Anda di halaman 1dari 30

BAB II

KAJIAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA, DAN RUMUSAN


HIPOTESIS

A. Kajian Teori

1. Mortar

Menurut SNI 03-6825-2002 mortar didefinisikan sebagai campuran

material yang terdiri dari agregat halus (pasir), bahan perekat (tanah liat,

kapur, semen portland) dan air dengan komposisi tertentu. Fungsi mortar

adalah sebagai matrik pengikat bagian penyusun suatu konstruksi baik yang

bersifat struktural maupun non-struktural. Penerapan mortar untuk

pekerjaan struktural misalnya mortar pasangan batu belah untuk struktur

pondasi, dinding penahan tanah, sedangkan untuk pekerjaan non-struktural

seperti plesteran dinding, perekat pasangan bata, plesteran pada pasangan

keramik, batako, paving block, dan sebagainya.

Tjokrodimulyo (2007:76-77) membagi mortar berdasarkan jenis

bahan ikatnya menjadi 4 jenis, yaitu:

a. Mortar Lumpur, dibuat dari campuran air, tanah liat/lumpur, dan agregat

halus. Perbandingan campuran bahan-bahan tersebut harus tepat untuk

memperoleh adukan yang kelecakannya baik dan mendapatkan mortar

(setelah keras) yang baik pula. Terlalu sedikit agregat halus (berarti

terlalu banyak tanah liat) menghasilkan mortar yang cenderung retak-

retak setelah mengeras karena susutan pengeringannya besar. Terlalu

banyak agregat halus (berarti sedikit tanah liat) menyebabkan adukan

6
7

kurang plastis. Mortar lumpur ini dipakai untuk bahan dinding tembok

atau bahan tungku api di pedesaan. Mortar Kapur, dibuat dari campuran

air, kapur, dan agregat halus (dulu ditambahkan serbuk bata merah,

sebagai pozzolan). Kapur dan agregat halus mula-mula dicampur dalam

keadaan kering, kemudian ditambahkan air. Air diberikan secukupnya

agar diperoleh adukan yang kelecakannya baik. Selama proses

pengerasan kapur mengalami susutan, sehingga jumlah agregat halus

umunya dipakai 2 atau 3 kali volume kapur. Mortar ini biasa dipakai

untuk perekat bata merah pada dinding tembok bata, atau perekat antar

batu pada pasangan batu.

b. Mortar Semen, dibuat dari campuran air, semen portland, dan agregat

halus dalam perbandingan campuran yang tepat. Perbandingan antara

volume semen dan volume agregat halus berkisar antar 1:2 dan 1:8.

Mortar ini kekuatannya lebih besar daripada mortar lumpur atau mortar

kapur, oleh karena itu biasa dipakai untuk tembok, pilar, kolom, atau

bagian bangunan yang lain yang menahan beban. Karena mortar semen

ini lebih rapat air (dibandingkan dengan 2 mortar lain sebelumnya) maka

juga dipakai untuk bagian luar bangunan dan atau bagian bangunan yang

berada di bawah tanah (terkena air tanah).

c. Mortar Khusus, dibuat dengan menambahkan bahan khusus pada mortar

b dan c di atas dengan tujuan tertentu.

1) Mortar ringan, diperoleh dengan menambahkan abestos fibers, jute

fibers (serat rami), butir-butir kayu, serbuk gergajian kayu, dan


8

sebagainya. Mortar ini baik untuk bahan isolasi panas atau peredam

suara.

2) Mortar tahan api, diperoleh dengan menambahkan bubuk bata-api

dengan aluminous cement, dengan perbandingan volume satu

aluminous cement dan dua bubuk bata-api. Mortar ini biasa dipakai

untuk tungku api dan sebagainya.

Berdasarkan kuat tekan dalam ASTM C 270 tipe mortar dibagi

menjadi 5, yaitu:

a. Mortar tipe M yaitu mortar dengan kuat tekan yang tinggi, dipakai untuk

dinding bata bertulang, dinding dekat tanah, pasangan pondasi, dinding

penahan, dan untuk jalan. Kuat tekan minimumnya adalah 17,2 MPa.

b. Mortar tipe N yaitu mortar dengan kuat tekan sedang, dipakai apabila

tidak diisyaratkan menggunakan tipe M, kuat tekannya adalah 12,4 –

17,2 MPa.

c. Mortar tipe S yaitu mortar dengan kuat tekan sedang, kuat tekannya

adalah 5,2 – 12,4 MPa.

d. Mortar tipe O yaitu mortar dengan kuat tekan rendah, dipakai untuk

konstruksi dinding, dan gangguan cuaca tidak berat, kuat tekannya

adalah 2,4 – 5,2 MPa.

e. Mortar tipe K yaitu mortar dengan kuat tekan rendah, dipakai untuk

pasangan dinding terlindung dan tidak menahan beban, kuat tekannya

adalah 0,5 – 2,4 MPa.


9

2. Geopolimer

a. Pengertian Geopolimer

Geopolimer dapat didefinisikan sebagai material yang dihasilkan

dari geosintesis aluminosilikat polimerik dan alkali-silikat yang

menghasilkan kerangka polimer SiO4 dan AlO4 yang terikat secara

tetrahedral (Davidovits, 1994 dalam septia, 2011). Geopolimerisasi

melibatkan reaksi kimia dari alumina-silikat oksida (Si2O5, Al2O2)

dengan alkali polisilikat yang menghasilkan ikatan polimer Si-O-Al.

Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa geopolimer adalah bahan-bahan

yang mengandung silika dan alumina yang apabila direaksikan dengan

alkali aktivator sehingga dapat menggantikan semen sebagai pengikat.

b. Sejarah Geopolimer

Geopolimer pertama kali diperkenalkan oleh Profesor

Davidovits pada tahun 1978. Objek yang pertama kali diteliti adalah

tentang struktur mineral dari piramid. Penelitian yang dilakukan oleh

Davidovits menunjukan bahwa piramid dibuat dengan metode re-

aglomerasi batuan atau dengan kata lain piramid dibangun seperti dengan

cara modern yaitu di fabrikasi dengan material seperti “semen” jaman

dulu. Menurut penelitian Davidovits, “semen” dengan mencampurkan

metakaolinit dan larutan alkali, misalnya NaOH, KOH, dan lain-lain.

Material baru tersebut kemudian diperkenalkan oleh Davidovits dengan

nama geopolymer yang merupakan suatu polimer alumina-silika


10

anorganik dan terdiri atas sebagian besar unsur silika (Si) dan alumina

(A1) (Setyani, 2017).

c. Material Penyusun Geopolimer

Material polimerik geopolimer dapat disintesis dengan

mencampurkan prekursor dengan larutan alkali aktivator. Prekursor

adalah bahan utama pembentuk polimer yang mengandung senyawa

alumina dan silika dengan konsentrasi tinggi. Prekursor dapat berupa

mineral alami maupun limbah industri. Unsur-unsur kimia dalam

prekursor bila dicampur dengan larutan alkali aktivator akan

menghasilkan material pasta geopolimer yang mempunyai kemampuan

mengikat seperti pasta semen.

Gambar 1. Struktur Kimia Geopolimer Aluminosilikat


(pasta geopolimer), (Sumber: Septia, 2011:24)

3. Mortar Geopolimer

Mortar geopolimer adalah mortar dengan bahan pengikat

menggunakan geopolimer, yang dapat dibuat dari bahan yang memiliki

kandungan Silika (Si) dan Aluminium (Al) tinggi. Mortar geopolimer


11

dihasilkan dari reaksi material yang mengandung sejumlah besar Silika (Si)

dan Aluminium (Al) dengan larutan alkali aktivator. Mortar geopolimer

merupakan material yang lebih ramah lingkungan karena membutuhkan

energi yang relatif sangat sedikit dalam prosesnya.

4. Material Penyusun Mortar Geopolimer

Bahan-bahan yang akan dibentuk mortar geopolimer ukuran 5 x 5 x

5 cm dalam penelitian ini terdiri dari air, pasir, kapur tohor, silica fume, dan

alkali aktivator.

a. Agregat Halus

Menurut SNI 03-6820-2002 agregat halus adalah agregat

dengan besar butiran maksimum 4,76 mm berasal dari alam atau hasil

olahan. Agregat merupakan bahan pengisi pada mortar, yang digunakan

bersama dengan suatu media pengikat untuk membentuk suatu adukan

atau pasta.

Dari jenisnya agregat dibedakan menjadi 2 yaitu agregat alami

dan agregat buatan (pecahan). Menurut SNI 03-6821-2002, agregat

untuk bahan bangunan sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1) Agregat halus terdiri dari butir-butir tajam dan keras.

2) Butir-butir halus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh

pengaruh cuaca. Sifat kekal agregat halus dapat diuji dengan larutan

garam. Jika dipakai natrium sulfat (Na2SO4) maksimum bagian yang

hancur adalah 10% dari berat.


12

3) Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5%

(terhadap berat kering), jika melampaui 5% maka harus dicuci.

Pemeriksaan bahan-bahan dasar penyusun benda uji mortar

adalah sebagai berikut:

1) Gradasi Agregat Halus

Gradasi agregat halus adalah distribusi ukuran butiran dari

agregat. Apabila butir-butir agregat mempunyai ukuran yang sama

(seragam) volume pori akan besar, sebaliknya bila ukuran butir-

butirnya bervariasi akan terjadi volume pori yang kecil. Hal ini karena

butiran yang kecil mengisi pori diantara butiran yang besar, sehingga

pori-porinya sedikit. Adapun langkah-langkah pemeriksaan sebagai

berikut:

a) Peralatan.

(1) 1 set ayakan 4,75 mm; 2,36 mm; 1,18 mm; 0,6 mm; 0,3 mm;

0,15 mm; dan sisa.

(2) Alat penggetar.

(3) Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram.

(4) Kuas pembersih ayakan.

(5) Cawan.

b) Bahan.

(1) Pasir sebanyak 500 gram.

c) Prosedur pengujian.

(1) Disiapkan benda uji pasir seberat 500 gram.


13

(2) Setelah itu benda uji pasir dimasukkan ke dalam ayakan yang

telah diurutkan.

(3) Satu set ayakan tersebut dimasukan ke alat penggetar (sieve

shaker), kemudian digetarkan ± 1-2 menit.

(4) Kemudian pasir yang tertinggal ditimbang dari masing-masing

ayakan.

