Anda di halaman 1dari 45

Lampiran 12

PROGRAM PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
Jl. Cempaka Putih Tengah I No. I Jakarta Pusat Telp/Fax : (021) 42802202
================================================================
FORMAT LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN INDIVIDU LANSIA DI PANTI

Nama mahasiswa : Gabrilla Intan Permatasari


NPM : 20200940100033

1. Latar belakang
I. Penuaan
a. Pengertian menua
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia
(Budi Anna Keliat, 1999 dalam Buku Siti Maryam, dkk, 2008). Sedangkan menurut Pasal 1
ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut
adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. (R. Siti Maryam, dkk, 2008:
32). Seiring meningkatnya populasi lansia akan menyebabkan konsekuensi berupa besarnya
biaya kesehatan karena sifat penyakitnya adalah penyakit degeneratif, kronis dengan
multiple patologi sehingga memerlukan biaya penanganan yang mahal. Adat budaya bangsa
Indonesia dalam kehidupan lansia adalah merupakan figure yang dihormati dan merupakan
sumber daya yang bernilai tentang pengetahuan dan pengalaman hidup serta kearifan yang
dimiliki masih dapat dimanfaatkan.
Saat ini di seluruh dunia diperkirakan ada 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan
diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Di Negara maju seperti Amerika
Serikat pertambahan orang lanjut usia lebih kurang seribu orang perhari. Pada tahun 1985
dan diperkirakan 50% dari penduduk berusia di atas 50 tahun sehingga istilah “baby bom”
pada masa lalu berganti menjadi ledakan penduduk lanjut usia.
Menurut Boedhi Darmojo, disebutkan bahwa orang lanjut usia (lebih 55 tahun), di Indonesia
tahun 2000 sebanyak 22,22 juta atau sebanyak 10% dari total penduduk dan diperkirakan
jumlah tersebut meningkat pada tahun 2020 menjadi 29,12 juta atau 11,0%. Peningkatan
tersebut berkaitan dengan meningkatnya umur harapan hidup dari 65-70 tahun pada 2000
menjadi 70-75 pada tahun 2020.
Meningkatnya umur harapan hidup tersebut akan terwujud bila:
1. Pelayanan kesehatan efektif.
2. Adanya perbaikan gizi dan sanitasi, serta
3. Meningkatnya pengawasan terhadap penyakit infeksi.
Berbagai masalah kesehatan yang berkaitan dengan meningkatnya umur harapan hidup akan
memberikan dampak meningkatnya masalah kesehatan terutama yang berkaitan dengan
proses degeneratif. Keadaan ini akan mempengaruhi pemenuhan kebutuhan sehari-hari
secara mandiri.
Peran perawat dalam meminimalkan atau mengantisipasi masalah kesehatan pada lansia
adalah dengan memberikan asuhan keperawatan pada lansia baik dalam keadaan sehat
maupun sakit pada tingkat individu maupun kelompok. Focus asuhan keperawatan lansia
adalah melalui peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dan mengoptimalkan fungsi
fisik dan mental.

2. Batasan Lanjut Usia


            Di bawah ini dikemukakan beberapa pendapat mengenai batasan umur.
1.      Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
Lanjut Usia meliputi:
a.       Usia pertengahan (Middle Age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
b.      Lanjut usia (Elderly) ialah kelompok usia antara 60 dan 74 tahun.
c.       Lanjut usia tua (Old) ialah kelompok usia antara 75 dan 90 tahun.
d.      Usia sangat tua (Very Old) ialah kelompok di atas usia 90 tahun.
2.      Departemen Kesehatan RI mengklasifikasikan lanjut usia sebagai berikut:
a.       Pralansia (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b.      Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c.       Lansia risiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).
d.      Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat
menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003).

e.       Lansia tidak potensial


Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan
orang lain (Depkes RI, 2003).
3. Tipe Lanjut Usia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi
fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho, 2000 dalam buku R. Siti Maryam, dkk, 2008).
Tipe tersebut dapat dibagi sebagai berikut:
1.      Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai
kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan
menjadi panutan.
2.      Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul
dengan teman, dan memenuhi undangan.
3.      Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah
tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.
4.      Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa
saja.
5.      Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.

            Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe dependen (ketergantungan),
tipe defensif (bertahan), tipe militant dan serius, tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan
dalam melakukan sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri).
            Sedangkan bila dilihat dari tingkat kemandiriannya yang dinilai berdasarkan kemampuan
untuk melakukan aktivitas sehari-hari (indeks kemandirian Katz), para lansia dapat digolongkan
menjadi beberapa tipe yaitu lansia mandiri sepenuhnya, lansia mandiri dengan bantuan langsung
keluarganya, lansia mandiri dengan bantuan secara tidak langsung, lansia dengan bantuan badan
sosial, lansia di panti werda, lansia yang dirawat di rumah sakit, dan lansia dengan gangguan
mental.

4. Proses Penuaan
Tahap dewasa merupakan tahap tubuh mencapai titik perkembangan yang maksimal. Setelah
itu tubuh mulai menyusut dikarenakan berkurangnya jumlah sel-sel yang ada di dalam tubuh.
Sebagai akibatnya, tubuh juga akan mengalami penurunan fungsi secara perlahan-lahan. Itulah
yang dikatakan proses penuaan.
Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang diderita
(Constantinides, 1994). Seiring dengan proses menua tersebut, tubuh akan mengalami berbagai
masalah kesehatan atau yang biasa disebut sebagai penyakit degeneratif.
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penuaan
R. Siti Maryam, dkk, 2008 menyebutkan factor-faktor yang mempengaruhi penuaan adalah
sebagai berikut:
1. Hereditas (Keturunan/Genetik)
2. Nutrisi (Asupan Makanan)
3. Status Kesehatan
4. Pengalaman Hidup
5. Lingkungan
6. Stress

6. Teori – Teori Penuaan


Menurut Betty Newman
Sebenarnya secara individual tahap proses penuaan terjadi pada orang dengan usia berbeda,
masing-masing lanjut usia mempunyai kebiasaan yang berbeda, tidak ada satu faktor pun
ditemukan untuk mencegah proses penuaan.
1.    Teori-Teori Biologi
a.         Teori Genetik dan Mutasi (Somatic Mutatic Theory)
Menurut teori ini menua telah terprogram secara generic untuk spesies-spesies tertentu.
Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul-
molekul/DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.
Sebagai contoh yang khas adalah mutasi dari sel-sel kelamin (terjadi penurunan kemampuan
fungsional sel).
b.        Pemakaian dan Rusak kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah (terpakai).
c.         Pengumpulan dari pigmen atau lemak dalam tubuh yang disebut teori akumulasi dari produk
sisa. Sebagai contoh adanya pigmen Lipofuchine di sel otot jantung dan sel susunan syaraf pusat
pada orang lanjut usia yang mengakibatkan mengganggu sel itu sendiri.
d.        Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan.
e.         Tidak ada perlindungan terhadap radiasi, penyakit dan kekurangan gizi.
f.         Reaksi dari kekebalan sendiri (Auto Immune Theory)
               Di dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada jaringan
tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan
sakit.
               Sebagai contoh ialah tambahan kelenjar timus yang ada pada usia dewasa berinvolusi dan
semenjak itu terjadilah kelainan autoimun (menurut Goldteris dan Brocklehurst).
g.        Teori Immunology Slow Virus (Immunology Slow Virus Theory)
Sistem imun menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh
dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.

h.        Teori Stress


Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan
tidak dapat mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan stress
menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
i.          Teori Radikal Bebas
Radikal bebas dapat terbentuk di dalam bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok
atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan proton.
Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
j.          Teori Rantai Silang
Sel-sel yang tua atau usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya
jaringan kolagen, ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis, kekacauan, dan hilangnya fungsi.
k.        Teori Program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel-sel
tersebut mati.
2.    Teori Kejiwaan Sosial
a.         Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)
1)        Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara langsung. Teori ini
menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam
kegiatan sosial.
2)        Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia.
3)        Mempertahankan hubungan antara system sosial dan individu agar tetap stabil dari usia
pertengahan ke lanjut usia.
b.        Kepribadian Berlanjut (Continuity Theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini merupakan
gabungan dari teori di atas. Pada teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada
seseorang yang lanjut usia dipengaruhi oleh tipe personality yang dimiliknya.

c.         Teori Pembebasan (Didengagement Theory)


Putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan kemunduran individu oleh
Cummning dan Henry 1961. Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang
secara berangsur-angsur mulai melepasuikan diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari
pergaulan sekitarnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik
secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda (Triple Loss), yakni:
1)   Kehilangan peran (Loss of Role)
2)   Hambatan kontak sosial (Restrastion of Contacts and Relation Ships)
3)   Berkurangnya komitmen (Reuced Commitment to Social Mores and Values).

Menurut Barbara Cole Donlon


Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan
yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis
tertentu. Ini merupakan suatu fenomena yang kompleks dan multi dimensional yang dapat di
observasi di dalam satu sel dan berkembang sampai pada keseluruhan sistem. ( Mickey and
Patricia, 2006)
Walaupun hal itu terjadi pada tingkat kecepatan yang berbeda, di dalam parameter yang
cukup sempit, proses tersebut tidak tertandingi.
Teori –teori yang menjelaskan bagaimana dan mengapa penuaan terjadi oleh Barbara Cole
Donlon di kelompokkan kedalam dua kelompok besar, yaitu teori biologis dan psikososial (Tabel
2-1). Penelitian yang terlibat dengan jalur biologi telah memusatkan perhatian pada indikator
yang dapat dilihat dengan jelas pada proses penuaan, banyak pada tingkat seluler, sedangkan ahli
teori psikososial mencoba untuk menjelaskan bgaimana proses tersebut dipandang dalam kaitan
dengan kepribadian dan perilaku.

