Anda di halaman 1dari 18

ANALISIS KRITIK SASTRA PADA PUISI MEGATRUH SOLIDARITAS

KARYA WIJI THUKUL DAN IMPLIKASINYA DALAM


PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA

(PENDEKATAN SOSIOLOGI SASTRA)

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kajian Puisi dalam bidang

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Oleh

Disusun Oleh

Nama Mahasiswa :Detya Azmi Fazriyah

NIM :1888201015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS
MUHAMMDIYAH TANGERANG

2020
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas ini dengan judul Analisis Kritis Sastra pada Puisi
“Megatruh Solidaritas” karya Wiji Thukul dan Implikasinya dalam
pembelajaran sastra di SMA (Pendekatan Sosiologi Sastra)” sebagai salah
satu syarat untuk menyelesaikan tugas Mata Kuliah Kajian Puisi jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Tangerang. Penulis mengucapkan terima kasih
kepada Dosen Mata Kuliah Kajian Puisi, Ibu Ismalinar, M. Pd yang telah
membimbing penulis sehingga dapat menyusun tugas ini dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dengan selesainya skripsi ini tidak


terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, baik secara
moral maupun material. Pada kesempatan ini, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. H. Ahmad Amarullah, M.Pd, Rektor Universitas


Muhammadiyah Tangerang;
2. Dr. Enawar, S.Pd., M.M., M.O.S., Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Tangerang;
3. Sumiyani, M.Pd., Wakil Dekan I Fakultas Keguruan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Tangerang;
4. Dr. Asep Suhendar, M.Pd., Wakil Dekan II Fakultas Keguruan
Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Tangerang;

5. Blewuk Setyo Nugroho, M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan


Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Tangerang;
6. Nori Anggraini, M.A., Pembimbing Akademik Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Tangerang;
7. Ismalinar, M.Pd., Dosen Pembimbing II yang telah membimbing,
mengarahkan, mengoreksi, dan memotivasi penulis sehingga
skripsi ini dapat selesai
8. Seluruh Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Tangerang, atas ilmu yang telah diberikan
kepada penulis;
9. Ucapan terima kasih dan rasa hormat peneliti persembahkan
kepada Bapak Madyani dan Ibu Mudiyah, orang tua peneliti yang
sudah memberikan doa, mengorbankan waktu, keringat, dan jerih
payahnya, memberikan bimbingan, motivasi, kasih sayang dan
cinta yang tulus, serta pengorbanan yang begitu besar demi
kebahagiaan dan kesuksesan putrinya;
10. Teman-teman sekelas di Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia sejak tahun 2014, terima kasih atas dukungan, bantuan,
dan keceriaannya di kelas selama ini.

Penulis berharap dengan adanya skripsi ini dapat


memberikan manfaat bagi pembaca serta dapat menambah
pengetahuan dan wawasan pembaca khususnya tentang penelitian
sosiologi sastra. Peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu peneliti mengharapkan
kritikan, saran, dan bimbingan untuk menjadikan skripsi ini lebih
baik dan sempurna. Semoga skripsi ini dapat memberikan
wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran
kepada peneliti khususnya dan para pembaca umumnya.

Tangerang, Januari 2021

Detya Azmi Fazriyah


DAFTAR ISI

Kata Pengantar
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Focus Penelitian
C. Rumusan Masalah
D. Tujuan
E. Manfaat
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sastra dengan segala perkembangannya telah melahirkan