Perhitungan modulus halur agregat menggunakan rumus:

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐾𝑜𝑚𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓 𝑇𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎𝑙


MHB pasir = ..............................(1)
100

Keterangan:

MHB pasir = Modulus kehalusan butir agregat

Berat Komulatif Tertinggal = Jumlah persen komulatif yang

tertahan di atas ayakan

Tabel 1
Gradasi Agregat Halus Lewat Ayakan (%)

Lubang Nomor Persen Berat Butir Yang Lewat Ayakan


ayakan ayakan Daerah Daerah Daerah Daerah
(mm) I II III IV
10 2 100 100 100 100
4,8 4 90 – 100 90 – 100 90 – 100 95 – 100
2,4 8 60 – 95 75 – 100 85 – 100 95 – 100
1,2 16 30 – 70 55 – 90 75 – 100 90 – 100
0,6 30 15 – 34 35 – 59 60 – 79 80 – 100
0,3 50 5 – 20 8 – 30 12 – 40 15 – 50
0,15 100 0 – 10 0 – 10 0 – 10 0 – 15
Sumber : SNI-03-2834-2000
Keterangan:

Daerah I = pasir kasar

Daerah II = pasir agak kasar


14

Daerah III = pasir agak halus

Daerah IV = pasir halus

2) Kandungan Lumpur Agregat Halus

Agregat halus yang dapat digunakan sebagai bahan bangunan,

jika kandungan lumpur di dalam pasir tidak lebih dari 5%.

a) Peralatan

(1) Gelas ukur berukuran 1000 cc.

(2) Cawan.

(3) Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram

(4) Sendok.

b) Bahan.

(1) Pasir sebanyak 500 cc.

(2) Air.

c) Prosedur Pengujian.

(1) Benda uji pasir yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam

gelas ukur.

(2) Lalu ditambahkan air sampai benda uji pasir terendam air.

(3) Gelas ukur digoyang-goyangkan untuk mencuci pasir dari

lumpur lalu diamkan selama 2-4 jam hingga lumpur

mengendap.

(4) Tinggi pasir dan tinggi lumpur pada gelas ukur dicatat.

Perhitungan kadar lumpur :

𝐴−𝐵
Kandungan lumpur (%) = x 100% = .................................. (2)
𝐴
15

Keterangan :

A = Tinggi pasir beserta endapan lumpur

B = Tinggi pasir dikurangi endapan lumpur

3) Berat Jenis Agregat

Agregat dapat dibedakan berdasarkan berat jenisnya, yaitu

agregat normal, agregat berat, agregat ringan.

a) Peralatan

(1) Timbangan ketelitian 0,1 gram.

(2) Tabung ukur 1000 cc.

(3) Cawan.

(4) Oven.

(5) Sendok.

b) Bahan

(1) Pasir SSD 500 gram.

c) Prosedur Pengujian

(1) Tabung ukur diisi air sampai garis akhir.

(2) Tabung ukur ditimbang, kemudian air dikeluarkan.

(3) Pasir SSD dimasukkan ke dalam tabung ukur dan usakan

pasir jangan sampai tumpah.

(4) Air dimasukan sampai garis akhir.

(5) Tabung ukur digoyangkan sampai udara nampak keluar.

(6) Setelah digoyangkan air dikeluarkan dari tabung ukur.

(7) Pasir dikeluarkan dari tabung ukur dan dioven selama 36 jam.
16

Perhitungan berat jenis pasir :

𝐷
Berat jenis pasir kering tungku = (gr/cm³)....................(3)
(𝐶+𝐵)− 𝐴

𝐵
Berat jenis pasir SSD = (gr/cm³)...................................(4)
(𝐶+𝐵)− 𝐴

Keterangan :

A = Berat pasir + tabung ukur + air (gram)

B = Berat pasir SSD (gram)

C = Berat tabung ukur + air (gram)

D = Berat jenis kering tungku (gram)

b. Air

Air mempunyai 2 fungsi, yang pertama untuk memungkinkan

reaksi kimia yang menyebabkan pengikatan dan berlangsungnya

pengerasan, dan yang kedua berfungsi sebagai bahan pelumas antara

butir-butir agregat supaya mempermudah proses pencampuran agregat

dengan binder serta mempermudah proses pencetakan. Penggunaan air

yang terlalu banyak menyebabkan menurunnya kekuatan beton atau

mortar.

Air yang digunakan untuk pembuatan beton atau mortar harus

bersih dan tidak mengandung bahan-bahan tersuspensi yang dapat

merusak beton. Dalam penelitian ini air yang digunakan adalah air

PDAM yang berada di Laboratorium Bahan Bangunan Program Studi

Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Purworejo.


17

Berdasarkan SNI 03-2847-2002, persyaratan air yang boleh

digunakan antara lain sebagai berikut:

1) Air yang digunakan harus bersih dan bebas dari bahan-bahan merusak

yang mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan organik atau bahan-

bahan lainnya yang merusak beton atau tulangan.

2) Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau pada beton

yang di dalamnya tertanam logam alumunium, termasuk air bebas

yang terkandung dalam agregat, tidak boleh mengandung ion klorida

dalam jumlah yang membahayakan yaitu 0,5 g/liter.

3) Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton,

kecuali ketentuan berikut terpenuhi:

a) Pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada

campuran beton yang menggunakan air dari sumber yang sama.

b) Hasil pengujian pada umur 7, 14, dan 28 hari pada kubus uji mortar

yang dibuat dari adukan dengan air yang tidak dapat diminum

harus mempunyai kekuatan sekurang-kurangnya sama dengan 90%

dari kekuatan benda uji yang dibuat dengan air yang dapat

diminum.

c. Silica Fume

Silica fume merupakan material sampingan (limbah) hasil industri

yang dihasilkan dari proses peleburan silicon dan ferosilicon yang

dikenal dengan nama microsilica. Silica fume memiliki ukuran partikel

yang sangat halus dengan ukuran partikel rata-rata 100 nm, ukuran
18

tersebut 100 kali lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran partikel

dari semen. Kandungan utama sebagian silica fume adalah SiO2 dan

sebagaian unsur lain dalam jumlah kecil seperti Fe2O3, A1, CaO, MgO,

K, SO3.

Silica fume memiliki warna putih dan abu-abu dan memiliki 3

jenis bentuk produk yaitu undensified silica fume (as produced), slurrry,

dan densified silica fume. Namun yang paling banyak digunakan adalah

undensified silica fume dan densified silica fume, kedua jenis ini yang

membedakan adalah bulk density (kepadatan) dimana densified silica

fume merupakan modifikasi dari undensified silica fume dengan

meningkatkan kepadatan sehingga densified silica fume memiliki

kepadatan yang lebih tinggi dibandingkan undensified silica fume

(Priatmojo, 2015).

Tabel 2.
Komposisi Kimia Silica Fume

Komposisi Kimia Kandungan (%)

Kapur (CaO) 4,56

Silika (SiO2) 49,53

Alumina (Al2O3) 22,01

Besi (Fe2O3) 18,8

Magnesia (MgO) 1,98

Sulfur (SO3) 0,0714


Sumber : Triyanti, 2017:8
19

d. Kapur

Batu gamping atau batu kapur merupakan material konstruksi

tradisional yaitu perekat hidraulik utama yang digunakan pada mortar

sebelum dikembangkannya Semen Portland (SP). Istilah hidraulik yaitu

bahan ini akan mengeras dalam air akibat hidrasi kimia antara kalsium

hidroksida dengan alumina yang menghasilkan senyawa-senyawa

pembentuk kekuatan benda ini.

Proses pembuatan kapur untuk bahan bangunan umumnya

dipecah dengan ukuran tidak terlalu besar agar mempermudah proses

pembakaran. Kapur dibakar dalam sebuah tungku untuk membentuk

kapur tohor. Kapur tersebut kemudian dicampur dengan air untuk

membentuk kapur mati atau kapur padam. Jenis-jenis kapur antara lain:

1) Kapur tohor adalah hasil pembakaran batu kapur alam yang

komposisinya sebagaian besar merupakan kalsium karbonat (CaCO3)

pada temperatur di atas 900 ˚C terjadi proses calsinasi dengan

pelepasan gas CO₂ hingga tersisa padatan CaO atau bisa juga disebut

quick lime.

CaCO3 (batu kapur) —> CaO (kapur tohor) + CO₂

2) Kapur padam adalah hasil pemadaman kapur tohor dengan air dan

membentuk hidrat.

CaO + Air (H2O) —> Ca (OH)2(kapur padam) + panas


20

3) Kapur udara adalah kapur padam yang diaduk dengan air setelah

beberapa waktu campuran tersebut mengeras di udara karena

peningkatan karbon dioksida

Ca (OH)2 + CO2 —> CaCO3 + H2O

4) Kapur hidrolis adalah kapur padam yang diaduk dengan air setelah

beberapa waktu campuran dapat mengeras baik di dalam air maupun

di dalam udara. Sifat-sifat kapur meliputi:

a) plastis,

b) dapat mengeras dengan cepat sehingga memberi kekuatan

pengikat,

c) mudah dikerjakan tanpa melalui proses pabrik,

d) menghasilkan rekatan yang bagus untuk mortar/jika dipakai

sebagai plesteran.

e. Larutan Alkali (Alkaline Activator)

1) Pengertian

Alkaline Aktivator merupakan bahan kimia yang dibutuhkan

untuk reaksi polimerisasi. Alkali mengaktifkan prekursor dengan

mendisolusikan mereka ke dalam monomer Si(OH)4 dan A1(OH)4.

Selama proses curing (pengerasan), monomer-monomer mulanya

terkondensasi dan membentuk jaringan polimer tiga dimensi dan

berikatan silang. Aktivator yang secara umum digunakan adalah

kombinasi antara larutan sodium silikat dan sodium hidroksida.


21

a) Sodium Hidroksida (NaOH)

NaOH – Natrium Hidroksida/Sodium Hidroksida (natrium

hydroxide/sodium hydroxide) atau biasa disebut dengan istilah

soda api atau caustic soda adalah senyawa bersifat basa anorganik.