Teori-Teori Penuaan

Teori Biologis Tingkat Perubahan


Genetika Gen yang diwariskan & dampak lingkungan
Dipakai dan rusak Kerusakan oleh radikal bebas
(Wear and Tear)
Lingkungan Meningkatnya pajanan terhadap hal-hal yang
berbahaya
Imunitas Integritas sistem tubuh untuk melawan kembali
Neuroendokrin Kelebihan atau kurangnya produksi hormon
Teori Psikologis Tingkat Proses
Kepribadian Introvert lawan ekstrovert
Tugas Perkembangan Maturasi sepanjang rentang kehidupan
Disengagment Antisipasi menarik diri
Aktivitas Membantu mengembangkan usaha
Kontinuitas Pengembangan individualitas
1.    Teori Biologis
Teori biologis mencoba untuk menjelaskan proses fisik penuaan, termasuk perubahan fungsi
dan struktur, pengembangan, pajang usia, dan kematian. Perubahan – perubahan dalam tubuh
termasuk perubahan molekular dan seluler dalam sistem organ utama dan kemampuan tubuh
untuk berfungsi secara adekuat dan melawan penyakit.
Seiring dengan berkembangnya kemampuan kita untuk menyelidiki komponen-komponen
yang kecil dan sangat kecil, suatu pemahaman tentang hubungan hal-hal yang mempengaruhi
penuaan ataupun tentang penyebab penuaan yang sebelumnya tidak diketahui, sekarang telah
mengalami peningkatan. Walaupun bukan merupakan suatu definisi penuaan, tetapi lima
kerakteristik penuaan telah dapat di identifikasi oleh para ahli (Tabel 2-2). Teori biologis juga
mencoba untuk menjelaskan mengapa orang mengalami penuaan dengan cara yang berbeda dari
waktu ke waktu dan faktor apa yang mempengaruhi umur pajang, perlawanan terhadap
organisme, dan kematian atau perubahan seluler. Suatu pemahaman tentang perspektif biologi
dapat memberikan pengetahuan pada perawat tentang faktor resiko spesifik dihubungkan dengan
penuaan dan bagaimana orang dapat dibantu untuk meminimalkan atau menghindari risiko dan
memaksimalkan kesehatan.
a.    Teori Genetika
Teori sebab – akibat menjelaskan bahwa penuaan terutama dipengaruhi oleh pembentukan
gen dan dampak lingkungan pada pembentukan kode genetik. Menurut teori genetika, penuaan
adalah suatu proses yang secara tidak sadar diwariskan yang berjalan dari waktu ke waktu untuk
merubah sel atau struktur jaringan. Dengan kata lain, perubahan rentang hidup dan panjang usia
telah ditentukan sebelumnya. Teori genetika terdiri dari teori asam deoksiribonukleat (DNA),
teori ketepatan dan kesalahan, mutasi somatik, dan teori glokogen. Teori – teori ini menyatakan
bahwa proses replikasi pada tingkatan seluler menjadi tidak teratur karena adanya informasi
tidak sesuai yang diberikan dari inti sel. Molekul DNA menjadi saling bersilangan (crosslink)
dengan unsur yang lain sehingga mengubah informasi genetik. Adanya crosslink ini
mengakibatkan kesalahan pada tingkat seluler yang akhirnya menyebabkan sistem dan organ
tubuh gagal untuk berfungsi. Bukti yang mendukung teori – teori ini termasuk perkembangna
radikal bebas, kolagen, dan lipofusin.
Selain itu, peningkatan frekuensi kanker dan penyakit autoimun yang dihubungkan dengan
bertambhnya umur menyatakn bahwa mutasi atau kesalahan terjadi pada tingkat molekuler dan
seluler. 
b.    Teori Wear-And-Tear (Dipakai dan Rusak)
Teori Wear-And-Tear (Dipakai dan Rusak) mengusulkan bahwa akumulasi sampah
metabolik atau zat nutrisi dapat merusak sintesis DNA, sehingga mendorong malfungsi
molekuler dan akhirnya malfungsi organ tubuh. Pendukung teori ini percaya bahwa tubuh akan
mengalami kerusakan berdasarkan suatu jadwal. Radikal bebas adalah contoh dari produk
sampah metabolime yang menyebabkan kerusakan ketika akumulasi terjadi. Radikal bebas
adalah molekul atau atom dengan suatu elektron yang tidak berpasangan. Ini merupakan jenis
yang sangat reaktif yang dihasilkan dari reaksi selama metabolisme. Radikal bebas dengan cepat
dihancurkan oleh sistem enzim pelindung pada kondisi normal. Beberapa radikal bebas berhasil
lolos dari proses perusakan ini dan berakumulasi di dalam struktur biologis yang penting, saat itu
kerusakan organ terjadi.
Karena laju metabolisme terkait secara langsung pada pembentukan radikal bebas,
sehingga ilmuan memiliki hipotesis bahwa tingkat kecepatan produksi radikal bebas
berhubungan dengan penentuan waktu rentang hidup. Pembatasan kalori dan efeknya pada
perpanjangan hidup mungkin berdasarkan pada teori ini. Namun, orang lain percaya bahwa
pembatasan kalori mungkin menggunakan efeknya melalui sistem neuroendokrin.
c.    Teori Imunitas
Teori imunitas menggambarkan suatu kemunduran dalam sistem imun yang berhubungan
dengan penuaan. Ketika orang bertambah tua, pertahanan mereka terhadap organisme asing
mengalami penurunan, sehingga mereka lebih rentan untuk menderita berbagai penyakit seperti
kanker dan infeksi.
Seiring dengan berkurangnya fungsi sistem imun, terjadilah peningkatan dalam respons
autoimun tubuh. Ketika orang mengalami penuaan, mereka mungkin mengalami penyakit
autoimun seperti artritis reumatoid dan alergi terhadap makanan dan faktor lingkungan yang lain.
Penganjur teori ini sering memusatkan pada peran kelenjar timus. Berat dan ukuran
kelenjar timus menurun seiring dengan bertambahnya umur, seperti halnya kemampuan tubuh
untuk diferensiasi sel T. Karena hilangnya proses diferensiasi sel T, tubuh salah mengenali sel
yang tua dan tidak beraturan sebagai benda asing dan menyerangnya. Selain itu, tubuh
kehilangan kemampuannya unutk meningkatkan respons terhadap sel asing, terutama bila
menghadapi infeksi.
Pentingnya pendekatan pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit dan promosi
kesehatan terhadap pelayanan kesehatan, terutama pada saat penuaan terjadi tidak dapat
diabaikan. Walaupun semua orang memerlukan pemeriksaan rutin untuk memastikan deteksi
dini dan perawatan seawal mungkin, tetapi pada usia lanjut, kegagalan melindungi sistem imun
yang telah mengalami penuaan memalui pemeriksaan kesehatan dapat mendorong kearah
kematian awal yang tidak terduga.
Selain itu, program imunisasi secara nasional untuk mencegah kejadian dan penyebaran
epidemi penyakit, seperti  pneumonia dan influenza diantara orang usia lanjut juga mendukung
dasar teoretis praktek keperawatan.

