Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gawat Nafas

Gagal nafas (respiratory failure) dan distress nafas (respiratory distress)

merupakan diagnosis yang ditegakkan secara klinis dimana sistem pernafasan tidak

mampu untuk melakukan pertukaran gas secara normal tanpa bantuan. Terminologi

respiratory distress digunakan untuk menunjukkan bahwa pasien masih dapat

menggunakan mekanisme kompensasi untuk mengembalikan pertukaran gas yang

adekuat, sedangkan respiratory failure merupakan keadaan klinis yang lanjut akibat

kegagalan mekanisme kompensasi dalam mempertahankan pertukaran gas atau

tercukupinya aliran oksigen.7,15

Gawat nafas merupakan penyakit yang dikarakteristikkan dengan salah satu

gejala berikut; pengembangan cuping hidung, retraksi dinding dada, takipnea, dan

mendengkur.15

Penyebab dari gawat nafas pada bayi baru lahir dari yang tersering adalah

takipnea transien pada neonatus, penyakit membran hyalin, sindrom aspirasi

mekonium. Gawat nafas pada neonatus juga memiliki penyebab lain yang jarang

tetapi signifikan seperti transisi yang tertunda, infeksi (seperti pneumonia, sepsis),

hipertensi pulmonal yang persisten pada naonatus baru lahir, pneumothoraks. Dan

penyebab nonpulmonal seperti anemia, penyakit jantung kongenital, malformasi

kongenital, medikasi, abnormalitas neurologis atau metabolik, polisitemia, obstruksi

jalan nafas bagian atas.16

4
Menurut Aly tahun 2004, gawat nafas pada neonatus dikarakteristikkan dengan

satu atau lebih dari hal berikut; cuping hidung mengembang, retraksi dinding dada,

takipnea, dan mendengkur.15 Menurut Hermansen et al tahun 2007, presentasi klinis

dari gawat nafas pada neonatus adalah apnea, sianosis, mendengkur, stridor inspirasi,

cuping hidung mengembang, malas minum, dan takipnea (lebih dari 60 kali nafas

dalam satu menit).17

B. Bayi Berat Badan Lahir Rendah

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan

dibawah 2500 gram tanpa memandang masa gestasi dan ditimbang 24 jam setelah

lahir.18

C. Sepsis Neonatorum

Sepsis neonatorum adalah keadaan penyakit sistemik disebabkan oleh invasi

mikrob pada bagian tubuh yang biasanya steril, terjadi pada bulan pertama bayi yang

disebabkan oleh mikroba, ditandai dengan reaksi lokal maupun sistemik dengan

gejala yang berbeda-beda.9,14

1. Epidemiologi

Kejadian infeksi merenggut hampir 3000 nyawa neonatus setiap harinya. 12

Sekitar 20% neonatus mengalami sepsis dan 30-50 % kematian neonatus pada negara

berkembang dikarenakan sepsis neonatorum.13 Insidens sepsis neonatorum di negara

berkembang masih tinggi, 1,8-18/1000 kelahiran dibandingkan dengan negara maju,

1-5/1000 kelahiran, dengan angka kematian 5%-20%.14,15 Berdasarkan data tahun

5
2000 di Nepal, 23% kematian neonatus disebabkan oleh sepsis. Selain itu, Jain dkk1

menyatakan bahwa faktor risiko yang paling berhubungan dengan sepsis neonatorum

adalah prematuritas dan bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR). Demikian pula di

Alaska, kematian karena sepsis neonatorum paling sering disebabkan oleh

prematuritas dan BBLSR. Di Inggris, kematian pada BBLSR dengan infeksi SAD

mencapai 40%, tiga kali lebih tinggi dibandingkan bayi dengan usia kehamilan yang

sama tanpa infeksi.6Di Rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, insidens