Bentuk kristalnya memiliki warna putih agak transparan, dibuat

dalam bentuk flake, pellet, atau granular. Bentuk cairnya tak

memliki warna (bening). NaOH larut dalam air, ethanol, dan

methanol. NaOH mudah mencair pada udara terbuka karena

memiliki sifat yang higroskopis dan mampu menurunkan

kelembaban udara, serta mengaborsi karbon dioksida (CO2) dari

udara

Dalam geopolimer sodium hidroksida (NaOH) berfungsi

untuk mereaksikan unsur-unsur A1 dan Si dengan menambah ion

Na₊. Campuran prekursor dan sodium hidroksida membentuk

ikatan yang kurang kuat tetapi menghasilkan ikatan yang lebih

padat dan tidak ada retakan (Setyani, 2017).

b) Sodium Silikat (Na2SiO3)

Sodium silikat (Na2SiO3) atau biasa disebut waterglass

merupakan bahan kimia yang sering digunakan dalam industri

kimia. Sodium silikat terdapat 2 bentuk, yaitu padatan dan larutan.

Dimana untuk campuran beton geopolimer ini berfungsi untuk

mempercepat reaksi polimer. Campuran antara prekursor dan


22

sodium silikat membentuk ikatan yang sangat kuat namun banyak

terjadi retakan-retakan mikrostruktur.

Berdasarkan penelitian mengenai rasio NaOH:Na2SiO3

dalam Septia (2011) maka pada penelitian ini digunakan 8 M

NaOH dengan perbandingan NaOH:Na2SiO3 , 1:2,5.

2) Proses Polimerisasi

Material geopolimer dibuat dengan mencampurkan prekursor

dengan larutan alkali sebagai aktivator. Prekursor dan aktivator akan

bersintesis membentuk material padat melalui proses polimerisasi,

dimana proses polimerisasi yang terjadi adalah disolusi yang diikuti

oleh polikondensasi.

Dalam reaksi polimerisasi Alumina (Al) dan Silika (Si)

mempunyai peranan penting dalam ikatan polimerisasi (Davidovits,

1994 dalam Septia, 2011). Reaksi A1 dan Si dengan larutan alkali

akan menghasilkan Al (OH)4 dan Si(OH)4. Berikut adalah diagram

alur polimerisasi pada beton geopolimer hingga menghasilkan produk

akhir berupa Geopolimer Aluminosilikat dan hasil sampingan H2O.

Gambar 2. Alur Polimerisasi Pada Geopolimer (Sumber: Septia, 2011:22)


23

5. Pemeriksaan Faktor Air Mortar

Pada pemeriksaan ini dilakukan pengujian kelecakan dengan flow

table sesuai dengan SNI 03-6825-2002, yaitu cara menentukan jumlah air

optimum agar menghasilkan mortar yang mudah dikerjakan (workability).

Nilai kelecakan mortar tergantung dari kadar air yang terkandung dalam

mortar. Pemberian air pada mortar yang terdiri dari bahan dan jumlah air

yang berbeda pula untuk mencapai sifat kelecakan tersebut.

Dalam pengujian kelecakan mortar digunakan alat flow table di

mana mortar harus memenuhi derajat kecairan (flow) tertentu. Alat yang

digunakan berupa plat datar yang dapat diangkat dan dijatuhkan bebas

setinggi 0,5 inch (12,7 mm) sebanyak 25 kali dalam waktu 15 detik.

Diameter sebelum dan sesudah plat dijatuhkan setelah 25 kali diukur.

Mortar dengan sifat kelecakan yang baik, memiliki derajat kecairan (flow)

antara 100 % - 115 %. Dalam prakteknya, nilai flow dari mortar yang dipakai

berkisar antar 120 % - 130 %.

a. Alat yang digunakan sebagai berikut:

1) Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram.

2) Gelas ukur.

3) Stopwatch.

4) Cawan.

5) Sendok aduk dan spatula.

6) Alat pengaduk mortar.

7) Flow table.
24

8) Cetakan, tumbukan, dan jangka sorong.

b. Bahan yang digunakan sebagai berikut:

1) Silica Fume.

2) Kapur Tohor.

3) Pasir.

4) Air.

5) Larutan alkali aktivator.

c. Prosedur pembuatan mortar

1) Dibuat total berat campuran sesuai mix design.

2) Silica fume, kapur tohor, dan pasir diaduk sampai benar-benar merata.

3) Tambahkan larutan alkali aktivator diaduk hingga campuran mortar

homogen.

d. Prosedur uji konsistensi

1) Disiapkan flow table, cetakan, penumbuk, stopwatch, dan jangka

sorong.

2) Segera setelah pengadukan selesai mortar dituang ke dalam cetakan 2

lapis. Tiap lapis ditumbuk 20 kali dan ratakan mortar sama dengan

permukaan cetakan.

3) Cetakan diangkat tegak lurus secara perlahan.

4) Diameter lingkaran diukur di 4 tempat menggunakan jangka sorong.

5) Flow table digerakan sehingga terjadi 25 ketukan dalam ± 15 detik.

6) Diukur pelebaran mortar dengan jangka sorong pada 4 sisi yang

berbeda.
25

Perhitungan :
D1−D0
Nilai flow = 𝑥 100%..............................................................(5)
D0

Keterangan:

Da + Db + Dc+Dd
D1 = (mm)
4

Da-Dd = diameter mortar 4 posisi (mm).

D0 = diameter awal (mm)

Catatan :

Konsistensi mortar tercapai apabila pelebaran yang diukur dengan

jangka sorong 120%-130%. Apabila belum tercapai, ulangi percobaan

dengan jumlah air yang berbeda.

