DISUSUN OLEH
3. Dalam bidang Hukum Tata Negara paling mungkin terjadi kesetaraan gender
dalam hukum.
Secara umum terjadinya kesetaraan gender dalam Perundang-Undangan
(Hukum Negara), UUD 1945 telah mengatur bahwa setiap warga negara
(dalam arti laki-laki maupun perempuan) mempunyai kedudukan yang sama
dalam bidang hukum, dan konvensi tentang penghapusan segala bentuk
diskrininasi terhadap perempuan juga sudah diratifikasi Tahun 1984 deangan
UU No 7/1984) namun dalam kenyataannya isu diskriminasi, ketidakadilan,
maupun kekerasan, atau isu gender yang lainnya masih tampak dalam
berbagai ketentuan perundang-undangan. Namun,yang paling mungkin terjadi
kesetaraan gender adalah pada bidang Hukum Tata Negara, Pasal 9 Konvensi
Perempuan, mengatur tentang persamaan hak antara pria dan wanita dalam
memperoleh, mengubah ataupun mempertahankan kewarganegaraanya.
Keadaan di mana laki-laki dan perempuan sama-sama memperoleh akses
pada, berpartisipasi dalam, mempunyai control atas, dan memperoleh manfaat
dari suatu kebijakan, program dan kegiatan pembangunan (termasuk
pembangunan bidang hukum) sehingga terwujudlah keadilan, merupakan
terjadinya kesetaraan gender.
4. Dalam hukum Adat paling sulit terwujudnya kesetaraan antara kaum laki
dengan kaum perempuan,
Dalam hukum adat isu ketidakadilan gender yang sangat menonjol, umumnya
muncul dalam aspek hukum kekeluargaan, hukum perkawinan termasuk
perceraian, dan hukum waris. Dalam aspek hukum kekeluargaan Isu
diskriminasi tampak antara lain terkait dengan pandangan, sikap, maupun
perilaku dalam bentuk penghargaan terhadap anak perempuan yang berbeda
dengan anak laki-laki, juga dalam hal-hal pengambilan keputusan penting di
dalam keluarga, perempuan kurang mendapat tempat. Dalam aspek hukum
perkawinan dan perceraian, ditetapkannya secara normatif bahwa dalam
hubungan perkawinan laki-laki sebagai kepala keluarga, sebagai pencari
nafkah dan bertanggung jawab terhadap keluaraga dan perempuan sebagai ibu
rumah tangga. Dalam aspek hukum waris, menurut hukum adat pada
masyarakat yang menganut sistem patrilinial, perempuan tidak menjadi ahli
waris, Pada masyarakat-masyarakat yang menempatkan perempuan sebagai
ahli waris bersama laki-laki menganut sistem parental, ternyata bagian yang
diperoleh perempuan lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki.