TINJAUAN PUSTAKA
A. Gawat Nafas
merupakan diagnosis yang ditegakkan secara klinis dimana sistem pernafasan tidak
mampu untuk melakukan pertukaran gas secara normal tanpa bantuan. Terminologi
adekuat, sedangkan respiratory failure merupakan keadaan klinis yang lanjut akibat
gejala berikut; pengembangan cuping hidung, retraksi dinding dada, takipnea, dan
mendengkur.15
Penyebab dari gawat nafas pada bayi baru lahir dari yang tersering adalah
mekonium. Gawat nafas pada neonatus juga memiliki penyebab lain yang jarang
tetapi signifikan seperti transisi yang tertunda, infeksi (seperti pneumonia, sepsis),
hipertensi pulmonal yang persisten pada naonatus baru lahir, pneumothoraks. Dan
4
Menurut Aly tahun 2004, gawat nafas pada neonatus dikarakteristikkan dengan
satu atau lebih dari hal berikut; cuping hidung mengembang, retraksi dinding dada,
dari gawat nafas pada neonatus adalah apnea, sianosis, mendengkur, stridor inspirasi,
cuping hidung mengembang, malas minum, dan takipnea (lebih dari 60 kali nafas
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan
dibawah 2500 gram tanpa memandang masa gestasi dan ditimbang 24 jam setelah
lahir.18
C. Sepsis Neonatorum
mikrob pada bagian tubuh yang biasanya steril, terjadi pada bulan pertama bayi yang
disebabkan oleh mikroba, ditandai dengan reaksi lokal maupun sistemik dengan
1. Epidemiologi
Sekitar 20% neonatus mengalami sepsis dan 30-50 % kematian neonatus pada negara
5
2000 di Nepal, 23% kematian neonatus disebabkan oleh sepsis. Selain itu, Jain dkk1
menyatakan bahwa faktor risiko yang paling berhubungan dengan sepsis neonatorum
adalah prematuritas dan bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR). Demikian pula di
prematuritas dan BBLSR. Di Inggris, kematian pada BBLSR dengan infeksi SAD
mencapai 40%, tiga kali lebih tinggi dibandingkan bayi dengan usia kehamilan yang
sama tanpa infeksi.6Di Rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, insidens
sepsis neonatorum masih tinggi mencapai 13,7% dengan angka kematian 14%. Pada
BBLSR kejadian SAD terjadi pada 26/1000 kelahiran demikian pula pada bayi
prematur.16
Faktor risiko sepsis meliputi faktor risiko mayor yaitu ketuban pecah dini
(KPD) >18 jam, ibu demam intrapartum >380C, korioamnionitis, ketuban berbau,
denyut jantung janin (DJJ) >160x/menit. Faktor risiko minor terdiri dari KPD
>12jam, demam intrapartum >37,50C, skor APGAR rendah (menit 1 skor <5 dan
menit 5 skor <7), BBLSR (<1500 gram), kembar, usia kehamilan <37 minggu,
keputihan yang tidak diobati, ibu yang dicurigai infeksi saluran kemih (ISK). Seorang
bayi memiliki risiko sepsis bila memenuhi dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor
ditambah dua kriteria minor.11 Berbagai faktor ibu dan bayi merupakan faktor risiko
infeksi neonatal. Gabungan beberapa faktor risiko ini harus dicurigai sebagai suspek
sepsis. Faktor risiko itu adalah Prematuritas dan BBLR, Ketuban pecah sebelum
waktunya, Demam/infeksi pada ibu, Resusitasi pada bayi, Kembar, Prosedur invasif,
6
Galaktosemia (predisposisi sepsis E. coli), defek imunitas, atau asplenia, Faktor lain
3. Patofisiologi
peran kurangnya respons imunitas bayi di samping pengaruh faktor genetik. Sepsis
berasal dari gabungan antara lemahnya keutuhan barier baik karena fisik ataupun
patogenesis, sepsis neonatal dibagi menjadi dua, yairtu sepsis awitan dini dan sepsis
awitan lambat. Sepsis awitan dini terjadi pada 0-7 hari usia bayi, biasanya tanda
genital ibu. Pada keadaan ini kolonisasi patogen terjadi pada periode perinatal.