6. Uji Kuat Tekan

Kuat tekan suatu bahan adalah kemampuan bahan dalam menahan

beban atau gaya yang dikenakan per satuan luas. Nilai kuat tekan mortar

didapat dengan melakukan pengujian menggunakan mesin uji tekan dengan

cara memberikan beban bertingkat terhadap benda uji kubus sampai

retak/hancur. Dalam SNI-03-6825-2002 kuat tekan mortar didapat:

P maks
Kuat Tekan (𝞼m ) = (6)
A

d
b
Gambar 3. Uji Kuat Tekan
26

Keterangan:

Kuat Tekan (𝞼m ) = kekuatan tekan mortar, Kg/cm²

P maks = gaya tekan maksimum, Kg

A = luas penampang benda uji, cm² ( b x d )

B. Tinjauan Pustaka

1. Septia (2011) melakukan penelitian mengenai Studi Literatur Pengaruh

Konsentrasi NaOH dan Rasio NaOH:Na2SiO3, Rasio Air/Prekursor, Suhu

Curing, dan Jenis Prekursor Terhadap Kuat Tekan Beton Geopolimer.

Penelitian ini dilakukan di Universitas Indonesia. Penelitian ini bertujuan

untuk mempelajari dan menganalisa pengaruh konsentrasi NaOH dan rasio

NaOH:Na2SiO3, rasio air/prekursor, suhu curing, dan jenis prekursor

terhadap kuat tekan beton geopolimer. Metode yang digunakan adalah

analisa literatur yang dilakukan berdasarkan data yang sudah

dikelompokkan berdasarkan empat faktor yang mempengaruhi kuat tekan

beton geopolimer yaitu konsentrasi NaOH dan rasio NaOH:Na2SiO3, rasio

air/prekursor, suhu curing, dan jenis prekursor yang digunakan. Hasil

penelitian dari data-data yang telah dikelompokkan dan didapat komposisi

optimum pada kelompok penelitian rasio massa air/prekursor yaitu alkaline

activator dan fly ash untuk beton geopolimer mutu tinggi 8 M 1:2,5,

karakteristik beton geopolimer dan fly ash tipe C dan F 8M 1:2. Komposisi

optimum pada kelompok penelitian rasio massa air/prekursor yaitu alkaline

activator dan fly ash untuk beton geopolimer mutu tinggi:0,3 dan
27

karakteristik beton geopolimer dari fly ash tipe C dan F:0,3. Suhu curing

90˚C. Namun, pengaruh faktor jenis prekursor pada penelitian yang ditinjau

pada studi literatur ini menunjukkan bahwa penggunaan fly ash tipe C

sebagai prekursor menghasilkan mortar geopolimer dengan kuat tekan yang

lebih tinggi daripada mortar geopolimer yang menggunakan fly ash tipe F

sebagai prekursor. Hasil penelitian yang bertentangan dengan dasar teori

yang ada ini dapat disebabkan oleh pengaruh faktor dominan lain seperti

suhu curing dan kandungan Si pada geopolimer.

Pada penelitian Septia (2011) dilakukan dengan metode analisa studi

literatur dari penelitian-penelitan dan jurnal-jurnal internasional, sedangkan

pada penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental.

2. Setyani (2017) melakukan penelitian mengenai Analisa Kuat Tekan Mortar

Geopolimer Berbahan Abu Sekam Padi dan Kapur Padam. Penelitian ini

dilakukan di Laboratorium Bahan Bangunan Program Studi Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Purworejo. Penelitian ini

bertujuan untuk menganalisa pengaruh penggunaan abu sekam padi dan

kapur padam terhadap kuat tekan mortar geopolimer, menganalisa proporsi

optimum penggunaan abu sekam padi dan kapur padam untuk mortar

geopolimer, dan menganalisa apakah abu sekam padi dan kapur padam

dapat digunakan untuk mortar geopolimer. Metode yang digunakan adalah

eksperimental, dibuat benda uji kubus berukuran 5 cm dengan variasi

proporsi abu sekam padi:kapur padam 100%:0%, 90%:10%, 80%:20%,

70%:30% sebanyak 9 benda uji untuk satu variasi. Pengujian kuat tekan
28

dilakukan pada umur 7, 14,dan 28 hari, masing-masing umur dilakukan

pengujian sebanyak 3 benda uji untuk satu variasi. Dari hasil penelitian yang

dilakukan didapat kuat tekan mortar geopolimer umur 28 hari variasi abu

sekam padi:kapur padam 70:30 sebesar 22,31 kg/cm2, variasi abu sekam

padi:kapur padam 80:20 sebesar 15,58 kg/cm2, variasi abu sekam

padi:kapur padam 90:10 sebesar 15,20 kg/cm2, dan variasi abu sekam

padi:kapur padam 100:0 sebesar 8,30 kg/cm2. Kuat tekan optimum mortar

geopolimer pada variasi abu sekam padi:kapur padam 70:30 pada umur 28

hari yaitu 22,31 kg/cm2. Dari hasil uji kuat tekan menunjukan bahwa

pengurangan abu sekam padi dan penambahan kapur padam dapat

meningkatkan kuat tekan mortar. Berdasarkan tipe mortar, mortar

geopolimer berbahan abu sekam padi dan kapur padam termasuk ke dalam

tipe mortar K yaitu mortar dengan kuat tekan rendah.