d.   Teori Neuroendokrin


Teori-teori biologi penuaan, berhubungan dengan hal-hal seperti yang telah terjadi pada
struktur dan perubahan pada tingkat molekul dan sel, nampak sangaat mengagumkan dalam
beberapa situasi. Sebagai contoh, diskusi sebelumnya tentang kelenjar timus dan sistem imun
serta interaksi antara saraf dan endokrin.
Pada kasus selanjutnya, para ahli telah memikirkan bahwa penuaan terjadi oleh karena
adanya suatu perlambatan dalam sekresi hormon tertentu yang mempunyai suatu dampak pada
reaksi sistem saraf. Hal ini lebih jelas ditunjukkan dalam kelenjar hipofisis, tiroid, adrenal dan
reproduksi.
Salah satu area neurologi yang mengalami gangguan secara universal akibat penuaan
adalah waktu reaksi yang diperlukan untuk menerima, memproses, dan bereaksi terhadap
perintah. Dikenal sebagai perlambatan tingkah laku, respons ini kadang-kadang diinterpretasikan
sebagai tindakan melawan, ketulian, atau kurangnya pengetahuan. Pada umumnya, sebenarnya
yang terjadi bukan satupun dari hal-hal tersebut, tetapi orang lanjut usia sering dibuat untuk
merasa seolah-olah mereka tidak kooperatif atau tidak patuh. Perawat dapat memfasilitasi proses
pemberian perawatan dengan cara memperlambat instruksi dan menunggu respons mereka.
2.    Teori Psikologis
Teori psikologis memusatkan perhatian pada perubahan sikap dan perilaku yang menyertai
peningkatan usia, sebagai lawan dari implikasi biologi pada kerusakan anatomis. Untuk tujuan
pembahasan ini, perubahan sosiologis atau nonfisik dikombinasikan dengan perubahan
psikologis.
Masing-masing individu, muda, setengah baya, atau tua, adalah unik dan memiliki
pengalaman, melalui serangkaian kejadian dalam kehidupan dan melalui banyak peristiwa.
Selama 40 tahun terakhir, beberapa teori telah berupaya untuk menggambarkan bagaimana
perilaku dan sikap pada awal tahap kehidupan dapat memengaruhi reaksi manusia sepanjang
tahap akhir hidupnya. Pekerjaan ini disebut proses “ penuaan yang sukses”. Contoh dari teori-
teori ini termasuk teori kepribadia.
a.    Teori Kepribadian
Kepribadian manusia adalah suatu wilayah pertumbuhan yang subur dalam tahun-tahun
akhir kehidupannya dan telah merangsang penelitian yang pantas dipertimbangkan.  Teori
kepribadian menyebutkan aspek-aspek pertumbuhan psikologis tanpa menggambarkan harapan
atau tugas spesifik lansia.
Menurut Jung  1960,  mengembangkan suatu teori pengembangan kepribadian orang
dewasa yang memandang kepribadian sebagai ekstrovert atau introvert. Ia berteori bahwa
keseimbangan antara kedua hal tersebut adalah penting bagi kesehatan. Dengan menurunnya
tanggung jawab dan tuntutan dari keluarga dan ikatan sosial, yang sering terjadi di kalangan
lansia, jung percaya bahwa orang akan menjadi lebih introvert. Di dalam konsep interioritas dari
Jung, separuh kehidupan manusia berikutnya digambarkan dengan memiliki tujuannya
sendiri,yaitu untuk mengembangkan kesadaran diri sendiri melalui aktivitas yang dapat
merefleksikan dirinya sendiri.
Jung  melihat tahap akhir kehidupan sebagai waktu ketika orang mengambil suatu
inventaris dari hidup mereka, suatu waktu untuk lebih melihat ke belakang daripada melihat ke
depan. Selama proses refleksi ini, lansia harus menghadapi kenyataan hidupnya secara
retrospektif. Lansia sering menemukan bahwa hidup telah memberikan satu rangkaian pilihan
yang sekali dipilih, akan membawa orang tersebut pada suatu arah yang tidak bisa diubah.
Walupun peneysalan terhadap beberapa aspek kehidupan sering terjadi, tetapi banyak lansia
menyatakan suatu perasaan kepuasan dengan apa yang telah mereka penuhi.
b.    Teori Tugas perkembangan
Beberapa ahli teori terkenal sudah menguraikan proses maturasi dalam kaitannya dengan
tugas yang harus dikuasai pada berbagai tahap sepanjang rentang hidup manusia. Hasil penelitian
Erickson (Vital Involvment in Old Age, 1986) mungkin teori terbaik yang dikenal dalam bidang
ini. Tugas perkembanagn adalah aktivitas dan tantangan yang harus dipenuhi oleh seseorang
pada tahap-tahap spesifik dalam hidupnya untuk mencapai penuaan yang sukses. Erickson
menguraikan tugas utama lansia adalah mampu melihat kehidupan seseorang sebagai kehidupan
yang dijalani dengan integritas.
Pada kondisi tidak adanya pencapaian perasaan bahwa ia telah menikmati kehidupan yang
baik, maka lansia tersebut berisiko untuk disibukkan dengan rasa penyesalan atau putus asa.
Minat yang terbaru dalam konsep ini sedang terjadi pada saat ahli gerontologi dan perawat
gerontologi memeriksa kembali tugas perkembangan lansia.
c.    Teori Disengagement
Teori Disengagement (teori pemutusan hubungan), dikembangkan pertama kali pada awal
tahun 1960-an, menggambarkan proses penarikan diri oleh lansia dari peran bermasyarakat dan
tanggung jawabnya.(Comming dan Henry, 1961)
Menurut ahli teori ini, proses penarikan diri ini dapat diprediksi, sistematis, tidak dapat
dihindari, dan penting untuk fungsi yang tepat dari masyarakat yang sedang tumbuh. Lansia
dikatakan akan bahagia apabila kontak sosial telah berkurang dan tanggung jawab telah diambil
oleh generasi yang lebih muda. Manfaat pengurangan kontak sosial bagi lansia adalah agar ia
dapat menyediakan waktu untuk merefleksikan pencapaian hidupnya dan untuk menghadapi
harapan yang tidak terpenuhi, sedangkan manfaatnya bagi masyarakat adalah dalam rangka
memindahkan kekuasaan generasi tua kepada generasi muda.
Teori ini banyak menimbulkan kontroversi, sebagai karena penelitian ini dipandang cacat
dan karena banyak lansia yang menentang postulat yang dibangkitkan oleh teori untuk
menjelaskan apa yang terjadi di dalam pemutusan ikatan/hubungan. Sebagai contoh, di bawah
kerangka kerja teori ini, pensiun wajib menjadi suatu kebijakan sosial yang harus diterima.
Dengan meningkatnya rentang waktu kehidupan alami, pensiun pada usia 65 tahun berarti bahwa
seorang lanjut usia yang sehat dapat berharap untuk hidup 20 tahun lagi. Bagi banyak individu
yang sehat dan produktif, prospek dari suatu langkah yang lebih lambat dan tanggung jawab
yang lebih sedikit merupakan hal yang tidak diinginkan. Jelasnya, banyak lansia dapat terus
menjadi anggota masyarakat produktif yang baik sampai mereka berusia 80-90 tahun.
d.   Teori Aktivitas
Lawan langsung dari teori disengagement adalah teori aktivitas penuaan, yang berpendapat
bahwa jalan menuju penuaan yang sukses adalah dengan cara tetap aktif. Havighurst yang
pertama menulis tentang pentingnya tetap aktif secara sosial sebagai alat untuk penyesuaian diri
yang sehat untuk lansia pada tahun 1952. Sejak saat itu, berbagai penelitian telah memvalidasi
hubungan positif antara mempertahankan interaksi yang penuh arti dengan orang lain dan
kesejahteraan fisik dan mental orang tersebut.
Gagasan pemenuhan kebutuhan seseorang harus seimbang dengan pentingnya perasaan
dibutuhkan oleh orang lain. Kesempatan untuk turut berperan dengan cara yang penuh arti bagi
kehidupan seseorang yang penting bagi dirinya adalah suatu komponen kesejahteraan yang
penting bagi lansia.
Penelitian menunjukkan bahwa hilangnya fungsi peran pada lansia secara negatif
memengaruhi kepuasan hidup. Selain itu, penelitian terbaru menunjukkan pentingnya aktivitas
mental dan fisik yang berkesinambungan untuk mencegah kehilangan dan pemeliharaan
kesehatan sepanjang masa kehidupan manusia.
e.    Teori Kontinuitas
Teori kontinuitas, juga dikenal sebagai suatu teori perkembangan, merupakan suatu
kelanjutan dari kedua teori sebelumnya dan mencoba untuk menjelaskan dampak kepribadian
pada kebutuhan untuk tetap aktif atau memisahkan diri agar mencapai kebahagiaan dan
terpenuhinya kebutuhan di usia tua. (Verdery, 1997)
Teori ini menekankan pada kemampuan koping individu sebelumnya dan kepribadian
sebagai dasar untuk memprediksi bagaimana seseorang akan dapat menyesuaikan diri terhadap
perubahan akibat penuaan.
Ciri kepribadian dasar dikatakan tetap tidak berubah walupun usianya telah lanjut.
Selanjutnya, ciri kepribadian secara khas menjadi lebih jelas pada saat orang tersebut bertambah
tua. Seseorang yang menikmati bergabung dengan orang lain dan memiliki kehidupan sosial
yang aktif akan terus menikmati gaya hidupnya ini sampai usianya lanjut.
Orang yang menyukai kesendirian dan memiliki jumlah aktivitas yang terbatas mungkin
akan menemukan kepuasaan dalam melanjutkan gaya hidupnya ini. Lansia yang terbiasa
memiliki kendali dalam membuat keputusan mereka sendiri tidak akan dengan mudah
menyerahkan peran ini hanya karena usia mereka yang telah lanjut.
Selain itu, individu yang telah melakukan manipulasi atau abrasi dalam interaksi
interpersonal mereka selama masa mudanya tidak akan tiba-tiba mengembangkan suatu
pendekatan yang berbeda di dalam masa akhir kehidupannya.
Ketika perubahan gaya hidup dibebankan pada lansia oleh perubahan sosial-ekonomi atau
faktor kesehatan, permasalahan mungkin akan timbul.
Kepribadian yang tetap tidak diketahui selama pertemuan atau kunjungan singkat kadang-
kadang dapat menjadi fokal dan juga menjadi sumber  kejengkelan ketika situasi mengharuskan
adanya suatu perubahan di dalam pengaturan tempat tinggal. Keluarga yang berhadapan dengan
keputusan yang sulit tentang perubahan pengaturan tempat tinggal untuk seorang lansia sering
memerlukan banyak dukungan.
Suatu pemahaman tentang pola kepribadian lansia sebelumnya dapat memberikan
pengertian yang lebih diperlukan dalam proses pengambilan keputusan ini.

2.3 Perubahan-perubahan yang Terjadi pada Lanjut Usia


Banyak kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua. Dari ujung rambut sampai
ujung kaki mengalami perubahan dengan makin bertambahnya umur. Menurut Nugroho (2000)
perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai berikut:
1.      Perubahan Biologis
a.       Sel
Jumlah sel menjadi menurun atau lebih sedikit, ukuran sel lebih besar, berkurangnya cairan
intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak; otot; ginjal; darah dan hati, jumlah sel otak
menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel. Otak menjadi atrofi (beratnya berkurang 5-
10%), lekukan otak akan menjadi lebih dangkal dan melebar.
b.      Perubahan Sistem Persyarafan
Struktur dan fungsi system saraf berubah dengan bertambahnya usia. Berkurangnya massa
otak progresif akibat berkurangnya sel syaraf yang tidak bisa diganti. Terjadi penurunan sintesis
dan neuro transmitter utama. Impuls saraf dihantarkan lebih lambat, sehingga lansia memerlukan
waktu yang lebih lama untukmerespons dan bereaksi.
Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun, berat otak menurun 10-
20%, mengecilnya syaraf panca indra sehingga mengakibatkan berkurangnya respon penglihatan
dan pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih sensitif terhadap suhu,
ketahanan tubuh terhadap dingin rendah, kurang sensitif terhadap sentuhan.
Waktu reaksi yang lama menyebabkan lansia beresiko mengalami kecelakaan dan cedera.
Kehilangan kesadaran atau pingsan dapat terjadi bila orang tersebut berdiri terlalu cepat dari
posisi berbaring atau duduk. Perawat harus menasehati orang tersebut untuk menunggu waktu
merespons terhadap rangsang dan bergerak lebih pelan. Kebingungan yang terjadi tiba-tiba
mungkin merupakan gejala awal infeksi atau perubahan kondisi fisik (pneumonia, infeksi saluran
kencing, interaksi obat, dehidrasi dan lainnya).