sepsis neonatorum masih tinggi mencapai 13,7% dengan angka kematian 14%. Pada

BBLSR kejadian SAD terjadi pada 26/1000 kelahiran demikian pula pada bayi

prematur.16

2. Etiologi dan Faktor Risiko

Faktor risiko sepsis meliputi faktor risiko mayor yaitu ketuban pecah dini

(KPD) >18 jam, ibu demam intrapartum >380C, korioamnionitis, ketuban berbau,

denyut jantung janin (DJJ) >160x/menit. Faktor risiko minor terdiri dari KPD

>12jam, demam intrapartum >37,50C, skor APGAR rendah (menit 1 skor <5 dan

menit 5 skor <7), BBLSR (<1500 gram), kembar, usia kehamilan <37 minggu,

keputihan yang tidak diobati, ibu yang dicurigai infeksi saluran kemih (ISK). Seorang

bayi memiliki risiko sepsis bila memenuhi dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor

ditambah dua kriteria minor.11 Berbagai faktor ibu dan bayi merupakan faktor risiko

infeksi neonatal. Gabungan beberapa faktor risiko ini harus dicurigai sebagai suspek

sepsis. Faktor risiko itu adalah Prematuritas dan BBLR, Ketuban pecah sebelum

waktunya, Demam/infeksi pada ibu, Resusitasi pada bayi, Kembar, Prosedur invasif,

6
Galaktosemia (predisposisi sepsis E. coli), defek imunitas, atau asplenia, Faktor lain

(jenis kelamin, pemberian ASI, sosioekonomi rendah, kekurangwaspadaan penjagaan

infeksi/cuci tangan).17 Organisme penyebab sepsis primer berbeda dengan sepsis

nosokomial. Sepsis primer biasanya disebabkan: Streptokokus Grup B (GBS), kuman

usus Gram negatif, terutama Escherisia coli, Listeria monocytogenes, Stafilokokus,

Streptokokus lainnya (termasuk Enterokokus), kuman anaerob, dan Haemophilus

influenzae. Sedangkan penyebab sepsis nosokomial adalah Stafilokokus (terutama

Staphylococcus epidermidis), kuman Gram negatif (Pseudomonas, Klebsiella,

Serratia, dan Proteus), dan jamur.17

3. Patofisiologi

Masalah utama terjadinya sepsis neonatorum biasanya dikarenakan ketidak

matangan sistem pertahanan tubuh bayi, Patofisiologi sepsis terutama merupakan

peran kurangnya respons imunitas bayi di samping pengaruh faktor genetik. Sepsis

berasal dari gabungan antara lemahnya keutuhan barier baik karena fisik ataupun

imunologis dan penetrasi langsung patogen terhadap aliran darah.18 Secara

patogenesis, sepsis neonatal dibagi menjadi dua, yairtu sepsis awitan dini dan sepsis

awitan lambat. Sepsis awitan dini terjadi pada 0-7 hari usia bayi, biasanya tanda

distres pernafasan lebih tampak.6

Penyebab tersering penyakit didapat dari intrapartum, atau melalui saluran

genital ibu. Pada keadaan ini kolonisasi patogen terjadi pada periode perinatal.

Beberapa mikroorganisme penyebab, seperti treponema, virus, listeria dan candida,

transmisi ke janin melalui plasenta secara hematogenik. Cara lain masuknya

7
mikroorganisme, dapat melalui proses persalinan. Dengan pecahnya selaput ketuban,

mikro-organisme dalam flora vagina atau bakteri patogen lainnya secara asenden

dapat mencapai cairan amnion dan janin. Hal ini memungkinkan terjadinya

khorioamnionitis atau cairan amnion yang telah terinfeksi teraspirasi oleh janin atau

neonatus, yang kemudian berperan sebagai penyebab kelainan pernapasan. Adanya

vernix atau mekoneum merusak peran alami bakteriostatik cairan amnion. Akhirnya

bayi dapat terpapar flora vagina waktu melalui jalan lahir. Kolonisasi terutama terjadi

pada kulit, nasofaring, orofaring, konjungtiva, dan tali pusat. Trauma pada permukaan

ini mempercepat proses infeksi. Penyakit dini ditandai dengan kejadian yang

mendadak dan berat, yang berkembang dengan cepat menjadi syok sepsis dengan

angka kematian tinggi. Insidens syok septik 0,1- 0,4% dengan mortalitas 15-45% dan

morbiditas kecacatan saraf. Umumnya terjadi setelah bayi berumur 7 hari atau lebih.6

