompos + Pasir (M5). Hal ini menunjukkan 14,74 cm. Hasil penelitian ini lebih rendah jika
bahwa adanya potensi kayu kuku yang dapat dibandingkan hasil penelitian yang
dimanfaatkan untuk tujuan reklamasi, karena menggunakan media bekas tambang tanah liat
akan lebih efisien menggunakan tanah bekas dan semai yang diinokulasi mikoriza, yaitu
tambang, atau media campuran tanah dan menghasilkan pertambahan tinggi 18,07 cm.
kompos serta pasir, jika dibandingkan dengan Dengan begitu, walaupun penggunaan
menambahkan isolat mikoriza dan juga pupuk mikoriza tidak lebih baik jika dibandingkan
NPK. dengan media tanah bekas tambang, akan
Karakterisitik lahan bekas tambang tanah tetapi pertumbuhan tanaman masih lebih baik
liat yang miskin hara tidak menghambat jika dibandingkan dengan media yang hanya
pertumbuhan bibit tanaman kayu kuku. menggunakan tanah atau dengan penambahan
Dengan unsur hara yang rendah, bibit justru sabut kelapa. Hal ini diduga pengaruh dari
memperlihatkan pertumbuhan yang baik. Salah media yang menggunakan media bekas
satu faktor yang mempengaruhi yaitu kondisi tambang, sehingga respon tanaman lebih baik
tersebut sesuai dengan habitat alami spesies karena kesesuaiannya dengan habitat alami
kayu kuku yaitu tumbuh pada tanah kering kayu kuku.
dan kurang subur.
109
Jurnal Vol. 2 No.2 Oktober 2018: 103-114
110
Teknik Pembibitan Spesies Kayu Kuku ...
(Suhartati & Didin Alfaizin)
Komposisi media memberikan pengaruh memenuhi persyaratan tinggi bibit lebih dari 19
terhadap nilai Indeks Mutu Bibit (IMB) bibit cm.
tanaman kayu kuku. Nilai IMB yang terbaik
dengan nilai indeks mutu sebesar ≥0,50, yang IV. KESIMPULAN DAN SARAN
salah satu diantara medianya yaitu Media Bekas
A. Kesimpulan
Tambang. IMB yang diperoleh pada penelitian Pertumbuhan bibit tanaman kayu kuku
ini temasuk dalam kategori baik. Ferianty (Pericopsis mooniana Thw.) yang terbaik
(2012) menyebutkan bahwa bibit tanaman kayu
terlihat pada media bekas tambang tanah liat
kuku yang diinokulasi mikoriza dapat tanpa penambahan bahan organik dan mikoriza
menghasilkan nilai IMB sebesar 0,14 pada dengan rerata pertumbuhan tinggi sebesar 19,35
umur tiga bulan di persemaian. Penggunaan cm dan diameter sebesar 2,08 mm, serta IMB
media bekas tambang pada kayu kuku umur sebesar 0,5. Nilai pertumbuhan tinggi, diameter
empat bulan diperoleh indeks mutu bibit
dan IMB kayu kuku mirip dengan media tanah+
sebesar 0,57 (Alfaizin, 2016), sedangkan nilai kompos + pasir + NPK. Hal ini menunjukkan
IMB pada bibit yang diinokulsi mikoriza yang bahwa kayu kuku merupakan spesies yang
diperoleh pada penelitian ini yaitu 0,26 pada cocok untuk digunakan sebagai tanaman
umur empat bulan di persemaian. Kalau rehabilitasi lahan bekas tambang tanah liat.
merujuk pada hasil yang diperoleh, nilai IMB Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan
kayu akan memberikan respon yang berbeda, bahwa kayu kuku mampu tumbuh di lahan
sesuai dengan kondisi media tanamnya. bekas tambang tanah liat setelah pembibitan
Perbedaan ini dimungkinkan bahwa kayu kuku dipersemaian selama empat bulan.
cenderung memberikan repon yang baik sesuai
dengan kemampuan adaptasinya pada kondisi
B. Saran
lahan marjinal. Kondisi ini kemudian dapat Pada penelitian pembibitan tanaman kayu
menjadi tolak ukur untuk melihat kemampuan kuku tidak memerlukan penambahan pupuk,
kayu kuku untuk uji lapangan. walaupun kondisi miskin unsur hara seperti
Hendromono (2003) menyebutkan bahwa
halnya tanah bekas tambang. Hal ini disebabkan
nilai IMB mengindikasikan tingkat ketahanan persyaratan tumbuh pada habitat spesies kayu
bibit tanaman di lapangan. Standar nilai
kuku tidak memerlukan kondisi tanah yang
minimal IMB yang baik adalah ›0,09, namun subur, walaupun memerlukan aerasi tanah yang
masing-masing spesies memiliki standar nilai baik.
IMB yang berbeda-beda. Suatu jenis tanaman
yang memiliki nilai IMB ›0,09 menandakan
bahwa tanaman tersebut mempunyai tingkat DAFTAR PUSTAKA
ketahanan yang tinggi di lapangan. Korelasi Adriani. (2012). Pengaruh Inokulasi Fungi
nilai IMB dengan ketahanan bibit di lapangan Mikoriza Arbuskula dan Sabut Kelapa
terhadap Pertumbuhan Bibit Kayu Kuku
akan menentukan mutu bibit itu sendiri. Mutu
(Pericopsis mooniana Thw.), pada
bibit merupakan ekspresi terhadap kemampuan Media Tanah Bekas Tambang Nikel.
bibit dalam beradaptasi dan tumbuh dengan Universitas Haluoleo.
baik setelah penanaman. Berdasarkan
Alfaizin, D. (2016). Potensi Kayu Kuku
penampilan morfologinya, bibit kayu kuku (Pericopsis mooniana Thw.) Untuk
dikategorikan siap tanam karena telah Revegetasi Lahan Kritis. In Prosiding
111
Jurnal Vol. 2 No.2 Oktober 2018: 103-114
Seminar Biologi from Basic Science to untuk Rehabilitasi Hutan dan Lahan.
Comprehensive Education. Retrieved Buletin Peneltian Dan Pengembangan
from Kehutanan, 4(1), 11–20.
Andrade, F. ., Petter, F. A., Junior, B. H. M., Laude, S., & Tambing, Y. (2010).
Goncalves, L. G., Schossler, T. R., & Pertumbuhan dan Hasil Bawang Daun
Nobrega, J. C. A. (2015). Formulation (Allium fistulosum L.) pada Bebagai
Of Alternative Subtrate in the Initial Dosis Pupuk Kandang Ayam. Jurnal
Formation of Ingazeiro Seedlings. Agroland, 17(2), 144–148.
Scienta Agraria Paranesis, 14(4), 234– Lestari, D. A., & Santoso. (2011). Inventory
239. and habitat study of orchids species in
Dickson, A., Leaf, A. L., & Hosner, J. F. Lamedai Nature Reserve, Kolaka,
(1960). Quality Appraisal of White Southeast Sulawesi. Biodiversitas,
Spruce and White Pine Seedling Stock Journal of Biological Diversity, 12(1),
In Nurseries. The Forestry Chronicle, 28–33.
36(1), 10–13. Prayudyaningsih, R. (2013). Pertumbuhan
Dyahwanti, & Nur, I. (2007). Kajian Dampak Semai Alstonia scholaris, Acacia
Lingkungan Kegiatan Penambangan auruculiformis dan Muntingia calabura
Pasir Pada Daerah Sabuk Hijau yang Diinokilasi Fungi Mikoriza
Gunung Sumbing Di Kabupaten Arbuskula pada Media Tanah Bekas
Temanggung. Universitas Dipenogoro. Tambang Kapur. Jurnal Penelitian
Kehutanan Wallaceae, 3(1), 13–23.
Feryanti. (2012). Efektivitas Inokulasi Fungi
Mikoriza Arbuskula dan Pemberian Reubens, B., Heyn, M., Gebrehiwot, K.,
Sabut Kelapa terhadap Peningkatan Hermy, M., & Muys, B. (2007).
Pertumbuhan Bibit Kayu Kuku Persistent Soil Seed Banks for Natural
(Pericopsis mooniana THW). Rehabilitation of Dry Tropical Forests
Universitas Haluoleo. in Northern Ethiopia. Tropicultura,
25(4), 204–214.
Fitrianah, L., Fatimah, S., & Hidayat, Y.
(2012). Pengaruh Komposisi Media Sudarmonowati, E., Novi, S., Hartati, N. S.,
Tanam terhadap Pertumbuhan dan Taryana, N., & Siregar, U. J. (2009).