c.       Perubahan Penglihatan


Karena sel-sel baru terbentuk di permukaan luar lensa mata, maka sel tengah yang tus akan
menumpuk dan menjadi kuning, kaku, padat dan berkabut. Jadi, bagian luar lensa yang masih
elastic untuk berubah bentuk (akomodasi) dan berfokus pada jarak jauh dan dekat.
Lansia memerlukan waktu yang lebih lama untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan gelap
dan terang dan memerlukan sinar yang lebih terang untuk melihat benda yang sangat dekat.
Meskipun kondisi visual patologis bukan merupakan bagian penuaan normal, namun terjadi
peninekatan penyakit mata pada lansia.
Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih suram (kekeruhan pada
lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis, daya membedakan warna menurun.
d.      Perubahan Pendengaran
Kehilangan kemampuan untuk mendengar nada berfrekuensi tinggi terjadi pada usia
pertengahan. Ini disebabkan karena perubahan telinga dalam yang irreversible. Lansia sering
tidak mampu mengikuti percakapan karena nada konsonan frekuensi tinggi (huruf f, s, th, ch, sh,
b, t, p) semuanya terdengar sama. Ketidakmampuan berkomunikasi, membuat mereka terasa
terisolasi dari menarik diri dari pergaulan social. Bila dicurigai ada gangguan pendengaran, maka
harus dilakukan kajian telinga dan pendengaran.
Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara atau nada yang tinggi,
suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun, membran
timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.
Kehilangan pendengaran menyebabkan lansia berespons tidak sesuai dengan yang
diharapkan, tidak memahamin percakapan, dan menghindari interaksi social. Perilaku ini sering
disalahkaprahkan sebagai kebingungan atau “senile”.

e.       Perubahan Sistem Kardiovaskuler


Penyakit jantung merupakan penyebab utama kematian pada semua kelompok umur termasuk
lansia. Angka kematian akibat penyakit kardiovaskuler juga meningkat dengan meningkatnya
usia. Perubahan structural yang normal dari penuaan yang terjadi pada jantung dan system
vascular mengakibatkan kemampuannya untuk berfungsi secara efisien menurun.
Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun, kehilangan sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah, kurangnya
efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk
ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg dan tekanan darah
meninggi akibat meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer, sistole normal ±170
mmHg, diastole normal ± 95 mmHg.
Hipertensi sistolik pernah dipercaya sebagai bagian dari proses penuaan normal. Hipertensi,
merupakan masalah yang banyak ditemui pada populasi lansia. Hipertensi merupakan faktor
resiko yang menonjol bagi semua kelompok usia terhadap penyakit kardiovaskuler dan stroke.
Pada individu lansia, diagnosis hipertensi diklasifikasikan sebagai berikut :
1.    Hipertensi sistolik saja dimana tekanan sistolik terukur melebihi 160 mmhg, dengan tekanan
distolik normal atau mendekati normal (di bawah 90 mmhg).
2.    Hipertensi esensial dimana tekanan diastoliknya lebih besar atau sama dengan 90 mmhg
berapapun tekanan sistoliknya.
3.    Hipertensi sekunder atau hipertensi yang dapat disebabkan oleh penyebab yang mendasarinya.
f.       Perubahan Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh
Pada pengaturan suhu, hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu thermostat yaitu
menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi beberapa faktor yang mempengaruhinya
yang sering ditemukan antara lain: temperatur tubuh menurun (hipotermi) yang secara fisiologis
keadaan ini akibat metabolisme yang menurun, keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat
memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot. Pada kondisi ini,
lanjut usia akan merasa kedinginan dan dapat pula menggigil, pucat, dan gelisah.
g.      Perubahan Sistem Respirasi
Perubahan sistem respirasi yang berhubungan dengan usia yang mempengaruhi kapasitas dan
fungsi paru meliputi yang berikut : peningkatan diameter anterioposterior dada, kolaps
osteoporotic vertebra yang mengakibatkan kifosis (peningkatan kurvatura konveks tulang
belakang), kalsifikasi kartilago kosta dan penurunan mobilitas alveoli. Peningkatan rigiditas atau
hilangnya recoil elastisitas paru mengakibatkan peningkatan volume residual paru dan penurunan
kapasitas vital.
Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih berat,
kapasitas pernafasan maksimum menurun dan kedalaman nafas turun. Kemampuan batuk
menurun (menurunnya aktivitas silia), O2 arteri menurun menjadi 75 mmHg, CO2 arteri tidak
berganti.
h.      Sistem Gastrointestinal
Fungsi traktus gastrointestinal biasanya tetap adekuat sepanjang hidup. Namun demikian
beberapa orang lansia mengalami ketidaknyamanan akibat motilitas yang melambat. Peristaltic
di esophagus kurang efisien pada lansia. Selain itu, sfingter gastroesofagus gagal berelaksasi dan
keluhan utama biasanya berpusat bpada perasaan penuh, nyeri ulu hati, dan gangguan
pencernaan.
Banyak gigi yang tanggal, sensitivitas indra pengecap menurun, pelebaran esophagus, rasa
lapar menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan menurun, peristaltik lemah, dan
sering timbul konstipasi, fungsi absorbsi menurun.
Peningkatan kesehatan untuk sistem gastrointestinal pada lansia dapat dipandu untuk
meningkatkan fungsi gastrointestinalnya untuk mengikuti praktik peningkatan kesehatan seperti;
menggosok gigi setiap hari, perawatan gigi yang teratur, menghindari aktivitas berat setelah
makan, makan makanan tinggi serat, diet rendah lemak, minum banyak air, menjaga kebiasaan
defekasi secara teratur, dan menghindari laksatif dan antasida.
i.        Sistem Genitourinaria
Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun sampai 200 mg, frekuensi
BAK meningkat, pada wanita sering terjadi atrofi vulva, selaput lendir mongering, elastisitas
jaringan menurun dan disertai penurunan frekuensi seksual intercrouse berefek pada seks
sekunder.
Peningkatan kesehatan sistem genitourinaria dilakukan dengan mengonsumsi cairan yang
mencukupi sangat penting untuk mencegah infeksi kandung kemih dan memelihara
keseimbangan caira.
Masalah kontinensia urin dan sering berkemih dapat dikurangi bila individu lansia mengikuti
petunjuk berikut:
a.    Selalu dekat dengan fasilitas kamar mandi
b.    Berkemih secara teratur
c.    Melatih otot dasar panggul
Latihan otot dasar panggul sangat berguna dalam mengurangi gejala stress dan dorongan
inkontinensia. Karena untuk mencapai control muskulus yang baik diperlukan latihan beberapa
minggu, maka individu lansia harus didorong untuk melakukan latihan secara teratur.
j.        Sistem Endokrin
Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH), penurunan sekresi
hormon kelamin misalnya: estrogen, progesterone, dan testoteron.
k.      Sistem Kulit
Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses keratinisasi dan kehilangan
jaringan lemak, berkurangnya elastisitas akibat penurunan cairan dan vaskularisasi, kuku jari
menjadi keras dan rapuh, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya, perubahan pada
bentuk sel epidermis.
l.        Sistem Muskuloskeletal
Penurunan progresif dan gradual masa tulang mulai terjadi sebelum usia 40 tahun. Kehilangan
densitas tulang yang massif akan mengai]kibatkan osteoporosis. Kondisi ini kebanyakan terjadi
pada wanita pasca menopausedan berhubungan dengan inaktivitas, masukan kalsium yang tidak
adekuat, dan kehilangan estrogen. Perubahan tersebut mengakibatkan penurunan mobilitas,
keseimbangan dan fungsi organ internal berkurangnya ukuran otot dan kehilangan kekuatan,
fleksibilitas, dan ketahanannya sebagai akibat penurunan aktivitas pada lnsia yang ditandai
dengan nyeri punggung.  
Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan pemendekan tulang, persendian
membesar dan kaku, tendon mengkerut dan mengalami sclerosis, atropi serabut otot sehingga
gerakan menjadi lamban, otot mudah kram dan tremor.
Peningkatan kesehatan tulang pada lansia dengan osteoporosis. Osteoporosis  merupakan
masalah yang sering terjadi pada wanita lansia. Demineralisasi yang terjadi pada osteoporosis
dipercepat dengan hilangnya estrogen, inaktivitas, dan diet rendah kalsium tinggi fosfat. Perawat
dapat menganjurkan:
a.    Masukan tinggi kalsium
b.    Diet rendah fosfor
c.    Olahraga
Peningkatan kesehatan untuk fungsi musculoskeletal dengan melaksanakan Program olahraga
rutin harus dijalankan seumur hidup atau dimulai pada lansia. Aksioma ”gunakan atau kamu
kehilangan” sangat sesuai dengan kapasitas fisik lansia.
Hambatan terbesar untuk berolahraga adalah perilaku masyarakat secara keseluruhan dan
perilaku negative lansia itu sendiri. Perawat mempunyai peranan yang sangat penting dengan
mmberi semangat dan menantang lansia untuk berpartisipasi dalam program olahraga dengan
teratur.
m.  Perubahan Sistem Reproduksi
Perubahan yang terjadi pada sistem reproduksi wanita antara lain vagina mengalami
kontraktur dan mengecil, ovari menciut, uterus mengalami atrofi, atrofi payudara, atrofi vulva,
selaput lendir vagina menurun.
Sedangkan perubahan yang terjadi pada sistem reproduksi pria antara lain ada penurunan
secara berangsur-angsur meskipun testis masih dapat memproduksi spermatzoa, dan sebanyak
±75% pria usia di atas usia 65 tahun mengalami pembesaran prostat.
Perubahan Pada Usia Lanjut
Perubahan Temuan Subyektif dan Peningkatan
Obyektif Kesehatan/Rekomendasi
Keperawatan
Sistem Keluhan keletihan dengan Olahraga secara teratur, aktivitas yang 
Kardiovaskular
peningkatan aktivitas waktu berirama, hindari merokok, makan-
Penurunan curah
jantung: penurunan pemulihan frekuensi makanan rendah lemak, diet rendah
kemampuan merespons
jantung meningkat. garam ; berpartisipasi dalam aktivitas
stress: frekuensi
jantung dan volume Telakanan darah normal < penurunan stress, ukur tekanan darah
sekuncup tidak
140/90 mmHg. secara teratur, kepatuhan pengobatan,
meningkat dengan
kebutuhan maksimal: control berat badan.
kecepatan pemulihan
jantung lebih
lambat; peningkatan
tekanan darah.
Sistem Pernapasan Keletihan dan sesak nafass Olahraga secara teratur, hindaari
Peningkatan volume setelah beraktivitas; meroko, minum banyak cairan untuk
residual paru; gangguan penyembuhan mengencerkan untuk mencairkan
penurunan kapasitas jaringan akibat penurunan secret, imunisasi influenza setiap tahun;
vital; penurunan oksigensi; kesulitan hindari pajanan terhadap infeksi traktus
pertukaran gas dan membatukan secret. respiraatorius bagian atas.
kapasitas difusi,
penurunan efisiensi
batuk
Sistem Integumen Kulit Nampak tipis dan Hindari pajanan matahari (pakaian,
Penurunan keriput; keluhan cedera, tabir surya, tetap dalam ruangan);
perlindungan terhadap memar dan terbakar berpakaian yang sesuai dengan iklim;
trauma dan pajanan matahari; keluhan tidak menjaga suhu dalam ruangan yang
matahari; penurunan tahan panas; struktur tulang aman; berendam 1-2 kali seminggu;
perlindungan terhadap menonjol; kulit kering lumasi kulit
suhu yang ekstrim;
berkurangnya sekresi
minyak alami dan
berkeringat.
Sistem Reproduksi Wanita : nyeri saat Mungkin memerlukan peresapan
Wanita : penyempitan berhubungan kelamin, pemberian krim esterogen/antibiotik,
dan penurunan perdarahan vagina setelah gunakan pelumas saat berhubungan
elastisitas vagina; berhubungan seksual, gatal kelamin; carilah bimbingan
penurunan sekresi dan iritasi vagina; orgasme kesehatan/seksual bila perlu.
vagina melambat.
Pria : penurunan ukuran Pria : ereksi dan pencapaian
penis dan testis orgasme melambat.
Pria dan wanita:
respons seksual yang
melambat
Sistem Penurunan tinggi badan, Berolahraga secara teratur, makan-
Muskuloskeletal rentan terhadap fraktur, makanan tinggi kalsium, batasi
Kehilangan kepadatan kifosis, keluhan nyeri masukan fosfor. Mungkin perlu
tulang; kehilangan punggung. Kehilangan mendapat resep tambahan hormon dan
ukuran dan kekuatan kekuatan, fleksibiltas dan kalsium.
otot; degenerasi tulang ketahanan. Keluhan nyeri
rawan sendi sendi