berbagai disiplin ilmu yang tidak pernah habis untuk dikaji. Sastra
senantiasa berkembang mengikuti kemampuan manusia dalam
berimajinasi yang kemudian mampu menghasilkan sebuah karya sastra.
Karya sastra diciptakan oleh pengarang untuk dipahami dan dinikmati
oleh pembaca. Hal-hal yang diciptakan pada karya sastra berdasarkan
imajinasi pengarang lewat pengalaman dan pandangan hidup yang
dialami secara langsung serta mengandung keterkaitan kuat dengan
kehidupan. Oleh karena itu, karya sastra tidak bisa terlepas dari sosial
budaya yang menghidupinya.
Selain ditampilkan secara rinci seperti kenyataan sesungguhnya,
sebuah karya sastra yang tercipta dimungkinkan memiliki hubungan
atau keterpengaruhan dengan karya sastra sebelumnya. Adanya
kemungkinan tersebut dalam arti bahwa penciptaannya tidak dapat
dilakukan tanpa adanya karya-karya lain yang dijadikan sebagai contoh,
teladan, maupun kerangka. Tanpa disadari atau tidak oleh pengarang,
sebuah karya sastra yang diciptakannya memiliki hubungan atau
keterpengaruhan dengan karya sastra sebelumnya.
Lahirnya kritik sastra telah melengkapi bidang studi sastra atau
wilayah ilmu sastra menjadi teori sastra, sejarah sastra, dan kritik sastra. Sering
orang mencampuradukkan ketiga bidang studi ini padahal ketiganya
mempunyai wilayah yang berbeda walaupun saling berhubungan, saling
menunjang,dan saling mengisi.
Teori sastra menelaah bidang yang membicarakan pengertian sastra,
hakikat sastra, penelitian sastra, jenis dan gaya penulisan, dan teori penikmatan
sastra. Sedangkan sejarah sastra menyangkut studi yang berhubungan dengan
penyusunan sejarah sastra yang menyangkut masalah periodisasi dan
perkembangan sastra.
Kritik sastra merupakan bidang studi sastra yang berhubungan dengan
pertimbangan karya, yang membahas bernilai tidaknya sebuah karya sastra.
Seorang pembaca sastra dapat membuat kritik sastra yang baik apabila dia
betul-betul menaruh minat pada sastra, terlatih kepekaan citanya, dan
mendalami serta menilai tinggi pengalaman manusiawinya. Yang dimaksud
dengan mendalami serta menilai tinggi pengalaman manusiawi adalah
menunjukan kerelaan psikologinya untuk menyelami dunia karya sastra,
kemampuan untuk membeda-bedakan pengalaman secara mendasar, dan
kejernihan budi untuk menentukan macam-macam nilai.

B. Fokus Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan judul yang akan diteliti, maka
dapat ditetapkan fokus penelitian penulis yaitu menganalisis kritis sastra pada
Puisi “Megatruh Solidaritas” karya Wiji Thukul dan implikasinya dalam
pembelajaran sastra di SMA dengan menggunkan pendekatan sosiologi sastra

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus penelitian, dapat ditentukan rumusan masalahnya


yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana kritik sastra yang terdapat dalam puisi “Megatruh Solidaritas”


karya Wiji Thukul dan implikasinya dalam pembelajaran sastra di SMA?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, dapat ditentukan tujuan penelitian
sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui jenis kritik sastra dalam puisi “Megatruh
Solidaritas” karya Wiji Thukul dan implikasinya dalam pembelajaran
sastra di SMA dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra.

E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini secara garis besar adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan dan wawasan mengenai studi sastra Indonesia. Di
samping itu penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan pedoman
mengkaji karya sastra terutama dari segi intertekstualitas karya
sastra.
2. Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan
manfaat praktis sebagai berikut.
a. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini dapat dijadikan jawaban dan masalah yang
dirumuskan. Penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan
peneliti kritik sastra dalam puisi “Aku Ingin Menjadi Peluru” karya Wiji
Thukul dan implikasinya dalam pembelajaran sastra di SMA dengan
menggunakan pendekatan sosiologi sastra.

a. Bagi peneliti yang lain


Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya
wawasan sastra dan memberi inspirasi bagi peneliti lain untuk
melakukan penelitian yang lebih mendalam.
BAB II