Kandungan Saponin pada Dua Varietas Sengon Mutan Putatif Tahan Tanah Eks-
Tanaman Gendola (Basella sp.). Tambang Emas. Journal of Applied and
Agrovigor, 5(1), 34–46. Industrial Biotechnology in Tropical
Region, 2(2), 1–5.
Hendromono. (2003). Kriteria Penilaian Mutu
Bibit dalam Wadah yang Siap Tanam
112
Teknik Pembibitan Spesies Kayu Kuku ...
(Suhartati & Didin Alfaizin)
Lampiran 1. Hasil analisa contoh tanah media pembibitan tanaman kayu kuku
Appendix 1. Results of the analysis of soil samples of media for kayu kuku plant nurseries
Tanah MBT
Parameter Tanah
Nilai Kategori Nilai Kategori
Liat (Clay) 35,8% 43%
Debu (Silt) 34,37% 4%
Pasir (Sand) 21,45% 53%
Kelas Tekstur Lempung Liat Liat (Clay)
(Class Texture) (Clay Loam)
pH H2O 5,45 Asam (Acid) 4,99 Asam (Acid)
Bahan Organik (Organic Matter)
C 0,22% Sangat Rendah 0,58% Sangat Rendah
(Very low) (Very low)
N 0,21% Sedang (Medium) 0,11% Rendah (Low)
P2O5 Bray 19,6 mg/100 g Sedang (Medium) 17 mg/100 g Sedang (Medium)
Kapasitas Tukar Kation (Cation Exchange Capacity)
Ca 4,14 me/100 g Rendah (Low) 2,32 me/100 g Rendah (Low)
Mg 4,19 me/100 g Tinggi (High) 0,26 me/100 g Sangat Rendah
(Very low)
K 3,16 me/100 g Sangat Tinggi 0,47 me/100 g Sedang (Medium)
(Very High)
Na 1,74 me/100 g Sangat Tinggi 0,28 me/100 g Rendah (Low)
(Very High)
Sumber: Hasil Analisis Laboratorium BPTP, Maros
113
Jurnal Vol. 2 No.2 Oktober 2018: 103-114
114
NILAI EKONOMI BUAH, KAYU BAKAR DAN AIR
DI HUTAN LINDUNG WOSI RENDANI
ABSTRACT
Valuation of forest resources is one way that can be used to assist conservation efforts. The utilization
of any kind of forest product without regard to the principle of sustainability may potentially reduce or
eliminate other forest benefits. Fruit, firewood and water are the three forest products that are actually
utilized by the people around the forested land of Manokwari West Papua. Valuation of potential economic
value is based on the result of vegetation analysis through direct use approach. The research aims are (1).
Calculate the potential of fruit, firewood and water in Wosi Rendani fores; and (2). Estimate the economic
value of fruit, firewood and water potential in Wosi rendani forest. Value is approximated by market price,
wage price, wage rate and procurement price. The economic value of the fruit potential is Rp. 65,982,607/ha,
stock of firewood Rp. 58.580.022/ha, and water Rp. 21.355.503.432/year.
Keywords: Protected forest wosi rendani, economic value, fruit, firewood, water
ABSTRAK
Penilaian sumber daya hutan merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk membantu
mengarahkan upaya-upaya konservasi. Pemanfaatan salah satu jenis hasil hutan tanpa memperhatikan azas
keberlanjutan dapat berpotensi mengurangi atau menghilangkan manfaat hutan lainnya. Buah pangan, kayu
bakar dan air adalah tiga hasil hutan yang nyata dimanfaatkan masyarakat sekitar lahan berhutan Manokwari
Papua Barat. Tujuan penelitian adalah (1). Menghitung potensi buah, kayu bakar dan air di HLWR; dan (2).
Mengestimasi nilai ekonomi potensi buah, kayu bakar dan air di HLWR. Penilaian potensi nilai ekonomi
didasarkan pada hasil analisis vegetasi melalui pendekatan nilai guna langsung. Nilai didekati dengan harga
pasar, harga pengganti, tingkat upah dan harga pengadaan. Nilai ekonomi potensi buah sebesar Rp.
65.982.607/ha, stok kayu bakar Rp. 58.580.022/ha, dan air Rp. 21.355.503.432/th.
Kata kunci: Hutan lindung wosi rendani, nilai ekonomi, buah, kayu bakar, air
116
Nilai Ekonomi Buah, Kayu Bakar dan Air...
(Iga Nurapriyanto, Bahruni & Sambas Basuni)
aktivitas lain yang dilakukan di luar bidang dalam kawasan, sedangkan lokasi pemilihan
kehutanan. Keberadaan hutan masih kurang responden difokuskan di Kampung Soribo
dihargai, bahkan lahan hutan sering dirubah Kelurahan Distrik Manokwari Barat; Rukun
untuk kegiatan lain yang diyakini dapat Warga (RW) 15 dan 16 Kelurahan Wosi
memberikan manfaat ekonomi lebih tinggi. Distrik Manokwari Barat; dan RW 01 dan 02
Salah satu upaya konservasi untuk Kelurahan Sowi Distrik Manokwari Selatan
meningkatkan penghargaan dan kesadaran Kabupaten Manokwari Provinsi Papua
terhadap peran hutan adalah dengan Barat. Pertimbangan dipilihnya lokasi
melakukan internalisasi manfaat hutan yang contoh didasarkan pada jarak lokasi terdekat
ditunjukkan dengan nilai ekonomi. dan berbatasan langsung dengan lahan
Upaya pemberian nilai hutan ini berhutan maupun kawasan HLWR.
bahkan telah menjadi perhatian tingkat Pengambilan data lapangan selama dua
internasional terutama sejak The Conference bulan sejak bulan April hingga Mei 2013.
of the Parties (COP) ke empat dalam Lokasi penelitian seperti pada Gambar 1.
keputusanIV/10 tentang Measures for
B. Pemilihan Responden
Implementing the Convention on Biological Metode yang digunakan dalam
Diversity (CBD) yang menekankan pada memilih responden adalah purposive
pengukuran insentif ekonomi dan digunakan sampling. (Afifuddin & Ahmad, 2009)
sebagai sarana pendidikan publik dan menyebutkan bahwa pemilihan responden
kesadaran; serta untuk penaksiran dan dengan metode purposive sampling
mengurangi dampak kerugian (Secretariat of bergantung pada tujuan penelitian tanpa
the Convention on Biological Diversity, memperhatikan kemampuan generalisasinya.
2005). Responden adalah kepala keluarga yang
Penelitian difokuskan pada tiga produk melakukan kegiatan pemungutan buah, kayu
hutan yang nyata masih dimanfaatkan untuk bakar dan air dari kawasan HLWR.
kebutuhan harian masyarakat lokal yaitu Keseluruhan responden berjumlah 114 KK.
buah penghasil pangan (food), kayu bakar
Dari jumlah tersebut dapat dikelompokkan
(energy) dan air (water) dari kawasan menjadi responden pemungut buah sebanyak
HLWR. Penilaian ditekankan pada potensi
31 KK, 37 KK pemungut kayu bakar, 114
ketersediaan dan estimasi nilai ekonominya. KK pengguna air, dan responden pemilik
Diharapkan hasil penelitian dapat kebun berjumlah 34 KK.
meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan Lokasi domisili responden berada di
kesadaran tentang pentingnya peranan hutan dalam dan sekitar yang berdekatan dengan
Wosi Rendani. kawasan HLWR. Responden yang
berdomisili di dalam kawasan (kampung
II. BAHAN DAN METODE Soribo Kelurahan Wosi) berjumlah 18 KK,
A. Lokasi dan Waktu Penelitian dan 96 KK bermukim di sekitar kawasan
Pengambilan plot contoh vegetasi yaitu di kelurahan Wosi (RW 15 dan 16) dan
hutan difokuskan pada areal lahan berhutan Kelurahan Sowi (RW 01 dan 02).
117
Jurnal Vol. 2 N0.2 Oktober 2018: 115-126
118
Nilai Ekonomi Buah, Kayu Bakar dan Air...
(Iga Nurapriyanto, Bahruni & Sambas Basuni)
119
Jurnal Vol. 2 N0.2 Oktober 2018: 115-126
Vpot = ∑(vkb tiang + vkb pohon)………….…… (5) (Widada & Dudung, 2004) dan (Bambang,
2008) bahwa air hujan yang jatuh di daerah
Notasi vpot=volume stok kayu bakar tangkapan (catchment area) diresapkan ke
(m3/ha); vkb tiang=volume stok tingkat tiang
(m3/ha); vkb pohon=volume stok tingkat pohon dalam tanah (infiltrasi), disimpan sebagai
(m3/ha). tabungan kemudian dikeluarkan sebagai
mata air dan menjadi sumber air bagi sungai-
Nilai stok kayu bakar didekati dengan sungai serta mengairi daerah yang dilaluinya.
tingkat upah akibat curahan waktu yang Pendapat serupa juga disampaikan (Chay,
dibutuhkan pemungut kayu bakar (Rp/m3). 2010) bahwa debit aliran sungai pada
Nilai acuan pada Upah Minimum Regional dasarnya berasal dari aliran air tanah (ground
(UMR) Provinsi Papua Barat yaitu water flow) dari daerah tangkapan air di
Rp.1.720.000/bulan (Rp.9.451/jam) (BPS sekitar sungai tersebut.
2013b) melalui persamaan: Pengukuran volume air per tahun
secara umum merupakan hasil perkalian
Pkbi = ………………………………..(6) antara jumlah debit air dari tiap jenis aliran
Notasi: pkbi=harga kayu bakar dari responden yang diukur dan jumlah detik dalam satu
ke i (Rp/m3); ti= lama curahan waktu tahun. Secara umum volume air Wosi
responden ke i memungut kayu bakar Rendani adalah:
(jam/tahun); u=upah tenaga kerja (Rp/jam);
vi=volume kayu bakar yang diperoleh
responden ke i (m3/tahun). Satuan volume Vair =([ + )x ttot ...(8)
kayu bakar yang dipungut adalah hasil
konversi satuan stafelmeter (sm) ke satuan
kubik (1 sm=0,76 m3). Notasi vair= volume air (m3/tahun);ls=lebar
sungai (m); ds=kedalaman sungai (m);
Harga kayu bakar berdasarkan ps=panjang aliran ukur (m); t=lama aliran
persamaan (6) selanjutnya digunakan untuk (detik); ni= jumlah titik
menduga nilai potensi kayu bakar melalui pengamatan;vember=volume penampung (m3);
t=lama aliran (detik); fi=jumlah pengulangan
persamaan: (kali); ttot=jumlah detik per tahun (31.536.000
detik).
Nekb = (pkb x vtot)…….……………….... (7)
Nilai air per kubik yang digunakan
Notasi Nekb=nilai stok kayu bakar (Rp); sebagai dasar perhitungan adalah biaya
pkb=harga rata-rata kayu bakar (Rp/m3); pengadaan rata-rata yang dikeluarkan
vtot=volume total tegakan (m3). responden untuk keperluan air domestik
dengan berbagai cara pengambilan.
3. Pengukuran potensi dan nilai air Komponen perhitungan biaya pengadaan
Potensi air dibatasi pada potensi air antara lain berupa biaya penggunaan listrik,
permukaan pada lokasi I (sungai Rendani) biaya pengadaan pompa air, biaya pipa
yaitu koordinat 0o52,818’S dan 134o2,648T, paralon, biaya pembuatan sumur, biaya
lokasi II (pancuran) koordinat 0o52,449’S gorong-gorong, dan tarif dasar air rumah
tangga sesuai SK Bupati Manokwari Nomor
dan 134o2,768’T dan lokasi III (sungai)
320/202/1-10-2002 sebesar Rp.860/m3
koordinat 0o52,449’S dan 134o2,768’T. (Manokwari, 2013) dan upah tenaga kerja.
Pembatasan pengukuran pada aliran
permukaan didasarkan pada pendapat
120
Nilai Ekonomi Buah, Kayu Bakar dan Air...
(Iga Nurapriyanto, Bahruni & Sambas Basuni)
III. HASIL DAN PEMBAHASAN sedangkan spesies lainnya kurang dari 10%.
Jika dibandingkan dengan besaran INP
A. Nilai Ekonomi Buah
Berdasarkan hasil analisis vegetasi keseluruhan spesies, maka INPP. Pinnata
pada lahan berhutan ditemukan 25 (28,74%) adalah 31,95%, L. domesticum 13,20%, A.
spesies tumbuhan penghasil pangan dari 87 altilis17,85%, N. lapaceum 8,37% dan S.
spesies (32 famili) seluruh tumbuhan tingkat cytherea 12,38%. Besaran INP kelima
pohon. Jumlah individu per hektar dan spesies tumbuhan tersebut termasuk dalam
taksiran potensi nilai ekonomi buah seperti sepuluh spesies tingkat pohon dengan INP
pada Gambar 3. tertinggi yaitu antara 6,34—31,95%,
Potensi nilai ekonomi buah di lahan sedangkan jumlah individunya antara 5,88—
berhutan HLWR diperkirakan sebesar Rp. 18,14 individu/ha. Jumlah individu/ha
65.982.607,31/ha/tahun. Kontribusi nilai seluruh spesies tumbuhan hutan adalah
lebih banyak dari P. pinnata 43,98%, A. 174,51 individu/ha.
altilis 15,81%, N. lapaceum 13,04%
P. venenosa 42211
C. floribunda 36765
P. edule 5719
P. obovata 72619
H. sylvestris 88582
H. irya 89914
A. incisus 91912
E. angustifolius 10723
G. latissima 183824
A. chempedens 191176
I. fagifer 218457
A. pavonina 220588
M. hollrungii 292969
M. glabosa 344669
M. indica 392157
V. rubescens 425405
M. fatua 546875
S. malacensis 784314
A. fretissi 833333
D. dao 1732026
S. cytherea 5294118
L. domesticum 5882353
N. lapaceum 8602941
A. altilis 10431373
P. pinnata 29019608
3a 3b
Gambar 3a. Densitas spesies tumbuhan penghasil buah di lahan berhutan
Figure 3a. Density of fruit tree species in forestry land
Gambar 3b. Taksiran Nilai ekonomi buah lahan berhutan
Figure3b. The fruit value economic estimateof forestry land
121
Jurnal Vol. 2 N0.2 Oktober 2018: 115-126
Mengacu pada pendapat (Pearce & tumpukan yang dijual, maka tiap tahun
Turner, 1990) bahwa nilai dapat menunjukkan responden rata-rata memungut 143,29
tingkat perhatian penggunanya. Selain itu tumpuk buah L. domesticum, P. pinnata
(Arnoldo-Hermosilla, 2006) menyebutkan 95,57 tumpuk/tahun dan N. lapaceum 42,10
bahwa faktor ekonomi sangat berperan dalam tumpuk/tahun. Hal ini menunjukkan nilai
pengambilan keputusan menyangkut guna buah dari spesies tumbuhan buah
perubahan lahan berhutan menjadi tersebut memiliki nilai guna yang lebih
penggunaan lain, mempertahankan atau tinggi dibandingkan spesies lainnya. Rata-
mengganti jenis-jenis tumbuhan tertentu yang rata nilai ekonomi buah yang dipungut
dapat memberikan keuntungan ekonomi lebih responden sebesar Rp.3.048.506,74/
baik; maka kondisi potensi nilai ekonomi dan KK/tahun.
jumlah individu seperti pada Gambar (3a) dan
(3b) dapat mengindikasikan tentang tingkat B. Nilai Kayu Bakar
kesukaan konsumen atau penggunanya Pemungutan kayu untuk keperluan
terhadap jenis-jenis tertentu. Jenis tersebut energi rumah tangga responden diperoleh
dipertahankan keberadaannya dalam hutan dari lokasi lahan berhutan dan kebun yang
karena dianggap dapat memberikan manfaat berada dalam kawasan HLWR. Sebanyak 32
(ekonomi). KK (86,49%) merupakan penduduk di
Jenis tumbuhan dengan kontribusi nilai Kelurahan Wosi dan 5 KK (13,51%) di
ekonomi yang besar memiliki harga pasar di Kelurahan Sowi. Kayu bakar yang diperoleh
Manokwari. Buah P. pinnata (matoa), N. dari dalam kawasan umumnya lebih banyak
lapaceum (rambutan) dan L. domesticum diperoleh dari lokasi kebun dibandingkan
(langsat) umumnya dijual dengan harga Rp. dari lokasi berhutan. Hal ini dapat dilihat
10.000/tumpuk (±0,5 kg), sedangkan A. altilis dari frekuensi, curahan waktu dan volume
dijual per butir berdasarkan ukurannya antara kayu yang dipungut seperti ditunjukkan pada
Rp. 10.000—20.000/butir. Berbeda dengan Gambar 4.
