Nim : 20170102327
1. Organisasi nirlaba atau biasa disebut dengan organisasi non profit merupakan
organisasi yang sasarannya untuk mendukung suatu kebijakan atau memecahkan
masalah penting yang terjadi di suatu Negara. Dengan tujuannya yang tidak komersial
atau tidak menarik perhatian terhadap sesuatu yang bersifat mencari keuntungan.
organisasi nirlaba bisa terbentuk dari organisasi keagamaan, organisasi politik, rumah
sakit, sekolah negeri, dan organisasi lainnya.
Pembatasan permanen adalah pembatasan penggunaan sumber daya yang ditetapkan
oleh penyumbang agar sumber daya tersebut dipertahankan secara permanen, tetapi
organisasi diizinkan untuk menggunakan sebagian atau semua penghasilan atau
manfaat ekonomi lainnya yang berasal dari sumber daya tersebut. Pembatasan
temporer adalah pembatasan penggunaan sumber daya oleh penyumbang yang
menetapkan agar sumber daya tersebut dipertahankan sampai dengan periode tertentu
atau sampai dengan terpenuhinya keadaan tertentu. Sumbangan terikat adalah
sumber daya yang penggunaannya dibatasi untuk tujuan tertentu oleh penyumbang.
Pembatasan tersebut dapat bersifat permanen atau temporer. Sumbangan tidak
terikat adalah sumber daya yang penggunaannya tidak dibatasi untuk tujuan tertentu
oleh penyumbang.
3. Konflik yang muncul dalam organisasi nirlaba tergantung tiga faktor utama : ukuran,
bentuk dan sumberdaya organisasi.
Semakin besar unit manajemen dalam organisasi semakin besar peluang terjadinya
konflik internal. Organisasi dengan bentuk formal yang ketat dalam birokrasi seperti
Yayasan akan lebih memiliki peluang terjadinya konflik lebih besar dibanding
organisasi yang lebih longgar dalam struktur organisasi seperti Perkumpulan.
Organisasi yang memiliki kemampuan sumberdaya besar akan lebih memiliki potensi
terjadinya konflik lebih besar dibanding dengan organisasi yang lemah dalam
sumberdaya terutama sumberdaya finansial. Organisasi dengan ukuran lebih kecil
memungkinkan komunikasi antar staf yang lebih intensif dan substansial, dibanding
organisasi dengan ukuran besar. Organisasi dengan ukuran kecil biasanya didirikan
oleh orang yang saling kenal dekat dan relatif memiliki kesamaan pandangan dalam
melihat visi, misi dan tujuan organisasi. Kohesifitas organisasi lebih kuat, karena
aktivis dalam organisasi kecil umumnya memiliki “ideologi” yang sama dan proses
historis yang mengikat diantara aktivis di dalamnya. Organisasi dengan ukuran besar
dan sistem manajemen yang lebih kompleks pada umumnya mengadopsi prinsip
pengelolaan manajemen modern. Ada divisi kerja yang ketat, sistem renumerasi serta
aturan main yang tidak jauh beda dengan organisasi bisnis. Organisasi besar juga
memiliki struktur organisasi dimana terjadi pembagian dan hirarki kekuasaan yang
ketat di mana memiliki potensi terjadinya perbedaan pendapat dan ketegangan antara
lapisan kekuasaan dalam organisasi.
Pada banyak kasus, sering terjadi konflik antara pembina dan pelaksana, antara senior
dan junior, dan dalam konteks Yayasan, antara yang merasa memiliki sekaligus
pemberi mandat dengan yang melaksanakan mandat. Walaupun tidak berlaku umum,
bentuk Perkumpulan lebih rendah resikonya dibanding dengan Yayasan. Bentuk
organisasi perkumpulan lebih longgar dalam konteks struktur dan hirarki dalam
organisasi. Hal ini mereduksi potensi konflik, karena status kepemilikan organisasi
adalah dimiliki bersama. Konflik yang tejadi pada Perkumpulan pada umumnya
adalah bukan konflik struktural atau tata kelola namun lebih pada konflik personal
atau ideologis. Ada yang berseloroh dan sering menjadi bahasan dikalangan aktivis
organisasi nirlaba adalah “dulu ketika miskin bisa rukun, kini sudah kaya malah
berantem”. Hal ini menyangkut keberadaan sumberdaya terutama sumberdaya
finansial. Sumberdaya tidak hanya finansial, tapi termasuk manusia, pengetahuan dan
jejaring. Namun dari semua faktor itu soal finansial yang lebih sering menjadi sumber
konflik. Ketika proyek dan dana dari donor mengalir deras dalam sebuah organisasi
maka terjadilah masalah baru mengenai siapa dapat apa dan berapa. Ini adalah soal
perebutan akses dalam pengelolaan dana, atau yang lebih pragmatis dari itu adalah
soal pembagian benefit dari dana yang dikelola. Dalam banyak kasus, organisasi yang
mengklaim sebagai NGO yang profesional justru sering mengalami konflik internal
terkait masalah finansial ini.
2. Penyusunan anggaran dilakukan berlandaskan asas efisiensi, tepat guna, tepat waktu
pelaksanaan, dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan. Dana yang tersedia harus
dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan dan
kesejahteraan maksimal untuk kepentingan masyarakat.
1. Penetapan arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasional yang menghasilkan konsep
kebijakan RAPBN;
2. Penyusunan kapasitas fiskal (resource envelope) sebagai bahan penyusunan pagu indikatif
dan konsep kebijakan fiskal;
3. Penyusunan pagu indikatif yang kemudian diterbitkan surat edaran bersama Menteri
Keuangan dengan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas; dan
4. Perumusan pokok-pokok kebijakan fiskal, kebijakan ekonomi makro dan rencana kerja
pemerintah.
5. Penyusunan pagu anggaran yang digunakan sebagai bahan penyusunan Nota Keuangan
dan RUU RAPBN
6. Penyampaian RAPBN oleh Pemerintah ke DPR, pembahasan Rancangan APBN dan
Rancangan Undang-undang APBN
7. Persetujuan DPR setelah Pembahasan RAPBN dan RUU APBN ditetapkan menjadi
Undang-undang APBN.
8. Setelah UU APBN disahkan oleh DPR, Pemerintah menerbitkan Keppres tentang Rincian
Alokasi Anggaran Belanja Pemerintah Pusat.
9. Pemerintah menerbitkan DIPA untuk diserahkan ke masing-masing Satker.