LANDASAN TEORI

1. Kajian Sastra Secara Umum


Penjelasan tentang kajian sastra secara umum pada penelitian ini
mencakup ke dalam tiga aspek, yaitu hakikat sastra, fungsi sastra, dan
jenis-jenis karya sastra.
A. Hakikat Sastra
Istilah sastra dipakai untuk menyebut gejala budaya yang dapat
dijumpai pada semua masyarakat meskipun secara sosial, ekonomi, dan
keagamaan keberadaannya tidak merupakan keharusan. Menurut Teeuw
(2015), “Sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta;
akar kata hs, dalam kata kerja turunan berarti „mengajarkan, petunjuk
atau instruksi‟, akhiran tra menujukkan „alat, sarana‟. Sastra dapat
berarti “alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi, atau
pengajaran” (h.20-21). Berdasarkan kutipan tersebut, dapat dikatakan
bahwa sastra diartikan sebagai alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku
intruksi, dan pengajaran. Dijelaskan juga, sastra dalam bahasa Indonesia
berasal dari bahasa Sansekerta yang merupakan gabungan dari kata sas,
berarti mengarahkan, mengajarkan dan memberi petunjuk. Kata sastra
tersebut mendapat akhiran tra yang biasanya digunakan untuk
menunjukkan alat atau sarana. Sehingga, sastra berarti alat untuk
mengajar, buku petunjuk atau pengajaran. Sebuah kata lain yang juga
diambil dari bahasa Sansekerta adalah kata pustaka yang secara luas
berarti buku (Teeuw, 1984: 22-23).

Menurut Saryono (2009: 16-17) sastra bukan sekedar artefak


(barang mati), tetapi sastra merupakan sosok yang hidup. Sebagai sosok
yang hidup, sastra berkembang dengan dinamis menyertai sosok-sosok
lainnya, seperti politik, ekonomi, kesenian, dan kebudayaan. Sastra
dianggap mampu menjadi pemandu menuju jalan kebenaran karena sastra
yang baik adalah sastra yang ditulis dengan penuh kejujuran, kebeningan,
kesungguhan, kearifan, dan keluhuran nurani manusia. Sastra yang baik
tersebut mampu mengingatkan, menyadarkan, dan mengembalikan
manusia ke jalan yang semestinya, yaitu jalan kebenaran dalam usaha
menunaikan tugas-tugas kehidupannya (Saryono, 2009: 20).

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat


disimpulkan bahwa sastra merupakan sebuah karya seni yang diciptakan
oleh manusia dengan mengutamakan unsur keindahan di dalamnya, yaitu
menggunakan bahasa yang indah.

2. Fungsi Sastra

Sastra sebagai sebuah karya yang diciptakan oleh manusia memiliki


fungsi yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Menurut Wellek (2014),
“Fungsi sastra, menurut sejumlah teoretikus, adalah untuk membebaskan
pembaca dan penulisnya dari tekanan emosi. Mengekspresikan emosi berarti
melepaskan diri dari emosi itu” (h.32). Berdasarkan kutipan tersebut, dapat
diketahui bahwa sastra dapat dijadikan sebagai sarana melepaskan emosi, baik
yang terdapat dalam diri pembaca maupun pengarang. Ketika seseorang
membaca sebuah karya sastra, dia akan ikut terbawa cerita di dalamnya. Hal
itu bisa dimanfaatkan pembaca untuk mengekspresikan emosi. Begitu pun
dengan penulis, sastra bisa dijadikan sebagai sarana untuk menuangkan emosi
yang ada dalam dirinya.
Selain fungsi sastra untuk membebaskan pembaca dan penulisnya dari
tekanan emosi, sastra juga berfungsi sebagai sarana hiburan kepada pembaca.
Priyatni (2010) menjelaskan bahwa sastra berfungsi memberikan kesenangan
atau kenikmatan kepada pembacanya. Kadang-kadang dalam membaca sastra
justru muncul ketegangan-ketegangan, dan dari ketegangan itulah diperoleh
kenikmatan estetis yang aktif. Adakalanya dengan membaca sastra terlibat
secara total dengan apa yang dikisahkan. Dalam keterlibatan itulah justru
kemungkinan muncul kenikmatan estetis dan bersifat menghibur. Jadi, fungsi
sastra adalah bersifat menghibur dan memberikan kesenangan kepada
pembaca.

3. Jenis-jenis Sastra

Sastra merupakan sebuah karya seni yang diciptakan oleh manusia.


Sastra mengutamakan unsur keindahan bahasa di dalamnya, sehingga hasil
dari sastra adalah sebuah karya sastra berupa tulisan. Karya sastra secara
umum dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu puisi, drama, dan prosa.

A. Puisi

Sebagai sebuah genre, puisi berbeda dari novel, drama, atau cerita
pendek. Perbedaannya terletak pada letak komposisi dengan konvensi
yang ketat, sehingga puisi tidak memberi ruang gerak yang longgar
kepada penyair dalam berkreasi. Menurut Kosasih (2008), “Puisi adalah
karya sastra yang disajikan dengan bahasa singkat, padat, dan indah. Puisi
pada umumnya berupa monolog. Dalam puisi hanya ada seorang yang
berperan sebagai juru bicara” (h. 4). Jadi, prinsip dasar puisi yaitu
bentuknya yang pendek dan jumlah katanya sedikit namun bentuk isinya
padat, yang berarti membicarakan banyak hal dengan menggunakan
sedikit kata.

Puisi diciptakan untuk mengekpresikan pemikiran yang


membangkitkan perasaan, hal itulah yang membuat puisi memiliki makna
yang berkesan pada setiap katanya. Pradopo (2012) mengatakan bahwa
puisi mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan dan
merangsang imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama. Puisi
merupakan interpretasi pengalaman manusia yang digubah dalam wujud
yang paling berkesan. Jadi, setiap kata dalam puisi memiliki makna yang
berkesan untuk diekspresikan, memiliki susunan yang berirama pada
setiap katanya, dan mampu membangkitkan perasaan.
B. Drama

Drama merupakan salah satu genre sastra yang memiliki dua dimensi,
yaitu dimensi sastra dan seni pertunjukan. Menurut Priyatni (2010) “Drama
adalah salah satu bentuk seni yang bercerita melalui percakapan dan action
tokoh-tokohnya. Percakapan atau dialog itu sendiri bisa diartikan sebagai
action” (h.182). Jadi, drama bisa dikatakan sebagai bentuk seni yang dilakukan
menggunakan dialog dan tokoh-tokoh di dalamnya, atau disebut juga seni
pertunjukkan.
Drama mengandung dialog percakapan yang diperankan oleh
aktor yang terdapat di dalam naskah drama. Padi (2013) mengemukakan
bahwa drama adalah satu bentuk karya sastra yang memiliki bagian untuk
diperankan oleh aktor. Drama bisa diwujudkan dengan berbagai media,
seperti di atas panggung, film, dan televisi. Jadi, drama merupakan salah
satu bentuk karya sastra yang diperankan oleh aktor. Drama bisa
diwujudkan di berbagai media, seperti di atas panggung, film, dan
televisi. Drama yang dipentaskan disebut dengan teater.

C. Prosa
Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian yang lebih luas.
Ia dapat mencakup berbagai karya tulis yang ditulis dalam bentuk prosa. Prosa
dalam pengertian ini tidak hanya terbatas pada tulisan yang digolongkan
sebagai karya sastra, melainkan juga berbagai karya nonfiksi termasuk
penulisan berita dalam surat kabar. Namun, dalam kaitannya dengan karya
sastra, istilah dan pengertian prosa dibatasi pada prosa sebagai salah satu genre
sastra.
Menurut Kosasih (2008) “Prosa adalah karya sastra yang
penyampaiannya berupa naratif atau cerita. Prosa disebut juga sebagai
karya cangkokan karena di dalamnya tersaji monolog atau dialog. Dalam
prosa terdapat seorang juru bicara (tukang cerita) yang mewakilkan pula
pembicaraannya kepada pelaku-pelaku dalam cerita yang dibawakannya”
(h. 4). Berdasarkan kutipan tersebut, dapat diketahui bahwa prosa
merupakan cerita yang berbentuk naratif, artinya isi cerita yang terdapat
dalam prosa merupakan hasil dari imajinasi pengarang yang bersifat fiksi.

