Anda di halaman 1dari 4

TEST II

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah


Gender Dalam Hukum yang diampu oleh :
Drs. Ketut Sudiatmaka, M.Si.

DISUSUN OLEH

I GEDE ENGGA SUANDITA


1914101071
29
4B

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS HUKUM DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2021
1. Ada faktor ideologi memberikan pengaruh terjadinya ketidaksetaraan gender
dalam bidang Hukum Tata Negara,
Salah satu dari beberapa prinsip dasar ideologi gender yakni, laki-laki dan
perempuan sama-sama makhluk ciptaan Tuhan yang bebas dan mempunyai
hak yang sama dalam kehidupan domestik maupun publik. Ini menghasilkan
konsep kesetaraan gender. Namun jika sebaliknya akan memberikan pengaruh
terjadinya ketidaksetaraan gender. Dalam bidang Hukum Tata Negara, Isu
gender yang terjadi adalah masalah kewarga negaraan. Pasal 9 Konvensi
Perempuan, mengatur tentang persamaan hak antara pria dan wanita dalam
memperoleh, mengubah ataupun mempertahankan kewarganegaraanya. Pasal
7-9 Konvensi Perempuan dalam hal tertentu secara jelas menegaskan kembali
hak-hak yang harus dimiliki oleh perempuan lebih detil daripada Kovenan
Hak Sipil dan Politik. Hanya saja ada beberapa pasal yang di dalam Kovenan
tidak dicantumkan di dalam Konvensi Perempuan. Hal itu tidak berarti bahwa
perempuan tidak memiliki hak politik dan sipil selain yang tertera di dalam
Konvensi Perempuan, namun karena sifatnya menguatkan dan saling
melengkapi, apa yang ada di dalam Kovenan Hak Sipil dan Politik yang tidak
tertera dalam Konvensi Perempuan tetap menjadi hak perempuan. Terkait
dengan hukum ketatanegaraan juga dapat dibahas tentang isu diskriminasi
terhadap kepemimpinan perempuan.

2. Lebih menonjol adanya ketidaksetaraan gender dalam hukum, hukum adat


daripada hukum pidana,
Hukum adat memiliki berbagai isu gender yang terjadi pada umumnya,
beberapa isu gender seperti kekerasan, diskriminasi dan isu ketidakadilan
gender yang sangat menonjol dan juga muncul dalam berbagai aspek yakni
umumnya muncul dalam aspek hukum kekeluargaan, hukum perkawinan
termasuk perceraian, dan hukum waris. Sedangkan, pada Hukum Pidana
terjadi berbagai kekerasan terhadap perempuan ditemukan dalam beberapa
ketentuan KUHP maupun di luar KUHP, antara lain berbagai kekerasan pisik
(pembunuhan maupun penganiayaan khususnya terhadap perempuan, delik-
delik yang korbanya khusus perempuan seperti pemerkosaan, aborsi,
trafficking (perdagangan wanita), dan isu-isu yang berkaitan dengan hak
reproduksi.

3. Dalam bidang Hukum Tata Negara paling mungkin terjadi kesetaraan gender
dalam hukum.
Secara umum terjadinya kesetaraan gender dalam Perundang-Undangan
(Hukum Negara), UUD 1945 telah mengatur bahwa setiap warga negara
(dalam arti laki-laki maupun perempuan) mempunyai kedudukan yang sama
dalam bidang hukum, dan konvensi tentang penghapusan segala bentuk
diskrininasi terhadap perempuan juga sudah diratifikasi Tahun 1984 deangan
UU No 7/1984) namun dalam kenyataannya isu diskriminasi, ketidakadilan,
maupun kekerasan, atau isu gender yang lainnya masih tampak dalam
berbagai ketentuan perundang-undangan. Namun,yang paling mungkin terjadi
kesetaraan gender adalah pada bidang Hukum Tata Negara, Pasal 9 Konvensi
Perempuan, mengatur tentang persamaan hak antara pria dan wanita dalam
memperoleh, mengubah ataupun mempertahankan kewarganegaraanya.
Keadaan di mana laki-laki dan perempuan sama-sama memperoleh akses
pada, berpartisipasi dalam, mempunyai control atas, dan memperoleh manfaat
dari suatu kebijakan, program dan kegiatan pembangunan (termasuk
pembangunan bidang hukum) sehingga terwujudlah keadilan, merupakan
terjadinya kesetaraan gender.

4. Dalam hukum Adat paling sulit terwujudnya kesetaraan antara kaum laki
dengan kaum perempuan,
Dalam hukum adat isu ketidakadilan gender yang sangat menonjol, umumnya
muncul dalam aspek hukum kekeluargaan, hukum perkawinan termasuk
perceraian, dan hukum waris. Dalam aspek hukum kekeluargaan Isu
diskriminasi tampak antara lain terkait dengan pandangan, sikap, maupun
perilaku dalam bentuk penghargaan terhadap anak perempuan yang berbeda
dengan anak laki-laki, juga dalam hal-hal pengambilan keputusan penting di
dalam keluarga, perempuan kurang mendapat tempat. Dalam aspek hukum
perkawinan dan perceraian, ditetapkannya secara normatif bahwa dalam
hubungan perkawinan laki-laki sebagai kepala keluarga, sebagai pencari
nafkah dan bertanggung jawab terhadap keluaraga dan perempuan sebagai ibu
rumah tangga. Dalam aspek hukum waris, menurut hukum adat pada
masyarakat yang menganut sistem patrilinial, perempuan tidak menjadi ahli
waris, Pada masyarakat-masyarakat yang menempatkan perempuan sebagai
ahli waris bersama laki-laki menganut sistem parental, ternyata bagian yang
diperoleh perempuan lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki.

Anda mungkin juga menyukai