Sepsis lambat mudah menjadi berat, tersering menjadi meningitis. Bakteri

penyebab sepsis dan meningitis, termasuk yang timbul sesudah lahir yang berasal dari

saluran genital ibu, kontak antar manusia atau dari alat-alat yang terkontaminasi. Di

sini transmisi horisontal memegang peran. Insiden sepsis lambat sekitar 5-25%,

sedangkan mortalitas 10-20% namun pada bayi kurang bulan mempunyai risiko lebih

mudah terinfeksi, disebabkan penyakit utama dan imunitas yang imatur.6

4. Manifestasi Klinik

Gejala klinis dipengaruhi oleh virulensi patogen, port d’entrée dan respons

imun bayi.18 Gejala dapat berupa gejala secara per sistem maupun gejala yang non

spesifik. Gejala umum terjadinya sepsis biasanya ditandai dengan demam dengan

8
suhu yang tidak stabil, malas minum dan edema. Jika sistem pencernaan mengalami

sepsis maka dapat terjadi distensi abdomen, muntah, diare, dan mungkin dapat terjadi

hepatomegali. Pada sistem napas dapat terjadi apnea, dispnea, takipnea, retraksi,

pernapasan cuping hidung, grunting dan sianosis. Pada sistem ginjal dapat terjadi

oliguria dan pada sistem kardiovaskular bayi akan nampak pucat, “mottling”,

letargis, tremor, kejang, hiporefleksi, hipotonia, Refleks MORO (-), nafas ireguler,

fontanel cembung, “high pitched cry”. Jika terjadi sepsis pada sistem hematologi

maka dapat terjadinya ikterik , splenomegali, pucat, petekia, purpura, perdarahan.

Biasanya EOS merupakan penyakit multisistem dengan gejala utama gangguan

sistem pernapasan, ditandai dengan onset yang mendadak dan berat dan secara cepat

berkembang menjadi syok septik. Biasanya LOS berkembang lebih perlahan tetapi

dapat berubah menjadi berat. Biasanya fokus penyebab dapat ditemukan dan sering

kali disertai dengan meningitis.18

5. Diagnosis

Gold standard dalam mendiagnosis sepsis pada neonatus adalah dilakukannya

kultur darah. Ketepatan kultur darah dapat dipercaya sebagai acuan dalam pemberian

antibiotik walau kadang hasil kultur darah dapat menjadi negatif palsu dikarenakan

sampel daah yang kurang, densitas maupun bakterimia yang intermiten serta suppresi

dari penggunaan antibiotik. Kultur positif ditemukan hampir 7-85% hasil, dengan

kemungkinan terdapat kontaminan dalam kultur darah tersebut.22

Dalam memastikan diagnosis sepsis perlu dilakukan anamnesis untuk memperoleh

keterangan dan informasi lengkap mengenai antenatal, intranatal dan postnatal.

9
Pemeriksaan fisik harus dilakukan untuk menilai keadaan umum, gangguan tanda

vital,kelainan system organ, gangguan umum, urine output dan gerakan-gerakan

abnormal. Golden standard dalam mendiagnosis sepsis adalah dengan melakukan

kultur berupa kultur darah maupun kultur cairan serebrospinal dan ditemukannya

mikroba pathogen pada sampel kultur. Kultur darah dengan sampel yang mencukupi

(minimal 1.0mL darah) diperlukan untuk menghindari negative palsu. 23 Selain pada

itu interpretasi leukositosis, peningkatan ratio netrofil imatur/total, reaksi fase akut:

CRP, LED, pleositosis pada LCS atau cairan sinovial atau pleural juga dapat

membantu dalam diagnosis sepsis pada neonatorum meski tidak spesifik penuh.

pengamatan asidosis metabolik dengan pemeriksaan pH dan pCO2, fungsi paru-paru

dengan pemeriksaan p02 dan pCO2,pengamatan fungsi ginjal dengan pemeriksaan

BUN dan kreatinin ,fungsi hati, bilirubin, ALT, AST, amonia, PT, APTT serta fungsi

sumsum tulang seperti neutropenia, anemia dan trombositopenia dapat menjadi

pemeriksaan penunjang untuk menetukan sepsis neonatorum pada neonatus.20

10

Anda mungkin juga menyukai