4. Hakikat Puisi
Sebelum berbicara tentang puisi, akan lebih baik jika terlebih dahulu
meninjau tentang karya sastra, karena puisi termasuk salah satu bagian dari
karya sastra. Dalam hal ini karya sastra disebut sebagai salah satu media
untuk menuangkan ide serta gambaran terhadap hasil perenungan tentang
hidup dan kehidupan pengarang.
Secara etimologis, kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis
yang artinya berarti penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi
ini adalah poetry yang erat dengan –poet dan –poem. Mengenai kata poet,
Coulter (dalam Henry Guntur Tarigan, 1993: 4) menjelaskan bahwa kata
poet berasal dari Yunani yang berarti membuat atau mencipta. Dalam bahasa
Yunani sendiri, kata poet berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya,
orang yang hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-
dewa. Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang
sekaligus merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak
kebenaran yang tersembunyi.
Puisi telah dihubungkan dengan apa yang terjadi pada manusia baik
yang bersifat natural maupun yang bersifat supernatural, yang tentu saja
dapat diungkapkan tanpa imajinasi yang hidup, susunan ritmik (irama) dan
bunyi yang menyenangkan, karena manusia selalu mempunyai perasaan
magis dalam kata, yang membawanya malampaui akal, pemahaman yang
logis.
Pada hakikatnya, puisi adalah satu pernyataan perasaan dan pandangan
hidup seorang penyair yang memandang sesuatu peristiwa alam dengan
ketajaman perasaannya. Perasaan yang tajam inilah yang menggetar rasa
hatinya, yang menimbulkan semacam gerak dalam daya rasanya. Lalu
ketajaman tanggapan ini berpadu dengan sikap hidupnya mengalir
melalui bahasa, menjadilah ia sebuah puisi, satu pengucapan seorang
penyair.
Ismalinar (2020) mengatakan bahwa puisi secara umum adalah ungkapan
perasaan atau ide dan pikiran yang disampaikan melalui bahasa yang
indah, padat dan disampaikan secara tidak langsung serta menggunakan
gaya bahasa.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat peneliti simpulkan data


yang muncul tentang puisi sebagai berikut:
1) Puisi merupakan ungkapan pemikiran dan perasaan penyair yang
bersifat imajinatif.
2) Bahasa yang digunakan dalam puisi bersifat konotatif, banyak
menggunakan makna kiasan.
3) Penyajian puisi serta dengan irama yang mendukungnya. Irama dalam
puisi menimbulkan rasa tertentu dalam jiwa pembaca.
4) Puisi diangkat dari kehidupan nyata di sekitar penyair yang kemudian
diolah dalam dunia imajinasi penyair menjadi sebuah kefiktifan yang
bermakna.

A. Unsur Batin Puisi


Herman J Waluyo (1987: 106) menyatakan bahwa struktur batin
puisi merupakan hakikat puisi. Struktur batin puisi berisi pengungkapan
sesuatu yang dikehendaki oleh penyair dengan perasaan dan suasana
jiwanya.
Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam struktur batin puisi sebagai
berikut.
1. Tema (Sense)
Tema menurut Herman J Waluyo (1987: 106) adalah gagasan
pokok (subject matter) yang dikemukakan oleh penyair. Pokok
pikiran merupakan deakan jiwa penyair yang menjadi landasan
utama pengucapannya. Jika desakan yang kuat adalah dorongan
untuk memprotes ketidakadilan maka puisinya bertemakan kritik
sosial atau protes sosial.
2. Perasaan (Feeling)
Herman J Waluyo (2001: 39) menyatakan bahwa nada dan
perasaan penyair akan ditangkap kalau puisi itu dibaca keras, seperti
poetry reading atau deklamasi. Membaca puisi dengan suara keras
akan lebih membantu menemukan perasaan penyair yang
melatarbelakangi terciptanya puisi.
3. Nada dan Suasana
Nada puisi menurut Herman J Waluyo (2001: 39) adalah sikap
tertentu penyair terhadap pembaca. Misalnya, apakah dia ingin
bersikap menggurui, menasihati, mengejek, menyindir atau bersikap
lugas. Berbicara tentang sikap penyair berarti berbicara tentang nada.
Jika berbicara tentang suasana jiwa pembaca yang timbul setelah
membaca puisi maka berbicara tentang suasana
4. Amanat (Pesan)
Herman J Waluyo (2001: 130) menyatakan amanat yang hendak
disampaikan penyair dapat ditelaah setelah memahami tema, rasa,
dan nada puisi itu. Amanat berhubungan dengan makna karya sastra.
Makna karya sastra bersifat kias, subjektif, dan umum.