Sistem Retensi urin Kunjungi dokter untuk pemeriksaan


Genitourinarius Kesulitan berkemih berkala, jangan jauh dari toilet, pakai
Pria dan wanita; Urgensi, frekuensi dan pakaian yang mudah di buka, minum
kapasitas kandung ketahanan. Keluhan nyeri banyak air, pertahankan keasaman urin,
kemih menurun, sendi. pelihara hygiene perineal.
keterlambatan rasa
ingin berkemih.

Sistem Keluhan mulut kering Gunakan es batu, obat kumur, sikat


Gastrointestinal Keluhan sesak, nyeri ulu gigi, dan pijatan gusi setiap hari. Makan
Penurunan salivasi, hati, dan gangguan sedikit tapi sering, mintalah perawatan
kesulitan menelan pencernaan. gigi berkala.
makanan, perlambatan
pengosongan esophagus
dan lambung,
penurunan motilitas GI.
2.      Perubahan Mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah:

a. Perubahan fisik.
b. Kesehatan umum.
c. Tingkat pendidikan.
d. Hereditas.
e. Lingkungan.
f. Perubahan kepribadian yang drastis namun jarang terjadi misalnya kekakuan sikap.
g. Kenangan, kenangan jangka pendek yang terjadi 0-10 menit.
h. Kenangan lama tidak berubah.
i. Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal, berkurangnya
penampilan, persepsi, dan ketrampilan psikomotor terjadi perubahan pada daya
membayangkan karena tekanan dari faktor waktu.
3.      Perubahan Psikososial

a. Perubahan lain adalah adanya perubahan psikososial yang menyebabkan rasa tidak aman,
takut, merasa penyakit selalu mengancam sering bingung panik dan depresif.
b. Hal ini disebabkan antara lain karena ketergantungan fisik dan sosioekonomi.
c. Pensiunan, kehilangan financial, pendapatan berkurang, kehilangan status, teman atau
relasi.
d. Sadar akan datangnya kematian.
e. Perubahan dalam cara hidup, kemampuan gerak sempit.
f. Ekonomi akibat perhentian jabatan, biaya hidup tinggi.
g. Penyakit kronis.
h. Kesepian, pengasingan dari lingkungan sosial.
i. Gangguan syaraf panca indra.
j. Gizi
k. Kehilangan teman dan keluarga.
l. Berkurangnya kekuatan fisik
4.    Perubahan kultural
a.    Kolektifitas Etnis
Adalah kelompok dengan asal yang umum, perasaan identitas dan memiliki standart perilaku
yang sama. Individu yang bedasarkan dalam kelompok seperti itu mengikuti budaya oleh norma-
norma yang menentukan jalan ikiran dan perilaku mereka. (Harwood, 1981)
b.    Shok Budaya
Adalah salah satu sebab karena bekerja dengan individu yang latar belakang kulturnya berbeda.
Shock budaya sebagai perasaan yang tidak ada yang menolong ketidaknyamanan dan kondisi
disoirentasi yang dialami oleh orang luar yang berusaha beradaptasi secara komprehensif atau
secara efektif dengan kelompok yang berbeda akibat akibat paraktek nilai-nilai dan kepercayaan.
( Leininger, 1976)
Perawat dapat mengurangi shock budaya dengan mempelajari tentang perpedaan kelompok
budaya dimana ia terlibat. Pemting untuk perawat mengembangkan hormat kepada orang lain
yang berbeda budaya sambil menghargai perasaan dirinya. Praktik perawatan kesehatan
memerlukan toleransi kepercayaan yang bertentangan dengan perawat.
c.    Pola Komunikasi
Kendala yang paling nyata timbul bila kedua orang berbicara dengan bahasa ang berbeda.
Kebiasaan berbahasa dari klien adalah salah satu cara untuk melihat isi dari budaya. Menurut
Kluckhohn 1972, bahwa tiap bahasa adalah merupakan jalan khusus untuk meneropong dan
interprestasi pengalaman tiap bahasa membuat tatanan seluruhnya dari asumsi yang tidak
disadari tetang dunia dan penghidupan. Kendala untuk komunkasi bisa saja terjadi walaupun
individu berbicara dengan bahasa yang sama.
Perawat kadang kesulitan untuk menjelaskan sesuatu dengan bahasa yang sederhana, bebas dari
bahasa yang jlimet yang klien bisa menagkap. Sangat penting untuk menentukan ahwa pesan kita
bisa diterima dan dimengerti maksudnya .

d.   Jarak Pribadi dan Kontak


Jarak pribadi adalah ikatan yang tidak terlihat dan fleksibel. Pengertian tentang jarak pribadi bagi
perawat kesehatan masyarakat memungkinkan proses pengkajian dan peningkatan interaksi
perawat klien. Profesional kesehatan merasa bahwa mereka mempunyai ijin keseluruh daerah
badan klien. Kontak yang dekat sering diperlukan perawat saat pemeriksaan fisik, perawat
hendaknya berusaha untuk mengurangi kecemasan dengan mengenal kebutuhan individu akan
jarak dan berbuat yang sesuai untuk melindungi hak privasi.
e.    Pandangan Sosiokultural tentang Penyakit dan Sakit
Budaya mempengaruhi harapan dan persepsi orang mengenai gejala cra memberi etika kepada
penyakit, juga mempengaruhi bilamana, dan kepada siapa mereka harus mengkomunikasikan
masalah – masalah kesehatan dan berapa lama mereka berada dalam pelayanan. Karena
kesehatan dibentuk oleh faktor – faktor budaya, maka terdapat variasi dari perilaku pelayanan
kesehatan, status kesehatan, dan pola – pola sakit dan pelayanan didalam dan diantara budaya
yang berbeda – beda.
Perilaku pelayanan kesehatan merujuk kepada kegiatan-kegiatan sosial dan biologis individu
yang disertai penghormatan kepada mempertahankan akseptabilitas status kesehatan atau
perubahab kondisi yang tidak bisa diterima. Perilaku pelayanan kesehatan dan status kesehatan
saling keterkaitkan dan sistem kesehatan. (Elling, 1977)

2.4         Program-program Nasional untuk Lansia


1.        Posyandu Lansia
Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut di suatu wilayah
tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat dimana mereka bisa
mendapatkan pelayanan kesehatan Posyandu lansia merupakan pengembangan dari kebijakan
pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui program
Puskesmas dengan melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi
sosial dalam penyelenggaraannya.