jenis tumbuhan lainnya yang tidak memiliki Komposisi frekuensi, curahan waktu
harga pasar, kontribusi nilai per hektarnya dan volume pemungutan kayu bakar
lebih kecil. menunjukkan bahwa aktivitas pemungutan
Responden pemungut buah berjumlah kayu bakar lebih banyak dilakukan di lokasi
31 KK dan berdomisili di dalam (51,61%) kebun dari pada di lokasi lahan berhutan.
dan sekitar kawasan HLWR (48,39%). Frekuensi pemungutan rata-rata per bulan
Responden pemungut buah lebih banyak dari lahan berhutan sebanyak 2,91
memungut buah yang memiliki harga jual. kali/KK/bulan yang dipungut selama 3,06
Kontribusi nilai ekonomi buah yang jam/KK/bulan sebanyak 0,28 m3/KK/bulan,
dipungut responden per tahun lebih banyak sedangkan pemungutan yang dilakukan di
diperoleh dari buah L. domesticum (47%), P. lokasi kebun rata-rata dilakukan sebanyak
pinnata (31,35%) dan N. lapaceum 0,88 kali/KK/bulan, selama 18,78
(13,81%), sedangkan buah lainnya jam/KK/bulan dengan volume 0,92
3
kurangnya dari 2,34%. Jumlah pungutan m /KK/bulan.
rata-rata jika dikonversikan ke dalam jumlah
122
Nilai Ekonomi Buah, Kayu Bakar dan Air...
(Iga Nurapriyanto, Bahruni & Sambas Basuni)
Gambar 4 Komposisi pemungutan kayu bakar di lahan berhutan dan lahan kebun. a) Frekuensi
pemungutan (kali/bulan); b) Curahan waktu (jam/bulan); c) Volume pungutan (m3/bulan)
Figure 4 Composition of firewood collecting in forestry land and cropland. a) The frequenty collecting
(times/month); b) The spending time (hour/month); c) The collecting volume (m3/month)
Tabel 1. Indeks nilai penting spesies tumbuhan di lahan berhutan HLWR yang sering
digunakan sebagai kayu bakar
Table 1. Important value index of plans species at forestry land of HLWR which used as firewood
INP (IVI) (%)
Nama botani Fam
No. Semai Pancang Tiang Pohon
(Botanical name) Fam
Seedling Sapling poles trees
1 Celtis latifolia Ulm 0,490 3,496 1,094 2,339
2 Chionanthus macrocarpa Ole 0,000 0,730 0,000 0,000
3 Dracontomelon dao Ana 1,137 0,872 6,059 8,070
4 Homalium foetidum Fla 1,450 6,121 5,612 1,786
5 Intsia bijuga Fab 1,607 1,895 1,396 3,111
6 Intsia palembanica Fab 0,000 0,583 2,206 0,735
7 Pometia coreacea Sap 5,488 4,235 5,146 13,808
8 Pometia pinnata Sap 22,814 12,976 24,681 31,954
9 Spathiostemon javanensis Eup 4,175 3,070 0,000 0,000
Fam=Famili; IVI=Impotance Value Index; Ulm=Ulmaceae;Ole: Oleaceae; Ana=Anacardiaceae;
Fla=Flacourtiaceae; Fab=Fabaceae; Sap=Sapindaceae; Eup=Euphorbiaceae
123
Jurnal Vol. 2 N0.2 Oktober 2018: 115-126
Konsumsi kayu bakar rumah tangga sebesar 345,62 m3 /ha, maka dapat
responden, konsumsi per kapita dan nilai diperkirakan potensi kayu bakar per hektar
ekonominya seperti ditunjukkan pada di lahan berhutan sebesar Rp.
Tabel 2. 58.580.022,04/ha.
Nilai kayu bakar untuk kebutuhan
rumah tangga per tahun dari lahan berhutan C. Nilai Air Domestik
lebih kecil yaitu Rp. 562.716,76/KK/tahun Responden pengguna air yang berasal
(19,3%), sedangkan dari kebun Rp. dari dalam kawasan HLWR sebanyak 114
2.353.024,17/KK/ tahun (80,7%). Kondisi KK. Responden memperoleh air melalui
yang sama juga terlihat pada tingkat sungai (resapan) atau sumur. Pengambilan
konsumsi per kapita yaitu Rp. air yang berasal dari sungai dilakukan
117.289,16/kapita/tahun (18,67%), dan dari dengan cara menjadi pelanggan air PDAM,
kebun Rp. 510.783,63/kapita/tahun menyedot langsung dengan bantuan pompa
(81,33%). Nilai kayu bakar di lahan air atau mengambil langsung secara manual
berhutan adalah Rp. 169.493/m3 , sedangkan dengan cara dipikul. Kondisi yang sama jika
dari lahan kebun Rp. 213.717/m3 . pengambilan air yang bersumber dari
Berdasarkan nilai stok kayu bakar dan sumur, dilakukan dengan bantuan pompa air
potensi kayu bakar di lahan berhutan atau diambil secara manual.
Tabel 2. Nilai kayu bakar di lahan berhutan dan kebun responden dalam kawasan HLWR
Table 2. Firewood value at forestry land and responden’s cropland in HLWR area
Konsumsi
Lokasi Nilai (Value)
(Consumption) Persena
Pemungutan
(m3/KK/thn)(m3/kap/thn) (Rp/KK/thn) (Rp/kap/thn) (Percentagea)
Collecting (Rp/m3 )
(m3/house (m3/capita/ 3 (Rp3/househol/ (Rp3/capita/ (%)
area (Rp/m )
hold/year) year) year) year)
Lahan
berhutan
3,32 0,69 169.493 562.716,76 117.289,16 18,67
(Forestry
land)
Kebun
11,01 2,39 213.717 2.353.024,17 510.783,63 81,33
(Cropland)
Jumlah
14,33 3,08 2.915.740,93 628.072,79 100,00
Amount
a
n=37 KK; persen nilai per kapita (percentage of value per capita)
124
Nilai Ekonomi Buah, Kayu Bakar dan Air...
(Iga Nurapriyanto, Bahruni & Sambas Basuni)
Potensi nilai air di dalam kawasan HLWR tersebut sebesar 0,1342 m3/detik. Volume air
Berdasarkan hasil pengukuran saat per tahun 4.232.894,58 m3/tahun. Jika nilai air
penelitian berlangsung, debit air terbesar tertimbang (Rp. 4.867,41/m3) digunakan
berasal dari sungai Rendani (Lokasi I) yaitu untuk menghitung nilai potensi air yang
0,1243 m3/detik (92,57%), sedangkan pada bersumber dari tiga lokasi sumber air, maka
lokasi II dan III masing-masing hanya 0,0025 nilai potensi air kawasan HLWR diperkirakan
m3/detik (1,87%) dan 0,0075 m3/detik sebesar Rp. 20.603.233.407,64/tahun seperti
(5,56%). Total debit air ketiga lokasi sumber ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Pengukuran debit air, pendugaan volume dan nilai ekonomi air di kawasan HLWR
Table 4. Water discharge measuring, volume estimate and water economic value at HLWR area
Sumber Pengukuran debit air (m3/det) Volumea
Nilai
Air Water discharge measurement (m3/tahun) Persen
(Rp/tahun)
Water Rerata Volumea (%)
I II III Value (Rp/year)
source (average) (m3year)
Lokasi 1 0,1772 0,1373 0,0583 0,1243 3.918.450,32 19.072.704.272,07 92,57
Lokasi 2 0,0023 0,0033 0,0019 0,0025 79.038,95 384.714.975,62 1,87
Lokasi 3 0,0062 0,0117 0,0045 0,0075 235.405,31 1.145.814.159,95 5,56
Jumlah
0,1857 0,1523 0,0647 0,1342 4.232.894,58 20.603.233.407,64 100,00
Amount
a 3
estimasi (asumsi volume air sesuai pengukuran); nilai air 1 m =Rp. 4.867,41
a
estimation (assumption of water volume is appropriate by measured); water value1 m3=Rp. 4.867,41
125
Jurnal Vol. 2 N0.2 Oktober 2018: 115-126
126
KEBERHASILAN STEK PUCUK TANAMAN Gyrinops versteegii
MELALUI PEMILIHAN MEDIA AKAR DAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Ali Setyayudi1
1
Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu
Jalan Dharma Bhakti No. 7 Langko Lingsar Lombok Barat, NTB 83371
Telp. (0370) 6573874, Fax. (0370) 6573841
Email : namaku_stia@yahoo.com
ABSTRACT
The variety of agarwood production in the Gyrinops versteegii plant is one of the main problems in
the agarwood cultivation. Efforts to reduce the variation is by cultivating high agarwood production
through vegetative propagation, thus the results of the agarwood are expected to be more consistent. Shoot
cuttings are the most inexpensive and easy vegetative propagation, however some studies showed a low
success propagation rate especially for Gyrinops versteegii. Several factors determine the succed of shoot
cuttings propagation i.e: media of rooting and hormon application. Therefore, research to improve the
success of G. versteegii shoot cuttings should be conducted.. Based on those issues, the research aimed to
determine the influence of the rooting media and hormone on the shoot cutting of Gyrinops verteegii. This
study used a randomized complete block design (RCBD) with six media treatments they are soils,
soil+compost (3:1), cocopeat+sand (1:1), cocopeat+sand+ compost (1:1:2), soil+cocopeat+sand (2:1:1),
and soil+cocopeat+sand+compost (5:3:3:4). IBA and NAA hormones with a concentration of 100 ppm,
200 ppm, 300 ppm and 0 ppm (control) were used in this study. The results showed that the success of
shoot cuttings was influenced by the media and hormones; where the best rooting found on the shoot
cuttings using soil as media and 200 ppm IBA.