5. Hakikat Kritik Sosial


Kritik sosial terdiri dari dua kata yaitu kritik dan sosial. Untuk
lebih mudah dalam memahaminya, berikut ini akan dibahas asal kedua
kata tersebut.
A. Kritik
H. B Jassin (1991: 97) mengungkapkan bahwa kritik
adalah penerangan dan penghakiman. Henry Guntur Tarigan
(1993: 188) mengatakan bahwa mengkritik harus dilakukan
dengan teliti, dengan perbandingan yang tepat, serta pertimbangan
yang adil terhadap baik buruknya kualitas. Hal senada juga
dikatakan oleh Panuti Sudjiman (1990: 46) yang menjelaskan
bahwa kritik merupakan pengkajian dan evaluasi dari berbagai
segi dan penuh pertimbangan.
Kritik adalah analisis untuk menilai suatu karya sastra.
Tujuan kritik sebenarnya bukan menunjukkan keunggulan,
kelemahan, benar atau salah sebuah karya sastra dipandang dari
sudut tertentu, tetapi tujuan akhirnya mendorong sastrawan untuk
mencapai penciptaan sastra setinggi mungkin dan mendorong
pembaca untuk mengapresiasi karya sastra secara lebih baik. Dari
pendapat tersebut, dapat disimpulkan tentang pengertian kritik
yaitu sebuah kesamaan atau sanggahan untuk menyelidiki dengan
langsung, menganalisis dan memberi pertimbangan baik buruknya
suatu hal.
Dalam mengkritik keadaan sosial yang kurang berterima dapat
dilakukan secara terang-terangan atau tersamar. Pengarang
melakukan kritikan ini dengan berbagai pertimbangan, misalnya
untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan pengarang
mengkritik dengan menggunakan perumpamaan.
Menurut Soejono Soekanto (2000: 462-463), kepincangan dalam
masyarakat diantaranya kemiskinan, kejahatan,
disorganisasi keluarga, masalah generasi muda dalam masyarakat
modern, peperangan, kependudukan, lingkungan hidup, dan
birokrasi. Sebuah kritik tidak hanya menyebutkan hal-hal yang
baik dan buruknya. Hal ini dilakukan sebagai pertimbangan suatu
penilaian atau keputusan yang tepat.

B. Sosial
Abdul Syani (dalam Kuncoro Hadi, 2009:434)
menjelaskan bahwa istilah sosial dapat diartikan sebagai
hubungan manusia di dalam masyarakat, yaitu berbagai masalah
yang sedang dihadapi oleh masyarakat terutama dalam bidang
kesejahteran.
Kritik sosial yang menguak dari lubuk sastra, akan menjadi
ekpresi kehidupan yang sesungguhnya. Hal senada di analisis
Nyoman Kutha Ratna (2004: 64) bahwa kaitan antara system
estetika dan system sosial tampak apabila karya sastra dilihat
melalui dimensi-simensi sosiokulturalnya. Artinya, karya sastra
dianggap melalui manifestasi intense-intensi struktur sosial
tertentu, baik sebagai afirmasi (pengakuan), restorasi
(pengembalian pada semula), dan inovasi (pembaruan), maupun
negasi (pengingkaran).
Kritik sosial adalah sindiran, tanggapan, yang ditujukan
pada suatu hak yang terjadi dalam masyarakat manakala terdapat
sebuah konfrontasi dengan realitas berupa kepincangan atau
kebobrokan. Kritik sosial diangkat ketika kehidupan dinilai tidak
selaras dan tidak harmonis, ketika masalah-masalah sosial tidak
dapat diatasi dan perubahan sosial mengarah kepada dampak-
dampak dalam masyarakat. Kritik sosial disampaikan secara
langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung, kritik
sosial dapat disampaikan melalui media. Media penyampaian
kritik sosial beraneka ragam jenisnya. Karya sastra adalah salah
satu media paling ampuh untuk menyampaikan kritik sosial, salah
satunya adalah puisi. Seni berbahasa ini sangat memungkinkan
bagi penyair untuk membentuk kesadaran hidup dan kesadaran
tentang hak asasi manusia.
Herman J Waluyo (dalam Sudiro Satoto dan Zainudin
Fananie, 2000: 271-284) menyatakan ada tiga penyair protes di
masa Orde Baru yaitu W.S. Rendra, Wiji Thukul dan Sapardi
Djoko Damono. Jika W. S Rendra dan Sapardi Djoko Damono
seorang priyayi dan bangsawan, Wiji Thukul adalah penyair rakyat
jelata baik asal usul orang tuanya maupun kehidupan pribadinya.
Jika Rendra dan Sapardi dengan puisi-puisinya semakin mashur,
maka Wiji Thukul penuh penderitaan dan akhirnya hilang hingga
kini sejak peristiwa 27 juli 1996.