7
mikroorganisme, dapat melalui proses persalinan. Dengan pecahnya selaput ketuban,
mikro-organisme dalam flora vagina atau bakteri patogen lainnya secara asenden
dapat mencapai cairan amnion dan janin. Hal ini memungkinkan terjadinya
khorioamnionitis atau cairan amnion yang telah terinfeksi teraspirasi oleh janin atau
vernix atau mekoneum merusak peran alami bakteriostatik cairan amnion. Akhirnya
bayi dapat terpapar flora vagina waktu melalui jalan lahir. Kolonisasi terutama terjadi
pada kulit, nasofaring, orofaring, konjungtiva, dan tali pusat. Trauma pada permukaan
ini mempercepat proses infeksi. Penyakit dini ditandai dengan kejadian yang
mendadak dan berat, yang berkembang dengan cepat menjadi syok sepsis dengan
angka kematian tinggi. Insidens syok septik 0,1- 0,4% dengan mortalitas 15-45% dan
morbiditas kecacatan saraf. Umumnya terjadi setelah bayi berumur 7 hari atau lebih.6
penyebab sepsis dan meningitis, termasuk yang timbul sesudah lahir yang berasal dari
saluran genital ibu, kontak antar manusia atau dari alat-alat yang terkontaminasi. Di
sini transmisi horisontal memegang peran. Insiden sepsis lambat sekitar 5-25%,
sedangkan mortalitas 10-20% namun pada bayi kurang bulan mempunyai risiko lebih
4. Manifestasi Klinik
Gejala klinis dipengaruhi oleh virulensi patogen, port d’entrée dan respons
imun bayi.18 Gejala dapat berupa gejala secara per sistem maupun gejala yang non
spesifik. Gejala umum terjadinya sepsis biasanya ditandai dengan demam dengan
8
suhu yang tidak stabil, malas minum dan edema. Jika sistem pencernaan mengalami
sepsis maka dapat terjadi distensi abdomen, muntah, diare, dan mungkin dapat terjadi
hepatomegali. Pada sistem napas dapat terjadi apnea, dispnea, takipnea, retraksi,
pernapasan cuping hidung, grunting dan sianosis. Pada sistem ginjal dapat terjadi
oliguria dan pada sistem kardiovaskular bayi akan nampak pucat, “mottling”,
letargis, tremor, kejang, hiporefleksi, hipotonia, Refleks MORO (-), nafas ireguler,
fontanel cembung, “high pitched cry”. Jika terjadi sepsis pada sistem hematologi
sistem pernapasan, ditandai dengan onset yang mendadak dan berat dan secara cepat
berkembang menjadi syok septik. Biasanya LOS berkembang lebih perlahan tetapi
dapat berubah menjadi berat. Biasanya fokus penyebab dapat ditemukan dan sering
5. Diagnosis
kultur darah. Ketepatan kultur darah dapat dipercaya sebagai acuan dalam pemberian
antibiotik walau kadang hasil kultur darah dapat menjadi negatif palsu dikarenakan
sampel daah yang kurang, densitas maupun bakterimia yang intermiten serta suppresi
dari penggunaan antibiotik. Kultur positif ditemukan hampir 7-85% hasil, dengan
9
Pemeriksaan fisik harus dilakukan untuk menilai keadaan umum, gangguan tanda
kultur berupa kultur darah maupun kultur cairan serebrospinal dan ditemukannya
mikroba pathogen pada sampel kultur. Kultur darah dengan sampel yang mencukupi
(minimal 1.0mL darah) diperlukan untuk menghindari negative palsu. 23 Selain pada
itu interpretasi leukositosis, peningkatan ratio netrofil imatur/total, reaksi fase akut:
CRP, LED, pleositosis pada LCS atau cairan sinovial atau pleural juga dapat
membantu dalam diagnosis sepsis pada neonatorum meski tidak spesifik penuh.
BUN dan kreatinin ,fungsi hati, bilirubin, ALT, AST, amonia, PT, APTT serta fungsi
10