Keywords: Shot cutting, gaharu, rooting media, hormone
ABSTRAK
Bervariasinya produksi gaharu pada tanaman Gyrinops versteegii merupakan salah satu
permasalahan utama dalam pembudidayaan gaharu. Upaya menekan variasi produksi gaharu adalah
budidaya jenis tersebut yang sudah mempunyai poduksi gaharu tinggi melalui perbanyakan vegetatif,
sehingga hasil gaharu yang diharapkan akan lebih konsisten. Stek pucuk merupakan perbanyakan vegetatif
yang paling murah dan mudah, namun demikian beberapa penelitian menunjukkan tingkat keberhasilan
yang masih rendah terutama untuk jenis Gyrinops versteegii. Penggunaan media akar dan pemberian
hormon yang tepat merupakan faktor yang menentukan keberhasilan perbanyakan stek pucuk. Penelitian
untuk meningkatkan keberhasilan stek pucuk G. versteegii perlu dilakukan. Berdasarkan hal tersebut,
penelitian ini ditujukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan stek pucuk tanaman G. versteegii dengan
perlakuan pemberian hormon perakaran dan media akar. Penelitian ini menggunakan rancangan acak
lengkap berkelompok (randomized complete block design/RCBD) dengan enam perlakuan media yaitu
tanah, tanah+pupuk organik (3:1), cocopeat+pasir (1:1), cocopeat+pasir+pupuk organik (1:1:2),
tanah+cocopeat+pasir (2:1:1), dan tanah+cocopeat+pasir+pupuk organik (5:3:3:4). Hormon IBA dan NAA
dengan konsentrasi 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm serta kontrol 0 ppm digunakan dalam penelitian ini. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan stek pucuk dipengaruhi oleh penggunaan media dan hormon;
dimana perakaran terbaik ditemukan pada stek pucuk dengan media tanah dan penggunaan IBA
konsentrasi 200 ppm.
Kata kunci: Stek pucuk, gaharu, media akar, hormon
Jurnal Vol. 2 N0.2 Oktober 2018: 127-138
128
Keberhasilan Stek Pucuk Tanaman Gyrinops versteegii...
(Ali Setyayudi)
jaringan, antar pohon dalam spesies yang II. BAHAN DAN METODE
sama, dan antar musim, sehingga sifat A. Lokasi dan Waktu Penelitian
perbanyakan vegetatif yang mampu Penelitian dilaksanakan di persemaian
mengkloning sifat induknya diharapkan kantor Balai Litbang Teknologi Hasil Hutan
mampu mengurangi besarnya variasi tersebut. Bukan Kayu (HHBK) Mataram, yang
Oleh karena itu perbanyakan melalui stek berlokasi di desa Langko, Lingsar, Lombok
pucuk menjadi salah satu pilihan yang sesuai Barat. Materi pucuk tanaman yang digunakan
bagi perbanyakan tanaman penghasil gaharu. sebagai bahan penelitian diambil dari tegakan
Keberhasilan perbanyakan stek tanaman G. versteegii yang ada di arboretum kantor
dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal Balai Litbang Teknologi HHBK Mataram
tanaman. Faktor eksternal diantaranya kondisi juga. Penelitian dilaksanakan dari bulan Mei-
lingkungan seperti suhu, kelembaban, media September 2016.
tanam, dan rangsangan hormon (Hartmann &
Kester, 1975). Sedangkan faktor internal yang B. Alat dan Bahan
berpengaruh antara lain umur stek Peralatan yang digunakan berupa
(juvenilitas), kandungan bahan makanan dan sprayer, pisau cutter, gunting stek, gunting
hormon internal tanaman (Suprapto, 2004). kertas, polibag, box propagasi, penggaris,
Faktor internal dapat didekati melalui ember, gembor. Bahan-bahan yang dipakai
pemilihan pucuk yang akan digunakan adalah pucuk tanaman G. versteegii, tanah,
sebagai stek. Faktor eksternal lebih bersifat cocopeat, pupuk, pasir, IBA, NAA, alkohol,
fleksibel, dalam arti dapat diatur fungisida.
penggunaannya sehingga upaya peningkatan
keberhasilan perbanyakan dapat diusahakan. C. Rancangan Penelitian
Betraningrum (2009) menemukan bahwa stek Penelitian dilaksanakan dalam dua
pucuk tanaman G. versteegii dapat dilakukan tahapan yaitu ujicoba konsentrasi zat pengatur
dengan media tanah latosol serta dengan tumbuh dan ujicoba media perakaran terhadap
penambahan indole-3-butyric acid (IBA) keberhasilan pengakaran stek pucuk tanaman
sebanyak 450-500ppm. Oleh karena itu pada G. versteegii. Pada ujicoba konsentrasi zat
penelitian ini diarahkan untuk meningkatkan pengatur tumbuh dirancang secara acak
keberhasilan stek pucuk tanaman G. versteegii lengkap berblok atau sering disebut dengan
melalui penggunaan media perakaran tanah randomized complete block design (RCBD).
dan mengkombinasikannya dengan beberapa Perlakuan yang diuji adalah dua zat pengatur
bahan lain seperti cocopeat, kompos serta tumbuh jenis IBA dan NAA dengan
pasir. konsentrasi 100 ppm, 200 ppm, dan 300 ppm.
Sedangkan pada penggunaan zat Percobaan diulang sebanyak 4 ulangan (blok)
pengatur tumbuh, upaya peningkatan dengan boks propagasi. Masing-masing
keberhasilan stek pucuk tanaman G. versteegii perlakuan dalam satu ulangan dibuat 5 unit
dilakukan dengan penambahan penggunaan percobaan sehingga terdapat 35 stek per boks.
jenis zat pengatur tumbuh (ZPT) yaitu 1- Kontrol percobaan dilakukan dengan
Naphthaleneacetic acid (NAA) serta membuat stek tanpa pemberian zat pengatur
menurunkan konsentrasinya. tumbuh atau konsentrasi 0 ppm.
129
Jurnal Vol. 2 N0.2 Oktober 2018: 127-138
Pada ujicoba media akar, rancangan perbedaan signifikan, dilanjutkan dengan uji
percobaan yang digunakan berupa RCBD lanjut Duncan mulple range test (DMRT).
dengan 5 blok ulangan. Perlakuan yang Persamaan yang digunakan dalam analisa
diujikan berupa kombinasi media perakaran adalah:
yaitu media tanah, tanah+pupuk organik (3:1), Yijk = µ + T i + Bj + Kk + €ijk (Sastrosupadi,
cocopeat+pasir (1:1), cocopeat+pasir+pupuk 2000)
organik (1:1:2), tanah+cocopeat+pasir (2:1:1),
dan tanah+cocopeat+pasir+pupuk organik Dimana :
(5:3:3:4). Setiap perlakuan dilakukan Yijk = respon pengamatan dari perlakuan ke-i,
baris ke-j dan kolom ke-k
penanaman stek sebanyak 5 stek per boks µ = nilai tengah umum
sehingga dalam satu boks propagasi terdapat Ti = pengaruh perlakuan ke-i
30 stek pucuk. Parameter yang diamati adalah Bj = pengaruh baris ke-j
kemampuan tumbuh (daya adaptasi) yang K k = pengaruh kolom ke-k
€ijk = pengaruh galat karena perlakuan ke-i, baris
diamati setiap 2 minggu serta kemampuan ke-j, dan kolom ke-k
berakar yang diamati pada umur 3 bulan
setelah penyetekan. III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. ANOVA parameter perakaran stek pucuk tanaman G. versteegii pada ujicoba zat pengatur tumbuh
Table 1. ANOVA of G. versteegii rooting parameter on the growth regulator test
F hitung (F-count) Signifikan (significant) Interaksi (interaction)
Parameter
zpt kons zpt Kons F hitung sig
Persen hidup 0,017 1,182 0,898 0,340 0,541 0,659
(Life percentage)
Persen akar 5,461 5,437 0,029* 0,006** 0,943 0,437
(rooting percentage)
jumlah akar 1,954 1,431 0,167 0,243 0,567 0,639
(count of root)
panjang akar 1,568 2,071 0,216 0,114 0,533 0,661
(long of root)
Keterangan (remark) : *signifikan pada taraf 0,5 (significantly on the 0,5)
**signifikan pada taraf 0,1 (significantly on the 0,1)
Persentase hidup stek pucuk antar nilai yang sama sebesar 75% (Gambar 2).
perlakuan yang diberikan cukup bervariasi. Sedangkan pada perlakuan konsentrasi cukup
Rata-rata persentase hidup stek pucuk pada beragam, Tabel 2 menunjukkan konsentrasi
perlakuan NAA maupun IBA mempunyai 100 ppm memiliki persentase hidup yang
130
Keberhasilan Stek Pucuk Tanaman Gyrinops versteegii...
(Ali Setyayudi)
paling tinggi sebesar 85% dan yang terendah pengaruhnya terhadap persentase hidup stek
perlakuan 200 ppm sebesar 62,5%. Pemberian pucuk dibandingkan tanpa adanya pemberian
zat pengatur tumbuh tidak cukup signifikan ZPT (Tabel 1).
Gambar 1. Prosentase hidup stek pucuk selama pengamatan tiga bulan setelah tanam
Figure 1. Life percentage of shoot cutting for three months observation
Proses kemunculan akar pada stek yang digunakan adalah pucuk-pucuk muda
menjadi penting dikarenakan akar merupakan dari tegakan G. versteegii yang ada di
organ penyerap unsur hara dari dalam media arboretum Kantor Balai Litbang Teknologi
sehingga stek dapat hidup. Namun demikian HHBK Mataram. Kondisi pucuk masih
proses pembentukan akar memerlukan waktu juvenil namun juga sudah cukup berkayu,
dan sebelum akar terbentuk, stek akan hidup sehingga memungkinkan memiliki kandungan
melalui cadangan makanan yang terkandung cadangan makanan untuk bertahan meskipun
dalam pucuk stek tersebut. Selain itu adanya belum memunculkan akar. Hal ini
daun pada stek akan dapat membantu kemungkinan besar yang menjadikan stek
penyediaan karbrohidrat melalui proses pucuk pada perlakuan kontrol tetap memiliki
fotosintesis (Tiara et al, 2017). Bahan stek persentase hidup yang tinggi bahkan masih
131
Jurnal Vol. 2 N0.2 Oktober 2018: 127-138
diatasnya perlakuan ZPT konsentrasi 200 mengalami penurunan menjadi sebesar 14%.
ppm. Meskipun mempunyai persentase Begitu juga data penelitian Firmansyah
berakar yang rendah namun persen hidupnya (2007) menunjukkan kematian stek pucuk
tetap tinggi hingga umur 3 bulan setelah Aquilaria crassna pada 6 minggu pertama
tanam. sebesar 22% dan mengalami penurunan pada
Persentase hidup per pengamatan minggu ke-11 menjadi 8% saja. Gejala yang
selama tiga bulan memiliki kecenderungan tampak adalah stek mengalami perubahan
yang hampir sama yaitu kematian stek pucuk daun menjadi layu kemudian terlepas dari
banyak terjadi di awal-awal pengamatan pucuk stek dan akhirnya mengalami
(Gambar 1). Pada bulan pertama setelah kematian.
penanaman stek banyak mengalami kematian Meskipun dari hasil analisis anova
kemudian pada bulan berikutnya kematian hanya parameter persentase berakar saja yang
mulai sedikit terjadi. Setelah pucuk dipotong, menunjukkan perbedaan signifikan, namun
diberi perlakuan, ditanam pada media hingga ketiga parameter tersebut memiliki
membentuk akar tentu akan mengalami kecenderungan respon yang sama terhadap
perubahan kondisi lingkungan. Banyak proses jumlah akar. Pemberian ZPT dengan
fisiologis yang akan terjadi dari recovery luka konsentrasi 100 ppm dan 200 ppm akan
bekas potongan hingga inisiasi pembentukan mempengaruhi kemampuan berakar stek yang
akar adventif. Hal tersebut yang menjadikan lebih baik daripada tanpa dilakukan
masa-masa awal penyetekan menjadi masa- perendaman ZPT. Namun pada perendaman
masa transisi stek pucuk menyesuaikan ZPT konsentrasi 300 ppm tidak cukup
dengan kondisi lingkungannya sehingga signifikan perbedaannya terhadap tanpa
rawan mengalami kematian. Data penelitian pemberian ZPT, meskipun persentasenya
Betrianingrum (2009) menunjukkan hal yang tetap lebih besar (Tabel 2). ZPT yang
sama yaitu 4 minggu awal stek pucuk G. digunakan adalah ZPT yang mempunyai zat
versteegii mengalami kematian sebesar 19% aktif berupa auksin yaitu IBA dan NAA.
dan pada bulan berikutnya atau 8 minggu
132
Keberhasilan Stek Pucuk Tanaman Gyrinops versteegii...
(Ali Setyayudi)
Hasil yang diperoleh dalam penelitian perakaran stek. Faktor inilah yang menjadikan
ini melengkapi hasil penelitian Betrianingrum stek pucuk G. versteegii pada perlakuan IBA
(2009) yang menyatakan penggunaan ZPT lebih besar tingkat keberhasilannya daripada
dengan konsentrasi 550 ppm cukup efektif pada perlakuan NAA.
untuk merangsang pertumbuhan akar stek
pucuk G. versteegii. B. Ujicoba media akar stek pucuk tanaman
Menurut Rochiman & Harjadi, (1973) G. versteegii
penggunaan zat pengatur tumbuh pada Hasil analisis varians (Tabel 3)
konsentrasi yang terlalu tinggi dapat merusak menunjukkan bahwa perbedaan media tidak
eksplan, dikarenakan pembelahan sel kalus memberikan pengaruh terhadap persentase
akan berlebihan dan mencegah tumbuhnya hidup, jumlah akar, dan panjang akar stek
tunas dan akar, sedangkan pada konsentrasi namun demikian perbedaan media
dibawah optimum tidak efektif. Sehingga memperlihatkan pengaruh yang nyata
hasil penelitian ini memperluas jangkauan terhadap kemampuan berakar stek. Stek
konsentrasi efektif penggunaan IBA dan NAA pucuk mempunyai daya adaptasi yang lebih
sebagaimana yang dilakukan sebelumnya oleh baik (80%) ketika ditanam dengan media
Betraningrum antara 400-550 ppm. Pada tanah, dibandingkan ketika ditanam dengan
konsentrasi 100-200 ppm stek pucuk G. media campuran cocopeat+pasir (M3) yang
versteegii masih memiliki persentase berakar hanya menunjukkan daya adaptasi sebesar
yang cukup besar yaitu diatas 70%. 68%. Hasil analisa tersebut tidak
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa media M4 secara mutlak
IBA memiliki nilai efektifitas yang lebih baik mampu menjaga daya bertahan hidup stek
dibandingkan NAA. Persentase berakar stek pucuk lebih baik dari pada yang lainnya.
pucuk dengan penggunaan IBA sebesar 1,65 Perbedaan persentase hidup yang terjauh
kalinya dibandingkan dengan penggunaan hanya sebesar 16% saja, hasil ini
NAA (Gambar 2). Menurut Kusumo, (1984) menunjukkan bahwa keseluruhan media yang
IBA memiliki kandungan kimia lebih stabil, diujicobakan mampu menjaga kemampuan
daya kerja lebih lama dan lebih lambat hidup stek pucuk tanaman G. versteegii
translokasinya, sehingga memungkinkan dengan rata-rata sebesar 77,33% selama tiga
memperoleh respon yang lebih baik terhadap bulan.