BAB III
METODE PENELITIAN
1. Bentuk dan Strategi Penelitian
Bentuk penelitian ini deskriptif kualitatif dengan metode analisis
isi (content analysis). Penelitian ini mendeskripsikan, menganalisis, dan
menafsirkan data. Metode analisis isi, yaitu dengan menggunakan
pendekatan struktur dan pendekatan sosiologi sosiologi sastra.

2. Sumber Data
Sumber data penelitian ini sebagai berikut.
1) Buku kumpulan puisi AIJP karya Wiji Thukul. Penerbit Indonesia Tera
Magelang tahun 2000. Kumpulan puisi AIJP terdiri dari 5 (lima) buku.
Buku I yang berjudul “Lingkungan Kita Si Mulut Besar” terdiri dari 46
puisi; Buku II yang berjudul “Ketika Rakyat Pergi” terdiri dari 17 puisi;
Buku III yang berjudul “Darman dan Lain-Lain terdiri dari 16 puisi; Buku
IV yang berjudul “Puisi Pelo” terdiri dari 29 puisi; dan Buku V yang
berjudul “Baju Loak Sobek Pundaknya” terdiri dari 28 puisi. Jadi, jumlah
seluruh puisi dalam antologi “AIJP” karya Wiji Thukul 136 puisi.
2) Wawancara dengan informan terdekat dari pengarang, yaitu istri penyair
Wiji Thukul. Sebab, si pengarang sampai sekarang belum ditemukan dan
dianggap telah meninggal.

3. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data penelitian ini sebagai berikut.
1) Wawancara dengan informan, yaitu dengan istri penyair Wiji Thukul.
2) Analisis dokumen, yaitu analisis puisi “Megatruh Solidaritas” karya Wiji
Thukul.

4. Validitas Data
Validitas atau keabsahan data merupakan kebenaran data dari proses
penelitian. Untuk mendapatkan keabsahan data penelitian ini menggunakan
triangulasi teori, yaitu menggunakan lebih dari satu teori dalam membahas
masalah yang dikaji sehingga menghasilkan simpulan yang lebih mantap (HB
Sutopo, 2006: 98 – 99).
Untuk mengukur validitas data penelitian ini digunakan 2 teori atau
pendekatan 1) teori struktur, 2) teori sosial (sosiologi sastra).

5. Teknik Analisis Data


Teknis analisis data, yaitu analisis struktur kumpulan puisi Megatruh
Solidaritas karya Wiji Thukul dan analisis sosiologi sastra (pengarang).
Oleh karena penelitian ini termasuk penelitian kualitatif maka teknis
analisis data yang digunakan, yaitu teknik analisis data menurut Miles dan
Huberman. Dinyatakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif
dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus pada setiap
tahapan penelitian sehingga sampai tuntas, dan datanya sampai jenuh.
Aktifitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan
conclusion drawing/ verification

Anda mungkin juga menyukai