Tujuan Posyandu Lansia


Tujuan pembentukan posyandu lansia secara garis besar antara lain :
a.  Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia di masyarakat, sehingga terbentuk
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan lansia
b.  Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam pelayanan
kesehatan disamping meningkatkan komunikasi antara masyarakat usia lanjut.
Sasaran posyandu lansia
Sasaran langsung:
a.    Pra usia lanjut (pra senilis) 45-59 thn
b.    Usia lanjut 60-69 thn
c.    Usia lanjut risiko tinggi: usia lebih dari 70 thn atau usia lanjut berumur 60 thn atau lebih dgn
masalah kesehatan
Sasaran tidak langsung:
a.    Keluarga dimana usia lanjut berada
b.    Masyarakat di lingkungan usia lanjut
c.    Organisasi sosial yg peduli
d.   Petugas kesehatan
e.    Masyarakat luas
Mekanisme Pelayanan Posyandu Lansia
Berbeda dengan posyandu balita yang terdapat sistem 5 meja, pelayanan yang diselenggarakan
dalam posyandu lansia tergantung pada mekanisme dan kebijakan pelayanan kesehatan di suatu
wilayah kabupaten maupun kota penyelenggara. Ada yang menyelenggarakan posyandu lansia
sistem 5 meja seperti posyandu balita, ada juga hanya menggunakan sistem pelayanan 3 meja,
dengan kegiatan sebagai berikut :
a.     Meja I : pendaftaran lansia, pengukuran dan penimbangan berat badan dan atau tinggi badan
b.     Meja II : Melakukan pencatatan berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh (IMT). Pelayanan
kesehatan seperti pengobatan sederhana dan rujukan kasus juga dilakukan di meja II ini.
c.     Meja III : melakukan kegiatan penyuluhan atau konseling, disini juga bisa dilakukan pelayanan
pojok gizi.

Kendala Pelaksanaan Posyandu Lansia


Beberapa kendala yang dihadapi lansia dalam mengikuti kegiatan posyandu antara lain :
a.    Pengetahuan lansia yang rendah tentang manfaat posyandu. 
Pengetahuan lansia akan manfaat posyandu ini dapat diperoleh dari pengalaman pribadi dalam
kehidupan sehari-harinya. Dengan menghadiri kegiatan posyandu, lansia akan mendapatkan
penyuluhan tentang bagaimana cara hidup sehat dengan segala keterbatasan atau masalah
kesehatan yang melekat pada mereka. Dengan pengalaman ini, pengetahuan lansia menjadi
meningkat, yang menjadi dasar pembentukan sikap dan dapat mendorong minat atau motivasi
mereka untuk selalu mengikuti kegiatan posyandu lansia
b.    Jarak rumah dengan lokasi posyandu yang jauh atau sulit dijangkau
Jarak posyandu yang dekat akan membuat lansia mudah menjangkau posyandu tanpa harus
mengalami kelelahan atau kecelakaan fisik karena penurunan daya tahan atau kekuatan fisik
tubuh. Kemudahan dalam menjangkau lokasi posyandu ini berhubungan dengan faktor
keamanan atau keselamatan bagi lansia. Jika lansia merasa aman atau merasa mudah untuk
menjangkau lokasi posyandu tanpa harus menimbulkan kelelahan atau masalah yang lebih serius,
maka hal ini dapat mendorong minat atau motivasi lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu.
Dengan demikian, keamanan ini merupakan faktor eksternal dari terbentuknya motivasi untuk
menghadiri posyandu lansia.
c.    Kurangnya dukungan keluarga untuk mengantar maupun mengingatkan lansia untuk datang ke
posyandu.
Dukungan keluarga sangat berperan dalam mendorong minat atau kesediaan lansia untuk
mengikuti kegiatan posyandu lansia. Keluarga bisa menjadi motivator kuat bagi lansia apabila
selalu menyediakan diri untuk mendampingi atau mengantar lansia ke posyandu, mengingatkan
lansia jika lupa jadwal posyandu, dan berusaha membantu mengatasi segala permasalahan
bersama lansia.
d.   Sikap yang kurang baik terhadap petugas posyandu.
Penilaian pribadi atau sikap yang baik terhadap petugas merupakan dasar atas kesiapan atau
kesediaan lansia untuk mengikuti kegiatan posyandu. Dengan sikap yang baik tersebut, lansia
cenderung untuk selalu hadir atau mengikuti kegiatan yang diadakan di posyandu lansia. Hal ini
dapat dipahami karena sikap seseorang adalah suatu cermin kesiapan untuk bereaksi terhadap
suatu obyek. Kesiapan merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara-cara
tertentu apabila individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adanya suatu respons.
Bentuk Pelayanan Posyandu Lansia
Pelayanan Kesehatan di Posyandu lanjut usia meliputi pemeriksaan Kesehatan fisik dan mental
emosional yang dicatat dan dipantau dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk mengetahui lebih
awal penyakit yang diderita (deteksi dini) atau ancaman masalah kesehatan yang dihadapi.
Jenis Pelayanan Kesehatan yang diberikan kepada usia lanjut di Posyandu Lansia seperti:
a.    Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputi kegiatan dasar dalam kehidupan, seperti
makan/minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik turun tempat tidur, buang air besar/kecil dan
sebagainya.
b.    Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental emosional dengan
menggunakan pedoman metode 2 (dua ) menit.
c.    Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan dan
dicatat pada grafik indeks masa tubuh (IMT).
d.   Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter dan stetoskop serta penghitungan denyut
nadi selama satu menit.
e.    Pemeriksaan hemoglobin menggunakan talquist, sahli atau cuprisulfat
f.     Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit gula (diabetes
mellitus).
g.    Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit
ginjal.
h.    Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas bilamana ada keluhan dan atau ditemukan kelainan pada
pemeriksaan butir 1 hingga 7.
i.      Penyuluhan Kesehatan.
Kegiatan lain yang dapat dilakukan sesuai kebutuhan dan kondisi setempat seperti Pemberian
Makanan Tambahan (PMT) dengan memperhatikan aspek kesehatan dan gizi lanjut usia dan
kegiatan olah raga seperti senam lanjut usia, gerak jalan santai untuk meningkatkan kebugaran.
            Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan di Posyandu Lansia, dibutuhkan, sarana dan
prasarana penunjang, yaitu: tempat kegiatan (gedung, ruangan atau tempat terbuka), meja dan
kursi, alat tulis, buku pencatatan kegiatan, timbangan dewasa, meteran pengukuran tinggi badan,
stetoskop, tensi meter, peralatan laboratorium sederhana, thermometer, Kartu Menuju Sehat
(KMS) lansia.
2.        Puskesmas Lansia
Tujuan pelaksanaan kegiatan dalam program usia lanjut adalah :
a.    Melaksanakan penyuluhan secara teratur dan berksinambungan sesuai kebutuhan melalui
berbagai media mengenai kesehatan usia lanjut.Usaha ini dilakukan terhadap berbagai kelompok
sasaran yaitu usia lanjut sendiri, keluarga dan masyarakat dilingkungan usia lanjut.
b.    Melaksanakan penjaringan usia lanjut resiko tinggi, pemeriksaan berkala usia lanjut dan
memberi  petunjuk upaya pencegahan penyakit, gangguan psikososial dan bahaya kecelakaan
yang dapat terjadi pada usia lanjut.
c.    Melaksanakan diagnose dini, pengobatan,perawatan dan pelayanan rehabilitative kepada usia
lanjut yang membutuhkan dan memberi petunjuk mengenai tindakan kuratif atau rehabilitative
yang harus dijalani, baik kepada usia lanjut maupun keluarganya.
d.   Melaksanakan rujukan medic ke fasilitas rumah sakit untuk pengobatan, perawatan atau
rehabilitative bagi usia lanjut yang membutuhkan termasuk mengusahakan kemudahan-
kemudahannya.
Kegiatan yang dilaksanakan antara lain :
a.       Pemeriksaan tekanan darah,
b.      pengobatan secara umum,
c.       penyuluhan terkait dengan penyakit yang diderita (face to face),
d.      mengirimkan pasien untuk operasi katarak setiap tahun,
e.       senam lansia bila ada program dari dinas kesehatan dan rujukan medic ke Rumah sakit.
3.        Terapi pada lansia
a.       Terapi Modalitas                 :Untuk  mengisi waktu luang bagi lansia
b.      Terapi Aktifitas Kelompok :Untuk meningkatkan kebersaman dan  bertukar pengalaman
c.       Terapi Musik                       :Untuk meningkatkan gairah hidup
d.      Terapi Berkebun                 :Untuk melatih kesabaran
e.       Terapi dengan Binatang     :Untuk meningkatkan kasih sayang dan mengisi waktu luang
f.       Terapi Kognitif                   :Agar daya ingat tidak menurun
g.      Life Review Terapi             :Meningkatkan gairah hidup dan harga diri
h.      Terapi Keagamaan              :Meningkatkan rasa nyaman menjelang kematian

Pengertian Hipertensi

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan


sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg.( Smith Tom,
1995 ) Menurut WHO, penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik
lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih
besar 95 mmHg ( Kodim Nasrin, 2003 ). Hipertensi dikategorikan ringan apabila
tekanan diastoliknya antara 95 – 104 mmHg, hipertensi sedang jika tekanan
diastoliknya antara 105 dan 114 mmHg, dan hipertensi berat bila tekanan diastoliknya
115 mmHg atau lebih. Pembagian ini berdasarkan peningkatan tekanan diastolic
karena dianggap lebih serius dari peningkatan sistolik ( Smith Tom, 1995 ).