Tabel 3. Hasil ANOVA parameter perakaran G. versteegii pada ujicoba media perakaran
Table 3. The result of ANOVA analysis from Gyrinops versteegii rooting parameter on the rooting media test
Hasil anova (result of ANOVA)
Parameter pengamatan
(Observation parameter) F hitung Signifikansi
(F-calculation) (significant)
Persen hidup (life percentage) 0,486 0,783
Persen akar (rooting percentage) 3,147 0,030*
Jumlah akar (number of the root) 1,157 0,342
Panjang akar (long of the root) 0,620 0,685
Keterangan (remark) : *terdapat perbedaan yang nyata diantara perlakuan (significantly different among the
treatment)
133
Jurnal Vol. 2 N0.2 Oktober 2018: 127-138
Kematian stek banyak terjadi pada waktu 3 terlihat kecenderungan persentase hidup media
pengamatan 2 minggu hingga ketiga atau pada M3 (cocopeat+pasir) yang sedikit berbeda jika
saat umur 1-1,5 bulan setelah penyetekan. Bulan dibandingkan dengan kemampuan hidup pada
berikutnya hingga tiga bulan pengamatan media lainnya. Penggunaan media M3
kematian stek mulai jarang terjadi seperti yang (cocopeat+pasir) menunjukkan persentase
terlihat dalam Gambar 3. Hal ini kemungkinan kematian paling besar dibandingkan penggunaan
disebabkan karena pada masa sebulan awal stek media yang lain yaitu sebesar 32%. Dalam tabel
pucuk masih mengalami transisi antara kondisi Tabel 5 perbandingan kondisi media terlihat
setelah pemotongan pucuk hingga setelah media M3 memiliki kadar air yang paling besar
ditanam pada media pengakaran. diantara yang lain, hal ini mengakibatkan tingkat
Pada kondisi tersebut stek pucuk berada kerentanan kebusukan media M3 lebih besar
pada kondisi rawan mengalami kematian akibat daripada media yang lain. Kadar air yang besar
kekeringan atau pembusukan. Kematian stek ini berhubungan dengan komposisi media dalam
biasanya diawali dengan perubahan warna daun media M3 yaitu cocopeat+pasir. Kandungan
yang mulai nampak layu kemudian jatuh dari cocopeat media M3 berkorelasi dengan
tangkainya. Pada bagian batang stek biasanya tingginya kemampuan menyimpan air yang akan
mengalami pembusukan di bagian pangkal dan menyebabkan kelembapan yang tinggi dan
kemudian mengalami kematian. Dalam Gambar kebusukan pada stek pucuk (Cresswell, 2002).
134
Keberhasilan Stek Pucuk Tanaman Gyrinops versteegii...
(Ali Setyayudi)
Meskipun hasil analisis varians dari dapat diketahui bahwa penggunaan media
berbagai parameter yang diamati perbedaan stek M3 (cocopeat + pasir) bukan merupakan
media tanam stek pucuk hanya berbeda nyata media yang baik karena memberikan rerata
terhadap persen akar (Tabel 3), namun terendah dari semua parameter ukur.
demikian jika dilihat secara umum, rerata Sebagai acuan penggunaan media yang
penggunaan media M1 (tanah) mempunyai tepat dan mengetahui faktor-faktor apa yang
rerata yang tertinggi baik persen hidup, menyebabkan kemampuan berakar stek
persen akar, jumlah akar dan panjang akar terhadap media yang diuji cobakan, maka
dibandingkan penggunaan media stek yang analisis tanah beberapa media dilakukan
lain (Tabel 4). Dari Tabel 4 tersebut juga (Tabel 5).
Pada Tabel 5 terlihat bahwa unsur hara Mg total dalam media M1 paling kecil
baik makro maupun mikro dalam media M1 daripada media lain, sedangkan unsur K total,
(tanah) tidak lebih banyak daripada media S total, P tersedia dan K tersedia pada media
yang lain. Unsur P, K-tersedia, Ca-total, dan M4 paling besar daripada media lain. Hal ini
135
Jurnal Vol. 2 N0.2 Oktober 2018: 127-138
menunjukkan bahwa keberadaan unsur hara distimulir (Yasman & Smith, 1987).
dalam media tidak signifikan berpengaruh Berdasarkan data analisa tanah Tabel 5, kadar
terhadap pembentukan akar stek pucuk. air pada media M1 (tanah) yaitu sebesar
Selain kandungan unsur hara, dalam tabel 5 32,68% dianggap mampu menjamin
terdapat juga data hasil analisa beberapa kelembaban dan suhu media yang sesuai
parameter sifat fisik tanah seperti kadar air, untuk perakaran stek. Teksturnya yang
berat jenis dan tekstur tanah. Kecenderungan cenderung lempung berpasir mampu menahan
kadar air media M1, M4 dan M6 yang air kemudian meneruskan kedasar media serta
mempunyai persentase akar terbesar, membuangnya ketika jenuh meskipun dengan
cenderung lebih kecil daripada kadar air pada intenistas penyiraman yang dilakukan
media yang lain (M2, M3, dan M5). sebanyak dua kali seminggu.
Kecenderungan berat jenis media Hasil dalam penelitian ini, dimana
terhadap persentase berakar tampak lebih media tanah yang mampu menghasilkan stek
bervariasi dimana berat jenis tertinggi pada pucuk dengan persentase berakar tertinggi
media M5 yang merupakan campuran sesuai dengan hasil penelitian Betrianingrum
tanah+cocopeat+pasir, sedang yang terendah (2009) yang juga menyatakan media akar
adalah M2 (tanah+kompos). Kecenderungan tanah memiliki persentase hidup dan akar stek
yang terlihat hanya pada media yang ada pucuk G. versteegii yang baik. Berdasarkan
penambahan cocopeat memiliki berat jenis persyaratan media menurut Hartmann &
lebih berat daripada media yang tidak ada Kester (1975) media tanah juga mampu
penambahan. Analisa tekstur yang dilakukan memenuhi kriteria seperti harus cukup kuat
hanya pada fraksi-fraksi tanah saja sehingga dan kompak sebagai pemegang stek, mampu
hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa mempertahankan kelembaban, memiliki
media M1 dan M2 bertekstur lempung aerasi dan drainase yang baik, bebas dari
berpasir, Media M3 dan M4 bertekstur pasir, benih tumbuhan liar, nematoda dan berbagai
serta media M5 dan M6 cenderung pasir organisme penyebab penyakit, tidak memiliki
berlempung. Berdasarkan fakta tersebut, salinitas yang tinggi, serta dapat disterilkan
hanya kadar air yang mempunyai dengan menggunakan panas tanpa
kecenderungan berpengaruh terhadap menimbulkan efek terhadap unsur-unsur
pengakaran stek pucuk tanaman G. versteegii penting bagi pertumbuhan stek. Oleh karena
yang ditanam. itu media tanah dapat direkomendasikan
Kadar air merupakan perbandingan sebagai media akar pada stek pucuk tanaman
jumlah air dalam suatu massa tanah. Kadar air G. Versteegi.
akan bertanggung jawab terhadap kelembaban
dan suhu didalam tanah yang sesuai untuk IV. KESIMPULAN DAN SARAN
proses pembentukan akar stek pucuk (pada Media perakaran tanah masih memiliki
penelitian ini tidak dilakukan pengukuran tingkat keberhasilan yang paling tinggi
suhu kelembaban media). Suhu dan dibandingkan media lain yang diuji yaitu
kelembaban yang baik untuk mendukung sebesar 85%, sedangkan zat pengatur tumbuh
pertumbuhan eksplan stek sekitar 25 oC – jenis IBA dengan konsentrasi 200 ppm
28oC dan kelembaban di atas 90%, pada memiliki tingkat keberhasilan paling tinggi
temperatur ini pembelahan sel akar akan yaitu sebesar 77,08%.
136
Keberhasilan Stek Pucuk Tanaman Gyrinops versteegii...
(Ali Setyayudi)
137
Jurnal Vol. 2 N0.2 Oktober 2018: 127-138
138
Jurnal Penelitian Kehutanan
Ali Setyayudi, “Keberhasilan Stek Pucuk Tanaman Gyrinops versteegii Melalui Pemilihan
Medi Akar Dan Zat Pengatur Tumbuh”, 2[2], 127-138
Bahruni, “Nilai Ekonomi Buah, Kayu Bakar Dan Air Di Hutan Lindung Wosi Rendani”,
2[2], 115-126
Didin Alfaizin “Teknik Pembibitan Spesies Kayu Kuku (Pericopsis mooniana) Untuk
Reklamasi Lahan Bekas Tambang Tanah Liat”, 2[2], 103-114.