Pada penelitian Setyani (2017) digunakan abu sekam padi dan kapur padam

sebagai bahan pembuat mortar geopolimer, sedangkan pada penilitian ini

digunakan silica fume dan kapur tohor sebagai bahan pembuatan mortar

geopolimer.

3. Utomo (2017) melakukan penelitian mengenai Analisa Kuat Tekan Beton

Geopolimer Dengan Bahan Alternatif Abu Sekam Padi dan Kapur Padam.

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Bahan Bangunan Program Studi

Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Purworejo.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa apakah abu sekam padi dan

kapur padam dapat menjadi alternative untuk pembuatan beton geopolimer,


29

menganalisa kuat tekan beton geopolimer dengan bahan alternatif abu

sekam padi dan kapur padam, dan mengetahui variasi optimum beton

geopolimer. Penelitian ini menggunakan metode eksprimental (percobaan

langsung di laboratorium), dengan menentukan faktor air baru dan

komposisi campuran. Perawatan beton dilakukan dengan suhu ruangan.

Dalam penelitian ini menggunakan variasi abu sekam padi:kapur padam,

70:30, 80:20, 90:10, 100:0. Faktor air baru didapat 0,85 dari berat binder.

Perbandingan NaOH:Na2SiO3 yang digunakan adalah 1:2,5. Benda uji

silinder yang digunakan berdiameter 85 mm, tinggi 170 mm, sebanyak 36

benda uji, pengujian kuat tekan dilakukan pada umur 7, 14,dan 28 hari. Dari

hasil penelitian yang dilakukan didapat nilai kuat tekan rata-rata beton

geopolimer pada variasi 70:30 (abu sekam padi:kapur padam), pada umur

7,14, dan 28 hari dengan hasil berturut-turut adalah 3,644 MPa, 3,924 MPa,

dan 2,579 MPa, variasi 80:20 (abu sekam padi:kapur padam) adalah 4,205

MPa, 3,924 MPa, dan 3,364 Mpa, variasi 90:10 (abu sekam padi:kapur

padam) adalah 3,644 MPa, 3,644 MPa, dan 3,308 MPa, variasi 100:0 (abu

sekam padi:kapur padam) adalah 3,084 MPa, 3,364 MPa, dan 2,411 MPa.

Kuat tekan optimum yang diperoleh dalam penelitian adalah pada variasi

abu sekam padi:kapur padam (80:20) yaitu sebesar 4,205 MPa. Berdasarkan

jenis beton menurut kuat tekannya, maka beton geopolimer berbahan abu

sekam padi dan kapur padam termasuk ke dalam beton sederhana yaitu

beton untuk bagian-bagian non-struktur.


30

Pada penelitian Utomo (2017) digunakan abu sekam padi dan kapur padam

sebagai bahan pembuat beton geopolimer, sedangkan pada penilitian ini

digunakan silica fume dan kapur tohor sebagai bahan pembuatan mortar

geopolimer.

4. Triyanti (2017) melakukan penelitian mengenai Studi Pemanfaatan Fly Ash

dan Limbah Sandblasting (Silica Fume) Pada Binder Geopolimer.

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Struktur, Teknik Sipil, Institut

Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Penelitian ini bertujuan

mengetahui pengaruh perbandingan bahan pengikat binder geopolimer

dengan komposisi fly ash, limbah sandblasting (silica fume) terhadap

setting time , kuat tekan, UPV, porositas dan permeabilitas, mengetahui

perbandingan komposisi campuran yang paling baik untuk menghasilkan

beton geopolimer, dan mengurangi ketergantungan (dominasi) penggunaan

fly ash terhadap beton geopolimer. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu eksperimental, benda uji silinder 2,5 cm x 5 cm dan

benda uji kubus 15 cm x 15 cm x 5 cm dengan variasi fly ash:limbah

sandblasting, 100:0, 50:50, 75:25, 25:75 dengan perbandingan aktivator 0,5

dan 1,5 disetiap variasinya, pengujian dilakukan pada umur 3, 28, dan 56

hari. Dari hasil analisa data kuat tekan: Kuat tekan rata-rata perbandingan

aktivator 1,5 pada komposisi fly ash (100%), fly ash (50%) + limbah

sandblasting (50%), fly ash (75%) + limbah sandblasting (25%) cenderung

lebih tinggi dibandingkan dengan aktivator 0,5. Kuat tekan fly ash (100%)

umur 3 hari lebih tinggi dibandingkan dengan fly ash (50%) + limbah
31

sandblasting (50%) pada kedua perbandingan aktivator, akan tetapi pada

umur 28 hari dan 56 hari hasil kuat tekan lebih tinggi fly ash (50%) + limbah

sandblasting (50%) pada kedua perbandingan aktivator. Pada penambahan

benda uji umur 3 dan 28 hari, terlihat pada perbandingan aktivator 1,5

komposisi fly ash (75%) + limbah sandblasting (25%) lebih tinggi

dibandingkan dengan perbandingan aktivator 0,5 sedangkan pada

komposisi fly ash (25%) + limbah sandblasting (75%) perbandingan

aktivator 0,5 lebih tinggi dibandingkan dengan 1,5. Hasil pengujian yang

telah dilakukan menunjukkan bahwa campuran limbah sandblasting dan fly

ash menghasilkan beton geopolimer lebih baik daripada hanya

menggunakan fly ash sebagai bahan dasar pengganti semen portland dan

dapat mengurangi ketergantungan beton geopolimer terhadap fly ash.

