Ketentuan hukum pengelolaan bencana sudah tercantum dalam alinea ke empat pembukaan
UUD 1945 yang berbunyi : “ kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan
negara indonesia yang melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah
indonesia .......”, ketentuan dasar tersebut dapat ditafsirkan bahwa “merupakan kewajiban
negara” dan “tugas pemerintah” untuk melindungi seluruh penduduk indonesia dalam
lingkungan hidup indonesia guna kebahagiaan seluruh rakyat indonesia dan segenap umat
manusia. Bila ada tanggung jawab negara berarti didalamnya ada kewajiban negara, dengan
demikian merupakan tugas pemerintah untuk memberikan perlindungan hukum terhadap
korban bencana. Ada tidaknya pertanggungjawaban, dapat diukur melalui 3 aspek yang meliputi
AKIBAT dan KEGIATAN, TEMPAT, serta SUMBER / KORBAN.
Undang-undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara
Indonesia
Green City (Kota hijau) adalah konsep pembangunan kota berkelanjutan dan ramah
lingkungan yang dicapai dengan strategi pembangunan seimbang antara pertumbuhan
ekonomi, kehidupan sosial dan perlindungan lingkungan sehingga kota menjadi tempat
yang layak huni tidak hanya bagi generasi sekarang, namun juga generasi berikutnya.
Green city bertujuan untuk menghasilkan sebuah pembangunan kota yang
berkelanjutan dengan mengurangi dampak negatif pembangunan terhadap lingkungan
dengan kombinasi strategi tata ruang, strategi infrastruktur dan strategi pembangunan
sosial.
Green city terdiri dari delapan elemen, yaitu
1. Green planning and design (Perencanaan dan rancangan hijau)
Perencanaan dan rancangan hijau adalah perencanaan tata ruang yang berprinsip
pada konsep pembangunan kota berkelanjutan. Green city menuntut perencanaan tata
guna lahan dan tata bangunan yang ramah lingkungan serta penciptaan tata ruang
yang atraktif dan estetik.
Lalu apa yang harus dilakukan? Pertama, kesadaran akan pentingnya Rencana Tata
Ruang dan Wilayah (RTRW) harus dipahami pemda. Provinsi, kota, dan kabupaten yang
sudah mengesahkan perda tentang RTRW ialah provinsi (51%), kota (72%), dan kabupaten
(62,6%). RTRW harus menjadi acuan dan alat pengendali pembangunan yang sesuai
dengan daya dukung lingkungan. Kedua, pemda harus memetakan alur sungai utama,
sungai pendukung, sebaran daerah tangkapan (waduk, danau, situ), dan daerah resapan
(taman, hutan kota, kebun raya) di sepanjang hulu hingga hilir, dari puncak gunung sampai
tepi pantai.
Peta kawasan rawan dan risiko banjir disebarkan ke tingkat kecamatan, kelurahan, RT/RW,
dan masyarakat. Ketiga, pemda mengecek ulang regulasi peruntukan lahan (RTRW) dan
legalisasi kepemilikan (sertifikat lahan) di sepanjang badan sungai, daerah tangkapan, dan
daerah resapan (negara, perusahaan, warga).
Pastikan peruntukan lahan ialah konservasi RTH. Keempat, pemda melibatkan pemangku
kepentingan (akademisi, asosiasi, pengembang, komunitas masyarakat) untuk duduk
bersama mencari terobosan kreatif, inovatif, manusiawi, dan berkelanjutan. Pemimpin
daerah menugasi dinas terkait untuk menyosialisasikan program peremajaan kawasan,
merelokasi warga, dan menghijaukan bantaran sungai, daerah tangkapan, serta daerah
resapan menjadi taman dan jalur hijau. Kelima, pemda menaturalisasi sungai, bukan
normalisasi.
Naturalisasi dilakukan dengan cara betonisasi, pelurusan badan sungai, kanalisasi, dan
pembuatan sodetan yang bertujuan mempercepat aliran air ke laut. Badan sungai harus
dikembalikan ke bentuk alami, lebar penampang melintang harus bervariasi, dan ditumbuhi
tanaman sebagai habitat ekosistem tepian sungai (reptil, mamalia, amfibi, ikan, burung, dan
serangga). Tanaman berfungsi sebagai hidrolis ekologis alami, mencegah erosi dasar dan
tebing sungai, serta meredam kecepatan aliran.
embersihan sampah dan lumpur, penertiban bangunan di atasnya, dan pembuatan sumur
resapan juga harus dilakukan.
Kedelapan, pemda harus memperbanyak taman kota, hutan kota, hutan mangrove, kebun
raya, dan lapangan olahraga. Taman waduk, danau, dan situ menjamin pelestarian habitat
satwa liar dan keanekaragaman fauna (edukasi), menciptakan iklim mikro udara (ekologis),
ruang bermain dan rekreasi (sosial), meningkatkan nilai properti (ekonomi), dan tempat
evakuasi. Kesembilan, warga yang bermukim di bantaran kali dan tepian waduk atau situ
diajak untuk secara sukarela bergeser ke permukiman bebas banjir.