Eko Pujiono, ”Potensi Pengembangan Tanaman Asli Setempat Dalam Sistem Agroforestri:
Studi Kasus Di Desa T’eba Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur”, 2[2],
71-88.
Iga Nurapriyanto, “Nilai Ekonomi Buah, Kayu Bakar Dan Air Di Hutan Lindung Wosi
Rendani”, 2[2], 115-126.
Krisma Lukitoo, “Deteksi Dan Identifikasi Jenis Tumbuhan Asing Invasif Di Taman Wisata
Alam Gunung Meja Manokwari, Papua Barat”, 2[2], 89-102.
Sambas Basuni, “Nilai Ekonomi Buah, Kayu Bakar Dan Air Di Hutan Lindung Wosi
Rendani”, 2[2], 115-126.
Sarah Yuliana, “Deteksi Dan Identifikasi Jenis Tumbuhan Asing Invasif Di Taman Wisata
Alam Gunung Meja Manokwari, Papua Barat”, 2[2], 89-102.
Suhartati, “Teknik Pembibitan Spesies Kayu Kuku (Pericopsis mooniana) Untuk Reklamasi
Lahan Bekas Tambang Tanah Liat”, 2[2], 103-114.
.
Jurnal Penelitian Kehutanan
Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manokwari 89, 115
Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar 103
Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu 127
A L
Air 115 Lahan bekas tambang 103
B M
Buah 115 Manokwari 89
Media akar 127
C Media tanam 103
Cendana 71
N
G Nilai Ekonomi 115
Gaharu 71, 127,
R
P. mooniana Thw 103
H Pembibitan 103
Hormon 127
Hutan lindung Wosi Rendani 115
S
Sistem agroforestry 71
I Stek pucuk 127
Indek mutu bibit 103
T
K Taman wisata alam gunung meja 89
Kayu bakar 115 Tanaman asli NTT 71
Kayu papi 71 Tingkat penerimaan masyarakat 71
Tumbuhan asing invasif 89
PETUNJUK PENULIS
BAHASA: Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia dengan abstrak dalam bahasa Indonesia dan Inggris.
FORMAT: Naskah ditulis dalam format kertas berukuran A4, dengan margin atas 3 cm, margin bawah 3 cm, margin kiri dan kanan
masing-masing 2 cm. Panjang naskah hendaknya maksimal 20 halaman, termasuk lampiran. Jarak antara paragraf adalah satu spasi
tunggal.
JUDUL: Judul bersifat informatif, spesifik, efektif dan maksimal 15 kata. Jika naskah dalam bahasa Indonesia, ditulis terlebih dahulu
judul bahasa Indonesia kemudian diikuti judul dalam bahasa Inggris. Nama penulis ditulis secara lengkap di bawah judul tanpa
menyebutkan gelar. Di bawahnya, dicantumkan nama lembaga dan alamat lengkap tempat penulis bekerja beserta alamat e-mail penulis
pertama untuk korespondensi. Jika penulis lebih dari satu orang dan bekerja di lembaga yang sama, maka pencantuman satu alamat telah
dianggap cukup mewakili alamat penulis lainnya.
ABSTRAK: Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris yang masing-masing dilengkapi dengan kata kunci (keywords).
Dibuat tidak lebih dari 250 kata berupa intisari permasalahan secara menyeluruh, dan bersifat informative mengenai hasil yang dicapai.
KATA KUNCI: Kata kunci antara tiga sampai lima kata, dengan klasifikasi dari paling umum, penting dan dipisahkan dengan koma.
TABEL: Judul tabel dan keterangan yang diperlukan ditulis dengan bahasa Indonesia dan Ingggris dengan jelas dan singkat. Penomoran
tabel menggunakan angka Arab (1,2,...). Penggunaan tanda koma (,) dan titik (.) pada angka didalam tabel masing-masing menunjukan
nilai pecahan/decimal dan kebulatan seribu. Dilengkapi dengan sumber keterangan yang jelas di bawahnya.
GAMBAR: Grafik dan ilustrasi lain berupa gambar harus kontras, ukuran proporsional serta beresolusi tinggi. Setiap gambar dilengkapi
nomor urut, judul dan keterangan yang jelas dalam bahasa Indonesia dan Inggris.
FOTO: Foto harus mempunyai ketajaman yang baik, dilengkapi judul dan keterangan yang jelas dalam bahasa Indonesia dan Inggris.
DAFTAR PUSTAKA: Daftar Pustaka mengacu gaya Harvad atau American Psychological Assocation (APA), harus disusun menurut
abjad nama pengarang. (Tahun terbit), judul pustaka, media, Vol (No), Hal. Penerbitdan kota penerbit. Sumber kutipan primer paling
sedikit 80% dari total Daftar Pustaka. Kutipan tulisan sendiri dibatasi 30% dari total Daftar Pustaka. Kemutahiran kutipan paling lam
adalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir.
CONTOH PENGUTIPAN:
Buku: Penulis-nama belakang dan inisial nama depan, baik hanya satu penulis maupun banyak penulis. (Tahun publikasi). Judul buku
dengan hurup besar hanya di awal kata pertama italic. Tempat publikasi: Penerbit.
Puspitojati, T., Rachman, E., & Ginoga, K.L. (2014). Hutan tanaman pangan: Realitas, konsep dan pengembangan. Yogyakarta: PT.
Kanisius.
Bagian dari Buku:
Djaenudin, D. (2014). Kelayakan ekonomi usaha jasa lingkungan di KPHL Pohuwatu, Provinsi Gorontalo. Dalam B. Hernowo, & S.
Ekawati (Eds.) Operasionalisasi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH): Langkah awal menuju kemandirian. Yogyakarta: PT.
Kanisius.
Jurnal/Prosiding: Penulis Jurnal-Nama belakang dan inisial, baik satu atau lebih penulis (Tahun terbit). Judul artikel jurnal. Nama Jurnal
italic, volume (issue atau Nomor), Halaman.
Santoso, A., & Malik, J. (2012). Perekat berbasis resorsinol dari ekstrak limbah kayu merbau. Dalam G. Pari, A. Santoso, Dulsalam, J.
Balfas, & Krisdianto (Eds.) Prosiding Seminar Nasional Teknologi Mendukung Industri Hijau Kehutanan (hal.91-101).
Jurnal Elektronik dengan DOI: Nomor volume ditulis miring.
Turjaman, M., Tamai, Y., Santoso, E., Osaki, M., & Tawaraya, K. (2006). Arbuscular mycorrhizal fungi increased early growth of two
nontimber forest product species Dyera polyphylla and Aquilaria filaria under greenhouse conditions. Mycorrhiza, 16 (7), 459-64.
doi:10.1007/s00572-006-0059-4.
Jurnal tanpa DOI:
Hendra, D., Gusti, R.E.P., & Komarayati, S. (2014). Pemanfaatan limbah tempurung kemiri sunan (Aleurites trisperma) sebagai bahan
baku pada pembuatan arang aktif [Utilization of kemiri sunan shell waste as raw material in manufacturing of activated charcoal].
Jurnal Penelitian Hasil Hutan, 32(4), 271-282.
Majalah Online:
Wong, J. (2015, November). Are Asian furniture manufacturers ready for industry 4.0? FDM Asia, 27 (6). Diakses dari
http://www.fdmasia.com/ebook/2015/NovDec/index.html#p=2
Surat Kabar Online:
Sasongko, A. (2016, Januari 28). Kesadaran masyarakat selamatkan satwa dilindungi meningkat. Republika. Diakses dari
http://www.republika.co.id
Surat Kabar Cetakan:
Laksmi, B.I., & Susanto, I. (2015, Agustus 10). Spesies dan kesejahteraan. Kompas, hal. 14.
Satwa dilindungi dijual secara daring. (2015, Agustus 2). Kompas, hal. 14.
Desertasi Doktor:
Siswiyanti, Y. (2015). Konstelasi politik kebijakan internasional perubahan iklim dalam pengelolaan hutan Indonesia secara lestari
(Desertasi Doktor). Institut Pertanian Bogor, Bogor.
BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOG HASIL HUTAN BUKAN KAYU
BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN KUPANG
BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN MANOKWARI