Pada penelitian Triyanti (2017) digunakan limbah sandblasting dan fly ash

sebagai binder geopolimer, sedangkan pada penilitian ini digunakan silica

fume dan kapur tohor sebagai bahan pembuatan mortar geopolimer.

5. Maarif (2018) melakukan penelitian mengenai Analisa Kuat Tekan Mortar

Geopolimer Berbahan Abu Sekam Padi dan Limbah Karbit. Penelitian ini

dilakukan di Laboratorium Bahan Bangunan Program Studi Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Purworejo. Penelitian ini

bertujuan untuk menganalisa pengaruh penggunaan abu sekam padi dan

limbah karbit terhadap kuat tekan mortar geopolimer, menganalisa proporsi

optimum penggunaan abu sekam padi dan limbah karbit untuk mortar

geopolimer,dan menganalisa apakah abu sekam padi dan limbah karbit


32

dapat digunakan untuk mortar geopolimer. Penelitian ini menggunakan

metode eksperimental. Benda uji kubus berukuran 50 mm dengan variasi

abu sekam padi:limbah karbit 100:0, 90:10, 80:20, dan 70:30 sebanyak 36

benda uji. Perbandingan binder:pasir yang digunakan adalah 1:3 dengan

penambahan larutan alkali sebesar 26% dari berat prekursor. Perbandingan

NaOH:Na2SiO3 yang digunakan adalah 1:2,5. Pengujian dilakukan pada

umur 7, 14, dan 28 hari. Hasil pengujian abu sekam padi dan limbah karbit

dapat digunakan sebagai bahan alternatif pengganti semen yaitu pada variasi

mortar abu sekam padi:limbah karbit 70:30, 80:20, 90:10 pada umur 7, 14,

dan 28 hari termasuk ke dalam mortar tipe K dengan kuat tekan 0,5 – 2,4

MPa, sedangkan variasi 100:0 pada umur 28 tidak termasuk ke dalam

mortar tipe K karena kuat tekannya kurang dari 0,5 MPa.

Pada penelitian Maarif (2018) digunakan abu sekam padi dan limbah karbit

sebagai bahan pembuat mortar geopolimer, sedangkan pada penilitian ini

digunakan silica fume dan kapur tohor sebagai bahan pembuatan mortar

geopolimer.

6. Aryansa (2018) melakukan penelitian mengenai Analisa Kuat Tekan Mortar

Geopolimer Berbahan Zeolit dan Kapur Tohor. Penelitian ini dilakukan di

Laboratorium Bahan Bangunan Program Studi Teknik Sipil Fakultas

Teknik Universitas Muhammadiyah Purworejo. Penelitian ini bertujuan

untuk menganalisa pengaruh penggunaan zeolit dan kapur tohor terhadap

kuat tekan mortar geopolimer, merancang proporsi optimum penggunaan

zeolit dan kapur tohor untuk mortar geopolimer, dan menguji apakah zeolit
33

dan kapur tohor dapat digunakan untuk mortar geopolimer. Penelitian ini

menggunakan metode eksperimental. Benda uji kubus berukuran 5 x 5 x 5

cm dengan variasi zeolit:kapur tohor 100:0, 90:10, 80:20, dan 70:30

sebanyak 36 benda uji. Perbandingan binder:pasir yang digunakan adalah

1:3 dengan penambahan larutan alkali sebesar 26% dari berat prekursor.

Perbandingan NaOH:Na2SiO3 yang digunakan adalah 1:2,5. Curing dalam

suhu ruangan. Pengujian dilakukan pada umur 7, 14, dan 28 hari. Hasil

penelitian didapat kuat tekan mortar geopolimer umur uji 28 hari variasi

zeolit:kapur tohor 100:0 adalah 1,31 MPa, variasi 90:10 adalah 1,15 MPa,

variasi 80:20 adalah 1,03 MPa, dan variasi 70:30 adalah 0,92 MPa. Didapat

kuat tekan optimum mortar geopolimer berbahan zeolit dan kapur tohor

pada variasi 100:0 yaitu 1,31 MPa, dari hasil uji kuat tekan menunjukan

bahwa penambahan zeolit dan pengurangan kapur tohor kuat tekan mortar

semakin meningkat. Berdasarkan tipe mortar, termasuk ke dalam jenis

mortar tipe K yaitu mortar dengan kuat tekan rendah.

Pada penelitian Aryansa (2018) digunakan zeolit dan kapur tohor sebagai

bahan pembuat mortar geopolimer, sedangkan pada penilitian ini digunakan

silica fume dan kapur tohor sebagai bahan pembuatan mortar geopolimer.

C. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kajian

teori, dan tinjauan pustaka, maka hipotesis penelitian ini adalah silica fume dan

kapur tohor bisa menjadi pilihan alternatif untuk pembuatan mortar

geopolimer.
34

Anda mungkin juga menyukai