II. ETIOLOGI / PENYEBAB

Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar


yaitu : ( Lany Gunawan, 2001 )

1. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui


penyebabnya 
2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain

Hipertensi primer terdapat pada lebih dari 90 % penderita hipertensi, sedangkan 10 %


sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Meskipun hipertensi primer belum
diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa
factor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Factor tersebut adalah sebagai
berikut :

 Faktor keturunan Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya
adalah penderita hipertensi 
 Ciri perseorangan Cirri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi
adalah umur ( jika umur bertambah maka TD meningkat ), jenis kelamin ( laki-
laki lebih tinggi dari perempuan ) dan ras ( ras kulit hitam lebih banyak dari
kulit putih ) 
 Kebiasaan hidup Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya
hipertensi adalah konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr ),
kegemukan atau makan berlebihan, stress dan pengaruh lain misalnya merokok,
minum alcohol, minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )

III. PATOFISIOLOGI

Mekanisme yang mengontrol konnstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak


dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla
spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf
simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan
asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,
dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhirespon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat
sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi.
Pathway hipertensi

Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya,
yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi
yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin.
Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air
oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua factor
ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.

Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan structural dan fungsional pada system


pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada
usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan
ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya,
aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah
yang dipompa oleh jantung ( volume sekuncup ), mengakibatkan penurunan curang
jantung dan peningkatan tahanan perifer ( Brunner & Suddarth, 2002 ).

IV. TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi : ( Edward K Chung, 1995 )

 Tidak ada gejala Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan
dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter
yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah
terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur. 
 Gejala yang lazim Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai
hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini
merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari
pertolongan medis.

V. KLASIFIKASI HIPERTENSI

Hipertensi di klasifikasikan dalam beberapa tingkatan berdasarkan tinggi sistolik dan


diastolik. adapun klasifikasinya dapat dilihat pada tabel berikut :
KATEGORI TEKANAN SISTOLIK TEKANAN DIASTOLIK
NORMAL DIBAWAH 130 mmHg DIBAWAH 85 mmHg
PRE HIPERTENSI 130 mmHg – 139 mmHg 85mmHg – 89mmHg
STADIUM I 140 mmHg – 159 mmHg 90 mmHg – 99 mmHg
(HIPERTENSI  RINGAN)
STADIUM II 160 mmHg – 179 mmHg 100 mmHg – 109 mmHg
(HIPERTENSI SEDANG)
STADIUM III 180 mmHg – 209 mmHg 110 mmHg – 119 mmHg
(HIPERTENSI BERAT)
STADIUM IV 210 mmHg atau lebih 120mmHg atau lebih
(HIPERTENSI
MALIGNA)

VI. KOMPLIKASI 

Adapun komplikasi yg bisa berlangsung pada penyakit hipertensi menurut TIM


POKJA RS Harapan Kita (2003 : 64) & Dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007) yakni
diantaranya :

 Penyakit pembuluh darah otak seperti stroke, perdarahan otak, dan transient
ischemic attack 
 Penyakit jantung seperti gagal jantung, angina pectoris, infark miocard acut
(IMA). 
 Penyakit ginjal seperti gagal ginjal. 
 Penyakit mata seperti perdarahan retina, penebalan retina, oedema pupil.

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh 


2. Pemeriksaan retina 
3. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti ginjal dan
jantung 
4. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri 
5. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa 
6. Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram renal, pemeriksaan
fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin. 
7. Foto dada dan CT scan
VIII. PENATALAKSANAAN 

a. Olah raga lebih banyak dihubungkan bersama pengobatan hipertensi, sebab olah
raga isotonik (spt bersepeda, jogging, aerobic) yg rutin bisa memperlancar peredaran
darah maka bisa menurunkan tekanan darah. Olah raga dapat juga digunakan buat
mengurangi/ mencegah obesitas & mengurangi asupan garam ke dalam badan (badan
yg berkeringat akan mengeluarkan garam melalui kulit). Pengobatan hipertensi
dengan cara garis besar dibagi jadi 2 type adalah :

1. Pengobatan non obat (non farmakologis) 


2. Pengobatan dgn obat-obatan (farmakologis) 

Pengobatan non obat (non farmakologis) Pengobatan non farmakologis kadang-


kadang bisa mengontrol tekanan darah maka pengobatan farmakologis jadi tak
digunakan atau sekurang-kurangnya ditunda. Sedangkan pada kondisi di mana obat
anti hipertensi diperlukan, pengobatan non farmakologis akan dimanfaatkan sebagai
pelengkap utk mendapati efek pengobatan yg tambah baik.

Pengobatan non farmakologis diantaranya yakni :

 Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh


 Mengurangi asupan garam ke dalam badan. 

Nasehat pengurangan garam, mesti memperhatikan rutinitas makan penderita.


Pengurangan asupan garam dengan cara drastis dapat susah dilaksanakan. Trik
pengobatan ini hendaknya tidak dipakai yang merupakan pengobatan tunggal, namun
lebih baik dipakai juga sebagai pelengkap pada pengobatan farmakologis.

 Ciptakan kondisi rileks Bermacam Macam trick relaksasi seperti meditasi, yoga
atau hipnosis sanggup mengontrol system saraf yg hasilnya mampu
menurunkan tekanan darah. 
 Melaksanakan olah raga seperti senam aerobik atau jalan serentak selama 30-45
menit jumlahnya 3-4 kali seminggu. 
 Berhenti merokok & mengurangi mengonsumsi alkohol. 
Pengobatan dengan obat-obatan (farmakologis) Obat-obatan antihipertensi.

Terdapat tidak sedikit tipe obat antihipertensi yg beredar sekarang ini. Buat pemilihan
obat yg pas diharapkan menghubungi dokter.

 Diuretik 

Obat-obatan type diuretik bekerja secara mengeluarkan cairan tubuh(melalui kencing)


maka volume cairan ditubuh menyusut yg mengakibatkan daya pompa jantung jadi
lebih ringan. Sample obatannya merupakan Hidroklorotiazid.

 Penghambat Simpatetik 

Golongan obat ini bekerja dgn menghambat gerakan saraf simpatis (saraf yg bekerja
pada disaat kita beraktivitas ). Contoh obatnya adalah : Metildopa, Klonidin &
Reserpin.

 Betabloker Prosedur kerja anti-hipertensi 

obat ini ialah lewat penurunan daya pompa jantung. Type betabloker tak dianjurkan
kepada penderita yg sudah didapati mengidap kesukaran pernapasan seperti asma
bronkial. Contoh obatnya yakni : Metoprolol, Propranolol & Atenolol. Terhadap
penderita diabetes melitus mesti hati-hati, dikarenakan akan menutupi gejala
hipoglikemia (keadaan di mana kadar gula dalam darah turun jadi teramat rendah yg
dapat berakibat bahaya bagi penderitanya). Kepada ortu terdapat gejala bronkospasme
(penyempitan saluran pernapasan) maka pemberian obat mesti hati-hati.

 Vasodilator 

Obat golongan ini bekerja cepat terhadap pembuluh darah dgn relaksasi otot polos
(otot pembuluh darah). Yg termasuk juga dalam golongan ini yakni : Prasosin,
Hidralasin. Efek samping yg mungkin saja bakal terjadi dari pemberian obat ini
merupakan : sakit kepala & pusing.

 Penghambat ensim konversi Angiotensin 


Trick kerja obat golongan ini merupakan menghambat pembentukan zat Angiotensin
II (zat yg bisa menyebabkan peningkatan tekanan darah). Contoh obat yg termasuk
juga golongan ini yaitu Kaptopril. Efek samping yg bisa jadi timbul ialah : batuk
kering, pusing, sakit kepala & lemas.

 Antagonis kalsium 

Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung secara menghambat kontraksi
jantung (kontraktilitas). Yg termasuk juga golongan obat ini yakni : Nifedipin,
Diltiasem & Verapamil. Efek samping yg bisa jadi timbul merupakan : sembelit,
pusing, sakit kepala & muntah.

 Penghambat Reseptor Angiotensin II 

Kiat kerja obat ini yaitu dgn menghalangi penempelan zat Angiotensin II kepada
reseptornya yg mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Obat-obatan yg
termasuk juga dalam golongan ini yaitu Valsartan (Diovan). Efek samping yg bisa
saja timbul adalah : sakit kepala, pusing, lemas & mual. Dgn pengobatan & kontrol yg
rutin, pula menghindari perihal dampak terjadinya hipertensi, sehingga angka
kematian akibat penyakit ini bisa ditekan.

ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI

PENGKAJIAN

1. Aktivitas / istirahat
Gejala : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea

2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit
serebrovaskuler
Tanda : Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna kulit, suhu
dingin

3. Integritas Ego
Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, factor stress
multipel
Tanda : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan yang
meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela, peningkatan pola bicara

4. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu

5. Makanan / Cairan
Gejala : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak
dan kolesterol
Tanda : BB normal atau obesitas, adanya edema

6. Neurosensori
Gejala : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala, berdenyut,
gangguan penglihatan, episode epistaksis
Tanda :, perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan retinal optik

7. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat, nyeri
abdomen

8. Pernapasan
Gejala : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea
nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok
Tanda : distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi napas
tambahan, sianosis

9. Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : episode parestesia unilateral transien, hipotensi psotural

10. Pembelajaran/Penyuluhan Gejala : factor resiko keluarga ; hipertensi,


aterosklerosis, penyakit jantung, DM , penyakit ginjal Faktor resiko etnik, penggunaan
pil KB atau hormon

PENATALAKSANAAN

Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat


komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan
tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi :

1. Terapi tanpa Obat Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi
ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat.
Terapi tanpa obat ini meliputi :
a. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :

1. Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr 


2. Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh 
3. Penurunan berat badan 
4. Penurunan asupan etanol 
5. Menghentikan merokok 
6. Diet tinggi kalium 

b. Latihan Fisik Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan
untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu :

1. Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda,
berenang dan lain-lain 
2. Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87
% dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan. Denyut nadi maksimal
dapat ditentukan dengan rumus 220 – umur 
3. Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan 
4. Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu 

c. Edukasi Psikologis Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi


meliputi :

1. Tehnik Biofeedback Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk


menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara
sadar oleh subyek dianggap tidak normal. Penerapan biofeedback terutama
dipakai untuk mengatasi gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain,
juga untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.
2. Tehnik relaksasi Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan
untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita
untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks 
d. Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan ) Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk
meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya
sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih
lanjut.

2. Terapi dengan Obat

Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga
mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat
bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup
penderita. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi
( JOINT NATIONAL COMMITTEE ON DETECTION, EVALUATION AND
TREATMENT OF HIGH BLOOD PRESSURE, USA, 1988 ) menyimpulkan bahwa
obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat
digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita
dan penyakit lain yang ada pada penderita. Pengobatannya meliputi :
a. Step 1 : Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor
b. Step 2 : Alternatif yang bisa diberikan

1. Dosis obat pertama dinaikan 


2. Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama 
3. Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta blocker, Ca
antagonis, Alpa blocker, clonidin, reserphin, vasodilator 

c. Step 3 : alternatif yang bisa ditempuh

1. Obat ke-2 diganti 


2. Ditambah obat ke-3 jenis lain 

d. Step 4 : alternatif pemberian obatnya

1. Ditambah obat ke-3 dan ke-4 


2. Re-evaluasi dan konsultasi 
3. Follow Up untuk mempertahankan terapi Untuk mempertahankan terapi jangka
panjang memerlukan interaksi dan komunikasi yang baik antara pasien dan
petugas kesehatan ( perawat, dokter ) dengan cara pemberian pendidikan
kesehatan. 
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam interaksi pasien dengan petugas kesehatan
adalah sebagai berikut :

1. Setiap kali penderita periksa, penderita diberitahu hasil pengukuran tekanan


darahnya 
2. Bicarakan dengan penderita tujuan yang hendak dicapai mengenai tekanan
darahnya 
3. Diskusikan dengan penderita bahwa hipertensi tidak dapat sembuh, namun bisa
dikendalikan untuk dapat menurunkan morbiditas dan mortilitas 
4. Yakinkan penderita bahwa penderita tidak dapat mengatakan tingginya tekanan
darah atas dasar apa yang dirasakannya, tekanan darah hanya dapat diketahui
dengan mengukur memakai alat tensimeter 
5. Penderita tidak boleh menghentikan obat tanpa didiskusikan lebih dahulu 
6. Sedapat mungkin tindakan terapi dimasukkan dalam cara hidup penderita 
7. Ikutsertakan keluarga penderita dalam proses terapi 
8. Pada penderita tertentu mungkin menguntungkan bila penderita atau keluarga
dapat mengukur tekanan darahnya di rumah
9. Buatlah sesederhana mungkin pemakaian obat anti hipertensi misal 1 x sehari
atau 2 x sehari 
10.Diskusikan dengan penderita tentang obat-obat anti hipertensi, efek samping
dan masalah-masalah yang mungkin terjadi 
11.Yakinkan penderita kemungkinan perlunya memodifikasi dosis atau mengganti
obat untuk mencapai efek samping minimal dan efektifitas maksimal 
12.Usahakan biaya terapi seminimal mungkin 
13.Untuk penderita yang kurang patuh, usahakan kunjungan lebih sering 
14.Hubungi segera penderita, bila tidak datang pada waktu yang ditentukan.
Melihat pentingnya kepatuhan pasien dalam pengobatan maka sangat
diperlukan sekali pengetahuan dan sikap pasien tentang pemahaman dan
pelaksanaan pengobatan hipertensi.

IX. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan


afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular

Tujuan : Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi, tidak terjadi iskemia
miokard

Intervensi keperawatan :
a. Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat
b. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
c. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas
d. Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler
e. Catat edema umum
f. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas.
g. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditemapt tidur/kursi
h. Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
 i. Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher
j. Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
k. Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
l. Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
m. Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi

Hasil yang diharapkan :

 Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD 


 Mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima 
 Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil

2. Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral

Tujuan : Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat

Intervensi keperawatan :
a. Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
b. Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan
c. Batasi aktivitas
d. Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin
e. Beri obat analgesia dan sedasi sesuai pesanan
f. Beri tindakan yang menyenangkan sesuai indikasi seperti kompres es, posisi
nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan imajinasi, hindari konstipasi

Hasil yang diharapkan :

 Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan tampak nyaman


3. Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan
gangguan sirkulasi

Tujuan : sirkulasi tubuh tidak terganggu

Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring; tinggikan kepala tempat tidur
b. Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan pemantau
tekanan arteri jika tersedia
c. Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai pesanan
d. Amati adanya hipotensi mendadak
e. Ukur masukan dan pengeluaran
f. Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai pesanan
g. Ambulasi sesuai kemampuan; hibdari kelelahan

Hasil yang diharapkan :

 Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti ditunjukkan


dengan : TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala,
pusing, nilai-nilai laboratorium dalam batas normal. 
 pengeluaran urin 30 ml/ menit 
 Tanda-tanda vital stabil

4. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses


penyakit dan perawatan diri

Tujuan ;Klien terpenuhi dalam informasi tentang hipertensi

Intervensi
a. Jelaskan sifat penyakit dan tujuan dari pengobatan dan prosedur
b. Jelaskan pentingnya lingkungan yang tenang, tidak penuh dengan stress
c. Diskusikan tentang obat-obatan : nama, dosis, waktu pemberian, tujuan dan efek
samping atau efek toksik
d. Jelaskan perlunya menghindari pemakaian obat bebas tanpa pemeriksaan dokter
e. Diskusikan gejala kambuhan atau kemajuan penyulit untuk dilaporkan dokter : sakit
kepala, pusing, pingsan, mual dan muntah.
f. Diskusikan pentingnya mempertahankan berat badan stabil
g. Diskusikan pentingnya menghindari kelelahan dan mengangkat berat
h. Diskusikan perlunya diet rendah kalori, rendah natrium sesuai pesanan
i. Jelaskan penetingnya mempertahankan pemasukan cairan yang tepat, jumlah yang
diperbolehkan, pembatasan seperti kopi yang mengandung kafein, teh serta alcohol
j. Jelaskan perlunya menghindari konstipasi dan penahanan

Hasil yang diharapkan :

 Pasien mengungkapkan pengetahuan dan ketrampilan penatalaksanaan


perawatan dini 

Melaporkan pemakaian obat-obatan sesuai pesanan

7. Rencana keperawatan
a. Diagnosa keperawatan keluarga (apabila belum ada masalah saja)
 Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (inflamasi sendi / artritis)
b. Tujuan umum : agar nyeri pada sendi klien dapat teratasi
c. Tujuan khusus :
 Keluhan nyeri pada area sendi klien berkurang
 Klien tidak tampak meringis
 Kesulitan tidur berkurang

8. Pelaksanaan
- Media : Tensimeter, Stetoskop dan Minyak untuk masase
- Waktu dan tempat : 19.30 WIB, Kamis, 29 April 2021
- Metode : Pemeriksaan dan Tanya Jawab
- Strategi pelaksanaan/langkah-langkah:
 Fase orientasi :
a. Salam
b. Perkenalan
c. Kontrak waktu dan tempat
d. Menjelaskan tindakan & tujuan
 Kerja :
a. Melakukan pengkajian baik data demografi dan riwayat kesehatan
b. Melakukan pemeriksaan status kesehatan seperti : keluhan / masalah
kesehatan saat ini
c. Melakukan pengkajian kebiasaan sehari-hari
d. Melakukan pengkajian activity daily living
e. Melakukan pemeriksaan fisik
f. Melakukan acupressure di bagian tengkuk kepala
 Terminasi
a. Jelaskan tindakan sudah selesai
b. Tanyakan kembali bagaimana rasanya setelah dilakukan tindakan
c. Mengingatkan klien untuk melakukan pemeriksaan dan minum obat dengan
rutin
d. Berpamitan dan salam
9. Kriteria evaluasi
a. Evaluasi struktur : lingkungan disekitar kurang kondusif sehingga kurang
konsentrasi dalam melakukan tindakan. Alat yang digunakan sesuai untuk
mengukur tekanan darah dan untuk melakukan masase.

b. Evaluasi proses : klien mengatakan nyaman selama dilakukan masase.

c. Evaluasi hasil : klien mengatakan merasa lebih baik dan nyerinya berkurang
setelah dilakukan masase dan klien juga tampak tidak meringis.
DAFTAR PUSTAKA 

1. Doengoes, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit Buku
Kedokteran, EGC, 2000 
2. Gunawan, Lany. Hipertensi : Tekanan Darah Tinggi , Yogyakarta, Penerbit
Kanisius, 2001 
3. Sobel, Barry J, et all. Hipertensi : Pedoman Klinis Diagnosis dan Terapi,
Jakarta, Penerbit Hipokrates, 1999 
4. Kodim Nasrin. Hipertensi : Yang Besar Yang Diabaikan, @
tempointeraktif.com, 2003 
5. Smith Tom. Tekanan darah Tinggi : Mengapa terjadi, Bagaimana mengatasinya
?, Jakarta, Penerbit Arcan, 1995 
6. Semple Peter. Tekanan Darah Tinggi, Alih Bahasa : Meitasari Tjandrasa
Jakarta, Penerbit Arcan, 1996 
7. Brunner & Suddarth. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta,
EGC, 2002 
8. Chung, Edward.K. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler, Edisi III,
diterjemahkan oleh Petrus Andryanto, Jakarta, Buku Kedokteran EGC, 1995 
9. Marvyn, Leonard. Hipertensi : Pengendalian lewat vitamin, gizi dan diet,
Jakarta, Penerbit Arcan, 1995 
10.Tucker, S.M, et all . Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, diagnosis
dan evaluasi , Edisi V, Jakarta, Buku Kedokteran EGC, 1998

Anda mungkin juga menyukai